KHALIFAHNYA WAHABI ; MUAWIYAH SEBAGAI AHLI NERAKA…!!
Sunni mencintai dan menghormati musuh musuh ahlulbait dengan alasan semuanya mengambil ajaran dari Rasul SAW. Bahkan sunni menganggap para sahabat seperti malaikat yang tidak pernah salah, tidak punya rasa dengki dan permusuhan kepada sesamanya.Nabi SAW menyebut Mu’awiyah cs sebagai kelompok pemberontak sesat !
Sabda Rasulullah SAW kepada Ammar: “Betapa kasihan Ammar, golongan pembangkang telah membunuhnya, padahal dia menyeru mereka kepada kebenaran (surga) sementara mereka menyeru kepada kesesatan (neraka)” (Hr. Bukhari, Muslim, At Tirmidzi dan Ahmad).
Padahal Allah SWT menyatakan : “Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka jahannam, ia kekal didalamnya dan Allah murka kepada, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya” (Qs. An Nisa ayat 93).
Juga sabda nya : “Anakku Hasan akan mendamaikan dua kelompok besar yang berselisih”. Dan sabdanya pada Abu Dzar bahwa ia akan mati sendirian dan terasing. Demikian pula dengan sabda nya : “Imam imam setelahku ada 12, semuanya dari Quraisy”.
Bukhari dalam shahih nya meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata : “Saya menjaga dari Rasul SAW dua kantong, satu kantong saya sebarkan dan satu kantong lagi saya simpan. Kalau kantong yang saya tutupi ini saya buka juga, niscaya saya akan dihabisi oleh orang kejam ini (Mu’awiyah)” (Hr.Bukhari juz 1 halaman 38).
Pada Perang Shiffin, dua orang yang membawa kepala ‘Ammar bin Yasir kepada Mu’awiyah, bertengkar, masing masing mengaku bahwa dialah yang memenggal kepala ‘Ammar yang oleh Rasul dikatakan bahwa ‘Ammar dibunuh kelompok pemberontak
Ibnu Qutaibah menceriterakan dalam al Ma’arif bahwa yang mengaku membunuh ‘Ammar yang telah berumur 93 tahun itu adalah Abu alGhadiyah. Ia sendiri yeng mengaku membunuh ‘Ammar: “Sesungguhnya seorang lelaki menikam dan membuka tutup kepala ‘Ammar dan memenggal kepalanya. Kepala ‘Ammar telah berubah rupa”. ( Ibn Qutaibah, AlMa’arif, hlm. 112 ).
Abu Umar menceriterakan ‘Ammar dibunuh oleh Abu alGhadiyah dan yang memenggal kepalanya adalah Ibnu Jaz as Saksaki ( Ibn Abil Hadid, Syarh NahjulBalaghah,jilid 10, hlm. 105).
.
SHAHIH BUKHARI NO.428 MERIWAYATKAN BAHWA RASUL MENGATAKAN BAHWA AMMAR BIN YASIR AKAN DIBUNUH KELOMPOK PEMBERONTAK AHLI NERAKA.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ
مُخْتَارٍ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ لِي
ابْنُ عَبَّاسٍ وَلِابْنِهِ عَلِيٍّ انْطَلِقَا إِلَى أَبِي
سَعِيدٍفَاسْمَعَا مِنْ حَدِيثِهِ فَانْطَلَقْنَا فَإِذَا هُوَ فِي حَائِطٍ
يُصْلِحُهُ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ فَاحْتَبَى ثُمَّ أَنْشَأَ يُحَدِّثُنَا
حَتَّى أَتَى ذِكْرُ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ كُنَّا نَحْمِلُ لَبِنَةً
لَبِنَةً وَعَمَّارٌ لَبِنَتَيْنِ لَبِنَتَيْنِ فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَنْفُضُ التُّرَابَ عَنْهُ وَيَقُولُ
وَيْحَ عَمَّارٍ تَقْتُلُهُ الْفِئَةُ الْبَاغِيَةُ يَدْعُوهُمْ إِلَى
الْجَنَّةِ وَيَدْعُونَهُ إِلَى النَّارِ قَالَ يَقُولُ عَمَّارٌ أَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ الْفِتَنِ
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah
menceritakan kepada kami ['Abdul 'Aziz bin Mukhtar] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Khalid Al Hadza'] dari ['Ikrimah], Ibnu ‘Abbas
kepadaku dan kepada Ali, anaknya, “Pergilah kalian bedua menemui [Abu
Sa'id] dan dengarlah hadits darinya!” Maka kami pun berangkat. Dan kami
dapati dia sedang membetulkan dinding miliknya, ia mengambil kain
selendangnya dan duduk ihtiba`. Kemudian ia mulai berbicara hingga
menyebutkan tentang pembangunan masjid. Ia mengkisahkan, “Masing-masing
kami membawa bata satu persatu, sedangkan ‘Ammar membawa dua bata dua
bata sekaligus. Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya,
beliau berkata sambil meniup debu yang ada padanya: “Kasihan ‘Ammar, dia
akan dibunuh oleh golongan durjana. Dia mengajak mereka ke surga
sedangkan mereka mengajaknya ke neraka.” Ibnu ‘Abbas berkata, “‘Ammar
lantas berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari fitnah tersebut.”.
.
SIAPAKAH KELOMPOK PEMBERONTAK AHLI NERAKA ITU..??
MASNAD AHMAD NO.17710حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ حَدَّثَنَا
مَعْمَرٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَلَمَّا قُتِلَ عَمَّارُ بْنُ
يَاسِرٍ دَخَلَ عَمْرُو بْنُ حَزْمٍ عَلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ
قُتِلَ عَمَّارٌ وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَقْتُلُهُ الْفِئَةُ الْبَاغِيَةُ فَقَامَ عَمْرُو بْنُ
الْعَاصِ فَزِعًا يُرَجِّعُ حَتَّى دَخَلَ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَقَالَ لَهُ
مُعَاوِيَةُ مَا شَأْنُكَ قَالَ قُتِلَ عَمَّارٌ فَقَالَ مُعَاوِيَةُ قَدْ
قُتِلَ عَمَّارٌ فَمَاذَا قَالَ عَمْرٌو سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ تَقْتُلُهُ الْفِئَةُ الْبَاغِيَةُ
فَقَالَ لَهُ مُعَاوِيَةُ دُحِضْتَ فِي بَوْلِكَ أَوَنَحْنُ قَتَلْنَاهُ
إِنَّمَا قَتَلَهُ عَلِيٌّ وَأَصْحَابُهُ جَاءُوا بِهِ حَتَّى أَلْقَوْهُ
بَيْنَ رِمَاحِنَا أَوْ قَالَ بَيْنَ سُيُوفِنَا
.
