Pesan Rahbar

Home » » Barangsiapa mati tanpa Imam, matinya adalah mati Jahiliyyah.

Barangsiapa mati tanpa Imam, matinya adalah mati Jahiliyyah.

Written By Unknown on Sunday, 20 July 2014 | 21:24:00


Satu persoalan utama yang sering terlepas pandang oleh umat Islam terutama Website Gensyiah => baca nuruti ustadz tolol bin dungu alias tukang fitnah, lihat berikut ini:

Salafi Wahhabi Takfiri Menvonis Sesat & Kafir Imam Besar Ahlusunnah; Abu Hanifah (Rahimahullah).


Persembahan Untuk Firanda dan Para Nashibi Agen AS Lainnya!

Kemunafikan adalah kemunafikan! Betapapun dia dirahasiakan dan dibungkus dengan kejujuran tetap corak wajah kemunafikan itu terbongkar juga. Cepat atau lambat!

Itulah kira-kira akhir dari drama yang diperankan oleh para arsitektor Sekte Sempalan Salafai Wahabi Takfiri. Ia mengaku sebagai pewaris tunggal Salaf Shaleh dengan segara dimensi positif yang mereka wariskan! Mereka mengaku sebagai yang menjunjung tinggi norma ilahiah yang diajarkan para Salaf Shaleh… menjunjun tinggi kejujuran, kedamaian, toleransi dan keadilan. Tetapi realita wajah buram mereka tidak dapat mereka sembunyikan. Kepalsuan polesan penutup wajah buruk akhirnya terbongkar juga!

Kali ini saya ajak Anda melihat langsung bagaimana Sekte Sempalan Salafi Wahabi mensifati dan menvonis Abu Hanifah, salah seorang imam agung Ahlusunnah dan Imam Mazhab yang dianut oleh ratusan juta umat Islam di berbagai belahan dunia.

Seperti pernah saya turunkan sebuah tulisan tentang kebiadapan Salafi Wahabi ketika menghujani Abu Hanifah dengan vonis-vonis, sesat, zindiq, kafir dll. Kali ini saya akan segarkan lagi ingatan kaum Muslimin bagaimana Sekte Sempalan Salafi Wahabi Takfiri begitu mudahnya mereka mendoktrin para pengikutnya yang rata-rata adalah kaum awam bersemangat brutal bahwa siapapun yang berseberangan dengan ajaran sekte mereka langsung mereka vonis SESAT, DHALÂL dan KAFIR!

Para arsitek Sekte Salafi Wahabi Takfiri begitu bersemangat menyebar-luaskan berbagai tulisan dan isu yang mengafirkan kelompok lain, utamanya Abu Hanifah. Mereka menyebarluaskan dan mencetak ulang di antaranya buku AS SUNNAH yang konon adalah karya Abdullah putra Imam Ahmad bin Hanbal yang didalamnya penuh dengan kesesatan, penyimpangan akidah dan fitnah murahan. Saya membeli buku itu ketika kunjungan terakhir saya ke dua kota suci; Makkah al Mukarramah dan Madinah al Munawwarah untuk melengkapi ijazah-ijazah kitab-kitab hadis dari para ulama Ahlusunnah dari keturunan Nabi saw., seperti Habib Zain bin Sumaith, Sayyid Ahmad putra Guru Besar Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani dll.

Dalam buku tersebut, ditulis sebuah pasal dengan judul: Mâ Hufidza ‘An Abi Wa Ghairihi Minal Masyâikh Fî Abi Hanîfah/Komentar-komentar Yang Telah Dinukil Dari Ayahku Dan Para Maha Guru Lain Tentang Abu Hanifah. Dalam pasal tersebut –yang terdiri 183 kutipan kecaman dan vonis mengerikan itu- Abu Hanifah disifati dengan sifat-sifat sangat keji dan vonis-vonis serampangan yang tidak layak disematkan terhadap Muslim abangan biasa apalagi terhadap seorang imam besar Ahlusunnah, Para masyaikh Wahabi Salafi Takfiri sangat menikmati penyebaran kubu-buku yang memuat menghancuran nama baik Abu Hanifah dengan berbagai alasan. Demikian pula mereka telah menerbitkan secara terpisah satu bagian dari kitab Târîkh Baghdâd karya al Khathib al Baghdâdi yang memuat kecaman dan vonis kejam atas Abi Hanifah berikut terjemahan bahasa Urdu/India dan mereka sebar di India dan sekeitarnya yang notabene adalah para pengikut Mazhab Hanafi.

Namun mereka segera akan memusnahkan setiap lembar kitab yang di dalamnya termuat hujatan atas Ibnu Taimiyah atau membongkar kedok penyimpangan dan kejahatannya, seperti yang merela lakukan terhadap kitab Siyar A’lâm an Nubalâ’ –karya adz Dzahabi, murid dekat Ibnu Taimiyah yang sangat kenal siapa Ibnu Taimiyah itu-… dalam cetakan yang diterbitkan oleh para Salafi Wahabi Takfiri Saudi, jilid yang di dalamnya terdapat kecaman ulama atas Ibnu Taimiyah yang telah dirangkum adz Dzahabi mereka hilangkan. … itulah Salafai Wahabi Takfiri !!!

Kembali kepada tema inti kita… Abu Hanifah mereka sifati dengan sifat-sifat keji dan vonis brutal sebagai berikut:[1]

Abu Hanifah adalah:
1. Kafir.
2. Zindiq (anti ketuhanan),
Dua vonis kejam Salafi Wahabi terhadap Abu Hanifah dapat Anda baca dalam kitab as Sunnah,1/186-187, kutipan no.239,240,241,241 dan 242.
3. Mati dalam keadaan berakidah Jahmiah. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.231,232 dan237).
4. Meruntuhkan pilar-pilar Islam. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.245,246 dan324) Ketika berita kematian Abu Nahifah didengar oleh Awza’i, ia berkata, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mematikannya. Ia (Abu Hanifah) telah meruntuhkan pilar-pilar Islam satu demi satu).
5. Tiada dalam Islam seorang bayi yang dilahirkan yang lebih membawa kesialan dan kehancuran atas Islam dan umat Islam dari Abu Hanifah. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.249,252,255,296,312 dll).
6. Pendapat Abu Hanifah dan tai binatang tidak ada beda. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no,230).
7. Dia bukan Abu Hanifah tapi Abu al Khathâya (Bapak Dosa-dosa), (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.281).
8. Dia bukan Abu Hanifah tapi Abu Jîfah (Bakap Bangkai).
9. Ia bertipu muslihat mengancurkan Islam. (Baca kitab As Sunnah, 1/182 kutipan no.292 dan 293).
10. Ia bukan orang Arab (dengan nada sinis dan menghina bangsa non Arab). (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.288).
11. Para peminum dan pecandu arak lebih baik daripada pengikut Abu Hanifah.
12. Sebuah kota lebih baik dipenuhi oleh para pemabok dan pecandu khamer daripada ada seorang yang sependapat dengan Abu Hanifah. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.305).
13. Para pengikut Abu Hanifah lebih jahat terhadap umat Islam daripada para parampok. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.306).
14. Keberadaan para pengikut mazhab Hanafi itu bagaikan orang-orang yang membuka auratnya di dalam masjid. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.335).
15. Allah akan telungkupkan Abu Hanifah ke dalam api neraka, (Baca kitab As Sunnah,1/182 ).
16. Setiap Muslim akan diberi pahala atas kebenciannya kepada Abu Hanifah. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no,228).
17. Sebuah kota yang di dalamnya ada seorang yang bermazhab Hanafi. (Baca kitab As Sunnah,1/182 ).
18. Menunjuk seorang bermazhab Hanafi sebagai Qadhi akan lebih berbahaya atas umat Islam dari munculnya Dajjal.
19. Abu Hanifah beraliran Murjiah. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no 233).
20. Abu Hanifah orang pertama yang berpendapat bahwa Al Qur’an adalah makhluk. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no,236.
21. Andai dosa Abu Hanifah dibagi kepada seluruh umat pastilah cukup untuk menghukum mereka sebagai pendosa.
22. Ia menentang hadis secara terang-terangan.
23. Semua umat Islam wajib menjauhi Abu Hanifah.
24. Ia meninggalkan agama secara total.
25. Abu Hanifah dan para pengikutnya adalah sejahat-jahatnya sekte.
26. Abu Hanifah barang sekalipun tidak pernah benar dalam pendapatnya.
27. Abu Hanifah telah diminta bertobat karenan kekafiran sebanyak dua kali. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.264,265,266,267 ,268,269,270,271,272,278,280,286,307,309,311,331 dll) dan pada sebagian kutiapn itu ditegaskan bahwa Abu Hanifah telah kafir berulang kali dan diminta bertobat darinya juga berulang kali!!.
28. Sebagian fatwanya menyerupai pendapat agama Yahudi.
29. Allah mengepung kuburan Abu Hanifah dengan api. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.282).
30. Para ulama bersyukur kepada Allah atas kematian Abu Hanifah.
31. Abu Hanifah dan para pengikutnya bagaikan penyakit kronis atas umat Islam. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.310 dan 387).
32. Mazhab Abu Hanifah adalah mazhab Anti Sunnah. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.308).
33. Abu Hanifah menghalalkan memimun khamer/miras. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.231).
34. Abu Hanifah menghalalkan memakan daging babi, (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.230).
35. Mayoritas ulama membolehkan melaknat Abu Hainfah.
36. Abu Hanifah sangat semberono dalam melawan agama Allah.
37. Dalam pandangan Abu Hanifah keimanan Iblis sama dengan imannya Abu Bakar.
38. Hammad bin Salamah berkata, “Aku berharap agar Allah akan menjerumuskan Abu Hanifah ke dalam api neraka Jahannam. (Baca kitab As Sunnah,1/182 kutipan no.345 dan 385).[2]

Inilah poin-poin fitnah dan kecaman atas Imam Abu Hanifah yang didoktrinkan para Misionaris Sekte Sempalan Salafi Wahabi Takfiri kepada jama’ahnya. Dan akibat dari fitnah dan vonis kejam Salafi Wahabi Takfiri atas Abu Hanifah maka tumbuhlah semangat pengafiran kaum Muslimin selain pengikut Ibnu Abdil Wahhab pendiri Sekte Sempalan Wahabi Takfiri! Andai masalahnya berhenti sampai di sini mungkin dampaknya tidak seberapa mebahayakan. Tetapi setelah vonis kafir dijatuhkan kepada kaum Muslimin selain Salafi Wahabi sendiri, mereka melangkah untuk menghalalkan darah-darah kaum Muslimin! Dan apa yang kita saksikan dalam dunia Islam sekarang berupa kekejaman terhadap sesama Muslimin dengan memenggal kepala-kepala mereka, membakar hidup-hidup, mengebom pasar-pasar yang sesak dengan para wanita dan orang-orang yang sedang berbelanja dan berbagai kekejaman sikap serupa lainnya tidak lain dan tidak bukan adalah hasil dari DOKTRIN TAKFIRI. Karenanya tidak salah apa yang dikatakan salah seorang ulama Islam bahwa WAHABISME adalah selangkah mendekat menuju TERORISME!

Semoga umat Islam diselamatkan dari kejahatan kaum SALAFI WAHABI TAKFIRI.

Referensi:
[1] Perlu diketahui di sini bahwa tidak sedikit dari riwayat yang disebutkan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam kitab as Sunnah, khususnya dalam penukilan kecaman dan vonis sadis para ulama atas Abu Hanifah adalah diknukil dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan cacat dalam dunia periwayatan. Dan memang demikianlah para pendahulu kaum Salafi Wahabi Takfiri, mereka gemar dan tidak takut memalsu hadis atas nama Rasulullah saw., apalagi memalsu perkataan para ulama. Sedangkan para Salafi Wahabi Takfiri zaman kita menikmati kepalsuan dan pemalsuan pendahulu mereka dan menyebarkannya dengan penuh antusias dan semangat!
[2] Kitab as Sunnah yang saya rujuk adalah terbitan Dâr Ibn al Jauwzi. Kerajaan Arab Saudi, dengan Tahqîq dan penelitian oleh DR. Muhammad bi Sa’îd bi Sâlim al Qahthâni.

*****

adalah sejak dari masa dini Islam lagi adalah kasus penting, perlunya keberadaan ‘Penunjuk Jalan’ atau Imam yang mana telah disabdakan oleh Rasul Junjungan saaw:

Ibn Abu Asim di dalam kitab al-Sunnah, halaman 489 meriwayatkan hadis ini:

من مات وليس عليه إمام مات ميتة جاهلية

Barangsiapa yang mati tanpa memiliki Imam, maka matinya adalah mati Jahiliyyah.

al-Albani di dalam komentarnya tentang hadis ini, menulis:

إسناده حسن ورجاله ثقات

Isnadnya hasan dan semua perawinya Tsiqah.

Ibn Hibban juga meriwayatkan di dalam Sahihnya, jilid 7 hlm 49:

من مات بغير إمام مات ميتة جاهلية

Barangsiapa mati tanpa Imam, matinya adalah mati Jahiliyyah.

Imam Muslim meriwayatkan di dalam sahihnya, kitab al Imarah:
“Barangsiapa mati sedangkan di lehernya tak ada bai’ah (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.”

Maka, hadis ini adalah hadis yang sahih dan dipersetujui oleh semua kelompok Islam.

Walaupun terdapat perbedaan pandangan tentang maksudnya, kesahihan dan terkenalnya hadis ini diperakui sedemikian rupa hingga para pemimpin yang zalim pun gagal dalam menafikannya, makanya mereka mencari ulah dalam memutarbelitkan maknanya.

Allamah Amini berkata setelah mengutip hadis ini dari sumber-sumber Sunni yang sahih: Adalah sebuah kenyataan abadi bahawa sumber-sumber Sunni yang sahih telah membuktikannya dan umat tidak memiliki pilihan kecuali tunduk patuh kepadanya, dan keislaman seseorang itu tidak menjadi sempurna kecuali dia menerima konsep dan kandungan hadis ini. Konsepnya menjelaskan tentang kesudahan yang dahsyat bagi mereka yang matinya tanpa Imam, dan orang seperti itu adalah jauh dari keselamatan dan rahmat. Kematian zaman Jahiliyyah adalah sebuah kematian yang mengerikan, iaitu kematian atheisme dan tanpa iman.

Bagi menjelaskan hadis ini, maksud kata Jahiliyyah haruslah terlebih dahulu difahami.

Dari sudut pandang Al Quran dan hadis, zaman kenabian Rasul saaw adalah zaman ilmu, manakala zaman sebelum misi kenabian adalah zaman Jahiliyyah, iaitu, sebelum misi kerasulan Baginda saaw, umat tidak mengetahui cara dan jalan untuk mengenali realiti-realiti kewujudan disebabkan oleh penyimpangan pada agama-agama yang diwahyukan dan apa yang jelas pada masyarakat saat itu atas nama agama adalah tidak lebih dari tahyul dan ilusi. Bahkan agama-agama yang sudah diselewengkan dan penuh dengan kepercayaan-kepercayaan ilusi ini, telah dijadikan alat oleh segelintir pihak yang kaya dan berkuasa saat itu untuk menguasai dan menekan masyarakat awam, sebuah realiti yang dirakam kemas dalam sejarah.

Misi suci Rasul saaw adalah permulaan bagi era ilmu pengetahuan. Misi dasar dan utama Rasul saaw adalah memerangi kepercayaan tahyul dan penyimpangan dan menjelaskan pada masyarakat tentang kebenaran.


MENGENALI IMAM YANG MANA?

Dengan sedikit pertimbangan terhadap kandungan hadis yang kita bicarakan ini dan atas apa yang kita bicarakan di atas, langsung tidak membuka ruang keraguan buat kita untuk mencari jawaban pada persoalan yang dikemukakan: Imamah Imam yang manakah yang menjamin keberlangsungan Islam yang murni, yang jika diabaikan oleh umat, bisa menjerumuskan mereka pada status Jahiliyyah?

Mungkinkah yang dimaksudkan oleh hadis suci ini adalah mentaati siapapun yang berkuasa untuk mengurus umat yang kita diwajibkan taat dan patuh, jika mana kita ingkar, akan mengakibatkan kita mati Jahiliyyah, tanpa peduli samada pemimpin itu bejat dan menyeleweng, atau sebagaimana yang disebut oleh Al Quran:

“Imam-imam yang mengajak orang ke neraka”. (QS. al-Qashash: 41).

Menjadi bukti bahawa semua pemimpin yang menyeleweng sepanjang sejarah Islam telah menggunakan hadis ini guna melegalisasikan kepemimpinan dan mengukuhkan penguasaan mereka ke atas umat. Bahkan ulama-ulama yang biasa mendatangi istana para Raja dan para pendakwah di istana-istana menterjemahkan hadis Nabi saaw ini lalu mengalungkannya ke leher para pemerintah yang menyeleweng ini. Adalah jelas, perbuatan mereka itu bukanlah disebabkan oleh salahfaham mereka tentang maksud sebenar akan hadis ini, sebaliknya ia adalah mainan kata semata-mata.

Adalah sukar untuk kita percaya, sebagaimana yang dijelaskan di dalam Syarah Nahjul Balaghah oleh Ibn Abi al Hadid, bahawa Abdullah ibn Umar enggan membaiah Amirul Mukminin Ali bin Abi Talib as disebabkan oleh kesalahfahaman dan tidak memiliki pengetahuan mendalam, namun berpegang teguh pada hadis “Barangsiapa mati tanpa Imam…” yang dia riwayatkan sendiri lalu, tanpa membuang waktu telah pergi bertemu dengan Hajjaj bin Yusuf pada malam hari untuk memberikan bai’ahnya kepada Abdul Malik bin Marwan, sang Khalifah…kerana dia tidak mahu melalui malamnya tanpa adanya Imam!

Namun, apakah orang yang zalim dan kejam seperti para pemimpin dari Bani Umayyah dan Bani Abbassiyah layak untuk digelar Imam?

Allah SWT berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: ” (Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.QS. al-Baqarah (2) : 124.

Dalam ayat yang kami bawakan ini, jelas, Imam tidak bisa disandang oleh mereka yang zalim, itu janji Allah.

Imamah adalah satu janji Allah, dikurniakanNya hanya kepada orang yang adil, zuhud dan suci maksum. Andai para Imam tidak memiliki ciri ciri kemaksuman ini, pastilah mereka terdedah pada kesalahan dan akan menjerumuskan umat pada kesalahan juga. Ini bertentangan dengan firman Allah yang berikut:

a) Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. QS. Hud (11) : 113.

b) Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.QS. al-Insan (76) : 24.

Dalam kedua dua ayat di atas, Allah telah memerintahkan kita agar jangan cenderung pada orang yang zalim dan jangan mengikuti orang yang berdosa. Maka, tanggapan kelompok jumhur bahawa para Khalifah wajib ditaati tanpa bantahan adalah bertentangan dengan perintah Allah dalam ayat ayat di atas.

Andaikata Imam bisa melakukan kesalahan, umat sendiri akan turut melakukan kesalahan kerana mengikuti Imam yang salah. Hal seperti ini tidak bisa diterima memandangkan kepatuhan dalam dosa adalah suatu dosa, dilarang dan bertentangan dengan syariah. Tambahan pula, Imam akan dipatuhi dan diingkari pada masa yang sama dan ini adalah mustahil.

Kepercayaan kelompok Jumhur bahawa umatlah yang memilih pemimpin atau Imam juga adalah bertentangan dengan firman Allah berikut:

a) Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilih-Nya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).QS. al-Qashash (28) : 68.

b) Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.QS. al-Anbiya (21) : 73

c) Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.QS. as-Sajdah (32) : 24.

Ayat ayat di atas dengan jelas membuktikan bahawa para pemimpin atau Imam adalah dipilih oleh Allah sendiri, dan ini berlawanan dengan kepercayaan jumhur.

Lalu siapakah para Imam yang Allah pilih ini yang jika kita tidak mengenalnya, maka mati kita adalah matinya jahiliyah?

Mari kita telusuri hadis suci Nabi saaw untuk mendapatkan gambaran jelas tentang hal ini.

الْأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ .

“ Para imam itu dari suku Quraisy.”.

Hadits di atas (Al-a`immatu min Quraisy) diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dalam Al-Musnad (11859) dari Anas bin Malik dan Abu Barzah Al-Aslami (18941); An-Nasa`i dalam As-Sunan Al-Kubra (5942); Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf dari Anas (54/8) dan Ali bin Abi Thalib (54/17); Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf dari Ali (19903); Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (7061) dari Ali; Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir dari Anas (724) dan dalam Ash-Shaghir dari Ali (426); Al-Baihaqi dalam Ma’rifatu As-Sunan wa Al-Atsar dari Anas (1595); Ath-Thayalisi dalam Al-Musnad (957) dari Abu Barzah dan Anas (2325); Al-Khallal dalam As-Sunnah (34) dari Salman Al-Farisi dan Ali (64); Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (929) dari Anas dan Abu Barzah (934); Ar-Ruyani dalam Al-Musnad (746, 750) dari Abu Barzah; Abu Ya’la Al-Maushili dalam Al-Mu’jam (155); Ibnul A’rabi dalam Al-Mu’jam (2259) dari Ali; Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (4635) dari Anas; dan Ibnu Adi dalam Al-Kamil (biografi Ibrahim bin Athiyah Al-Wasithi) dari Anas.

Tentang sanadnya, Imam Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan Ahmad, Abu Ya’la, Ath-Thabarani dalam Al-Awsath, dan Al-Bazzar ( Dalam riwayat Al-Bazzar dengan lafal, “Al-Mulku fi Quraisy.”).

Para perawi Ahmad adalah orang-orang tsiqah (terpercaya)” (Majma’ Az- Zawa`id (8978).

Al-Hafizh Al-Iraqi berkata, “Diriwayatkan An-Nasa`i dan Al-Hakim dari hadits Anas dengan sanad shahih” (Takhrij Ahadits Al-Ihya` (3711).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Diriwayatkan An-Nasa`i dari Anas, Ath-Thabarani dalam Ad-Du’a`, dan Al-Bazzar serta Al-Baihaqi dengan beberapa jalur periwayatan dari Anas. Saya katakan, sungguh saya telah mengumpulkan jalur-jalur riwayat hadits ini dalam satu juz tersendiri dimana ia diriwayatkan oleh hampir empat puluh orang sahabat. … Dan sanadnya hasan” (At-Talkhish Al-Habir (1987).

Syaikh Syu’aib Al-Arna`uth berkata, “Hadits shahih dengan berbagai jalur periwayatan dan hadits-hadits lain yang menguatkannya” (Musnad Ash-Shahabah fi Al-Kutub At-Tis’ah (527).

Syaikh Al-Albani berkata, “Shahih, diriwayatkan dari sejumlah sahabat, di antaranya yaitu: Anas bin Malik, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Barzah Al-Aslami” (Irwa` Al-Ghalil (520). Al-Albani juga menshahihkan hadits ini dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir (4523 dan 4524) dan dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib (2188 dan 2259).

Secara ringkas, demikian para ulama lain yang menshahihkan hadits ini; Imam Al-Munawi ( Faidh Al-Qadir (3108).

Syaikh Muhammad Ja’far Al-Kattani ( Nuzhum Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Mutawatir (175).

Al-Ajluni (Kasyfu Al-Khafa` (850), Al-Burhanfuri (Kanzu Al-‘Ummal (1649, 14792, 23800) dan lain lain.

Maka dari hadis ini kita tahu bahawa para Imam itu adalah dari Quraisy. Namun, berapa ramaikah mereka ini? Hadis berikut menjelaskannya:
Jabir bin Samurah berkata: “Aku mendengar Rasulullah saaw bersabda: “Islam akan senantiasa kuat di bawah 12 Khalifah”. Baginda kemudian mengucapkan kata kata yang tidak aku fahami, lalu aku bertanya bapaku apakah yang dikatakan oleh Rasulullah saaw. Beliau menjawab: “Semuanya dari Quraisy” (Muslim. Sahih, jilid VI, hlm 3, Bukhari, Sahih, jilid VIII, hlm 105, 128).

