Ketika muncul sebuah prakarsa tentang pelaksanaan gencatan senjata antara rezim Zionis Israel dan Gerakan Muqawama Islam Palestina, bermunculan pula berbagai kemungkinan penghentian agresi rezim Zionis ke Gaza, akan tetapi eskalasi kejahatan rezim ini dan juga penekanan para pejabat Israel untuk meningkatkan serangan ke Gaza, memudarkan harapan pelaksanaan gencatan senjata dalam beberapa hari mendatang.
Bahwa Israel pada awalnya menyetujui gencatan senjata namun terus meningkatkan serangannya ke Gaza, sebenarnya mengindikasikan kebingungan para pejabat Zionis dalam banyak hal. Disebutkan bahwa kegagalan rezim Zionis dalam perang di Gaza telah menimbulkan kebingungan dan keputusasaan di antara para pejabat Zionis yang akhirnya menyulut friksi internal tajam. Ini dapat dilihat dari sikap kontradiktif para pejabat Israel dalam beberapa hari terakhir.
Dalam kondisi seperti ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, memecat Wakil Menteri Perang Israel, Danny Danon, karena mengkritik sejumlah keputusan Israel sejak dimulainya agresi ke Jalur Gaza.
Danny Danon pada Selasa (15/7/2014) mengatakan bahwa kami dalam perang ini telah kalah dan Benjamin Netanyahu harus mengundurkan diri.
Presiden Israel, Shimon Peres juga menegaskan ketidakmampuan rezim ini di hadapan muqawama. Peres juga mengakui ketidakmampuan Israel menghadapi roket-roket muqawama dan menyatakan bahwa gencatan senjata merupakan peluang berharga bagi mengakhiri penderitaan kedua belah pihak. Namun di saat sejumlah pejabat rezim Zionis menilai gencatan senjata sebagai jalan keluar untuk menyelamatkan diri dari kehancuran, sebagian pejabat Israel lainnya berusaha untuk menuntut konsesi dari pihak Palestina dalam rencana gencatan senjata tersebut. Dengan kata lain, para pejabat Israel ingin mendapatkan yang gagal mereka capai dalam agresi militernya ke Gaza namun berharap dapat mencapainya melalui kanal-kanal politik.
Namun perlu diperhatikan pula bahwa rezim Zionis tidak pernah komitmen dalam gencatan senjata dan ini harus dilihat dari cara pandang rezim ini terhadap masalah gencatan senjata dan tujuan yang diacu Israel dari mekanisme de-eskalasi krisis seperti gencatan senjata atau kesepakatan damai.
Dalam masalah gencatan senjata antara rezim Zionis Israel dan kelompok-kelompok muqawama Palestina, dengan mudah dapat dipahami bahwa rezim ini sama sekali tidak meyakini gencatan senjata atau perdamaian. Keduanya dipandang Tel Aviv sebagai taktik untuk pengumpulan kekuatan dan juga memancing konsesi dari pihak Palestina.
Oleh sebab itu, pasca munculnya usulan gencatan senjata dan bahkan setelah pelaksanaannya, dunia selalu menyaksikan eskalasi brutalitas rezim Zionis. Di sisi lain, kelompok-kelompok Palestina juga menekankan bahwa dalam gencatan senjata mendatang harus ada jaminan internasional guna mencegah pelanggaran oleh Israel. Dalam hal ini, Palestina menekankan bahwa gencatan senjata harus menghancurkan seluruh potensi segala bentuk ancaman dan aksi kekerasan lain oleh rezim Zionis terhadap Palestina. Selain itu, pencabutan blokade terhadap Gaza dan pembebasan tahanan Palestina juga harus dimasukkan dalam kesepakatan gencatan senjata mendatang.
Namun masalahnya adalah rezim Zionis tidak akan pernah bersedia mematuhi gencatan senjata sejati seperti yang dituntut oleh pihak Palestina. Akan tetapi pada akhirnya, dunia akan menyaksikan kelanjutan episode brutalitas Israel, dan menyadari bahwa rezim itu tidak akan berkomitmen pada apapun kecuali kekerasan, pembunuhan dan kejahatan.
(IRIB Indonesia/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email