Telah menceritakan kepada kami [Abdurrazaq] ia berkata, Telah
menceritakan kepada kami [Ma'mar] dari [Thawus] dari [Abu Bakar bin
Muhammad bin Amru bin Hazm] dari [Bapaknya] ia berkata, “Ketika Ammar
bin Yasir di bunuh, [Amru bin Hazm] menemui Amru bin Ash dan berkata,
“Ammar telah dibunuh! Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah bersabda: ‘Yang akan membunuhnya adalah kelompok pemberontak.’”
Amru bin Ash berdiri dengan penuh keterkejutan seraya mengucapkan
kalimat tarji’ (Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raaji’uun), lalu ia
mendatangi Mu’awiyah. Mu’awiyah pun bertanya padanya, “Apa yang terjadi
denganmu?” [Amru bin Ash] menjawab, “Ammar telah dibunuh!” Maka
Mu’awiyah berkata, “Ammar telah dibunuh, lalu apa masalahnya?” Amru bin
Ash menjawab, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: ‘Yang akan membunuhnya adalah kelompok pemberontak.’”
Mu’awiyah berkata, “Kamu berpihak pada anakmu! Apakah kami yang
membunuhnya? Yang membunuhnya adalah Ali dan para sahabatnya, mereka
membawanya lalu melemparkan di tengah-tengah tombak-tombak kami, -atau
ia mengatakan, “di antara pedang kami.”.
.
JELAS KELOMPOK PEMBERONTAK AHLI NERAKA ITU ADALAH KELOMPOK MUAWIYAH
YANG BERUSAHA MENGATAKAN ALI DAN SAHABATNYA YANG MEMBUNUH AMMAR BIN
YASIR, PADAHAL IMAM ALI TERPILIH SECARA DEMOKRASI LANGSUNG SAH SECARA
DEMOKRASI MAUPUN TEOKRASI.
.
KELOMPOK PEMBERONTAK AHLI NERAKA INI HENDAK MENGATAKAN SESUNGGUHNYA
RASULULLAH SAWW TELAH MEMBUNUH SAYYIDINA HAMZAH KARENA
MENGIKUTSERTAKANNYA KE PERANG UHUD.
NAUDZUBILLAH MIN DZALIK.
‘Ammar ibn Yasir ibn ‘Amir al-’Ansi al-Madzhiji al-Makhzûmi masuk
Islam di masa dini, dan Muslim pertama yang membangun mesjid dalam
rumahnya sendiri di mana ia beribadat kepada Allah. (Ibn Sa’d,
ath-Thabaqât, III, bagian I, h. 178; Usd al-Ghâbah, IV, h. 46; Ibn
Katsir, Târîkh, VII, h. 311).‘Ammar masuk Islam bersama ayahnya Yasir
dan ibunya Sumayyah. Mereka mengalami siksaan di tangan kaum Quraisy
karena masuk Islam. Ayah dan ibu ‘Ammar syahid dalam siksaan, lelaki dan
wanita pertama yang syahid dalam Islam.Banyak hadis diriwayatkan dari
Nabi (saw) mengenai kebajikan, perilakunya yang menonjol dan amal
perbuatannya yang mulia, seperti hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh
‘A’isyah dan lain-lainnya bahwa Nabi telah bersabda, bahwa ‘Ammar
dipenuhi dengan iman dari ubun-ubun kepalanya sampai ke tapak kakinya.
(Ibn Majah, as-Sunan, I, h. 65; Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliyâ’, I, h.
139; al-Haitsamî, Majma’ az-Zawâ’id, IX, h. 295; al-Istî’âb, III, h.
1137; al-Ishâbah, II, h. 512).Dalam sebuah hadis lain Nabi berkata
tentang ‘Ammar,
“‘Ammar bersama kebenaran dan kebenaran bersama ‘Ammar. la berpaling
ke mana saja kebenaran berpaling. ‘ Ammar dekat kepadaku seperti
dekatnya mata dengan hidung. Sayang, suatu kelompok pendurhaka akan
membunuhnya.” (ath-Thabaqât, jilid III, bagian i, h. 187; al-Mustadrak,
III, h. 392; Ibn Hisyam, as-Sîrah, II, h. 143; ibn Katsir, Târîkh, VII,
h. 268, 270).
Juga dalam hadis mutawatir dan dikenal luas yang telah disalurkan oleh al-Bukhârî (dalam ash-Shahîh, VIII, h. 185-186), Tirmidzi (dalam al-Jami’ ash-Shahîh), Ahmad ibn Hanbal (dalam al-Musnad, II, h. 161, 164, 206; III. h. 5, 22, 28, 91; IV, h. 197, 199; V, h. 215, 306, 307; VI, h. 289, 300, 311, 315), dan semua periwayat hadis dan sejarawan menyalurkan melalui 25 sahabat bahwa Nabi bersabda,
“Sayang! suatu kelompok pendurhaka yang menyeleweng dari kebenaran akan membunuh ‘Ammar. ‘Ammar akan menyeru mereka ke surga dan mereka menyerunya ke neraka. Pembunuhnya dan orang-orang yang merebut senjata dan pakaiannya akan berada di neraka.”.
Ibn Hajar al-’Asqalani (dalam Tahdzîb at-Tahdzîb, h. 409; al-Ishâbah, II, h. 512) dan as-Suyûthî (dalam al-Khashâ’ish al-Kubrâ, II, h. 140) mengatakan,
“Riwayat hadis (tersebut di atas) ini adalah mutawâtir.” Yakni, hadis itu diriwayatkan secara berurut-turut oleh sekian banyak orang sehingga tidak ada keraguan mengenai keasliannya.
Ibn ‘Abdul Barr (dalam al-Istî’âb, III, h. 1140) mengatakan,
“Hadis itu mengikuti kesinambungan tanpa putus dari Nabi, bahwa beliau berkata, ‘Suatu kelompok pendurhaka akan membunuh ‘Ammar,’ dan ini adalah suatu ramalan dari pengetahuan rahasia Nabi dan tanda kenabiannya. Hadis ini termasuk yang paling sahih dan yang tercatat secara paling tepat.”.
Setelah wafatnya Nabi, ‘Ammar termasuk penganut dan pendukung terbaik Amirul Mukminin dalam masa pemerintahan ketiga khalifah pertama. Dalam masa kekhalifahan ‘Utsman, ketika kaum Muslim memprotes kepada ‘Utsman terhadap kebijakannya dalam pembagian harta baitul mal, ‘Utsman berkata dalam suatu pertemuan umum bahwa uang yang berada dalam perbendaharaan adalah suci dan adalah milik Allah, dan bahwa dia (sebagai khalifah Nabi) berhak untuk membelanjakannya menurut yang dianggapnya pantas.
‘Utsman mengancam dan mengutuk semua yang hendak memprotes atau menggerutu atas apa yang dikatakannya. Atasnya, ‘Ammar ibn Yâsir dengan beraninya menyatakan keberatannya dan mulai menuduh kecondongannya yang telah mendarah daging untuk mengabaikan kepentingan rakyat umum; ia menuduhnya telah menghidupkan adat kebiasaan kaflr yang dihapus oleh Nabi. Atasnya ‘Utsman memerintahkan supaya ia dipukuli, dan beberapa orang dari kalangan Bani Umayyah, kerabat Khalifah, segera menyerang ‘Ammar yang mulia itu, dan khalifah itu sendiri menyepak kemaluan ‘Ammar dengan kaki bersepatu, yang menyebabkan ia menderita hernia. ‘Ammar pingsan selama tiga hari dan dirawat oleh Ummul Mu’minin Umm Salamah di rumahnya (Umm Salamah). (al-Balâdzurî, Ansâb al-Asyrâf, V, h. 48, 54, 88; Ibn Abil Hadid, III, h. 47-52; al-Imâmah was-Siyâsah, I, h. 35-36; al-’lgd al-Farîd, IV, h. 307; ath-Thabaqât, III, bagian i, h. 185; Târîkh al-Khamîs, II, h. 271).
Ketika Amirul Mukminin menjadi khalifah, ‘Ammar adalah salah seorang pendukungnya yang paling setia. la ikut serta dalam semua kegiatan sosial, politik dan militer dalam masa itu, terutama dalam Perang Jamal dan Perang Shiffin.
Namun, ‘Ammar gugur dalam Perang Shiffin pada 9 Safar 37 H. dalam usia lebih sembilan puluh tahun. Pada hari syahidnya, ‘Ammar ibn Yasir menghadap ke langit seraya berkata,
“Ya Allah Tuhanku. Sesungguhnya Engkau tahu bahwa apabila aku mengetahui bahwa kehendak-Mu supaya aku menerjunkan diri ke Sungai (Efrat) dan tenggelam, aku akan melakukannya. Ya Allah Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa apabila Engkau rida sekiranya aku menaruh pedang di dada dan menekannya keras-keras sehingga keluar di punggungku, aku akan melakukannya. Ya Allah Tuhanku! Aku tidak mengira ada sesuatu yang lebih menyenangkan bagi-Mu daripada berjuang melawan kelompok berdosa ini, dan apabila kuketahui bahwa suatu perbuatan lebih Engkau ridai, aku akan melakukannya.”.
Abu ‘Abdur-Rahman as-Sulami meriwayatkan, “Kami hadir bersama Amirul Mukminin di Shiffln di mana saya melihat ‘Ammar ibn Yasir tidak memalingkan wajahnya ke sisi mana pun, atau ke wadi-wadi (lembah) Shiffin melainkan para sahabat Nabi mengikutinya seakan-akan ia merupakan suatu panji bagi mereka. Kemudian saya mendengar ‘Ammar berkata kepada Hasyim ibn ‘Utbah (al-Mirqal), “Wahai Hasyim, menyerbula ke barisan musuh, surga berada di bawah pedang. Hari ini saya menemui kekasih saya, Muhammad dan partainya.”.
“Kemudian ia berkata. ‘Demi Allah, sekiranya pun mereka membuat kita lari hingga ke pepohonan kurma Hajar (sebuah kota di Bahrain), namun kita dengan yakin bahwa kita benar dan mereka salah.’
“Kemudian ‘Ammar melajutkan (berkata kepada musuh):
Kami menyerangmu (dahulu) untuk (beriman) pada wahyu;
Dan kini kami menyerangmu untuk tafsirnya;
Serangan yang memisahkan kepala dari tumpuannya;
Dan membuat kawan lupa akan sahabat setianya;
Sampai kebenaran kembali kepada jalannya.”‘
Lalu ia (as-Sulami) berkata, “Saya tidak (pernah) melihat para sahabat Nabi terbunuh pada saat mana pun sebanyak terbunuhnya mereka pada hari ini.”
Kemudian ‘Ammar memacu kudanya, memasuki medan pertempuran dan mulai bertempur. la bersikeras memburu musuh, melancarkan serangan demi serangan, dan mengangkat slogan-slogan menantang sampai akhirnya sekelompok orang Suriah yang berjiwa kerdil mengepungnya pada semua sisi, dan seorang lelaki bernama Abu al-Ghadiyah al-Juhari (al-Fazari) menimpakan luka padanya sedemikian rupa sehingga tak dapat ditanggungnya lalu ia kembali ke kemahnya. la meminta air. Semangkuk susu dibawakan kepadanya. Ketika ‘Ammar melihat mangkuk itu ia berkata, ‘Rasulullah telah mengatakan yang sebenarnya.’ Orang bertanya kepadanya apa yang dimaksudnya dengan kata-kata itu. la berkata, ‘Rasulullah telah memberitahukan kepada saya bahwa rezeki terakhir bagi saya di dunia ini adalah susu.’ Kemudian ia mengambil mangkuk susu itu, meminumnya, lalu menyerahkan nyawanya kepada Allah Yang Mahakuasa.
Ketika Amirul Mukminin mengetahui kematiannya, ia datang ke sisi ‘Ammar, menaruh kepalanya ke pangkuannya sendiri dan mengucapkan elegi yang berikut,
“Sesungguhnya seorang Muslim yang tidak sedih atas terbunuhnya putra Yasir, dan tidak terpukul oleh petaka sedih ini, tidaklah ia beriman yang sesungguhnya.
“Semoga Allah memberkati ‘Ammar di hari ia masuk Islam, semoga Allah memberkatinya di hari ia terbunuh, dan semoga Allah memberkati ‘Ammar ketika ia dibangkitkan kembali.
“Sesungguhnya saya mendapatkan ‘Ammar (pada tingkat sedemikian) sehingga tiga sahabat Nabi tak dapat disebut tanpa ‘Ammar kecuali dia adalah yang keempat, dan empat nama dari mereka tak dapat disebut kecuali ‘Ammar sebagai yang kelima.
“Tak ada di antara para sahabat Nabi yang meragukan bahwa bukan saja surga sekali atau dua kali dilimpahkan dengan paksa kepada ‘Ammar, melainkan ia mendapatkan haknya atasnya (berkali-kali). Semoga surga memberikan kenikmatan kepada ‘Ammar.
“Sesungguhnya dikatakan (oleh Nabi), ‘Sungguh, ‘Ammar bersama kebenaran dan kebenaran bersama ‘Ammar.”‘
Lalu Amirul Mukminin melangkah maju dan melakukan salat jenazah baginya, dan kemudian dengan tangannya sendiri ia menguburkannya.
Kematian ‘Ammar menyebabkan gejolak besar pada barisan Mu’awiah pula, karena ada sejumlah orang terkemuka yang berperang pada pihaknya berpikiran bahwa peperangan Mu’awiah melawan Amirul Mukminin adalah perjuangan yang benar. Orang-orang itu mengetahui akan ucapan Nabi bahwa ‘Ammar akan dibunuh oleh suatu kelompok yang berada di pihak yang batil. Ketika mereka melihat bahwa ‘Ammar telah terbunuh oleh tentara Mu’awiah mereka menjadi yakin bahwa Amirul Mukminin pastilah di pihak yang benar. Kecemasan di kalangan para pemimpin maupun prajurit tentara Mu’awiah diredakan olehnya dengan argumen bahwa justru Amirul Mukminin yang membawa ‘Ammar ke medan pertempuran dan karena itu ialah yang harus bertanggung jawab atas kematiannya. Ketika argumen Mu’awiah disebutkan kepada Amirul Mukminin, ia mengatakan bahwa seakan-akan Nabi harus bertanggung jawab atas terbunuhnya Hamzah karena beliau yang membawanya ke Pertempuran Uhud. (ath-Thabari, at-Târîkh, I, h. 3316-3322; III, h. 2314-2319; Ibn Sa’d, ath-Thabaqât, III, bagian i, h. 176-189; Ibn Atsîr, al-Kâmil, III, h. 308-312; Ibn Katsir, at-Târîkh, VII, h. 267-272; al-Minqarî, Shiffin, h. 320-345; Ibn ‘Abdil Barr, al-Istî’âb, III, h. 1135-1140; IV, h. 1725; Ibn al-Atsir, Usd al-Ghâbah, IV, h. 43-47; V, h. 267; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul Balâghah, jilid V, h. 252-258; VIII, h. 10-28; X, h. 102-107; al-Hakim, al-Mustadrak, III, h. 384-394; Ibn ‘Abdi Rabbih, al-’Iqd al-Farîd, IV, h. 340-343; al-Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, II, h. 381-382; al-Haitsamî, Majma’ az-Zawâ’id, IX, h. 292-298; al-Balâdzurî, Ansâb al-Asyrâf (biografi Amirul Mukminin), h. 310-319.
Kalau memang dunia hadis sunni jujur dan tidak ada intimidasi dalam
periwayatan hadis, niscaya Abu Hurairah tidak akan menyembunyikan hadis !Juga dalam hadis mutawatir dan dikenal luas yang telah disalurkan oleh al-Bukhârî (dalam ash-Shahîh, VIII, h. 185-186), Tirmidzi (dalam al-Jami’ ash-Shahîh), Ahmad ibn Hanbal (dalam al-Musnad, II, h. 161, 164, 206; III. h. 5, 22, 28, 91; IV, h. 197, 199; V, h. 215, 306, 307; VI, h. 289, 300, 311, 315), dan semua periwayat hadis dan sejarawan menyalurkan melalui 25 sahabat bahwa Nabi bersabda,
“Sayang! suatu kelompok pendurhaka yang menyeleweng dari kebenaran akan membunuh ‘Ammar. ‘Ammar akan menyeru mereka ke surga dan mereka menyerunya ke neraka. Pembunuhnya dan orang-orang yang merebut senjata dan pakaiannya akan berada di neraka.”.
Ibn Hajar al-’Asqalani (dalam Tahdzîb at-Tahdzîb, h. 409; al-Ishâbah, II, h. 512) dan as-Suyûthî (dalam al-Khashâ’ish al-Kubrâ, II, h. 140) mengatakan,
“Riwayat hadis (tersebut di atas) ini adalah mutawâtir.” Yakni, hadis itu diriwayatkan secara berurut-turut oleh sekian banyak orang sehingga tidak ada keraguan mengenai keasliannya.
Ibn ‘Abdul Barr (dalam al-Istî’âb, III, h. 1140) mengatakan,
“Hadis itu mengikuti kesinambungan tanpa putus dari Nabi, bahwa beliau berkata, ‘Suatu kelompok pendurhaka akan membunuh ‘Ammar,’ dan ini adalah suatu ramalan dari pengetahuan rahasia Nabi dan tanda kenabiannya. Hadis ini termasuk yang paling sahih dan yang tercatat secara paling tepat.”.
Setelah wafatnya Nabi, ‘Ammar termasuk penganut dan pendukung terbaik Amirul Mukminin dalam masa pemerintahan ketiga khalifah pertama. Dalam masa kekhalifahan ‘Utsman, ketika kaum Muslim memprotes kepada ‘Utsman terhadap kebijakannya dalam pembagian harta baitul mal, ‘Utsman berkata dalam suatu pertemuan umum bahwa uang yang berada dalam perbendaharaan adalah suci dan adalah milik Allah, dan bahwa dia (sebagai khalifah Nabi) berhak untuk membelanjakannya menurut yang dianggapnya pantas.
‘Utsman mengancam dan mengutuk semua yang hendak memprotes atau menggerutu atas apa yang dikatakannya. Atasnya, ‘Ammar ibn Yâsir dengan beraninya menyatakan keberatannya dan mulai menuduh kecondongannya yang telah mendarah daging untuk mengabaikan kepentingan rakyat umum; ia menuduhnya telah menghidupkan adat kebiasaan kaflr yang dihapus oleh Nabi. Atasnya ‘Utsman memerintahkan supaya ia dipukuli, dan beberapa orang dari kalangan Bani Umayyah, kerabat Khalifah, segera menyerang ‘Ammar yang mulia itu, dan khalifah itu sendiri menyepak kemaluan ‘Ammar dengan kaki bersepatu, yang menyebabkan ia menderita hernia. ‘Ammar pingsan selama tiga hari dan dirawat oleh Ummul Mu’minin Umm Salamah di rumahnya (Umm Salamah). (al-Balâdzurî, Ansâb al-Asyrâf, V, h. 48, 54, 88; Ibn Abil Hadid, III, h. 47-52; al-Imâmah was-Siyâsah, I, h. 35-36; al-’lgd al-Farîd, IV, h. 307; ath-Thabaqât, III, bagian i, h. 185; Târîkh al-Khamîs, II, h. 271).
Ketika Amirul Mukminin menjadi khalifah, ‘Ammar adalah salah seorang pendukungnya yang paling setia. la ikut serta dalam semua kegiatan sosial, politik dan militer dalam masa itu, terutama dalam Perang Jamal dan Perang Shiffin.
Namun, ‘Ammar gugur dalam Perang Shiffin pada 9 Safar 37 H. dalam usia lebih sembilan puluh tahun. Pada hari syahidnya, ‘Ammar ibn Yasir menghadap ke langit seraya berkata,
“Ya Allah Tuhanku. Sesungguhnya Engkau tahu bahwa apabila aku mengetahui bahwa kehendak-Mu supaya aku menerjunkan diri ke Sungai (Efrat) dan tenggelam, aku akan melakukannya. Ya Allah Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa apabila Engkau rida sekiranya aku menaruh pedang di dada dan menekannya keras-keras sehingga keluar di punggungku, aku akan melakukannya. Ya Allah Tuhanku! Aku tidak mengira ada sesuatu yang lebih menyenangkan bagi-Mu daripada berjuang melawan kelompok berdosa ini, dan apabila kuketahui bahwa suatu perbuatan lebih Engkau ridai, aku akan melakukannya.”.
Abu ‘Abdur-Rahman as-Sulami meriwayatkan, “Kami hadir bersama Amirul Mukminin di Shiffln di mana saya melihat ‘Ammar ibn Yasir tidak memalingkan wajahnya ke sisi mana pun, atau ke wadi-wadi (lembah) Shiffin melainkan para sahabat Nabi mengikutinya seakan-akan ia merupakan suatu panji bagi mereka. Kemudian saya mendengar ‘Ammar berkata kepada Hasyim ibn ‘Utbah (al-Mirqal), “Wahai Hasyim, menyerbula ke barisan musuh, surga berada di bawah pedang. Hari ini saya menemui kekasih saya, Muhammad dan partainya.”.
“Kemudian ia berkata. ‘Demi Allah, sekiranya pun mereka membuat kita lari hingga ke pepohonan kurma Hajar (sebuah kota di Bahrain), namun kita dengan yakin bahwa kita benar dan mereka salah.’
“Kemudian ‘Ammar melajutkan (berkata kepada musuh):
Kami menyerangmu (dahulu) untuk (beriman) pada wahyu;
Dan kini kami menyerangmu untuk tafsirnya;
Serangan yang memisahkan kepala dari tumpuannya;
Dan membuat kawan lupa akan sahabat setianya;
Sampai kebenaran kembali kepada jalannya.”‘
Lalu ia (as-Sulami) berkata, “Saya tidak (pernah) melihat para sahabat Nabi terbunuh pada saat mana pun sebanyak terbunuhnya mereka pada hari ini.”
Kemudian ‘Ammar memacu kudanya, memasuki medan pertempuran dan mulai bertempur. la bersikeras memburu musuh, melancarkan serangan demi serangan, dan mengangkat slogan-slogan menantang sampai akhirnya sekelompok orang Suriah yang berjiwa kerdil mengepungnya pada semua sisi, dan seorang lelaki bernama Abu al-Ghadiyah al-Juhari (al-Fazari) menimpakan luka padanya sedemikian rupa sehingga tak dapat ditanggungnya lalu ia kembali ke kemahnya. la meminta air. Semangkuk susu dibawakan kepadanya. Ketika ‘Ammar melihat mangkuk itu ia berkata, ‘Rasulullah telah mengatakan yang sebenarnya.’ Orang bertanya kepadanya apa yang dimaksudnya dengan kata-kata itu. la berkata, ‘Rasulullah telah memberitahukan kepada saya bahwa rezeki terakhir bagi saya di dunia ini adalah susu.’ Kemudian ia mengambil mangkuk susu itu, meminumnya, lalu menyerahkan nyawanya kepada Allah Yang Mahakuasa.
Ketika Amirul Mukminin mengetahui kematiannya, ia datang ke sisi ‘Ammar, menaruh kepalanya ke pangkuannya sendiri dan mengucapkan elegi yang berikut,
“Sesungguhnya seorang Muslim yang tidak sedih atas terbunuhnya putra Yasir, dan tidak terpukul oleh petaka sedih ini, tidaklah ia beriman yang sesungguhnya.
“Semoga Allah memberkati ‘Ammar di hari ia masuk Islam, semoga Allah memberkatinya di hari ia terbunuh, dan semoga Allah memberkati ‘Ammar ketika ia dibangkitkan kembali.
“Sesungguhnya saya mendapatkan ‘Ammar (pada tingkat sedemikian) sehingga tiga sahabat Nabi tak dapat disebut tanpa ‘Ammar kecuali dia adalah yang keempat, dan empat nama dari mereka tak dapat disebut kecuali ‘Ammar sebagai yang kelima.
“Tak ada di antara para sahabat Nabi yang meragukan bahwa bukan saja surga sekali atau dua kali dilimpahkan dengan paksa kepada ‘Ammar, melainkan ia mendapatkan haknya atasnya (berkali-kali). Semoga surga memberikan kenikmatan kepada ‘Ammar.
“Sesungguhnya dikatakan (oleh Nabi), ‘Sungguh, ‘Ammar bersama kebenaran dan kebenaran bersama ‘Ammar.”‘
Lalu Amirul Mukminin melangkah maju dan melakukan salat jenazah baginya, dan kemudian dengan tangannya sendiri ia menguburkannya.
Kematian ‘Ammar menyebabkan gejolak besar pada barisan Mu’awiah pula, karena ada sejumlah orang terkemuka yang berperang pada pihaknya berpikiran bahwa peperangan Mu’awiah melawan Amirul Mukminin adalah perjuangan yang benar. Orang-orang itu mengetahui akan ucapan Nabi bahwa ‘Ammar akan dibunuh oleh suatu kelompok yang berada di pihak yang batil. Ketika mereka melihat bahwa ‘Ammar telah terbunuh oleh tentara Mu’awiah mereka menjadi yakin bahwa Amirul Mukminin pastilah di pihak yang benar. Kecemasan di kalangan para pemimpin maupun prajurit tentara Mu’awiah diredakan olehnya dengan argumen bahwa justru Amirul Mukminin yang membawa ‘Ammar ke medan pertempuran dan karena itu ialah yang harus bertanggung jawab atas kematiannya. Ketika argumen Mu’awiah disebutkan kepada Amirul Mukminin, ia mengatakan bahwa seakan-akan Nabi harus bertanggung jawab atas terbunuhnya Hamzah karena beliau yang membawanya ke Pertempuran Uhud. (ath-Thabari, at-Târîkh, I, h. 3316-3322; III, h. 2314-2319; Ibn Sa’d, ath-Thabaqât, III, bagian i, h. 176-189; Ibn Atsîr, al-Kâmil, III, h. 308-312; Ibn Katsir, at-Târîkh, VII, h. 267-272; al-Minqarî, Shiffin, h. 320-345; Ibn ‘Abdil Barr, al-Istî’âb, III, h. 1135-1140; IV, h. 1725; Ibn al-Atsir, Usd al-Ghâbah, IV, h. 43-47; V, h. 267; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul Balâghah, jilid V, h. 252-258; VIII, h. 10-28; X, h. 102-107; al-Hakim, al-Mustadrak, III, h. 384-394; Ibn ‘Abdi Rabbih, al-’Iqd al-Farîd, IV, h. 340-343; al-Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, II, h. 381-382; al-Haitsamî, Majma’ az-Zawâ’id, IX, h. 292-298; al-Balâdzurî, Ansâb al-Asyrâf (biografi Amirul Mukminin), h. 310-319.
Sunni menutupi kesalahan kesalahan para Sahabat dengan menyalahkan tokoh fiksi Abdullah bin Saba’, menyembunyikan hadis dan membuat buat hadis palsu jaminan Surga kepada musuh musuh ahlulbait
Pasca wafat Nabi SAW, para sahabat banyak mengembangkan ijtihad dari hasil pemikirannya sendiri, walaupun itu harus merubah hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul sebelumnya !
UMAT KHiANATi Ali PASCA NABi SAW WAFAT.
Qs. Al An’am ayat 65-67;Qs. 6:65; Katakanlah (Muhammad), “Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.” Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan berulang ulang tanda tanda (kekuasaan Kami) agar mereka memahami (nya).
Qs. 6:66; Dan kaummu mendustakannya (azab) padahal (azab) itu benar adanya. Katakanlah (Muhammad), “Aku ini bukanlah penanggung jawab kamu”.
Qs. 6:67; Setiap berita (yang dibawa oleh Rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui
Dikutip dari “AL HiDAYAH ALQURAN TAFSiR PERKATA TAJWID KODE ANGKA PENERBIT KALiM” yang disahkan DEPAG, halaman 136 :
Asbabun Nuzul Qs.6 : 65-67 : Zaid bin Aslam mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat, “Setelah kepergianku, janganlah kalian kembali menjadi kafir dengan saling membunuh diantara kalian”. Mereka berkata, “Kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya engkau adalah Rasul Nya. “Sebagian yang lain berkata, “ini tidak akan pernah terjadi untuk selamanya, yaitu saling membunuh diantara kita, sementara kita semua adalah muslim.” Maka turunlah ketiga ayat ini (HR. Ibnu Abi Hatim).
Wahai para pembaca…
Qs. Asy Syu’ara; ayat 205-207;
Qs.26 : 205; Maka bagaimana pendapatmu jika kepada mereka kami berikan kenikmatan hidup beberapa tahun,
Qs.26 : 206; Kemudian datang kepada mereka azab yang diancamkan kepada mereka,
Qs.26 : 207; Niscaya tidak berguna bagi mereka kenikmatan yang mereka rasakan
Dikutip dari “AL HiDAYAH ALQURAN TAFSiR PERKATA TAJWID KODE ANGKA PENERBIT KALiM” yang disahkan DEPAG, halaman 376 :
Asbabun Nuzul Qs.26 : 205-207 : Menurut Abu Jahdham, ketiga ayat ini diturunkan berkenaan dengan Rasulullah yang suatu ketika terlihat bingung dan gelisah. Para sahabat menanyakan hal itu. “Aku bermimpi, setelah aku wafat kelak, aku melihat musuhku yang ternyata adalah berasal dari umatku sendiri,” jawab Rasulullah (HR.ibnu Abi Hatim).
Wahai para pembaca…
Hadis dari sahabat Jarir bin ‘Abdillah Al Bajali dari Nabi SAW : “janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku, sebagian kalian menebas leher yang lain” (HR. Bukhari no. 7080 dan HR. Muslim no.65)
Hadis Nabi SAW : “Mencaci seorang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran” (Hr.Bukhari Muslim).
PERSAMAAN SAHABAT NABI SAW DAN SAHABAT MUSA AS.
Jika sesetengah (bukannya semua) sahabat Nabi Muhammad Saw
diterangkan oleh al-Quran sebagai orang yang lari dari medan perang
(Uhud dan Hunain), munafik, meninggalkan Nabi ketika khutbah Jumaat dan
sebagainya, maka bagaimanakah pula sikap sahabat/kaum Nabi Musa as.?
Al-Quran dalam Surah al-Maidah ayat 20-26 menjelaskan sikap mereka seperti berikut:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka (setelah kamu
diperhamba oleh Firaun dan orang-orangnya), dan diberikan-Nya kepadamu
apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara
umat-umat yang lain”.QS. al-Mai’dah (5) : 20.
.
Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina- Baitul Muqaddis) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. QS. al-Mai’dah (5):21.
Mereka berkata: “Wahai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan
memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar
daripadanya, pasti kami akan memasukinya.” QS.
al-Mai’dah (5):22.
Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada
Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka
dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya
niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu
bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. QS. al-Mai’dah (5) : 23.
Mereka berkata: “Wahai Musa, kami sekali-sekali tidak akan
memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu
pergilah kamu (berperang) bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. QS. al-Mai’dah (5) : 24.
Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku
sendiri dan saudaraku (Nabi Harun). Sebab itu pisahkanlah antara kami
dengan orang-orang yang fasik itu”. QS. al-Mai’dah (5):25.
Allah berfirman: ” (Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu
diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka
akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka
janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik
itu.” QS. al-Mai’dah (5):26.
Kesimpulannya:
1. Sahabat Nabi Musa (Bani Israil) telah ingkar dengan arahan Nabi
Musa supaya memasuki tanah suci Palestin kerana takut berperang.
2. Mereka yang ingkar itu mengarahkan Nabi Musa agar berperang bersama Tuhan manakala mereka hanya menunggu sahaja.
3. Mereka disifatkan sebagai sahabat/kaum yang fasiq oleh al-Quran.
4. Akibat ingkar dengan arahan Nabi Musa mereka disesatkan oleh Allah swt selama 40 tahun di tengah padang pasir Tiih (sekarang terletak di wilayah Mesir).
Justeru itu, sahabat Nabi Musa yang ingkar dengan arahannya
bukanlah sahabat yang layak dijadikan contoh dan mereka bukalanlah
sahabat yang adil.
Muawiyyah si Pengingkar Hadis Nabi Saaw.
Percayakah anda bahwa ada orang yang meninggalkan sunnah karena
kebenciannya terhadap Imam Ali. Mau percaya atau tidak semuanya terserah
kepada anda sendiri, saya hanya menampilkan riwayat yang memang
menyebutkan hal yang demikian.
أخبرنا أبو الحسن محمد بن الحسين العلوي أنبأ عبد الله بن محمد بن
الحسن بن الشرقي ثنا علي بن سعيد النسوي ثنا خالد بن مخلد ثنا علي بن صالح
عن ميسرة بن حبيب النهدي عن المنهال بن عمرو عن سعيد بن جبير قال كنا عند
بن عباس بعرفة فقال يا سعيد ما لي لا أسمع الناس يلبون فقلت يخافون معاوية
فخرج بن عباس من فسطاطه فقال لبيك اللهم لبيك وإن رغم أنف معاوية اللهم
العنهم فقد تركوا السنة من بغض علي رضي الله عنه
Telah mengabarkan kepada kami Abu Hasan Muhammad bin Husein Al
‘Alawiy yang berkata telah memberitakan kepada kami ‘Abdullah bin
Muhammad bin Hasan bin Asy Syarqiy yang berkata:
telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Sa’id A Nasawiy yang
berkata telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad yang berkata
menceritakan kepada kami ‘Ali bin Shalih dari Maisarah bin Habiib An
Nahdiy dari Minhal bin ‘Amru dari Sa’id bin Jubair yang berkata “kami di
sisi Ibnu Abbas di ‘Arafah, dan ia berkata “wahai Sa’id kenapa aku
tidak mendengar orang-orang bertalbiyah, aku berkata “mereka takut
kepada Mu’awiyah”. Maka Ibnu Abbas keluar dari tempatnya dan berkata
“labbaikallahumma labbaik, dan celaka [terhinalah] Mu’awiyah, ya Allah
laknatlah mereka, mereka meninggalkan sunnah karena kebencian terhadap
Ali radiallahu ‘anhu [Sunan Baihaqi 5/113 no 9230].
Hadis ini sanadnya hasan. Para perawinya tsiqat kecuali Khalid bin
Makhlad dia salah satu syaikh [guru] Bukhari yang diperbincangkan tetapi
perbincangan itu tidak menurunkan hadisnya dari tingkatan hasan.
Pendapat yang rajih Khalid bin Makhlad seorang yang shaduq hasanul
hadits.
* Abul Hasan Muhammad bin Husein bin Dawud bin ‘Ali Al ‘Alawiy An
Naisaburi. Adz Dzahabi menyebutnya Imam Sayyid Muhaddis Shaduq Musnad
Khurasan [Siyar ‘Alam An Nubala 17/98 no 60]. Dia adalah guru Baihaqi
yang utama dimana Baihaqi telah menshahihkan hadisnya [Sunan Baihaqi
5/142 no 9408]. Pernyataan Baihaqi kalau sanadnya shahih berarti Baihaqi
menganggap Abu Hasan Al ‘Alawiy seorang yang tsiqat.
* ‘Abdullah bin Muhammad bin Hasan bin Asy Syarqiy termasuk seorang
yang tsiqat dalam hadis. As Sam’aniy berkata “ia dalam hadis seorang
yang tsiqat dan ma’mun” [Al Ansab As Sam’aniy 3/149]. Al Khalili
menyatakan ia tidak kuat [Al Irsyad 2/471] tetapi jarh ini tidak
memiliki alasan atau jarh mubham apalagi jarh laisa bil qawiy adalah
jarh yang ringan dan bisa diartikan sebagai perawi yang hasanul hadits
[tidak sampai ke derajat shahih]. Adz Dzahabi mengatakan kalau ia shahih
pendengarannya [dalam hal hadis] dari Adz Dzahili dan yang satu
thabaqat dengannya dan ia diperbincangkan karena sering meminum minuman
yang memabukkan [Mizan Al I’tidal juz 2 no 4664]. Tetapi tuduhan ini
masih perlu diteliti kembali karena besar kemungkinan yang diminum
adalah nabiidz.
* Ali bin Sa’id An Nasawiy Abu Hasan dia seorang yang tsiqat dan
tinggal di Naisabur ia mendengar hadis dari Abu Dawud, Abdus Shamad bin
Abdul Warits dan Abu Ashim, telah mendengar darinya Ibnu Abi Khaitsamah
[Al Irsyad Al Khalili 2/443].
* Khalid bin Makhlad Al Qazhwaniy adalah perawi Bukhari [termasuk
guru Bukhari], Muslim, Abu Dawud dalam Musnad Malik, Tirmidzi, Nasa’i
dan Ibnu Majah. Ahmad berkata ia memiliki hadis-hadis mungkar. Abu Hatim
berkata “ditulis hadisnya”. Abu Dawud menyatakan ia shaduq tasyayyu’.
Ibnu Ma’in menyatakan tidak ada masalah padanya [yang berarti tsiqat].
Ibnu Adiy berkata “ia termasuk yang memiliki banyak riwayat, di sisiku
insya Allah tidak ada masalah padanya”. Ibnu Sa’ad menyatakan ia mungkar
al hadits dan berlebihan dalam tasyayyu’. Al Ijli berkata “ia tsiqat
dan sedikit tasyayyu’ serta banyak meriwayatkan hadis”. Shalih bin
Muhammad berkata “ia tsiqat dalam hadis hanya saja dituduh ghuluw”. Al
Azdiy berkata “di dalam hadisnya terdapat sebagian yang kami ingkari
tetapi di sisi kami ia termasuk orang yang jujur”. Ibnu Syahin
memasukkannya dalam Ats Tsiqat dimana Utsman bin Abi Syaibah berkata
“tsiqat shaduq”. As Saji dan Al Uqaili memasukkanya dalam Adh Dhu’afa
dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 3 no
221]. Ibnu Hajar berkata “dia shaduq tasyayyu’ dan memiliki riwayat
afrad” [At Taqrib 1/263]. Adz Dzahabi berkata “Syaikh [guru] Bukhari
yang syiah shaduq” [Man Tukullima Fiihi Wa Huwa Muwatstsaq no 100].
* ‘Ali bin Shalih bin Shalih bin Hay Al Hamdaniy adalah perawi
Muslim dan Ashabus Sunan. Ahmad, Ibnu Ma’in, Nasa’i menyatakan ia
tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan
ia tsiqat. Utsman Ad Darimi dari Ibnu Ma’in berkata “tsiqat ma’mun”.
Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat insya Allah hadisnya sedikit” [At Tahdzib juz
7 no 561]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat dan ahli ibadah [At Taqrib
1/696].
* Maisarah bin Habib An Nahdiy termasuk perawi Bukhari dalam Adabul
Mufrad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i. Telah meriwayatkan darinya
Syu’bah [itu berarti menurut Syu’bah ia tsiqat]. Ahmad, Ibnu Ma’in, Al
Ijli dan Nasa’i menyatakan ia tsiqat. Abu Dawud berkata “ma’ruf
[dikenal]”. Abu Hatim berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban
memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 10 no 691]. Ibnu Hajar
menyatakan ia shaduq [At Taqrib 2/232]. Adz Dzahabi menyatakan “tsiqat”
[Al Kasyf no 5752].
* Minhal bin ‘Amru Al Asdiy termasuk perawi Bukhari dan Ashabus
Sunan. Ibnu Ma’in, Nasa’i, Al Ijli menyatakan tsiqat. Daruquthni
menyatakan ia shaduq. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat.
Abdullah bin Ahmad berkata aku mendengar ayahku mengatakan Syu’bah
meninggalkan Minhal bin ‘Amru. Wahab bin Jarir dari Syu’bah yang berkata
“aku datang ke rumah Minhal kemudian aku mendengar suara tambur maka
aku kembali tanpa bertanya kepadanya. Wahab bin Jarir berkata “bukankah
sebaiknya kau bertanya padanya, bisa saja ia tidak mengetahui hal itu”.
[At Tahdzib juz 10 no 556]. Ibnu Hajar menyatakan shaduq dikatakan
pernah salah [At Taqrib 2/216].
* Sa’id bin Jubair termasuk perawi kutubus sittah yang dikenal
tsiqat. Ia adalah tabiin murid Ibnu Abbas yang terkenal. Abu Qasim At
Thabari berkata “ia tsiqat imam hujjah kaum muslimin”. Ibnu Hibban
memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “ia seorang yang faqih ahli
ibadah memiliki keutamaan dan bersifat wara’. [At Tahdzib juz 4 no 14].
Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit faqih” [At Taqrib 1/349].
Sudah jelas kalau hadis ini sanadnya hasan. Sebagian orang berusaha
melemahkan hadis ini dengan melemahkan Abu Muhammad Asy Syarqi Abdullah
bin Muhammad bin Hasan karena ia sering minum minuman yang memabukkan
[muskir]. Anehnya jika mereka konsisten maka seharusnya mereka juga
melemahkan dan menolak para sahabat yang meminum khamar seperti
Mu’awiyah dan Walid bin Uqbah. Kenyataannya mereka tetap menerima
riwayat kedua sahabat tersebut.
Dan bagi mereka yang akrab dengan kitab rijal maka hal-hal seperti
ini cukup ma’ruf [dikenal ] yaitu terdapat beberapa perawi yang tetap
dita’dilkan oleh ulama walaupun ia meminum minuman yang memabukkan.
Hamzah As Sahmiy mendengar Abu Zur’ah Muhammad bin Yusuf Al Junaidiy
pernah berkata tentang perawi yang bernama Ma’bad bin Jum’ah “ia tsiqat
hanya saja ia memimum minuman yang memabukkan” [Tarikh Al Jurjani no
951]. Kemudian terkait dengan lafaz yang digunakan dalam kitab rijal,
lafaz tersebut bukan “khamar” tetapi “muskir” dimana pada lafaz ini
terdapat ulama yang mengatakan kalau yang mereka minum adalah nabiidz.
Dan memang nabiidz ini dperselisihkan oleh sebagian ulama kedudukannya.
Terdapat para ulama yang menghalalkan nabidz diantaranya An Nakhaiy dan
ulama irak lainnya kemudian tetap banyak para ulama yang menta’dil
mereka.
Hadis Ibnu ‘Abbas di atas juga dikuatkan oleh jalur lain yang tidak
melewati Abu Muhammad Asy Syarqiy dari ‘Ali bin Sa’id dari Khalid bin
Makhlad. Ali bin Sa’id An Nasawiy dalam periwayatannya dari Khalid bin
Makhlad memiliki mutaba’ah yaitu Ahmad bin Utsman bin Hakim Al Kufy
sebagaimana yang disebutkan dalam Sunan Nasa’i 2/419 no 3993 dimana
Ahmad bin Utsman bin Hakin seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/42]. Selain
itu Ali bin Sa’id juga memiliki mutaba’ah dari Ali bin Muslim As Sulamiy
sebagaimana disebutkan dalam Shahih Ibnu Khuzaimah 4/260 no 2830. Ali
bin Muslim As Sulamiy adalah syaikh [guru] dari Ibnu Khuzaimah dimana
Ibnu Khuzaimah menyebutnya Syaikh Al Faqih Al Imam dan menyatakan
hadisnya shahih. Hadis ini juga disebutkan Al Hakim dalam Al Mustadrak
no 1706 dengan jalan sanad dari Ahmad bin Haazim Al Ghifari dan Ali bin
Muslim keduanya dari Khalid bin Makhlad dari Ali bin Mushir dari
Maisarah bin Habib dari Minhal bin ‘Amru dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu
Abbas. [mungkin disini terjadi tashif dalam sanad Al Hakim yang benar
bukan Ali bin Mushir tetapi Ali bin Shalih].
Penjelasan Singkat Hadis.
Atsar Ibnu Abbas ini mengabarkan kepada kita situasi yang terjadi
di zaman pemerintahan Mu’awiyah. Tampak bahwa pada masa itu terdapat
orang-orang yang takut kepada Muawiyah sehingga mereka enggan
bertalbiyah padahal itu termasuk sunnah Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam]. Dari riwayat ini maka kita dapat memahami bahwa Mu’awiyah
telah melarang orang-orang untuk bertalbiyah di arafah dengan maksud
menyelisihi Imam Ali yang teguh melaksanakan sunnah Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam]. Jadi wajarlah kalau orang-orang tersebut takut kepada
Muawiyah.
Sikap Muawiyah dan para pengikutnya inilah yang diingkari oleh Ibnu
Abbas dimana Ibnu Abbas menyebutnya sebagai “meninggalkan sunnah karena
kebencian terhadap Imam Ali”. Hal yang seperti ini memang patut
diingkari dan menunjukkan kepada kita bahwa memang Muawiyah dan
pengikutnya konsisten untuk menunjukkan kebencian kepada Ahlul Bait
sampai-sampai mereka rela meninggalkan sunnah Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] dan melarang orang melakukannya.
Salam Damai
Post a Comment
mohon gunakan email