Apakah semua yang berstatus Quraisy layak menyandang gelaran Imam atau Khalifaf ini? Hadis berikut pula merincikan siapakah para Imam atau Khalifah yang berjumlah 12 orang itu.

Nabi saaw bersabda: “Setelahku akan ada 12 Khalifah, semuanya dari Bani Hasyim” (Qunduzi Hanafi, Yanabi’ al Mawaddah, jilid III, hlm 104).

Mungkin ada di kalangan yang berpenyakit dalam hati akan menyanggah hadis ini dan mengatakan ianya tidak sahih. Jika demikian, kami persilakan anda teruskan membaca hadis berikutnya pula:
Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang antara bumi dan langit, serta KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau menyatakan hadis tersebut Shahih).

Maka, jika kita menyusun kembali semua premis premis yang dibawakan di atas, kita bisa menyimpulkan seperti berikut:
1. Sepeninggalan Rasul saaw, ada pengganti beliau yang dipanggil Imam/ khalifah.
2. Imam/Khalifah ini berjumlah 12 orang.
3. Kesemua mereka adalah dari Quraisy.
4. Kesemua mereka adalah dari Bani Hasyim.
5. Kesemua mereka adalah Ahlul Bayt Nabi as.

Maka dengan ini, siapapun selain dari Ahlul Bayt as yang mendakwa diri mereka sebagai Khalifah atau Imam umat, dakwaan mereka tertolak. Hujjah yang kami bawakan di atas tidak membuka ruang walau sekecil apapun untuk memberikan jabatan Khalifah/ Imamah pada selain Ahlul Bayt as

Sekarang, persoalannya adalah, sudahkah anda mengenal Imam Zaman anda?
1. Siapa Bilang Kaum Munafik Bukan Sahabat Nabi Saw.?! Mari Kita lihat Kebohongan Bukti Buku 10 Sahabat yang Dijamin Masuk Surga Kecuali Hanya Satu, Imam Ali yang menduduki haknya.
2. kenapa sunni mendiamkan pelaknatan terhadap Ahlulbait Nabi Saw di atas mimbar-mimbar yang dilakukan atas perintah Mu’awiyah 
3. Apa pendapat Syiah tentang riwayat yang menyatakan bahwa sepeninggal sepeninggal Rasulullah saw kekhalifahan berlangsung selama 30 tahun dan jumlah khalifah serta raja adalah 12 orang? 
4. Apakah orang-orang Iran memeluk Islam berkat usaha Umar? 
5. Abu Bakr Dan Umar Bukanlah Kafir Sebagaimana Yg Termaktub Dlm Kitab-Kitab Syiah.Benarkah Demikian syiah menganggapnya kafir? Lalu Dimana letak kesalahan Abu bakar yang merasa dirinya sahabat Utama. Mari kita lihat Kesalahan Abu Bakar. 
6. Khazanah Trans 7 Memutarbalikan Sejarah Islam Dan Simbol Simbolnya Menghina Islam, Fakta Film Dajjal Cuma Kedok Saja Sebagai Islam
7. Kajian Bantahan Kepada Nashibi (Wahabi) yang selalu meresahkan Ahlus Sunnah dan Syiah Serta selalu membuat Fitnah 
8. Syiah Mencela Sahabat Nabi, “Bisa Karena Terbiasa”??? Syiah Mewajibkan Mencela Para Sahabat ??? Aqidah Syi’ah Mencela Sahabat ?? 
9. Bantahan dan Kedudukan Serta Kekacauan Salafy Dalam Membela Hadis “Nabi SAW Melihat Allah SWT Dalam Sebaik-baik Bentuk”
10. LANDASAN SYIAH DALAM RIWAYAT AHLUS SUNNAH (Pertama)
11. LANDASAN SYIAH DALAM RIWAYAT AHLUS SUNNAH (Kedua) 
12. LANDASAN SYIAH DALAM RIWAYAT AHLUS SUNNAH (Ketiga) 
13. 100 orang tokoh syi’ah yang menjadi rantai sanad kitab kitab hadis aswaja sunni ADALAH PAHLAWAN PENYELAMAT HADiS 

(Abu-salafy/Syiahali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: