Pesan Rahbar

Home » » KPU Minta Parpol Tarik Bacaleg Eks-Koruptor

KPU Minta Parpol Tarik Bacaleg Eks-Koruptor

Written By Unknown on Monday, 17 September 2018 | 19:57:00

Gedung KPU RI

Mahkamah Agung (MA) memutuskan eks napi korupsi bisa nyaleg di Pemilu 2019 meski tak otomatis berlaku. KPU mengatakan akan berkomunikasi dengan pimpinan parpol.

“Salah satu yang kita lakukan itu berkomunikasi dengan pimpinan partai politik,” ujar Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018).

KPU akan meminta parpol-parpol menarik bacaleg eks koruptor. Sebab, menurut KPU, parpol berhak menarik bacalegnya yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi.

“Katakanlah, misalnya, MA mengabulkan uji materi PKPU itu, tapi kita minta partai-partai politik komitmen untuk menarik caleg-calegnya yang tidak memenuhi syarat oleh KPU,” kata Pramono.

“Secara legal diperbolehkan oleh MA, tapi secara etis partai-partai di internal mereka berhak mengatur caleg mantan koruptor tidak didaftarkan,” sambungnya.

Menurutnya, beberapa partai telah mengkonfirmasi akan menarik bacalegnya yang bermasalah. Pramono mengatakan ini merupakan hal yang positif.

“Beberapa partai bahkan sampai malam ini bilang, ‘Kita akan tarik, Mas (caleg tidak memenuhi syarat).’ Itu bagian dari komitmen yang positif,” ujar Pramono.

KPU juga akan mengambil langkah persuasif terhadap parpol yang tidak menarik eks napi korupsinya. Menurutnya, saat ini merupakan waktu bagi parpol untuk mendorong bacaleg yang berkualitas.

“Nanti kita persuasilah bahwa ini adalah momentum bagi parpol untuk memperbaiki proses pencalonan, untuk menawarkan calon-calon yang berkualitas, kira-kira begitu,” tuturnya.

MA sebelumnya mengabulkan permohonan gugatan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Selidik punya selidik, putusan MA itu tak berlaku otomatis.

Hal itu didasari Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil sebagaimana dikutip detikcom, Jumat (14/9). Dalam Pasal 8 ayat 2 disebutkan:

Dalam hal 90 hari setelah putusan MA tersebut dikirim ke Badan atau Pejabat Usaha Tata Negara, yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat tersebut tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

(Fokus-Today/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: