Pesan Rahbar

Home » » Landasan Syiah Dalam Riwayat Ahlus Sunnah (Ke-2)

Landasan Syiah Dalam Riwayat Ahlus Sunnah (Ke-2)

Written By Unknown on Wednesday 16 July 2014 | 21:28:00


Para Syiah Pewaris Sabda Nabi Saw Dalam Kumpulan Hadis Sunni

Relevansi tulisan ini dengan artikel-artikel sebelumnya adalah, pertama bahwa nama-nama yang disebutkan dalam artikel ini dapat dikatagorikan sebagai syi’ah generasi kedua, ketiga atupun generasi berikutnya. Jika di artikel sebelumnya [1] disebutkan nama-nama para sahabat yang sudah populer dan kredibilitasnya diakui secara aklamasi oleh syi’ah maupun sunni, maka dalam tulisan kedua ini akan dipaparkan dari serangkaian nama-nama yang boleh jadi amat jarang di dengar dikalangan awam. Sehingga kompilasi nama-nama para syi’ah awal ini menjadi saling melengkapi. Kedua nama-nama para syi’ah yang kami sebutkan dalam tulisan ketiga ini menarik, karena ulama-ulama ahli hadis (dari ahlu sunnah) memasukkan dan memepercayai mereka sebagai jalur perawi hadis, yang ini secara tidak langsung menolak tuduhan dari kaum awam dan kaum polemis yang menuduh pengikut Ahlul Ba’it sebagi “pendusta”. Menganggap para syi’ah awal tersebut sebagai “pendusta” maka konsekuensinya hadis-hadis yang diriwayatkan melalui jalur mereka harus dikeluarkan dari kompilasi hadis kitab enam milik ahlu sunnah, dan akibanya ahlu sunnah harus kehilangan duapertiga sumber rujukan.

Sumber rujukan artikel buku ini adalah Kitab al Muraja’at karya Ayatullah Syafruddin al Musawi. Buku ini telah pula diteliti oleh Prof Dr. H Abu Bakar Atjeh (yang bermadzhab ahlu sunnah) dan kemudian diterbitkan dengan judul “Syi’ah Rasionalisme dalam Islam” pada halaman kata pembuka yang ditulis oleh Kolonel Drs H Bahrum Rangkuti (kepala Pusat Rohani Angkatan Laut Republik Indonesia) beliau menyebutkan hasil pengkajian Abu Bakar Atjeh ini dengan kalimat yang indah ” Dengan bukumu yang baru ini, “Syi’ah, rasionalisme dalam Islam”, anda telah menyumbangkan suatu karya yang amat bernilai bagi khazanah perpustakaan Islam. Tidaklah berlebih-lebihan jika kulukiskan, bahwa karyamu ini membukakan mata Indonesia, teristimewa bagi para sarjana, alim dan ulama Islam kepada salah satu aspek daripada Islam, yang selama ini agak suram cahayanya di bumi dan dilangit cita-cita Indonesia”.

Kami juga menggunakan buku pembanding yang menyerang pandangan kitab al Muraja’at, ditulis oleh polemis bernama Mahmud Az Zabby yang berjudul “al Bayyinat, fi ar Radd ‘ala abatil al Muraja’at” meskipun ditulis dengan kadar emosi tingg dipenuhi ledakan kemarahan (yang ini sekaligus membedakannya dengan gaya asy Syaikh Salim al Bisyrib al Maliki -rektor al azhar yang menjadi lawan dialog dari Syafruddin al Musawi- yang tetap menjaga kesantunan dan kesopanan dalam diskusi) az Zabby dalam tanggapan tentang nama-nama syi’ah (awal) – yang menjadi perawi hadis dalam kumpulan hadis ahlu sunnah – alih-alih mampu dia patahkan, tetapi az Zabby justru mengiyakan bahwa para perawi hadis tersebut adalah generasi-generasi syi’ah (awal).

Kalau kemudian ada kata-kata bid’ah, syi’ah ekstrim dan lain-lain, saya pribadi memandang sebagai sebuah penegasan perbedaan aras idiologi sesama mereka. Hal itu saya anggap wajar-wajar saja, sebagaimana kita lihat fenomena hari ini, jika seseorang dari pengikut gerakan Islam tertentu kemudian menuduh gerakan diluar kelompoknya sebagai tidak sejalan dengan Islam. Tentu pernyataan tersebut harus dikaji lebih dalam lagi, sebagaimana sebutan-sebutan yang akan ditemukan dalam artikel dibawah ini.

Sebagaimana yang ditulis dalam al Muraja’at kami akan menuliskan sebagaimana dituliskan dalam kitab tersebut diurutkan dari urutan abjad, dan komentarnya akan kami sajikan dari Ayatullah Syafruddin al Musawi berikutnya Mahmud az zabby.


1. Abban bin Taghlib bin Rabbah al Kufi : Adz Dzahabbi menyebutkan dalam kitabnya al Mizan sebagai berikut : ”Ia seorang syi’i yang keras pendirianya, tetapi ia juga sorang yang selalu menjaga kebenaran ucapanya. Oleh karenanya, kita ambil ucapanya yang bisa dipercayai itu dan kita tinggalkan bid’ahnya untuk dirinya sendiri” adz Dzahabi kemudian berkata lagi :”Ahmad bin Hambal menilainya sebagai dapat dipercaya. Begitu pula, Ibnu Mu’in dan Abu Hatim. Ibnu ’Adi menyebutnya sebagai orang ekstrim dalam faham syi’ah. Adz Dzahabi menyebutkan pula bahwa : Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasai dan Ibnu Majjah diantara tokoh-tokoh ahli hadis yang meriwayatkan melalui Abban bin Taghlib bin Rabbah al Kufi. Mahmud az Zabby dalam bukunya menyatakan : Imam Ahmad, Yahya dan Nasa’i (tidak disebutkan di buku Musawwi) menganggap ia sebagai perawi tsiqat.

Menurut Ibn ’Adi, Aban memiliki banyak tulisan, yang umumnya benar. Ia tsiqat dan jujur dalam meriwayatkan, Ia memang orang syi’ah, tetapi riwayatnya baik, jadi tidak ada persoalan. Yang menarika adalah, Mahmud Az Zabby, yang menolak pandangan al Juzjani yang menganggap Aban menyimpang, ia mengatakan : ”pernyataan al Juzjani kurang bernilai, karena itu tidak perlu ditanggapi”.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb : Dia orang Kufah, qari al-Quran. Al-Dzahabi telah merakamkan biografi dia di dalam bukunya al Mizan berkata, ‘Aban ibn Taghlib, dari Maw, di Kufa, adalah seorang Syi’ah. Dia bagaimanapun adalah orang yang benar; maka kami mempercayai pada kebenarannya dan biarlah dia dihukum diatas bid’ahnya.’ Dia juga berkata bahawa : Ahmad ibn Hanbal, Ibn Ma`in dan Abu Hatim telah meletakkan kepercayaan mereka kepadanya. Ibn `Adi berkata bahawa :” beliau adalah ‘pengikut Syi’ah.’ Al-Sa`di menerangkan mengenai beliau, sebagai orang yang ‘Dengan jelas telah Menyimpang.” Adz Dzahabi menjelaskan terhadap kredibiliti orang ini; bahwa riwayatnya dipakai oleh penulis Shahih Muslim dan juga pengarang empat buku Sunan, yaitu Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nisa’i dan Ibn Majah, nama beliau telah dipercaya oleh para ahli hadis.

Riwayat beliau dapat dirujuk dalam hadith Sahih Muslim, di dalam empat buku Sunan melalui al-Hakam dan al-A`mash, sebagai tambahan Fudayl ibn `Umar. Sufyan ibn `Ayinah, Shu`bah, dan Idris al-Awdi telah menyebutkan hadith dari beliau sebagaimana yang disebutkan di dalam buku Imam Muslim. Beliau wafat tahun 141 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi :”al Bayyinat, fi ar Radd ‘ala abatil al Muraja’at ia mengatakan : Aban ibn Taghlib ibn Rabah al-Rub’i Abu Sa’d al-Kufi,Imam Ahmad, Yahya, Abu Hatim dan Nasa’i, menganggap Aban perawi tsiqat. Sedangkan al-Juzjani memandang Aban menyimpang, yang pendapatnya dikecam.

Menurut ibn ‘Adi, Aban memiliki banyak tulisan, yang umumnya benar. Ia tsiqat dan jujur dalam meriwayat. la memang Syi’ah, tetapi riwayatnya baik, jadi tak ada persoalan. Menurut saya, pernyataan ‘Adi tersebut benar. Sedangkan pernyataan al- Juzjani kurang bernilai, karena itu tidak perlu ditanggapi. Pernyataannya berkonotasi hendak mendiskriminasi warga Kufah. Menurut tradisi ulama terdahulu (mutaqaddimin), tasyayyu’ ialah kepercayaan yang mengutamakan ‘Ali dibanding ‘Utsman. ‘Ali sesungguhnya berpihak kepada kebenaran di setiap berperang. Penentang ‘Ali, sebaliknya, tentu saja yang bersalah. Tasyayyu’ tidak menempatkan ‘Ali lebih tinggi dari Abu Bakar dan ‘Umar. Tetapi, menurut ulama muta’akhkhirin (yang belakangan), tasyayyu’ identik dengan rafadh yang murni.

Dengan begitu riwayatnya tidak dapat diterima, karena tidak bernilai. Dari biografi di atas, nyata bahwa Aban ibn Taghlib bukanlah Rafidhah, tetapi penganut tasyayyu’. la tidak mengajak orang lain mengikuti pahamnya, apalagi ia jujur dan istiqamah. Karena itu Ashhabus Sunan menerima riwayat Aban.

c. Catatan : Bahwa Mahmud Az Zabby tidak menolak sama sekali pandangan kesyi’ahan dari perwai ini, alaih-alih membantahnya malah az Zabby justru menentang pendapat yang menolak periwayatanya. Az Zabby justru mengungkapkan polemik difinisi syi’ah, tasyayu’ dan rafidhi dalam kelompoknya yang ternyata tidak sama pandanganya. Tetapi persoalan utama disini adalah bahwa beliau yang disebut dalam kitab al Muraja’at ini adalah seorang Syi’ah. Dan para ahli hadis dari kalangan ahlu sunnah telah menempatkan dia sebagai sumber terpercaya.


2. Ibrahim bin Yazid an Nakha’i al Kufi (al Fakih) : Ibnu Qutaibah dalam kitabnya al Ma’arif (hal 206) memasukanya dalam kelompok tokoh-tokoh syi’ah. Dalam kitab Sahih Bukhari dan Muslim Muslim dijumpai hadist yang diriwayatkan lewat jalur paman ibunya, ”Al Qamah bin Qais. Beliau tergolong tokoh Islam yang dipercaya namanya tersebut diantara mata rantai sanad yang shahih dalam kitab hadis yang enam. Mahmmud Az Zabby (sang polemis) bukan menyerangnya tetapi melengkapinya : menurut al A’jli, ”Ibrahim itu shaleh, ahli fiqih, bertakwa dan sederhana”. A’masy menilai hadis Ibrahim baik. Ibn Mu’in :” tak ada yang kuketahui sepandai Ibrahim” Ibn Mu’in menyatakan ”pola hidup Ibrahim lebih aku sukai daripada pola hidup Sya’bi”.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb : dia adalah Ibrahim ibn Yazid ibn `Umer ibn al-Aswad al-Nakh`i al-Kufi, seorang faqih. Ibunya adalah Malika anak perempuan Yazid ibn Qays al-Nakh`i dan juga adik perempuan al-Aswad, Ibrahim, dan `Abdel-Rahman, anak lelaki Yazid ibn Qays. Seperti bapa-bapa saudara mereka `Alqamah dan Ubay, anak lelaki Qays, mereka semuanya diantara penyampai yang amat dipercayai Imam Muslim. Pengarang enam buku Sahih, begitu juga yang lainnya, semua telah bergantung kepada penyampaian mereka, sedangkan telah diketahui bahawa mereka adalah Syi’ah. Berkenaan orang ini (Ibrahim ibn Yazid) dia telah digolokan sebagai pemuka-pemuka Syi`ah oleh Ibn Qutaybah (seperti yang disebut dalam halaman ke 206 dari kitabnya Al-Ma`arif) dimana dia menyebutkan beberapa orang terkemuka Syiah, dan telah mempercayainya dengan tidak ada keraguan.

Hadith beliau ditemukan dalam buku Sahih Bukhari dan Muslim seperti yang disebutkan oleh ibu kepada bapa saudaranya `Alqamah ibn Qays, dan oleh Humam ibn al-Harith, Abu `Ubaydah ibn `Abdullah ibn Mas`ud, `Ubaydah, al-Aswad ibn Yazid, bapa saudaranya. Riwayat beliau juga ditemukan di dalam buku Sahih Muslim, melalui bapa saudaranya dipihak ibu, ‘Abdul-Rahman ibn Yazid, dan melalui Sahm ibn Munjab, Abu Mu`ammar, `Ubayd ibn Nadlah, dan `Abis. Dia telah disebutkan oleh Fudayl ibn `Umar, al-Mughirah, Ziyad ibn Kulayb, Wasil, al-Hasan ibn `Ubaydullah, Hammad ibn Abu Sulayman, dan oleh Sammak. Ibrahim telah dilahirkan pada tahun 50 H., dan dia meninggal pada umur 95 atau 96, empat bulan selepas al-Hajjaj mati.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Ibrahim ibn Yazid ibn Qays ibn al-Aswad ibn ‘Amr ibn Rabi’ah ibn Dahl an-Nakha’i Abu Imran al-Kufi al-Faqih’ menurut al-Ajli, Ibrahim itu saleh, ahli fiqih, bertakwa dan sederhana. A’masy menilai hadits Ibrahim baik. Asy-Sya’bi juga mengakui, “tak ada yang kuketahui sepandai Ibrahim.” Kata ibn Mu’in, “pola hidup Ibrahim lebih kusukai daripada pola hidup Sya’bi.” Demikian beberapa pendapat tentang Ibrahim. Sementara al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, berkata begini, “Para ahli hadits, penyusun keenam buku induk hadits, berhujjah dengan Ibrahim dan para saudaranya.

Padahal mereka yakin, Ibrahim dan saudaranya itu penganut Syi’ah.” Namun kami belum pernah membaca ada ulama ahli hadits yang menilai Ibrahim dan saudaranya itu Syi’ah. Saya telah menelusuri biografi Ibrahim, tetapi belum menemukan keterangan seperti yang dikemukakan al-Musawi.

c. Catatan: pernyataan Mahmud Az Zaby agak tendensius, bilamana mengatakan”… Namun kami belum pernah membaca ada ulama ahli hadits yang menilai Ibrahim dan saudaranya itu Syi’ah. Saya telah menelusuri biografi Ibrahim, tetapi belum menemukan keterangan seperti yang dikemukakan al-Musawi “

Padahal secara jelas al Musawi menunjukan kitab al Ma’arif karya Ibnu Qutaybah menyebutkan beliau adalah seorang syi’ah. Jika Mahmud az zaby dapat dengan mudah melacak pendapat ahli hadis lain mengapa kemudian dia menjadi tumpul ketika menghadapi pernyataan Ibn Qutaibah. Ataukah dia berusaha menutupi fakta sebenarnya, Bantahan tendensius akan ditemukan dalam kajian berikutnya, Az Zabby seolah mengabaikan pernyataan Ibnu Qutaibah dan Syahrastani.


3. Ahmad ibn al Mufadhdhal ibn al Kufi al Hafri, Abu Zar’ah dan Abu Hatim mempercayai riwayatnya, meskipun keduanya mengetahui kedudukanya sebagai seorang syi’ah. Dalam al mizan disebutkan : ”Ahmad ibn al Mufadhdhal adalah seorang syi’i dan ia adalah seorang shaduq (yang selalu benar ucapan-ucapanya). Adz Dzahabi menyebutkann Abu Daud dan Nas’i mengambil riwayat hadis darinya dalam kedua kitab mereka. Mahmmud az Zabby dalam buku polemisnya tidak membantahnya tetapi malah melengkapinya, ia menuliskan: Ats Tsauri, Asbath Ibn Nashr, Isra’il dan ulama lainya, meriwayatkan dari hadis Ahmad. Ibn Syaybah, Abu Zara’ah dan Abu Hatim juga meriwayatkan hadis dari Ahmad ibn al Mufadhdhal Abu hatim menilai Ahmad seorang jujur dari kalangan pemuka syi’ah.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Dia adalah Ahmad ibn al-Mufdil ibn al-Kufi al-Hafri. Abu Zar`ah dan Abu Hatim menyebut dari beliau dan mempercayainya, sedang mereka benar-benar sadar akan kedudukan dia cebagai Syi’ah. Di dalam biografi Ahmad, seperti yang disebutkan di dalam Al-Mizan karya adz Dzahabi, Abu Hatim menunjukkan fakta ini dengan mengatakan: “Ahmad ibn al-Mufdil adalah seorang dari pemimpin Syi`ah, dan dia adalah orang yang benar.”

Adz Dzahabi menyebut di dalam bukunya Al-Mizan, bahwa Abu Dawud dan al-Nisa’i, mengambil riwayat darinya. Silahkan rujuk hadithnya di dalam Sahih riwayat beliau melalui al-Thawri. Dia menyampaikan melalui Asbat ibn Nasir dan Isra’il.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi : Ahmad ibn al-Mufadhdhal al-Farsyi al-Amawi Abu ‘Ali al-Kufi al-Hafri, Ats-Tsauri, Asbath ibn Nashr, Isra’il, dan ulama lain, meriwayatkan hadits dari Ahmad. Ibn Syaybah, Abu Zara’ah, dan Abu Hatim, juga meriwayatkan hadits dari Ahmad ibn al-Mufadhdhal. Abu Hatim menilai Ahmad seorang jujur dari kalangan pemuka Syi’ah.

Perhatikan kata Abu Hatim barusan, biar jelas bagi anda betapa jujurnya ulama hadits dari kalangan Sunni, dan betapa konsistennya mereka menggunakan metoda yang diciptakan. Mereka menerima riwayat Ahmad ibn al-Mufadhdhal, karena ia jujur dan tidak mengajak orang lain mengikuti bid’ahnya. Seandainya ia seorang Rafidhah, ulama hadits pasti menolak riwayat yang berasal darinya.

c. Catatan : tidak ada yang perlu dikomentari, karena pada dasarnya az Zabby tidak dapat meneolak tulisan al Musawi.


4. Isma’il bin Abban al Azdi al kufi al Warraq. Adz Dzahabi menyebutkan dalam kitabnya al Mizan bahwa al Bukhari dan Turmudzi berpegang pada riwayat Isma’il dalam kedua kitab shahih mereka. Demikian pula Yahya dan Ahmad mengambil riwayat haditsnya. Al Bukhari menilainya sebagai orang yang amat boleh dipercaya. Yang lainya menyebutkan sebagai seorang yang berfaham Syi’ah. Ia wafat tahun 286 H. Mahmud az Zabby tidak menolaknya bahkan melengkapinya: disebutkan Isma’il ini sebagai salah seorang guru al Bukhari. An Nasa’i, Mathin, Ibn Mu’in, Hakim, Abu Ahmad, Ja’far ash Shaigh dan ad dar Quthni menilainya sebagai seorang tsiqat. Al Jauzjani berkata ”kendati Isma’il seorang yang syi’ah (menyimpang) tetapi ia tidak berdusta dalam meriwayatkan hadist. Ibn ’Adi berkata: ”sebagian orang Kufah adalah penganut Tasyayyu’”. menurut sang polemis. Al Jauzjani adalah seorang benci kepada Ali bin Abi Thalib (nawashib).

Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Isma’l ibn Abban al-Warraq al-Azdari al-Kufisalah seorang guru Imam Bukhari, walau ia tidak banyak meriwayatkan hadits darinya. An-Nasa’i, Mathin, Ibn’Mu’in, Hakim, Abu Ahmad, Ja’far ash-Shadigh dan ad-Dar Quthni, semuanya menilai Isma’il seorang tsiqat. Aj-Jauzjani berkata bahwa walaupun Isma’il menyimpang (dari kebenaran), tetapi ia tidak berdusta dalam meriwayatkan hadits. Ibn ‘Adi berkata, “Sebagian besar orang Kufah adalah penganut tasyayyu’.”

Menurut pengamatan kami, aj-Jauzjani memusuhi ‘Ali. Ia kebalikan orang Syi’ah yang memusuhi ‘Utsman. Padahal yang-benar, ia justru menghargai dan menyukai mereka berdua. Kita tidak perlu mendengarkan komentar pembid’ah terhadap sesama pembid’ah. Ibn ‘Adi telah menjelaskan, tasyayyu’ Isma’il berbentuk sikap mengutamakan ‘Ali daripada ‘Utsman, bukan Abu Bakar atau ‘Umar. Aj-Jauzjani sendiri menyatakan Isma’il tidak berdusta dalam berhadits –suatu sikap pembeda dari pendusta– dengan kesaksian dari lawannya sendiri. Karena itu Imam Bukhari dan Muslim serta ulama hadits yang lain menerima riwayat Isma’il


5. Isma’il bin Khalifah al Mulai al kufi, ia dikenal dengan julukanya sebagai Abu Isra’il, Adz Dzahabi menyebutkan dalam al Mizan: Ia adalah seorang syi’i yang dibenci karena sangat ekstrim dalam fahamnya itu. Ia termasuk orang yang mengkafirkan ’Utsman bin Afan. Meskipun begitu Turmudzi meriwayatkan hadisnya dalam shahihnya. Abu Hatim menilai baik haditsnya. Abu Zar’ah berkata: ”Ia seorang shaduq (sangat dapat dipercaya ucapan-ucapanya) tetapi ia berfaham syi’ah” Ahmad berkata : ”boleh dicatat hadisnya” Ibnu Quthaibah menulis dalam kitanya al Ma’arif menggolongkan dalam kelompok syi’ah. Mahmud az Zabby tidak membantahnya, ia mengatakan :” Ismail memang seorang syi’ah, ia memaki Utsman. Namun sangat jujur, bukan pembohong. Karena itu, ulama hadits menerima riwayatnya” ia menambahkan bahwa Atsram menceritakan bahwa b Ahmad menerima hadits Isma’il.

Menurut az Zabby pula, Ibn Mu’in, Ishak Ibn Mansur menilai hadits Isma’il sangat aik. ’Umar Ibn Ali menilai Isma’il tidak termasuk pendusta. Abu Zara’ah menyebutikan : Ismail seorang jujur, tetapi pendapatnya berlebihan. Abu Hatim menemukan hadist ismali baik dan orangnya ramah.

Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Isma’il ibn Khalifah al-Mala’i al-Kufi Abu Isra’il memang seorang Syi’ah. Ia memaki ‘Utsman. Namun, ia sangat jujur, bukan pembohong. Karena itu, ulama hadits menerima riwayatnya. Sebab, menurut sistem yang disepakati, riwayat pembid’ah dapat diterima dengan catatan ia bukan orang Rafidhah, tidak mempromosikan, bid’ahnya, dan tidak menghalalkan cara berdusta uncuk menguatkan pendapat dan madzhabnya. Isma’il ibn Khalifah tidak termasuk yang tadi itu. Karenanya, penerimaan riwayatnya oleh ulama hadits harus dipahami sebagai kejujuran dan konsistensi mereka, yang tinggi, jauh dari pengaruh hawa nafsu. Atsram menceritakan bahwa Ahmad menerima hadits Isma’il. Menurut ibn Mu’in, Ishak ibn Mansur pernah menilai hadits Isma’il sangat baik. ‘Umar ibn ‘Ali menganggap Isma’il tidak termasuk pendusta. Abu Zara’ah juga menyatakan Isma’il seorang jujur, tetapi pendapatnya berlebihan. Abu Hatim menemukan hadits Isma’il itu baik, dan orangnya peramah, memiliki beberapa kesalahan yang menyebabkan haditsnya tidak dapat dijadikan argumen. Namun, haditsnya bisa ditampung.

Catatan: Menurut hemat kami, ada permasalahan inkonsistensi dalam penilaian periwayat hadis, seperti yang dikemukakan Mahmud az Zabbi bahwa “…memang seorang Syi’ah. Ia memaki ‘Utsman…. “ di analisa mahmud az Zabby berikutnya akan banyak ditemukan seorang “pemaki” lainya diitolak dan yang lain diterima. Yang menjadi ganjalan kedua adalah, Mahmud Az Zabby tidak melakukan penilaian secara adil, bagaimana para periwayat hadis yang dikenal sebagai pemaki Imam Ali bin Abi Thalib (seperti Muawiyyah dan Bani Ummayah) bagaimana yang memerangi Imam Ali dan tidak menghentikan aksi pembakaran rumah-rumah sahabat (seperti Abu Hurairah dan Basir bin Artha’ah) bagimana pula periwayat yang dia sebagai pelaksana lapangan pembunuhan Imam Husain (seperti putra sa’ad Ibn abi Waqqash-Umar bin Sa’ad). Tentunya kadar memaki dengan memerangi dan membunuh jelas berbeda. Ambiguitas ini tidak dijadikan sebagai analisa penilaian oleh Mahmud az Zabby.


6. Ismail bin Abbad bin Zakaria al Asadi al Khalqani al Kufi. Adz Dzahabi menyebutkan dalam kitabnya al mizan, sebagai seorang yang shaduq berfaham syi’ah. Ia termasuk diantara yang dikutip hadist-hadistnya dalam kitab hadis yang enam. Az Zabby sang polemis menuliskan: Ahmad bin Hanbal dan Yahya Ibn Mu’in berselisih tentang oran ini . An Nasa’i memandang tidak masalah menyangkut diri Isma’il. Abu Dawud memandang ia Tsiqat, Abu Hatim memandang ia seorang yang baik. Ibn ’Adi menyatakan haditsnya bagus dan bisa diterima. Ibnu Hajar menemukan sekelompok orang meriwayatkian hadits Isma’il, Bukhori menerima 4 hadist darinya.

Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi : isma’il ibn Zakaria ibn Murrah al-Khalqani al-As’adi Abu Ziyad al-Kufi Ahmad ibn Hambal dan Yahya ibn Mu’in berselisih penilaian tentang orang ini. An-Nasa’i memandang tidak ada masalah menyangkut diri Isma’il. Abu Dawud justru memandang ia tsiqat.

Menurut Abu Hatim, dia seorang baik. Bahkan kata ibn ‘Adi, haditsnya bagus dan bisa diterima. Ibn Hajar menemukan sekelompok orang meriwayatkan hadits Isma’il. Tetapi Imam Bukhari hanya menerima 4 hadits darinya. Tiga diantaranya diikuti riwayat dari perawi lain. Dan yang satu lagi, hadits ke-4, diriwayatkan dari Muhammad ibn Shabah dari Isma’il dari Abu Burdah dari Abu Musa, mengenai kisah seorang lelaki yang dipuji Abu Musa. Kemudian Nabi bersabda, “Kau potong punggung lelaki itu.”.

Adapun perkataan-perkataan tentang ‘Ali yang disandarkan kepada Isma’il sama sekali tak ada benarnya. Al-Musawi; penulis Dialog Sunnah-Syi’ah sendiri menganggap pernyataan itu tidak dari al-Khalqani. Dengan begitu al-Khalqani bukan orang Rafidhah dan bukan pula orang Syi’ah. Jadi, mengapa al-Musawi menyatakan dia Syi’ah? Tak ada ahli hadits yang menyatakan demikian. Karena itu, jelas bagi kita bahwa al-Nusawi berdusta.


7. Isma’il bin Abbad bin Abbas ath Thaliqani (terkenal dengan nama ash Shahib bin Abbad). Adz Dzahabi dalam kitabnya menyebutkan : bahwa Abu Daud dan turmudzi meriwayatkan haditsnya, adz Dzahabi mengatakan ia serang sastrawan yang amat pandai dan ia seorang syi’i. az Zabby menuliskan ia sangat jujur, katanya ia penganut mu’tazilah, dalam bidang fiqh penganut syafi’i dan ia penganut sy’iah ia murid dari al Bukhari.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Nama lengkapnya adalah Isma’il ibn `Abbad ibn al-Abbas al-Taleqani (Abul-Qasim), lebih dikenali sebagai al-Sahib ibn `Abbad. Al-Thahbi seperti yang disebutkan di dalam bukunya Al-Mizan, meletakkan tanda “DT” pada namanya untuk menunjukkan bahawa keduanya; Dawud dan al-Tirmithi bergantung kepadanya di dalam buku sahih mereka [2] Kemudian dia menerangkan, beliau sebagai “seorang Syi’ah yangcerdas dan pandai, seorang terpelajar.’. Dia sebagai seorang Syi’ah dalam suatu perkara tidak boleh diragukan. Atas sebab ini, dia dan bapanya mendapat jabatan dan penghormatan yang tinggi di dalam negeri Buwayhid. Dia adalah orang pertama diantara menteri-menteri kerajaan yang mendapat gelaran “sahib” (sahabat, kawan), semenjak beliau remaja, beliau telah bersahabat dengan Mu’ayyed al-Dawlah ibn Buwayh. Gelar ini telah didapatkan semenjak remaja dan dipakai saat remaja dan ketka beranjak dewasa beliau dikenali dengan gelaran tersebut.

Beliau dipercaya sebagai menteri, beliau adalah menteri Mu’ayyed al-Dawlah Abu Mansur ibn Rukn al-Dawlah ibn Buwayh. yang wafat pada bulan Sha`ban tahun 373 di Jurjan, Abul-Hasan `Ali, yang lebih dikenali sebagai Fakhr al-Dawlah, adik Mu’ayyed, melanjutkan pemerintahanya dan mempercayakan kedudukan beliau sebagai Sahib. Fakhr al-Dawlah menyanjung tinggi Sahib dan menyempurnakan hajat beliau dengan cara yang sama seperti bapanya sendiri, Abu `Abbad ibn al-Abbas lakukan ketika dia sedang berkhidmat kepada bapa Fakhr al-Dawlah, Rukn al-Dawlah. Beliau wafat pada usia 59 tahun, meninggal pada khamis malam, 24th Safar, 385, di Rayy.

Bandar Rayy telah menutup semua kedainya sebagai tanda berkabung, dan manusia berkumpul dihadapan rumahnya sambil menunggu jenazahnya. Fakhr al-Dawlah, bersama menteri-menteri kerajaan dan ketua turus tentera pergi kesana dengan memakai pakaian berkabung. Apabila jenazahnya dibawa keluar dari rumahnya, manusia melaungkan serentak “Allahu Akbar!”, mencium bumi tanda menghormati, dan Fakhr al-Dawlah mengikuti jenazah beliau berjalan kaki bersama lautan manusia dan duduk bersama mereka selama 3 hari sebagai tanda berkabung.

Penyair membacakan sajak, dan ulama mengadakan majlis memperingati sebagai tanda penghormatan, dan beliau telah disanjung oleh semua yang tidak dapat hadir pada pengkebumian itu. Abu Bakr al-Khawarizmi berkata: “Al-Sahib ibn `Abbad dibesarkan dipangkuan kementerian, belajar merangkak dan berjalan dikawasan persekitarannya, telah dibelai dari dada yang penuh kecemerlangan, dan mewarisinya dari bapanya yang terdahulu.”. Abu Sa`id al-Rustami menggubah sajak tersebut dengan memujinya: “dia mewarisi kementerian: sambungan di dalam rantai, Orang ternama, adalah dia, keturunan orang ternama, Mengenai kementerian al-Abbas, Abbad sampaikan,

Sedangkan dari Abbad, Isma’il sampaikan. Di dalam biografi al sahib, al-Tha`alibi berkata: “Saya tidak dapat mencari perkataan yang sesuai untuk dapat menerangkan kedudukan mulia Sahib di dalam ilmu pengetahuan dan sastera, atau penghormatan yang dia nikmati kerana ramah mesra dan bermurah hati atau kebaikannya yang unik, serta memilikki beberapa kemuliaan yang lain lagi.

Kenyataan yang terbaik yang saya dapat katakan bagi pihak dirinya, tidak sampai pada melakukan keadilan terhadap yang terkecil diantara kemuliaan dan ketinggiannya, dan penerangan saya yang terbaik tidak sampai untuk berlaku adil kepada kemuliaan keperibadiannya.” Sahib telah menulis banyak buku yang amat berharga termasuklah Al-Muhit buku bahasa di dalam 7 jilid; Bab nya tersusun secara abjad. Dia memiliki perpustakaan pribadi yang tiada tandingannya. Nuh ibn al-Mansur, seorang dari Raja Sam`an, menulis kepada beliau, menawarkan jabatan sebagai menteri kabinet dan mengurus urusan negara. Beliau meminta maaf kepadanya, dengan berkata dia memerlukan 400 unta untuk memindahkan buku perpustakaan pribadinya. Sebanyak ini mengenai beliau adalah mencukupi.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi : Isma’il salah seorang guru Imam Bukhari, walau ia tidak banyak meriwayatkan hadits darinya. An-Nasa’i, Mathin, Ibn’Mu’in, Hakim, Abu Ahmad, Ja’far ash-Shadigh dan ad-Dar Quthni, semuanya menilai Isma’il seorang tsiqat. Aj-Jauzjani berkata bahwa walaupun Isma’il menyimpang (dari kebenaran), tetapi ia tidak berdusta dalam meriwayatkan hadits. Ibn ‘Adi berkata, “Sebagian besar orang Kufah adalah penganut tasyayyu’.”

Menurut pengamatan kami, aj-Jauzjani memusuhi ‘Ali. Ia kebalikan orang Syi’ah yang memusuhi ‘Utsman. Padahal yang-benar, ia justru menghargai dan menyukai mereka berdua. Kita tidak perlu mendengarkan komentar pembid’ah terhadap sesama pembid’ah. Ibn ‘Adi telah menjelaskan, tasyayyu’ Isma’il berbentuk sikap mengutamakan ‘Ali daripada ‘Utsman, bukan Abu Bakar atau ‘Umar. Aj-Jauzjani sendiri menyatakan Isma’il tidak berdusta dalam berhadits –suatu sikap pembeda dari pendusta– dengan kesaksian dari lawannya sendiri. Karena itu Imam Bukhari dan Muslim serta ulama hadits yang lain menerima riwayat Isma’il.


8. Isma’il bin Abdurrahman bin Abni Karimah al Kufi (ahli tafsir al Qur’an yang terkenal dengan nama as Suddi), adz Dzahabi berkata dalam kitabnya al mizan : ” Ia dituduh penganut faham syi’ah. Seperti yang dinyatakan oleh Husain bin Waqid al Mirwazi bahwa ia pernah mendengar Isma’il memaki Abu Bakart dab Umar. Meskipun begitu Ats Tsauri dan Abu Bakar bin ’Iyasy mempercayai hadist yang diriwayatkanya. Hadist nya dijumpai dalam shahih muslim. Ahmad bin Hanbal menguatkanya. Mahmud az Zabby menuliskan: ia penganut tasyayu’ namun ulama hadits tidak menolak riwayatnya.

Dan menariknya Mahmud az zabby mengecam al Juzjani yang menyatakan: ” al Suddi adalah pembohong suka memaki shahabat, kata az Zabby pernyataan al Juzjani tidak perlu didengarkan dan ditanggapi. Az Zabby mengatakan, bahwa al Hakim menegaskan bahwa Isma’il bin Abdurrahman bin Abni Karimah al Kufi bersifat adil, lebih kuat dibanding ulama yang memandangnya lemah, karena ulamma yang memandangnya lemah tidak memberikan penjelasan yang konkrit.

Ibn Hibban menegaskan bahwa as Suddi sebagai perawi yang tsiqat. Abu Hatim memandang hadist al Suddi dapat diterima. Al Nasa’i menilai al suddi sebagai seorang yang baik. Ibn ’Adi menganggap al Suddi sebagai orang yang lurus alias benar.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Lebih dikenali sebagai al-Sadi, Dia seorang penafsir al-Quran yang terkenal. Menyebutkan biografinya, adz Dzahabi menerangkan beliau sebagai ‘penganut paham syi’ah.” Husayn ibn Waqid al-Maruzi mengatakan, bahawa dia pernah mendengar beliau suatu ketika mengutuk Abu Bakr and `Umar. Walaupun terdapat tuduhan seperti itu, beliau telah disebutkan oleh al-Thawri dan Abu Bakr ibn `Ayyash dan banyak lagi penulis yang setaraf dengannya.

Penulis Sahih Muslim dan penulis empat buku sahih menganggap beliau sebagai periwayat hadith, sedangkan Ahmad memberikan kepercayaan kepada beliau. Ibn `Adi berkata bahawa dia adalah benar. Yahya al-Qattan berkata tidak terdapat kesalahan pada hadith yang disampaikan oleh beliau. Yahya ibn Sa`id berkata: “Saya tidak pernah mendengar sesiapa yang berkata tidak baik mengenai beliau, al-Sadi; tiada siapapun yang meninggalkan riwayat beliau.” Ibrahim al-Nakh`i suatu ketika menemui al-Sadi sedang beliau menafsirkan al-Quran. Ibrahim berkata bahawa al-Sadi menafsirkan al-Quran menurut cara yang digunakan umum.

Jika kamu membaca mengenai al-Sadi di dalam Mizan al-I`tidal, kamu akan dapati yang lebih khusus mengenai apa yang kami sebutkan diatas. Rujuk kepada hadith al-Sadi di dalam Sahih Muslim dari Anas ibn Malik, Sa`d ibn `Ubaydah, dan Yahya ibn `Abbad. Abu `Awanah, al-Thawri, al-Hasan ibn Salih, Za’idah, dan Isra’il semuanya telah menyebutkan dari beliau, sebagai penasihat mereka, seperti mana yang disebutkan di dalam buku sahih yang empat. Dia meninggal pada tahun 127 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Isma’il ibn Abdurrahman ibn Abi Karimah al-Kufi Ia ahli tafsir dan dikenal dengan nama al-Sadi. Ia dituduh penganut tasyayyu’. Namun ulama hadits, tidak menolak riwayatnya, kecuali kalau ia mempromosikan bid’ahnya, dan menghalalkan cara berdusta untuk menguatkan pendapatnya. Namun al-Sadi tidak seperti itu. Al-Jauzjani menyatakan, al-Sadi itu pembohong, suka memaki para sahabat. Namun pernyataan ini tidak perlu ditanggapi, sebab al-Jauzjani juga pembid’ah.

Statement seorang pembid’ah mengenai sesama pembid’ah tidak dapat diterima. Beberapa pendapat sudah saya kemukakan, baik yang melemahkan as-Sadi maupun yang memandang dirinya tsiqat. Karena itu, orang yang menerima riwayatnya, berarti memihak pada pendapat ulama yang lebih moderat. Dan yang ini jumlahnya lebih banyak. Di samping itu, penilaian bahwa as-Sadi lemah tidak dikemukakan secara terinci. Di dalam pembahasan tentang perawi-perawi yang tidak dapat diterima riwayatnya, al-Hakim menegaskan bahwa ulama yang memandang ‘Abdurrahman ibn Muhdi bersifat adil, lebih kuat dibanding ulama yang memandahg dia lemah, karena ulama yang ke dua ini tidak memberikan penjelasan yang kongkrit. Ibn Hibban memasukkan al-Sadi ke dalam daftar perawi tsiqat.

Menurut Abu Hatim, hadits al-Sadi dapat diterima, meskipun tidak dapat dijadikan sebagai argumen. Al-Nasa’i pernah menilai al-Sadi seorang yang baik. Sedangkan ibn ‘Adi menganggap al-Sadi seorang yang lurus alias benar.

9. Isma’il bin Musa al Fazari al Kufi. Ibnu ’Adi berkata seperti yang dikutip adz dzahabi ” banyak orang yang mnegecamnya karena faham syi’ahnya, tetapi banyak pula ahli hadits yang mengambil riwayatnya seperti Ibnu khuzaimah, Abu ”Arubah, Abu daud dan Turmudzi. Mahmud az Zabby sang polemis menuliskan : Ibn Hatim, al nasa’i dan Ibn Hibban menyatakan ia tsiqat. Al Ajari menilainya jujur dalam berhadits walaupun penganut tasyayu’.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb adz Dzahabi: Al-Mizan menyebutkan Ibn `Uday sebagai berikut, “Manusia benci terhadap pandangan Syiah nya yang ekstrim’ Al-Mizan juga menyebut `Abdan sebagai berkata: “Hammad dan Ibn Abu Shaybah menentang kami menziarahi beliau.” Dia bertanya beliau suatu ketika bagaimana perasaannya dengan ‘yang tidak bermoral yang mengutuk keturunan kita.’. Walaupun terdapat semua ini, keduanya Ibn Khuzaymah dan Abu `Arubah menyebutkan dari beliau, yang juga jurutunjuk di dalam kelas mereka. Dia adalah di dalam kategori yang sama dengan Abu Dawud dan al-Tirmidzi yang menyebutkan dari beliau dan bergantung pada penyampaian hadithnya di dalam Sahih mereka. Abu Hatim menyebut beliau dan mengatakan bahawa beliau boleh dipercayai. ” Al-Nisa’i berkata “dia adalah benar.”. Semua ini tertulis di dalam biografi beliau di dalam adzahabi: Al-Mizan.

Rujuk kepada hadith beliau di dalam sahih al-Tirmidzi dan Sunan Abu Dawud seperti yang disampaikan oleh Malik, Sharik, dan `Umar ibn Shakir, seorang sahabat Anas. Dia meninggal pada tahun 245.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Isma’il ibn Musa al-Fazari al-Kufi, Ibn Hatim, al-Nasa’i, dan ibn Hibban menyatakan, isma’il itu tsiqat. Tetapi kata ‘Adi, banyak ulama menolaknya karena dia bersikap ekstrim dalam bertasyayyu’. Al-Ajari menilainya jujur dalam berhadits, walaupun ia penganut tasyayyu’.

Dari keterangan hadits di atas, jelaslah bahwa semua ulama sepakat tentang kejuruan Isma’il. Sebagian menyatakan ia tasyayyu’, tetapi bukan rafadh, dan tidak ada orang yang menyatakan ia pendusta, atau mengajak orang lain mengikuti pahamnya. Dengan demikian, maka tak ada cela untuk menerima riwayatnya.


10. Talid bin Sulaiman al Kufi, Ibnu Mu’in mengatakan sbb : ia sering memaki Utsman. Pada suatu hari salah seorang dari anak anak maula (bekas budak) Utsman mendengar makianya itu. Lalu ia dilemparinya dengan sesuatu yang menyebabkan kakinya patah. Abu daud menyebutnya sebagai seorah rafidhi yang memaki abu bakar dan Umar meskipun begitu Ahmad dan Ibnu Numair mempercayai riwayatnya dalam hadist, padahal ia mengetahui dia seoarang syi’i.

Turmudzi menyebut hadits yang diriwayatkan dalam kitab shahihnya lewat ’Atha ’ bin Sa-ib dan Abdul Malik bin Umair. Mahmud az zabby menolak riwayatnya kendati ada ulama hadits yang menerimanya. Alasan penolakanya adalah : ia mencaci Syaikhan meskipun diatas juga disebutkan panya periwayat yang mencaci syaikhan tapi tetap dia terima hadisnya. Alasan ia menolakn lainya adalah Talid dituduh membuat hadis tentang keutamaan Ahlul Ba’it.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Ibn Ma`in menyebut beliau dan berkata: “Dia pernah mengutuk `Utsman. Sebahagian dari pengikut Utsman mendengarnya. Mereka melempari batu kepada beliau, lalu mematahkan kaki beliau, itulah sebabnya maka beliau dapat panggilan “al-A`raj,” si pincang. Abu Dawud ada menyebutnya dan berkata beliau adalah Rafidi yang mengutuk Abu Bakr dan `Uthsman. Walaupun terdapat semua ini, Ahmad dan Ibn Namir bergantung pada penyampaian hadithnya, walaupun mereka mengetahui beliau adalah syi’ah. Ahmad telah berkata, “Talid adalah seorang Syi`ah, bahkan kami tidak menjumpai apa-apa kesalahan dengan apa yang beliau sampaikan.” Adz Dzahabi ada menyebut beliau di dalam bukunya Al-Mizan, menyebut kenyataan mengenai beliau yang diperkatakan oleh mereka yang terpelajar seperti yang tertulis diatas. Dia meletakkan tanda al-Tirmidzi pada nama beliau untuk menunjukkan bahawa al-Tirmidzi menganggap beliau sebagai periwayat hadits.

Rujuk kepada hadith beliau di dalam Sahih al-Tirmidzi melalui `Ata ibn al-Sa’ib dan `Abdel-Malik ibn `Umayr.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Talid ibn Sulaiman al-Kufi al-A’raj Imam Turmudzi meriwayatkan satu hadits dari Talid tentang manaqib (biografi). Para ahli hadits sepakat untuk menolak riwayatnya, sebab ia Rafidhah yang memaki Abu Bakar, ‘Umar, dan sahabat Nabi yang lain. Ia termasuk pembuat hadits palsu, dan meriwayatkan beberapa hadits tentang keutamaan Ahlul Bayt yang aneh-aneh.

Adapun pernyataan Ahmad bahwa Talid orang Syi’ah, dan tak ada sesuatu yang membahayakan pada dirinya, menunjukkan ketidaktahuan Ahmad bahwa para ulama menganggap Talid itu orang Rafidhah dan pendusta. Di sini, kecaman terhadap Talid harus didahulukan lantaran jumlah mereka banyak, dan lebih mengetahui keadaan Talid.

c. Catatan: bandingkan inkonsistnesinya dalam penilaian hadits, berbeda dengan syi’ah yang menguji hadits dengan selain yang tiga sebagaimana dipakai dalam tradisi ahlu Sunnah syiah masih menggunakan Al Qur’an sebagai alat uji.


11. Tsabit bin Dinar (dikenal dengan julukan Abu Hamzah ats Tsumali ) kitab al mizan menyebutkan, bahwa ia memandang sinis tergadap Utsman, As Sulaimani memasukanya dalam kelompok rafidhah , tetapi menurut adz dzahabi Turmudzi berpegang pada riwayatnya.az Zabby menuliskan: Ahmad, Abu Zara’ah, al Juzjani, al Nasa’i dan Ibnu Mu’in memandang hadistnya lemah tetapi Abu Hatim mengatakan, ” walaupun hadistnya lemah, tetapi itu bisa diterima tanpa dijadikan argumen atau hujjah”.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Tsabit lebih dikenali sebagai Abu Hamzah ats Tsumali. Beliau seorang Syi`ah adalah jelas seperti terangnya matahari. Pengarang Al-Mizan menyebut beliau, mengatakan bahawa nama ‘Utsman telah disebutkan dihadapan beliau. Beliau secara menyindir bertanya: “Siapa dia `Utsman?!” Iainya juga mengkatakan bahawa al-Sulaymani memasukan Abu Hamzah sebagai Rafidis. Adz DZahabi menyebutkan bahwa al-Tirmidzi pada nama Abu Hamzah sebagai penyampai hadithnya. Waki` dan Abu Na`im menyebut dari beliau dan menggunakan beliau sebagai penyampai hadith. Rujuk kepada hadith beliau di dalam Sahih al-Tirmithi melalui Anas dan al-Sha`bi dan yang lain dari kalibar yang sama. Dia meninggal, semoga Allah merahmati ruhnya, pada tahun 150 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Tsabit ibn Abi Shafiyah Dinar Ada yang menyebutnya Sa’id Abu Hamzah ats-Tsumali. Ahmad menilainya lemah (dha’if). Ibn Mu’in juga mengatakan begitu. Abu hadits Tsabit itu lemah. Menurut Abu Hatim, walaupun haditsnya lemah, tetapi itu bisa diterima tanpa dijadikan sebagai argumen atau hujjah. Al-Jauzjani juga menyatakan bahwa hadits Tsabit lemah. Dan al-Nasa’i menegaskan, ia tidak tsiqat.

Menurut keterangan Yazid ibn Harun, ia mempercayai paham raj’ah. Dan al-Sulaimani memastikan dia sebagai orang Rafidhah. Seperti itulah pendapat ahli hadist mengenai Tsabit. Tapi, al-Musawi memandang: Tsabit sebagai tsiqat. Meskipun Turmudzi meriwayatkan satu hadits darinya, itu tidak berarti Tsabit tsiqat. Penerimaan riwayat itu sekedar mengumpulkan data saja. Sebab terkadang hadits dari perawi yang tidak tsiqat ditulis juga, meskipun tidak dijadikan hujjah.


12. Tsuwair bin abi FaKhitah (abu jahm) al Kufi ia adalah maula Ummu Hani binti Abi Thalib, adz Dzahabi mengutip pernyataan Yunus bin Abi Ishaq bahwa Tsuwair adalah seorang rafidhi, meskipun begittu Sufyan dan Syu’bah mempercayai riwayat haditsnya. Juga Turmudzi dalam kitab shahihnya dari Ibnu Umar dan Zaid bin Arqam. Menurut az Zabby, Ibnu Mu’in menganggap haditsnya tidak ada nilainya. Abu Hatim menyatakan haditsnya dha’if. Ad Daruqutni menganggap haditsnya matruk. Al Tsawri memandangnya sebagai kelompok pendusta. Bukhori mengatakan Yahya dan Ibnu Muhdi meninggalkan ruiayatnya. Ibnu ’Adi menuliskan Ia memang seorang rafidhah. Kendati demikian Turmudzi tetap meriwayatkanya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Dia lebih dikenali sebagai Abu Jahm al-Kufi, hamba Ummu Hani’ yang dibebaskan, anak perempuan Abu Talib. Al-Thahbi telah menyebut beliau di dalam Al-Mizan dan menyebut tuduhan Yunus ibn Abu Ishaq bahawa beliau adalah Rafidi. Walaupun begitu keduanya, Sufyan dan Shu`bah telah menyebut dari beliau, dan al-Tirmidzi telah menghasilkan sebahagian dari hadith beliau di dalam sahihnya melalui penyampaian dari Ibn `Umer dan Zayd ibn Arqam. Di masa Imam al-Baqir (as), beliau telah mengekalkan ketaatannya kepada Imam, dan beliau telah terkenal dengan sedemikian.

Dalam hal ini, beliau telah membuat beberapa dialog yang menarik dengan `Amr ibn Tharr, seorang hakim; dan orang sezamannya, Ibn Qays, dan al-Salt ibn Bahram mengesahkan fakta ini.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Tsuwair ibn Abi Fakhitah Yunus ibn Ishaq menilai Tsuwair seorang Rafidhah. Ibn Mu’in menganggap hadits Tsuwair tidak ada nilainya. Abu Hatim dan ulama lain menyatakan haditsnya dha’if.

Menurut ad-Daruquthni, hadits Tsuwair matruk. Sedang al-Tsawri memandang Tsuwair termasuk kelompok pendusta. Imam Bukhari mengabarkan, Yahya dan ibn Muhdi tidak menerima alias meninggalkan riwayat dari Tsuwair. Menurut ibn ‘Adi, ia memang seorang; Rafidhah, sehingga banyak orang yang memandang haditsnya lemah. Kelemahannya tampak jelas di dalam sejumlah riwayatnya. Hadits Tsuwair memang lebih mendekad dha’if daripada shahih. Ringkasnya, menurut penilaian para, ahli hadits, hadits Tsuwair tidak dapat dijadikan hujjah, walaupun Turmudzi meriwayatkannya. Ia bukan seorang tsiqat.

Kelemahannya terletak pada aqidahnya, yaitu Rafidhah.

c. Catatan : terdapat inskonsistensi penilaian oleh mahmud az zabby.


13. Jabir bin Yazid bin Harits al Ja’fi ia disebut adz Dzahabi dalam al mizan sebagai ulama kaum syi’ah. Dalam shahih Muslim (dari Jarrah) disebutkan sebuah pernyataan Jabir, bahwa ia meriwaytkan 70.000 hadits, dari Abu Ja’far (Imam Baqir as) dari Rasulullah saw. Adz Dzahabi mengatakan ” Jabir al Ja’fi adalah seorang rafidhi meskipun begitu Nasa’i, Abu Daud dan lainya berpegang pada riwayatnya. Az zabby tokoh ini ditolak oleh kalangan ulama ahlu sunnah diantaranya : Ibnu mu’in, Abu Hanifah, Imam syafi’i, Abu Akhqas, Al Humaydi, Yahya Ibn Ya’la, Ibn Hibban. Alasan penilakanya karena ia berfamam rafidhi.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb adz Dzahabi telah menyatakan dalam biografi beliau di dalam bukunya Al-Mizan, yang mengatakan beliau adalah seorang ulama Syi`ah. Dia telah menyebut dari Sufyan yang berkata bahawa dia mendengar Jabir berkata bahawa pegetahuan Rasul [sawas] telah dipindahkan kepada `Ali (as), kemudian kepada al-Hasan (as), dan seterusnya sehingga sampai kepada Imam Ja`fer al-Sadiq (as), yang sezaman dengannya.

Muslim telah menyebut beliau di dalam satu dari bab pertamanya dari sahihnya, menyebutkan al-Jarrah yang telah mendengar Jabir berkata bahawa dia mengetahui 70,000 ahadith dari Rasul semuanya disampaikan melalui Imam Ja`far al-Sadiq (as) (i.e. Imam Muhammad al-Baqir [as]). Dia juga telah menyebutkan dari Zuhayr sebagai berkata “Saya tahu 50,000 hadith, belum satupun yang saya telah sampaikan.” Satu hari, beliau menyebutkan satu hadith dan berkata, “Ini adalah satu dari 50,000 hadith.”

Menurut dari biografinya di dalam adz Dzahabi, Al-Mizan, setiap kali Jabir menyampaikan hadith melalui al-Baqir (as), beliau berkata: “Pengganti dari pengganti Rasul telah sampaikan kepada saya bahawa…” Di dalam biografinya di Al-Mizan, Ibn `Uday berkata: “Orang awam mengatakan bahawa [Jabir] pernah percaya di dalam perkara kembali semula.” Bergantung kepada penyampaian Za’idah, adz Dzahabi telah memasukkan biografinya di dalam Al-Mizan dan berkata: “Jabir al-Ju`fi adalah Rafidi yang mengutuk…” Walaupun begitu, keduanya al-Nisa’i dan Abu Dawud bergantung pada penyampaiannya.

Rujuk kepada hadith yang disampaikan mengenai sujud dengan tidak disengajakan di dalam kedua Sahih. Shihab, Abu `Awanah, dan banyak lagi yang sama kalibar telah menyebut dari beliau. Al-Thahbi, yang memperkatakannya di dalam Al-Mizan, telah meletakkan tanda keduanya Abu Dawud dan al-Tirmidzi pada nama beliau untuk menunjukkan pergantungan mereka terhadap penyampaiannya. Dia juga menyebut Sufyan sebagai berkata bahawa Jabir al-Ju`fi adalah orang yang takut kepada Allah ketika menyampaikan hadith, dan bahawa dia telah berkata: “Saya tidak pernah kenal sesiapa yang lebih wara’ dari beliau [Jabir].” Dia juga menyebutkan Shu`bah sebagai berkata bahawa Jabir adalah benar, dan ‘Setiap kali Jabir menyampaikan hadith, kami mendengarnya, kerana beliau amat dipercayai dari semua orang.” Waki` pernah berkata, “Jika keraguan bermain difikiran kamu, kamu boleh meragui sesiapa sahaja selain dari Jabir al-Ju`fi,” dan bahawa Ibn `Abd al-Hakam mendengar al-Shafi`i berkata bahawa Sufyan al-Thawri berkata kepada Shu`bah: “Jika kamu pernah meragui mengenai Jabir, itu adalah tandanya berakhir persahabatan kita.” Jabir meninggal pada tahun 127 atau 128 H, semoga Allah merahmati ruhnya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Jabir ibn Yazid ibn Harits al-Ju’fi al-Kufi . Ibn Mu’in menilai, Jabir itu pendusta. Di tempat lain, dia menegaskan, hadits Jabir tidak dapat diterima. “Demi Tuhan” katanya, “Jabir itu, pendusta dan mempercayai ajaran tentang, raj’ah.” Malahan, Abu Hanifah bersaksi, “Tak seorang pun yang kukenal sedusta Jabir al-Ju’fi. Setiap pendapat yang kusampaikan kepadanya, selalu dia ubah.” Diduga, ia memiliki 3.000 hadits palsu.

Menurut” Imam Nasa’i, hadits Jabir matruk (harus ditinggalkan, peny.). Karena ia bukan seorang tsiqat, maka haditsnya tidak dapat diterima. Ibn ‘Adi mengakui, pada umumnya, tuduhan yang dilemparkan kepada Jabir, karena ia mempercayai ajaran raj’ah. Jabir ibn ‘Abdil Hamid, misalnya, berkata begini, “Pantang: bagiku meriwayatkan hadits dari Jabir, ia mempercayai rajah” Abu Dawud berkata, tidak ada yang kuat pada hadits Jabir. Walaupun ia meriwayatkan satu hadits tentang sujud sahwi darinya, tetapi ini tidak berlawanan dengan pernyataannya mengenal Jabir. Imam Syafi’i menceritakan bahwa Sufyan ibn ‘Uyainah berkata, “Aku mendengar ucapan Jabir, lalu aku cepat-cepat (bersembunyi), takut kalau-kalau adzab menimpa diriku.”. Abu al-Akhqas berkata pula, “Bila aku berjalan bertemu Jabir, aku buru-buru mohon ampun kepada Allah.” Al-Humaydi mengutip Sufyan mendengar seseorang bertanya kepada Jabir tentang firman Allah Aku tidak akan ke luar dari bumi ini (Mesir), sehingga ayahku memberikan izin (QS, Yusuf 12:80).

Jabir menjawab, “Itu tidak ada. ta’wilnya.” Menurut Sufyan, tadi Jabir telah berdusta, “Apa maksud kata-kata “Jabir yang tadi itu?,” tanya Humayd. Sufyan lalu menjelaskan, bahwa orang: Rafidhah menganggap ‘Ali berada di langit, yang tak akan ke luar beserta para puteranya yang akan lahir kembali, kecuali setelah, ada panggilan: “Keluarlah kalian beserta si Anu, dari langit!” . Inilah, kata Jabir, ta’wil dari firman Allah di atas.

Tentu, riwayat Jabir tidak dapat diterima, karena ia mempercayai raj’ah, dan pendusta. Bahkan dia satu kelompok dengan saudara-saudara Yusuf. Yahya ibn Ya’ia mendengar Zaidah berkata, Jabir al-Ju’fi: itu seorang Rafidhah. Ia memaki sahabat-sahabat Nabi, Al-Humaydi mendengar seorang bertanya kepada Sufyan: “Apakah engkau melihat orang-orang yang menentang perkataan Jabir “Telah bercerita kepadaku washynya para washy?” Sufyan menjawab: “Perkataan itulah yang justru melemahkan Jabir.” Ibn Hibban menilai Jabir pengikut ‘Abdullah ibn saba’.

Menurut Jabir, ‘Ali akan kembali ke dunia. Begitu beberapa pendapat tentang Jabir al-Ju’fi. Jika pembaca ingin mengetahui lebih banyak lagi, silahkan membaca buku-buku tentang biografi perawi hadits. Dari pendapat-pendapat yang ada, dapat disimpulkan bahwa Jabir adalah orang Rafidhah, dan pendusta. Tapi anehnya, al-Musawi justru memandang Jabir sebagai seorang salafi, dan pemuka agama yang adil dan tsiqat. ‘Abdurrahman ibn ‘Abdullah al-Zar’i melihat di Rijal al-Syi’ah fi Al-Mizan, al-Musawi mengutip perkataan Jabir yang dikutip dari kitab al-Kafi, jilid 1, h. 2,18: “Kudengar Abu Ja’far as berkata bahwa barangsiapa menganggap dirinya telah mengumpulkan al-Qur’an secara keseluruhan, seperti diturunkan Allah, maka dia pasti berdusta. Sesungguhnya tidak ada orang yang mengumpulkan dan menghafal al-Qur’an secara keseluruhan seperti diturunkan Allah, kecuali ‘Ali ibn Abi Thalib dan para imam sesudahnya.”.

Dari sini jelas, Jabir seorang pemuka Rafidhah yang meyakini ketidaklengkapan al-Qur’an. Kalau begitu, bagaimana riwayatnya bisa dipandang shahih dan adil? Jawabnya, tentu saja tidak, kecuali oleh orang yang sepaham dan sealiran dengan dia.

c. Catatan: kritik tajam Mahmud az Zabby ini bertentangan dengan apa yang diajukan oleh Ayatullah Musawi yang mengutip pandangan penulis Sahih Muslim, dan az Zabby sama sekali tidak membahasnya. Berbagai tuduhan az Zabby lebih bersifat dia mencari rujukan yang sealiran dengan kepentingan dirinya. Tuduhan bahwa perawi hadis ini meyakini Al Qur’an tidak lengkap adalah tuduhan yang dipaksakan. Imam Ali dan Imam Ahlul Ba’it secara syar’i merupakan washi Rasulullah, bagaimana seorang muslim dapat menerima pandangan az Zabby jika dia sendiri menolak washi yang diperintahkan oleh Rasulllah sendiri untuk diikuti sebagimana diriwayatkan dalam Hadist Tsaqalain dan al safinah ?


14. Jarir bin Abdul Hamid adh Dhabi Ibnu Quthaibah dalam al Ma’arif memasukanya dalam kelompok syi’ah. Adz Dzahabi dalam al mizan menyebutkan bukhari dan muslim berpegang pada hadistnya. Az Zabby menyebutkan: bahwa Ibnu Hajar mengemukakan banyak ulama yang meriwayatkan hadist darinya. ’Ammar ibn al Maushuli berkata haditsnya dapat dijadikan hujjah ’Ali Ibn al Madaini menilai jarir seorang yang rajin melakukan sholat lail. Al Nasa’i memandang ia tsiqat. Abul qasim al Uka memandang keadilanya disepakati ulama. Az Zabby mengatakan ia bukan seorang syi’ah.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Di dalam kitabnya Al-Ma`arif, Ibn Qutaybah memasukankan beliau diantara pemuka Syi’ah, sedangkan adz Dzahabi menyebut beliau di dalam Al-Mizan, menyatakan dia sebagai periwayat yang terdapat dalam Sahih . Dia telah me memuji beliau dengan berkata: “Beliau adalah ulama dari Rayy yang mana banyak penulis hadis bergantung pada penyampaiannya,” disahkan secara ijma’ bahwa dia boleh dipercayai.

Rujuk kepada hadith beliau di dalam Sahih Bukhari dan Muslim yang disampaikan melalui A`mash, Mughirah, Mansur, Isma`il ibn Abu Khalid dan Abu Ishaq al-Shaybani. Qutaybah ibn Sa`id, Yahya ibn Yahya dan `Uthman ibn Abu Shaybah semuanya telah menyebutkan hadith dari beliau sebagaimana yang dituliskan di dalam kedua Sahih. Dia meninggal, semoga Allah merahmati ruhnya, di Rayy pada tahun 187 H. Ketika berumur 77 Tahun.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Jarir ibn ‘Abdul Hamid al-Dhabi al-Kufi Tidak benar menganggap Jarir tokoh Syi’ah. Sebab di buku-buku biografi perawi hadits tidak dijumpai pernyataan yang menyatakan demikian atau yang menyatakan Jarir pembid’ah.

Bahkan ia termasuk seorang perawi yang disepakati keadilan dan tsiqatnya. Pendapat al-Musawi dalam Dialog Sunnah-Syi’ah, bahwa Jarir adalah tokoh Syi’ah, yang ia kutip dari buku al-Ma’arif karya ibn Quthaibah, tidak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi dijadikan pegangan menurut ukuran ulama hadits.

Berikut ini saya kemukakan beberapa pendapat ulama hadits mengenai Jarir, agar tampak jelas bahwa anggapan al-Musawi itu tidak benar. Kitab-kitab Shahih dan Sunan meriwayatkan hadits dari Jarir, karena ada kesepakatan penilaian bahwa Jarir itu adil dan tsiqat, sehingga haditsnya dapat dijadikan hujjah. Dengan demikian, jelaslah pula kepalsuan dan provokasi yang dilakukan al-Musawi dalam Dialog Sunnah-Syi’ah terhadap Jarir, seorang perawi hadits yang agung, ia dianggap Syi’ah, padahal itu tidak benar. Ibn Hajar, ketika melihat banyak ulama meriwayatkan hadits dari Jarir, menilainya tsiqat, perlu didatangi. ‘Ammar ibn al-Maushuli berkata bahwa hadits dari Jarir dapat dijadikan hujjah, dalam beberapa kitab shahih.

Perhatikanlah betapa adilnya Jarir ketika ia berkata “Aku melihat dan mengenal ibn Abi Najih, Jabir al-Ju’fi dan ibn Juraij. Tetapi aku tidak menulis sesuatu dari mereka.”. Ketika ditanya mengapa ia tidak memanfaatkan mereka. Jarir menjawab, karena Jabir mempercayai raj’ah, Abu Najih penganut paham Qadariyah, sedangkan ibn Juraij menghalalkan kawin mut’ah.’Ali ibn al-Madini menilai Jarir seorang yang rajin melakukan shalat malam. ‘Ajili menyebut Jarir sebagai orang Kufah yang tsiqat. Al-Nasa’i juga memandang dia tsiqat. Menurut Abul Qasim al-Ulka’i, keadilannya disepakati oleh para ulama.

c. Catatan Mamud ahmad az Zabby tidak menanggapi hasil pengkajian Ibn Qutaibah.


15. Ja’far bin Ziyad al Ahmar, Abu Daud menyebutkanya sebagai syiah shaduq begitu pula Ibnu Adi. Turmudzi dan al Nasai berpegang pada riwayatnya, sebagimana disebutkan dalam al Mizan karya adz dzahabi. Az Zabby menuliskan: Ahmad menilai haditsnya baik. Ibnu Mu’in, ja’far seorang yang tsiqat. Tetapi menurut Muhammad ibn Utsman ibn abi syaibah dari Yahya, Ja’far seorang syi’ah. Ya’qub ibn Abi Sufyan memandang Ja’far seorang yang Tsiqat. Abu Zara’ah memandang ia sangat jujur Ibnu Muhdi meriwayatkan hadis darinya. Al Nasa’i menyebutnya tak ada cela pada diri ja’far.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Abu Dawud telah menyebut beliau dengan berkata: “Beliau adalah seorang Syi’ah yang jujur.” Al-Jawzjani telah berkata: “Beliau telah menyimpang dari jalan,” yang berarti menyimpang dari jalan al-Jawzjani kepada jalan keturunan Rasul [as]. Ibn `Adi telah menerangkan beliau sebagai syi’ha yang wara’. Cucu nya al-Husayn ibn `Ali ibn Ja`fer ibn Ziyad telah berkata: “Datuk saya Ja`fer adalah seorang ketua Shi`a di Khurasan.” Abu Ja`fer al-Dawaniqi meminta ikat leher untuk dipasangkan ke leher beliau dan leher sekumpulan Syi’ah yang lain dan ditarik seperti tawanan; kemudian dia memenjarakan mereka untuk waktu yang lama. Ibn `Ayinah, Waki`, Abu Ghassan al-Mahdi, Yahya ibn Bishr al-Hariri dan Ibn Mahdi semuanya telah menyebutkan hadith dari beliau, dan sebagai penasihat mereka. Ibn Ma`in dan yang lainnya telah menganggap beliau sebagai penyampai hadith Rasul.

Ahmad menyatakan hadith beliau sebagai Sahih, dan benar. Adz Dzahabi menyebutnya di dalam Al-Mizan dan menyampaikan apa yang dikatakan diatas, meletakkan tanda keduanya al-Tirmidzi dan al-Nisa’i pada nama beliau sebagai tanda kedua mereka itu bergantung pada beliau. Rujuk kepada hadith beliau seperti yang disebutkan di dalam Sahih mereka melalui orang lain yang sama kalibar. Dia meninggal, semoga Allah merahmati ruhnya, pada tahun 167 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Ja’far ibn Ziyad al-Ahmar al-Kufi Menurut Ahmad, hadits Ja’far baik. Sekelompok orang menyatakan, seperti dinukilkan dari ibn Mu’in, bahwa Ja’far tsiqat. Tapi menurut Muhammad ibn ‘Utsman ibn Abi Syaibah dari Yahya, Ja’far seorang Syi’ah. Al-Jauzjani berkata, Ja’far menyimpang jauh dari jalan yang benar. Tapi Ya’qub ibn Abi Sufyan memandang Ja’far orang tsiqat. Menurut Abu Zara’ah, ia sangat jujur.

Abu Dawud pun menilainya jujur, walaupun ia seorang Syi’ah. Ibn Muhdi meriwayatkan hadits darinya. Dan kata al-Nasa’i, “Tak ada cela pada, diri Ja’far.” Dengan melihat pendapat-pendapat ulama diatas, tampak nyata kesepakatan ulama mengenai kejujuran Ja’far. Ia seorang Syi’ah, tetapi bukan Rafidhah. Ia pembid’ah yang tidak kafir lantaran bid’ahnya. Ia juga tidak mempromosikan bid’ahnya, juga tidak menghalalkan cara berdusta demi bid’ahnya. Karena itu, tak ada alasan untuk tidak menerima riwayatnya.


16. Ja’far bin Sulaiman adh Dhab’i al Bisri ( Abu Sulaiman) Ibnu Quthaibah menganggapnya sebagi seorang syi’ah (baca al Ma’arif 206) Ibnu Sa’ad menganggapnya sebagai seorang yang berfaham syi’ah dan dapat dipercaya. Adz Dzahabi menyebutkan dalam almizan. Bahwa muslim berpegang pada haditsnya seperti yang dijumoai dalam kitab shahih. Az zabby sang polemis menuliskan : Yahya Ibnu Mu’in menganggapnya tsiqah Hammad Ibn Zayd memandang tidak terlarang menerima riwayatnya. Meskipun dia syiah dan banyak menceritakan dir Ali bin Abi Thalib. Ibn Adi mengatakan Ja’far seorang syi’ah tetapi bukan masalah.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Ja`fer ibn Sulayman al-Dab`i al-Basri (Abu Sulayman) Pada halaman 206 dari bukunya Ma`arif, Ibn Qutaybah memasukan beliau diantara pemuka Shi`a. Ibn Sa`d telah menyebut beliau dan menekankan bahawa beliau adalah seorang Shi`a dan dipercayai pada menyampaikan hadith.

Ahmad ibn al-Miqdam telah menuduh beliau sebagai “Rafidi.” Ibn `Adi telah menyebut beliau dengan berkata: “Beliau adalah Syi`ah. Tidak terdapat kecacatan pada penyampaiannya, hadith beliau tidak dapat disanggah, dan saya menganggap beliau sebagai seorang yang hadithnya boleh diterima.” Abu Talib telah berkata: “Saya telah mendengar Ahmed berkata bahawa tidak ada sebarang kesalahan dengan ahadith yang disampaikan oleh Ja`fer ibn Sulayman al-Dab`i.”. Ianya telah dikatakan kepada Ahmed, “Tetapi Sulayman ibn Harb berkata bahawa dia tidak menuliskan hadith dari al-Dab`i.” Ahmed menjawab dengan berkata bahawa Ibn Harb tidak melarang sesiapa yang hendak menulis hadith dari al-Dab`i, dan bahawa [ibn Harb perjudis adalah kerana] al-Dab`i seorang Shi`a yang menyampaikan ahadith mengenai `Ali ibn Abu Talib.” Ibn Ma`in telah berkata: “Saya telah mendengar cakap-cakap yang tertentu dari `Abdul-Razzaq yang mengesahkan kepercayaannya terhadap madhab’ Shia. Saya berkata kepada dia: “Penasihat kamu, seperti Mu`ammar, Ibn Jurayh, al-Awza`i, Malik, dan Sufyan, semuanya adalah Sunni.

Dimana kamu belajar ini [madhab shia]?’ Dia menjawab: ‘Satu hari, Ja`fer ibn Sulayman al-Dab`i melawat kami, dan saya melihat dia sangat mulia, wara’ dan darinya saya belajar madhab ini.’ Pada pendapat saya, Muhammad ibn Abu Bakr al-Muqaddami telah melihat yang sebaliknya! Dia dengan secara terbuka pernah berkata bahawa Ja`fer belajar “Rafidism” dari `Abdul-Razzaq; dari itu, dia pernah mengutuk yang terkemudian dan berkata: “Tiada siapa yang merosakkan kepercayaan Ja`fer selain dari dia [`Abdul-Razzaq].” Menyebut dari Sahl ibn Abu Khadouthah, al-Aqili telah berkata: “Saya berkata kepada Ja`fer ibn Sulayman: `Saya telah mendengar bahawa kamu mengutuk Abu Bakr dan Umar,’ Dia menjawab: ‘Mengutuk saya tidak pernah lakukan, tetapi membenci, kamu boleh katakan apa yang kamu suka.’ Bergantung pada Jarir ibn Yazid ibn Harun, Ibn Haban telah berkata di dalam Thiqat, “Bapak saya telah menghantar saya kepada Abu Ja`fer al-Dab`i. Saya berkata kepadanya: Saya telah mendengar kamu mengutuk Abu Bakr and `Umer.’ Dia menjawab: `Saya tidak mengutuk mereka. Tetapi jika kamu hendak mengatakan saya bencikan mereka, ikut sukalah,’ dari itu, saya merumuskan bahawa dia adalah Rafidi.”

Di dalam biografi Ja`fer di Al-Mizan, al-Thahbi telah memuatkan semua yang diatas dan juga menekankan kepada fakta bahawa beliau adalah seorang yang wara’ ‘alim’ walaupun Shia. Muslim bergantung kepada beliau di dalam Sahihnya, dan menyebutkan sebahagian dari hadithnya yang unik yang tidak diterbitkan ditempat lain, sebagaimana al-Thahbi sendiri telah mengesahkan apabila dia menyampaikan biografi Ja`fer.

Rujuk kepada hadithnya di dalam Sahih yang disampaikan melalui Thabit al-Banani, al-Ja`d ibn `Uthman, Abu `Umran al-Jawni, Yazid ibn al-Rashk dan Sa`id al-Jariri. Qatan ibn Nasir, Yahya ibn Yahya, Qutaybah, Muhammad ibn `Ubayd ibn Hasab, Ibn Mahdi dan Musaddid kesemua mereka telah menyampaikan hadith darinya. Sebagai contoh, beliau telah berkata: “Rasul Allah [sawas], telah menghantar satu pasukan tentera Muslim di bawah pemerintahan Ali; dsb.” Hadith lain yang beliau sampaikan: “Apa yang kamu mahu dari `Ali? `Ali adalah dari saya, dan saya adalah dari dia. Dia adalah wali (ketua) selepas saya bagi setiap yang beriman” sebagaimana yang tertulis di dalam Sahih al-Nisa’i’s dan disampaikan melalui Ibn `Adi dari al-Nisa’i. Al-Thahbi telah menyatakan yang diatas ketika membincangkan Ja`fer di dalam bukunya Al-Mizan. Dia meninggal di dalam bulan Rajab pada tahun 178 H; semoga Allah merahmatinya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Ja’far ibn Sulaiman al-Dhab’I Yahya ibn Mu’in menganggap Ja’far tsiqat. Ahmad pun menilai Ja’far tak bercela. Ibn Sa’ad memandang dia tsiqat, tetapi katanya, terdapat kelemahan, yaitu dia bertasyayyu’. Hammad ibn Zayd berkata, “Tidak terlarang menerima riwayatnya, meskipun dia Syi’ah dan banyak menceritakan tentang diri ‘Ali, dan orang Bashrah berlebih-lebihan dalam memuji ‘Ali. Ibn ‘Adi menegaskan: “Ja’far itu orang Syi’ah, tetapi itu bukan masalah. Dia juga meriwayatkan hadits-hadits yang menerangkan keutamaan Abu Bakar dan ‘Umar, dan hadits-haditsnya tidak ditolak.

Menurut pendapatku, dia termasuk orang yang pantas diterima riwayatnya.” Dengan demikian, tidak seorang pun yang menuduh Ja’far pendusta, Rafidhah, atau mengajak kepada bid’ah. Ia hanya dikenal sebagai pengagung ‘Ali, alias bertasyayyu’. Namun ia jujur dan istiqamah. Dan tasyayyu’ bukanlah bid’ah yang menjadikan kafir. Karena itu tidak ada halangan untuk menerima riwayatnya. Atas dasar ini Imam Muslim dan penyusun kitab-kitab Sunan menerima hadits Ja’far.Jadi, Ja’far bukan orang Rafidhah bukan pendusta, dan tidak mempromosikan bid’ahnya.

Keterangan tentang ini ada dalam buku Tahdzib al-Tahdzib dan Mizan al-I’tidal. Bagi ibn Hibban, Ja’far seorang tsiqat dalam meriwayatkan hadits. Tetapi diakui, ia gandrung kepada Ahlul Bait. Namun ia tidak mempromosikan bid’ahnya itu. Para ahli hadits dari imam-imam kita, demikian ibn Hibban; tidak berselisih pendapat bahwa orang jujur –jika ia pembid’ah, tetapi tidak mempromosikan bid’ahnya– haditsnya dapat diterima dan dijadikan hujjah.Al-Azdari melihat ada bid’ah dan kejujuran sekaligus pada diri Ja’far.

Ada ungkapan “Ja’far memusuhi sebagian ulama salaf, tetapi ia tidak dusta dalam berhadits.”. Adapun anggapan al-Musawi dalam Dialog Sunnah-Syi’ah bahwa Ja’far memaki Abu Bakar dan ‘Umar, itu ia kutip dari Mizan secara sepotong-potong supaya sejalan dengan pendapatnya sendiri.

Pengutipan seperti itu sama dengan orang yang membaca ayat, fa waylul lil mushallin, tanpa melanjutkan ke ayat al-ladzina hum fi shalatihin sahun. Khadir ibn Muhammad ibn Syuja’ al-Jaziri mengutip ucapan Ja’far. Khadir bertanya kepadanya: “Kami mendengar isu bahwa anda memaki ‘Abu Bakar dan ‘Umar.” Ja’far menjawab, “Aku tidak memaki, tapi hanya membenci”. Wahab ibn Baqiah’ juga berkisah serupa. Ibn ‘Adi mengutip Zakaria al-Saji yang berkata, “Adapun cerita mengenai makian Ja’far kepada Abu Bakar dan ‘Umar, itu tidak dimaksudkan tertuju kepada Abu Bakar dan ‘Umar yang sahabat Nabi. Tetapi ditujukan kepada dua orang tetangga Ja’far. Mereka berdua menyakiti Ja’far. Hanya saja, nama mereka kebetulan sama: Abu Bakar dan ‘Umar.” Lalu ada yang bertanya tentang kedua, insan tadi. Ja’far menjawab, “Saya tidak memaki, tapi hanya membenci.” Jadi yang dibenci Ja’far bukanlah, Abu Bakar dan ‘Umar yang sahabat Nabi.

Dalam al Mizan, al-Dzahabi berkata, “Cerita di atas ada, benarnya, sebab terbukti Ja’far banyak meriwayatkan hadits yang, menerangkan keutamaan dan kelebihan Abu Bakar dan ‘Umar. Jadi, Ja’far itu jujur dan polos.”.


17. Jumai’ bin ’Umairah bin Tsahlabah at Tamimi ia disebutkan oleh abu Atim dalam al mizan sebagai seorang yang berasal dari kufah yang baik riwayat hadistnya, yang sudah lama sekali menganut faham syi’ah. Ibnu hibban juga menyebutnya sebagai rafidhi. Turmudzi menilai hadistnya sebagai hasan (baik) Az Zabby menyebutkan : ia dikenal pula sebagai Taymullah, Imam Bukhari mengatakan dia patut dipertimbangkan. As Saji menyebutkan dia bisa diperhitungkan dan dia itu jujur. Al Ajli menyebutkan , dia tabi’in yang tsiqat.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Jami` ibn `Umayrah ibn Tha`labah al-Kufi al-Taymi (Taymullah) Abu Hatim telah menyebut biografi beliau di dalam bukunya Al-Mizan, pada penghujungnya dia mengatakan: “Al-Kufi adalah seorang ternama Shia, yang mana hadith beliau adalah sahih penyampaiannya.” Ibn Haban telah menyebutkan beliau dan berkata sebagaimana yang tertulis di dalam Al-Mizan, bahawa beliau adalah “Rafidi.” Saya katakan bahawa al-`Ala’ ibn Salih, Sadaqah ibn al-Muthanna, dan Hakim ibn Jubayr kesemua mereka telah mendapatkan ilmu pengetahuan dari beliau, sebagai penasihat mereka.

Buku Sunan menyebutkan dari beliau tiga kali. Al-Tirmidzi telah menggunakan hadith beliau sebagaimana buku adz Dzahabi Al-Mizan mengesahkan. Beliau adalah seorang dari tabi`in. Beliau belajar dari Ibn `Umar dan `Aiysah. Satu hadith yang dipelajarinya dari Ibn `Umar mengatakan bahawa dia [Ibn Umer] telah mendengar Rasul Allah berkata kepada Ali: “Kamu adalah saudaraku didunia ini dan juga diakhirat.”.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Jami’ ibn ‘Umairah ibn Tsa’labah al-Kufi at-Taimy Disebut juga dia Taymullah. Imam Bukhari mengatakan: “Dia patut, dipertimbangkan”. Abu Hatim berkata: “Dia orang Kufah, seorang Tabi’in, dan Syi’ah yang, terhormat. Dia jujur dan baik haditsnya”. Kata ibn ‘Adi: “Dia seperti yang dikatakan Bukhari. Hadits-haditsnya bisa dipertimbangkan.

Hadits yang diriwayatkannya umumnya tidak diikuti orang”. Ibn Numair berkata: “Dia seorang yang paling banyak berdusta: Dia pernah berkata: “Sesungguhnya burung jenjang itu beranak di langit, dan anaknya tidak jatuh”. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Kitab adh-Dhu’afa (Kitab Hadits-hadits Dha’if), dengan sanad darinya. Katanya: “Dia itu Rafidhah yang memalsukan hadits”. Adz-Dzahabi berkata: “Dalam kitab-kitab Sunan, ada tiga hadits yang diriwayatkan olehnya, sebagiannya dianggap hasan oleh Tirmidzi”. As-Saji berkata: “Dia memiliki hadits-hadits munkar. Dia bisa diperhitungkan dan dia itu jujur”. Berkata al-Ajli: “Dia tabi’in yang tsiqat”. Dari komentar-komentar para ahli hadits tentang dirinya, nyatalah bahwa Jami’ tidak dikaitkan dengan paham rafadh.


18. Al harsits bin Husairah (Abu Nu’man) al Azdi. Abu Hatim ar razi menyebutnya sebagai seorang yang sejak lama menganut syi’ah. Begitu pula adz Dzahabi dalam kitabnya. Nasa’i meriwayatkan dalam hadistnya. Az Zabby menuliskan dalam bukunya : Yahya Ibn Mu’in menyebut seorang yang tsiqat. Ibn ”adi hadisnya bisa ditulsi. Al daruquthni mengaku ia sebagai guru syi’ah.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al-Harith ibn Hasirah Abul Nu`man al-Azdi al-Kufi Abu Hatim al-Razi menerangkan beliau sebagai seorang terkemuka Shia. Abu Ahmad al-Zubayri telah mengatakan bahawa dari beliaulah kepercayaan boleh kembali semula. Ibn `Adi menyebut beliau dengan berkata: “Hadithnya telah dituliskan walaupun saya telah melihat kelemahan di dalamnya. Beliau adalah seorang Kufi yang akan di bakar di dalam api, kerana kepercayaan Shi’a nya.” Thanij telah berkata: “Saya bertanya kepada Jarir: `Pernahkah kamu bertemu al-Harith ibn Hasirah?’ Dia menjawab, `Ya, sebenarnya, Saya pernah. Saya berjumpa dengan beliau, seorang tua yang duduk diam dikebanyakkan masa, dan dia menekankan kepada sesuatu yang dermawan.’” Yahya ibn Ma`in telah menyebut beliau dan berkata: “Dia boleh dipercayai [walaupun] Khashbi [nama seorang yang menghina dan merendahkan Shi`a, tr.].” Al-Nisa’i, juga, mempercayai beliau.

Al-Thawri, Malik ibn Maghul, `Abdullah ibn Namir, dan kumpulan yang mempunyai kalibar yang sama dengan mereka, semuanya telah menyebut dari beliau, oleh kerana beliau adalah penasihat mereka yang mana mereka telah percayai. Adz Dzahabi telah menyampaikan biograpfi beliau di dalam bukunya Al-Mizan dengan mengatakan semua yang diatas.

Rujuk kepada hadithnya di dalam Sunan melalui Zayd ibn Wahab, `Ikrimah, dan kumpulan dari kelas mereka. Al-Nisa’i menyebut `Abbad ibn Ya`qub al-Rawajni yang menyebutkan rantaian penyampai termasuk `Abdullah ibn `Abdul-Malik al-Mas`udi bahawa al-Harith ibn Hasirah, menurut Zayd ibn Wahab, telah menyampaikan bahawa `Ali (as) telah didengar sebagai berkata: “Saya adalah hamba Allah dan adik kepada RasulNya, tiada siapa yang boleh mengatakan yang sedemikian melainkan dia seorang pendusta.”

Al-Harith ibn Hasirah menyampaikan melalui Abu Dawud al-Subai`i, melalui `Umran ibn Hasin, yang berkata: “Saya sedang duduk di dalam kehadiran Rasul Allah [sawas], dengan Ali duduk disebelahnya. Rasul Allah [sawas] telah membaca: `Atau siapa lagi [selain dari Allah] yang akan menolong kepada orang yang memerlukan pertolongan, menghapuskan kesusahannya, dan menjadikan kamu pemerintah dibumi?’ `Ali telah tergerak menggeletar dengannya; dari itu Rasul Allah [sawas] telah menepuk bahu Ali dan berkata: ‘Tiada siapa yang mencintai kamu melainkan mereka yang benar-benar beriman, dan tiada siapa yang membenci kamu melainkan yang hipokrit sehinggalah ke hari pengadilan.’”

Tradisionists seperti Muhammad ibn Kuthayyir dan yang lainnya telah menyebutkan hadith yang dibacakan diatas dari Al-Harith ibn Hasirah. Al-Thahbi telah menyampaikannya ketika mengatakan biograpfi bagi Nafi` ibn al-Harith melalui rantaian penyampai yang sama. Apabila dia sampai kepada Al-Harith ibn Hasirah, dia komen dengan berkata, “Beliau boleh dipercayai; tetapi beliau adalah juga seorang Rafidi.”

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Harits ibn Husairah Abu al-Nu’man al-Azdi al-Kufi1 Menurut Yahya ibn Mu’in, Harits seorang Khasyabi yang tsiqat.

Namanya ditambah Khasyabah, yang berarti kayu, tiang, yaitu tiang yang dipakai menyalib Zaid ibn ‘Ali Al-Nasa’i juga memandang dia tsiqat, menurut ibn ‘Adi, haditsnya bisa ditulis walaupun dha’if. Yahya termasuk orang kufah yang berlebih-lebihan dalam mengagungkan ‘Ali. Begitu pula kata Abu Hatim al-Razi, Harits seorang Syi’ah tulen. “Kalau al-Tsawri tidak meriwayatkan hadits darinya, tentu haditsnya sudah kubuang jauh-jaub,” tambahnya.

Al-Daruquthni mengakui Harits sebagai guru Syi’ah, yang berlebih-lebihan dalam memuji ‘Ali. Tapi al-Ajri menilainya sebagai Syi’i yang sangat jujur. Al-Ajili, al-Numair dan ibn Hibban memandangnya tsiqat. Kesimpulannya, Harits memang seorang Syi’ah. Tetapi ia bukan Rafidhah. Para ahli hadits mengakui ia jujur, tidak berdusta, atau mengajak orang lain mengikuti pahamnya: Karena itu, tidak ada cegahan untuk menerima riwayatnya.


19. al Harits bin Abdullah al Hamadani ia adalah kaan karib imam Ali bin Abi Thalib termasuk tabi’in yang terhormat. Ibnu Quthaibah menyebutnya sebagai seorang syi’ah. Ibnu Hibban juga berkata demikian. Adz Dzahabbi mengatakan yang sama dan menyebutkan hadits-hadist yang diriwayatkanya terdapat dalam kitab hadist yang empat. Termasuk Nasa’i Az Zabby menuliskan penolakanya yang panjang terhadap hadist beliau keslahanya adalah karena mencintai Imam Ali bin Abi Thalib (yang dalam pandanganya terlalu berlebihan).

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sebagai berikut: Al-Harith ibn `Abdullah al-Hamadani Beliau adalah seorang sahabat karib kepada Amirul Mukminin [as] dan seorang tabi’in yang terbaik. Beliau seorang Shi`a yang tidak memerlukan kepada sebarang bukti. Beliau adalah yang pertama yang dihitung oleh Ibn Qutaybah di dalam bukunya Ma`arif sebagai pemuka Shi`a.

Al-Thahbi telah menyebut beliau di dalam bukunya Al-Mizan, mengakui bahawa beliau adalah ulama yang terkenal dikalangan tabi`in; kemudian dia menyebut kenyataan Ibn Haban sebagai berkata bahawa beliau adalah seorang ‘pelampau’ di dalam kepercayaan Shi`a. Selepas itu, dengan banyaknya, dia menyebutkan mengenai ramai manusia yang marah kepada beliau kerana kepercayaan Shi`anya. Walaupun terdapat semua ini, dia juga merakamkan ijmak mereka, bahawa beliau berpengetahuan tinggi, wara’ dan amat memahami mengenai amalan agama. Dia juga mengaku bahawa ahadith yang disampaikan oleh al-Harith terdapat di dalam empat buku Sunan. Dia menyatakan kepada fakta bahawa Nisa’i, walaupun perjudis, telah bergantung dengan kuat pada penyampaian al-Harith, mengakui bahawa manusia umum walaupun memperkecilkan beliau, tetapi terus juga menyampaikan hadith dari beliau di dalam perkara agama, dan namun begitu al-Sha`bi memanggil beliau pendusta, kemudian dia berpaling dan menyebutkan hadith daripadanya!

Adz Dzahabi menyatakan yang berikutnya di dalam bukunya Al-Mizan: “Nyata sekali, al-Nisa’i mendustakan beliau apabila sampai kepada percakapan dan cerita; tetapi apabila beliau menyampaikan hadith, dia mempercayai beliau.” Al-Mizan menyebut Muhammad ibn Sirin sebagai berkata: “Terdapat 5 sahabat Ibn Mas’ud yang terkenal. Saya mengetahui empat dari mereka, tetapi saya tertinggal al-Harith, yang saya tidak pernah jumpa. Dia adalah yang terbaik dari mereka semua.” Terdapat kontroversi yang besar mengenai siapakah yang tiga orang lagi, iaitu Alqamah, Masruq, atau `Ubaydah, yang terbaik. Saya katakan bahawa Allah telah membolehkan tradisionists yang dipercayai untuk melakukan keadilan kepada al-Sha`bi dan membuktikan dia sebagai pendusta.

Ini telah ditunjukan oleh Ibn `Abd al-Birr di dalam bukunya Jami’` Bayanul `Ilm yang menyebutkan kenyataan jujur yang dibuat oleh Ibrahim al-Nakh`i terhadap pembohongan al-Sha`bi, dia menambah secara lisan: “Saya fikir bahawa al-Sha`bi telah menerima pembalasan yang setimpal kerana mengatakan yang berikut mengenai al-Harith al-Hamadani: `Al-Harith, seorang pendusta, memberitahu saya bahawa …, etc.’”[4]

Ibn `Abd al-Birr telah berkata: “Al-Harith tidak menunjukkan sebarang tanda sebagai seorang pendusta; sebahagian manusia telah merasa sakit hati terhadap beliau kerana cintanya kepada `Ali yang amat mendalam dan telah mengutamakan Ali dari yang lain. Inilah sebabnya mengapa al-Sha`bi telah mengatakan beliau sebagai pendusta, oleh kerana al-Sha`bi mengutamakan Abu Bakr, dengan mengatakan bahawa Abu Bakar adalah orang yang pertama pada memeluk Islam, dan dia mengutamakan `Umer, juga.” Diantara mereka yang dengki terhadap al-Harith adalah Muhammad Ibn Sa`d yang memuatkan biograpfi al-Harith di dalam jilid 6 pada bukunya Tabaqat, mengatakan bahawa al-Harith berkata ‘yang cemar’.

Dengan mengatakan ini dia tidak dapat melakukan apa-apa kepada al-Harith, tidak juga kepada pemuka-pemuka Shi`a yang lain, apabila tiba pada ilmu pengetahuan atau keberanian. Perkataan cemar yang dirujuk Ibn Sa`d adalah tidak lain dari bersekutu kepada keturunan Muhammad dan mengambil mereka sebagai petunjuk di dalam semua perkara sebagaimana Ibn `Abd al-Birr telah mengesahkan di dalam kenyataannya diatas. Al-Harith meninggal pada tahun 65 H; semoga Allah merahmati ruhnya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. Harits ibn ‘Abdillah al-Hamadani al-A’war Dalam kitab Shahih, Imam Muslim mengutip Quthaibah dan Jarir yang menceritakan Harits dari Mughirah yang menerima kabar dari Sya’bi.

Kesimpulannya: Harits al-A’war pendusta. Menurut Abu Ishaq, Harits itu pendusta. Pendapat serupa dinyatakan oleh Jarir. Amar ibn ‘Ali berkata: “Yahya dan ‘Abdurrahman tidak meriwayatkan hadits dari Harits.” Riwayat dari Yahya ibn Mu’in tentang Harits itu masih kontroversial. Akan tetapi ‘Utsman al-Darimi mengatakan tidak dapat diikuti atau diterima.

Abu Zara’ah berkata: “Hadits Harits tidak dapat dijadikan hujjah.” Menurut Abu Hatim, Harits itu lemah, dha’if, ia tidak termasuk orang yang haditsnya dijadikan hujjah.” Kata al-Nasa’i: “Hadits Harits tidak kuat, alias lemah.”. Ibn Hajar berkata: “Aku sudah membaca kitab Mizan karya al-Dzahabi. Di situ dikatakan bahwa al-Nasa’i yang sangat kritis terhadap para perawi hadits, menerima dan menjadikan hujjah hadits dari Harits al-A’war.

Padahal mayoritas (jumhur) ulama memandangnya dha’if. Namun, walaupun mereka juga meriwayatkan al-A’war itu dusta, tapi mereka meriwayatkan haditsnya. Asy-Sya’bi hanya mendustakan hikayat-hikayat al-A’war, bukan haditsnya.”. “Menurut saya,” demikian ibn Hajar, “Imam Nasa’i tidak berhujjah dengan hadits al-A’war.

Dalam kitab Sunannya, beliau hanya meriwayatkan satu hadits dari al-A’war. Itu pun disertai sanad lain, yaitu ibn Maysarah. Ada pula hadits lain yang diriwayatkan darinya, yaitu hadits tentang al-yawm wa al-laylah, juga disertai sanad lain. Inilah keseluruhan hadits al-A’war yang ada pada Nasa’i.” Hafidh menyatakan bahwa ibn Hibban dalam kitab shahihnya memasukkan hadits al-A’war sebagai hadits yang dapat dijadikan hujjah. Namun ibn Hajar mengaku tidak menemukan itu pada kitab Shahih ibn Hibban. Ibn Hibban memang meriwayatkan satu hadits melalui sanad Amr ibli Murrah dari Harits ibn ‘Abdillah al-Kufi dari ibn Mas’ud.

Jadi lbn Hibban tidak meriwayatkan dari Harits al-A’war, melainkan dari Harits ibn ‘Abdillah. Dan Harits yang terakhir ini memang dipandang tsiqat oleh ibn Hibban. Ibn ‘Adi berkata bahwa pada umumnya riwayat al-A’war tidak digubris orang. Ibn Hibban menyatakan bahwa A’war adalah orang yang berlebih-lebihan dalam memuji ‘Ali atau bertasyayyu’.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama hadits sepakat bahwa al-A’war ialah perawi yang dha’if, tidak tsiqat, dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Namun penulis Dialog Sunnah-Syi’ah menganggapnya sebagai salah seorang perawi yang adil dan tsiqat.


20. Habib bin Abu Tsabit al asdi al Kabili, Ibnu Quthaibah menyebutkanya dalam al Ma’arif sebagai seorang tokoh syi’ah. Demikian pula asy syahrastani dalam kitabnya al milal wa nihal. Adz Dzahabi menyebutkan ia sebagai perawi hadis yang meriwayatkan dalam ke enam hadist termasuk shahi bukhari dan Muslim. Az Zabby tidak berkomentar banyak dan mengatakan hadisnya diterima di kalangan ahli hadis, selebihnya polemik az zabby dengan syafruddin al musawwi.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sebagai berikut: Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sebagai berikut: Al-Harith ibn `Abdullah al-Hamadani Habib ibn Abu Thabit al-Asadi al-Kahili al-Kufi Dia adalah seorang dari tabi`in.

Qutaybah, di dalam bukunya Ma`arif, dan Shahristani, di dalam bukunya Al-Milal wal Nihal, keduanya telah memuatkan beliau diantara pemuka Shi`a. Al-Thahbi telah menyebut beliau di dalam bukunya Al-Mizan, memberi tanda pada nama beliau dengan petunjuk bahawa pengarang enam Sahih bergantung kepada penyampaian beliau tanpa ragu-ragu. Yahya Ibn Ma`in dan sekumpulan ulama yang lain telah mempercayai beliau.

Bagaimana pun Al-Dawalibi telah mengatakan yang buruk mengenai beliau dan mengkelasifikasinya sebagai ‘lemah’ hanya kerana beliau seorang Shi`a. Apa yang sebenarnya memeranjatkan saya adalah atitiut Ibn `Awn yang tidak dapat mencari sebarang sebab untuk mengadakan keraguan terhadap tradisi Habib, walaupun dia bersungguh-sungguh pada melakukannya; dari itu dia terpaksa memandang rendah kepada beliau dan memanggil beliau ‘peperangan’ ‘bermata-satu’. Kelemahan sebenar sesaorang adalah melakukan dosa dan mengatakan perkataan yang buruk terhadap orang lain, tidak pada kehilangan sebelah mata.

Rujuk kepada tradisi Habib di dalam sahih Bukhari dan Muslim seperti yang disampaikan melalui Sa`id ibn Jubayr dan Abu Wa’il. Hadith beliau yang disampaikan melalui Zayd ibn Wahab telah dirakamkan hanya di dalam sahih Bukhari. Di dalam sahih Muslim, hadith beliau telah disampaikan melalui Muhammad ibn `Ali ibn `Abdullah ibn `Abbas, dan melalui Tawus, al-Dahhak al-Mashriqi, Abu `Abbas ibn al-Sha`ir, Abu al-Minhal `Abdul-Rahman, `Ata’ ibn Yasin, Ibrahim ibn Sa`d ibn Abu Waqqas, dan melalui Mujahid.

Di dalam kedua sahih Misar, al-Thawri, dan Shu`bah telah menyebutkan tradisi beliau. Di dalam sahih Muslim, ahadith beliau telah disebutkan oleh Sulayman al-A`mash, Hasin, `Abdul-`Aziz ibn Sayah dan Abu Ishaq al-Shaybani. Dia meninggal, semoga Allah merahmati ruhnya, pada tahun 119 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi . Hubaib ibn Tsabit al-Asadi al-Kahili al-Kufi Para ulama sepakat bahwa Hubaib dapat dijadikan hujjah. Mereka hanya menentang tadlis (pencampuradukan) yang dilakukan Hubaib. Tak seorang pun ulama hadits, yang menyatakan Hubaib pembid’ah. Karena itu Imam Bukhari dan Muslim, dan penyusun kitab hadits lainnya meriwayatkan hadits Hubaib. Akan tetapi al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, begitu antusias meriwayatkan hadits-hadits palsu untuk menguatkan pendapat dan madzhabnya.

Begitu juga dia, sangat antusias mencampuradukkan riwayat antara yang haq dengan yang bathil. Karena itu, dia menyebutkan riwayat Quthaibah dan al-Syahristani, dan memandangnya sebagai riwayat yang mu’tamad, dapat dipercaya. Padahal riwayat ini tidak dijumpai dalam buku-buku ahli hadits. Tentu saja hal ini tidak terpisah dari usahanya (al-Musawi) untuk mempromosikan Ibn Qataibah sebagai perawi yang tsiqat, adil dan agung, agar dapat menguatkan madzhabnya, yaitu madzhab Rafidhah. Bersamaan dengan itu ia kecam hadits-hadits dalam buku induk hadits yang enam (Kutubus-Sittah).


21. Hasan bin Hayy (Saleh) bin Saleh al Hamdani (saudara kembar Ali bin saleh) adz dzahabi menyebutnya sebagai tokoh yang menganut faham syi’ah Ibn Sa’ad menyebutkanya dalam juz 6 at Thabaqat sebagai orang yang dapat dipercaya dan kuat hadistnya. Ibn Qutaibah menyebutkanya sebagai orang syi’ah. Muslim dan ahli hadis lainya berpegang pada hadis dia. Az Zabby menyebutkan keterangan yang panjang tetapi tidak menampik pendapat al musawwi.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at Al-Hasan ibn Hayy Nama lengkap Hayy adalah Salih ibn Salih al-Hamadani, adik kepada `Ali ibn Salih. Kedua mereka dilahirkan kembar dan berada di senarai teratas bagi orang kenamaan Shi`a. `Ali telah dilahirkan satu jam lebih awal. Tiada siapa pernah mendengar adiknya memanggil beliau dengan namanya yang pertama, sebaliknya dia selalu merujuk kepada beliau sebagai “Abu Muhammad.”. Ini telah dinyatakan di dalam jilid 6 dari buku Ibn Sa`d Tabaqat, di dalam bab yang mengatakan al-Hasan.

Pengarang mengatakan: “Al-Hasan adalah seorang dari kenamaan, tetapi dia telah dijangkiti dengan Shi`ism. Dia telah tidak mengambil bahagian di dalam solat Jum`a, dan dia menyampaikan pada penolakkan pemerintah yang zalim.” Dia juga menyebut kepada fakta bahawa manusia tidak pernah meminta Allah mensejahterakan `Uthman. Ibn Sa`d telah menyebutnya di dalam jilid 6 pada bukunya Tabaqat, dengan mengatakan, “Dia adalah dipercayai; beliau menyampaikan banyak hadith, dan beliau adalah Shi’a.”

Imam Ibn Qutaybah telah memuatkan nama beliau diantara nama-nama penyampai hadith yang lainnya di dalam buku Ma`arif, menerangkan bahawa beliau adalah Shi’a. Pada penghujung bukunya, dia menuliskan al-Hasan diantara penyampai yang sedemikian. Muslim dan pengarang buku Sunan, semuanya telah bergantung pada penyampaian beliau.

Rujuklah kepada hadithnya di dalam Sahih Muslim seperti yang disampaikan oleh Sammak ibn Harb, Isma`il al-Sadi, `Asim al-Ahwal, dan Harun ibn Sa`d. `Ubaydullah ibn Musa al-`Abasi, Yahya ibn Adam, Hamid ibn `Abdul-Rahman al-Rawasi, `Ali ibn al-Ja`d, Ahmed ibn Yunus dan semua mereka yang intelek, berkalibar dan terkenal telah belajar dari beliau.

Di dalam biograpfinya di dalam Al-Mizan, al-Thahbi menunjukkan bahawa Ibn Ma`in dan yang lain telah mempercayai hadith dari beliau. Dia menambah dengan berkata bahawa `Abdullah ibn Ahmed telah menyebutkan dari bapanya sabagai berkata bahawa al-Hasan lebih sahih dari Sharik. Al-Thahbi juga menyatakan bahawa Abu Hatim telah berkata: “Dia dipercayai mempunyai daya ingatan yang baik dan sahih,” dan bahawa Abu Zar`ah telah berkata: “Dia mempunyai di dalam dirinya kesempurnaan, fiqh, wara’ dan zuhud,” dan bahawa Nisa’i telah mempercayai beliau. Dia juga menyebut dari Abu Na`im sebagai berkata: “Saya telah menyebutkan 800 ahli tradisionists; saya tidak menjumpai seorang yang lebih baik dari al-Hasan ibn Salih,” dan bahawa dia juga telah berkata: “saya telah dapati tiada siapa yang tidak bersalah selain dari al-Hasan ibn Salih.” Dia menyebut `Ubaydah ibn Sulayman berkata: “Allah merasa malu untuk mencederakan al-Hasan ibn Salih.”. Dia menyebut Yahya ibn `Ali Bakir meminta al-Hasan ibn Salih: “Terangkan kepada kami bagaimana untuk melakukan mandi jenazah;” dia tidak dapat melakukannya kerana telah dikuasai oleh tangisan. Dia menyebut `Ubaydullah ibn Musa berkata: “Saya pernah membaca al-Quran di kehadiran `Ali ibn Salih. Setelah selesai membaca ayat `Amalkan kesabaran [Wahai Muhammad]!; Kami telah memberikan kepada mereka hanya sampai kepada waktu yang ditentukan,’ adiknya jatuh dan berbunyi seperti lembu yang luka; maka Ali mengangkat beliau, menyapu dan mencuci mukanya dan memegangnya supaya tidak jatuh lagi,” dan bahawa Waki` telah berkata: “Al-Hasan dan `Ali anak kepada Salih dan ibu mereka membahagikan waktu malam diantara mereka tiga bahagian: setiap mereka bergilir pada bahagian mereka dari itu dapat terus berjaga, menghabiskannya di dalam beribadah dan sanjungan. Apabila ibu mereka meninggal dunia, mereka membahagikan kepada dua. Kemudian Ali meninggal, maka al-Hasan tinggal berjaga sepanjang malam beribadah.” Abu Sulayman al-Darani telah berkata: “Saya tidak pernah melihat sesiapa yang teramat takut dari al-Hasan anak kepada Salih yang berdiri sepanjang malam membaca Bab 78 dari al-Quran dan pengsan bahkan bagun dan terus membaca hingga ke pagi.” Dia dilahirkan, semoga Allah merahmatinya, pada tahun 100 H. Dan meninggal pada tahun 169.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. Hasan ibn Shalih ibn Shalih ibn Hayy Abu ‘Abdullah al-Hamadani ats-Tsauri Dalam kitab Mizan, al-Dzahabi. menerangkan bahwa Hasan adalah pembid’ah, mengagungkan ‘Ali (tasyayu’) walau pun tidak ekstrim, dan ia tidak melakukan shalat Jum’at. ‘Abu Nu’aim berkata: “Ketika mendengar sebutan atau nama Ibn Hayy, ats-Tsauri berkata: ‘ia diketahui suka membawa pedang,’ maksudnya untuk memerangi para pemimpin yang lalim.”. Ibn Mu’in dan ulama lainnya memandang tsiqat terhadap Hasan. ‘Abdullah ibn Ahmad menegaskan bahwa Hasan lebih baik daripada Syarik.

Menurut Abu Hatim, ia tsiqat, hafizh, dan dapat dipercaya. Abu Zara’ah berkata: “Pada Hasan terkumpul sifat-sifat seperti bisa dipercaya, alim fiqh, tekun ibadah, dan asketis.” Dan Imam Nasa’i menyatakan bahwa ia tsiqat. Ibn Sa’ad, berkata: “Hasan adalah nasik (orang yang berjalan menuju jalan Allah), tekun ibadah, ahli fiqh, dan kebanyakan haditsnya, dapat dijadikan hujjah.” Para ahli hadits sepakat bahwa Hasan adalah tsiqat, hafidz, dan terpercaya.

Sifat-sifat ini memiliki nilai tinggi dalam ta’dil (penimbangan hadits). Walaupun beberapa persoalan menimpa dirinya, hal ini tidak merusak tsiqat, ‘adalah (keadilan) dan maqbulnya riwayat yang disampaikannya. Ibn Hajar berkata: “Para ulama menyaksikan bahwa Hasan diketahui membawa pedang, guna memerangi pemimpin-pemimpin yang menyeleweng. Ini adalah pendapat lama ulama salaf. Sungguhpun demikian ada peristiwa lain yang dapat menghilangkan, sekurang-kurangnya mengurangi citra yang kurang baik pada Hasan, yaitu ketika para ulama menyaksikan Hasan berlaga dalam pertempuran Harurah dan pertempuran Ibn Asy’ats.

Peristiwa ini tentu menjadi pelajaran dan renungan bagi orang yang mau berpikir. Adanya kenyataan seperti di atas tidak merusak atau mengurangi kredibilitas seorang yang sudah dipositifkan sifat adilnya, dikenal hafalannya, terpercaya, dan sifat wara’nya yang sempurna. Bahwa Hasan tidak melakukan shalat Jum’at, karena ia berpendapat bahwa seseorang tidak boleh shalat di belakang (bermakmum) imam yang fasiq. Ia menyatakan bahwa kekuasaan imam yang fasiq tidak absah (bathil). Inilah alasan yang dipakai Hasan. Walaupun pendapatnya itu tidak benar, tetapi harus diingat bahwa dia adalah seorang mujtahid. Berita bahwa Hasan tidak melakukan shalat Jum’at datang dari ats-Tsauri ketika murid Hasan menyatakan: “Ibn Mubarak berkata bahwa Hasan tidak melakukan shalat Jum’at. Padahal aku (Abu Nu’aim) menyaksikan Hasan melakukan shalat Jum’at di tempat khusus yang dirahasiakan, dan dilakukan seusai shalat Jum’at yang umum.”


22. al Hakam bin Utaibah al kufi. Ibnu Quthaibah menyebutkanya sebagai tokoh yang berfaham syi’ah. Bukhari dan Muslim berpegang kepada haditsnya. Az Zabby mengomentari . bahwa ia memiliki nama lain Abu ’Abdillah dan Abu Umar al kufi. Ia menuliskan mengutip dari al awzi, Ibn Muhdi, sebagai tsiqat tsabat. Mengutip dari Ibn Mu’in, Nasai dan Abu Hatim dengan pernyataan yang sama.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at Al-Hakam ibn `Utaybah al-Kufi Ibn Qutaybah telah menunjukkan kepada fakta bahawa al-Hakam ibn `Utaybah adalah seorang Shi`a di dalam bukunya Ma`arif dan menjumlahkan beliau diantara kenamaan Shi`a. Keduanya Bukhari dan Muslim bergantung kepada penyampaian beliau.

Rujuk kepada hadith beliau di dalam Sahih mereka seperti yang disampaikan oleh Abu Jahifah, Ibrahim al-Nakh`i, Mujahid, dan Sa`id ibn Jubayr. Di dalam Sahih Muslim, ianya disampaikan oleh `Abdul-Rahman ibn Abu Layla, al-Qasim ibn Mukhaymarah, Abu Salih, Tharr ibn `Abdullah, Sa`id ibn `Abdul-Rahman ibn `Abzi, Yahya al-Jazzar, Nafi` (hamba Ibn `Umer), `Ata’ ibn Abu Rabah, `Imarah ibn `Umayr, `Arrak ibn Malik, al-Sha`bi, Maymun ibn Mahran, al-Hasan al-`Arni, Mus`ab ibn Sa`d dan `Ali ibn al-Husayn.

Di dalam kedua sahihs, hadith-hadith beliau telah disebutkan oleh Mansur, Misar dan Shu`bah. Terutama di dalam Sahih Bukhari, hadith-hadith beliau telah disampaikan oleh `Abdul-Malik ibn Abu Ghaniya. Di dalam Sahih Muslim, hadith-hadith beliau telah disampaikan oleh al-A`mash, `Amr ibn Qays, Zayd ibn Abu Anisa, Malik ibn al-Maghul; Aban ibn Taghlib, Hamzah al-Zayyat, Muhammad ibn Jehada, Mutraf dan Abu `Awanah. Beliau meninggal pada tahun 115 H. Pada umur 65 tahun.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Al-Hakam ibn ‘Utaibah al-Kufi a1-Kindi Hakam dikenal pula dengan nama Abu ‘Abdiflah dan Abu ‘Umar al-Kufi. Hakam di sini bukan Hakam ibn ‘Utaibah ibn Nahhas, salah seorang tabi’in.

Beberapa pendapat ulama tentang dirinya dapat dilihat dari keterangan-keterangan berikut. Al-Awza’i menyatakan bahwa Hakam alim fiqh. Ibn Muhdi berkata: “Hakam adalah tsiqat tsabat (positif tsiqat)”. Ibn Mu’in, Nasa’i dan Abu Hatim menyatakan pula bahwa Hakam tsiqat. Nasa’i menambahkan kata tsabat: Hal serupa dinyatakan oleh ‘Ajili. Katanya lagi: “Hakam memiliki ajaran (sunnah) dan pengikut. Di dalam ajarannya terlihat adanya tasyayyu’; walau tidak terlalu.


23. Hammad bin Isa Juhani dikenal sebagai ulama syi’ah, beliau adalah pengikut setia Imam Ja’far ash Shadiq, telah meriwayatkan dari Imam 70 hadist. Ad Daruqutni meriwayatkan hadisnya. Az Zabby menuliskan bahwa ia adalah seorang yang shaleh, mengutip dari Ibn Mu’in. Tetapi hadist riwayatnya di dhoifkan oleh Abu Hatim, Al Ajiri, Ibnu Hajar. Dengan alasan ia pengikut Ahlul Ba’it.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sebagai berikut: Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at Hammad ibn `Isa al-Jehni Dia wafat di Juhfa. Abu `Ali telah menyebut beliau di dalam bukunya Muntahal Maqal. Al-Hasan ibn `Ali ibn Dawud meringkaskan artikal tersebut di dalam karangannya Mukhtasar, di dalam bab pada mengatakan biografi orang-orang tertentu, sekumpulan ulama Shi`a dan pengarang biografi dan kamus, telah menganggap beliau sebagai boleh dipercayai, dari pengikut-pengikut para Imam petunjuk [as].

Dia belajar dari Imam al-Sadiq [as], 70 hadith oleh Rasul [sawas], tetapi beliau tidak menyampaikan lebih dari 20 hadith. Dia telah mengarang beberapa buku yang mana diketahui oleh pengikut kepercayaan kami. Suatu ketika beliau hadir pada Imam Abul-Hasan al-Kazim [as], dan berkata: “Semoga nyawa saya dipertaruhkan untuk kamu! Tolong doakan kepada Allah untuk merahmati saya dengan sebuah rumah, seorang isteri, seorang anak, seorang orang suruhan dan menunaikan haji setiap tahun.”. Hammad berkata: “Apabila dia mendoakan untuk saya mengerjakan haji 50 kali, saya telah pasti saya tidak akan hidup lebih dari itu. Saya telah mengerjakan haji tahunan sebanyak 48 kali; ini adalah rumah saya yang dengannya Allah telah merahmati saya; dihujung sana isteri saya disebalik tabir mendengar kepada saya; ini adalah anak saya, dan ini orang suruhan saya; saya telah dirahmati dengan semua ini.” Dua tahun kemudian, dan setelah mengerjakan haji 50 kali, beliau bersama Abul `Abbas al-Nawfali al-Qasir pada menunaikan haji ke 51 kali.
Apabila dia sampai ketempat dimana para jamaah memakai pakaian ihram, dia masuk ke sungai Juhfa untuk mandi, tetapi arusnya telah menghanyutkan beliau, dan dia wafat sebelum dapat mengerjakan hajinya yang ke 51 kali. Kematiannya, semoga Allah merahmati ruhnya, berlaku pada tahun 209 Hij. Tempat lahirnya adalah Kufa, tetapi dia tinggal di Basrah. Dia hidup lebih dari 70 tahun. Kami telah jalankan kajian yang mendalam di dalam biograpfi beliau di dalam buku kami Mukhtasar al-Kalam fi Mu’allifi al-Shi`a min Sadr al-Islam [Sejarah Ringkas Terhadap Pengarang Shi`a Pada Permulaan Islam].

Al-Thahbi telah menyebutkan beliau dan meletakkan “TQ” pada nama beliau sebagai rujukan kepada mereka diantara pengarang Sunan yang telah menyebutkan hadith dari beliau [Tirmithi] dan Daruqutni, dan telah menyebutkan kepada fakta bahawa beliau telah wafat dalam tahun 208 Hij., dan bahawa beliau telah menyampaikan hadith melalui Imam al-Sadiq (as). Pengarang telah menunjukkan rasa benci kepada beliau, dan mengatakan hadithnya sebagai ‘lemah’ dengan tidak ada sebab melainkan bahawa kepercayaannya adalah Shi`a. Aneh sungguh, Daruqutni mengatakan hadith beliau ‘lemah’ pada suatu ketika, sedangkan diketika yang lain menggunakannya sebagai penyampai hadith di dalam buku Sunannya sendiri – beginilah caranya sebahagian dari kelakuan manusia!

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Hammad ibn Isa al-Juhani Ghariq al-Juhfah1 Ibn Mu’in menyatakan Hammad sebagai seorang tua yang saleh. Menurut Abu Hatim, haditsnya dha’if. Al-Ajiri juga memandang dia dha’if dan banyak meriwayatkan hadits munkar. Ibn Hajar berkata: “Hakim dan Naqasyi meriwayatkan dari Ibn Juraij dan Ja’far ash-Shadiq hadits-hadits palsu.”.

Ad-Daruquthni memandang Hammad dha’if. Ibn Hibban menyatakan seperti yang dikemukakan Hakim dan Naqasyi di atas. Dan ibn Makhul berkata: “Ulama hadits mendha’ifkan hadits-hadits Hammad.” Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa para ahli hadits memandang hadits Hammad lemah atau dha’if, dan tidak dapat dijadikan hujjah. Berbeda dengan kesepakatan ulama hadits, al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, memandang Hammad sebagai salah seorang perawi mereka yang tsiqat.

Al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah berkata: “Sungguh mengherankan al-Daruquthni mendha’ifkan hadits Hammad, tetapi ia meriwayatkan dalam kitab Sunannya. Menurut hemat saya, tidak ada yang perlu diherankan. Sebab di kalangan ulama hadits, tidak dipandang berlawanan antara menjatuhkan hukum dha’if terhadap seorang perawi dengan tindakan meriwayatkan hadits-hadits darinya. Maka sering dijumpai hadits seorang perawi ditulis, tetapi tidak dijadikan hujjah. Untuk itu telah terkenal di kalangan ulama hadits kata-kata berikut: yuktabu haditsuhu wa ia yuhtajju bihi, (haditsnya bisa ditulis, tetapi tidak dapat dijadikan hujjah).

c. Catatan: Bandingkan dengan pernyataan Musawi yang tidak ditanggapi oleh az Zabby ” Aneh sungguh, Daruqutni mengatakan hadith beliau ‘lemah’ pada suatu ketika, sedangkan diketika yang lain menggunakannya sebagai penyampai hadith di dalam buku Sunannya sendiri – beginilah “


24. Hamran bin A’yan ( Saudara Zurarah) Keduanya termasuk seorang syiah yang terpercaya, yang menjaga dan mendalami ilmu syari’at pengikut setia Imam al Baqir dan ash Shadiq. Ibn Hibban memasukan mereka sebagai orang yang tsiqat. Az Zabby menuliskan dalam bukunya. Mengutip Al Ajiri dario Anu dawud yang mengomentari bahwa ia orang syi’ah.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at Hamran ibn `Ayinah Beliau adalah adik kepada Zurarah. Keduanya adalah diantara Shi’a yang amat dipercayai, penjaga shari’a, lautan pengetahuan mengenai keturunan Muhammad [as] Mereka adalah pelita di dalam kegelapan dan tungak bagi petunjuk. Mereka selalu bersama Imams al-Baqir dan al-Sadiq (as) dan menikmati status yang mulia pada mata para Imams diantara keturunan Muhammad.

Al-Thahbi menyebut Hamran di dalam bukunya Al-Mizan, menandakan nama beliau dengan ‘Q’ untuk menunjukkan siapakah diantara penyusun Sunan yang bergantung kepada penyampaian beliau [i.e. Dar Qutni.] Kemudian al-Thahbi menambah: “Beliau telah menyampaikan hadith dari Abul Tufayl dan lainnya. Hamzah telah membacakan al-Quran kepada beliau, dan beliau sendiri pernah membacanya dengan tepat dan sempurna.” Ibn Ma`in menganggap hadith beliau ‘boleh diabaikan’ sedangkan Abu Hatim menyambutnya sebagai penasihat [mentor]. Sebaliknya Abu Dawud melabel beliau sebagai “Rafidi.”

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Hamran ibn Ayan al-Kufi, tuannya Bani Syaibah Menurut Ibn Mu’in, hadits Hamran tidak ada nilainya. Abu Hatim berkata: “ia orang tua yang baik”. Al-Ajiri meriwayatkan dari Abu Dawud bahwa Hamran orang Rafidhah. Ahmad berkata: “Ia dan saudaranya penganut Syi’ah.” An-Nasai’i menyatakan ia tidak tsiqat.

Menurut ibn ‘Adi, ia bukan orang yang hina. Ibn Hibban memasukkan dia dalam daftar perawi yang tsiqat. Ibn Hibban memang dikenal sebagai orang yang agak gegabah dalam hal ini. Dari perbagai pendapat yang tampaknya kontradiktif itu, terlihat secara jelas kedha’ifan hadits Hamran, dan tidak dapat dijadikan hujjah. Namun demikian al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah memandang dia sebagai perawi yang adil. Tentu saja, karena dia penganut paham Rafidhah.


25. Khalid bin Mukhallad al Qatwani (abu Haitsam) Disebutkan oleh ibnu sa’ad dalam ath Thabaqat bahwa ia seorang penanganut paham syi’ah. AbuDaud menyebutnya sebagai seorang shaduq. Bukhari dan Muslim berpegang pada hadisnya. Az Zabby dalam bukunya tidak membantah bahkan menegaskan kesyiahan dia dengan mengambil rujukan dari Ibn Hajar.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Khalid ibn Mukhlid al-Qatwani Juga dikenali sebagai Abul-Haytham al-Kufi, beliau adalah seorang dari mentor [penasihat] Bukhari, seperti mana yang terkemudian menyatakan di dalam Sahihnya. Ibn Sa`d menyebutnya pada muka surat 283, Vol. 6, di bukunya Tabaqat, sebagai berkata, “Dia adalah pengikut kuat Shi`a. Dia meninggal di Kufa di dalam pertengahan tahun 213 H. semasa pemerintahan al-Ma’mun. Dia adalah pelampau di dalam kepercayaan Shi`a dan penulis telah merakamkan fakta ini.”.

Abu Dawud menyebut beliau dengan berkata: “Beliau adalah benar; tetapi beliau adalah pengikut Shi`ism.” Al-Jawzjani berkata yang berikut mengenai beliau: “Beliau tidak pernah berhenti menolak orang-orang tertentu, secara umum menerangkan kezaliman golongannya.”

Al-Thahbi menyampaikan biografi beliau di dalam bukunya Al-Mizan, menyebutkan pandangan keduanya Abu Dawud dan Jawzjani seperti yang tertulis diatas. Bahkan keduanya Bukhari dan Muslim telah bergantung kepada penyampaian di dalam beberapa bab di dalam Sahih-sahih mereka. Rujuk kepada hadith beliau di dalam Sahih Bukhari seperti yang disampaikan dari al-Mughirah ibn `Abdul-Rahman, dan di dalam Sahih Muslim oleh Muhammad ibn Ja`fer ibn Abul Kathir, Malik ibn Anas, dan Muhammad ibn Musa.

Kedua Sahih menyebutkan di Al-Mizan beliau dari Sulayman ibn Bilal dan `Ali ibn Mushir. Al-Bukhari menyebut hadith beliau di dalam beberapa tempat pada Sahihnya, tanpa merujuk kepada mana-mana rantaian penyampai, menyebutkan dua hadith beliau dari Muhammad ibn `Uthman ibn Karamah. Muslim menyebutkan hadith beliau seperti yang disampaikan oleh Abu Karib, Ahmed ibn `Uthman al-`Awdi, al-Qasim ibn Zakariyyah, `Abd ibn Hamid, Ibn Abu Shaybah, dan Muhammad ibn `Abdullah ibn Namir. Pengarang bagi Sunan semuanya bergantung kepada penyampaian hadith beliau, sedang mereka sedar akan golongannya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi ‘Khalid ibn Mukhallad al-Qathwani ,Ibn Hajar berkata: “Para pemuka dan guru-guru imam Bukhari meriwayatkan hadits dari Khalid. Imam Bukhari juga meriwayatkan satu hadits darinya”.

Menurut al-Ajli, ia tsiqat, tapi bertasyayyu’. Ibn Sa’ad berkata: “ia seorang Syi’ah yang berlebih-lebihan.” Shalih ibn Jazarah berkata: “Khalid itu tsiqat, tapi ia dituduh pemuja ‘Ali yang ekstrim.” Menurut Ahmad Abu Dawud ia jujur, tapi bertasyayyu’. Abu Hatim berkata: “Haditsnya bisa ditulis, tapi tidak dapat dijadikan hujjah.” Ibn Hajar menanggapi pendapat-pendapat di atas.

Katanya: “Mengenai tasyayyu’, sudah kukatakan sebelumnya bahwa itu tidak membahayakan, apalagi jika ia tidak mempromosikan bid’ahnya.” Adapun hadits-haditsnya yang munkar, telah diseleksi oleh Ahmad ibn Adi, lalu ia menuturkannya secara sempurna. Dan hadits-hadits yang munkar itu, bukan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari.

Dari keterangan di atas jelaslah bahwa para ulama telah sepakat akan kejujuran Khalid. Mereka memandang dia bertasyayyu’, tapi bukan rafadh, dan tidak mempromosikan bid’ahnya. Karena itu tidak ada persoalan untuk berhujjah dengan haditsnya. Ini menunjukkan kejujuran ulama Sunni dan komitmen mereka terhadap metoda yang mereka buat dalam penerimaan riwayat.


26. Daud bin Abu ’Auf (Abbul Jahhaf) Ibn ”Adi menyebutkanya sebagai seorang syi’i dia menolak periwayatanya karena ia meriwayatkan hadis keutamaan ahlul ba’it. Tetapi Abu daud dan Nasai serta Ahmad dan Yahya berpoegang pada hadistnya. Az Zabby tidak menolak pandangan itu.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Dawud ibn Abu `Awf (Abul-Hijab) Ibn `Adi telah menyebut beliau dengan berkata, “Saya tidak boleh bergantung kepada penyampaiannya disebabkan beliau adalah Shi’a. Kebanyakkan dari hadith yang beliau sampaikan adalah berkenaan kemuliaan Ahl al-Bayt.”.

Pertimbangkanlah keanehan kenyataan yang sedemikian!! Ya tidak ada apa-apa yang menimpa terhadap Dawud dari Nasibis ini, oleh kerana keduanya Sufyans menyebutkan hadith beliau, sebagai tambahan kepada `Ali ibn `Abis dan lainnya yang tergolong di dalam para elit diantara yang terkemuka.

Keduanya Abu Dawud dan al-Nisa’i telah bergantung kepada penyampaian beliau, dan begitu juga Ahmed dan Yahya. Al-Nisa’i telah mengatakan yang berikut mengenai beliau: “Tidak ada apa-apa yang salah pada hadith beliau.” Abu Hatim telah berkata: “Hadith beliau baik.” Al-Thahbi telah menyebutkan testimoni sedemikian di dalam sahihnya. Rujuk kepada hadith beliau di dalam Sunan Abu Dawud, di dalam al-Nisa’i’s melalui Abu Hazim al-Ashja`i, `Ikrimah, dan lainnya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Dawud ibn Abi’Auf Abul Jahhaf Ahmad dan Yahya memandang Dawud orang yang tsiqat. An-Nasa’i menyatakan, tak ada kelemahan padanya. Menurut Abu Hatim, hadits Dawud baik. Ibn ‘Adi berkata: “Bagiku Dawud bukan termasuk perawi yang haditsnya dapat dijadikan hujjah. Ia orang Syi’ah.” Hadits-hadits yang diriwayatkan Dawud kebanyakan mengenai keutamaan Ahlul Bayt.

Setelah kita melihat pendapat ulama di atas, kita menjadi tidak heran mengapa penyusun kitab-kitab Sunan meriwayatkan hadits Dawud. Sebab Dawud bukan pembid’ah yang kafir lantaran bid’ahnya sebagaimana orang Rafidhah, juga bukan orang pembid’ah yang mempromosikan bid’ahnya. Dan para ulama tidak mencap dia sebagai pendusta.


27. Zahid bin Harits bin Abdul Karim al Yami ( Abu Abdurrahman) adz Dzahabi menyebutkanya sebagai tabi’in yang terpercaya tetapi menganut faham syi’ah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan haidtsnya. Az Zabby tidak mengomentarinya bahkan tulisnaya justru melengkapi pandangan dia syi’ah yang dipercaya oleh para ulama penghimpun hadis.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sebagai berikut: Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Zubayd ibn al-Harith ibn `Abdul-Karim al-Yami al-Kufi Juga dikenali sebagai Abu `Abdul-Rahman, beliau telah disebutkan di dalam Al-Mizan, al-Thahbi dimana pengarang telah berkata: “Beliau adalah tabi’I yang dipercayai dan condong kepada Shi’a.’ Kemudian dia menyebutkan kenyataan untuk membuktikan bahawa hadith Zubayd telah disahkan oleh al-Qattan, dan bahawa terdapat pengkritik dan penilai terkenal yang menganggap beliau sebagai bekepercayaan.

Abu Ishaq al-Jawzjani telah menulis perkataan yang menghina mengenai beliau, itu memang khusus terhadap atitiutnya dan juga Nasibis yang lainnya, telah mengatakan:- “Diantara penduduk Kufa, terdapat sekumpulan yang kepercayaan mereka tidak diterima [oleh Nasibis], malah mereka adalah ahli hadith.

Diantara mereka adalah: Abu Ishaq, Mansur, Zubayd al-Yami, al-A`mash dan lainnya. Manusia telah menerimanya dengan tiada sebab selain dari kebenaran mereka di dalam menyampaikan hadith, dan penyampaiannya telah mengesahkan kepada kesahihan hadith dari satu dengan yang lainnya,’ sehinggalah kepada penghujung kenyataan yang mana kebenaran telah memaksa dia untuk mendedahkannya.

Kerap kali kebenaran telah diperkatakan oleh mereka yang berfikiran waras sebagaimana ianya juga diperkatakan oleh mereka yang degil dan keras hati. Bencana apakah yang boleh sampai kepada tunggak pengetahuan yang mulia ini, ahli hadith dalam Islam, jika kritik yang sedemikian tidak menghargai pandangan mereka yang tinggi terhadap kerabat rasul yang suci, yang menjadi pintu keampunan, penyelamat semua makhluk dimuka bumi ini selepas Rasul [sawas] sendiri, bahtera keselamatan ummahnya?

Bencana apa yang dapat menimpa mereka dari kritik yang sedemikian yang tidak mempunyai pilihan melainkan pada meneruskan pencarian, sehinggalah sampai kemuka pintu rumah mereka, dan tanpa pilihan memohon pertolongan mereka? Jika pemuka-pemuka kaum saya senang dengan saya Maka biarlah penjenayahnya bergeseran dan meradang Penyampai yang begini tidak memberikan sebarang perhatian kepada al-Jawzjani atau yang lainnya seperti dia, setelah beliau dianggap berkepercayaan oleh pengarang buku-buku Sahih dan Sunan.

Rujuk kepada hadith Zubayd di dalam keduanya iaitu Sahih Bukhari dan Muslim seperti yang disampaikan oleh Abu Wa’il, al-Sha`bi, Ibrahim al-Nakh`i, dan Sa`d ibn `Ubaydullah. Hanya Bukhari menyebut hadith beliau melalui Mujahid. Di dalam Sahih Muslim hadith beliau telah disampaikan oleh Murrah al-Hamadani, Muharib ibn Dithar, Ammarah ibn `Umayr, dan Ibrahim al-Taymi. Hadith beliau yang disebutkan di dalam kedua Sahih seperti yang disampaikan oleh Shu`bah, al-Thawri, dan Muhammad ibn Talhah. Di dalam Sahih Muslim hadith beliau telah disampaikan oleh Zuhayr ibn Mu`awiyah, Fadil ibn Ghazwan, dan Husayn ibn al-Nakh`i. Dia meninggal, semoga Allah merahmati ruhnya, pada tahun 124 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Zubayd ibn Harits ibn ‘Abdil Karim al-Yami Menurut al-Qaththan, Zubayd itu terpercaya. Ibn Mu’in, Abu Hatim dan an-Nasa’i memandang dia tsiqat. Ya’qub ibn Sufyan berkata: “ia tsiqat, namun ia cenderung pada tasyayyu’”‘. Menurut ibn Sa’ad, ia tsiqat dan memiliki beberapa hadits. Ia tergolong seorang Syaikh, walau ia tidak banyak memiliki hadits. Ia seorang ‘Alawi (orang yang berpihak pada ‘Ali atau memandang kebenaran di pihak ‘Ali dalam perselisihannya dengan Mu’awiyah).

Dalam kitab Tarikhnya, Imam Bukhari berkata: “‘Umar ibn Murrah menyatakan bahwa Zubayd orang yang jujur.” Ibn Hibban menyatakan dalam ats-Tsiqaat: “ia seorang yang banyak ibadahnya, berpegang kuat pada ketentuan fiqh, dalam agama, dan ia dikenal sangat wira’i.” Ulama jarh wat-ta’dil sepakat bahwa Zubayd adalah adil, tsiqat, dan kuat ingatan. Karena itu, para penyusun buku-buku induk hadits meriwayatkan haditsnya, walaupun Ya’qub ibn Sufyan –setelah memandang Zubayd tsiqat– berkata: “Hanya saja ia cenderung pada tasyayyu’”‘.

Pernyataan itu tidak mengurangi keadilan dan tsiqat Zubayd. Sebab yang dimaksud tasyayyu’ di sini, seperti sudah saya jelaskan, ialah kecenderungan (pemihakan) kepada ‘Ali ibn Abi Thalib dalam pertentangannya dengan Mu’awiyah. Ini jelas menunjukkan kejujuran atau objektifitas ulama Sunni, karena terbukti mereka tidak menggugurkan keadilan Zubayd hanya karena dia orang Syi’ah.

Mengenai perkataan Abu Ishak al-Juzjani tentang Zubayd tidaklah diperhitungkan oleh ulama Sunni, sebab menurut pengamatan ulama hadits, ia pembid’ah. Perkataan-perkataannya mengenai Zubayd tidak dapat dijadikan hujjah, sebab penilaian pembid’ah terhadap pembid’ah lain tidak ada artinya.


28. Zaid ibn Habbah Abul Hasan at Tamimi . Ibnu Qutaibah dan Adz Dzahabi menyebutnya sebagai seorang syi’ah yang tekun beribadah terpoercaya dan benar dalam ucapanya. Muslim meriwayatkan hadist darinya. Az Zaby tidak berklomentar banyak dia hanya menambah ulasan al Musawi.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Zayd ibn al-Habab, Abul-Hasan al-Kufi al-Tamimi Ibn Qutaybah telah memuatkan biograpfi beliau diantara biografi mereka yang dia telah jumlahkan diantara pemuka Shi’a di dalam hasil kerjanya Al-Ma`arif. Al-Thahbi telah menyebut beliau di dalam bukunya Al-Mizan, menerangkan beliau sebagai wara’, berkepercayaan, dan benar. Dia menunjukkan beliau telah dikatakan sebagai berkepercayaan oleh Ibn Ma`in dan Ibn al-Madini. Dia juga menyebutkan Abu Hatim dan Ahmed, menerangkan beliau sebagai benar, menambah bahawa ‘Adi telah berkata: “Beliau adalah seorang tradisionists Kufi yang dipercayai, yang mana kepercayaan kepadanyanya tidak diragukan.” Muslim telah bergantung kepada penyampaiannya.

Rujuk kepada Sahih Muslim yang mengandungi hadith beliau seperti yang disampaikan oleh Mu`awiyah ibn Salih, al-Dahhak ibn `Uthman, Qurrah ibn Khalid, Ibrahim ibn Nafi`, Yahya ibn Ayyub, Saif ibn Sulayman, Hasan ibn Waqid, `Ikrimah ibn `Ammar, `Abdul-`Aziz ibn Abu Salma, dan `Aflah ibn Sa`id. Hadith beliau telah disebutkan oleh Ibn Abu Shaybah, Muhammad ibn Hatim, Hasan al-Hulwani, Ahmed ibn al-Munthir, Ibn Namir, Ibn Karib, Muhammad ibn Rafi`, Zuhair ibn Harb, dan Muhammad ibn al-Faraj.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Zaid ibn Habbab Abul Hasan al-Kafi al-Tamimi Menurut adz-Dzahabi, Zaid adalah orang yang tekun beribadah. Ia tsiqat, jujur dan banyak melawat (mencari hadits). Ibn Mu’in dan Ibn al-Madini, juga memandang dia tsiqat. Penilaian yang sama diberikan oleh Abu Hatim dan Ahmad ibn Hanbal.

Jadi jelas bahwa Zaid bukan pembid’ah dan bukan pula pendusta. Karena itu, sebagian ahli hadits meriwayatkan haditsnya. Mengenai klaim Ibn Quthaibah bahwa Zaid orang Syi’ah, kami tidak menemukan hal tersebut dalam buku-buku biografi perawi. Kalau pun klaim itu benar, hal itu tidak mengurangi nilai tsiqat dan kejujuran Zaid. Sebab anda sudah paham tentang apa yang dimaksud tasyayyu’ di kalangan ulama hadits.


29. Salim bin Abil Ja’d al Asyja’I, Ibnu Qutaibah dan Syahrastani memasukanya dalam tokoh syi’ah. Adz DZahabi menyebutkanya sebagai tokoh terpercaya. Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits darinya. Az Zabby sang polemis tidak berkomentar banyak dia hanya menambah ulasan al musawi.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :.Salim ibn Abul Ja`d al-Ashja`i al-Kufi Beliau adalah adik kepada `Ubayd, Ziyad, `Umran, dan Muslim, anak lelaki Abul-Ja`d. Di dalam jilid 6 dari Al-Tabaqat, Sa`d menyebut kesemua mereka pada muka surat 2303 dan pada muka surat seterusnya. Apabila dia sampai kepada Muslim, dia berkata, “Abul-Ja`d mempunyai 6 orang anak lelaki. Dua darinya mengikuti Shi`ism. Mereka adalah Salim dan `Ubayd. Dua yang lain adalah Murji’is, sedang yang selebihnya adalah Kharijites. Bapa mereka pernah berkata: `Apa kena dengan kamu semua? Saya heran mengapa Allah menjadikan pandangan kamu berbeza amat sangat.’”.

Ibn Qutaybah telah membincangkannya pada muka surat 156 dari bukunya Ma`arif di dalam bab pada memperkatakan tabi`in Shi`a dan penggantian mereka. Sekumpulan ulama telah mengesahkan pandangan Salim ibn Abul-Ja`d kepada Shi’a. Qutaybah, pada muka surat 206 dari bukunya Ma`arif, telah memuatkannya diantara pemuka Shi`a, dan begitu juga al-Shahristani di dalam kerjanya Al-Milal wal Nihal di muka surat 27, Vol. 2, di dalam notakaki pada bab mengenai Ibn Hazm.

Al-Thahbi telah menyebut beliau di dalam bukunya Al-Mizan, mengatakan beliau sebagai tabi’i yang berkepercayaan. Dia juga mengatakan bahawa hadith beliau dari al-Nu`man ibn Bashir dan Jabir telah terjumlah di dalam kedua Sahih. Yang sebenarnya hadith beliau dari Anas ibn Malik dan Karib, telah terjumlah di dalam kedua Sahih sebagaimana ulama hadith telah sedia mengetahui.

Al-Thahbi mengatakan bahawa hadith beliau dari `Abdullah ibn `Umer, dan dari Ibn `Umer, terdapat di dalam Sahih Bukhari. Yang terkemudian juga mengandungi hadith beliau dari Ma`dan ibn Abu Talha dan dari bapa yang terkemudian.

Hadith beliau telah disebutkan di dalam kedua Sahih oleh al-A`mash, Qatadah, `Amr ibn Murrah, Mansur, dan Hasin ibn `Abdul-Rahman. Dia juga mengetahui hadith yang disebutkan oleh al-Nisa’i dan Abu Dawud di dalam Sunan mereka. Dia meninggal; sama ada pada tahun 87 atau 97 H. semasa pemerintahan Sulayman ibn `Abdul-Malik, atau, sebagaimana sebahagian mereka mengatakan semasa `Umer ibn `Abdul-`Aziz, dan Allah Maha Mengetahui

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi . Salim ibn Abil-Ja’d al-Asyja’i al-Kufi Menurut adz-Dzahabi, Salim adalah seorang tabi’in yang tsiqat. Ibn Mu’in, Abu Zara’ah dan an-Nasa’i juga memandang ia tsiqat. Ibn Sa’ad berkata: “Salim orang tsiqat, dan ia memiliki banyak hadits.” Al-Ajli menyatakan bahwa ia seorang tabi’in yang tsiqat. Dan menurut Ibrahim al-Harabi, para ahli sepakat bahwa ia tsiqat. Para ulama hadits sepakat mengenai sifat adil dan tsiqatnya Salim. Oleh karenanya, sebagian ulama hadits meriwayatkan hadits daripadanya. Mengenai perkataan al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah yang diterima dari ibn Quthaibah dan asy-Syahristani, kami menolaknya seperti penolakan pada keterangan sebelumnya (lihat keterangan mengenai perawi ke-28).


30. Salim bin Abi Hafsah al Ijli Syahrastani menyebutkanya sebagai tokoh syi’ah pentingdemikian pula al Fallas, Ibn ‘Adi dan Muhammad bin Basyir al Abdil. Ibn Sa’ad menyebutkanya sebagai penganut syi’ah. Adz Dzahabi menyebutkanya Turmudzi, Ibn Mu’in dan Sufyan serta Muhammad bin Fudhail meriwayatkan hadistnya. Az Zabby dalam bukunya mendo’ifkan hadis-hadis nya dengan alas an Turmudzi hanya mengambil satu hadis darinya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Salim ibn Abu Hafsah al-`Ijli al-Kufi Al-Shahristani memuatkannya di dalam buku Al-Milal wal-Nihal diantara pemuka Shi`a. Al-Fallas berkata: “Beliau adalah tradisionist yang ‘lemah’ yang melampau di dalam kepercayaan Shi`a.” Ibn `Adi berkata: “Manusia mengkritik terhadap ekstremnya, tetapi saya harap tidak ada apa-apa kesalahan pada hadithnya.” Muhammad ibn Bashir al-`Abdi berkata: “Saya telah melihat Salim ibn Abu Hafsah seperti orang yang dungu dengan janggut yang panjang – wahh janggutnya!

Dia berkata: Saya harap saya adalah rakan Ali di dalam apa sahaja yang dipunyainya.’” Al-Husayn ibn `Ali al-Ju`fi telah berkata: “Saya telah melihat Salim ibn Abu Hafsah seperti orang dungu dengan janggut yang panjang yang selalu akan berkata, ‘Kini saya datang, Wahai pembunuh Na’thal, pembasmi Banu Umayyah!’” `Amr ibn al-Salim ibn Abu Hafsah bertanya kepadanya : “Adakah kamu membunuh `Uthman?” Dia menjawab: “Adakah saya?!” `Amr berkata “Ya, kamu lakukan. Kamu tidak mengutuk pembunuhnya.”

Abu ibn al-Madini telah berkata: “Saya telah mendengar Jarir berkata, `Saya memutuskan persahabatan saya dengan Salim ibn Abu Hafsah kerana dia selalu mempertahankan Shi`as.’”

Al-Thahbi mempunyai biografi beliau yang khusus, menyebutkan semua yang diatas. Pada muka surat 234 dari Vol. 6 pada Tabaqat, Ibn Sa`d menyebut beliau dan berkata: “Dia amat kuat berpegang kepada kepercayaan Shi`a. Dia memasukki Mekah semasa pemerintahan `Abbasid dan melaungkan, `Ini saya datang, ini saya datang, Wahai pembunuh Omayyads!’ Suaranya agak lantang juga, sehinggakan laungannya telah didengari oleh Dawud ibn `Ali yang bertanya: `Siapakah orang itu?’ Manusia memberitahunya bahawa itu adalah Salim ibn Abu Hafsah, dan mereka menjelaskan cerita dan pandangannya.”

Al-Thahbi telah menjumlahkan biografi dia di dalam bukunya Al-Mizan memberi komen, “Dia adalah ketua bagi mereka yang memandang rendah kepada Abu Bakr dan `Umer.” Walaupun dengan semua itu, keduanya, Sufyans menyebut hadith darinya dan begitu juga Muhammad ibn Fudayl, sedang al-Tirmidzi telah bergantung kepada penyampaiannya dan Ibn Ma`in telah menganggap dia sebagai boleh dipercayai. Dia meninggal pada tahun 137 A.H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi . Salim ibn Abi Hafshah al-Ajli al-Kufi Al-Fallas berkata: “Salim itu dha’if, ia berlebih-lebihan dalam tasyayyu’”‘. Tidak benar jika ada pendapat yang menyatakan bahwa Ibn Mu’in memandang ketsiqatan Salim secara mutlak.

Dalam hal ini, pernyataan ibn Mu’in agak kontradiktif. Kepada ad-Duri, ia berkata bahwa Salim orang Syi’ah. Sementara Ibn Ishaq meriwayatkan dari Ibn Mu’in bahwa Salim adalah tsiqat. Menurut Abu Hatim, ia orang Syi’ah tulen. Haditsnya dapat ditulis, tapi tidak dapat dijadikan hujjah. Hajjaj ibn Minhak menyatakan bahwa ia termasuk pelopor yang mendiskreditkan Abu Bakar dan ‘Umar. Ibn ‘Adi berkata: “Salim memiliki banyak hadits. Hadits-hadits yang diriwayatkannya kebanyakan mengenai keutamaan Ahlul Bayt. Ia termasuk orang Syi’ah Kufah yang berlebih-lebihan. Kelemahannya yang utama adalah sikap yang, berlebih-lebihan itu. Mengenai hadits-haditsnya, saya kira tidak ada masalah.”

Pada umumnya ulama hadits mengecam Salim. Ia tidak tsiqat. Karena itu, ashabus-Sunan tidak meriwayatkan haditsnya, kecuali Imam Turmudzi. Ia meriwayatkan satu hadits darinya dalam al-Mutaba’at wa sy-Syawahid. Periwayatan Turmudzi ini tidak berarti Salim itu tsiqat. Sebab kadang-kadang ada hadits yang ditulis, tapi tidak dijadikan hujjah.


31. Sa’ad bin Tharif al iskaf al Hadhali Adz Dzahabi menuliskan riwayatnya lemah dan ia penganut syi’ah, tetapi turmudzi meriwayatkan hadis darinya. Az Zabby tidak menulis terlampau panjang, hadist dia didhoifkan oleh para ulama hadis.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Sa`d ibn Tarif al-Iskafi al-Hanzali al-Kufi Al-Thahbi menyebut beliau, menandakan namanya dengan TQ sebagai rujukan kepada pengarang Sunan yang menyebutkan darinya (i.e. al-Tirmidzi and Dar Qutni).

Al-Thahbi juga menyebut al-Fallas sebagai berkata bahawa Sa`d adalah “lemah, pelampau di dalam kepercayaan Shi`a.” Walaupun beliau adalah ‘ekstrimis Shi’a’ al-Tirmidzi dan yang lainnya menyebut hadith darinya. Rujuk kepada hadith beliau di dalam Sahih al-Tirmidzi seperti yang sampaikan oleh `Ikrimah dan Abul-Wa’il. Beliau juga menyampaikan hadith seperti yang disampaikan oleh al-Asbagh ibn Nabatah, `Uman ibn Talhah dan `Umayr ibn Ma’mun. Isra’il, Haban dan Abu Mu`awiyah semuanya menyebut dari beliau.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi . Sa’ad ibn Tharif al-Iskafi al-Handhali al-Kufi Sungguh mengherankan mengapa al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah memandang Sa’ad itu tsiqat. Padahal semua ulama hadits sepakat bahwa ia dha’if, dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah.

c. Cataan al Musawi sebetulnya hanya menuliskan bahwa perawi tersebut telah ditsiqatkan oleh perawi ahlu sunnah sendiri. Bandingkan pernyataan antara keduanya (Musawi dan az zabby).


32. Sa’id bin Asywa Adz Dzahabi menyebutkanya sebagai hakim kota kufah terpercaya dan terkenal. Bukhari dan Muslim berpegang pada riwayat haditsnya. Az Zabby dalam bukunya tidak menolak pandangan al Musawi dia justru berpolemik dengan ulama terdahulu yang menolak riwayatnya dengan berpegang pada argument Muslim dan Bukhori.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Sa`id ibn Ashwa` Beliau telah disebut di dalam buku al-Thahbi, Al-Mizan dimana pengarang telah berkata: “Sa`id ibn Ashwa` adalah kadi Kufa yang jujur dan terkenal. Al-Nisa’i berkata bahawa tidak terdapat kesalahan pada hadith beliau, dan bahawa beliau adalah sahabat al-Sha`bi. Al-Jawzjani menerangkan beliau sebagai pelampau, menyimpang dan fanatik Shi’a.”

Keduanya al-Bukhari and Muslim bergantung kepada penyampaiannya di dalam Sahih mereka. Hadithnya dari al-Sha`bi telah dianggap sebagai sahih oleh pengarang kedua buku Sahih. Di dalam kedua buku Sahih Bukhari dan Muslim, hadith beliau telah sebutkan oleh Zakariyyah ibn Abu Za’idah dan Khalid al-Haththa’. Dia meninggal semasa pemerintahan Khalid ibn `Abdullah.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. Sa’id ibn’Amr ‘ibn Asywa’ al-Kufi Sa’id termasuk salah seorang faqih. Ibn Mu’in Nasai, al-Ajli dan Ishak ibn Rahawaih memandang dia tsiqat. Abu Ishak al-Jauzjani memandang dia orang Syi’ah yang berlebih-lebihan. Ibn Hajar berkata: “Al-Jauzjani berlebihan (tidak obyektif) dalam menilai Sa’id. Bukhari dan Muslim menolak penilaian al-Jauzjani. Mereka menyatakan hadits Sa’id dapat dijadikan hujjah. Imam Turmudzi meriwayatkan dua hadits darinya. Yang satu disertai sanad lain.

Dari sini jelas bahwa Sa’id dipandang adil dan tsiqat oleh ulama hadits. Mereka tidak ada yang meragukan sifat adil dan kejujuran Sa’id. Mengenai penilaian al-Jauzjani, sudah berkali-kali saya terangkan bahwa ia ahli bid’ah. Karenanya, kesaksiannya terhadap pembid’ah selainnya tidak dapat diterima.


33. Sa’id bin Khaitsam al Hilali. Yahya bin Mu’in berpendapat, meskipun ia seorang syiah , namun ia adalah seorang yang terpercaya. Adz Dzahabi menyebutkan Turmudzi dan an Nasa’I meriwayatkan hadistnya. Az Zabby tidak menolak dalm bukunya alih-alih mendukung pandangan al musawi.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Sa`id ibn Khaytham al-Hilali Ibrahim ibn `Abdullah ibn al-Junayd telah ditanya: “Sa`id ibn Khaytham adalah seorang Shi`a. Apa fikiran awak mengenai dia?” Dia menjawab: “Katakanlah bahawa dia adalah Shi`a, tetapi dia juga boleh dipercayai.”

Al-Thahbi menyebut beliau di dalam Al-Mizan, menyebut dari Ibn Ma`in yang menyampaikan juga percakapan yang telah dicatitkan diatas. Dia juga menandakan nama beliau dengan singkatan nama keduanya al-Tirmidzi dan al-Nisa’i untuk menunjukkan bahawa kedua pengarang menyebut hadith beliau di dalam Sahih mereka. Dia juga menyatakan fakta bahawa Sa`id membacakan hadith dari Yazid ibn Abu Ziyad dan Muslim al-Malla’i. Sepupunya, Ahmed ibn Rashid, juga menyampaikan hadith beliau.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. Sa’id ibn Khaytsam al-Hilaly Ibn Mu’in dan al-Ajili memandang Sa’id sebagal orang yang tsiqat. Abu Zara’ah dan Nasa’i berkata: “Tak ada bahaya pada dirinya.” Ulama hadits tidak ada yang mengungkapkan adanya halangan (mani’) pada diri Sa’id untuk diriwayatkan hadits-haditsnya. Mengenai tasyayyu’ yang dituduhkan kepadanya oleh ibn Mu’in, tidaklah mengurai sifat adil Sa’id. Hal ini menunjukkan tasyayyu’ yang dilakukan Sa’id tidak melewati batas atau sampai pada tingkat rafadh. Ini benar-benar menunjukkan obyektivitas ulama Sunni. Karena itu, sebagian dari Ashabus-Sunan meriwayatkan hadits Sa’id.


34. Salamah Ibnul Fadhl al Abrasy (hakim kota Rayy) Beliau adalah perawi peristiwa peperangan dalam kitab Ibn Ishaq, menurut Ibn Mu’in ia penganut paham Syi’ah. Adz Dzahabi menyebutkan Abu Daud dan Turmudzi meriwayatkan hadisnya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Salamah ibn al-Fudayl al-Abrash Beliau adalah kadi Rayy dan penyampai tradisi berkaitan kepada peperangan yang mana Rasul [sawas] mengambil bahagian, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibn Ishaq. Kunyat (surname) beliau Abu `Abdullah. Di dalam biografinya pada Al-Mizan, Ibn Ma`in berkata: “Selamah al-Abrash al-Razi adalah berkepercayaan Shi`ism dan seorang yang hadithnya selalu disebutkan, dan tidak terdapat kesalahan pada hadithnya.” Abu Zar`ah telah juga berkata di dalam Al-Mizan bahawa orang asal Rayy tidak suka kepadanya kerana pandangan agamanya. Yang sebenarnya itu adalah atitiut mereka disebabkan pandangan mereka mengenai semua pengikut keturunan Rasul [sawas], Al-Thahbi telah menyebut beliau di dalam bukunya Al-Mizan, menandakan nama beliau dengan singkatan nama Abu Dawud dan al-Tirmidzi dan berkata : “Dia telah diingati kerana ibadah dan doanya.” Dia meninggal pada tahun 191.H. Ibn Ma`in mengesahkan fakta bahawa hadith yang berkaitan dengan ekpedisi ketenteraan Rasul sebagaimana yang disampaikan oleh Selamah adalah lebih dipercayai dari yang lainnya. Zanih telah disebutkan sebagai berkata bahawa dia telah mendengar Selamah al-Abrash berkata bahawa beliau telah mendengar hadith mengenai ekspedisi itu dari Ishaq dua kali, dan bahawa dia telah menulis hadithnya seperti yang dia telah lakukan terhadap ekspedisi tersebut.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. . Salamah ibn ‘al-Fadh al-AbrasyIa adalah kadi di kota Ray. Ia banyak meriwayatkan hadits mengenai peperangan dari Ibn Ishak. Namun Nasa’i dan Rahawaih mendha’ifkannya. Imam Bukhari berkata: “Salamah memiliki banyak hadits munkar. Kami tidak akan keluar dari kota Ray sebelum membuang haditsnya”. Berkata Abu Zara’ah: “Penduduk Ray kurang simpati kepada Salamah, karena buruk pendapatnya dan lalim (perbuatannya). (Abu Zara’ah menunjuk pada mulutnya, suatu isyarat bahwa Salamah pendusta).

Menurut Abu Hatim hadits Salamah tak dapat dijadikan hujjah. Ibn Sa’ad berkata: “Salamah itu tsiqat dan jujur.” Turmudzi berkata: “Ishak banyak bercerita tentang dia.” Menurut al-Ajri dari Abu Dawud, ia tsiqat. Ibn Khaldun menyebutkan bahwa Imam Ahmad pernah ditanya mengenai dia, lalu ia berkata: “Aku tidak mengetahui (mengenal diri Salamah) kecuali kebaikan.” ibn Mu’in berkata: “Salamah al-Abrasy itu bertasyayyu’. Haditsnya dapat ditulis, dan tidak ada pengaruh buruk.”

Dari keterangan di atas, nyatalah bahwa-para ulama berbeda pendapat mengenai Salamah al-Abrasy. Sebagian dari mereka memandangnya adil, sementara sebagian lainnya memandangnya tercela. Namun di sini dimenangkan pendapat ulama yang kedua, karena data dan informasinya yang lebih lengkap, serta jumlah mereka lebih banyak pula. Dengan begitu pendapat ulama yang pertama, yang menyatakan Salamah adil, hanya dihubungkan dengan peristiwa Salamah yang bersumber dari Ibn Ishak saja. Wallahu a’lam


35. Salamah bin Khubail bin Hushain al Hadhrami (Julukanya Abu Yahya) Ibn Qutaibah dan Syahrastani menyebutkanya bahwa ia seorang syi’ah. Riwayat hadisnya terdapat di kitab-kitab haids shahih (Ash Shihah as sittah) Az Zaby tidak menolak pandangannya bahkan ia menyebvutkan nama-nama ulama yang mentsiqah kanya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Selamah ibn Kahil ibn Hasin ibn Kadih ibn Asad al-Hadrami, Abu Yahya Sekumpulan ulama yang mengikuti majoriti Muslim, seperti Ibn Qutaybah di dalam bukunya Ma`arif, yang menyebut pada muka surat 206 mengenai kecemerlangan beliau, dan al-Shahristani di dalam bukunya Al-Milal wal-Nihal, pada muka surat 27, Vol. 2, telah menjumlahkannya diantara kenamaan Shi`a.

Pengarang dari Enam Sahih semuanya telah bergantung pada penyampaiannya, dan begitu juga yang lain. Beliau telah mempelajari hadith dari orang seperti Abu Jahifah, Suwayd ibn Ghaflah, al-Sha`bi, `Ata’ ibn Abu Rabah, kesemuanya disebut di dalam Bukhari dan Muslim. Di dalam Muslim, beliau menyebut hadith dari Karib, Tharr ibn `Abdullah, Bakir ibn al-Ashaj, Zayd ibn Ka`b, Sa`id ibn Jubayr, Mujahid, `Abdullah ibn `Abdul-Rahman ibn Yazid, Abu Selamah ibn `Abdul-Rahman, Mu`awiyah ibn al-Suwayd, Habib ibn `Abdullah, dan Muslim al-Batin. Al-Thawri dan Shu`bah, keduanya telah menyebutkan hadith beliau di dalam hasil kerja keduanya, sedangkan di dalam Bukhari, hadith beliau telah disebutkan oleh Isma`il ibn Abu Khalid. Di dalam Muslim, beliau disebutkan oleh Sa`id ibn Masruq, Aqil ibn Khalid, `Abdul-Malik ibn Abu Sulayman, `Ali ibn Salih, Zayd ibn `Abu Anisah, Hammad ibn Selamah, dan al-Walid ibn Harb. Selamah ibn Kahil meninggal pada `Ashura tahun 121 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. Salamah ibn Kuhail ibn Hushain ,Ashabus-Sittah, serta ulama hadits lainnya menggunakan hadits Salamah sebagai hujjah, seperti diutarakan oleh al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah. Sebab Salamah adalah seorang yang disepakati keadilannya oleh ulama hadits. Tidak ada orang yang menuduh dia sebagai pelaku bid’ah yang mengkafirkan, atau berbuat dusta untuk menguatkan pendapatnya. Paling banter dia dipandang bertasyayyu’, dalam bentuk yang sangat sederhana. Dan hal ini tidak berpengaruh kepada seorang perawi yang sudah dikenal jujur, seperti dijelaskan terdahulu. Dan saya sudah menjelaskan pula makna tasyayyu’ menurut ulama hadits. Salamah ibn Kuhail adalah seorang perawi yang dinyatakan tsiqat oleh para ulama, seperti Ahmad, Ibn Mu’in, al-Ajlf, Ibn Sa’ad, Abu Zara’ah. Abu Hatim, Ibn syaibah, Nasa’i, Sufyan, Ibn Mahdi, Syaibah, Ibn Hibban, dan al-Ajri.


36. Sulaiman bin Shard al Khuzai seorang tokoh syi’ah, ruumahnya digunakansebagai tempat berkumpul keteka mereka menulis surat mengharap kedatangan Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib. Ia syahid saat memimpin gerakan Tawwabun yakni gerakan memerangi kaum yang membunuh Imam Husain. Bukhari dan Muslim mengambil riwayat darinya. Az Zabby tidak berkomentar banyak, dia hanya berpolemik dengan al Musawi masalah tasyayu’, rafidhah dan syi’ah.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Sulayman ibn Sa`id al-Khuza`i al-Kufi Beliau pernah menjadi ketua tertinggi Shi`a di Iraq, pengantara diantara mereka, penasihat dan penjaga mereka. Mereka semua telah bertemu di dalam rumah beliau apabila mereka memberikan bai’ah kepada Imam Husayn (as). Beliau adalah penyampai bagi tawwabin (yang kesal) diantara Shi`as, mereka yang bangun untuk membalas dendam diatas pembunuhan Imam Husayn (as). Mereka terdiri dari 4 000 tentera yang berkhemah di Nakhila pada awal Rabi` al-Thani, 65 H., mereka berarak menuju `Ubaydullah ibn Ziyad dan bertempur dengan tenteranya di Jazira. Mereka bertempur dengan hebatnya sehingga setiap dari mereka semua gugur. Sulayman, juga telah syahid disuatu tempat dipanggil `Ayn al-Warda setelah Hasin memanah beliau dengan anak panah yang membawa maut.

Beliau berusia 93 tahun diketika itu. Kepalanya dan juga al-Musayyab ibn Najba telah dibawa sebagai trophi kepada Marwan ibn al-Hakam. Biografi beliau telah dirakamkan di dalam Vol. 6, Bahagian satu, dari buku Ibn Sa`d’, Tabaqat, dan di dalam Isti`ab oleh Ibn `Abd al-Birr.

Semua mereka yang menulis cerita para keturunan warisan telah merakamkan biografi beliau dan memuji kemuliaannya, keimanan dan taqwa. Dia menikmati kedudukan yang mulia, dihormati dan dimuliakan dikalangan manusia dan perkataannya berat pada timbangan. Beliaulah orangnya yang membunuh Hawshab, musuh terkenal Amirul Mukminin, di dalam pertarungan dipeperangan Siffin. Sulayman amat tajam penglihatannya terhadap musuh Ahl al-Bayt yang telah menyimpang.

Para tradisionists telah meminta pandangannya. Hadith yang beliau sampaikan mengenai Rasul [sawas] adalah yang disampaikanya secara terus atau yang disampaikan oleh Jubayr ibn Mut`im yang bergantung pada penyampaiannya, telah dirakamkan di dalam kedua Sahih Bukhari dan Muslim. Di dalam Muslim beliau telah disebutkan oleh Abu Ishaq al-Subay`i dan `Adi ibn Thabit. Sulyman telah menyampaikan hadith yang tidak dituliskan di dalam mana-mana Sahih.

Ini termasuk hadith dari Amirul Mukminin, anaknya Imam al-Hasan al-Mujtaba (as), dan Abiy. Di dalam kerja-kerja selain dari Sahih ini, hadith beliau telah disampaikan oleh Yahya ibn Ya`mur, `Abdullah ibn Yasar, dan oleh yang lainnya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. . Sulaiman ibn Shard ibn al-Jun ibn Abi al-Jun ibn al-Munqid ibn Rabi’ah ibn Ashram ibn Haram al-Khuza’i Abu Mutraf al-Kufi, Sulaiman adalah salah seorang sahabat yang meriwayatkan hadits dari Nabi. Al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, memandang dia sebagai salah seorang perawi Syi’ah yang tsiqat. Sesungguhnya ia hanyalah seorang yang membela ‘Ali ibn Abi Thalib dalam beberapa pertempuran. Ia hadir bersama ‘Ali di Perang Shiffin. Dia termasuk salah seorang yang mengundang Husayn ibn ‘Ali untuk datang ke Kufah. Akan tetapi setelah Husayn hadir, Sulaiman meninggalkannya, dan tidak berperang bersamanya. Ia sangat menyesal atas sikapnya itu setelah Husayn terbunuh. Lalu untuk menebus kesalahannya ia keluar ke medan juang bersama orang-orang yang seperasaan untuk menebus darah Husain, sampai akhirnya ia mati terbunuh. Saya terheran-heran pada al-Musawi, penulis Muraja’at. Pasalnya, ia memandang Sulaiman sebagai orang Rafidhah. Saya ingin bertanya “Apakah sikap dan perbuatan Sulaiman itu dapat dijadikan bukti bahwa ia orang Rafidhah?” Kalau benar demikian, maka semua sahabat yang berlaga di medan perang bersama ‘Ali dapat disebut orang Rafidhah. Tentu setiap Muslim yang berakal tidak ada yang berpendapat demikian. Akan tetapi, emosi itu dapat membuat seseorang menjadi buta, hati dan matanya.

Coba kita perhatikan, bagaimana seorang Rafidhah (al-Musawi, penulis Muraja’at) mencela sahabat-sahabat Nabi yang agung. Ia memasukkan racun dalam madu. Menurut pendapat yang benar, Sulaiman adalah seorang sahabat Nabi yang mulia. Ia berada di pihak (satuan perang) ‘Ali ibn Abi Thalib. Kemuliaannya tidak sedikit, seperti halnya sahabat-sahabat Nabi yang lain. Ia tidak dipandang sebagai pembid’ah maupun pendusta. Menurut Ahlus Sunnah, semua sahabat adalah adil. Tak ada perbedaan antara sahabat yang berada di pihak ‘Ali maupun yang berada di pihak Mu’awiyah, atau sahabat yang tidak ikut campur dalam perang saudara itu. Karena itu, Ashabus-Sittah menerima riwayat Sulaiman.


37. Sulaiman bin Tharkhan at Tamimi (maula Qais al Imam) Ibnu Qutaibah menyebutkanya ia sebagai seorang syi’ah. Kitab yang enam mengambil riwayat Hadis darinya. Az Zabby dalam bukunya mendukung pandangan al musawi dengan menyebut sumber-sumber yang mentsiqat kan nya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Sulayman ibn Tarkhan al-Taymi al-Basri Seorang hamba Qays, imam, dia seorang yang amat dipercayai pada penyampaian hadith. Ibn Qutaybah telah menjumlahkan beliau diantara pemuka Shi’a di dalam bukunya Al-Ma`arif.

Pengarang dari enam sahih, begitu juga yang lain telah bergantung pada penyampaiannya. Rujuk kepada hadith beliau di dalam kedua Sahih melalui Anas ibn Malik, Abu Majaz, Bakr ibn `Abdullah, Qatadah, dan Abu `Uthman al-Nahdi. Di dalam Sahih Muslim, hadith beliau telah disebut melalui yang lain. Di dalam kedua Sahih hadith beliau telah disebutkan oleh anaknya Mu`tamir, dan oleh Shu`bah dan al-Thawri. Parti yang lain menyebutkan hadithnya di dalam sahih Muslim. Dia meninggal pada tahun 143 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. . Sulaiman ibn ath-Tharkhan al-Taymi al Bashri, Ulama hadits sepakat bahwa-Sulaiman ibn Tarkhan orang tsiqat dan adil. Mereka tidak menyebutkan sesuatu yang dapat merusak sifat adil dan kecerdasannya. Imam Ahmad memandang dia tsiqat. Demikian pula ulama lain, seperti Ibn Mu’in, Nasa’i, Ajli, Ibn Sa’ad, Tsauri, Ibn al-Madini, Ibn Abi Hatim, dan ibn Hibban.

Mengenai pernyataan al-Musawi, penulis Muraja’at yang dinukil dari Ibn Quthaibah bahwa Sulaiman adalah seorang (perawi) Syi’ah, maka yang dimaksud Ibn Quthaibah adalah kecenderungan Sulaiman untuk berpihak kepada ‘Ali, tidak lebih. Dalam ath-Thabaqat, Ibn Sa’ad menyatakan bahwa kecenderungan seperti itu bukan merupakan penghalang untuk berhujjah dengan hadits Sulaiman. Karena-itu, Ashabus-Sittah menerima riwayatnya.


38. Sulaiman bin Qaram bin Mu’adz (Abu Daud) adz Dzabi Ibn Hibban menyebutnya sebagai seorang rafidhi tetapi imam Ahmad bin Hanbal mempercayainya, begitu pula Muslinm, Nasa’i, Turmudzi dan Abu Daud mengambil riwayat hadist darinya. Az Zabby menulis dalam bukunya bahwa ada sebagian ulama hadist yang menolak riwayatnya karena ia pneganut tasyayu’. Tetapi ia tidak mengikari adanya ulama lain yang meriwayatkan hadist darinya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Sulayman ibn Qarm ibn Ma`ath Dia juga dikenali sebagai Abu Dawud al-Dabi al-Kufi. Ibn Haban menyebut beliau di dalam buku biografi Sulayman, Al-Mizan. Ibn Haban telah berkata, “Dia seorang Rafidi – begitulah ianya. “Walaupun begitu, Ahmed ibn Hanbal telah mempercayai beliau. Pada penghujung biografi Sulayman seperti yang dirakamkan di dalam Al-Mizan, Ibn `Adi berkata, “Hadith yang disampaikan oleh Sulayman ibn Qarm adalah sahih. Lebih-lebih lagi, hadith beliau lebih dipercayai dari yang disampaikan oleh Sulayman ibn Arqam.” Muslim, al-Nisa’i, al-Tirmidzi, dan Abu Dawud semuanya telah menyatakan hadith beliau. Apabila al-Thahbi menyebut beliau, dia meletakkan tanda singkatan nama tradisionists pada nama beliau.

Rujuk kepada Sahih Muslim dimana hadith Abul-Jawab telah disampaikan oleh Sulayman ibn Qarm dari al-A`mash, sampai kepada Rasul [sawas]. Hadith itu menyatakan bahawa Rasul [sawas] telah berkata bahawa sesaorang itu akan selalu bersama dengan mereka yang dicinta. Di dalam Sunan, hadith beliau menyabut Thabit melalui Anas berturutan, berkata bahawa Rasul [sawas] telah berkata: “Mencari ilmu adalah wajib keatas setiap Muslim.” Dia menyebut al-A`mash dari `Amr ibn Murrah, dari Abdullah ibn al-Harith, dari Zuhair ibn al-Aqmar, dari `Abdullah ibn `Umer yang berkata bahawa al-Hakam ibn Abul `Yang biasa berada dengan Rasul [sawas] kemudian akan pergi menyampaikan hadith baginda [setelah diputar belitkan] kepada Quraysh; dari itu Rasul [sawas] telah mencela kelakuan dia dan kesemua keturunannya sekali, sehingga kehari pengadilan.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. . Sulaiman ibn Qarm ibn’Mu’adz Abu Dawud adh-Dhabi al-Kufi Ibn Mu’in memandang Sulaiman sebagai perawi yang dha’if. Demikian pula ulama lain, seperti Abu Zara’ah, Abu Hatim, dan Nasa’i. Ibn ‘Adi berkata, “Sulaiman banyak memiliki hadits hasan dan afrad (hanya diriwayatkan satu perawi). Terdapat perselisihan mengenai pernyataan Imam Ahmad terhadap Sulaiman. Sebagian riwayat mengatakan bahwa Ahmad memandangnya tsiqat. Sementara menurut versi yang lain dikatakan bahwa imam Ahmad mengatakan: “Tak ada sesuatu yang membahayakan atas diri Sulaiman. Hanya saja ia agak berlebih-lebihan dalam bertasyayyu’.”

Menurut ibn Hibban, ia orang Rafidhah yang sangat ekstrim. Menurut al-Ajri dari Abu Dawud, ia bertasyayyu’. Imam Hakim menyebutkan Sulaiman dalam kelompok orang yang tidak dapat diterima haditsnya. Mengenai dirinya, Imam Hakim berkata, “Ulama hadits memandang Sulaiman penganut Syi’ah yang ekstrim, dan buruk hafalannya.”

Dari pendapat ulama di atas dapat disimpulkan bahwa Sulaiman ibn Qarm. adalah perawi dha’if. Mengenai periwayatan yang dilakukan oleh sebagian dari ashabus-Sunan, juga Imam Muslim, tidak berarti mereka menetapkan sifat adilnya, sebagaimana hal demikian sangat dikenal di kalangan ulama hadits.


39. Sulaiman bin MUhran al Kahili al Kufi al A’masy Ibnu Qutaibah dan Syahrastani mengemukakan bahwa ia adalah tokoh syi’ah. Adz Dzahabi menyebutkan hadist yang diriwayatkanya ditemukan dalam Bukhari, Muslim dan kitab enam lainya. Az Zabby dalam bukunya tidak menolak pendapat itu malah ia berpolemik dengan Jauzjani.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sebagai berikut Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at: Sulayman ibn Mahran al-Kahili al-Kufi al-Asla` Beliau adalah seorang dari kenamaan Shi`a dan tradisionis yang amat dipercayai.

Ramai genius diantara ulama Sunni, seperti Ibn Qutaybah di dalam bukunya Ma`arif dan al-Shahristani di dalam bukunya Al-Milal wal-Nihal, dan begitu juga yang lain, semuanya telah memuatkan beliau diantara pemuka Shi`a.

Di dalam biografi Zubayd, al-Jawzjani berkata yang berikut di dalam bukunya Al-Mizan: “Diantara manusia di Kufa, terdapat beberapa orang yang golongannya tidak diterima, sebaliknya mereka adalah pakar di dalam hadith diantara ahli-ahli hadith di Kufa. Diantara mereka adalah: Abu Ishaq, Mansur, Zubayd al-Yami, al-A`mash, dan yang terkemuka lainnya. Manusia hanya menerima mereka kerana mereka itu jujur pada menyampaikan hadith,” sehingga penghujung kenyataannya yang dengan nyata telah menunjukkan kejahilan dan perjudisnya mereka. Keburukan apa yang boleh menimpa pemuka tersebut jika Nasibis tidak menghargai tanggong jawab mereka pada menyampaikan perintah Tuhan dan mencari keridhaanNya dengan terus mentaati kepada kerabat Rasul [sawas]?

Yang sebenarnya Nasibis ini menerima orang-orang tersebut bukan kerana mereka adalah jujur pada menyampaikan hadith tetapi kerana mereka diperlukan. Jika mereka telah menolak hadith orang-orang ini, kebanyakkan dari hadith-hadith Rasul akan hilang, sebagaimana al-Thahbi sendiri mengakuinya di dalam buku Al-Mizan ketika membincangkan biografi Aban ibn Taghlib. Saya fikir ini adalah kenyataan al-Mughirah: “Abu Ishaq dan A`mash kamu telah membawa Kufa kepada kehancuran” ini telah di katakan, disebabkan oleh kepercayaan orang ini mengenai Shi`a.

Selain dari itu keduanya, Abu Ishaq dan al-A`mash adalah lautan ilmu pengetahuan dan penjaga warisan Rasul. Al-A`mash telah meninggalkan kepada kita banyak insiden yang menarik yang mana telah membayangkan kebesarannya. Satu darinya, sebagai contoh, telah dimuatkan oleh Ibn Khallikan di dalam biografi al-A`mash di dalam Wafiyyat al-A`yan dimana pengarang telah mengatakan: “Hisham ibn `Abdul-Malik suatu ketika menulis kepada al-A`mash mengatakan: `Tuliskan untuk ku kemuliaan `Uthman dan dosa-dosa `Ali.’ Al-A`mash mengambil surat itu dan membalingkan ke dalam mulut unta betinanya.

Kemudian dia berpaling kepada si utusan dan berkata: ‘Itulah jawapan saya.’ Si utusan bagaimana pun meminta al-A`mash menuliskan jawapan dengan berkata bahawa tuannya telah bersumpah untuk membunuhnya jika dia pulang dengan tidak membawa jawapan. Dia merayu kepada adik al-A`mash supaya menekankan kepadanya untuk menuliskan sesuatu. Akhirnya beliau menulis: `Dengan nama Allah yang Maha Pemurah, Maha Pengasih `Uthman mempunyai segala kemuliaan bagi manusia didunia ini, ianya tidak dapat memberikan kamu apa-apa faedah, dan `Ali mempunyai di dalam dirinya segala dosa manusia di dunia ini, ianya tidak dapat mencederakan kamu sedikit pun, dari itu, khuatirlah mengenai jiwa kamu sendiri, dan keamanan bagi kamu.’”

Satu lagi kisah yang disampaikan oleh Ibn `Abd al-Birr di dalam bab pada kenyataan para ulama menilai kerja masing-masing di dalam bukunya Jami` Bayanul `Ilm wa Fada’ilih.[5] Pengarang menyebut dari `Ali ibn Khashram yang berkata, “Saya mendengar Abul-Fadl ibn Musa berkata, `Saya memasuki rumah al-A`mash bersama Abu Hanifah untuk menziarahnya ketika beliau sakit. Abu Hanifah berkata: `Wahai Abu Muhammad! Jika tidaklah kerana saya takuti kedatangan saya ini menjadi gangguan kepada kamu, saya pasti akan datang menziarah kepada kamu dengan lebih kerap lagi’. Al-A`mash menjawab, `Kamu adalah penggacau bagi saya walaupun jika kamu berada dirumah kamu sendiri; dari itu bayangkanlah bagaimana perasaan saya apabila saya terpaksa melihat kepada rupa kamu.’” Abul-Fadl berkata seterusnya, setelah meninggalkan rumah al-A`mash, Abu Hanifah berkata, `Al-A`mash tidak pernah memerhatikan puasanya di bulan Ramadan.’ Ibn al-Khashram kemudian bertanya kepada al-Fadl apakah yang dimaksudkan oleh Abu Hanifah. Al-Fadl menjawab, `Al-A`mash umumnya akan memerhatikan suhur semasa bulan Ramadan menurut pada hadith Rasul seperti yang disampaikan oleh Huthayfah al-Yemani.’” Yang sebenarnya, beliau memerhatikan kepada ayat al-Quran: “Dari itu, makan dan minumlah sehingga kamu dapat membezakan antara benang putih dan benang hitam, dari awal pagi, dan sempurnakanlah puasa kamu sehingga malam tiba.” Pengarang dari Al-Wajiza dan Bihar Al-Anwar keduanya telah menyebut dari Hasan ibn Sa`id al-Nakh`i yang menyebut dari Sharik ibn `Abdullah, seorang kadi, berkata, “Saya menziarahi al-A`mash ketika beliau sakit yang membawa kepada kematiannya. Ketika saya berada disana, Ibn Shabramah, Ibn Layla dan Abu Hanifah masuk dan bertanya mengenai kesihatan beliau. Dia memberitahu mereka bahawa dia sedang menderita kesakitan, bahawa dia takut kepada Allah diatas segala dosanya dan hampir sahaja dia akan menangis. Abu Hanifah kemudian berkata kepada beliau: `Wahai Abu Muhammad! Takutlah akan Allah! Lihatlah sekarang kepada diri kamu. Kamu pernah menyampaikan hadith yang tertentu mengenai `Ali yang mana, jika kamu menolaknya, adalah lebih baik untuk kamu.’ Al-A`mash menjawab: `Berani kamu kata begitu kepada orang seperti saya?’ Bahkan beliau terus mencela dia, dan tidak ada perlunya disini untuk pergi kearah itu. Beliau adalah, semoga Allah merahmati jiwanya, seperti al-Thahbi terangkan di dalam bukunya Al-Mizan, Imam yang dipercayai. Beliau adalah tepat seperti apa Ibn Khallikan telah terangkan ketika membincangkan biografi beliau di dalam bukunya Wafiyyat al-A`yan, seorang yang jujur dan ulama yang mulia.

Semua para ulama telah akui jujurnya beliau, saksama dan taqwa. Pengarang dari buku enam Sahih, begitu juga dengan yang lainnya, semuanya telah bergantung kepada penyampaiannya. Rujuk kepada hadithnya di dalam buku Sahih Bukhari dan Muslim dari Zayd ibn Wahab, Sa`id ibn Jubayr, Muslim al-Batin, al-Sha`bi, Mujahid, Abu Wa’il, Ibrahim al-Nakh`i dan Abu Salih Thakwan. Beliau telah menyampaikan di dalam kerja-kerja ini oleh Shu`bah, al-Thawri, Ibn `Ainah, Abu Mua`awiyah Muhammad, Abu `Awanah, Jarir, dan Hafs ibn Ghiyath. Al-A`mash telah dilahirkan pada tahun 61 H. dan meninggal dalam tahun 148 H., semoga Allah merahmati beliau.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. . Sulaiman ibn Muhran al-Kahili al-Kufi al-A’masy, Ulama hadits sepakat mengenai keadilan Sulaiman ibn Muhran. Mereka tidak mencela dirinya selain tadlis (campur aduk) yang dibuatnya. Ulama Sunni tidak menggubris pernyataan al-Jauzjani mengenai Sulaiman Karena ia dipandang pembid’ah, sedangkan penilaian seorang pembid’ah terhadap sesama pembid’ah tidak ada nilainya menurut ulama Sunni.

Mengenai tuduhan Ibn Quthaibah dan Asy-Syahristani terhadap Sulaiman, maka –kalaupun tuduhan itu benar– hal itu tidaklah mengurangi kredibilitas Sulaiman. Apalagi setelah kita mengerti apa yang dimaksud tasyayyu’ menurut ulama Sunni. Karena itu, ashabul-kutub as-sittah menerima riwayat Sulaiman.

40. Syuraik (Syarik) bin Abdullah bin Sinan bin Anas bin Nakhai Ibnu Qutaibah menyebutkan sebagi seorang syiah sebagimana disebutkan pula oleh Abdullah bin Idris dan Abu Daud. Muslim berpegang pada riwayatnya. Az Zabby menuliska dalam bukunya dalam uraian yang panjang yang pada intinya para ulama ahli hadis dari kalangan ahlu sunnah tidak menolak riwayatnya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Sharik ibn `Abdullah ibn Sinan al-Nakh`i al-Kufi, seorang kadi Imam Abu Qutaybah, di dalam bukunya Ma`arif, tidak ragu-ragu mengatakan bahawa beliau diantara orang kenamaan Shi`a. Pada penghujung biografi Sharik seperti dirakamkan di dalam Al-Mizan, `Abdullah ibn Idris bersumpah bahawa Sharik adalah seorang Shi`a. Abu Dawud al-Rahawi telah disebutkan di dalam Al-Mizan, juga telah mendengar Sharik berkata, “`Ali adalah kejadian yang terbaik; sesiapa yang menafikan fakta ini adalah kafir.”[6] Apa yang beliau maksudkan sudah pastinya bahawa `Ali adalah manusia yang terbaik selepas Rasul [sawas] seperti mana semua Shi’a percaya Atas sebab ini, al-Jawzjani, telah disebutkan di dalam Al-Mizan, pada mengatakan beliau sebagai ‘berat sebelah’ bererti condong kepada kepercayaan Ahl al-Bayt dan lebih mengutamakannya dari golongan Jawzjani.

Al-Mizan juga menyebut hadith Sharik mengenai Amirul Mukminin. Dia menyebut Abu Rabi`ah dari Ibn Buraydah dari bapanya sehinggalah kepada Rasul [sawas] yang berkata: “Untuk setiap Rasul terdapat wazir dan pewaris. ” Beliau amat bergiat pada mengembangkan pengetahuan mengenai kemuliaan Amirul Mukminin, dan menekan Omayyads untuk mengakuinya dan menyebarkan kemuliaannya [as]. Didalam hasil kerja beliau Durrat al-Ghawwas, al-Hariri, seperti di dalam biografi Sharik di dalam buku Ibn Khallikan Wafiyyat al-A`yan, telah berkata, “Sharik mempunyai seorang kawan Omayyad. Satu hari, Sharik menyebutkan sifat-sifat kecemerlangan ‘Ali ibn Abu Talib (as). Kawannya yang Omayyad berkata bahawa `Ali adalah orang baik.’ Ini telah menimbulkan kemarahan Sharik yang berkata, `Adakah itu sahaja yang kamu dapat ucapkan mengenai ‘Ali, bahawa dia seorang yang baik, dan tak ada apa-apa lagi?’”[7]

Pada penghujung biografi Sharik seperti yang tersebut di dalam Al-Mizan, Ibn Abu Shaybah telah menyebut dari ‘Ali ibn Hakim ibn Qadim yang menyatakan bahawa `Ali telah berkata bahawa aduan telah dibawa seorang kepada perhatian Sharik. Orang itu berkata: “Manusia mengatakan bahawa fikiran kamu meragukan.” Sharik menjawab: “Kamu jahil! Bagaimana saya boleh merasa ragu?! Saya harap saya ada bersama dengan ‘Ali untuk menjadikan pedang saya menitiskan darah musuhnya.” Sesiapa yang mempelajari cara hidup Sharik akan menjadi yakin bahawa beliau adalah pengikut yang taat pada jalan Ahl al-Bayt (as). Beliau menyampaikan banyak tradisi yang disampaikan oleh kebanyakkan ulama Ahl al-Bayt.

Anak lelakinya `Abdul-Rahman telah berkata, “Bapa saya telah mempelajari banyak dari Ja`fer al-Ju`fi, sebagai tambahan kepada 10 000 tradisi yang unik.” `Abdullah ibn al-Mubarak telah disebutkan di dalam Al-Mizan sebagai berkata, “Sharik lebih berpengetahuan mengenai hadith orang Kufa dari Sufyan. Beliau adalah musuh ketat kepada musuh-musuh `Ali, dan orang yang mengatakan perkara buruk mengenainya [as].” `Abdul-Salam ibn Harb berkata mengenai beliau: “Mengapa kamu tidak menziarah adik kamu yang sakit?” Dia bertanya: “dan siapakah dia?” Orang itu menjawab: “Malik ibn Maghul.” Sharik, sebagaimana tersebut di dalam biografi di dalam Al-Mizan, kemudian berkata: “Sesiapa yang berkata buruk mengenai ‘Ali dan Ammar sudah pasti bukan saudara kepada saya.” Satu ketika nama Mu`awiyah telah disebut dihadapan beliau dan telah dikatakan sebagai ‘berbudi’, seperti yang dirakamkan di dalam biografinya di dalam Al-Mizan begitu juga di dalan buku Ibn Khallikan, Wafiyyat al-A`yan, beliau berkata: “sesiapa yang mengenepikan kesaksamaan dan menentang `Ali tidaklah sekali-kali yang berbudi.” Beliau menyampaikan satu hadith dari Asim, Tharr, `Abdullah ibn Mas`ud berturutan yang menunjukkan bahawa Rasul [sawas] telah berkata: “Jika kamu melihat Muawiyah diatas mimbar ku, bunuhlah dia.”

Ini telah disebutkan oleh al-Tabari, dan al-Tabari pula menyebutnya dari al-Thahbi ketika dia membincangkan biografi Abbad ibn Ya`qub. Di dalam buku Ibn Khallikan, Wafiyyat termasuk biografi Sharik dimana pengarangnya menyebutkan dialog diantara Sharik dan Mis`ab ibn `Abdullah al-Zubairi, di kehadiran pemerintah `Abbasid al-Mahdi. Mis`ab bertanya kepada Sharik: “Adakah kamu benar-benar memperkecilkan Abu Bakr dan `Umer?” sehinggalah kepada penamat dari insiden itu.Walaupun terdapat semua itu, al-Thahbi telah menerangkan bahawa beliau sebagai ‘orang dipercayai’ Dia juga menyebutkan dari Ma`in sebagai berkata bahawa Sharik adalah “jujur dan dipercayai.”

Pada penghujung biografi nya, pengarang mengatakan: “Sharik mempunyai pengetahuan yang tinggi. Ishaq al-Azraq belajar dari beliau 9 000 hadith.” Dia juga menyebut dari Tawbah al-Halabi sebagai berkata, “Kami berada di Ramla suatu ketika, dan setiap orang tertanya-tanya siapakah dia orang bagi ummah. Sebahagian manusia mengatakan ianya adalah Lahi`ah, sedang yang lain mengatakan ianya adalah Malik.

Kami tanya `Isa ibn Yunus untuk menyatakan pandangan dia. Dia kata: `Orang untuk ummah adalah Sharik,’ yang pada ketika itu masih hidup lagi.” Muslim dan pengarang empat buku Sunan semuanya telah bergantung pada penyampaian Sharik. Rujuk kepada hadith beliau seperti yang disebut dan disampaikan oleh Ziyad ibn Alaqah, `Ammar al-Thihni, Hisham ibn `Urwah, Ya`li ibn `Ata’, `Abdul-Malik ibn `Umayr, `Ammarah ibn al-Qa`qa` dan `Abdullah ibn Shabramah. Mereka yang menyampaikan ini telah mengatakan dari Ibn Shaybah, `Ali ibn Hakim, Yunus ibn Muhammad, al-Fadl ibn Musa, Muhammad ibn al-Sabah, dan `Ali ibn Hajar. Dia telah dilahirkan sama ada di Khurasan atau Bukhara dalam tahun 95.H., dan dia meninggal di Kufa pada awal sabtu dalam bulan Thul-Qi`dah, 177 atau 178.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. Syarik ibn ‘Abdillah, Ibn Sinan ibn Anas an-Nakha’i al-Kufi, Ibn Mu’in memandang Syarik sebagai perawi hadits yang adil. Ia berkata, “Syarik itu orang jujur dan tsiqat. Hanya saja jika ia berbeda pendapat, pasti saya lebih simpati pada pendapat lawannya.” Ahmad ibn Hanbal menyatakan hal serupa.

Menurut al-Ajili, ia orang Kufah yang tsiqat. Ibn Ya’qub ibn Syaiban berkata, “Syarik itu orang jujur dan tsiqat. Tetapi ia jelek hafalannya.” Ibn Abi Hatim berkata kepada Abi Zara’ah bahwa hadits Syarik dapat dijadikan hujjah. Ibn Zara’ah berkata bahwa Syarik banyak lalainya. Ia memiliki hadits, tetapi sewaktu-waktu ia salah. Dikatakan kepada Abu Zara’ah, bahwa ia banyak meriwayatkan hadits palsu: “Jangan berkata begitu,” komentar Abu Zara’ah. Menurut Nasa’i, tak ada yang perlu dirisaukan mengenai dirinya. Ibn ‘Adi berkata: “Kebanyakan hadits Syarik adalah shahih. Adanya kejanggalan dalam hadits-haditsnya bukanlah suatu kesengajaan. Hal itu terjadi karena keburukan hafalannya saja.”

Menurut Ibn Sa’ad, ia tsiqat; terpercaya, tetapi sering salah. Hal serupa dikatakan oleh Abu Dawud. Dalam ats-Tsiqat, Ibn Hibban berkata, “Pada akhirnya riwayat Syarik” itu mengandung kesalahan, karena daya hafalnya yang kurang kuat. Oleh sebab itu, periwayatan ulama terdahulu darinya dapat dijamin kebenarannya. Tetapi periwayatan hadits yang dilakukan ulama belakangan (muta’akhkhirin) darinya di Kufah sudah mengalami perubahan yang banyak.

Pernyataan serupa dikemukakan oleh al-Ajli, Ibrahim al-Harbi, dan Shalih Jazarah. Imam Ahmad ibn Hanbal berkata, “Ia orang yang pandai, jujur, perawi hadits, dan bersikap keras terhadap pembid’ah. Hanya Imam Muslim meriwayatkan hadits darinya dalam kategori muttaba’at (rawi-rawi yang layak diikuti).” Al-Saji berkata, ia dipandang berlebih-lebihan dalam tasyayyu’. Akan tetapi terdapat riwayat lain yang berlainan dengan itu. Ia menampilkan ‘Ali lebih tinggi daripada ‘Utsman ibn ‘Affan.

Menurut ibn Mu’in, Syarik pernah berkata: “Orang yang menempatkan ‘Ali lebih tinggi daripada Abu Bakar dan ‘Umar tidak memperoleh kebaikan sama sekali.”. Adz-Dzahabi pernah mendengar bahwa Syarik berkata: “Seorang tidak akan mendahulukan ‘Ali daripada Abu Bakar, kecuali ia mengharap sesuatu yang hina.”.

Dari pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa Syarik adalah tsiqat dan adil. Ulama hadits tidak mencela dia, kecuali daya hafalnya yang buruk itu. Dan ini terjadi di akhir masa hidupnya, seperti diungkapkan oleh sebagian ulama. Mengenai tuduhan bahwa ia sangat mengagungkan ‘Ali maka sudah saya kemukakan pendapat beberapa ulama bahwa pengagungan Syarik kepada ‘Ali tidak sampai ke tingkat rafadh. Artinya, Syarik tidak menempatkan ‘Ali lebih tinggi derajatnya daripada Abu Bakar dan ‘Umar. Hal ini tentu saja tidak mengurangi kredibilitas Syarik, karena ia dikenal adil dan tsiqat. Karena itulah, Imam Muslim dan Ashabus-Sunan menerima riwayatnya.

41. Syu’bah bin Hajjaj (Abu Bustam) Ibnu Qutaibah dan Syahrastani memasukan ia sebagai orang syi’ah. Ahlii hadis dari kalangan Sunni termasuk Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits darinya. Az Zabby tidak menolaknya alih-alih komentarnya mendukung al musawi.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :.Shu`bah ibn al-Hajjaj Abul-Ward al-`Atki al-Wasiti (Abu Bastam) Telah dilahirkan dan tinggal di Basra, Abu Bastam adalah orang pertama di Iraq yang bertanyakan mengenai ahli-ahli tradisionis, dan beliau telah dipuji kerana memberikan pertolongan kepada yang lemah dan diabaikan. Dia dianggap diantara kenamaan Shi’a oleh ramai intelek sunni seperti Qutaybah di dalam bukunya Al-Ma`arif, dan al-Shahristani di dalam bukunya Al-Milal wal-Nihal.

Pengarang enam buku sahih telah bergantung kepada penyampaian beliau. Hadith beliau terdapat di dalam buku sahih Bukhari dan Muslim seperti yang disampaikan oleh Abu Ishaq al-Subai`i, Isma`il ibn Abu Khalid, Mansur, al-A`mash dan yang lainnya. Di dalam buku keduanya Bukhari dan Muslim, hadith beliau telah dibacakan oleh Muhammad ibn Ja`fer, Yahya ibn Sa`id al-Qattan, `Uthman ibn Jabalah dan yang lainnya. Beliau dilahirkan pada tahun 83 dan meninggal pada tahun 160 H., semoga Allah merahmatinya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Syu’bah ibn Hujaj ibn al-Wad al-Ataki al-Azdari Ulama jarh wat-ta’dil sepakat mengenai keadilan Syu’bah, daya hafal dan ketsiqatannya (terpercaya). Mereka juga memandang hadits Syu’bah dapat dijadikan hujjah.

Dalam hal di atas, tak seorang pun imam hadits yang menentangnya atau berlainan pendapatnya. Bahkan Imam Syafi’i berkata, “Kalau tak ada Syu’bah, maka hadits di Irak akan hilang.” Pada zamannya, Syu’bah adalah tokoh yang sangat dikenal, baik hafalannya, ketsiqatannya dan sifat wira’inya. Dialah orang pertama di Irak yang memusatkan perhatian di bidang hadits. Ia melakukan penyeleksian terhadap hadits-hadits yang dha’if dan matruk (layak ditinggalkan). Dan akhirnya Syu’bah menjadi panutan orang-orang sesudahnya di Irak. Karena adanya ijma’ ulama di atas, maka Ashabus-Sittah, tanpa kecuali, meriwayatkan hadits Syu’bah.

Mengenai pernyataan al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, yang dikutip dari Ibn Quthaibah dan asy-Syahristani bahwa Syu’bah adalah seorang perawi Syi’ah yang adil, maka –kalaupun anggapan itu benar– pasti yang dimaksud dengan Syi’ah di sini adalah yang tidak merusak keadilan Syu’bah. Ini adalah soal yang sudah saya kemukakan berulangkali dalam tulisan ini.


42. Sha’sha’ah bin Shauhan bin Hujr bin Harits al ’Abdi Ibnu Qutaibah dan Ibnu Sa’ad menyebutkanya sebagai tokoh syi’ah. Adz Dzahabi menyebutkanya an Nasa’i berpegang pada hadistnya. Az Zabby tidak memberi komentar penolakan malah mendukungnya. Ia justru berpolemik berkenaaan masalah istilah.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Sa`sa`ah ibn Sawhan ibn Hajar ibn al-Harith al-`Abdi Imam Ibn Qutaybah menerangkan beliau pada muka surat 206 di dalam bukunya Ma`arif sebagai seorang pemuka Shi’a yang terkenal. Ibn Sa`d mengatakan pada muka surat 154, Vol. 6, dari bukunya Tabaqat: “[Sa`sa`ah] amat terkenal di seluruh Kufa sebagai pemidato dan sahabat `Ali yang bersama beliau telah disaksikan pada peperangan Unta; bersama dengan saudaranya Zayd dan Sihan anak lelaki Sawhan.

Sihan telah dikenali sebagai pemidato sebelum Sa`sa`ah, dan dia adalah pembawa panji-panji semasa peperangan unta.[8] Setelah terbunuh, Sihan telah digantikan oleh Sa`sa`ah. Sa`sa`ah telah menyampaikan hadith dari Imam `Ali (as), dan juga dari ‘Abdullah ibn `Abbas. Beliau seorang tradisionis yang dipercayai walaupun hadith yang disampaikan tidak banyak.” Ibn `Abd al-Birr menyebutkan beliau di dalam bukunya Isti`ab dengan berkata: “Dia menerima Islam semasa hidupnya Rasul Muhammad (sawas) walaupun beliau tidak pernah berjumpa baginda, disebabkan beliau masih kanak-kanak ketika itu.” Beliau adalah ketua bagi puaknya, keturunan `Abd al-Qays. Beliau adalah pemidato yang fasih, manusia bijak yang dapat menguasai bahasa. Beliau adalah seorang yang wara’, mulia dan bijaksana. Beliau terjumlah di dalam para sahabat `Ali [as]. Yahya ibn Ma`in telah disebutkan sebagai berkata bahawa Sa`sa`ah, Zayd dan Sihan anak lelaki Sawhan semuanya adalah pemidato, dan bahawa Zayd dan Sihan telah terbunuh semasa peperangan unta.

Dia juga menyebutkan masaalah kritikal yang khalifa `Umer tidak dapat selesaikan, maka khalifa telah menyampaikan syarahannya, yang mana dia bertanya kepada manusia untuk memberikan pendapat. Sa`sa`ah, ketika itu seorang remaja, berdiri dan memperjelaskan keseluruhan kerumitannya dan kemudian memberikan pendapat yang mana kemudiannya telah diterima sebulat suara. Ini tidak seharusnya memeranjatkan pembaca kerana keturunan Sawhan adalah diantara pemuka utama kaum Arab, tunggak penghormatan dan kemuliaan. Ibn Qutaybah menyebutkan mereka pada muka surat 138 pada Bab Pemuka-pemuka yang Terkenal dan Orang-orang yang Berpengaruh, di dalam bukunya Ma`arif.

Pengarang berkata: “Keturunan Sawhan adalah Zayd ibn Sawhan, Sa`sa`ah ibn Sawhan, Sihan ibn Sawhan, dari Banu `Abd al-Qays.” Dia menambah: “Zayd adalah diantara orang yang terbaik. Dia menyampaikan ini dengan berkata bahawa Rasul [sawas] telah berkata: `Sebenarnya Zayd adalah seorang yang baik, dan Jandab – betapa baiknya mereka ini!’ Manusia bertanya: `Mengapa baginda menyebutkan mereka ini sahaja?’ Rasul menjawab: `Tangan seorang dari mereka akan mendahului badannya memasuki syurga 30 tahun lebih awal, sedang yang seorang lagi akan mengenakan tamparan yang hebat supaya yang benar dapat dibezakan dari yang salah.’

Yang pertama telah berlaku, ketika dia mengambil bahagian di dalam peperangan Jalawla’ dimana tangannya telah terpotong. Beliau juga mengambil bahagian di dalam peperangan unta dipihak `Ali (as). Dia berkata kepada Imam: `Wahai Amirul Mukminin! Ianya kelihatan seperti saya akan menemui takdir saya.’ Imam (as) bertanya kepada beliau, `Bagaimana kamu mengetahui itu, wahai bapa Sulayman?’ Dia menjawab: `Saya telah melihat pada penglihatan saya bahawa tangan saya menjangkau dari syurga untuk membawa saya dari dunia ini.’

Dia telah dibunuh oleh `Amr ibn Yathribi, sedangkan saudaranya Sihan telah terbunuh di dalam peperangan unta.” Ianya bukanlah suatu rahsia bahawa ramalan Rasul mengenai tangan Zayd mendahului keseluruh badannya pada memasukki syurga, bahkan ianya telah dianggap oleh semua Muslim sebagai pengeshan terhadap kerasulannya, satu tanda kebenaran bagi agama Islam dan pengenalan kepada manusia yang benar. Semua penulis biografi Zayd telah menyebutnmya.

Rujuklah kepada biografinya di dalam Al-Isti`ab, Al-Isabah, dan yang lainnya. Tradisionis telah merakamkan yang diatas, setiap mereka dengan perkataan mereka tersendiri, dengan tambahan bahawa walaupun beliau seorang Shi’a beliau telah dijanjikan dengan syurga; maka segala pujian bagi Tuhan sekelian alam.

Al-`Asqalani menyebut Sa`sa`ah ibn Sawhan di dalam Bahagian 3 dari bukunya Isaba, dengan berkata: “Beliau menyampaikan tradisi mengenai `Uthman dan `Ali (as). Beliau telah mengambil bahagian di dalam peperangan Siffin dipihak ‘Ali’s. Beliau seorang pemidato yang fasih yang berdepan dengan Mu`awiyah.”. Al-Sha`bi telah berkata: “Saya pernah belajar cara-cara untuk menyampaikan syarahan dari beliau.”[9] Abu Ishaq al-Subai`i, al-Minhal ibn `Amr ibn Baridah, dan lainnya telah menyampaikan hadith dari beliau.

Al-`Ala’i, menyebutkan pertentangan Ziyad, dengan berkata bahawa al-Mughirah mengusir Sa`sa`ah, menurut dari perintah yang diterima dari Mu`awiyah, dari Kufa ke Jazirah, atau ke Bahrain (sebahagian ahli sejarah mengatakan ke pulau Ibn Fakkan), dimana beliau telah meninggal di dalam buangan sama seperti Abu Tharr al-Ghifari yang telah meninggal sebelum beliau di Gurun Rabatha (selatan Iraq). Al-Thahbi menyebut Sa`sa`ah dan menerangkan beliau sebagai “tradisionis yang terkenal lagi dipercayai,” menyatakan testimoni terhadap kejujurannya dari Ibn Sa`d and Nisa’i, dan memberi tanda nama beliau untuk menunjukkan bahawa al-Nisa’i bergantung kepada penyampaiannya. Sesiapa yang tidak bergantung kepada penyampaiannya, yang sebenarnya tidak menganiaya sesiapa melainkan terhadap dirinya sendiri, seperti mana al-Quran telah mengatakan: ‘Kami tidak menganiaya sesiapa; mereka telah menganiaya diri mereka sendiri.”

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi Sha’sha’ah ibn Shuhan ibn Hajar ibn Harits ibn Hajras al-Abdi Abu ‘Umar , Menurut adz-Dzahabi, Sha’sha’ah orang yang ketsiqatannya sangat dikenal. Al-Jauzjani memasukkan dia ke dalam daftar perawi dha’if. Ia dicap Khawarij. Sementara Ibn Sa’ad dan Nasa’i memandangnya tsiqat.

Dalam at-Tahdzib disebut demikian” Ibn Hibban menyebut dia dalam kelompok ats-Tsiqat (perawi yang adil).” Penulis at-Tahdzib juga berkata: “Ibn Hibban tidak benar.” Mengenai pernyataan al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, yang dikutip dari Ibn Quthaibah, maka hal itu sama sekali tidak merusak sifat adil Sha’sha’ah, tabi’in yang agung itu.

Ibn Quthaibah memandang dia sebagai salah seorang perawi Syi’ah yang terkenal, hanya karena ia ikut berperang bersama ‘Ali dalam Perang Jamal. Jadi, bukan karena itu berpaham Rafidhah yang mendiskreditkan para sahabat pada umumnya, dan Abu Bakar dan ‘Umar pada khususnya. Hal seperti itu banyak terjadi pada para sahabat dan tabi’in, di mana mereka berpihak kepada ‘Ali dalam perang melawan Mu’awiyah. Karena itu, apakah mereka harus dipandang telah keluar dari lingkungan Ahlus-Sunnah wal-jam’a’ah, dan mesti dipandang sebagai kaum Rafidhah? Hal seperti ini tidak pernah dikatakan oleh ulama Sunni. Sebab ciri utama Rafidhah terletak pada keberanian mereka memberi takwil dan mengubah kalam Allah, dan dengan begitu mereka berpacu untuk berdusta.

c. Catatan Agaknya Mahmud az Zabby tidak melihat bahwa kesyiahan perawi ini justru diterangkan oleh ulama ahlu sunnah sendiri. Mengenai Ta’will yang dituduhkan, justru banyak ditemukan ta’wil di kalangan ahlu sunnah sebagimana terlihat dalam QS: 33:33 yang ditakwilkan sendiri dan bertentangan dengan keterangan Rasulullah saw. Mengenai ia apakah beliau keluar dari lingkungan ahlu sunnah, meminjam Dr at Tijani, justru kaum syi’ah adalah ahlu sunnah wal jama’ah, karena mereka patuh dan tunduk pada sunnah Rasulullah.


43. Thawus bin Kisan al Khaulami al Hamdani al Yamani (Abu Abdurahman). Kalangan ahlu sunnah tidak meragukan ia sebagai salah seorang tokoh syi’ah sebagaimana dinyatakan Syahrastani dan Ibnu Qutaibah. Penyusun kitab enam termasuk Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis darinya. Tidak ada penolakan dari az Zabby sang polemis.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Tawus ibn Kisan al-Khawlani al-Hamadani al-Yamani Beliau adalah bapa `Abdul-Rahman. Ibunya seorang Farsi, dan bapanya adalah Ibn Qasit, seorang hamba Namri bagi Bajir ibn Raysan al-Himyari. Intelek Sunni menganggap beliau seorang Shi’a tanpa sebarang soalan.

Diantara pemuka-pemuka Shi’a, al-Shahristani menyebut beliau di dalam bukunya Al-Milal wal-Nihal, dan Ibn Qutaybah di dalam bukunya Al-Ma`arif. Pengarang dari enam buku sahih, begitu juga yang lain, semuanya telah bergantung pada penyampaiannya. Rujuk kepada hadith beliau di dalam kedua sahih dimana beliau menyebutkan dari Ibn `Abbas, Ibn `Umer dan Abu Hurayrah, dan di dalam sahih Muslim dimana beliau menyebut dari `Ayesha, Zayd ibn Thabit, dan `Abdullah ibn `Umer.

Hadith beliau telah dirakamkan di dalam sahih Bukhari sahaja yang disampaikan oleh al-Zuhri, dan di dalam Muslim oleh ramai tradisionis yang terkenal. Beliau meninggal di Makah semasa hendak menunaikan fardhu haji, satu hari sebelum hari Tarwiya (i.e.pada 7th Thul-Hijjah), dalam tahun sama ada 104 atau 106 H.

Perkebumiannya mendapat perhatian umum. Keranda beliau telah dipikul oleh `Abdullah anak lelaki al-Hasan anak lelaki Amirul Mukminin (as). Dia sedang berebut-rebut dengan yang lain untuk memikulnya, sehinggakan tutup kepalanya jatuh, dan pakaiannya koyak dibahagian belakang oleh kesesakkan, seperti yang disampaikan oleh Ibn Khallikan di dalam buku biografinya bagi Tawus di dalam Wafiyyat al-A`yan.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi . Thawus ibn Kisah al-Yamani, Dalam at-Tahdzib, Ibn Hajar menyatakan bahwa Thawus sempat bertemu lima puluh orang sahabat. Ulama hadits juga sepakat bahwa Thawus adalah seorang yang jujur, adil, tsiqat, dzabit, taqwa, zuhud, dan banyak ibadahnya. Mereka menerima hadits Thawus yang bersumber dari ‘A’isyah, ‘Umar dan ‘Ali. Karena itulah, ulama hadits, Ashabus-Sittah meriwayatkan haditsnya. Mengenai pernyataan penulis Dialog Sunnah-Syi’ah yang dikutip dari Ibn Quthaibah dan asy-Syahristani, hal tersebut tidak merusak keadilan Thawus, seperti penjelasan kami mengenai perawi nomor 42.


44. Dzallim bin Amr bin Sufyan (Abul Aswad ad Duali) ia seorang pengikut setia Imam Hasan dan Imam Husain dan pendukung kepemimpinan Imam Ali sebagaimana disebutkan oleh Syahrastani dan ibnu Qutaibah dan menurut mereka berdua ia adalah orang yang berfaham syi’ah. Kitab shahih yang enam termasuk Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadist darinya. Az Zabby tidak menolak pandangan al musawi dalam bukunya alih-alih malah memujinya sebagai peletak dasar ilmu Nahwu dan gramatikal arab.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. Zalim ibn `Amr ibn Sufyan, Abul-Aswad al-Du’ali Beliau seorang Shi’a dan taat mematuhinya semasa wilayat Imams `Ali, al-Hasan dan al-Husayn, begitu juga dengan yang lainnya dari ahli Ahlul al-Bayt, keamanan kepada mereka semua, adalah lebih jelas dari sinaran matahari itu sendiri dan tidak memerlukan kepada pembuktian.[10]

Kami telah memperkatakannya dengan mendalam di dalam hasil kerja kami Mukhtasar al-Kalam fi Muallifi al-Shi`a min Sadr al-Islam. Beliau adalah seorang Shi’a tiada siapa yang mempertikaikannya. Walaupun terdapat ini semua, pengarang enam buku sahih kesemuanya bergantung kepada penyampaiannya. Rujuk kepada hadith beliau mengenai `Umer ibn al-Khattab di dalam sahih Bukhari.

Di dalam Muslim hadith beliau telah disampaikan oleh Abu Musa dan `Umran ibn Hasin. Di dalam kedua buku sahih, hadith beliau telah disampaikan oleh Yahya ibn Ya`mur. Di dalam Bukhari, `Abdullah ibn Buraydah telah menyebutkan beliau, dan di dalam Muslim, hadith beliau telah disampaikan oleh anak lelakinya Abu Harb. Dia meninggal, semoga Allah merahmatinya, ketika berumur 85 tahun di Basrah pada tahun 99 H. oleh wabak yang menyerang kota tersebut. Beliaulah yang meletakkan asas pada nahu arab menurut tata cara yang dipelajarinya dari Amirul Mukminin [as] sebagaimana kami telah terangkan di dalam buku kami Al-Mukhtasar.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. Dzalim ibn ‘Amr ibn Sufyan Abul Aswad ad-Du’ali al-Bashri Menurut ibn Mu’in, Abu al-Aswad adalah orang yang tsiqat. Al-Ajli berkata: “Ia seorang tabi’in kelahiran Kufah. Dialah orang pertama yang membahas atau berbicara tentang tata bahasa, nahwu. Al-Waqidi berkata: “Ia masuk Islam pada zaman Nabi, dan berperang bersama ‘Ali pada Perang Jamal.

Dalam ath-Thabaqat al-Ulama’ min ahl al-Bashrah, Ibn Sa’id berkata, “Ia seorang penyair Syi’ah. Namun ia seorang yang tsiqat dalam haditsnya. Insya Allah, Ibn Hibban menyebut Abu al-Aswad dalam daftar tabi’in yang tsiqat. Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Abu al-Aswad adalah orang yang tsiqat, dan hadits dapat dijadikan hujjah. Ulama hadits tidak ada yang melontarkan suara cela kepada Abu al-Aswad selain Ibn Sa’ad yang memandangnya bertasyayyu’. Tetapi tasyayyu’ ini tidak mengurangi keadilan Abu al-Aswad. Karena itulah, Ashabus-Sittah meriwayatkan haditsnya.

Mengenai tuduhan al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, bahwa kesyi’ahan Abu al-Aswad lebih terang dan lebih jelas dari matahari, merupakan isapan jempol belaka. Tuduhan demikian hanya karena Abul al-Aswad berperang bersama ‘Ali di Perang Jamal. Tanggapan terhadap tuduhan semacam ini telah kami jelaskan dalam penjelasan mengenai perawi nomor 42.


45. Amir bin Wailah binAbdullah al Litsi al Makki (Abu Thufail) Ibnu Qutaibah menyebutkanya sebagai penganut rafidhi, Ibnu Abdill Barr menyebutkanya sebagai pengikut setia Imam Ali, ia seorang yang pandai dan bijaksana serta cerdas dan cakap. Hadisnya banyak diriwayatkan oleh Muslim. Az Zabby tidak menolak pandangan al Muaswi bahkan ia mengutip kecaman Abu Muhammad ibn Hazm yang menolak seluruh hadistnya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at :. `Amr ibn Wa’ilah ibn `Abdullah ibn `Umer al-Laithi al-Makki Juga dikenali sebagai Abul-Tufayl, beliau telah dilahirkan pada tahun yang sama berlakunya peperangan Uhud i.e. 3.H. Beliau selama lapan tahun berada semasa dengan Rasul [sawas]. Ibn Qutaybah telah memuatkan beliau diantara yang dipanggilnya ‘pelampau Rafidis,” mengatakan bahawa beliau adalah pembawa panji-panji al-Mukhtar dan para sahabat yang terakhir mati.

Ibn `Abd al-Birr telah menyebut beliau di dalam Bab kunayat di dalam bukunya Isti`ab dengan berkata, “Beliau tinggal di Kufa dan beliau bersama `Ali (as) di dalam semua peperangan. Apabila `Ali (as) telah dibunuh, beliau pergi ke Makah.” Dia mengakhirnya dengan berkata, “Beliau seorang terhormat dan bijak, pantas pada memberikan jawapan yang betul, fasih. Beliau juga adalah seorang dari Shi’a `Ali [as]” Dia juga menunjukkan bahawa ‘Suatu ketika Abul-Tufayl menemui Mu`awiyah dan dia bertanya kepada beliau: `Untuk berapa lama kamu berkabung diatas kematian sahabat kamu Bapa al-Hasan (as)?’ Beliau menjawab: `Saya bersedih sebanyak mana ibu Musa bersedih ketika berpisah dengan anaknya, dan saya mengadu kepada Allah diatas kekurangan saya.’

Mu`awiyah bertanya kepada beliau: `Adakah kamu diantara mereka yang mengenakan kepongan dirumah `Uthman?’ Dia menjawab: `Tidak; tetapi saya ada menziarahi dia.’ Kemudian Mu`awiyah bertanya lagi: `Apa yang menghalang kamu dari menyelamatkan dia?’ Dia membidas: `Bagaimana pula dengan kamu? Apa yang mengahalang kamu dari melakukan itu apabila kamatian telah pasti akan berlaku kepda dia, sedang kamu berada di Syria, seorang ketua diantara orang-orang suruhannya?!’

Mu`awiyah menjawab: `Tidakkah kamu lihat bahawa membalas dendam adalah petunjuk terhadap sokongan saya?’ `Amir kemudian memberitahu Mu`awiyah bahawa dia bertindak sama seperti apa yang dikatakan di dalam syair yang digubah oleh saudara Ju`f, seorang penyair dimana dia berkata: `Kamu menanggisi kematian ku, bahkan ketika aku hidup, kamu tidak langsung menghilangkan kelaparan yang aku tanggong.’”

Al-Zuhri, Abul-Zubair, al-Jariri, Ibn Abul-Hasin, `Abdul-Malik ibn Abjar, Qatadah, Ma`ruf, al-Walid ibn Jami`, Mansur ibn Hayyan, al-Qasim ibn Abu Bardah, `Amr ibn Dinar, `Ikremah ibn Khalid, Kulthum ibn Habib, Furat al-Qazzaz, dan `Abdul-Aziz ibn Rafi` telah menyampaikan hadith beliau seperti mana terdapat di dalam buku sahih Muslim dan Bukhari.

Kerja-kerja Bukhari mengandungi tradisi Rasul [sawas] mengenai haji yang disampaikan oleh Abul-Tufayl. Beliau menerangkan kerekteristik Rasul, dan beliau menyampaikan mengenai ibadah dan tanda-tanda kerasulan dari Ma`ath ibn Jabal, dan beliau menyampaikan mengenai ketentuan dari `Abdullah ibn Mas`ud. Beliau sampaikan dari `Ali (as), Huthayfah ibn al-Yemani, `Abdullah ibn `Abbas dan `Umer ibn al-Khattab, seperti mana yang telah diketahui oleh semua penyelidik hadith Muslim selain daripada pengarang Musnad. Abul-Tufayl, semoga Allah merahmati ruhnya, telah meninggal di Makah pada tahun 100 H. (sebahagian mengatakan pada tahun 102, sedang yang lain mengatakan 120), dan Allah lebih mengetahui.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. Amir ibn Wailah Abut-Thufail al-Laitsi al-Makki Dalam kitab Hadi al-Sari, Ibn Hajar berkata: “Imam Muslim dan ulama lain menetapkan bahwa Amir termasuk sahabat Nabi. Abu ‘Ali ibn Sakan berkata: “Terdapat riwayat yang mengatakan bahwa ia melihat Rasulullah, menurut jalur-jalur riwayat yang kuat.” Tetapi tidak ditemukan riwayat bahwa ia meriwayatkan hadits langsung dari Nabi Di dalam kitab at-Tarikh al-Aswad, imam Bukhari meriwayatkan bahwa Amir berkata: “Aku menemui delapan tahun dari masa hidup Rasulullah.”

Menurut Ibn ‘Ali, dia seorang sahabat. Kaum Khawarij mengusir dia, karena dekatnya dengan ‘Ali, dan pernyataannya yang selalu mengagungkan ‘Ali dan Ahlul-Bayt. Namun tak ada bahaya dalam haditsnya. Menurut Ibn Hanbal, dia seorang Makkah yang tsiqat. Ibn Sa’ad menyatakan hal serupa, hanya ia menambahkan bahwa Amir adalah orang Syi’ah. Ibn Hajar berkata: “Abu Muhammad ibn Hazm memandang Amir sebagai orang yang jelek, ia mendha’ifkan hadits-haditsnya.”

Lebih lanjut Ibn Hajar mengatakan: “Dia memiliki riwayat hadits yang pilihan. Ia seorang sahabat, tak syak lagi. Tidak ada pengaruhnya tuduhan orang atas dirinya, apalagi jika tuduhan itu hanya bersifat emosional semata. Aku tidak melihat di dalam shahih Bukhari riwayat darinya kecuali satu hadits yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, yang bersumber dari ‘Ali ibn Abi Thalib.” Ma’ruf ibn Kharbud meriwayatkan hadits darinya. Juga ulama ulama hadits yang lain. Ringkasnya, para ulama sepakat bahwa Amir adalah seorang sahabat yang adil dan tsiqat. Semua sahabat, menurut ulama Sunni, adalah adil. Ulama hadits tidak menemukan sesuatu pada diri Amir yang dapat merusak sifat adil dan tsiqatnya.

Adapun tuduhan bahwa ia Syi’ah, itu artinya ia berpendapat bahwa kebenaran ada di pihak ‘Ali, sewaktu dia berselisih dan berperang dengan Mu’awiyah. Sudah saya jelaskan bahwa hal seperti itu banyak terjadi di kalangan sahabat. Karena itu, sebagian dari Ashabus-Sittah meriwayatkan hadits Amin.

46. ’Abbad bin Yaqub al Asadi ar Rawajini ad Daruwquthni menyebutnya sebagai seorang yang berpaham syi’ah, IbnU Hibban menyebutnyua sebagaui penganjur paham rafidhiah, meskipund demikian tokoh-tokoh ahlu sunnah seperti Bukhari, Turmudzi, Ibnu Majjahm Ibnu Khuzaimah dan Ibn Abi Daud mengambil riwayat hadis darinya. Az Zabby tidak memberikan penentangan pada pandangan al Musawi ini.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Abbad ibn Ya`qub al-Asadi al-Ruwajni al-Kufi Beliau telah disebutkan oleh Dar Qutni yang mengatakan, “`Abbad ibn Ya`qub adalah Shi’a yang jujur” Ibn Hayyan menyebut beliau dan berkata, “`Abbad ibn Ya`qub pernah mempelawa manusia kepada Rafidism.” Ibn Khuzaymah berkata, “`Abbad ibn Ya`qub adalah seorang yang mana tradisinya tidak diragukan, walaupun pegangan kepercayaannya dipersoalkan, etc.”

`Abbad menyampaikan dari al-Fadl ibn al-Qasim, Sufyan al-Thawri, Zubayd, Murrah, bahawa Ibn Mas`ud pernah menterjemahkan ayat “Allah telah menyelamatkan yang beriman dari berperang” (Qur’an, 25:33) untuk menunjukkan bahawa mereka telah diselamatkan dari memerangi `Ali. Dia menyebut dari Sharik, `Asim, Tharr, dari `Abdullah yang telah mengatakan bahawa Rasul Allah [sawas] telah berkata: “Apabila kamu melihat Mu`awiyah diatas mimbar ku, bunuhlah dia.”

Hadith ini telah dirakamkan oleh Tabari dan lainnya. `Abbad berkata bahawa sesiapa yang tidak menyebutkan di dalam doa harian mereka bahawa dia melepaskan diri dari musuh keturunan Rasul [as] akan dibangkitkan di dalam golongan mereka. Dia juga mengatakan, “Allah awj adalah terlalu adil untuk membenarkan Talhah dan al-Zubayr memasuki syurga, mereka telah memerangi ‘Ali setelah memberikan sumpah setia mereka kepadanya.” Salih al-Jazrah telah berkata: “`Abbad ibn Ya`qub pernah menolak `Uthman.” `Abbad al-Ahwazi menyebutkan dari penyampai yang dipercayainya berkata bahawa `Abbad ibn Ya`qub pernah menolak keturunan ‘mereka’. Walaupun terdapt semua ini, para Imam Sunni seperti al-Bukhari, al-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Khuzaymah, dan Ibn Abu Dawud bergantung kepada penyampaiannya, penasihat mereka, kepada beliau mereka telah memberikan sepenuh kepercayaan.

Walaupun dengan perjudis dan penolakkannya, Abu Hatim telah menyebutkan beliau dan berkata bahawa beliau adalah shaykh yang dipercayai. Al-Thahbi menyebut beliau di dalam bukunya Al-Mizan dan berkata, “Beliau adalah seorang pelampau Shi’a, ketua pembuat bid’ah; tetapi jujur apabila menyampaikan hadith.” Dia terus menyebutkan seperti yang telah diperkatakan diatas mengenai pandangan `Abbad. Al-Bukhari menyebut dari beliau secara terus ketika membincangkan tawhid di dalam sahihnya. Dia meninggal, semoga Allah mencucuri rahmat keatasnya, di dalam bulan Shawwal 150 H. Al-Qasim ibn Zakariyyah al-Mutarraz dengan sengaja telah salah sampaikan kenyataan `Abbad mengenai menggali laut dan aliran airnya, dan kami berlindung dengan Allah dari berkata dusta mengenai mereka yang beriman; sesungguhnya Dialah yang menggagalkan rencana mereka.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. ‘Abbad ibn Ya’qub al-Asadi ar-Rawajini al-Kufi Abu Sa’id Dalam Hadi al-Sari, Ibn Hajar berkata bahwa ‘Abbad adalah orang Rafidhah yang terkenal. Hanya saja ia seorang yang jujur. Abu Hatim memandang dia tsiqat.

Hakim berkata: “Ibn Huzaimah ketika bercerita tentang ‘Abbad berkata, “Riwayat ‘Abbad dapat dipercaya, tetapi pendapatnya sangat diragukan.” Ibn Hibban berkata: “Ia seorang Rafidhah yang selalu mengajak orang lain mengikuti jejaknya. Saleh ibn Muhammad berkata, “Ia memaki ‘Utsman ibn ‘Affan.” Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits (disertai perawi hadits lain) dari ‘Abbad tentang tauhid. Hadits dimaksud bersumber dari Ibn Mas’ud, yang cuplikannya berbunyi: “Perbuatan apakah yang paling utama?” Terhadap hadits ini, Imam Bukhari mempunyai banyak jalan dari perawi-perawi yang berlainan.

Kenyataan ini dapat menimbulkan pertanyaan, bagaimana Bukhari dan pengumpul hadits lainnya mau menerima hadits dari seorang perawi yang keadaannya dha’if dan lemah (wahan)? Jawabannya adalah bahwa periwayatan itu tidak dipergunakan untuk hujjah, sebab kadang-kadang seorang muhaddits mengeluarkan suatu hadits dari seorang perawi, tetapi ia tidak menjadikannya hujjah. Hal seperti ini lazim dan absah dalam ushul al-hadits, seperti disebut dalam ungkapan: “Seorang mencatat hadits, tetapi ia tidak menjadikannya hujjah.” Hadits seperti itu oleh para ahli hadits digunakan sebagai penguat (pendukung), bukan sebagai penetap hukum dasar. Hal seperti itu sama halnya dengan (perawi) ‘Abbad ibn Ya’qub di mana Bukhari menerima satu hadits darinya dengan disertai sanad hadits lain. Sebenarnya hadits itu sendiri mempunyai, banyak jalan, selain jalan ‘Abbad. Namun tidak ada masalah mengenai periwayatan Bukhari, sebab tak seorang pun yang memandang ‘Abbad dusta. Mereka hanya mengecam sikap rafadhnya.

Adapun hadits-hadits ‘Abbad yang diriwayatkan oleh sebagian Ashabus-Sittah, maka tidak ada hubungannya dengan bid’ah ‘Abbad. Kecuali itu, untuk hadits tersebut diketemukan sanad lain yang sahih dan jumlahnya banyak. Wallahu a’lam.


47. Abdul bin Daud (Abu Abdurrahman) al Hamdani, Ibnu Qutaibah menyebutnya sebagai seorang syi’ah. Al Bukhari meriwayatkan hadist darinya. Az Zabby tidak menolak pandnagan al Musawi bahkan ia secara tidak langsung mengukuhkanya dengan menampilkan pandnagan ulama ahli hadis sunni yang mendukung periwayatanya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Abdullah ibn Dawud Beliau adalah bapa kepada `Abdul-Rahman al-Hamadani al-Kufi. Beliau tinggal di Al-Harbiyya, di pinggir Basrah. Qutaybah telah menjumlahkan beliau diantara personaliti Shi’a yang terkemua di dalam bukunya Al-Ma`arif, dan al-Bukhari telah bergantung kepada penyampaiannya di dalam buku sahihnya. Rujuk kepada hadith beliau dari al-A`mash, Hisham ibn `Urwah dan Ibn Jurayh. Hadith beliau telah disampaikan di dalam sahih Bukhari oleh Musaddid, `Amr ibn `Ali, dan, disebahagian tempat oleh Nasr ibn `Ali. Dia meninggal pada tahun 212.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. ‘Abdullah ibn Dawud ibn Amir ibn Rabi’ al-Hamdani Abu ‘Abdurahman’Abdullah dikenal dengan sebutan, al-Kharibi. Ia berasal dari Kufah, namun tinggal di Kharibah, sebuah tempat di Bashrah. Menurut sebagian pendapat, ia tinggal di Ibadan.Ibn Mu’in, Abu Hatim, Abu Zara’ah, an-Nasa’i dan Daruquthni memandang ‘Abdullah sebagai orang tsiqat. Ibn Sa’ad berkata: “Ia tsiqat, dan tekun beribadah.” Al-Kadimi berkata: “Aku tidak pernah berdusta kecuali sekali saja.

Ceritanya begini: Ayahku bertanya, ‘Sudahkah kau belajar kepada seorang guru?’ ‘Sudah,’ jawabku. Padahal, aku belum mengaji kepada seorang guru pun.’Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ‘Abdullah adalah seorang tsiqat, jujur dan terpercaya. Karena itulah Ulama hadits menjadikan hadits ‘Abdullah sebagai hujjah, dan beberapa orang dari Ashabus-Sittah meriwayatkan hadits darinya. Kalau benar apa yang dikatakan penulis ad-Muraja’at bahwa Ibn Quthaibah memandang ‘Abdullah al-Kharibi sebagai salah seorang tokoh Syi’ah, hal tersebut tak jadi soal sebagaimana berkali-kali kami kemukakan bahwa ibn Qutaibah dan ulama Sunni lainnya memahami tasyayyu’ sebagai suatu sikap memihak kepada ‘Ali dan Ahlul Bayt, tidak lebih. Mereka membedakan pengertian tasyayyu’ dan rafadh. Ulama Sunni tidak menolak riwayat orang Syi’ah sejauh ia dikenal sebagai orang jujur, taqwa, tidak dusta, dan tidak mempromosikan bid’ahnya.


48. Abdullah bin Syaddad bin Hadi (Usamah) bin ’Amr al Laitsi. Pengikut setia Imam Ali bin Abi Thalib, Ibn Sa’ad dalam Thabaqat menyebutnya sebagai ulama dan ahli fiqh kalangan syi’ah. Bukhari dan Muslim meriwayatikan dalam kitab shahihnya. Az Zabby jsutru menguatkan dengan menampilakn pandangan ulama ahli hadis kalngan sunni tentang ke tsiqatan dirinya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Abdullah ibn Shaddad ibn al-Had Nama penuh Al-Had adalah Usamah ibn `Abdullah ibn Jabir ibn al-Bashir ibn `Atwarah ibn `Amir ibn Malik ibn Laith al-Laithi al-Kufi Abul-Walid, seorang sahabat Amirul Mukminin (as). Ibu beliau adalah Salma anak perempuan `Amis al-Khayth`ami, adik kepada Asma’. Dia adalah sepupu dari pihak ibu kepada `Abdullah ibn Ja`fer dan Muhammad ibn Abu Ja`fer, dan abang kepada `Amara anak perempuan Hamzah ibn `Abdul-Muttalib dari pihak ibu. Ibn Sa`d memuatkan beliau diantara penduduk Kufa yang amat terkenal dengan ilmu fiqh dan berpengetahuan dan tergolong di dalam tabi`in.

Pada penutup biografinya, pengarang mengatakan di muka surat 86 di Vol. 6 dari bukunya Tabaqat: “Semasa pemerintahan `Abdul-Rahman ibn Muhammad ibn al-Ash`ath, `Abdullah ibn Shaddad adalah diantara mereka yang membaca al-Quran secara hafalan dan memerangi al-Hajjaj, dan beliau terbunuh semasa peperangan Dujail.” Dia juga berkata, “Beliau adalah salah seorang faqih yang jujur yang telah menyampaikan banyak hadith, dan beliau adalah seorang Shi’a.” Peperangan yang dirujukkan diatas berlaku di dalam tahun 81 H. Semua pengarang buku sahih telah bergantung pada penyampaian `Abdullah ibn Shaddad. Hadith beliau telah disampaikan oleh Ishaq al-Shaybani, Ma`bid ibn Khalid dan Sa`d ibn Ibrahim.

Hadith mereka dari ‘Abdullah ibn Shaddad terdapat di dalam kedua buku sahih dan juga yang lainnya, sebagai tambahan kepada semua Musnad. Al-Bukhari dan Muslim menyebutkan hadith beliau seperti disampaikan dari `Ali (as), Maymuna dan `Aisha.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. . ‘Abdullah ibn Syaddad ibn al-Hadi al-Laytsi ‘Abdullah dilahirkan pada zaman Nabi. Imam Ahmad berkata: “‘Abdullah tidak menerima hadits secara langsung dari Rasulullah saw.” Ibn al-Madini berkata: “‘Abdullah berperang bersama ‘Ali pada hari Nahrawan.” Menurut al-Waqidi, ia berperang bersama Qara’ pada peperangan Asy’ats melawan Hajjaj. Lalu ia terbunuh pada hari Dujail. ‘Abdullah sendiri termasuk orang yang, tsiqat, banyak haditsnya, dan ia berpihak kepada ‘Ali (tasyayyu’). Al-Ajili dan Khatib berkata: “‘Abdullah termasuk pemuka tabi’in, dan tsiqat.

Menurut Abu Zara’ah dan Nasa’i, ia tsiqat. Menurut Ibnu Sa’ad, ia pendukung ‘Utsman, dan tsiqat dalam haditsnya. Namun pernyataan ibn Sa’ad di atas merupakan suatu pernyataan yang banyak dipertanyakan orang. Dari pendapat-pendapat ulama di atas dapat disimpulkan bahwa ‘Abdullah adalah seorang tabi’in yang tsiqat dan terpercaya. Tidak ditemukan pernyataan ulama yang menggugurkan sifat adil ‘Abdullah. Karena itu, beberapa orang dari Ashabus-Sittah meriwayatkan hadits ‘Abdullah.

Mengenai pendapat yang menyatakan bahwa ‘Abdullah adalah Syi’ah, itu tidak mengurangi sifat keadilan dan kekuatan hadits ‘Abdullah sebagai hujjah, asalkan kita tetap memahami pengertian tasyayyu’ menurut ulama Sunni. Wallahu a’lam bishshawab.


49. Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Abban al Qurasyi ( Julukanya Masykadanah) ia adalah guru dari Muslim, Abu Daud dan al Baghawi. Ia disebut oleh Muhammad abu Jazrag sebagai seorang syi’ah. Asz Dzahabi menyebutkanya Muslim dan Abu Daud meriwayatkan hadist darinya. Az Zabby tidak dapat membantah pandangan al Musawi alih-alih ia menunjukan pandnagn ulama ahli hadis sunni tentang ketsiqatanya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Abdullah ibn `Umer ibn Muhammad ibn Aban ibn Salih ibn `Umayr al-Qarashi al-Kufi Beliau juga dikenali sebagai Mishkadanah, beliau adalah penasihat kepada Muslim, Abu Dawud, al-Baghwi, dan ramai lagi mereka yang terkenal dan semuanya telah mempelajari hadith dari beliau.

Abu Hatim telah menyebut beliau dengan mengatakan tentang kejujurannya. Dia menyebutkan hadith dari beliau dan mengatakan bahawa beliau adalah Shi’a. Salih ibn Muhammad ibn Jazrah telah menyebut beliau dan berkata bahawa beliau adalah ‘pelampau’ Shi’a. Walaupun terdapat semua ini, `Abdullah ibn Ahmed telah menyampaikan hadith bari bapanya.

Abu Hatim menyatakan bahawa Mishkadanah seorang yang boleh dipercayai. Al-Thahbi telah menyebut beliau di dalam Al-Mizan, menerangkan beliau sebagai “seorang yang jujur yang telah mempelajari banyak hadith dari al-Mubarak, al-Dar Wardi, dan kumpulan ulama dari golongan mereka. Muslim, Abu Dawud, al-Baghwi dan ramai yang lain telah merakamkan banyak hadith dari beliau.” Dia telah memberi tanda nama beliau dengan singkatan nama Muslim dan Abu Dawud, menunjukkan dengannya bahawa mereka bergantung kepada hadithnya, dan meyebutkan apa yang ulama diatas telah katakan mengenai beliau. Dia juga telah mengatakan bahawa beliau telah meninggal dalam tahun 239 H.

Rujuk kepada hadith beliau di dalam Sahih Muslim seperti yang disampaikan melalui `Abdah ibn Sulayman, `Abdullah ibn al-Mubarak, `Abdul-Rahman ibn Sulayman, `Ali ibn Hashim, Abul-Ahwas, Husayn ibn `Ali al-Ju`fi dan Muhammad ibn Fudayl. Di dalam bab mengenai dengan penyebab-penyabab pada perpecahan, Muslim menyebut hadith dari beliau secara terus. Abul-`Abbas al-Sarraj telah berkata bahawa beliau meninggal dalam tahun 238 atau 237 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. ‘Abdullah ibn Amir ibn Muhammad ibn Abban ibn Shalih, yang bergelar MusykadanahMenurut Abu Hatim, ia jujur. Ibn Hibban menyebutkan namanya di dalam kitab ats-Tsiqat (Daftar Perawi yang Tsiqat). Shahih Hammad memandang ‘Abdullah sebagai Syi’ah ekstrim. Al-Aqili meriwayatkan dari sebagian gurunya bahwa sesungguhnya ‘Abdullah tergolong orang yang selamat.

Imam Muslim meriwayatkan 12 hadits dari ‘Abdullah mengenai Fathimah al-Zahrah. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ‘Abdullah ibn Amir adalah tsiqat dan jujur. Tidak ditemukan pernyataan ulama yang dapat menodai ketsiqatan dan kejujuran ‘Abdullah. Karena itu, beberapa orang dari Ashabus-Sittah meriwayatkan haditsnya.

Mengenai tuduhan bahwa dia Syi’ah, itu tidak mengurangi kredibilitas ‘Abdullah, setelah kita mengerti makna dari istilah “Syi’ah” itu. Adapun pendapat yang menyatakan bahwa ‘Abdullah adalah Syi’ah ekstrim, itu tidak lain maksudnya adalah bahwa ia lebih mengutamakan ‘Ali daripada ‘Utsman. Sikap seperti ini tidak menjadi persoalan bagi seorang perawi hadits, asalkan ia dikenal sangat jujur.


50. Abdullah bin Luhai’ah bin Uqbah al Hadhrami Ia adalah ulama yang menjabat sebagai qadhi mesir. Ibnu Qutaibah memasukanya sebagai tokoh syi’ah. Adz Dzahabi menyebutkan Shahih Muslim dan Turmudsi banyak mengutip hadis darinya. Az Zabby menuliskan dalam bukunya polemik berkenaan dirinya antara kelompok ulama Hadis ahlu sunnah yangmenerima riwayatnya dan menolak riwayatnya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Abdullah ibn Lahi`ah ibn `Uqbah al-Hadrami, seorang kadi dan ulama Mesir Di dalam bukunya Ma`arif, Ibn Qutaybah telah memuatkan beliau diantara shaykh yang terkenal.

Di dalam biografi `Abdullah ibn Lahi`ah, di dalam Al-Mizan nya, Ibn `Adi telah menerangkan beliau sebagai ‘pelampau Shi’a’ Menyebut dari Talhah, Abu Ya`li, mereka telah berkata: “Abu Lahi`ah telah berkata: `Hay ibn `Abdullah al-Ghafari telah menyampaikan melalui penyampaian Abu `Abdullah Rahman al-Hibli dari `Abdullah ibn `Umer bahawa ketika baginda sakit (yang membawa kepada kewafataannya), Rasul Allah [sawas] memberitahu kami untuk memanggil adiknya. Kami bawakan kepada beginda Abu Bakr, tetapi baginda berpaling darinya dan berkata: `Saya telah meminta untuk dibawakan adik saya’.

Kami kemudian bawakan `Uthman, tetapi sekali lagi Rasul Allah [sawas] berpaling darinya. `Ali (as) kemudiannya telah dibawa kepada baginda. Baginda menutupnya dengan jubah dan miringkan kepada baginda kepada bahu beliau untuk seketika lamanya [seakan baginda membisik sesuatu ketelinga beliau]. Apabila `Ali telah beredar, manusia bertanya kepada beliau: `Apakah yang Rasul [sawas] telah katakan kepada kamu?’ Beliau menjawab: `Baginda mengajarkan kepada ku seribu bab dan setiap bab membawa kepada seribu seksen.’”

Al-Thahbi menyebut beliau di dalam Al-Mizan nya, menandakan nama beliau dengan DTQ untuk menunjukkan siapakan diantara pengarang buku sahih yang menyebutkan dari beliau [i.e. Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan Dar Qutni. Rujuklah kepada hadith beliau di dalam sahih al-Tirmidzi, Abu Dawud dan semua musnads. Ibn Khallikan sangat menyanjung beliau di dalam Wafiyyat al-A`yan.

Rujuklah kepada hadith beliau di dalam Sahih Muslim seperti yang disampaikan oleh Yazid ibn Abu Habib. Di dalam bukunya Al-Jam` Bayna Kitabay Abu Nasr al-Kalabathi wa Abu Bakr al-Asbahani [Penyusunan kedua buah buku dari Abu Nasr al-Kalabathi dan Abul-Faraj al-Asbahani, al-Qaysarani memuatkan beliau diantara penyampai yang dipercayai oleh Bukhari and Muslim. Ibn Lahi`ah meninggal pada hari Ahad pertengahan Rabi`ul Akhir, 174 H.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. . 'Abdullah ibn Luhai'ah ibn Uqbah al-Hadrami, Ia menjabat sebagai hakim Mesir dan termasuk ulama di negeri itu. Menurut Ibn Mu'in, ia lemah (dha'if), dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah.

Menurut al-Hamidi dari Yahya ibn Saad, 'Abdullah tidak atau kurang diperhitungkan. Ibn Muhdi berkata: "Aku tidak pernah menggubris sesuatu hadits yang kudengar dari 'Abdullah ibn Luhai'ah. Ibn al-Madini dari ibn Muhdi berkata: "Aku tidak pernah mengambil sesuatu (hadits) dari ibn Luhai'ah." Ahmad ibn Zubair dari Yahya berkata: "Hadits ibn Luhai'ah tidak kuat alias lemah."

Menurut Abu Zara'ah dan Abu Hatim, Ibn Luhai'ah plin-plan, tidak tegas. Haditsnya dapat ditulis sebagai i'tibar (bahan pertimbangan). Menurut al-Jauzjani, tidak ada cahaya kebenaran pada hadits 'Abdullah, dan tidak selayaknya haditsnya dijadikan hujjah. Pada suatu hari an-Nasa'i berkata: "Aku tidak meriwayatkan dari ibn Luhai'ah, kecuali satu hadits yang diberitakan kepadaku oleh Hilal ibn al-'Ala. Ibn Hanbal berkata: "Aku mendengar 'Abdullah berkata bahwa hadits ibn Luhai'ah tidak dapat dijadikan hujjah, dan aku banyak menulisnya sekedar mengambil i'tibar dan untuk menguatkan sebagian hadits dengan hadits yang lainnya."
Ibn Hibban berkata: "Aku telah meneliti hadits-hadits Ibn Luhai'ah pada riwayat ulama mutaqaddimin (masa dahulu) dan muta'akhkhirin (masa belakangan). Lalu aku melihat adanya takhlith (campuraduk) dalam riwayat ulama muta'akhkhirin. Sedangkan dalam riwayat ulama mutaqaddimin banyak dijumpai hal-hal yang tidak ada dasarnya sama sekali. Aku pun kembali beri'tibar. Dan ternyata aku melihat Ibn Luhai'ah telah melakukan tadlis, mencampuraduk antara berita dari orang lemah dengan berita dari orang yang dipandang tsiqat. Maka bercampurlah antara keduanya. Dan ibn 'Adi memandang dia Syi'ah ekstrim. Dari pendapat-pendapat ulama di atas dapat disimpulkan bahwa 'Abdullah ibn Luhai'ah adalah dha'if. Haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah.

Adapun sebab kedha'ifannya terletak pada tadlis yang dilakukannya. Juga terletak pada kurangnya daya ingatan (dhabith) dan ketsiqatan Ibn Luhai'ah. Mengenai tuduhan "Syi'ah ekstrim" sebagaimana dikatakan Ibn Adi, tidaklah mengurangi sifat adil dan kekuatan haditsnya, seandainya ia tidak melakukan tadlis dan tidak lemah daya ingatnya. Jika sebagian ulama hadits menerima haditsnya, maka hal itu tidak untuk digunakan sebagai hujjah, tetapi untuk i'tibar. Sebab Ibn Luhai'ah termasuk orang yang bisa didaftar haditsnya, namun tidak dapat dijadikan hujjah. Disamping itu, mereka meriwayatkan hadits itu dengan disertai hadits lain supaya dapat menguatkannya. Wallahu a'lam bis-shawab.


51. Abdullah bin Maimun al Qaddah al Makki ia adalah pengikut imam Ja’far ash shidiq, Turmudzi berpegang pada haditsnya, Az Zabby menjelaskan penolakan hadis yang diriwayatkanya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Abdullah ibn Maymun al-Qaddah al-Makki Seorang sahabat Imam Ja`fer ibn Muhammad al-Sadiq (as), penyampaian beliau telah digunakan oleh al-Tirmidzi. Al-Thahbi menyebut beliau dan menandakan nama beliau dengan singkatan al-Tirmidzi sebagai petunjuk bahawa yang kemudian menyebutkan hadith dari beliau. Dia menambah dengan berkata bahawa beliau menyampaikan hadith yang disampaikan oleh Imam Ja`fer ibn Muhammad al-Sadiq (as), dan dari Talhah ibn `Umer.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. 'Abdullah ibn Maimun al-Qaddah al-Makki Menurut Imam Bukhari, 'Abdullah termasuk orang yang perlu dijauhi haditsnya. Abu Zara'ah memandang haditsnya penuh kealpaan.

Menurut at-Turmudzi, hadits Ibn Maimun itu munkar. Ibn 'Adi berkata: "Pada umumnya hadits Ibn Maimun tidak dapat diikuti." Menurut Imam Nasa'i, ia dha'if Abu Hatim berkata; "Hadits Ibn Maimun adalah munkar. Ia meriwayatkan hadits dari sumber-sumber secara bercampuran."

Hadits Ibn Maimun --tanpa disertai sanad lain-- tidak dapat dijadikan hujjah. Abu Nu'aim berkata: "'Ibn Maimun meriwayatkan hadits-hadits munkar." Para ulama sepakat bahwa Ibn Maimun itu dha'if, tidak tsiqat dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Tidak seorang pun yang menentang kesepakatan ini. Namun al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi'ah, memandang Ibn Maimun sebagai perawi Syi'ah yang tsiqat.

Hal ini jelas berlawanan dengan kesepakatan bulat para ulama hadits mengenai kedha'ifan Ibn Maimun. Penilaian al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi'ah yang kontroversial itu, hanya karena Ibn Maimun merupakan teman dekat salah seorang imam Syi'ah, yaitu Ja'far ibn Muhammad ash-Shadiq.

Dari sini terlihat bahwa kaum Rafidhah tidak memiliki metoda (sistem) untuk menentukan tsiqat dan dha'ifnya para perawi. Mereka hanya orang yang menuruti hawa nafsu, dan tersesat karenanya. Jika Imam at-Turmudzi meriwayatkan hadits dari Ibn Maimun, tidak berarti haditsnya dapat dijadikan hujjah. Sebab, seperti saya kemukakan berulang kali, sebuah hadits bisa didaftar sekedar sebagai i'tibar. Itu pun disertai sanad lain yang adil dan tsiqat.

c. Catatan tuduhan az Zabby yang dimiliki Ahlul Ba’it justru lebih sempurna, pengujian validitas sebuah hadits bukan hanya ditentukan dengan tsiqat dan dha'ifnya para perawi, tetapi mesti melalui pengujian dengan Al Qur’an, sehingga tidak ditemukan hadis asatir yang melecehkan para Nabi sebagaimana terdapat dalam riwayat hadits ahlu sunnah. Salman Rusdi penulis ayat-ayat setan mengakui bahwa sumber novelnya banyak diambil dari sumber otentik hadis di kitab-kitab standar yang enam (milik ahlu sunnah-pen).


52. Abdurrahman bin shaleh al azdi (Abu Muhammad al Kufi) Ibnu ’Adi menyebutkanya sebagai orang yang terbakar dalam faham syi’ah. Abu daud menyebutkan bahwa ia pernah menulis sebuah buku tentang cacad para sahabat. Meskipun begitu an Nasai dan al Baghawi mempercayai hadistnya demikian penuturan adz dzahabi. Az Zabby dalam bukunya tidak mengkritik al Musawi ia justru menampilakn polemik diantara ahli hadist ahlu sunnah yang menolak dan menerima riwayatnya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Abdul-Rahman ibn Salih al-Azdi Nama beliau adalah Abu Muhammad al-Kufi. Pelajar dan juga sahabat beliau `Abbas al-Duri berkata bahawa beliau seorang Shi’a. Ibn `Adi menyebutnya dan berkata, "Beliau telah terbakar di dalam api Shi’a." Salih Jazrah berkata bahawa `Abdul-Rahman pernah menentang `Uthman. Abu Dawud berkata bahawa `Abdul-Rahman telah menyusun sebuah buku mengandunggi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh sebahagian para sahabat Rasul [sawas], dan bahawa beliau adalah seorang yang keji.

Walaupun terdapat ini semua keduanya `Abbas al-Duri dan Imam al-Baghwi menyampaikan hadith beliau. Al-Nisa’i juga menyebut darinya. Al-Thahbi telah merujuk kepada beliau di dalam Al-Mizan nya dan menandakan nama beliau dengan singkatan al-Nisa’i sebagai petunjuk bahawa yang kemudian telah bergantung kepada beliau. Dia juga telah menyebutkan apa yang para Imams (diantara para Sunnis) telah katakan mengenai beliau seperti tertulis diatas.

Dia menunjukkan bahawa Ma`in mempercayai kepada beliau, dan beliau meninggal pada tahun 235. Rujuklah kepada hadith beliau di dalam buku Sunan seperti yang disampaikan melalui Sharik dan kumpulan terkemuka lainnya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. ‘Abdurahm’an ibn Shaleh al-Azdi al-Ataki, Diceritakan bahwa Ibn Shaleh akan menemui Ahmad ibn Hanbal. Dikatakan hal itu kepada Ahmad. Lalu Ahmad berkata: “Maha Suci Allah! ia seorang yang mencintai keluarga Nabi. Ia adil.”

Menurut Yahya ibn Mu’in, ia tsiqat, jujur, dan syi’ah. Bagi Ibn Shaleh, demikian Yahya, jatuh pingsan dari langit lebih ia sukai daripada berdusta walau hanya sepatah kata. Abu Hatim menilai Ibn Shaleh sebagai orang yang jujur. Musa ibn Harun berkata: “Ia tsiqat, yang bercerita tentang kekurangan-kekurangan para istri Rasulullah dan para sahabat:” Abu al-Qasim berkata: “Aku mendengar Ibn Shaleh berkata: “Orang paling utama setelah Nabi Muhammad adalah Abu Bakar dan ‘Umar.” Shaleh ibn Muhammad berkata: “Ia orang Kufah, yang mencerca ‘Utsman, tetapi ia jujur.” Abu Dawud berkata: “Aku tidak berminat untuk mendaftar hadits Ibn Shaleh. Ia menulis buku yang mengecam sahabat-sahabat Rasul”.

Ibn Hibban menyebut Ibn Shaleh dalam kitab ats-Tsiqat. Ibn Adi berkata: “Ibn Shaleh sangat dikenal di kalangan orang Kufah. Tidak ada orang yang menyatakan haditsnya dha’if. Hanya saja ia sangat menonjol dalam berpaham Syi’ahnya.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Ibn Shaleh bukan orang yang suka berdusta. Para ahli sepakat mengenai kejujurannya. Namun, mereka mengakui dan mencatat sikapnya yang condong ke Syi’ah. Sungguhpun demikian, sifat yang ditunjukkan Ibn Shaleh, seperti dikemukakan para ulama, tidaklah sampai pada batas rafadh. Sebab, Ibn Shaleh tidak mengutamakan ‘Ali atas Abu Bakar dan ‘Umar. Dan kalau benar bahwa ia menulis sebuah buku mengenai kekurangan-kekurangan para sahabat Nabi, maka hal itu menjadi dasar untuk menilai ia sebagai pembid’ah. Akan tetapi ia tidak menghalalkan sikap dusta untuk menguatkan pahamnya. Karena itu, ulama hadits tetap menjadikan haditsnya sebagai hujjah, karena ia dikenal sangat jujur dan anti kebohongan. Wallahu a’lam.

Hal di atas menunjukkan konsistensi ulama Sunni terhadap sistem dan metodologi ilmiah yang mereka ciptakan sebagai dasar al-jarh wat-ta’dil, (pertimbangan kekuatan dan keadilan rawi), ‘ilm ar-rijal (ilmu tentang perawi-perawi hadits), dan dalam qabulur-riwayat wa rafdhiha (diterima atau ditolaknya riwayat).

c. Catatan: seperti diakui sendiri oleh Mahmud az Zabby sistem dan metodologi pengujian hadis menurut ahlu sunnah hanya menggunakan 3 hal yaitu al-jarh wat-ta’dil, (pertimbangan kekuatan dan keadilan rawi), ‘ilm ar-rijal (ilmu tentang perawi-perawi hadits), dan dalam qabulur-riwayat wa rafdhiha (diterima atau ditolaknya riwayat).

Dalam tradisi syi’ah metodologi itu masih ditambah satu sebagaimana yang diperintahkan Imam Ja’far ash Shadiq yaitu hadis mesti diuji validitasnya dengan Al Qur’an. Maka dalam hadis ahlu sunnah banyak ditemukan hadis yang menyudutkan pribadi Rasulullah yang suci, misalkan : Rasulullah saw yang terkena sihir, Rasulullah yang bermuka masam, Rasulullah yan sholat tidak mandi junub dan lainnya.


53. Abdurrazzaq bin Humam bin Nafi’ al Himyari ash shan’ani Ia adalah sokoh syi’ah yang terkemuka, sebagimana disebutkan Ibn Qutaibah. Ia yang meriwayatkan tentang keutamaan ahlul ba’it. Ibn Khallikan menyebutkan bahwa bahyak pula yang meriwayatkan hadist darinya diantaranya : Sufyan bin Uyainah, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Mu’in. Az Zabby sang polemis, tidak menolak pandnagan itu bahkan dia berkomentar dalam dua halaman dengan mengutip pandangan para ahli hadist sunni tentang ketsiqatan dirinya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Abdul-Razzaq ibn Humam ibn Nafi` al-Himyari al-San`ani Seorang dari pemuka Shi’a dan dari keturunan yang dihormati, beliau telah dijumlahkan oleh Ibn Qutaybah diantara yang terkemuka Shi’a di dalam Ma`arif. Ibn al-Athir, pada muka surat 137, Vol. 6, dari bukunya Al-Tarikh Al-Kamil, menyebutkan kematian `Abdul-Razzaq pada penghujung peristiwa di dalam tahun 211 H. iaitu: “Dalam tahun itu, ahli tradisionis `Abdul-Razzaq ibn Humam al-San`ani, seorang dari penasihat Ahmed, yang Shi`a telah meninggal.”.

Al-Muttaqi al-Hindi menyebut beliau ketika membincangkan hadith no 5994 di dalam bukunya Kanz al-`Ummal, pada muka surat 391, Vol. 6, mengatakan bahawa beliau adalah Shi’a. Al-Thahbi, di dalam Al-Mizan, berkata, “`Abdul-Razzaq ibn Humam ibn Nafi`, penasihat Abu Bakr al-Himyari, adalah seorang Shi’a, seorang pembesar San`a, adalah seorang tradisionis yang amat dipercayai diantara semua ulama.” Dia meyampaikan biografi beliau dan menambah: “Beliau mempunyai banyak penulisan, mengarang [khususnya] Al-Jami` Al-Kabir. Beliau adalah pemelihara pengetahuan yang dicari oleh ramai manusia, seperti Ahmed, Ishaq, Yahya, al-Thahbi, al-Ramadi, dan `Abd.”

Dia membincangkan kerekter beliau dan menyebut al-`Abbas ibn `Abdul-`Azim, yang menuduh beliau sebagai penipu. Dia menyatakan bahawa al-Thahbi telah menolak tuduhan yang sedemikian. Dia berkata, “Bukan sahaja Muslim, tetapi semua mereka yang telah menghafal hadith telah bersetuju dengan al-`Abbas, sedangkan para Imams yang berpengetahuan bergantung kepada penyampaian beliau.”

Dia terus menyampaikan biografi beliau, dengan menyebut dari al-Tayalisi sebagai berkata: “Saya telah mendengar Ibn Ma`in mengatakan sesuatu yang darinya saya telah yakin bahawa `Abdul-Razzaq adalah seorang Sh’a. Ibn Ma`in bertanya kepadanya: `Guru kamu seperti Mu`ammar, Malik, Ibn Jurayh, Sufyan, al-Awza`i, semuanya adalah Sunnis. Dimana kamu belajar golongan Shi`ism?’ Dia menjawab: `Ja`fer ibn Sulayman al-Zab`i suatu ketika datang melawat, dan saya dapati beliau amat dihormati dan mendapat petunjuk yang benar, dari itu saya mempelajari Shi`ism dari beliau.’” `Abdul-Razzaq, seperti yang disebutkan diatas, dalam kenyataan dimana beliau berkata bahawa beliau adalah seorang Shi’a menunjukkan bahawa beliau telah mempelajari Shi`ism dari Ja`fer al-Zab`i, tetapi Muhammad ibn Abu Bakr al-Muqaddimi memikirkan bahawa Ja`fer al-Zab`i sendiri yang telah mempelajari Shi`ism dari `Abdul-Razzaq.

Bahkan dia menolak `Abdul-Razzaq atas sebab ini. Di dalam Al-Mizan, dia telah disebutkan sebagai berkata, “Saya harap saya telah kehilangan `Abdul-Razzaq untuk selamanya. Tiada siapa yang telah merosakkan kepercayaan Ja`fer selain dari dia.” Kerosakkan yang dia maksudkan adalah Shi`ism! Ibn Ma`in sangat bergantung kepada penyampaian `Abdul-Razzaq, walaupun dia telah mengatakan bahawa beliau adalah seorang Shi`a seperti yang dinyatakan diatas.

Ahmed ibn Abu Khayth`amah, seperti di dalam biografi Abdel-Razzaq di dalam Al-Mizan, telah berkata, “Ianya telah dikatakan kepada Ibn Ma`in bahawa Ahmed berkata bahawa `Ubaydullah ibn Musa menolak hadith `Abdul-Razzaq kerana beliau adalah seorang Shi’a. Maka Ibn Ma`in menjawab: `Saya bersumpah dengan Allah, Tuhan yang Esa, bahawa `Abdul-Razzaq lebih utama 100 kali dari `Ubaydullah, dan saya telah mendengar hadith `Abdul-Razzaq dan mendapatinya lebih banyak berjilid-jilid dari yang dipunyai `Ubaydullah.’” Juga di dalam biografi `Abdel-Razzaq di dalam Al-Mizan, Abu Salih Muhammad ibn Isma`il al-Dirari telah disebutkan sebagai berkata, “Ketika kami di San`a, tetamu `Abdul-Razzaq, kami mendengar bahawa Ahmed dan Ibn Ma`in, bersama dengan yang lainnya, telah menolak hadith `Abdul-Razzaq, atau mengatakan tidak suka kepadanya, kerana tradisionis adalah seorang Shi’a.

Berita itu amat menyedihkan kami. Pada fikiran kami bahawa kami telah membelanjakan wang yang banyak dan bersusah payah untuk datang kesini, semuanya adalah sia-sia sahaja. Kemudian saya bersama dengan rombongan haji yang hendak menuju ke Makah dimana saya bertemu dengan Yahya dan bertanyakan beliau mengenai isu tersebut. Dia, sebagaimana tersebut di dalam biografi `Abdel-Razzaq di dalam Al-Mizan, berkata: `Wahai Abu Salih! Walaupun jika `Abdul-Razzaq meninggalakan Islam sama sekali, janganlah kita menolak hadith darinya.’” Ibn `Adi telah menyebut beliau dan berkata: “`Abdul-Razzaq telah menyampaikan hadith mengenai kemuliaan, tetapi tiada siapa yang mengesahkannya.[11] Beliau juga menyenaraikan kesalahan-kesalahan orang tertentu, pandangannya telah ditolak oleh yang lain;[12] lebih-lebih lagi beliau dipercayai adalah seorang Shi’a.”

Walaupun telah terdapat semua ini, Ahmed ibn Hanbal telah ditanyakan suatu ketika, seperti tertulis di dalam biografi `Abdel-Razzaq di dalam Al-Mizan, sama ada dia mengetahui mana-mana hadith yang lebih baik dari yang disampaikan oleh `Abdul-Razzaq, dan jawapannya adalah negetif. Ibn al-Qaysarani menyatakan pada penghujung biografi `Abdul-Razzaq di dalam bukunya Al-Jami` Bayna Rijalul Sahihain, menyebut dari Imam Ahmed ibn Hanbal sebagai berkata, `Jika manusia mempertikaikan hadith Mu`ammar, maka penyelesainya yang terakhir adalah `Abdul-Razzaq.’

Mukhlid al-Shu`ayri berkata bahawa dia suatu ketika berada di dalam kumpulan `Abdul-Razzaq apabila sesaorang menyebut Mu`awiyah. `Abdul-Razzaq, seperti yang disebutkan di dalam biografinya di dalam Al-Mizan, kemudian berkata: `Janganlah merosakkan perjumpaan kita dengan menyebutkan keturunan Abu Sufyan.’” Zayd ibn al-Mubarak telah berkata: “Kami berada di dalam kumpulan ‘Abdul-Razzaq suatu ketika apabila kita memperkatakan hadith ibn al-Hadthan. Iaitu apabila `Umer’s berkata kepada `Ali dan al-`Abbas: `Kamu (i.e. `Abbas) telah datang untuk meminta warisan sepupu kamu [Rasul [sawas] sedangkan orang ini (i.e. `Ali) telah datang untuk meminta warisan isterinya dari bapanya, telah dibacakan, `Abdul-Razzaq, sebagaimana yang dinyatakan di dalam biografinya Al-Mizan, berkata: `Hentikanlah yang sungguh memalukan ini, manusia yang biadap sahaja yang menggunakan ‘sepupu’ dan ‘bapa’ sepatutnya Rasul Allah [sawas]!”

Walaupun dengan semua ini, kesemua penyusun Hadith telah merakamkan hadith beliau dan bergantung kepada penyampaiannya. Malah telah diperkatakan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Khallikan di dalam Wafiyyat al-A`yan, bahawa manusia tidak pergi kepada sesiapa selepas Rasul [sawas] sebegitu kerap seperti yang mereka lakukan kepada `Abdul-Razzaq’s. Beliau telah disebutkan oleh Imam yang sezaman dengannya seperti Sufyan ibn `Ayinah, adalah diantara para-para penasihat-penasihat. `Abdul-Razzaq sendiri adalah seorang darinya, Ahmed ibn Hanbal, Yahya ibn Ma`in, dan lain lagi.

Rujuklah kepada hadith beliau di dalam semua buku Sahih, dan juga Musnad, yang mana mengandungi sebahagian dari hadith beliau. Beliau telah dilahirkan, semoga Allah merahmati ruhnya, pada tahun 211 H. Beliau adalah sezaman dengan Abu `Abdullah Imam al-Sadiq (as) untuk selama 20 tahun.[13] Beliau meninggal semasa permulaan Imamate bagi Imam Abu Ja`fer al-Jawad (as), sembilan tahun sebelum Imam wafat.;[14] semoga Allah membangkitkan beliau bersama dengan para Imam ini yang beliau telah berkhidmat kepada mereka [as], adalah untuk mencari keridhaan kepada Allah.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. . ‘Abdurrazzaq ibn Himam ibn Nafi’ al-Humairi ash-Shan’ani . Penulis kitab Fath al-Bari berkata: “Ibn Himam adalah salah seorang penghafal hadits yang terpercaya. Ia memiliki banyak karya tulis. Semua imam memandang dirinya tsiqat, kecuali ‘Abbas ibn ‘Abdil ‘Adzim al-Anbari. Pandangan ‘Abbas tentang Himam agak subyektif, sehingga tak seorang pun sependapat dengannya.

Abu Zara’ah ad-Dimasyqi berkata: “Dikatakan kepada Ahmad ibn Hanbal, siapa yang lebih terpercaya antara ‘Abdurrazaq ibn Himam dan Muhammad ibn Bakar ad-Dasani?” jawab Ahmad, ” ‘Abdurrazaq.”‘Abbas ad-Duri dari Ibn Mu’in berkata: ‘Abduffazaq adalah perawi yang terpercaya dalam hadits Makmar dari Hisyam ibn Yusuf. Ya’qub ibn Syaibah dari ‘Ali ibn al-Madini berkata: “Hisyam ibn Yusuf berkata kepadaku, ‘Abdurrazaq adalah orang yang paling alim dan paling hafal diantara kita.” Berkata Ya’qub: “Keduanya (‘Abdurrazaq dan Hisyam) adalah orang tsiqat dan terpercaya.” Adz-Dzahili berkata: “‘Abdurrazaq adalah orang paling tahu tentang hadits, dan dia “hafizh”. Ibn ‘Adi berkata: “Perawi-perawi hadits yang tsiqat banyak berdatangan menemui ‘Abdurrazaq.

Mereka meriwayatkan hadits darinya. Namun mereka memandangnya Syi’ah. Label Syi’ah ini merupakan kecaman mereka yang paling akut. Tetapi, kejujuran ‘Abdurrazaq menempatkannya di posisi yang tidak tergoyahkan. An-Nasa’i berkata: “Perlu penelitian lebih jauh bagi orang yang menulis hadits ‘Abdurrazaq di saat ia berusia senja. Banyak orang menerima hadits munkar darinya.”

Atsram dari Ahmad berkata: “Barangsiapa mendapatkan informasi (hadits) dari ‘Abdurrazaq setelah ia buta, maka itu bukanlah hadits. Apa yang sudah ditulis dalam buku-bukunya, maka hal itu adalah benar dan shahih. Tetapi yang tidak tercatat dalam buku-bukunya, maka itu hanyalah hasil rekaman setelah ada upaya mengingat kembali apa yang pernah diketahuinya.” Ibn Hajar berkata: “Imam Bukhari berhujjah dengan sejumlah hadits yang diterima dari ‘Abdurrazaq sebelum ia memasuki usia senja. Dan imam-imam yang lain meriwayatkan hadits darinya.”

Dari berbagai pendapat ulama di atas dapat disimpulkan bahwa para ahli sepakat mengenai sifat adil, tsiqat, kejujuran dan kuatnya daya ingat ‘Abdurrazaq sebelum ia memasuki masa tuanya (masa di mana terjadi ikhtilath (campur-aduk). Pada waktu itu, tidak seorang pun berbeda pendapat. Hadits-haditsnya yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, juga dalam kitab Sunan lainnya, semuanya diriwayatkan sebelum ‘Abdurrazaq memasuki masa ikhtilath.

Kalangan ahli hadits tidak berselisih untuk berhujjah dengan hadits ‘Abdurrazaq sebelum tuanya. Adapun gelar Syi’ah yang dialamatkan kepadanya sudah merupakan kecaman ulama hadits yang paling keras. Namun label Syi’ah yang disandangnya tidak merusak sifat adil, tsiqat dan kejujurannya. Sebab ia bukanlah penganut Syi’ah ekstrim yang sampai ke tingkat rafadh. Selain itu, ia dikenal sangat jujur dan taqwa.

Mengenai bukti yang menunjukkan bahwa ia bukan Syi’ah Rafidhah adalah perkataan Ahmad ibn Azhar, “Aku mendengar ‘Abdurrazaq berkata: “Aku mengutamakan Abu Bakar dan ‘Umar lantaran ‘Ali ibn Abi Thalib lebih mengutamakan mereka daripada dirinya sendiri. Seandainya ‘Ali tidak mengutamakan mereka, tentu saya pun tidak akan melakukannya. Cukuplah dosaku manakala aku mencintai ‘Ali, namun mengingkari ucapannya.”

‘Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal berkata: “Aku bertanya kepada ayahku, apakah ‘Abdurrazaq itu Syi’ah ekstrim? ‘Aku tidak pernah mendengar hal seperti itu,’ jawab ayahku.” Salamah ibn Syabib berkata: “Aku mendengar ‘Abdurrazaq berkata: Demi Allah, dadaku tidak terbuka untuk mengutamakan ‘Ali melebihi kemuliaan Abu Bakar dan ‘Umar.

Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman. Orang yang tidak mencintai mereka, pastilah ia bukan orang mukmin. Katanya lagi: “Amal perbuatanku yang paling kokoh adalah kecintaanku kepada mereka.” Pernyataan-pernyataan di atas menunjukkan dengan jelas bahwa ‘Abdurrazaq bukanlah Syi’ah Rafidhah. Jika demikian, bagaimana bisa dibenarkan pendapat yang menyatakan bahwa ‘Abdurrazaq penganut paham Rafidhah, dan ia dipandang salah seorang perawi yang tsiqat dan adil? Ini jelas merupakan kepalsuan yang besar yang mengandung motif menghancurkan sendi-sendi sunnah Nabi, dan menceburkan keragu-raguan kepada mereka yang memelihara sunnah, supaya mereka dengan mudah bisa menghancurkan Islam. Orang-orang Sunni hendaknya awas dan peka terhadap hal ini!


54. Abdul Malik bin A’yan (Saudara Zurarah) Adz Dzahabi menyebutnya sebagai seorang syi’ah bersama saudaranya. Hadistnya diriwayatkan oleh Shahih Bukhari dan Muslim. Az Zabby tidak serta merta menolak hadis dia, bahkan dia menampilkan pandangan-pandangan ulama ahli hadist sunni.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Abdul-Malik ibn `Ayan Beliau adalah adik kepada Zararah, Hamran, Bakir, `Abdul-Rahman, Malik, Musa, Daris, dan Umm al-Aswad, semuanya keturunan `Ayan, dan semuanya adalah pemuka Shi`as.

Mereka telah memenangi piala kemuliaan pada berkhidmat terhadap sharia’ Islam, dan telah menghasilkan keturunan yang mulia lagi dihormati yang patuh kepada golongan dan pandangan agama mereka. Al-Thahbi menyebut `Abdul-Malik di dalam Al-Mizan, menyebut dari Abu Wa’il dan lainnya yang menyebut Abu Hatim sebagai berkata bahawa beliau telah menyampaikan hadith-hadith yang sahih, dan bahawa Ma`in telah berkata tidak terdapat sebarang kesalahan dengan hadith-hadith beliau, sedangkan penyampai yang lain mengesahkannya: Maka beliau adalah jujur, tetapi Rafidi, juga.” Ibn Ayinah telah berkata: “`Abdul-Malik, seorang Rafidi, telah menyampaikan hadith kepada kami.”

Abu Hatim berkata bahawa beliau adalah dikalangan yang mula-mula untuk mempercayai Islam Shi`a, dan bahawa hadith beliau adalah sahih. Keduanya, Sufyans telah menyampaikan hadith beliau dan penyampai yang lain telah menyampaikan dengan lebih sempurna susunannya.

Di dalam buku Al-Jami` Bayna Rijalul Sahihain, Ibn al-Qaysarani, seperti yang disebutkan oleh Sufyan ibn A`yinah, mempunyai sesuatu untuk mengatakan mengenai beliau: “`Abdul-Malik ibn `Ayan, adik kepada Hamran al-Kufi, adalah seorang Shi`a yang mana hadithnya mengenai tawhid dirakamkan oleh Bukhari seperti yang disampaikan oleh Abu Wa’il, dan mengenai iman seperti yang dirakamkan di dalam Muslim.” Beliau meninggal ketika era Imam al-Sadiq (as) yang mendoakan supaya rahmat Allah dicucuri kepadanya. Abu Ja`fer ibn Babawayh telah menyampaikan bahawa Imam al-Sadiq (as), bersama dengan pengikutnya menziarahi pusara beliau di Madina. Semoga beliau dikurniakan ganjaran yang baik dan hidup aman selama-lamanya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. ‘Abdul Malik ibn A’yun al-Kufi . Al-Ajli memandang ‘Abdul Malik sebagai orang yang tsiqat. Menurut Abu Hatim, ia orang Syi’ah, tetapi jujur. Ibn Mu’in memandang dia sebagai orang yang tidak diperhitungkan. Ibn Muhdi mencatat hadits darinya, tetapi kemudian ditinggalkannya. Ibn Hajar berkata: “Di dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim, tidak terdapat selain hadits Sufyan ibn ‘Uyainah dari Jami’ ibn Abi Rasyid dan ‘Abdul Malik.

Keduanya (Abu Rasyid dan ‘Abdul Malik) mendengar Syaqiq berkata: Aku mendengar Ibn Mas’ud menyebut hadits man halafa ‘ala mall imri’in muslimin. Hadits ini terdapat di Bab Tauhid dalam kitab shahih Bukhari. Imam-imam hadits yang lain juga meriwayatkan hadits ‘Abdul Malik.

Al-Hamidi menceritakan bahwa Sufyan menerima hadits dari ‘Abdul Malik ibn A’yun, seorang Syi’ah. “Bagiku,” kata al-Hamidi, “‘Abdul Malik adalah seorang Rafidhah, seorang yang suka menciptakan ajaran bid’ah.” Al-Hamidi berkata dari Sufyan bahwa ‘Abdul Malik dan kedua saudaranya, yaitu Zararah dan Hamran, semuanya merupakan penganut Syi’ah Rafidhah. Dari tiga bersaudara ini yang paling buruk ucapannya adalah ‘Abdul Malik. Ibn Hibban menyebut ‘Abdul Malik dalam kitab ats-Tsiqat, walaupun ia orang Syi’ah.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ‘Abdul Malik bukanlah orang yang tsiqat. Haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah, menurut kebanyakan ahli hadits. Pendapat ulama yang memandang dia tercela harus didahulukan daripada pendapat ulama yang menilainya adil atau tsiqat. Sebab, jumlah ulama yang pertama lebih banyak dan pengetahuan mereka tentang ‘Abdul Malik lebih rinci. Pendapat Sufyan harus didahulukan daripada pendapat al-Ajli, sebab Sufyan mendengar langsung dari ‘Abdul Malik. Dan dia mendapat informasi darinya yang dapat dijadikan dalil bahwa haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Sedangkan al-Ajli memandangnya adil, karena ia tidak mengetahui apa yang diketahui Sufyan.

Mengenai periwayatan ‘Abdul Malik, itu hanyalah menyangkut satu hadits saja. Itu pun disertai sanad atau perawi lain, yaitu Abu Rasyid, seperti dikemukakan Ibn Hajar terdahulu. Seandainya tidak disertai perawi lain, tentu Bukhari tidak akan meriwayatkannya. Demikian pula imam-imam hadits yang lain. Mereka meriwayatkan hadits ‘Abdul Malik dengan disertai perawi lain. Sebagian lagi meriwayatkan untuk i’tibar sebagai penguat dan pendukung semata, bukan sebagai hujjah. Di muka sudah saya katakan berkali-kali bahwa ulama hadits kerapkali mendaftar hadits seorang perawi, tetapi mereka tidak menjadikannya sebagai hujjah.


55. Ubaidullah bin Musa al Absi Ibnu Qutaibah menyebutnya sebagai seorang syi’ah, demikian pula Ibn Sa’ad. Dia adalah salah seorang guru Bukhari. Dlam kitab shahih bukhari dan Muslim hadis melalui dia diriwayatkan. Az zabby menampilkan polemik penerimaan hadis melalui dia tetapi diakhir kalimat ia menyatakan bahwa riwayatnya tsiqat dan dapat dijadikan hujjah.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Ubaydullah ibn Musa al-`Abasi al-Kufi Beliau adalah penasihat al-Bukhari, seperti yang diakuinya sendiri pada muka surat 177 dari buku Sahihnya.

Ibn Qutaybah telah memasukkan beliau diantara ahli tradisionis di dalam hasil kerjanya Al-Ma`arif, dengan mengatakan bahawa beliau adalah seorang Shi’a. Apabila dia menyebut semula semua ahli terkemuka Shi’a di dalam bab pada menyebutkan golongan-golongan di muka surat 206 dari bukunya al-Ma`arif, dia menjumlahkan `Ubaydullah diantara mereka. Pada muka surat 279, Vol. 6, dari buku Tabaqat, Ibn Sa`d menyatakan biografi `Ubaydullah dengan tidak lupa untuk menyatakan bahawa beliau adalah Shi’a, dan bahawa beliau menyampaikan hadith pada menyokong Shi`ism, dari itu menurut Ibn Sa`d, telah melemahkan hadithnya pada mata orang ramai. Dia juga menambah bahawa `Ubaydullah juga amat faham dengan al-Quran yang suci.

Dia merakamkan pada muka surat 139, Vol. 6, dari bukunya Al-Kamil tarikh beliau meninggal pada penghujung peristiwa yang berlaku dalam tahun 213 H., dengan mengatakan: “`Ubaydullah ibn Musa al-`Abasi, seorang ahli perundangan agama, adalah seorang Shi’a yang telah mengajar al-Bukhari, seperti yang diakui oleh dia sendiri di dalam Sahihnya.” Al-Thahbi menyebut beliau di dalam Al-Mizan dengan berkata, “Ubaydullah ibn Musa al-`Abasi al-Kufi, adalah penasihat al-Bukhari, adalah tidak dipertikaikan lagi akan kejujuran beliau, tetapi beliau adalah juga seorang Shi’a yang menyeleweng.” Bahkan pengarangnya mengakui bahawa keduanya Abu Hatim dan Ma`in telah mempercayai hadith beliau. Dia berkata, “Abu Hatim telah berkata bahawa hadith yang disampaikan oleh Abu Na`im adalah lebih sahih, bahkan `Ubaydullah adalah lebih sahih dari mereka semua apabila tiba pada hadith yang disampaikan oleh Isra’il.”.

Ahmed ibn `Abdullah al-Ajli telah berkata, “`Ubaydullah ibn Musa mempunyai pengetahuan mendalam mengenai al-Quran, telah menyampaikan banyak darinya. Saya tidak pernah melihat beliau sombong atau bangga dan beliau tidak pernah dilihat ketawa terbahak-bahak.” Abu Dawud berkata, “`Ubaydullah ibn al-`Abasi adalah seorang pengikut Shi’a yang kuat.” Pada penghujung biografi Matar ibn Maymun di dalam Al-Mizan, al-Thahbi mengatakan : “`Ubaydullah, seorang Shi’a yang dipercayai.” Ibn Ma`in pernah belajar hadith dari `Ubaydullah ibn Musa dan `Abdul-Razzaq, setelah dia mengetahui bahawa keduanya adalah Shi’a.

Di dalam buku al-Thahbi Al-Mizan, ketika menuliskan biografi `Abdul-Razzaq, pengarang menyebutkan dari Ahmed ibn `Ali Khaythamah sebagai berkata, “Saya bertanya kepada Ibn Ma`in berkaitan dengan apa yang saya dengar mengenai penolakkan Ahmed terhadap hadith `Ubaydullah ibn Musa’s kerana beliau adalah seorang Shi’a. Ibn Ma`in menjawab: `Saya bersumpah dengan Allah, yang tiada sekutu bagiNya, bahawa `Abdul-Razzaq lebih utama dari `Ubaydullah seratus kali ganda, dan saya telah mendengar hadith dari `Abdul-Razzaq lebih banyak dari yang saya dengar dari ‘Ubaydullah.’” Sunnis, sama seperti semua yang lain, bergantung pada hadith yang disampaikan oleh `Ubaydullah di dalam buku-buku Sahih mereka.

Rujuklah kepada hadith beliau di dalam kedua Sahih yang disampaikan oleh Shayban ibn `Abdul-Rahman. Sahih Bukhari menyebut hadith beliau oleh al-A`mash ibn `Urwah dan Isma`il ibn Abu Khalid. Hadith beliau yang dirakamkan di dalam Sahih Muslim telah dilaporkan dari Isra’il, al-Hasan ibn Salih, dan Usamah ibn Zayd. Al-Bukhari menyebut dari beliau secara terus. Beliau juga disebutkan secara terus oleh Ishaq ibn Ibrahim, Abu Bakr ibn Abu Shaybah, Ahmed ibn Ishaq al-Bukhari, Mahmud ibn Ghaylan, Ahmed ibn Abu Sarij, Muhammad ibn al-Hasan ibn Ashkab, Muhammad ibn Khalid al-Thahbi, dan Yusuf ibn Musa al-Qattan.

Muslim menyebutkan hadith beliau seperti yang dilaporkan oleh al-Hajjaj ibn al-Sha`ir, al-Qasim ibn Zakariyyah, `Abdullah al-Darmi, Ishaq ibn al-Mansur, Ibn Abu Shaybah, `Abd ibn Hamid, Ibrahim ibn Dinar, dan Ibn Namir. Al-Thahbi menyatakan di dalam Al-Mizan bahawa `Ubaydullah meninggal pada tahun 213 H. dan menambah , “Beliau amat terkenal dengan zuhudnya, dikagumi dan bertakwa..” Beliau meninggal pada awal bulan Thul-Qi`da; semoga Allah memuliakan tempat beliau dimakamkan.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. . ‘Ubaidullah ibn Musa al-Absi al-Kufi Ia termasuk salah seorang guru Imam Bukhari yang terkemuka. Ia menerima hadits dari sejumlah tabi’in. Ibn Mu’in, Ajli, ‘Utsman ibn Abi Syaibah, dan ulama lain memandang ia tsiqat. Ibn Sa’ad berkata: “Ia tsiqat, jujur, dan berbudi luhur. Ia banyak meriwayatkan hadits munkar tentang tasyayyu’. Karena itu, banyak orang memandangnya dha’if.” Imam Ahmad mengecam ekstrimitasnya dalam berpaham Syi’ah, dan sikapnya yang anti dunia (taqasysyuf).

Menurut Abu Haitam, ia merupakan perawi yang terpercaya dalam hal kisah-kisah Israiliyat. Ibn Mu’in berkata: “Ia tercantum dalam kitab Jami’-nya Sufyan ats-Tsauri. Sufyan memandangnya lemah (dha’if).” Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ‘Ubaidillah adalah tsiqat dan dapat dijadikan hujjah. Para ahli tidak mengecamnya, selain dari paham Syi’ah yang dianutnya. Dan sudah saya kemukakan sebelum ini bahwa yang dimaksud dengan Syi’ah adalah berpihak dan membela ‘Ali dan Ahlul Bait, tidak lebih. Hal demikian tidak merusak sifat adil seorang perawi manakala ia dikenal begitu jujur, dan tidak mengajak orang lain mengikuti pahamnya.

Inilah keadaan ‘Ubaidillah ibn Musa. Karena itu, Ashabus-Sittah berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan darinya. Ini membuktikan konsistensi ulama Sunni terhadap metoda penerimaan dan penolakan riwayat. Mereka tidak menolak suatu riwayat, hanya karena fanatik atau mengikuti hawa nafsu. Mengenai sebagian ulama yang memandangnya lemah, hal itu terletak pada riwayat yang bersumber dari Sufyan ats-Tsauri. Hal ini tidak merusak sifat adil ‘Ubaidillah secara umum. Kenyataan itu hanya merusak penilaian mengenai daya ingat dan ketsiqatan ‘Ubaidillah secara khusus dalam riwayatnya dari Sufyan ats-Tsauri. Sedangkan Bukhari menjauhi riwayat-riwayat Ubaidillah yang bersumber dari Sufyan. Ia meriwayatkan yang lain dari itu.


56. Utsman bin Umair (Abul Yaqdzan) ats Tsaqafi riwayat hadist melalui dirinya dikutip oleh Nasa’i dan Turmudzi. Az Zabby menuliskan pandangan para penolak riwayat dia, meski dibuku tersebut disebutkan Abu dawud dan Turmudzi meriwayatkanya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Uthman ibn `Umayr `Abdul-Yaqzan al-Thaqafi al-Kufi al-Bijli Beliau juga dikenali sebagai `Uthman ibn Abu Zar`ah, `Uthman ibn Qays, dan `Uthman ibn Abu Hamid. Abu Ahmed al-Zubayri berkata bahawa `Uthman percaya kepada ‘kembali semula’. Ahmed ibn Hanbal berkata, “Abu Yaqzan telah terjumlah di dalam yang ditolak oleh Ibrahim ibn `Abdullah ibn Hasan.” Ibn `Adi berkata yang berikut ini mengenai beliau: “Beliau telah memeluk golongan yang jahil dan percaya kepada ‘kembali semula’ walaupun penyampai hadith yang berkepercayaan telah menyebutkan hadith dari beliau, setelah mengetahui bahawa beliau adalah lemah.”

Perkara yang sebenarnya adalah, bahawa apabila ada sesaorang yang hendak memperkecilkan ahli trdisionis Shi’a dan memandang rendah kebolehan mereka, mereka menuduh orang-orang itu telah mengajar kepada konsep ‘akan kembali semula’. Itulah yang mereka lakukan kepada `Uthman ibn `Umayr, sehinggakan bahawa Ibn Ma`in telah berkata: “Tidak terdapat sebarang kesalahan terhadap hadith `Uthman.”

Walaupun terdapat banyak serangan terhadap beliau, al-A`mash, Sufyan, Shu`bah, Sharik dan ahli terkemuka lainnya tidak teragak-agak untuk menyebutkan hadith beliau. Abu Dawud, al-Tirmidzi dan yang lainnya telah menyebutkan dari beliau di dalam sunan mereka. Rujuklah kepada hadith beliau seperti yang mereka rakamkan melalui Anas dan lainnya. Al-Thahbi telah mendokumenkan biografi beliau dan menyebutkan kenyataan dari ulama yang terkemuka seperti yang tertulis diatas, dan meletakkan tanda DTQ pada nama beliau untuk menunjukkan siapakan diantara pengarang sunan yang menyebutkan hadith dari beliau.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. ‘Utsman ibn ‘Umair, Abu al-Yaqdhan ats-Tsaqafi al-Kufi al-Bajili , Sungguh mengherankan bagaimana penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, tokoh kaum Rafidhah, berbuat dusta atas diri ulama-ulama Sunni. Ia menuduh mereka tidak jujur, fanatik, mengikuti hawa nafsu, dan tidak mempunyai metoda.

Hal ini terlihat dari ucapannya sebagai berikut: “Kalau ulama Sunni hendak menjatuhkan seorang muhaddits Syi’ah, maka mereka katakan bahwa perawi itu mempercayai paham raj’ah. Sebab itulah, mereka mendha’ifkan ‘Utsman ibn ‘Umair.”Kami dengan mudah dapat menolak tuduhan al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah itu. Di sini dapat dikemukakan pertanyaan: jika benar ulama Sunni seperti yang anda tuduhkan, mengapa mereka menerima dan menjadikan hujjah hadits riwayat ‘Ubaidillah ibn Musa al-’Absi, ‘Abdurrazaq ibn Himam, Abban ibn Tugblab, ‘Abdullah ibn Luhai’ah dan lain-lain, yaitu sepuluh perawi yang anda pandang sebagai perawi Syi’ah yang tsiqat?

Mengapa ulama Sunni tidak menuduh mereka dengan raj’ah?

Tuduhan di atas jelas dusta. Tapi al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, meyakini bahwa kaum Sunni seperti kaum Rafidhah yang menghalalkan dusta untuk menguatkan mazhab mereka. Bukti lain yang menunjukkan bahwa tuduhan itu tidak benar adalah kenyataan bahwa ulama Sunni, seandainya benar seperti yang dituduhkan al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, tentu mereka akan mengambil pernyataan keras al-Jauzjani dan lainnya mengenai Syi’ah. Akan tetapi mereka tidak melakukan hal itu. Agama mereka, ketakwaan dan kejujuran mereka, melarangnya.

Di sini saya akan mengemukakan pendapat-pendapat yang obyektif dari orang-orang yang terpercaya mengenai diri ‘Utsman ibn ‘Umair. Menurut adz-Dzahabi, semua ulama mendha’ifkan ‘Utsman. Menurut Ibn Mu’in, ia bukan apa-apa. Abu Ahmad az-Zubairi berkata: “‘Utsman ibn ‘Umair percaya pada ajaran raj’ah.” Berkata an-Nasa’i: “Ia dha’if, bukan perawi yang kuat’” Ad-Daruquthni memandang dia dha’if. Al-Fallas berkata: “Yahya dan ‘Abdurrahman tidak sudi menerima hadits dari Utsman Abu al-Yaqdhan.” Imam Ahmad berkata: “Abu al-Yaqdhan berperang bersama Ibrahim ibn ‘Abdullah ibn Hasan pada waktu terjadi fitnah. Abu al-Yaqdhan adalah dha’if” Ibn ‘Adi berkata: “Pemikiran Abu al-Yaqdhan buruk, ia percaya pada ajaran raj’ah.”.

Para perawi hadits yang tsiqat meriwayatkan hadits darinya dengan catatan dha’if. Dalam kitab al-Awsath, Imam Bukhari menyatakan hadits Abu al-Yaqdhan munkar. Menurut Ibn Abd al-Bar, semua ulama memandangnya dha’if. Inilah pendapat para ulama yang terpercaya mengenai diri ‘Utsman ibn ‘Umair. Mereka adalah orang-orang yang jujur, tidak mengenal dusta. Mereka tidak dipengaruhi oleh hawa nafsu dalam memberikan penilaian terhadap seseorang. Abu Dawud dan at-Turmudzi memang menerima hadits darinya, tapi tidak dimaksudkan sebagai hujjah, melainkan untuk sekedar i’tibar. Sebab sebuah hadits bisa didaftar, walau ia tidak dijadikan hujjah. Hal seperti itu lazim dan absah di kalangan ahli hadits.

c. Catatan, tentu memasukan sebuah riwayat hadits, bukanlah semata-mata sebagai catatan untuk sekedar dimasukan sebagai ”daftar”, kalau memang tidak layak dimasukan seharusnya karena validitasnya tentu hadis harus dikeluarkan dari catatan. Penilian az Zabby tersebut cendrung subyektif, dari daftar yang dituliskan al musawi, kritik yang dilakukan oleh az Zabby (dan ulama ahlu sunnah) tidak konsisten. Ada periwayat yang sma-sama menolak Utsman misalnya disatu tempat di tsiqahkan tapi ditempat lain di tolak.


57. ’Adi bin Tsabit (al Kufi) adz Dzahabi menyebutkan ia seorang ulama syi’ah yang pandai serta Imam masjid, penyusun kitab yang enam mengambil riwayat hadist darinya. Az Zabby tidak menolak pandangan al Musawi tetapi secara tidak langsung malah meneguhkanya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Adi ibn Thabit al-Kufi Ibn Ma`in telah menerangkan bahawa beliau sebagai ‘pelampau Shi’a’, sedangkan Dar Qutni memanggil beliau “Rafidi, pelampau, tetapi boleh dipercayai.” Al-Jawzjani berkata bahawa beliau telah ‘menyimpang’ Al-Mas`udi berkata, “Kami tidak pernah melihat orang yang begitu lantang pada menyampaikan pandangan Shi’a nya dari `Adi ibn Thabit.”

Di dalam Al-Mizan nya, al-Thahbi menerangkan beliau sebagai “Seorang ulama Shi’a, yang paling jujur diantara mereka semua, kadi dan Imam bagi masjid mereka. Jika semua Shi’a adalah seperti beliau, tuduhan terhadap mereka akan berkurangan.’ Kemudian dia terus menulis biografi beliau dan menyebutkan pandangan dari para ulama yang dituliskan diatas. Dia menyebutkan ulama yang mengatakan beliau jujur adalah seperti Dar Qutni, Ahmed ibn Hanbal, Ahmed al-`Ajli, Ahmed al-Nisa’i, dan meletakkan pada nama beliau singkatan nama pengarang dari buku sahih yang menyebutkan hadith dari beliau.

Rujuklah kepada hadith beliau di dalam kedua buku Sahih Bukhari dan Muslim seperti yang disampaikan oleh al-Bara’ ibn `Azib, `Abdullah ibn Yazid (datok sebelah ibunya), `Abdullah ibn Abu Awfah, Sulayman ibn Sard, dan Sa`id ibn Jubayr. Hadithnya yang disampaikan oleh Zarr ibn Habish dan Abu Hazim al-Ashja`i telah dirakamkan di dalam sahih Muslim. Hadith beliau telah disampaikan oleh al-A`mash, Mis’ar, Sa`id, Yahya ibn Sa`id al-Ansari, Zayd ibn Abu Anisa, dan Fudayl ibn Ghazwan.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. ‘Adi ibn Tsabit al-Anshari al-Kufi Ia seorang tabi’in yang sangat terkenal. Dalam kitab Al-Mizan, adz-Dzahabi berkata: “Ia merupakan ilmuwan Syi’ah, orang kepercayaan mereka dan merupakan imam masjid mereka. Kalau seandainya orang Syi’ah sama seperti dia, tentu keburukan mereka tidak akan banyak.” Al-Ajli, Imam Ahmad, Nasa’i, dan ad-Daruquthni memandangnya tsiqat.

Ad-Daruquthni menambahkan bahwa Ibn Tsabit dinilainya sebagai Syi’ah ekstrim. Hal serupa dikatakan pula oleh Ibn Mu’in. Abu Hatim memandangnya jujur. Menurut Afan dari Syu’bah, Ibn Tsabit merupakan penganut Rifa’iyyah. Dalam buku Hadi al-Sari, Ibn Hajar berkata: Segolongan ulama berhujjah dengan hadits ‘Ali. Dalam Shahih Bukhari tidak diriwayatkan dari ‘Adi hadits-hadits yang menguatkan paham atau bid’ahnya. Pendeknya para Ulama sepakat mengenai sifat adil ‘Adi ibn Tsabit dan tsiqatnya.

Mereka hanya mengkritik ‘Adi dalam posisinya sebagai orang Syi’ah. Maksudnya orang yang sangat condong membela dan berpihak kepada ‘Ali, baik dalam soal Khalifah maupun dalam pertempurannya melawan Mu’awiyah. Namun hal itu tidak mengurangi nilai keadilan ‘Adi dan nilai kehujjahan haditsnya. Karena itu Ashabus-Sittah meriwayatkan haditsnya dan menjadikannya sebagai hujjah. Apalagi dia bukan orang yang mempromosikan ajaran bid’ahnya. Namun Imam Bukhari dan Muslim masih melakukan bertindak hati-hati dan waspada, dengan tidak meriwayatkan dari ‘Adi hadits-hadits yang tampaknya memperkuat ajaran bid’ahnya.


58. ’Atiyyah bin Sa’ad bin Junadah al ’Aufi (abul Hasan) ia adalah seorang tab’in Ibn Qutaibah dan Ibn Sa’ad menyebutkanya sebagai syi’ah. Adz Dzahabi menyebutklan abu daud dan Turmudzi mengambil hadist darinya, az Zabby menuliskan hadisnya hanya sekedar sebagai i’tibar.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sebagai berikut: Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : `Atiyyah ibn Sa`d ibn Janadah al-`Awfi Beliau adalah Abul-Hasan al-Kufi, seorang tabi`I yang terkenal. Al-Thahbi telah menyebut beliau di dalam Al-Mizan, menyebutkan dari Salim al-Muradi sebagai berkata bahawa `Atiyyah pengikut kepada Shi`ism.

Imam Ibn Qutaybah telah memuatkan beliau diantara ahli tradisionis di dalam Ma`arif , cucu yang mengikuti jejaknya, al-`Awfi, adalah al-Husayn ibn `Atiyyah, seorang kadi, telah menambah, “`Atiyyah, seorang pengikut Shi’a, telah menjadi seorang ahli perundangan agama semenjak pemerintahan al-Hajjaj.”. Ibn Qutaybah telah menyebut beberapa orang Shi’a yang terkenal di dalam bab mengenai golongan di dalam bukunya Ma`arif, menyenaraikan `Atiyyah al-`Awfi diantara mereka. Ibn Sa`d menyebut beliau pada muka surat 212, Vol. 6, dari bukunya Tabaqat menunjukkan kepercayaan beliau yang kuat kepada Shi`ism.

Bapaknya, Sa`d ibn Janadah, adalah seorang sahabat `Ali (as). Suatu ketika dia menziarah Imam di Kufa dan berkata: “Wahai Amirul Mukminin! Saya telah direstui dengan seorang anak lelaki, bolehkan Imam memilihkan namanya?” Imam menjawab: “Ini adalah satu hadiah (`atiyyah) dari Allah; dari itu , namakan dia `Atiyyah.” Ibn Sa`d telah berkata: “`Atiyyah ibn al-Ash`ath keluar bersama pasukan tentera untuk memerangi al-Hajjaj. Apabila tentera al-Ash`ath melarikan diri, `Atiyyah lari ke Parsi.

Al-Hajjaj menulis arahan kepada Muhammad ibn al-Qasim memerintahkan dia untuk memanggil beliau supaya mengadap kepadanya dan memberikan kepada beliau pilihan sama ada menolak ‘Ali atau disebat dengan 400 sebatan, serta janggut dan kepalanya dicukur. Maka dia memanggil beliau dan membacakan surat al-Hajjaj kepada beliau, tetapi `Atiyyah enggan untuk mematuhinya, dari itu beliau disebat dengan 400 sebatan serta janggut dan kepalanya dicukur.

Apabila Qutaybah menjadi gabenor Khurasan, `Atiyyah memberontak menentang dia dan terus tinggal disitu sehingga `Umer ibn Habirah menjadi pemerintah Iraq. Pada masa itu barulah beliau menulis surat kepada dia meminta izin untuk pergi kesana. Kebenaran diberikan, beliau datang ke Kufa dimana beliau tinggal dan meninggal pada tahun 11 H.” Pengarang menambah, “Sebenarnya beliau adalah seorang yang jujur, dan beliau telah menyampaikan banyak hadith yang sahih.” Kesemua keturunan beliau adalah pengikut keturunan Muhammad [as] yang ikhlas.

Diantara mereka ada yang terkemuka dengan personaliti yang dikagumi seperti al-Husayn ibn al-Hasan ibn `Atiyyah yang telah dilantik sebagai gabenor bagi daerah Al-Sharqiyya menggantikan Hafs ibn Ghiyath, seperti yang tercatit di muka surat 58 pada rujukan yang sama, kemudian dia telah dipindahkan kepada pasukan al-Mahdi. Dia meninggal pada tahun 201 H. Seorang lagi adalah Sa`d ibn Muhammad ibn al-Hasan ibn `Atiyyah, juga seorang tradisioni, yang menjadi gabenor Baghdad.[15] Dia pernah menyebut hadith dari bapanya Sa`d dan dari bapa saudaranya al-Husayn ibn al-Hasan ibn `Atiyyah. Kembali semula kepada cerita `Atiyyah al-`Awfi. Beliau dianggap penyampai yang dipercayai oleh Dawud dan al-Tirmidzi.

Rujuk kepada hadith beliau di dalam buku sahih mereka dari Ibn `Abbas, Abu Sa`id dan Ibn `Umer. Beliau juga telah mempelajari hadith dari `Abdullah ibn al-Hasan yang menyebutkan dari bapanya yang menyebutkan dari neneknya al-Zahra’, ketua wanita disyurga. Anaknya al-Hasan ibn `Atiyyah telah mempelajari hadith dari beliau, begitu juga dengan al-Hajjaj ibn Arta’ah, Mis`ar, al-Hasan ibn Adwan dan lainnya.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. ‘Athiyyah ibn Sa’ad ibn Junadah al-’Awfi Menurut adz-Dzahabi, ia seorang tabi’in yang dikenal dha’if. Abu Hatim berkata: “Haditsnya dha’if, tapi bisa didaftar atau ditulis.” Menurut Salim al-Muradi, ia orang Syi’ah. Ibn Mu’in memandangnya saleh.

Menurut Imam Ahmad, hadits ‘Athiyah dha’if. Imam Nasa’i dan segolongan ulama juga menyatakan hal yang sama. Abu Zara’ah juga memandangnya lemah. Ibn ‘Adi berkata: Walaupun ia dha’if, haditsnya dapat ditulis. Ia termasuk salah seorang Syi’ah dari Kufah. Ibn Sa’ad berkata: “Ia tsiqat, Insya Allah! Ia mempunyai banyak hadits yang baik.” Sebagian orang tidak menjadikan haditsnya sebagai hujjah. Menurut Abu Dawud, ia tidak dapat dijadikan sebagai sandaran atau pegangan.

Menurut al-Saji, haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Ia mengutamakan ‘Ali atas semua sahabat Nabi yang lain. Para ulama sepakat mengenai kedha’ifan ‘Athiyah dan tidak dapat haditsnya dijadikan sebagai hujjah. Bersamaan dengan kedha’ifannya itu, hadits ‘Athiyah dapat didaftar dengan disertai perawi lain. Atau hadits itu ditulis sekedar sebagai i’tibar dan sebagai hadits pendukung. Dalam kedudukan ini, sebagian dari Ashabus-Sittah meriwayatkan hadits ‘Athiyah, diantaranya Abu Dawud. Ia meriwayatkan hadits ‘Athiyah seraya berkata: “Hadits ini bukan sebagai sandaran.”

c. Catatan: Penolakan dan penerimaan hadits pada waktu yang sama adalah problem tersendiri dalam lingkungan ahli hadis sunnah. Seorang perawi haidtu hal bisa ditolak . Bahkan alasanya hanya karena ia melebihkan Imam Ali bin Abi Thalib. Biasanya mereka dikatagorikan sebagai para pembenci ahlul ba’it (nawashib) yang harus pula diragukan kredibilitasnya, bagaimana mungkin seorang yang mengaku pecinta Rasulullah pada saat yang sama membantah perintah Rasulullah dengan menolak kabar kelebihan ahlul ba’itnya.


59. ’Ala bin Saleh Tamimi, Abu hatim menyebutnya sebagai seorang perpaham syi’i. Meskipun demikian Abu Daud dan Turmudzi meriwayatkan hadistnya. Az Zabby tidak menolak dia menjelaskan sebagian ulama ada yang menerima riwayatnya.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sebagai berikut: Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Al`ala’ ibn Salih al-Taymi al-Kufi Di dalam biografi Al`ala’ di dalam Al-Mizan, Abu Hatim mengatakan yang berikut mengenai beliau: “Beliau adalah salah seorang seniors Shi`as.” Walaupun begitu, Abu Dawud dan al-Tirmidzi telah bergantung kepada penyampaian beliau. Ma`in mempercayai beliau. Keduanya Abu Hatim dan Abu Zar`ah berkata bahawa tidak terdapat kesalahan dengan hadith beliau.

Rujuk kepada hadith beliau di dalam kedua buku sahih al-Tirmidzi dan Abu Dawud dari Yazid ibn Abu Maryam dan al-Hakam ibn `Utaybah, sebagai tambahan kepada semua buku musnad sunni. Abu Na`im dan Yahya ibn Bakir menyebut beliau, dan begitu juga dengan ramai mereka yang terkemuka. Beliau hendaklah dibezakan dari Al`ala’ ibn Abul-`Abbas, seorang penyair Makah. Yang terkemudian adalah seorang shaykh Sufyani. Hadith beliau telah disampaikan oleh Abul-Tufayl. Dia berkedudukan lebih tinggi dari Abul-`ala’ ibn Salih; beliau adalah orang Kufa; sedangkan penyair itu orang Makah. Keduanya telah disebutkan di dalam buku al-Thahbi, Al-Mizan, dimana pengarangnya telah tersalah sebut pada kenyataan yang mengatakan mereka adalah senior Shi`a.

Al`ala’ sipenyair telah mengubah syair pada memuji Amirul Mukminin [as] ini telah menjadi bukti yang kuat untuk menunjukkan ketaatan beliau dan pada memaparkan kebenaran mengenai Imam. Dia juga mempunyai rangkap syair yang disanjung oleh Allah, RasulNya dan juga mereka yang beriman.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. ‘Ala’ ibn Shalih at-Taymi al-Kufi Abu Dawud menilai Ibn Shalih sebagai orang yang tsiqat. Menurut Abu Hatim, ia termasuk orang Syi’ah tulen. Abu Khaitsumah, ‘Abbas dan Ibn Mu’in memandangnya tsiqat.

Abu Hatim dan Abu Zara’ah menyatakan tidak ada masalah mengenai hadits Ibn Shalih. Menurut Ibn al-Madini, ia meriwayatkan hadits-hadits munkar. Pada umumnya ulama memandang Ibn Shalih sebagai orang yang tsiqat dan adil. Mereka hanya mengkritiknya dalam posisinya sebagai orang Syi’ah. Namun hal itu tidak mengurangi sifat adilnya. Sebab dia bukan Syi’ah Rafidhah yang ekstrim. Karena itulah sebagian dari Ashabus-Sittah meriwayatkan hadits dari Ibn Shalih.


60. Al Qamah bin Qais an Nakhai (Abu Syibli) Syahrastani menyebutnya sebagi seorang syi’ah dan seorang pemuka Ilmu hadist. Riwayatnya dikutip penyusun hadis yang enam. Az Zabby menuliskan tidak memberikan kritik apapun ia hanya berpolemik tentang istilah.

a. Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at sbb Al Musawi menyebutkan dalam kitabnya al Muraja’at : Beliau adalah bapa saudara al-Aswad dan Ibrahim, anak kepada Yazid. Beliau adalah juga pengikut keturunan Muhammad (sawas). Al-Shahristani, di dalam Al-Milal wal-Nihal, telah menjumlahkan beliau diantara pemuka Shi`a. beliau adalah ketua diantara tradisionis yang disebutkan oleh Abu Ishaq al-Jawzjani yang dengan bencinya telah berkata, “Disana terdapat sekumpulan manusia diantara penduduk Kufa yang mana golongan mereka, Shi`ism telah tidak diterima umum, mereka adalah ketua diantara tradisionis Kufa..”. `Alqamah dan adiknya `Ali telah menjadi sahabat Imam `Ali (as). Mereka berdua telah mengambil bahagian di dalam peperangan Siffin dimana `Ali telah gugur syahid. Dia biasanya digelar “Abul-Salat” (orang yang selalu solat) disebabkan dia selalu solat. `Alqamah telah membasahkan pedangnya dengan darah mereka yang zalim. Kakinya tergelincir, bahkan beliau terus berperang dijalan Allah, kekal menjadi musuh Mu`awiyah sehingga beliau meninggal. Abu Bardah menjumlahkan nama `Alqamah diantara agen [emissari] kepada Mu`awiyah semasa pemerintahannya, tetapi `Alqamah membantah dan bahkan menulis kepada Abu Bardah dengan berkata: “Tolong buangkan nama saya (dari senarai); tolong buangkan.”

Ini telah dirakamkan oleh Ibn Sa`d di dalam biografi nya untuk `Alqamah pada muka surat 57, Vol. 6, dari buku Tabaqat. Cara fikiran `Alqamah yang saksama dan dihormati dikalangan Sunnis tidak boleh dipertikaikan, walaupun mereka telah mengetahui bahawa beliau berkepercayaan Shi`a. Pengarang enam buku sahih, dan begitu juga yang lain, semuanya telah bergantung kepada penyampaian beliau.

Rujuklah kepada hadith beliau di dalam sahih Muslim dan Bukhari dari Ibn Mas`ud, Abul-Darda’ah dan `Ayesha. Hadith beliau mengenai `Uthman dan Abu Mas`ud telah dirakamkan di dalam sahih Muslim. Di dalam kedua-dua buku sahih, hadith beliau telah disampaikan oleh sepupunya Ibrahim al-Nakh`i. Di dalam sahih Muslim, hadith beliau telah disampaikan oleh `Abdul-Rahman ibn Yazid, Ibrahim ibn Yazid, dan al-Sha`bi. Dia meninggal, semoga Allah merahmati ruhnya, dalam tahun 62 H. in Kufa.

b. Mahmud az Zabbi menuliskan dalam bukunya yang menyerang Ayatullah Safrudin al Musawwi. Alqamah ibn Qays ibn ‘Abdillah an-Nakha’i al-Kufi Alqamah dilahirkan semasa hidup Rasulullah saw. Ia meriwayatkan hadits dari sejumlah besar sahabat Nabi. Sehingga Ibn al-Madini berkata: “Orang yang paling tahu tentang Ibn Mas’ud adalah Alqamah ibn al-Aswad.” Imam Ahmad, Ibn Mu’in dan ahli hadits lainnya memandangnya tsiqat.

Tidak diketahui adanya kritik dari seorang ulama yang dapat menodai sifat adilnya. Karena itu, beberapa orang dari ashab assittah meriwayatkan hadits dari Alqamah. As-Syahristani memandangnya sebagai tokoh dan perawi Syi’ah, hanya karena Alqamah ikut bertempur bersama ‘Ali ibn Abi Thalib para Perang Shiffin. Tidak lebih dari itu. Tak seorang pun kalangan ulama terpercaya yang memandangnya penganut Syi’ah Rafidhah.

Sudah saya jelaskan terdahulu bahwa seorang yang bergabung dengan pasukan ‘Ali tidaklah keluar dari prinsip-prinsip Sunni dan masuk pada golongan Syi’ah Rafidhah. Semua orang yang berperang bersama ‘Ali tidak dapat dipandang telah keluar dari Ahlu-Sunnah wal-Jama’ah. Ini merupakan hal yang sudah dimaklumi. Dan tidak seorang pun dari pakar agama yang menyatakan lain.

Pendapat al-Jauzjani tidak sama dengan pendapat Ahlu Sunnah wal-Jama’ah. Tapi mereka tidak menggubris orang itu. Sebab dia pembid’ah. Saya hanya heran pada al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, mengapa ia menjadikan penentangan terhadap Mu’awiyah sebagai kriteria tsiqat dan keadilan. Tidakkah hal ini merupakan sikap fanatik, menuruti hawa nafsu dan dengki kepada sahabat-sahabat Nabi? Ini cukup jelas pada anggapan yang diberikan al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi’ah, kepada Alqamah ibn Qays sewaktu ia berkata, “Alqamah selalu memusuhi dan melawan ‘Mu’awiyah ibn Abu Sufyan sampai ia menghembuskan napasnya yang terakhir.”.

(Syiah-Ali/Tour-Mazhab/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: