Pesan Rahbar

Home » » Episode Krusial: Sejarah Syi’ah di Indonesia Bagian Kedua

Episode Krusial: Sejarah Syi’ah di Indonesia Bagian Kedua

Written By Unknown on Tuesday, 8 July 2014 | 21:25:00

Para Sultan Dinasti Sayed

Kesultanan Perlak dipegang oleh dua dinasti, diantaranya adalah Dinasti Sayed (Aziziyah). Pada masa tampuk kepemimpinan Dinasti Sayed hanya dipegang oleh empat sultan.

Daftar isi

[sembunyikan]

Sayid Maulana Abdul-Aziz Syah

Ia merupakan Sultan pertama di Kerajaan Islam Perlak. Anak dari Sayid Maulana Ali Al-Muktabar dengan Tansyir Dewi, puteri Maharaja Syahrial Salman. Sebagai Sultan, ia bergelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul-Aziz Syah.
Pada hari peresmian berdirinya Kerajaan Islam, Banda Perlak diubah namanya menjadi Banda Khalifah untuk mengingat nama Nakhoda Khalifah yang membawa mereka ke Bandar Perlak. Banda ini sekarang masih disebut namanya, namun telah menjadi dusun kecil yang terlupakan. Sayid Maulana Abdul-Aziz Syah menikah dengan Puteri Khudaiwi binti Meurah Syahir Nuwi, keponakan Tansyir Dewi dan keturuanan kemudian menjadi penguasa Perlak dari Dinasti Sayid (Aziziyah).
Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, sebagai sultan pertama memerintah mulai tahun 225 H/840 M sampai tahun 249 H/864 M. Setelah lengser dari tahta kerajaan, berturut-turut terdapat 17 orang sultan yang menggantinya. Sebagai sultan pertama, maka pemerintahnya dikerahkan untuk membangun Perlak terutama disektor organisasi pemerintah.

Sayid Maulana Abdurrahman Syah

Setelah sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Syah wafat, maka Sayid Maulana Abdurrahman Syah dinobatkan menjadi Sultan Perlak kedua dengan gelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdurrahman Syah. Sultan kedua ini merupakan putera langsung dari Sultan Alaiddin Maulana Abdul Aziz Syah. Selama memegang kekuasaan, sultan kedua ini lebih fokus pada pembangunan pendidikan Islam dan ekonomi. Pada tahun 250 H, sebuah pusat pendidiakn Islam Dayah Bukit Ceu Brek didirikan.
Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdurrahman Syah memegang kendali kerajaan Islam Perlak mulai tahun 249 H/864 M sampai tahun 258 H/888 M.

Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah

Penerus dari Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdurrahman Syah adalah Sayid Maulana Abbas Syah dengan gelar resminya Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah. Sultan ketiga ini juga merupakan putera langsung dari Sultan kedua.
Pembangunan di segala bidang semakin digalakkan seperti bidang pertanian dengan menggalakkan penanaman lada dan hasil hutan, bidang pertambangan dengan mengeksplorasi tambang emas Aceh di Aleu Meuh, bidang kesenian dengan menggalakkan seni ukir gading gajah dan kayu, seni baca Al-Quran, qasidah dan ilmu bidang pengetahuan dengan membuah sebuah pusat Pendidikan Islam Dayah Cot Kala pada tahun 899 M di dataran Aramia, sebelah selatan Bandar Khalifah.
Pada masa kekuasaan Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah aliran Islam Sunni mulai menyebar luas di Perlak. Agama resmi Perlak adalah Islam aliran Syiah. Ini dimaklumi karena pendiri Kerajaan Islam Perlak sendiri masih merupakan cucu dari Imam Syiah yakni Imam Jakfar Shadik sehingga sering terjadi konflik antara kedua aliran.
Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah sendiri mulai memegang tampuk kekuasaan kesultanan selama lima belas tahun mulai tahun 285 H/888 M sampai tahun 300 H/913 M.

Sultan Alaiddin Sayid Maulana Mughayat Syah

Karena sering terjadi konfilk antara aliran Syiah dan Synni, maka terjadilah perang saudara sesama umat Islam dari kedua aliran tersebut selama dua tahun. Hal ini menyebabkan tertundanya pelantikan Sayid Maulana Ali Mughayat sebagai sultan keempat. Sayid Maulana Mughayat baru dilantik menjadi sultan keempat dengan gelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana Mughayat Syah pada tahun 302 H/915 M.
Pada masa Sultan Sultan Alaiddin Sayid Maulana Mughayat Syah ini terjadi kembali perang saudara antara aliran Syiah dan Sunni. Kali ini, aliran Sunni yang menang. Dengan kemenangan aliran Sunni, maka Sultan Perlak pun diganti dari golongan Sunni pada tahun 305 H/918 M. Dengan demikian, Sultan Alaiddin Ali Mughayat Syah hanya berkuasa tiga tahun mulai tahun 302 H/915 M sampai tahun 305 H/918 M.
Dengan turunnya tahta Sultan Alaiddin Ali Mughayat Syah, maka berakhir pula masa berkuasanya Dinasti Sayid di Kerajaan Islam Perlak. Istana Kesultanan Perlak selanjutnya dihuni oleh Sultan dari Dinasti Meurah yang juga merupakan representasi dari kaum Sunni.
Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kaum sayid yang keturunan Rasullah itu diusir dari Aceh. Mereka tetap dihormati sebagai ulama dan kaum Meurah pun serang melakukan hubungan meubisan (besan) dengan keturunan sayid sampai pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam. Sebagai contoh, Sultan Kamalat Syah bersuamikan seorang sayid yang bernama Sayid Ibrahim Habib Jamaluddin Syarif Hasyim yang kemudian anak cucunya menjadi raja yang di kenal dengan Dinasti Jamalulail.

Struktur Pemerintahan Raja Gayo Lues.

'STRUKTUR PEMERINTAHAN RAJA GAYO LUES PRA-PENJAJAHAN BELANDA'.
Dalam wilayah kesultanan Aceh Darussalam (Sultan Iskandar Muda) wilayah Gayo Alas terdiri dari 7 kejurun di Aceh Tengah (kejurun Syiah Utama, kejurun Bukit, dan kejurun Bebesen), 1 kejurun di Gayo Lues yaitu kejurun Petiambang, 2 kejurun di Tanah Alas yaitu kejurun Bambel dan kejurun Pulonas, dan 1 kejurun di Lukup Serbajadi yaitu kejurun Nabuh.

1. 'Kejurun Petiambang'.
Kejurun Petiambang merupakan pimpinan tertinggi di dalam struktur pemerintahan di Gayo Lues. Kejurun Petiambang menyediakan diri sebagai wadah untuk menampung segala titah dan perintah yang turun dari Sultan Aceh supaya dilaksanakan untuk kepentingan lapisan bawah.

2. 'Siopat.
Siopat merupakan Reje-reje yang memerintah di wialyahnya masing-masing dan berada di bawah Kejurun Petiambang. Reje-reje tersebut meliputi :
a. Reje Gele
Reje Gele (Blangkejeren sekarang) bermukim di Kampung Gele terletak di bagian Selatan kampung Penampaan dan membawahi sejumlah kampung yang berstatus Syara’ Opat dan satu wilayah Reje Cik yaitu Reje Cik Porang.
b. Reje Bukit
Reje Bukit (Blangkejeren sekarang), bermukim di kampung Bukit, terletak di bagian Timur Kampung Penampaan membawahi beberapa kampung yang masing-masing kampung mempunyai syara’ opat dan satu wilayah Reje Cik yaitu Reje Cik Kute Lintang.
c. Reje Rema
Reja Rema (Kuta Panjang sekarang) adalah Reje yang memerintah rakyat di wilayah Tige Sagi si Waluh Kampung. Kebetulan Reje berdomisili di Kampung Rema. Wilayah kekuasaannya terdiri dari 8 Kampung. Kedelapan kampung ini masing- masing mempunyai pemerintahan syara’ opat dan tiga wilayah Reje Cik yaitu Reje Cik Tampeng, dan Reje Cik Peparik.
d. Reje Kemala
Reje Kemala (Rikit Gaib dan Terangun sekarang) mendiami wilayah sekitar 15 km kea rah Utara Kampung Penampaan, yaitu Kecamatan Rikit Gaib dan Terangun sekarang. Kampung-kampung yang beradaS di bawah binaan Reje Cik Kemala masing-masing mempunyai pemerintahan syara’ opat dan dua wilayah Reje Cik yaitu Reje Cik Kemala Derna dan Reje Cik Pudung. Reje berempat, biasa juga disebut Siopat, dipercaya oleh kejurun untuk mengingat hasil penting mengenai tata cara untuk Bersinte/berhelat. Urusan bersinte kalau di Gayo Lues yang telah digariskan oleh adat istiadat, sangatlah rumit dan pelik. Banyak sekali jenjang atau tahapan-tahapan yang harus di tempuh oleh kedua belah pihak yang akan berhelat. Maka, apabila yang mau bersinte lupa sesuatu yang harus dipenuhi, maka tempat bertanya hanya Reje Berempat atau Siopat. Walaupun ada orang yang tahu, teteapi tidak dianggap sah sebelum Siopat yang memberi tahu.

3. 'Sipitu'.
Kejurun Petiambang dibantu tujuh orang (Sipitu) Reje Cik, Di samping berfungsi sebagai Perdana Menteri, juga masih menjabat pangkat sebagai Reje Cik. Masing-masing Reje Cik berada dakam binaan atau wilayah administrasi keempat Reje di atas. Ketujuh Reje Cik tersebut adalah :
a. Reje Cik Porang
Reje Cik Porang bermukim di Kampung Porangyang terletak di bagian Barat Kampung Induk yaitu Penampaan dengan pemerintahan syara’ opat.
b. Reje Cik Kutelintang
Wilayah kerja Reje Cik Kutelintang terletak di bagian Utara Kampung Penampaan pada saat kerajaan Mekat Jemang bermukim. Reje Cik Kutelintang membawahi beberapa kampung besar yang diperintah oleh syara’ opat.
c. Reje Cik Gegarang
Wilayah kerja Reje Cik Gegarang terletak di bagian Barat kampung Penampaan. Reje Cik Gegarang membawahi beberapa kampung besar yang diperintah oleh syara’ opat.
d. Reje Cik Tampeng
Wilayah kerja Reje Cik Tampeng terletak di bagian Barat Kampung Penampaan. Reje Cik Tampeng membawahi beberapa kampung besar yang diperintah oleh syara’ opat.
e. Reje Cik Peparik
Wilayah kerja Reje Cik Peparik terletak di bagian Barat Kampung Penampaan. Reje Cik Peparik membawahi beberapa kampung besar yang diperintah oleh syara’ opat.
f. Reje Cik Kemala Derna
Reje Cik Kemala (Kecamatan Rikit Gaib sekarang) mendiami wilayah sekitar 15 km kea rah Utara kampung Penampaan, yaitu Kecamatan Rikit Gaib sekarang. Kampung-kampung yang berada di bawah binaan Reje Cik Kemala Derna masing-masing mempunyai pemerintahan syara’ opat.
g. Reje Cik Pudung
Reje Cik Pudung (Kecamatan Terangun sekarang) mendiami wilayah sekitar 42 km kea rah Barat Kampung Penampaan, yaitu Kecamatan Terangun sekarang. Kampung-kampung yang berada di bawah binaan Reje Cik Pudung masing-masing mempunyai pemerintahan syara’ opat. Ketujuh orang Reje Cik ini, selain bertugas sebagai Reje Cik, kejurun memberi tugas tambahan sebagai Perdana Menteri yang selalu mendampingi kejurun ketika menjalankan tugas. Bukan itu saja, malah ditambah dengan tugas lain, yaitu sebagai Juru Ingat, mungkin jabatan sekarang ini bernama Juru Arsip, atau Sekretaris Negara.

4. 'Siopat Belas'.
Siopat Belas adalah personil dari Raja Cik yang tujuh (Sipitu), yaitu satu orang Petue dan seorang Ulu Balang sehingga lahir sebuah istilah berbunyi : “Siopat Mukawal, Sipitu Mudunie, dan Siopat Belas Mujajahan” Artinya : Raja Berempat memiliki wilayah atau daerah yang harus di kawal atau diamankan. Sementara Reje Cik yang tujuh memiliki lahan atau areal yang tidak boleh dicampuri oleh semacam anasir yang dapat melahirkan bala bencana. Sedangkan Siopat Belas (masing-masing Reje Cik mempunyai dua orang Ulu Balang) memikul kewajiban menyelesaikan masalah yang timbul dalam wilayah kekuasaan yang berpencar dan luas. Petue sebagai panasehat dan Ulu Balang adalah kepala keamanan di daerah kekuasaan masing-masing.

5. 'Reje Bedel'.
Di zaman Kejurun Petiambang memerintah, Wilayah Tampur atau Lukup Serbajadi adalah bagian dari Wilayah Gayo Lues, buktinya, Kejurun Petiambang pernah menugaskan seseorang sebagai Raja untuk memerintah disana. Raja tersebut berstatus pengganti, maka menurut bahasa Gayo disebut Reje Bedel. Reje Bedel bertugas atas nama Kejurun Petiambang, karena kejurun harus memberi semacam SK, tetapi waktu itu belum penting mengenai surat menyurat, lalu kejurun memberikan 2 buah Nematan (semacam SK sekarang) yang berasal dari Sultan Aceh. Benda tersebut terdiri dari 1 buah kal (alat ukur ¼ liter) berbentuk sepotong batok kelapa yang mempunyai 7 lubang mata, artinya 7 lubang yang disana bisa tumbuh kecamabah kelapa. Satu lagi bernama alat sepit, artinya alat penjepit ketika anak kecil mau disunatkan. Raja Bedel terakhir memerintah disana adalah Raja Bedel Usman atau Aman Bakek.

6. 'Pining'.
Wilayah Pining ketika itu masih belum ramai. Kampung masih sedikit jumlahnya, barangkali tidak lebih dari 3 buah kampung lalu disana hanya ada Gecik dan perangkatnya yang dijuluki Syara’ Opat.

7. 'Imem Pasha'.
Untuk melengkapi komponen pemerintahan, Kejurun Petiambang melantik orang bernama Pasha sebagai bendahara. Urang Gayo dizaman itu sudah terbiasa menyebut seorang kepala dengan sebutan Imem. Imem Pasha sejatinya memang keturunan Imem Pertama yang dipercaya oleh Kejurun untuk memimpin dan mengurus Mesjid Asal. Jelasnya orangnya yang diberi kepercayaan sebagai Kepala Bendahara, bukan Imem untuk sembahyang, melainkan sebagai sebutan penghormatan Imem adalah sebutan pemimpin.

8. 'Imem Bale'.
Aparat perlengkapan Pemerintahan Kejurun Petiambang yang ketujuh diberi gelar Imem Bale, artinya Kepala Rumah Adat yang disebut Bale. Imem Bale sejak awal memang berdomosili di Desa Cempa Bale, yang bernaung di bawah Pohon Sena besar yang rindang serta luas, lalu Rumah Adat yang penting itu diberi nama Bale Sena. Betapapun pentingnya musyawarah yang akan digelar, belum dapat dilaksanakan sebelum ada izin dari Imem Bale. Inipun julukan Imem diberikan kepada seorang pemimpin Rumah Adat.

9. 'Qadhi Musafat'.
Perangkat satu ini yang sangat penting. Qadhi Musafat adalah pembantu sekaligus penasehat Kejurun Petiambang. Seorang adhi bukan saja bertugas memutuskan perkara yang timbul di kalangan masyarakat dari segala lapisan, bahkan segala sesuatu yang dihasilkan musyawarah, terlebih dahulu digodok di kantor Qadhi Musafat. Keputusan itu disesuaikan terlebih dahulu dengan materi hokum. Mulai dari hukum adat, hukum akal, hukum Syara’, yaitu ketetapan yang bersumber dari sumber Hadist, Ijma, Qias dan Kitabullah. Kalau masalah itu menyangkut masalah adat istiadat, harus diembalikan kepada materi adat yang bernama Inget-Atur-Resam-Peraturan.

10. 'Petue Delem'
Petue Delem di zaman Pemerintahan Petiambang mungkin kalau sekarang bernama Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Kepala Akal. Biasanya perselisihan yang menjurus kepada pertengkaran serius , seorang Petue Delem harus mampu menyelesaikan dengan baik, berdamai tanpa seorang pun merasa dirugikan. Seorang Petue Delem bukan saja dapat menyelesaikan perselisihan di antara raja-raja Cik, tetapi harus mampu pula mendamaikan perselisihan antara kampung.

11. 'Hakim Leme'.
Hakim Leme adalah perangkat tambahan bagi Kejurun Petiambang. Tugasnya hanya setahun sekali, yaitu ketika rakyat Gayo Lues melakukan upacara Niri Tuk Kurik. Niri Tuk Kurik merupakan upacara kebesaran Urang Gayo, biasanya dilakukan menjelang Hari Raya Aidil Fitri, yakni pagi hari menjelang Sholat Id. Seluruh penduduk Gayo Lues tumpah ruah pergi ke sungai di Desa Leme. Untuk melakukan acara Niri Tu Kurik. Acara ini berlangsung di pagi hari mulai pukul 04.00 – 05.00 atau menjelang subuh pada hari raya aidil fitri, dimana semua orang akan melaksanakan sembahyang Hari Raya Aidil Fitri.

12. 'Kejurun Belang'.
Kejurun Belang adalah satu unsur pemerintah Kejurun Petiambang yang tugasnya khusus mengurusi bidang pertanian. Kapan waktu baik untuk memulai turun kesawah, hanya kejurun belanglah yang tahu. Tidak ada terjadi pelanggaran antara pemelihara hewan dengan pemilik tanaman, hanya kejurun belang yang di percaya untuk menyelesaikannya.

13. 'Ulu Balang'.
Untuk seluruh Gayo Lues ada 14 Ulu Balang, tepatnya, setiap satu orang Reje Cik memiliki 2 orang Ulu Balang. Ulu baling bisa bertugas sebagai kepala keamanan dan pertahanan dan satu waktu bisa juga untuk melaksanakan tugas, misalnya Raja Cik meminjamkan salah satu Nematan milik khas Raja Cik kepada Ulu Balang. Demikian uraian tentang Pemerintah Syara’ Opat Gayo Lues di tingkat Kejurun Petiambang. Bila dibandingkan system Pemerintahan Syara’ Opat dengan Pemerintahan Sentralistis, sungguh system Pemerintahan Syara’ Opat di Gayo Lues yang cukup lama dipegang teguh runtuh begitu saja dengan penerapan UU No.5 Tahun 1979. Sebagai pertanyaan, benarkah urang Gayo telah menghayati dan mengisi kemerdekaan sesuai zamannya dan begitulah situasi di Gayo Lues sejak zaman dahulu hingga tiba waktu bangsa Belanda mengusik kemerdekaan itu. Masih dapat dibanggakan, selama 25 tahun Belanda menguasai dari negeri ini, tetapi tetap tidak mampu mencampuri urusan pemerintah Syara’ Opat di Gayo Lues. System Pemerintahan Syara’ Opat di Gayo Lues, mulai tergusur setelah Pemerintah Pusat pada masa Orde Baru menetapkan UU No. 5 Tahun 1979 yang mengatur pemerintahan Daerah dengan system sentralistik. Dimana dari pusat hingga ke kampung-kampung harus tunduk kepada satu peraturan yang digarap oleh pimpinan tertinggi Orde Baru. Tidak peduli apakah peraturan itu merusak kultur dan kebudayaan sesuatu suku, yang penting semangat dan jiwa kebersamaan harue diutamakan. Setelah kita tahu tentang system penerintah demokratis, baru disadari bahwa Urang Gayo Lues telah lebih dahulu mengatur negeri ini dengan system democrat luas. Kepada semua anak negeri Urang Gayo, agar dapat menyadari dan terus mempelajari sejarah keberadaan Urang Gayo, kemudian menjadikan perbandingan antara pemerintah system Syara’ Opat dengan system UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: