OLEH: AL-SHIA
1
HUSNIYAH: SUATU POLEMIK PEMIKIRAN ISLAM
Daftar Isi
MENGENAL TOKOH-TOKOH SYI'AH I
Daftar Isi
Nashr bin Muzahim (120 – 212 H.)
Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy'ari (Abad Ketiga – 274 H.)
Ahmad bin Abi Abdillah Al-Barqi (Penghujung Abad Kedua – 280 H.)
Ibrahim bin Hilal Ats-Tsaqafi (Permulaan Abad Ke-3 – 283 H.)
Muhammad bin Hasan bin Furukh Ash-Shaffar (Permulaan Abad ke-3 – 290 H.)
Muhammad bin Mas’ud Al-‘Ayasyi As-Samarqandi
Ali bin Babawaeh Al-Qomi
Syaikhul Masyayikh, Muhammad Al-Kulaini (259 – 329 H.)
Ibnu ‘Aqil Al-‘Ummani
Muhammad bin Hamam Al-Iskafi (258 – 336 H.)
Muhammad bin Umar Al-Kasyi (Abad Ke-4 Hijriah)
Ibn Qawlawaeh Al-Qomi (Wafat 367 H.)
Abu Ghalib Az-Zurari (285 – 368 H.)
Ra`îsul Muhadditsîn, Syeikh Shaduq
Ibnu Junaid Al-Iskafi
Daftar Isi
MENGENAL TOKOH-TOKOH SYI'AH I
Daftar Isi
Nashr bin Muzahim (120 – 212 H.)
Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy'ari (Abad Ketiga – 274 H.)
Ahmad bin Abi Abdillah Al-Barqi (Penghujung Abad Kedua – 280 H.)
Ibrahim bin Hilal Ats-Tsaqafi (Permulaan Abad Ke-3 – 283 H.)
Muhammad bin Hasan bin Furukh Ash-Shaffar (Permulaan Abad ke-3 – 290 H.)
Muhammad bin Mas’ud Al-‘Ayasyi As-Samarqandi
Ali bin Babawaeh Al-Qomi
Syaikhul Masyayikh, Muhammad Al-Kulaini (259 – 329 H.)
Ibnu ‘Aqil Al-‘Ummani
Muhammad bin Hamam Al-Iskafi (258 – 336 H.)
Muhammad bin Umar Al-Kasyi (Abad Ke-4 Hijriah)
Ibn Qawlawaeh Al-Qomi (Wafat 367 H.)
Abu Ghalib Az-Zurari (285 – 368 H.)
Ra`îsul Muhadditsîn, Syeikh Shaduq
Ibnu Junaid Al-Iskafi
2
HUSNIYAH: SUATU POLEMIK PEMIKIRAN ISLAM
Nashr bin Muzahim (120 – 212 H.)
Kelahiran
Abul Fadhl, Nashr bin Muzahim bin Sayyar al-Minqari, salah seorang sejarawan terhosor Syi'ah lahir di kota Kufah. Akan tetapi, sejarah tidak mencatat tanggal kelahirannya secara pasti. Sebagian sejarawan menganggap ia hidup dalam kurun waktu dimana Abu Mikhnaf hidup. Mengingat Abu Nashr memiliki usia yang cukup panjang dan Abu Mikhnaf meninggal dunia sebelum tahun 170 H., ada kemungkinan ia dilahirkan pada tahun 120 H.
Tempat Berdomisili
Nashr bin Muzahim lebih banyak menghabiskan usianya di Baghdad. Pada waktu itu, Baghdad adalah sebuah kota yang baru dibangun. Akan tetapi, karena kota ini adalah ibu kota dan pusat kekhalifahan pada masa itu, ia mampu menarik para ilmuwan tersohor untuk berdomisili di sana. Al-Khathib al-Baghdadi di dalam buku sejarahnya menyebut Nashr bin Muzahim sebagai salah seorang tokoh ilmuwan Baghdad.
Ke-tsiqah-an
Para sejarawan berbeda pendapat tentang ke-tsiqah-an Nashr bin Muzahim. Sepertinya, perbedaan pendapat ini disebabkan oleh karena ia adalah seorang pengikut mazhab Syi'ah.
Ibn Hibban menyebut ia sebagai salah seorang tokoh yang tsiqah dan dapat dipercaya. Tentang tokoh yang satu ini, Ibn Abil Hadid berkomentar, "Nashr bin Muzahim adalah seorang tokoh yang tsiqah, dapat dipercaya, dan teguh. Segala ucapan dan penukilan-penukilannya adalah absah. Ia tidak pernah mengucapkan sesuatu karena didorong oleh hawa nafsu dan niat berbohong. Ia adalah salah seorang tokoh perawi hadis."
Berbeda dengan seluruh pendapat tersebut, 'Uqaili berpendapat, "Nashr bin Muzahim adalah seorang pengikut mazhab Syi'ah. Hadis dan pendapatnya banyak mengalami pertentangan, karena ucapannya tidak memiliki keserasian antara yang satu dengan lainnya." Abu Hatim juga berkomentar, "Hadis-hadis Nashr bin Muzahim mengalami penyelewengan dan tidak dapat diamalkan."
Para Guru
Ia banyak menimba ilmu di kota Baghdad dari beberapa guru berikut ini:
a. Sufyan ats-Tsauri.
b. Syu'bah bin Hajjaj.
c. Hubaib bin Hassan.
d. Abdul Aziz bin Sayyah.
e. Yazid bin Ibrahim asy-Syusytari.
f. Abul Jarud.
g. Ziyad bin Mundzir.
Para Murid
Banyak murid yang telah menimba ilmu darinya. Sebagian dari mereka dapat kita lihat berikut ini:
a. Husain bin Nashr, putranya.
b. Nuh bin Hubaib al-Qaumasi.
c. Abu Shalt al-Hirawi.
d. Abu Sa'id al-Asyja'.
e. Ali bin Mundzir ath-Thariqi, dan sebagian tokoh-tokoh kota Kufah.
Karya Tulis
Nashr bin Muzahim memiliki banyak karya tulis. Sebagianya dapat kita lihat di bawah ini:
a. Waq'ah ash-Shiffîn.
b. Al-Jamâl.
c. Al-Ghârât.
d. Maqtal Hujr bin 'Adi.
e. Maqtal Husain bin Ali as.
f. 'Ain al-Wardah.
g. Akhbâr al-Mukhtar.
h. Al-Manâqib.
Wafat
Nashr bin Muzahim meninggal dunia pada tahun 212 H.
Nashr bin Muzahim (120 – 212 H.)
Kelahiran
Abul Fadhl, Nashr bin Muzahim bin Sayyar al-Minqari, salah seorang sejarawan terhosor Syi'ah lahir di kota Kufah. Akan tetapi, sejarah tidak mencatat tanggal kelahirannya secara pasti. Sebagian sejarawan menganggap ia hidup dalam kurun waktu dimana Abu Mikhnaf hidup. Mengingat Abu Nashr memiliki usia yang cukup panjang dan Abu Mikhnaf meninggal dunia sebelum tahun 170 H., ada kemungkinan ia dilahirkan pada tahun 120 H.
Tempat Berdomisili
Nashr bin Muzahim lebih banyak menghabiskan usianya di Baghdad. Pada waktu itu, Baghdad adalah sebuah kota yang baru dibangun. Akan tetapi, karena kota ini adalah ibu kota dan pusat kekhalifahan pada masa itu, ia mampu menarik para ilmuwan tersohor untuk berdomisili di sana. Al-Khathib al-Baghdadi di dalam buku sejarahnya menyebut Nashr bin Muzahim sebagai salah seorang tokoh ilmuwan Baghdad.
Ke-tsiqah-an
Para sejarawan berbeda pendapat tentang ke-tsiqah-an Nashr bin Muzahim. Sepertinya, perbedaan pendapat ini disebabkan oleh karena ia adalah seorang pengikut mazhab Syi'ah.
Ibn Hibban menyebut ia sebagai salah seorang tokoh yang tsiqah dan dapat dipercaya. Tentang tokoh yang satu ini, Ibn Abil Hadid berkomentar, "Nashr bin Muzahim adalah seorang tokoh yang tsiqah, dapat dipercaya, dan teguh. Segala ucapan dan penukilan-penukilannya adalah absah. Ia tidak pernah mengucapkan sesuatu karena didorong oleh hawa nafsu dan niat berbohong. Ia adalah salah seorang tokoh perawi hadis."
Berbeda dengan seluruh pendapat tersebut, 'Uqaili berpendapat, "Nashr bin Muzahim adalah seorang pengikut mazhab Syi'ah. Hadis dan pendapatnya banyak mengalami pertentangan, karena ucapannya tidak memiliki keserasian antara yang satu dengan lainnya." Abu Hatim juga berkomentar, "Hadis-hadis Nashr bin Muzahim mengalami penyelewengan dan tidak dapat diamalkan."
Para Guru
Ia banyak menimba ilmu di kota Baghdad dari beberapa guru berikut ini:
a. Sufyan ats-Tsauri.
b. Syu'bah bin Hajjaj.
c. Hubaib bin Hassan.
d. Abdul Aziz bin Sayyah.
e. Yazid bin Ibrahim asy-Syusytari.
f. Abul Jarud.
g. Ziyad bin Mundzir.
Para Murid
Banyak murid yang telah menimba ilmu darinya. Sebagian dari mereka dapat kita lihat berikut ini:
a. Husain bin Nashr, putranya.
b. Nuh bin Hubaib al-Qaumasi.
c. Abu Shalt al-Hirawi.
d. Abu Sa'id al-Asyja'.
e. Ali bin Mundzir ath-Thariqi, dan sebagian tokoh-tokoh kota Kufah.
Karya Tulis
Nashr bin Muzahim memiliki banyak karya tulis. Sebagianya dapat kita lihat di bawah ini:
a. Waq'ah ash-Shiffîn.
b. Al-Jamâl.
c. Al-Ghârât.
d. Maqtal Hujr bin 'Adi.
e. Maqtal Husain bin Ali as.
f. 'Ain al-Wardah.
g. Akhbâr al-Mukhtar.
h. Al-Manâqib.
Wafat
Nashr bin Muzahim meninggal dunia pada tahun 212 H.
3
HUSNIYAH: SUATU POLEMIK PEMIKIRAN ISLAM
Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy'ari (Abad Ketiga – 274 H.)
Kelahiran
Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Abdullah al-Asy'ari al-Qomi dilahirkan pada abad ketiga Hijriah. Ia adalah salah seorang sahabat para imam ma'shum as. Ia dilahirkan di kota Qom, kota ilmu agama dan para perawi handal Syi'ah dan tempat perlindungan bagi para fuqaha dan ilmuwan handal yang selalu mencintai Ahlulbait Rasulullah saw. Ia dibesarkan dan dididik di dalam sebuah keluarga ahli ilmu yang selalu mendambakan kecintaan kepada Ahlulbait Nabi saw. Dari sejak masa muda, ia telah menimba ilmu pengetahuan Islam di bawah bimbingan langsung ayahnya, Muhammad bin Isa al-Asy'ari.
Pendidikan
Ahmad bin Muhammad bin Isa adalah salah seorang tokoh handal dan tersohor pada masa hidupnya. Ia juga seorang tokoh masyarakat kota Qom dan selalu memiliki kehormatan istimewa. Di kalangan para ulama dan ilmuwan Syi'ah, ia juga memiliki kedudukan yang istimewa. Di samping itu, ia termasuk salah seorang perawi hadis Syi'ah yang sangat tersohor. Ia pernah hidup semasa dengan Imam ar-Ridha, Imam al-Jawad, dan Imam al-Hadi as dan menukil banyak riwayat dari para iman ma'shum as. Namanya disebutkan di dalam 2290 sanad hadis. Syaikh ath-Thusi, an-Najasyi, Ibn Dawud, dan Allamah al-Hilli berkomentar, "Ia adalah seorang tokoh besar kota Qom, seorang yang tersohor, faqih, dan pemuka masyarakat Qom. Sebagai wakil masyarakatnya, ia selalu tegak berdiri menghadapi para raja yang berkuasa pada waktu itu."
Para Guru
Selain Imam al-Jawad dan Imam al-Hadi as, Abu Ja'far al-Asy'ari juga banyak meriwayatkan hadis dari para perawi besar Syi'ah, di antaranya:
a. Muhammad bin Isa al-Asy'ari, ayahnya.
b. Husain bin Sa'id.
c. Nadhr bin Suwaid.
d. Ali bin Nu'man.
e. Shafwan bin Yahya.
f. Muhammad bin Abi 'Umair.
g. Muhammad bin Ismail.
h. Utsman bin Isa.
i. Hammad bin Utsman.
j. Qasim bin Muhammad.
Para Murid
Para tokoh perawi hadis Syi'ah banyak menukil hadis darinya, di antaranya:
a. Muhammad bin Hasan ash-Shaffar.
b. Sa'd bin Abdullah.
c. Ali bin Ibrahim.
d. Dawud bin Kurah.
e. Ahmad bin Idris.
f. Muhammad bin Hasan bin Walid.
g. Muhammad bin Ali bin Mahbub.
h. Sahl bin Ziyad.
Karya Tulis
Ahmad bin Muhammad al-Qomi memiliki karya-karya tulis yang sangat berharga dan mayoritas karya tulisnya berkenaan dengan riwayat-riwayat Ahlulbait as. Di antara karya-karya tulisnya adalah sebagai berikut:
a. An-Nawâdir.
b. At-Tauhîd.
c. Fadhl an-Nabi saw.
d. Al-Mut'ah.
e. An-Nâsikh wa al-Mansûkh.
f. Ath-Thibb al-Kabîr.
g. Ath-Thibb ash-Shaghîr.
h. Al-Makâsib.
i. Al-Azhillah.
Pengusiran Al-Barqi dari Kota Qom
Sebagai tokoh dan pembesar kota Qom, ia pernah mengusir Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Khalid al-Barqi, salah seorang perawi hadis Syi'ah dari kota Qom. Tindakan ini ia ambil lantaran al-Barqi menukil riwayat-riwayat yang lemah (dha'îf) atau hadis-hadis mursal. Akan tetapi, selang beberapa waktu, ia menyesali perbuatannya tersebut. Ia memohon maaf kepadanya dan mengembalikannya ke kota Qom. Demi menebus kesalahan yang telah dilakukannya itu, setelah al-Barqi meninggal dunia, ia mengantarkan jenazahnya sambil berkepala telanjang dan tidak beralas kaki.
Wafat
Tidak ada informasi yang detail tentang tahun kewafatannya. Akan tetapi, ia masih hidup sehat hingga tahun 274 H.
Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy'ari (Abad Ketiga – 274 H.)
Kelahiran
Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Abdullah al-Asy'ari al-Qomi dilahirkan pada abad ketiga Hijriah. Ia adalah salah seorang sahabat para imam ma'shum as. Ia dilahirkan di kota Qom, kota ilmu agama dan para perawi handal Syi'ah dan tempat perlindungan bagi para fuqaha dan ilmuwan handal yang selalu mencintai Ahlulbait Rasulullah saw. Ia dibesarkan dan dididik di dalam sebuah keluarga ahli ilmu yang selalu mendambakan kecintaan kepada Ahlulbait Nabi saw. Dari sejak masa muda, ia telah menimba ilmu pengetahuan Islam di bawah bimbingan langsung ayahnya, Muhammad bin Isa al-Asy'ari.
Pendidikan
Ahmad bin Muhammad bin Isa adalah salah seorang tokoh handal dan tersohor pada masa hidupnya. Ia juga seorang tokoh masyarakat kota Qom dan selalu memiliki kehormatan istimewa. Di kalangan para ulama dan ilmuwan Syi'ah, ia juga memiliki kedudukan yang istimewa. Di samping itu, ia termasuk salah seorang perawi hadis Syi'ah yang sangat tersohor. Ia pernah hidup semasa dengan Imam ar-Ridha, Imam al-Jawad, dan Imam al-Hadi as dan menukil banyak riwayat dari para iman ma'shum as. Namanya disebutkan di dalam 2290 sanad hadis. Syaikh ath-Thusi, an-Najasyi, Ibn Dawud, dan Allamah al-Hilli berkomentar, "Ia adalah seorang tokoh besar kota Qom, seorang yang tersohor, faqih, dan pemuka masyarakat Qom. Sebagai wakil masyarakatnya, ia selalu tegak berdiri menghadapi para raja yang berkuasa pada waktu itu."
Para Guru
Selain Imam al-Jawad dan Imam al-Hadi as, Abu Ja'far al-Asy'ari juga banyak meriwayatkan hadis dari para perawi besar Syi'ah, di antaranya:
a. Muhammad bin Isa al-Asy'ari, ayahnya.
b. Husain bin Sa'id.
c. Nadhr bin Suwaid.
d. Ali bin Nu'man.
e. Shafwan bin Yahya.
f. Muhammad bin Abi 'Umair.
g. Muhammad bin Ismail.
h. Utsman bin Isa.
i. Hammad bin Utsman.
j. Qasim bin Muhammad.
Para Murid
Para tokoh perawi hadis Syi'ah banyak menukil hadis darinya, di antaranya:
a. Muhammad bin Hasan ash-Shaffar.
b. Sa'd bin Abdullah.
c. Ali bin Ibrahim.
d. Dawud bin Kurah.
e. Ahmad bin Idris.
f. Muhammad bin Hasan bin Walid.
g. Muhammad bin Ali bin Mahbub.
h. Sahl bin Ziyad.
Karya Tulis
Ahmad bin Muhammad al-Qomi memiliki karya-karya tulis yang sangat berharga dan mayoritas karya tulisnya berkenaan dengan riwayat-riwayat Ahlulbait as. Di antara karya-karya tulisnya adalah sebagai berikut:
a. An-Nawâdir.
b. At-Tauhîd.
c. Fadhl an-Nabi saw.
d. Al-Mut'ah.
e. An-Nâsikh wa al-Mansûkh.
f. Ath-Thibb al-Kabîr.
g. Ath-Thibb ash-Shaghîr.
h. Al-Makâsib.
i. Al-Azhillah.
Pengusiran Al-Barqi dari Kota Qom
Sebagai tokoh dan pembesar kota Qom, ia pernah mengusir Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Khalid al-Barqi, salah seorang perawi hadis Syi'ah dari kota Qom. Tindakan ini ia ambil lantaran al-Barqi menukil riwayat-riwayat yang lemah (dha'îf) atau hadis-hadis mursal. Akan tetapi, selang beberapa waktu, ia menyesali perbuatannya tersebut. Ia memohon maaf kepadanya dan mengembalikannya ke kota Qom. Demi menebus kesalahan yang telah dilakukannya itu, setelah al-Barqi meninggal dunia, ia mengantarkan jenazahnya sambil berkepala telanjang dan tidak beralas kaki.
Wafat
Tidak ada informasi yang detail tentang tahun kewafatannya. Akan tetapi, ia masih hidup sehat hingga tahun 274 H.
4
HUSNIYAH: SUATU POLEMIK PEMIKIRAN ISLAM
Ahmad bin Abi Abdillah Al-Barqi (Penghujung Abad Kedua – 280 H.)
Kelahiran
Ia dilahirkan di penghujung abad ke-2 Hijriah di sebuah desa kota Qom yang bernama Barq-rud. Ia lahir di dalam sebuah keluarga yang tersohor dan terkenal mencintai Ahlulbait as.
Sebenarnya, ia berasal dari Kufah. Salah seorang kakeknya, Muhammad bin Ali adalah salah seorang pembela Zaid bin Ali bin Husain as pada saat ia bangkit melawan kezaliman dinasti Bani Umaiyah. Ia meneguk cawan syahadah di dalam rumah tahanan Yusuf bin Umar.
Ayahnya, Muhammad bin Khalid juga adalah salah seorang pembesar mazhab Syi'ah, guru hadis (Syaikhul Hadis), dan figur kepercayaan Imam al-Kazhim dan Imam ar-Ridha as.
Pendidikan
Di usia muda, ia menimba ilmu pengetahuan di bawah asuhan langsung ayahnya, Muhammad bin Khalid al-Barqi.
Pada masa itu juga ia mengambil keputusan untuk menjadi seorang perawi hadis-hadis Ahlulbait Rasulullah saw, dan menyampaikan kalam mereka kepada seluruh penduduk dunia. Di samping sebagai perawi hadis, ia juga seorang faqih kenamaan dan pembela setia Ahlulbait Nabi saw.
Para Guru
Selain ayahnya, Ahmad juga menimba ilmu dari para ulama dan perawi tersohor Syi'ah lainnya, di antaranya:
a. Mu'awiyah bin Wahb.
b. Hammad bin Isa.
c. Muhammad bin Abi 'Umair.
d. Harun bin Jahm.
e. Muhammad bin Sinan.
f. Yunus bin Abdurrahman.
g. Hasan bin Mahbub.
h. Ali bin Hakam.
i. Husain bin Sa'id al-Ahwazi.
Para Murid
Banyak tokoh kenamaan Syi'ah yang pernah menimba ilmu darinya. Masing-masing mereka telah menjadi tokoh penting dalam bidang ilmu pengetahuan agama. Di antara mereka adalah sebagai berikut:
a. Ibrahim bin Hasyim.
b. Ali bin Ibrahim bin Hasyim.
c. Muhammad bin Hasan ash-Shaffar.
d. Muhammad bin Hasan al-'Aththar.
e. Sa'd bin Abdillah.
f. Muhammad bin Ali bin Mahbub.
g. Muhammad bin Husain bin Walid.
h. Muhammad bin Ahmad bin Yahya.
i. Abdullah bin Ja'far al-Himyari.
j. Sahl bin Ziyad.
Karya Tulis
Ahmad bin Muhammad bin Khalid al-Barqi memiliki banyak karya tulis, di antaranya:
a. Al-Mahâsin.
b. Al-'Awîsh.
c. At-Tabshirah.
d. Ar-Rijâl.
e. Al-Buldân.
f. Ikhtilâf al-Hadîts.
Kedudukan Ilmiah
Ahmad al-Barqi adalah salah seorang tokoh perawi hadis pada abad ke-3 Hijriah, dan mayoritas hadis Syaikh Shaduq dan Syaikh Kulaini diriwayatkan dari tokoh yang satu ini.
Muhaddis an-Nuri berkata, "Syaikh ath-Thusi dan an-Najasyi menganggapnya sebagai seorang tokoh yang tsiqah dan dapat dipercaya. Ia adalah salah seorang perawi hadis yang sangat berharga dan mayoritas ulama dan fuqaha Syi'ah yang pernah menulis buku kumpulan hadis menukil riwayat darinya."
Sebagian ulama dan pembesar Syi'ah, malahan, mengambil judul-judul buku mereka darinya, seperti Tsawâb al-A'mâl wa 'Iqâb al-A'mâl, 'Ilal asy-Syarâ'i', al-Qarâ'in, dan al-Khishâl.
Wafat
Setelah melalui usianya yang penuh berkah itu, pada tahun 274 atau 280 H., ia harus meninggalkan dunia fana ini untuk berjumpa dengan Sang Kekasihnya.
Ahmad bin Abi Abdillah Al-Barqi (Penghujung Abad Kedua – 280 H.)
Kelahiran
Ia dilahirkan di penghujung abad ke-2 Hijriah di sebuah desa kota Qom yang bernama Barq-rud. Ia lahir di dalam sebuah keluarga yang tersohor dan terkenal mencintai Ahlulbait as.
Sebenarnya, ia berasal dari Kufah. Salah seorang kakeknya, Muhammad bin Ali adalah salah seorang pembela Zaid bin Ali bin Husain as pada saat ia bangkit melawan kezaliman dinasti Bani Umaiyah. Ia meneguk cawan syahadah di dalam rumah tahanan Yusuf bin Umar.
Ayahnya, Muhammad bin Khalid juga adalah salah seorang pembesar mazhab Syi'ah, guru hadis (Syaikhul Hadis), dan figur kepercayaan Imam al-Kazhim dan Imam ar-Ridha as.
Pendidikan
Di usia muda, ia menimba ilmu pengetahuan di bawah asuhan langsung ayahnya, Muhammad bin Khalid al-Barqi.
Pada masa itu juga ia mengambil keputusan untuk menjadi seorang perawi hadis-hadis Ahlulbait Rasulullah saw, dan menyampaikan kalam mereka kepada seluruh penduduk dunia. Di samping sebagai perawi hadis, ia juga seorang faqih kenamaan dan pembela setia Ahlulbait Nabi saw.
Para Guru
Selain ayahnya, Ahmad juga menimba ilmu dari para ulama dan perawi tersohor Syi'ah lainnya, di antaranya:
a. Mu'awiyah bin Wahb.
b. Hammad bin Isa.
c. Muhammad bin Abi 'Umair.
d. Harun bin Jahm.
e. Muhammad bin Sinan.
f. Yunus bin Abdurrahman.
g. Hasan bin Mahbub.
h. Ali bin Hakam.
i. Husain bin Sa'id al-Ahwazi.
Para Murid
Banyak tokoh kenamaan Syi'ah yang pernah menimba ilmu darinya. Masing-masing mereka telah menjadi tokoh penting dalam bidang ilmu pengetahuan agama. Di antara mereka adalah sebagai berikut:
a. Ibrahim bin Hasyim.
b. Ali bin Ibrahim bin Hasyim.
c. Muhammad bin Hasan ash-Shaffar.
d. Muhammad bin Hasan al-'Aththar.
e. Sa'd bin Abdillah.
f. Muhammad bin Ali bin Mahbub.
g. Muhammad bin Husain bin Walid.
h. Muhammad bin Ahmad bin Yahya.
i. Abdullah bin Ja'far al-Himyari.
j. Sahl bin Ziyad.
Karya Tulis
Ahmad bin Muhammad bin Khalid al-Barqi memiliki banyak karya tulis, di antaranya:
a. Al-Mahâsin.
b. Al-'Awîsh.
c. At-Tabshirah.
d. Ar-Rijâl.
e. Al-Buldân.
f. Ikhtilâf al-Hadîts.
Kedudukan Ilmiah
Ahmad al-Barqi adalah salah seorang tokoh perawi hadis pada abad ke-3 Hijriah, dan mayoritas hadis Syaikh Shaduq dan Syaikh Kulaini diriwayatkan dari tokoh yang satu ini.
Muhaddis an-Nuri berkata, "Syaikh ath-Thusi dan an-Najasyi menganggapnya sebagai seorang tokoh yang tsiqah dan dapat dipercaya. Ia adalah salah seorang perawi hadis yang sangat berharga dan mayoritas ulama dan fuqaha Syi'ah yang pernah menulis buku kumpulan hadis menukil riwayat darinya."
Sebagian ulama dan pembesar Syi'ah, malahan, mengambil judul-judul buku mereka darinya, seperti Tsawâb al-A'mâl wa 'Iqâb al-A'mâl, 'Ilal asy-Syarâ'i', al-Qarâ'in, dan al-Khishâl.
Wafat
Setelah melalui usianya yang penuh berkah itu, pada tahun 274 atau 280 H., ia harus meninggalkan dunia fana ini untuk berjumpa dengan Sang Kekasihnya.
5
HUSNIYAH: SUATU POLEMIK PEMIKIRAN ISLAM
Ibrahim bin Hilal Ats-Tsaqafi (Permulaan Abad Ke-3 – 283 H.)
Kelahiran
Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Sa'id bin Hilal ats-Tsaqafi al-Isfahani adalah salah seorang ulama dan perawi hadis Syi'ah kenamaan. Tanggal kelahirannya tidak diketahui secara pasti. Yang pasti, ia dilahirkan di permulaan abad ke-3 Hijriah di kota Kufah. Di permulaan usianya, ia mengikuti mazhab Zaidiah. Setelah beberapa waktu berlalu, ia memilih mengikuti mazhab Imamiah sebagai mazhab yang benar.
Berpindah ke Isfahan
Faktor yang menyebabkan ia berpindah ke Isfahan adalah karena ia menulis sebuah buku berjudul "al-Ma'rifah" yang memuat tentang manaqib Ahlulbait as dan permusuhan-permusuhan yang dilakukan para musuh mereka. Sebagian ulama Kufah melarangnya untuk menerbitkan buku tersebut, lantaran buku itu memuat permusuhan-permusuhan para musuh Ahlulbait Nabi as. Akan tetapi, karena keyakinan terhadap apa yang telah ditulisnya itu, ia tidak mengurungkan niat untuk menerbitkannya. Bahkan lebih dari itu, ia bersumpah untuk menerbitkannya di kota Isfahan. Padahal, pada waktu itu, kota Isfahan sangat asing dengan pemikiran dan akidah Ahlulbait dan memusuhi mazhab para pengikut Syi'ah. Dengan tujuan itu, ia berpindah ke Isfahan dan berdomisili di sana sembari berusaha untuk menerbitkan bukunya itu.
Sebagian ulama Qom, di antaranya Ahmad bin Abi Abdillah al-Barqi, salah seorang ulama besar Syi'ah, memintanya untuk berpindah ke kota tersebut. Akan tetapi, ia menolak permintaan mereka. Hingga akhir usinya, ia berdomisili di kota Isfahan dan menyebarkan mazhab Ja'fari di sana. Di dalam catatan atas buku "Manhaj al-Maqâl", Wahid al-Bahbahani menulis, "Undangan para ulama Qom kepada Ibrahim bin Muhammad ats-Tsaqafi untuk berpindah ke kota Qom, permintaan para ulama Kufah (untuk berpindah ke Kufah), Syaikh ath-Thusi selalu membaca 'rahimahullah' untuknya, dan penguatan Sayid Ibn Thawus bahwa ia adalah seorang tsiqah, semua itu mengindikasikan kesempurnaan dan kedudukannya yang agung."
Muhaddits Nuri berkomentar, "Ia adalah salah seorang perawi hadis kenamaan Syi'ah dan memiliki karya-karya tulis yang sangat banyak. Tokoh-tokoh besar, seperti ash-Shaffar, Sa'd bin Abdillah, dan Ahmad bin Abdillah meriwayatkan hadis darinya."
Para Guru
Ats-Tsaqafi menimba ilmu di Kufah dari para ulama dan perawi hadis kaliber pada masanya, di antaranya:
a. Abu Nu'aim Fadhl bin Dikkin.
b. Ismail bin Aban.
c. Yunus bin 'Ubaid.
d. Abul Hasan al-Mada'ini.
e. Ibn Abi Saif.
f. Ibrahim bin'Uyun.
Para Murid
Di antara murid-murid Ibrahim bin Hilal ats-Tsaqafi adalah sebagai berikut:
a. Hasan az-Za'farani.
b. Ahmad bin 'Alawiyah al-Isfahani.
c. Abbas bin Surrami.
d. Muhammad bin Zaid ar-Raththab.
e. Abdurrahman bin Ibrahim al-Mustamilli.
f. Ibrahim bin Hasyim.
g. Muhammad bin Hasan ash-Shaffar.
h. Sa'd bin Abdillah.
i. Ahmad bin Abi Abdillah al-Barqi.
Karya Tulis
Hampir lima puluh buku yang berhasil ditulis oleh Ibrahim bin Hilal ats-Tsaqafi. Akan tetapi, sayangnya, peristiwa-peristiwa historis menyedihkan yang pernah terjadi pada masa itu telah membumihanguskan seluruh buku berharga tersebut. Berdasarkan riset terhadap referensi buku-buku yang pernah ditulis, hanya buku "al-Ghârât"—dengan karunia Allah—yang masih dapat dinikmati oleh para pembaca dan penelaah yang budiman. Hanya buku inilah satu-satunya karya yang masih tetap mengagungkan namanya di sepanjang sejarah dunia. Adapun karya-karya tulisnya yang lain, seperti "al-Maghâzî", "as-Saqîfah", "ar-Riddah", "Maqtal Utsman", "asy-Syûrâ", "Bai'ah Amiril Mukminin", "Qiyâm Hasan bin Ali as", "Maqtal al-Husain as", dan lan-lain, hanya tinggal namanya saja.
Wafat
Abu Ishaq Ibrahim bin Hilal ats-Tsaqafi meninggal dunia di Isfahan pada tahun 283 H.
Ibrahim bin Hilal Ats-Tsaqafi (Permulaan Abad Ke-3 – 283 H.)
Kelahiran
Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Sa'id bin Hilal ats-Tsaqafi al-Isfahani adalah salah seorang ulama dan perawi hadis Syi'ah kenamaan. Tanggal kelahirannya tidak diketahui secara pasti. Yang pasti, ia dilahirkan di permulaan abad ke-3 Hijriah di kota Kufah. Di permulaan usianya, ia mengikuti mazhab Zaidiah. Setelah beberapa waktu berlalu, ia memilih mengikuti mazhab Imamiah sebagai mazhab yang benar.
Berpindah ke Isfahan
Faktor yang menyebabkan ia berpindah ke Isfahan adalah karena ia menulis sebuah buku berjudul "al-Ma'rifah" yang memuat tentang manaqib Ahlulbait as dan permusuhan-permusuhan yang dilakukan para musuh mereka. Sebagian ulama Kufah melarangnya untuk menerbitkan buku tersebut, lantaran buku itu memuat permusuhan-permusuhan para musuh Ahlulbait Nabi as. Akan tetapi, karena keyakinan terhadap apa yang telah ditulisnya itu, ia tidak mengurungkan niat untuk menerbitkannya. Bahkan lebih dari itu, ia bersumpah untuk menerbitkannya di kota Isfahan. Padahal, pada waktu itu, kota Isfahan sangat asing dengan pemikiran dan akidah Ahlulbait dan memusuhi mazhab para pengikut Syi'ah. Dengan tujuan itu, ia berpindah ke Isfahan dan berdomisili di sana sembari berusaha untuk menerbitkan bukunya itu.
Sebagian ulama Qom, di antaranya Ahmad bin Abi Abdillah al-Barqi, salah seorang ulama besar Syi'ah, memintanya untuk berpindah ke kota tersebut. Akan tetapi, ia menolak permintaan mereka. Hingga akhir usinya, ia berdomisili di kota Isfahan dan menyebarkan mazhab Ja'fari di sana. Di dalam catatan atas buku "Manhaj al-Maqâl", Wahid al-Bahbahani menulis, "Undangan para ulama Qom kepada Ibrahim bin Muhammad ats-Tsaqafi untuk berpindah ke kota Qom, permintaan para ulama Kufah (untuk berpindah ke Kufah), Syaikh ath-Thusi selalu membaca 'rahimahullah' untuknya, dan penguatan Sayid Ibn Thawus bahwa ia adalah seorang tsiqah, semua itu mengindikasikan kesempurnaan dan kedudukannya yang agung."
Muhaddits Nuri berkomentar, "Ia adalah salah seorang perawi hadis kenamaan Syi'ah dan memiliki karya-karya tulis yang sangat banyak. Tokoh-tokoh besar, seperti ash-Shaffar, Sa'd bin Abdillah, dan Ahmad bin Abdillah meriwayatkan hadis darinya."
Para Guru
Ats-Tsaqafi menimba ilmu di Kufah dari para ulama dan perawi hadis kaliber pada masanya, di antaranya:
a. Abu Nu'aim Fadhl bin Dikkin.
b. Ismail bin Aban.
c. Yunus bin 'Ubaid.
d. Abul Hasan al-Mada'ini.
e. Ibn Abi Saif.
f. Ibrahim bin'Uyun.
Para Murid
Di antara murid-murid Ibrahim bin Hilal ats-Tsaqafi adalah sebagai berikut:
a. Hasan az-Za'farani.
b. Ahmad bin 'Alawiyah al-Isfahani.
c. Abbas bin Surrami.
d. Muhammad bin Zaid ar-Raththab.
e. Abdurrahman bin Ibrahim al-Mustamilli.
f. Ibrahim bin Hasyim.
g. Muhammad bin Hasan ash-Shaffar.
h. Sa'd bin Abdillah.
i. Ahmad bin Abi Abdillah al-Barqi.
Karya Tulis
Hampir lima puluh buku yang berhasil ditulis oleh Ibrahim bin Hilal ats-Tsaqafi. Akan tetapi, sayangnya, peristiwa-peristiwa historis menyedihkan yang pernah terjadi pada masa itu telah membumihanguskan seluruh buku berharga tersebut. Berdasarkan riset terhadap referensi buku-buku yang pernah ditulis, hanya buku "al-Ghârât"—dengan karunia Allah—yang masih dapat dinikmati oleh para pembaca dan penelaah yang budiman. Hanya buku inilah satu-satunya karya yang masih tetap mengagungkan namanya di sepanjang sejarah dunia. Adapun karya-karya tulisnya yang lain, seperti "al-Maghâzî", "as-Saqîfah", "ar-Riddah", "Maqtal Utsman", "asy-Syûrâ", "Bai'ah Amiril Mukminin", "Qiyâm Hasan bin Ali as", "Maqtal al-Husain as", dan lan-lain, hanya tinggal namanya saja.
Wafat
Abu Ishaq Ibrahim bin Hilal ats-Tsaqafi meninggal dunia di Isfahan pada tahun 283 H.
6
HUSNIYAH: SUATU POLEMIK PEMIKIRAN ISLAM
Muhammad bin Hasan bin Furukh Ash-Shaffar (Permulaan Abad ke-3 – 290 H.)
Ia adalah salah seorang pembela setia Imam Hasan al-'Askari as. Dengan demikian, dapat diasumsikan ia hidup di permulaan abad ke-3 Hijriah.
Ash-Shaffar hidup pada masa kezaliman dan kelaliman dinasti Bani Abbasiah mencapai puncaknya. Tidak terhitung banyaknya para pembela dan penolong setia para imam ma'shum as yang menjalani kehidupan mereka di dalam rumah-rumah tahanan dan penyiksaan para penguasa yang sedang berkuasa pada masa itu. Para imam ma'shum as sendiri juga mendapatkan pengawasan ketat dari mereka, meskipun mereka menjalani kehidupan ini di rumah-rumah mereka. Ash-Shaffar adalah salah seorang yang paling tersohor di kalangan mereka. Ia banyak berhubungan dengan para pembesar dan tokoh-tokoh terkemuka mazhab pada masa itu, dan dengan menulis surat-surat rahasia, ia sering berjumpa dengan Imam Hasan al-'Askari as. Dengan jalan ini juga, ia dapat membangun jembatan relasi antara beliau dengan para pengikut Syi'ah yang lain.
Pendidikan
Dari sejak dahulu kala, Qom adalah sebuah kota yang dikenal sebagai benteng para pengikut mazhab Ahlulbait as. Di kota ini juga, para tokoh kaliber dan kenamaan mencuat ke permukaan sebagai pembela dan pelindung ilmu pengetahuan para imam ma'shum as. Salah seorang dari mereka adalah Muhammad bin Hasan ash-Shaffar. Masyarakat Qom juga mengenalnya sebagai salah seorang tokoh termuka mazhab Syi'ah di kota tersebut. Dengan menghafal dan menukil hadis-hadis para imam ma'shum as, ia telah menghaturkan khidmat yang sangat besar kepada dunia Syi'ah. Para tokoh perawi hadis, seperti al-Kulaini, dengan menukil hadis-hadisnya—telah menyermpurnakan seluruh usahanya.
Berkenaan dengan tokoh yang satu ini, an-Najasyi berkomentar, "Muhammad bin Hasan bin Furukh ash-Shaffar adalah salah seorang tokoh Syi'ah terkenal di kota Qom. Ia adalah seorang figur yang dapat dipercaya dan memiliki nilai (spiritual) yang agung. Hadis-hadisnya selalu dimenangkan atas hadis-hadis selainnya. Ia juga memiliki banyak karya tulis."
Di dalam kitab "al-Fihrist", Syaikh ath-Thusi menulis, "Muhammad bin Hasan ash-Shaffar berdomisili di kota Qom. Ia memiliki karya tulis yang sangat banyak sekali. Di samping itu, ia juga sering mengirim surat-surat kepada Imam Hasan al-'Askari as. Naskah surat dan jawaban beliau atas surat-surat tersebut masih dapat kita baca."
Di dalam kitab "al-Khulâshah", Allamah al-Hilli juga menulis, "Muhammad bin Hasan bin Furukh ash-Shaffar adalah salah seorang tokoh mazhab Syi'ah di kota Qom dan seorang figur yang dapat dipercaya. Di samping itu, ia adalah seorang figur agung yang hadis-hadisnya memiliki nilai yang lebih unggul."
Para Guru
Sebagai tokoh perawi hadis yang jarang bisa ditemukan padanannya, Muhammad ash-Shaffar banyak menimba ilmu dari para pembela setia para imam ma'shum as, di antaranya:
a. Ibrahim bin Ishaq.
b. Ahmad bin Abi Abdillah al-Barqi.
c. Ahmad bin Hasan bin Ali bin Fadhdhal.
d. Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr.
e. Ahmad bin Muhammad bin Muslim.
f. Ayub bin Nuh.
g. Hasan bin Ali bin Fadhdhal.
h. Ali bin Ibrahim.
Para Murid
Banyak para tokoh ilmu hadis yang telah menimba ilmu darinya, di antaranya:
a. Ahmad bin Idris.
b. Ali bin Husain Babawaeh.
c. Ahmad bin Dawud bin Ali.
d. Ahmad bin Muhammad.
e. Sa'd bin Abdillah.
f. Muhammad bin Ja'far Mu'addab.
g. Muhammad bin Hasan bin Walid.
h. Muhammad bin Husain.
i. Muhammad bin Yahya al-'Aththar.
j. Muhammad bin Ya'qub al-Kulaini.
Karya Tulis
Ash-Shaffar memiliki banyak karya tulis, di antaranya:
a. Kitab ash-Shalâh.
b. Kitab al-Wudhû'.
c. Kitab al-Janâ'iz.
d. Kitab ash-Shiyâm.
e. Kitab al-Hajj.
f. Kitab an-Nikâh.
g. Kitab ath-Thalâq.
h. Kitab al-Mazâr.
i. Kitab ar-Radd 'alâ al-Ghulât.
k. Kitab at-Taqiyah.
l. Kitab al-Manâqib.
m. Kitab Bashâ'ir ad-Darajât.
n. Kitab Mâ Ruwiya fî Awlâd al-A'immah.
o. Kitab al-Jihâd.
Wafat
Setelah beberapa tahun berkhidmat untuk kepentingan agama, akhirnya ia harus meninggalkan dunia fana ini pada tahun 290 H.
Muhammad bin Hasan bin Furukh Ash-Shaffar (Permulaan Abad ke-3 – 290 H.)
Ia adalah salah seorang pembela setia Imam Hasan al-'Askari as. Dengan demikian, dapat diasumsikan ia hidup di permulaan abad ke-3 Hijriah.
Ash-Shaffar hidup pada masa kezaliman dan kelaliman dinasti Bani Abbasiah mencapai puncaknya. Tidak terhitung banyaknya para pembela dan penolong setia para imam ma'shum as yang menjalani kehidupan mereka di dalam rumah-rumah tahanan dan penyiksaan para penguasa yang sedang berkuasa pada masa itu. Para imam ma'shum as sendiri juga mendapatkan pengawasan ketat dari mereka, meskipun mereka menjalani kehidupan ini di rumah-rumah mereka. Ash-Shaffar adalah salah seorang yang paling tersohor di kalangan mereka. Ia banyak berhubungan dengan para pembesar dan tokoh-tokoh terkemuka mazhab pada masa itu, dan dengan menulis surat-surat rahasia, ia sering berjumpa dengan Imam Hasan al-'Askari as. Dengan jalan ini juga, ia dapat membangun jembatan relasi antara beliau dengan para pengikut Syi'ah yang lain.
Pendidikan
Dari sejak dahulu kala, Qom adalah sebuah kota yang dikenal sebagai benteng para pengikut mazhab Ahlulbait as. Di kota ini juga, para tokoh kaliber dan kenamaan mencuat ke permukaan sebagai pembela dan pelindung ilmu pengetahuan para imam ma'shum as. Salah seorang dari mereka adalah Muhammad bin Hasan ash-Shaffar. Masyarakat Qom juga mengenalnya sebagai salah seorang tokoh termuka mazhab Syi'ah di kota tersebut. Dengan menghafal dan menukil hadis-hadis para imam ma'shum as, ia telah menghaturkan khidmat yang sangat besar kepada dunia Syi'ah. Para tokoh perawi hadis, seperti al-Kulaini, dengan menukil hadis-hadisnya—telah menyermpurnakan seluruh usahanya.
Berkenaan dengan tokoh yang satu ini, an-Najasyi berkomentar, "Muhammad bin Hasan bin Furukh ash-Shaffar adalah salah seorang tokoh Syi'ah terkenal di kota Qom. Ia adalah seorang figur yang dapat dipercaya dan memiliki nilai (spiritual) yang agung. Hadis-hadisnya selalu dimenangkan atas hadis-hadis selainnya. Ia juga memiliki banyak karya tulis."
Di dalam kitab "al-Fihrist", Syaikh ath-Thusi menulis, "Muhammad bin Hasan ash-Shaffar berdomisili di kota Qom. Ia memiliki karya tulis yang sangat banyak sekali. Di samping itu, ia juga sering mengirim surat-surat kepada Imam Hasan al-'Askari as. Naskah surat dan jawaban beliau atas surat-surat tersebut masih dapat kita baca."
Di dalam kitab "al-Khulâshah", Allamah al-Hilli juga menulis, "Muhammad bin Hasan bin Furukh ash-Shaffar adalah salah seorang tokoh mazhab Syi'ah di kota Qom dan seorang figur yang dapat dipercaya. Di samping itu, ia adalah seorang figur agung yang hadis-hadisnya memiliki nilai yang lebih unggul."
Para Guru
Sebagai tokoh perawi hadis yang jarang bisa ditemukan padanannya, Muhammad ash-Shaffar banyak menimba ilmu dari para pembela setia para imam ma'shum as, di antaranya:
a. Ibrahim bin Ishaq.
b. Ahmad bin Abi Abdillah al-Barqi.
c. Ahmad bin Hasan bin Ali bin Fadhdhal.
d. Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr.
e. Ahmad bin Muhammad bin Muslim.
f. Ayub bin Nuh.
g. Hasan bin Ali bin Fadhdhal.
h. Ali bin Ibrahim.
Para Murid
Banyak para tokoh ilmu hadis yang telah menimba ilmu darinya, di antaranya:
a. Ahmad bin Idris.
b. Ali bin Husain Babawaeh.
c. Ahmad bin Dawud bin Ali.
d. Ahmad bin Muhammad.
e. Sa'd bin Abdillah.
f. Muhammad bin Ja'far Mu'addab.
g. Muhammad bin Hasan bin Walid.
h. Muhammad bin Husain.
i. Muhammad bin Yahya al-'Aththar.
j. Muhammad bin Ya'qub al-Kulaini.
Karya Tulis
Ash-Shaffar memiliki banyak karya tulis, di antaranya:
a. Kitab ash-Shalâh.
b. Kitab al-Wudhû'.
c. Kitab al-Janâ'iz.
d. Kitab ash-Shiyâm.
e. Kitab al-Hajj.
f. Kitab an-Nikâh.
g. Kitab ath-Thalâq.
h. Kitab al-Mazâr.
i. Kitab ar-Radd 'alâ al-Ghulât.
k. Kitab at-Taqiyah.
l. Kitab al-Manâqib.
m. Kitab Bashâ'ir ad-Darajât.
n. Kitab Mâ Ruwiya fî Awlâd al-A'immah.
o. Kitab al-Jihâd.
Wafat
Setelah beberapa tahun berkhidmat untuk kepentingan agama, akhirnya ia harus meninggalkan dunia fana ini pada tahun 290 H.
7
HUSNIYAH: SUATU POLEMIK PEMIKIRAN ISLAM
Muhammad bin Mas’ud Al-‘Ayasyi As-Samarqandi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Mas’ud bin Muhammad bin Al-‘Ayasyi As-Samarqandi Al-Kufi. Julukannya adalah Abu An-Nadhr yang lebih dikenal dengan sebutan “Al-‘Ayasyi”. Ia adalah salah seorang ulama, faqih, sastrawan, muhaddis dan mufassir Syi’ah yang hidup sezaman dengan Ali bin Babawaeh Al-Qomi, dan bahkan --menurut sebagian sejarawan—ia lebih senior darinya. Ia adalah salah seorang guru Tsiqatul Islam Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini, pengarang kitab Al-Kafi dan Al-Kasyi, seorang ulama yang memiliki spesialisasi dalam ilmu Rijal. Tafsir “Al-‘Ayasyi” yang dijadikan rujukan oleh para ahli tafsir adalah karangannya.
Pada mulanya --karena pengaruh kehidupan masyarakat Samarqand dan Bukhara yang didominasi oleh mazhab Ahlussunnah-- ia menjadi seorang pengikut mazhab Ahlussunnah yang fanatik. Setelah membaca buku-buku mazhab Syi’ah, ia tertarik untuk memeluk mazhab Syi’ah. Harta warisan sebanyak 300.000 Dinar yang didapatkan dari ayahnya, ia pergunakan untuk menulis buku, menyebarkan hadis, mengajar dan mendidik murid-muridnya yang haus dengan ilmu-ilmu keislaman. Rumahnya selalu dipenuhi oleh para qari`, muhaddis, mufassir dan pelajar yang sedang menimba ilmu-ilmu keislaman.
Guru-gurunya
Menurut pendapat Syeikh Abbas Al-Qomi, ia adalah murid dari Ali bin Al-Hasan Al-Fattaal dan mayoritas ulama yang kala itu hidup di Kufah, Baghdad dan Qom.
Karya-karyanya
Seperti yang dinukil oleh Ibnu Nadim dalam bukunya Al-Fehrest, seluruh karya tulisnya berjumlah 208 jilid dan 27 jilid buku hilang tak tentu rimbanya. Berikut ini adalah sebagian karya-karya yang pernah ditulisnya selama ia hidup:
1. Tafsir Al-‘Ayâsyî. Tafsir ini ditulis dalam dua jilid. Jilid pertamanya dari surah Al-Fatihah hingga surah Al-Kahfi masih berada di tengah-tengah kita dan jilid keduanya hilang tak tentu rimbanya. Naskah asli tafsir ini sekarang berada di perpustakaan Imam Ridha a.s. di Masyhad, perpustakaan Khiyabani di Tabriz, perpustakaan Syeikhul Islam di Zanjan dan perpustakaan Sayid Hasan Shadruddin di Kazhimain.
2. Ath-Thahârah
3. Ash-Shalâh (shalat).
4. Mukhtasharasush Shalâh
5. Mukhtasharul Haidh
6. Al-Janâ`iz
7. Mukhtahsarul Janâ`iz
8. Al-Manâsik
9. Al-‘A^lim wal Muta’allim
10. Ad-Da’awât
11. Az-Zakâh
12. Al-Asyribah
13. Makkah wal Harâm
14. Al-Ma’ârîdh
15. Al-Anbiyâ` wal Auliyâ`
16. Sîrah Abi Bakr
17. Sîrah Umar
18. Sîrah Utsman
19. Sîrah Mu’awiyah
20. Dan lain-lainnya.
Wafatnya
Tanggal wafat Al-‘Ayasyi tidak diketahui dengan pasti. Hanya pengarang buku “Al-A’lâm” yang mencatat wafatnya pada tahun 320 H.
Bibiliografi:
1. Al-Kunâ wal Alqâb, karya Syeikh Abbas Al-Qomi.
2. Ashnai ba Ulûm-e Eslâmi, karya Syahid Murtadha Muthahhari.
3. Raihânatul Adab, jilid 4 hal. 220-221, karya Al-Marhum Mudarris.
4. Adz-Dzarî’ah ila Tashnîfus Syi’ah, jilid 4 hal. 295.
5. Ta`sîsus Syi’ah ila ‘Ulûmil Islam.
6. Mukadimah Allamah Thabathaba`i atas tafsir Al-‘Ayâsyi.
7. Jâmi’ Ahâdîtsus Syi’ah, jilid 1 hal. 173.
8. Safînatul Bihâr, jilid 2 hal. 2001, percetakan Mahmudi.
9. Jâmi’ur Ruwât, Jilid 2 hal. 192, percetakan Mushtafawi.
10. Al-Fehrest, karya Ibnu Nadim.
Muhammad bin Mas’ud Al-‘Ayasyi As-Samarqandi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Mas’ud bin Muhammad bin Al-‘Ayasyi As-Samarqandi Al-Kufi. Julukannya adalah Abu An-Nadhr yang lebih dikenal dengan sebutan “Al-‘Ayasyi”. Ia adalah salah seorang ulama, faqih, sastrawan, muhaddis dan mufassir Syi’ah yang hidup sezaman dengan Ali bin Babawaeh Al-Qomi, dan bahkan --menurut sebagian sejarawan—ia lebih senior darinya. Ia adalah salah seorang guru Tsiqatul Islam Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini, pengarang kitab Al-Kafi dan Al-Kasyi, seorang ulama yang memiliki spesialisasi dalam ilmu Rijal. Tafsir “Al-‘Ayasyi” yang dijadikan rujukan oleh para ahli tafsir adalah karangannya.
Pada mulanya --karena pengaruh kehidupan masyarakat Samarqand dan Bukhara yang didominasi oleh mazhab Ahlussunnah-- ia menjadi seorang pengikut mazhab Ahlussunnah yang fanatik. Setelah membaca buku-buku mazhab Syi’ah, ia tertarik untuk memeluk mazhab Syi’ah. Harta warisan sebanyak 300.000 Dinar yang didapatkan dari ayahnya, ia pergunakan untuk menulis buku, menyebarkan hadis, mengajar dan mendidik murid-muridnya yang haus dengan ilmu-ilmu keislaman. Rumahnya selalu dipenuhi oleh para qari`, muhaddis, mufassir dan pelajar yang sedang menimba ilmu-ilmu keislaman.
Guru-gurunya
Menurut pendapat Syeikh Abbas Al-Qomi, ia adalah murid dari Ali bin Al-Hasan Al-Fattaal dan mayoritas ulama yang kala itu hidup di Kufah, Baghdad dan Qom.
Karya-karyanya
Seperti yang dinukil oleh Ibnu Nadim dalam bukunya Al-Fehrest, seluruh karya tulisnya berjumlah 208 jilid dan 27 jilid buku hilang tak tentu rimbanya. Berikut ini adalah sebagian karya-karya yang pernah ditulisnya selama ia hidup:
1. Tafsir Al-‘Ayâsyî. Tafsir ini ditulis dalam dua jilid. Jilid pertamanya dari surah Al-Fatihah hingga surah Al-Kahfi masih berada di tengah-tengah kita dan jilid keduanya hilang tak tentu rimbanya. Naskah asli tafsir ini sekarang berada di perpustakaan Imam Ridha a.s. di Masyhad, perpustakaan Khiyabani di Tabriz, perpustakaan Syeikhul Islam di Zanjan dan perpustakaan Sayid Hasan Shadruddin di Kazhimain.
2. Ath-Thahârah
3. Ash-Shalâh (shalat).
4. Mukhtasharasush Shalâh
5. Mukhtasharul Haidh
6. Al-Janâ`iz
7. Mukhtahsarul Janâ`iz
8. Al-Manâsik
9. Al-‘A^lim wal Muta’allim
10. Ad-Da’awât
11. Az-Zakâh
12. Al-Asyribah
13. Makkah wal Harâm
14. Al-Ma’ârîdh
15. Al-Anbiyâ` wal Auliyâ`
16. Sîrah Abi Bakr
17. Sîrah Umar
18. Sîrah Utsman
19. Sîrah Mu’awiyah
20. Dan lain-lainnya.
Wafatnya
Tanggal wafat Al-‘Ayasyi tidak diketahui dengan pasti. Hanya pengarang buku “Al-A’lâm” yang mencatat wafatnya pada tahun 320 H.
Bibiliografi:
1. Al-Kunâ wal Alqâb, karya Syeikh Abbas Al-Qomi.
2. Ashnai ba Ulûm-e Eslâmi, karya Syahid Murtadha Muthahhari.
3. Raihânatul Adab, jilid 4 hal. 220-221, karya Al-Marhum Mudarris.
4. Adz-Dzarî’ah ila Tashnîfus Syi’ah, jilid 4 hal. 295.
5. Ta`sîsus Syi’ah ila ‘Ulûmil Islam.
6. Mukadimah Allamah Thabathaba`i atas tafsir Al-‘Ayâsyi.
7. Jâmi’ Ahâdîtsus Syi’ah, jilid 1 hal. 173.
8. Safînatul Bihâr, jilid 2 hal. 2001, percetakan Mahmudi.
9. Jâmi’ur Ruwât, Jilid 2 hal. 192, percetakan Mushtafawi.
10. Al-Fehrest, karya Ibnu Nadim.
8
HUSNIYAH: SUATU POLEMIK PEMIKIRAN ISLAM
Ali bin Babawaeh Al-Qomi
Nama lengkapnya adalah Abul Hasan Ali bin Husein bin Musa bin Babawaeh. Ia adalah seorang faqih dan pemimpin penduduk Qom yang pendapatnya selalu diperhitungkan dan dihormati orang. Ia adalah ayah Syeikh Muhammad bin Ali bin Babawaeh yang lebih dikenal dengan julukan Syeikh Shaduq. Di kalangan ulama dan fuqaha`, ayah dan putra ini biasa disebut dengan Shaduqain. Para ulama selalu memperhitungkan pendapatnya. Oleh karena itu, jika mereka tidak mendapatkan ayat Al Quran atau hadis berkenaan dengan hukum sebuah masalah dan yang ada hanya fatwa Ali bin Babawaeh, mereka akan menentukan hukum masalah tersebut berdasarkan fatwanya. Hal ini dikarenakan kedekatan masa hidupnya dengan masa ma’shumin a.s. yang menjadi faktor penguat bahwa segala yang ditentukannya pasti berlandaskan kepada sebuah hadis yang tidak diketahui oleh mereka.
Terdapat sebuah cerita menarik berkenaan dengan kelahiran putranya. Ali bin Babawaeh tidak bisa mempunyai anak. Sebelumnya ia pernah datang ke Irak untuk menanyakan hukum beberapa masalah kepada Husein bin Ruh An-Naubakhti, salah seorang wakil Imam Mahdi a.s. pada periode Ghaibah Kubra. Setelah pulang dari Irak, ia masih meneruskan hubungan dengannya via surat yang disampaikan oleh Ali bin Ja’far bin Aswad. Di antara salah satu surat tersebut, ia meminta kepada Husein bin Ruh untuk menyampaikan sebuah surat kepada Imam Mahdi a.s. yang isinya adalah ia memohon darinya supaya berdoa semoga Allah menganugerahi anak kepadanya. Imam Mahdi a.s. menjawab surat Ali bin Babawaeh yang isinya: “Kami telah memohon kepada Allah supaya menganugerahkan anak kepadamu, dan tidak lama lagi engkau akan memiliki dua anak laki-laki”. Dan tidak lama setelah jawaban itu sampai, rumah Ali bin Babawaeh bersinar dengan cahaya dua anak laki-laki masing-masing bernama Abu Ja’far dan Abu Abdillah.
Wafatnya
Ali bin Babawaeh meninggal dunia pada tahun 329 H. di mana Tsiqatul Islam Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini meninggal dunia pada tahun itu juga. Ia dikuburkan di Qom dekat Haram Sayidah Fathimah Al-Ma’shumah a.s. Kuburannya hingga sekarang masih diziarahi oleh mereka yang ingin mendapatkan berkah dari alim besar Syi’ah ini.
Karya-karyanya
Ibnu Nadim dalam Al-Fehrestnya mencatat sekitar 200 jilid buku hasil karya Ali bin Babawaeh. Berikut ini sebagian hasil karyanya yang sempat dinukil oleh para ahli sejarah dan ulama Rijal:
1. Asy-Syarâ`i’. Buku ini adalah buku pertama dalam ilmu fiqih yang mewakili pendapat pribadi pengarangnya meskipun buku tersebut berisi kumpulan hadis yang telah dibuang sanad-sanadnya supaya tampak lebih simpel.
2. Risâlatul Ikhwân
3. Qurbul Isnâd
4. Tafsîrul Qurânil Karîm
5. Kitâbun Nikâh
6. An-Nawâdir
7. Kitâbut Tauhîd
8. Ash-Shalâh
9. Manâsikul Haj
10. At-Taslîm
11. Ath-Thib
12. Al-Mawârîts
13. Al-Mi’râj
14. Dan lain-lain.
Bibiliografi :
1. Riyâdhul ‘Ulamâ.
2. Al-Fehrest, karya Ibnu Nadim.
3. Raihânatul Adab.
4. Ar-Rijâl, karya Najasyi.
5. Mu’jam Rijâlil Hadits, karya Aytullah Al-Uzhma Khu`i, jilid 12 hal. 369.
Ali bin Babawaeh Al-Qomi
Nama lengkapnya adalah Abul Hasan Ali bin Husein bin Musa bin Babawaeh. Ia adalah seorang faqih dan pemimpin penduduk Qom yang pendapatnya selalu diperhitungkan dan dihormati orang. Ia adalah ayah Syeikh Muhammad bin Ali bin Babawaeh yang lebih dikenal dengan julukan Syeikh Shaduq. Di kalangan ulama dan fuqaha`, ayah dan putra ini biasa disebut dengan Shaduqain. Para ulama selalu memperhitungkan pendapatnya. Oleh karena itu, jika mereka tidak mendapatkan ayat Al Quran atau hadis berkenaan dengan hukum sebuah masalah dan yang ada hanya fatwa Ali bin Babawaeh, mereka akan menentukan hukum masalah tersebut berdasarkan fatwanya. Hal ini dikarenakan kedekatan masa hidupnya dengan masa ma’shumin a.s. yang menjadi faktor penguat bahwa segala yang ditentukannya pasti berlandaskan kepada sebuah hadis yang tidak diketahui oleh mereka.
Terdapat sebuah cerita menarik berkenaan dengan kelahiran putranya. Ali bin Babawaeh tidak bisa mempunyai anak. Sebelumnya ia pernah datang ke Irak untuk menanyakan hukum beberapa masalah kepada Husein bin Ruh An-Naubakhti, salah seorang wakil Imam Mahdi a.s. pada periode Ghaibah Kubra. Setelah pulang dari Irak, ia masih meneruskan hubungan dengannya via surat yang disampaikan oleh Ali bin Ja’far bin Aswad. Di antara salah satu surat tersebut, ia meminta kepada Husein bin Ruh untuk menyampaikan sebuah surat kepada Imam Mahdi a.s. yang isinya adalah ia memohon darinya supaya berdoa semoga Allah menganugerahi anak kepadanya. Imam Mahdi a.s. menjawab surat Ali bin Babawaeh yang isinya: “Kami telah memohon kepada Allah supaya menganugerahkan anak kepadamu, dan tidak lama lagi engkau akan memiliki dua anak laki-laki”. Dan tidak lama setelah jawaban itu sampai, rumah Ali bin Babawaeh bersinar dengan cahaya dua anak laki-laki masing-masing bernama Abu Ja’far dan Abu Abdillah.
Wafatnya
Ali bin Babawaeh meninggal dunia pada tahun 329 H. di mana Tsiqatul Islam Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini meninggal dunia pada tahun itu juga. Ia dikuburkan di Qom dekat Haram Sayidah Fathimah Al-Ma’shumah a.s. Kuburannya hingga sekarang masih diziarahi oleh mereka yang ingin mendapatkan berkah dari alim besar Syi’ah ini.
Karya-karyanya
Ibnu Nadim dalam Al-Fehrestnya mencatat sekitar 200 jilid buku hasil karya Ali bin Babawaeh. Berikut ini sebagian hasil karyanya yang sempat dinukil oleh para ahli sejarah dan ulama Rijal:
1. Asy-Syarâ`i’. Buku ini adalah buku pertama dalam ilmu fiqih yang mewakili pendapat pribadi pengarangnya meskipun buku tersebut berisi kumpulan hadis yang telah dibuang sanad-sanadnya supaya tampak lebih simpel.
2. Risâlatul Ikhwân
3. Qurbul Isnâd
4. Tafsîrul Qurânil Karîm
5. Kitâbun Nikâh
6. An-Nawâdir
7. Kitâbut Tauhîd
8. Ash-Shalâh
9. Manâsikul Haj
10. At-Taslîm
11. Ath-Thib
12. Al-Mawârîts
13. Al-Mi’râj
14. Dan lain-lain.
Bibiliografi :
1. Riyâdhul ‘Ulamâ.
2. Al-Fehrest, karya Ibnu Nadim.
3. Raihânatul Adab.
4. Ar-Rijâl, karya Najasyi.
5. Mu’jam Rijâlil Hadits, karya Aytullah Al-Uzhma Khu`i, jilid 12 hal. 369.
9
Tokoh-tokoh Syi'ah
Syaikhul Masyayikh, Muhammad Al-Kulaini (259 – 329 H.)
Kelahiran
Faqih dan perawi hadis mazhab Syi‘ah yang paling tersohor pada belahan kedua abad ketiga dan belahan pertama abad keempat tahun Hijriah adalah Tsiqatul Islam Syaikh Muhammad al-Kulaini. Ia dilahirkan pada masa kepemimpinan Imam Kesebelas mazhab Syi‘ah, Imam Hasan al-‘Askari di dalam pelukan sebuah keluarga yang terkenal dengan kecintaannya kepada Ahlulbait as. Keluarga ini berdomisili di sebuah desa bernama Kulain yang terletak sekitar 38 km dari kota Rei. Ayahnya, Ya‘qub bin Ishaq adalah seorang ayah yang memiliki keutamaan luhur dan berjiwa suci. Dari sejak masa kecil, ia mengawasi langsung pendidikan putranya dan dengan tindakan, ia mengajarkan etika Islam kepadanya.
Pendidikan
Setelah memetik buah pengetahuan etika dari ayahnya, ia melanjutkan pendidikan di bawah asuhan langsung pamannya. Pamannya adalah juga seorang perawi hadis dan pecinta mazhab Ahlulbait as yang tersohor. Di bawah asuhan pamannya ini, Muhammad mengenal sumber-sumber ilmu hadis dan Rijal. Setelah berhasil melalui jenjang pendidikan permulaan, dengan tujuan untuk menempuh kesempurnaan insani, ia berpindah ke kota Rei yang pada waktu itu memiliki prestasi keilmuan yang sangat istimewa.
Para Guru
Syaikh al-Kulaini telah menimba ilmu pengetahuan dari para guru yang pada masa mereka masing-masing dikenal sebagai ulama jenius. Di antara para gurunya adalah sebagai berikut:
a. Ahmad bin Muhammad bin ‘Ashim al-Kufi.
b. Hasan bin Fadhl bin Zaid al-Yamani.
c. Muhammad bin Hasan ash-Shaffâr.
d. Sahl bin Ziyad al-Adami ar-Razi.
e. Muhammad bin Hasan ath-Tha’i.
f. Muhammad bin Ismail an-Naisyaburi.
g. Ahmad bin Mehran.
h. Ahmad bin Idris al-Qomi.
i. Abdullah bin Ja‘far al-Himyari.
Para Murid
Sangat banyak para fuqaha dan perawi hadis mazhab Syi‘ah yang pernah menimba ilmu dari Syaikh al-Kulaini, di antaranya:
a. Ibn Abi Rafi’ ash-Shaimuri.
b. Ahmad bin Ahmad al-Katib al-Kufi.
c. Ahmad bin Ali bin Sa’id al-Kufi.
d. Abu Ghalib Ahmad bin Zurari.
e. Ja‘far bin Muhammad bin Qawlawaeh al-Qomi.
f. Ali bin Muhammad bin Musa ad-Daqqaq.
g. Muhammad bin Ibrahim an-Nu’mani yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Abi Zainab.
h. Muhammad bin Ahmad ash-Shafwani.
i. Muhammad bin Ahmad as-Sinani az-Zahiri yang bermukim di kota Rei.
j. Muhammad bin Ali Jiluyeh.
k. Muhammad bin Muhammad bin ‘Isham al-Kulaini.
l. Harun bin Musa.
Karya Tulis
Banyak sekali karya tulis Syaikh al-Kulaini yang masih dapat kita nikmati bersama, di antaranya:
a. Kitab ar-Rijâl.
b. Kitab ar-Radd ‘alâ al-Qarâmithah.
c. Kitab Rasâ’il al-Aimmah as.
d. Kitab Ta‘bir ar-Ru’yâ.
e. Kumpulan syair yang memuat kasidah-kasidah yang pernah dilantunkan para penyair tentang manaqib Ahlulbait as.
f. Kitab al-Kâfî. Kitab ini adalah karya al-Kulaini yang paling spektakuler. Kitab ini memiliki tiga klasifikasi:
1. Ushûl al-Kâfî.
2. Furû‘ al-Kâfî.
3. Raudhah al-Kâfî.
Ushûl al-Kâfî memuat 16199 hadis yang berasal dari Rasulullah saw dan para imam ma’shum as, dan berisi tiga puluh kitab (baca: bab).
Karya al-Kulaini yang paling terkenal adalah kitab al-Kâfî. Imam Mahdi as—seperti pernah diriwayatkan—pernah berkata, “Kitab al-Kâfî adalah cukup bagi para pengikut kami.”
Al-Kâfî adalah buku pertama dari empat buku referensi hadis Syi‘ah (al-Kutub al-Arba’ah). Tiga kitab yang lain adalah:
a. Man Lâ Yahdhuruh al-Faqih, karya Syaikh ash-Shaduq.
b. At-Tahdzîb, karya Syaikh ath-Thusi.
c. al-Istibshâr, karya Syaikh ath-Thusi.
Keempat kitab referensi hadis ini adalah tempat rujukan para ulama, ahli hadis, dan para mujtahid mazhab Syi‘ah Imamiah dalam menyimpulkan sebuah hukum syariat.
Komentar Para Ulama
Syaikh an-Najasyi berkomentar, “Pada zamannya, ia adalah tokoh dan panutan para pengikut Syi‘ah di kota Rei, dan lebih banyak mencatat hadis dari para ahli hadis yang lain. Di samping itu, ia adalah orang yang paling dapat dipercaya dibandingkan dengan ulama yang lain.”
Ibn Thawus berkata, “Ke-tsiqah-an dan amanat Syaikh al-Kulaini disepakati oleh seluruh ulama.”
Ibn Atsir berkomentar, “Pada abad ke-3 Hijriah, ia telah berhasil meniupkan napas baru ke dalam tubuh mazhab Syi‘ah. Ia adalah seorang ulama yang besar dan terkenal di dalam mazhab tersebut.”
Ibn Hajar al-‘Asqallani berkata, “Al-Kulaini adalah salah seorang panutan dan ulama mazhab Syi‘ah pada masa kekuasaan Muqtadir al-Abbasi.”
Muhammad Taqi al-Majlisi berkomentar, “Yang benar adalah di kalangan para ulama mazhab Syi‘ah, seorang ulama seperti al-Kulaini tidak pernah terlahirkan. Barang siapa merenungkan hadis dan tata letak bukunya secara teliti, ia akan memahami bahwa ia selalu mendapatkan pertolongan Allah.”
Periode Hijrah
Masa Syaikh al-Kulaini hidup selayaknya kita beri nama “abad penulisan hadis”. Sebuah kebangkitan untuk menemukan, mendengarkan, dan menulis hadis telah mendominasi seluruh penjuru pemerintahan Islam kala itu. Dan al-Kulaini adalah salah seorang ulama yang merasa haus terhadap ilmu hadis. Dengan modal pengenalan yang mapan terhadap masanya dan pemahaman atas realita bahwa masa tersebut adalah sebuah periode transisi bagi mazhab Syi‘ah dimana jika seluruh hadis telah berhasil melewati masa transisi ini, maka mazhab Syi‘ah akan dapat hidup dengan selamat dan terjauhkan dari setiap penyelewengan, al-Kulaini harus rela meninggalkan kota Rei dengan segala keindahan dan daya tariknya untuk mengumpulkan hadis dan riwayat, meskipun para pecinta Imam Ali as telah berhasil menguasai daerah itu, untuk menuju kota Qom, kota para perawi hadis. Meskipun kota Qom dikenal sebagai pusat mazhab Syi‘ah dan dapat mampu menghilangkan dahaga para pencari kalam suci Ahlulbait as, kehausan al-Kulaini terhadap air Zamzam kalam Ahlulbait as memaksanya untuk meninggalkan kota suci tersebut demi mencari hadis dan riwayat-riwayat yang belum pernah didengarnya.
Dengan tujuan ini, ia mulai berhijrah dan meninggalkan kota suci Qom dengan segala nilai spiritualnya demi menitih jalan-jalan setapak menuju kota dan desa-desa lain. Al-Kulaini telah menyinggahi banyak kota dan desa. Setiap kali ia menjumpai orang yang menyimpan hadis-hadis Ahlulbait as, ia pasti mencatatnya.
Kota Kufah adalah salah kota yang pernah ia singgahi. Pada masa itu, Kufah dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan yang besar dan selalu mengundang orang-orang yang haus atas hadis untuk singgah di situ. Di kota ini, hidup seorang ulama yang bernama Ibn ‘Uqdah. Kemampuannya menghafal hadis menjadi buah bibir masyarakat di seluruh penjuru negeri. Ia menghafal seratus ribu hadis dengan sanadnya dan memiliki banyak karya tulis. Salah satu karya tulisnya yang paling berharga adalah buku “Rijâl Ibn ‘Uqdah”. Di dalam bukunya ini, ia menyebutkan nama-nama para murid Imam ash-Shadiq as yang berjumlah empat ribu orang. Ia juga meriwayatkan banyak riwayat dari beliau. Buku ini masih dapat ditemukan hingga masa Syaikh ath-Thusi hidup. Akan tetapi, setelah masa Syaikh, buku ini mengalami peristiwa tragis seperti yang pernah dialami oleh buku-buku warisan kebudayaan Ahlulbait as lainnya.
Setelah menimba ilmu dari puluhan guru dan perawi hadis di berbagai desa dan kota, pada akhirnya al-Kulaini sampai di kota Baghdad. Lama hijrah al-Kulaini tidak dapat diketahui secara pasti. Tapi, hal ini tidak diragukan lagi bahwa selama menjalani masa hijrah itu, ia telah menunjukkan ketinggian ilmu dan keutamaan spiritualnya dan melukiskan satu gambaran yang sempurna dari seorang ulama Syi‘ah di dalam benak masyarakat sehingga ketika ia memasuki kota Baghdad, mereka tidak menganggapnya sebagai orang yang baru dan asing.
Kedudukan Ilmiah
Dengan segala keberanian dapat kita katakan bahwa al-Kulaini adalah ulama yang paling tersohor pada masanya; masa usaha para perawi hadis dan ulama besar, lebih-lebih para wakil khusus Imam Mahdi as untuk mengembangkan mazhab Syi‘ah. Tsiqatul Islam Syaikh Muhammad al-Kulaini hidup semasa dengan empat wakil khusus Imam Mahdi as yang telah menjalankan tugas sebagai jembatan relasi antara masyarakat Syi‘ah dengan beliau selama enam puluh sembilan tahun. Meskipun keempat wakil tersebut adalah para faqih dan perawi hadis besar mazhab Syi‘ah dan para pengikut mazhab Syi‘ah mengagungkannya, tetapi al-Kulaini adalah seorang figur yang lebih tersohor sehingga ia dapat hidup dengan penuh kehormatan di kalangan para pengikut mazhab Syi‘ah dan Ahlusunah, serta menyebarkan mazhab dan seluruh keutamaan Ahlulbait as secara terang-terangan. Seluruh ulama dari setiap periode memujinya karena kebenaran ucapan dan tingkah laku, serta kemampuannya menguasai seluruh hadis secara sempurna.
Wafat
Setelah tujuh puluh tahun menjalani kehidupan fana ini dan setelah dua puluh tahun usaha keras untuk menulis buku al-Kâfî dan menanggung segala kesulitan dan keterasingan, al-Kulaini harus meninggalkan dunia yang fana ini. Ia meninggal dunia pada bulan Sya’ban 329 Hijriah. Tahun wafatnya dikenal dengan sebutan tahun “keruntuhan bintang-gumintang”; tahun dimana langit dunia fana ini kehilangan banyak ulama besar. Seorang ulama kenamaan Baghdad, Abu Qirath menyalatinya dan para pengikut Syi‘ah menguburkannya di Bab Kufah, Baghdad. Pada tahun ini juga, dengan meninggalnya wakil Imam Mahdi yang terakhir, Ali bin Muhammad as-Samuri, periode Ghaibah Kubra dimulai.
Syaikhul Masyayikh, Muhammad Al-Kulaini (259 – 329 H.)
Kelahiran
Faqih dan perawi hadis mazhab Syi‘ah yang paling tersohor pada belahan kedua abad ketiga dan belahan pertama abad keempat tahun Hijriah adalah Tsiqatul Islam Syaikh Muhammad al-Kulaini. Ia dilahirkan pada masa kepemimpinan Imam Kesebelas mazhab Syi‘ah, Imam Hasan al-‘Askari di dalam pelukan sebuah keluarga yang terkenal dengan kecintaannya kepada Ahlulbait as. Keluarga ini berdomisili di sebuah desa bernama Kulain yang terletak sekitar 38 km dari kota Rei. Ayahnya, Ya‘qub bin Ishaq adalah seorang ayah yang memiliki keutamaan luhur dan berjiwa suci. Dari sejak masa kecil, ia mengawasi langsung pendidikan putranya dan dengan tindakan, ia mengajarkan etika Islam kepadanya.
Pendidikan
Setelah memetik buah pengetahuan etika dari ayahnya, ia melanjutkan pendidikan di bawah asuhan langsung pamannya. Pamannya adalah juga seorang perawi hadis dan pecinta mazhab Ahlulbait as yang tersohor. Di bawah asuhan pamannya ini, Muhammad mengenal sumber-sumber ilmu hadis dan Rijal. Setelah berhasil melalui jenjang pendidikan permulaan, dengan tujuan untuk menempuh kesempurnaan insani, ia berpindah ke kota Rei yang pada waktu itu memiliki prestasi keilmuan yang sangat istimewa.
Para Guru
Syaikh al-Kulaini telah menimba ilmu pengetahuan dari para guru yang pada masa mereka masing-masing dikenal sebagai ulama jenius. Di antara para gurunya adalah sebagai berikut:
a. Ahmad bin Muhammad bin ‘Ashim al-Kufi.
b. Hasan bin Fadhl bin Zaid al-Yamani.
c. Muhammad bin Hasan ash-Shaffâr.
d. Sahl bin Ziyad al-Adami ar-Razi.
e. Muhammad bin Hasan ath-Tha’i.
f. Muhammad bin Ismail an-Naisyaburi.
g. Ahmad bin Mehran.
h. Ahmad bin Idris al-Qomi.
i. Abdullah bin Ja‘far al-Himyari.
Para Murid
Sangat banyak para fuqaha dan perawi hadis mazhab Syi‘ah yang pernah menimba ilmu dari Syaikh al-Kulaini, di antaranya:
a. Ibn Abi Rafi’ ash-Shaimuri.
b. Ahmad bin Ahmad al-Katib al-Kufi.
c. Ahmad bin Ali bin Sa’id al-Kufi.
d. Abu Ghalib Ahmad bin Zurari.
e. Ja‘far bin Muhammad bin Qawlawaeh al-Qomi.
f. Ali bin Muhammad bin Musa ad-Daqqaq.
g. Muhammad bin Ibrahim an-Nu’mani yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Abi Zainab.
h. Muhammad bin Ahmad ash-Shafwani.
i. Muhammad bin Ahmad as-Sinani az-Zahiri yang bermukim di kota Rei.
j. Muhammad bin Ali Jiluyeh.
k. Muhammad bin Muhammad bin ‘Isham al-Kulaini.
l. Harun bin Musa.
Karya Tulis
Banyak sekali karya tulis Syaikh al-Kulaini yang masih dapat kita nikmati bersama, di antaranya:
a. Kitab ar-Rijâl.
b. Kitab ar-Radd ‘alâ al-Qarâmithah.
c. Kitab Rasâ’il al-Aimmah as.
d. Kitab Ta‘bir ar-Ru’yâ.
e. Kumpulan syair yang memuat kasidah-kasidah yang pernah dilantunkan para penyair tentang manaqib Ahlulbait as.
f. Kitab al-Kâfî. Kitab ini adalah karya al-Kulaini yang paling spektakuler. Kitab ini memiliki tiga klasifikasi:
1. Ushûl al-Kâfî.
2. Furû‘ al-Kâfî.
3. Raudhah al-Kâfî.
Ushûl al-Kâfî memuat 16199 hadis yang berasal dari Rasulullah saw dan para imam ma’shum as, dan berisi tiga puluh kitab (baca: bab).
Karya al-Kulaini yang paling terkenal adalah kitab al-Kâfî. Imam Mahdi as—seperti pernah diriwayatkan—pernah berkata, “Kitab al-Kâfî adalah cukup bagi para pengikut kami.”
Al-Kâfî adalah buku pertama dari empat buku referensi hadis Syi‘ah (al-Kutub al-Arba’ah). Tiga kitab yang lain adalah:
a. Man Lâ Yahdhuruh al-Faqih, karya Syaikh ash-Shaduq.
b. At-Tahdzîb, karya Syaikh ath-Thusi.
c. al-Istibshâr, karya Syaikh ath-Thusi.
Keempat kitab referensi hadis ini adalah tempat rujukan para ulama, ahli hadis, dan para mujtahid mazhab Syi‘ah Imamiah dalam menyimpulkan sebuah hukum syariat.
Komentar Para Ulama
Syaikh an-Najasyi berkomentar, “Pada zamannya, ia adalah tokoh dan panutan para pengikut Syi‘ah di kota Rei, dan lebih banyak mencatat hadis dari para ahli hadis yang lain. Di samping itu, ia adalah orang yang paling dapat dipercaya dibandingkan dengan ulama yang lain.”
Ibn Thawus berkata, “Ke-tsiqah-an dan amanat Syaikh al-Kulaini disepakati oleh seluruh ulama.”
Ibn Atsir berkomentar, “Pada abad ke-3 Hijriah, ia telah berhasil meniupkan napas baru ke dalam tubuh mazhab Syi‘ah. Ia adalah seorang ulama yang besar dan terkenal di dalam mazhab tersebut.”
Ibn Hajar al-‘Asqallani berkata, “Al-Kulaini adalah salah seorang panutan dan ulama mazhab Syi‘ah pada masa kekuasaan Muqtadir al-Abbasi.”
Muhammad Taqi al-Majlisi berkomentar, “Yang benar adalah di kalangan para ulama mazhab Syi‘ah, seorang ulama seperti al-Kulaini tidak pernah terlahirkan. Barang siapa merenungkan hadis dan tata letak bukunya secara teliti, ia akan memahami bahwa ia selalu mendapatkan pertolongan Allah.”
Periode Hijrah
Masa Syaikh al-Kulaini hidup selayaknya kita beri nama “abad penulisan hadis”. Sebuah kebangkitan untuk menemukan, mendengarkan, dan menulis hadis telah mendominasi seluruh penjuru pemerintahan Islam kala itu. Dan al-Kulaini adalah salah seorang ulama yang merasa haus terhadap ilmu hadis. Dengan modal pengenalan yang mapan terhadap masanya dan pemahaman atas realita bahwa masa tersebut adalah sebuah periode transisi bagi mazhab Syi‘ah dimana jika seluruh hadis telah berhasil melewati masa transisi ini, maka mazhab Syi‘ah akan dapat hidup dengan selamat dan terjauhkan dari setiap penyelewengan, al-Kulaini harus rela meninggalkan kota Rei dengan segala keindahan dan daya tariknya untuk mengumpulkan hadis dan riwayat, meskipun para pecinta Imam Ali as telah berhasil menguasai daerah itu, untuk menuju kota Qom, kota para perawi hadis. Meskipun kota Qom dikenal sebagai pusat mazhab Syi‘ah dan dapat mampu menghilangkan dahaga para pencari kalam suci Ahlulbait as, kehausan al-Kulaini terhadap air Zamzam kalam Ahlulbait as memaksanya untuk meninggalkan kota suci tersebut demi mencari hadis dan riwayat-riwayat yang belum pernah didengarnya.
Dengan tujuan ini, ia mulai berhijrah dan meninggalkan kota suci Qom dengan segala nilai spiritualnya demi menitih jalan-jalan setapak menuju kota dan desa-desa lain. Al-Kulaini telah menyinggahi banyak kota dan desa. Setiap kali ia menjumpai orang yang menyimpan hadis-hadis Ahlulbait as, ia pasti mencatatnya.
Kota Kufah adalah salah kota yang pernah ia singgahi. Pada masa itu, Kufah dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan yang besar dan selalu mengundang orang-orang yang haus atas hadis untuk singgah di situ. Di kota ini, hidup seorang ulama yang bernama Ibn ‘Uqdah. Kemampuannya menghafal hadis menjadi buah bibir masyarakat di seluruh penjuru negeri. Ia menghafal seratus ribu hadis dengan sanadnya dan memiliki banyak karya tulis. Salah satu karya tulisnya yang paling berharga adalah buku “Rijâl Ibn ‘Uqdah”. Di dalam bukunya ini, ia menyebutkan nama-nama para murid Imam ash-Shadiq as yang berjumlah empat ribu orang. Ia juga meriwayatkan banyak riwayat dari beliau. Buku ini masih dapat ditemukan hingga masa Syaikh ath-Thusi hidup. Akan tetapi, setelah masa Syaikh, buku ini mengalami peristiwa tragis seperti yang pernah dialami oleh buku-buku warisan kebudayaan Ahlulbait as lainnya.
Setelah menimba ilmu dari puluhan guru dan perawi hadis di berbagai desa dan kota, pada akhirnya al-Kulaini sampai di kota Baghdad. Lama hijrah al-Kulaini tidak dapat diketahui secara pasti. Tapi, hal ini tidak diragukan lagi bahwa selama menjalani masa hijrah itu, ia telah menunjukkan ketinggian ilmu dan keutamaan spiritualnya dan melukiskan satu gambaran yang sempurna dari seorang ulama Syi‘ah di dalam benak masyarakat sehingga ketika ia memasuki kota Baghdad, mereka tidak menganggapnya sebagai orang yang baru dan asing.
Kedudukan Ilmiah
Dengan segala keberanian dapat kita katakan bahwa al-Kulaini adalah ulama yang paling tersohor pada masanya; masa usaha para perawi hadis dan ulama besar, lebih-lebih para wakil khusus Imam Mahdi as untuk mengembangkan mazhab Syi‘ah. Tsiqatul Islam Syaikh Muhammad al-Kulaini hidup semasa dengan empat wakil khusus Imam Mahdi as yang telah menjalankan tugas sebagai jembatan relasi antara masyarakat Syi‘ah dengan beliau selama enam puluh sembilan tahun. Meskipun keempat wakil tersebut adalah para faqih dan perawi hadis besar mazhab Syi‘ah dan para pengikut mazhab Syi‘ah mengagungkannya, tetapi al-Kulaini adalah seorang figur yang lebih tersohor sehingga ia dapat hidup dengan penuh kehormatan di kalangan para pengikut mazhab Syi‘ah dan Ahlusunah, serta menyebarkan mazhab dan seluruh keutamaan Ahlulbait as secara terang-terangan. Seluruh ulama dari setiap periode memujinya karena kebenaran ucapan dan tingkah laku, serta kemampuannya menguasai seluruh hadis secara sempurna.
Wafat
Setelah tujuh puluh tahun menjalani kehidupan fana ini dan setelah dua puluh tahun usaha keras untuk menulis buku al-Kâfî dan menanggung segala kesulitan dan keterasingan, al-Kulaini harus meninggalkan dunia yang fana ini. Ia meninggal dunia pada bulan Sya’ban 329 Hijriah. Tahun wafatnya dikenal dengan sebutan tahun “keruntuhan bintang-gumintang”; tahun dimana langit dunia fana ini kehilangan banyak ulama besar. Seorang ulama kenamaan Baghdad, Abu Qirath menyalatinya dan para pengikut Syi‘ah menguburkannya di Bab Kufah, Baghdad. Pada tahun ini juga, dengan meninggalnya wakil Imam Mahdi yang terakhir, Ali bin Muhammad as-Samuri, periode Ghaibah Kubra dimulai.
10
Tokoh-tokoh Syi'ah
Ibnu ‘Aqil Al-‘Ummani
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Hasan bin Ali bin ‘Aqil Al-Hadzdzâ`. Ia adalah salah seorang ulama Syi’ah yang pernah hidup pada abad ke-3 H. dan berasal dari Yaman. Karena ‘Umman adalah sebuah daerah yang terletak di pertengahan antara Yaman dan Persia. Ia adalah guru Ja’far bin Qaulawaeh dan Ja’far sendiri adalah guru Syeikh Mufid. Ia memiliki spesialisasi dalam berbagai disiplin dan cabang ilmu rasional dan tradisional, seperti ilmu Kalam, filsafat, fiqih dan lain-lain. Akan tetapi, ia lebih dikenal karena kefaqihannya. Oleh karena itu, kita akan sering menjumpai namanya disebut ketika kita mengikuti pelajaran fiqih argumentatif.
Lebih dari itu semua, ia adalah orang pertama yang memapankan kembali cara penulisan ilmu fiqih pada permulaan Ghaibah Kubra dan menerapkannya atas kaidah-kaidah ushul fiqih dengan rapi dan seksama. Setelah ia meninggal dunia, jasanya tersebut diteruskan oleh Ibnu Junaid Al-Iskafi. Atas dasar ini, mereka dikenal dengan julukan Qadîmain (dua orang senior dalam ilmu fiqih).
Karya-karyanya
Berikut adalah sebagian dari karya-karya Ibnu ‘Aqil yang masih ada di tengah-tengah kita:
1. Al-Mutamassik bi Habli A^lir Rasûl SAWW . Menurut Najasyi, kitab ini sangat dikenal oleh kalangan ulama sehingga setiap orang yang berkunjung ke Khurasan pasti membeli kitab tersebut sebagai buah tangan.
2. Al-Kar wal Far berkenaan dengan imamah dan wilayah.
Wafatnya
Tanggal wafatnya hingga sekarang masih misterius. Akan tetapi, mengingat bahwa ia hidup sezaman dengan Tsiqatul Islam Al-Kulaini dan Ali bin Babawaeh, dapat diperkirakan bahwa ia wafat pada awal-awal abad ke-4 H. antara tahun 330-350 H.
Bibiliografi :
1. Raihânatul Adab, jilid 7 hal. 360.
2. Riyâdhul ‘Ulama, jilid 1 hal. 204.
3. Ar-Rijâl, karya Najasyi.
4. Al-Fehrest, karya Ibnu Nadim.
5. Jâmi’ur Ruwât, jilid 1 hal. 911.
6. Ta`sîsus Syi’ah
7. Mu’jam Rijâlil Hadîts, jilid 5 hal. 22.
Ibnu ‘Aqil Al-‘Ummani
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Hasan bin Ali bin ‘Aqil Al-Hadzdzâ`. Ia adalah salah seorang ulama Syi’ah yang pernah hidup pada abad ke-3 H. dan berasal dari Yaman. Karena ‘Umman adalah sebuah daerah yang terletak di pertengahan antara Yaman dan Persia. Ia adalah guru Ja’far bin Qaulawaeh dan Ja’far sendiri adalah guru Syeikh Mufid. Ia memiliki spesialisasi dalam berbagai disiplin dan cabang ilmu rasional dan tradisional, seperti ilmu Kalam, filsafat, fiqih dan lain-lain. Akan tetapi, ia lebih dikenal karena kefaqihannya. Oleh karena itu, kita akan sering menjumpai namanya disebut ketika kita mengikuti pelajaran fiqih argumentatif.
Lebih dari itu semua, ia adalah orang pertama yang memapankan kembali cara penulisan ilmu fiqih pada permulaan Ghaibah Kubra dan menerapkannya atas kaidah-kaidah ushul fiqih dengan rapi dan seksama. Setelah ia meninggal dunia, jasanya tersebut diteruskan oleh Ibnu Junaid Al-Iskafi. Atas dasar ini, mereka dikenal dengan julukan Qadîmain (dua orang senior dalam ilmu fiqih).
Karya-karyanya
Berikut adalah sebagian dari karya-karya Ibnu ‘Aqil yang masih ada di tengah-tengah kita:
1. Al-Mutamassik bi Habli A^lir Rasûl SAWW . Menurut Najasyi, kitab ini sangat dikenal oleh kalangan ulama sehingga setiap orang yang berkunjung ke Khurasan pasti membeli kitab tersebut sebagai buah tangan.
2. Al-Kar wal Far berkenaan dengan imamah dan wilayah.
Wafatnya
Tanggal wafatnya hingga sekarang masih misterius. Akan tetapi, mengingat bahwa ia hidup sezaman dengan Tsiqatul Islam Al-Kulaini dan Ali bin Babawaeh, dapat diperkirakan bahwa ia wafat pada awal-awal abad ke-4 H. antara tahun 330-350 H.
Bibiliografi :
1. Raihânatul Adab, jilid 7 hal. 360.
2. Riyâdhul ‘Ulama, jilid 1 hal. 204.
3. Ar-Rijâl, karya Najasyi.
4. Al-Fehrest, karya Ibnu Nadim.
5. Jâmi’ur Ruwât, jilid 1 hal. 911.
6. Ta`sîsus Syi’ah
7. Mu’jam Rijâlil Hadîts, jilid 5 hal. 22.
11
Tokoh-tokoh Syi'ah
Muhammad bin Hamam Al-Iskafi (258 – 336 H.)
Kelahiran
Abu Ali Muhammad bin Hamam bin Suhail al-Iskafi adalah salah seorang ulama kenamaan Syi‘ah dan sahabat para wakil khusus Imam Mahdi as. Ia dilahirkan pada pada tahun 258 Hijriah di daerah Iskaf. Iskaf adalah sebuah daerah yang terletak antara Bashrah dan Kufah. Kota Kufah dan sekitarnya dikenal sebagai daerah basis pecinta Ahlulbait Rasulullah saw. Ia dilahirkan di dalam keluarga yang baru memeluk agama Islam lantaran bimbingan para pengikut Syi‘ah Ahlulbait as.
Dari sejak kecil, ia tumbuh dewasa di bawah naungan kecintaan terhadap Ahlulbait Nabi as. Ia sendiri bercerita, “Sebelum aku dilahirkan, ayahku pernah menulis sepucuk surat kepada Imam Hasan al-‘Askari as dengan tujuan memohon doa kepada beliau supaya Allah menganugerahkan seorang anak yang saleh kepadanya. Di penghujung surat itu, beliau menulis, ‘Allah telah mengabulkan permohonanmu.’” Dengan demikian, Muhammad terlahirkan ke dunia fana ini.
Pendidikan
Pada masa itu, Baghdad adalah sebuah pusat kota ilmu dan pengetahuan. Tidak salah jika para ulama dan ilmuwan dunia pergi ke kota tersebut untuk menimba ilmu pengetahuan.
Muhammad bin Hamam juga tidak mau ketinggalan kafilah. Ia pergi ke kota Baghdad dengan tujuan untuk menimba ilmu dari para ulama tersohor yang berdomisili di situ dan juga supaya dapat lebih mudah mengadakan hubungan dengan wakil Imam Mahdi as sehingga ia dapat melaksanakan segala perintah beliau secara mudah. Wakil beliau sering mendiktekan ucapan dan surat Imam atau hadis-hadis para imam yang lain kepadanya. Oleh karena itu, sebagian surat Imam Mahdi as sampai kepada kita melalui Muhammad al-Iskafi ini.
Penulis buku “Jâmi‘ ar-Ruwât” menulis, “Sebelum Muhammad bin Utsman meninggal dunia, sebagian tokoh kenamaan Syi‘ah, seperti Abu Ali al-Iskafi mendatanginya untuk menanyakan siapa penggantinya setelah ia meninggal dunia. Muhammad bin Utsman pun menentukan Husain bin Ruh sebagai wakil Imam Zaman as atas perintah dari beliau.”
Tentang tokoh yang satu ini, Syaikh ath-Thusi menulis, “Abu Ali Muhammad bin Hamam al-Iskafi adalah seorang tokoh yang agung dan dapat dipercaya yang telah meriwayatkan banyak hadis dan riwayat.”
An-Najasyi berkomentar, “Muhammad bin Hamam al-Iskafi adalah panutan para sahabat kita dan salah seorang tokoh besar mazhab Syi‘ah. Ia memiliki kedudukan yang sangat agung dan telah meriwayatkan hadis-hadis yang sangat banyak.”
Para Guru
Banyak para ulama besar yang telah digunakan oleh Muhammad al-Iskafi sebagai tempat menimba ilmu. Sebagian dari mereka adalah sebagai berikut:
a. Utsman bin Sa’id.
b. Muhammad bin Utsman.
c. Husain bin Ruh.
d. Hamam bin Suhail, ayahnya sendiri.
e. Ibrahim bin Hasyim.
f. Ja‘far bin Muhammad al-Himyari.
g. Abdullah bin Ja‘far al-Himyari.
h. Muhammad bin Abdullah al-Himyari.
i. Ali bin Muhammad bin Riyah.
j. Ali bin Muhammad ar-Razi.
Para Murid
Banyak sekali tokoh kenamaan hadis yang meriwayatkan hadis darinya, di antaranya:
a. Ahmad bin Muhammad al-Barqi.
b. Ja‘far bin Muhammad Qawlawaeh.
c. Ali bin Ibrahim.
d. Harun bin Musa Tal‘ukburi.
e. Ibrahim bin Muhammad bin Ma‘ruf.
f. Ahmad bin Ibrahim.
Karya Tulis
Al-Iskafi juga meninggalkan banyak karya tulis, di antaranya:
a. At-Tamhîsh, salah satu kitab referensi Bihâr al-Anwâr.
b. Al-Anwâr fî Târîkh al-Aimmah as.
Wafat
Ulama besar dan tenar mazhab Syi‘ah ini meninggal dunia pada tahun 336 Hijriah dalam usia hampir mendekati delapan puluh tahun.
Muhammad bin Hamam Al-Iskafi (258 – 336 H.)
Kelahiran
Abu Ali Muhammad bin Hamam bin Suhail al-Iskafi adalah salah seorang ulama kenamaan Syi‘ah dan sahabat para wakil khusus Imam Mahdi as. Ia dilahirkan pada pada tahun 258 Hijriah di daerah Iskaf. Iskaf adalah sebuah daerah yang terletak antara Bashrah dan Kufah. Kota Kufah dan sekitarnya dikenal sebagai daerah basis pecinta Ahlulbait Rasulullah saw. Ia dilahirkan di dalam keluarga yang baru memeluk agama Islam lantaran bimbingan para pengikut Syi‘ah Ahlulbait as.
Dari sejak kecil, ia tumbuh dewasa di bawah naungan kecintaan terhadap Ahlulbait Nabi as. Ia sendiri bercerita, “Sebelum aku dilahirkan, ayahku pernah menulis sepucuk surat kepada Imam Hasan al-‘Askari as dengan tujuan memohon doa kepada beliau supaya Allah menganugerahkan seorang anak yang saleh kepadanya. Di penghujung surat itu, beliau menulis, ‘Allah telah mengabulkan permohonanmu.’” Dengan demikian, Muhammad terlahirkan ke dunia fana ini.
Pendidikan
Pada masa itu, Baghdad adalah sebuah pusat kota ilmu dan pengetahuan. Tidak salah jika para ulama dan ilmuwan dunia pergi ke kota tersebut untuk menimba ilmu pengetahuan.
Muhammad bin Hamam juga tidak mau ketinggalan kafilah. Ia pergi ke kota Baghdad dengan tujuan untuk menimba ilmu dari para ulama tersohor yang berdomisili di situ dan juga supaya dapat lebih mudah mengadakan hubungan dengan wakil Imam Mahdi as sehingga ia dapat melaksanakan segala perintah beliau secara mudah. Wakil beliau sering mendiktekan ucapan dan surat Imam atau hadis-hadis para imam yang lain kepadanya. Oleh karena itu, sebagian surat Imam Mahdi as sampai kepada kita melalui Muhammad al-Iskafi ini.
Penulis buku “Jâmi‘ ar-Ruwât” menulis, “Sebelum Muhammad bin Utsman meninggal dunia, sebagian tokoh kenamaan Syi‘ah, seperti Abu Ali al-Iskafi mendatanginya untuk menanyakan siapa penggantinya setelah ia meninggal dunia. Muhammad bin Utsman pun menentukan Husain bin Ruh sebagai wakil Imam Zaman as atas perintah dari beliau.”
Tentang tokoh yang satu ini, Syaikh ath-Thusi menulis, “Abu Ali Muhammad bin Hamam al-Iskafi adalah seorang tokoh yang agung dan dapat dipercaya yang telah meriwayatkan banyak hadis dan riwayat.”
An-Najasyi berkomentar, “Muhammad bin Hamam al-Iskafi adalah panutan para sahabat kita dan salah seorang tokoh besar mazhab Syi‘ah. Ia memiliki kedudukan yang sangat agung dan telah meriwayatkan hadis-hadis yang sangat banyak.”
Para Guru
Banyak para ulama besar yang telah digunakan oleh Muhammad al-Iskafi sebagai tempat menimba ilmu. Sebagian dari mereka adalah sebagai berikut:
a. Utsman bin Sa’id.
b. Muhammad bin Utsman.
c. Husain bin Ruh.
d. Hamam bin Suhail, ayahnya sendiri.
e. Ibrahim bin Hasyim.
f. Ja‘far bin Muhammad al-Himyari.
g. Abdullah bin Ja‘far al-Himyari.
h. Muhammad bin Abdullah al-Himyari.
i. Ali bin Muhammad bin Riyah.
j. Ali bin Muhammad ar-Razi.
Para Murid
Banyak sekali tokoh kenamaan hadis yang meriwayatkan hadis darinya, di antaranya:
a. Ahmad bin Muhammad al-Barqi.
b. Ja‘far bin Muhammad Qawlawaeh.
c. Ali bin Ibrahim.
d. Harun bin Musa Tal‘ukburi.
e. Ibrahim bin Muhammad bin Ma‘ruf.
f. Ahmad bin Ibrahim.
Karya Tulis
Al-Iskafi juga meninggalkan banyak karya tulis, di antaranya:
a. At-Tamhîsh, salah satu kitab referensi Bihâr al-Anwâr.
b. Al-Anwâr fî Târîkh al-Aimmah as.
Wafat
Ulama besar dan tenar mazhab Syi‘ah ini meninggal dunia pada tahun 336 Hijriah dalam usia hampir mendekati delapan puluh tahun.
12
Tokoh-tokoh Syi'ah
Muhammad bin Umar Al-Kasyi (Abad Ke-4 Hijriah)
Kelahiran
Abu ‘Amr Muhammad bin Umar bin Abdul Aziz al-Kasyi adalah salah seorang ulama dan tokoh mazhab Syi‘ah yang hidup pada sekitar abad ke-3 dan ke-4 Hijriah. Akan tetapi, kita tidak memiliki informasi yang pasti tentang tanggal kelahirannya. “Kasy” adalah sebuah daerah yang terletak di pinggiran kota Samarqand, Asia Tengah.
Masa al-Kasyi hidup bertepatan dengan permulaan periode Ghaibah Shughra. Karena ia berdomisili di Baghdad seperti al-Kulaini, dapat dipastikan bahwa ia selalu berhubungan dengan para wakil khusus Imam Zaman as dan menimba ilmu dari mereka.
Melihat realita bahwa masa hidupnya bertepatan dengan permulaan periode Ghaibah Shughra, Abu ‘Amr al-Kasyi merasa perlu untuk membersihkan hadis-hadis agama Islam dari hadis-hadis palsu dan menyucikan sanad-sanad hadis-hadis tersebut dari para perawi yang lemah. Demi mewujudkan tujuan suci ini, al-Kasyi menulis sebuah kitab Rijal yang mengupas kehidupan setiap perawi secara tuntas dan blak-blakan sehingga perawi yang dapat dipercaya (tsiqah) dapat dipisahkan dari para perawi yang lemah (dha‘if). Lebih dari itu, para ulama juga dapat memanfaatkan kitab tersebut untuk memilah hadis-hadis yang sahih dari hadis yang dha’if dan menggambarkan sebuah figur Islam yang indah dan menawan bagi seluruh umat manusia.
Meskipun demikian, kita tidak pernah mengetahui kehidupan dan perjalanan-perjalanan ilmiah al-Kasyi secara mendetail. Akan tetapi, mengingat ia pernah hidup semasa dengan Tsiqatul Islam Syaikh al-Kulaini, hal ini dapat menjelaskan banyak hal yang masih ambigu bagi kita. Karena paling tidak, dua sejoli figur spiritual itu tidak jauh berbeda dalam menempuh kehidupan spiritual dan menggapai tingkat ketinggian spiritual.
Ke-tsiqah-an
Untuk membuktikan ke-tsiqah-an Abu ‘Amr al-Kasyi mungkin realita ini sudah dapat mewakili. Syaikh ath-Tha’ifah ath-Thusi meriwayatkan kitabnya dan mendiktekan kitab tersebut kepada para muridnya. Di dalam kitab “al-Fihrist” dan kitab-kitab yang lain, kita tidak menemukan kecuali pujian dan pengagungan terhadapnya. Di dalam kitab “al-Fihrist”, Syaikh ath-Thusi berkomentar, “Ia adalah seorang yang tsiqah dan mengetahui seluk-beluk hadis dan para perawi, serta keyakinannya benar.”
Bukti lain atas ke-taiqah-an al-Kasyi adalah Harun bin Musa Tal‘ukburi dan Ja‘far bin Muhammad Qawlawaeh, penulis kitab “Kâmil az-Ziyârah” meriwayatkan hadis darinya.
Para Guru
Abu ‘Amr al-Kasyi telah menukil riwayat lebih dari lima puluh ulama sehingga ia dikenal sebagai ulama yang paling banyak gurunya. Di antara guru-guru yang telah berjasa mendidik al-Kasyi adalah sebagai berikut:
a. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi, penulis buku tafsir al-‘Ayasyi.
b. Abul Qasim Nashr bin Shabah al-Balkhi.
c. Ibrahim bin ‘Iyasy al-Qomi.
d. Hasan bin Bandar al-Qomi.
e. Ahmad bin Ali al-Qomi.
f. Abu Ali Ahmad bin Ya‘qub al-Baihaqi.
g. Muhammad bin Ahmad bin Syadzan.
h. Muhammad bin Qawlawaeh al-Qomi, ayah Ibn Qawlawaeh penulis kitab “Kâmil az-Ziyârah”.
Para Murid
Di antara murid-murid Abu ‘Amr al-Kasyi yang paling penting dan tersohor adalah sebagai berikut:
a. Ja‘far bin Muhammad bin Qawlawaeh, penulis kitab “Kâmil az-Ziyârah”.
b. Harun bin Musa Tal’ukburi.
c. Abu Ahmad Isa bin Hayyan an-Nakha‘i.
d. Haidar bin Muhammad bin Nu‘aim as-Samarqandi.
Karya Tulis
Satu-satunya kitab Abu ‘Amr al-Kasyi yang sekarang masih dapat kita temui adalah kitab “Ma‘rifah an-Nâqilîn ‘an al-Aimmah ash-Shâdiqîn as”. Hanya saja, seperti yang telah disebutkan di dalam pembukaan kitab “Rijâl al-Kasyî” tersebut, naskah asli kitab tersebut lenyap. Bahkan, naskah kitab itu tidak dapat ditemukan pada abad ke-6 dan ke-7 Hijriah. Kitab yang sekarang dikenal dengan nama “Rijâl al-Kasyî” tersebut sebenarnya adalah kitab “Ikhtiyâr Ma‘rifah ar-Rijâl”. Kitab ini adalah ringkasan kitab asli al-Kasyi yang didiktekan oleh Syaikh ath-Tha’ifah ath-Thusi kepada salah seorang muridnya pada abad ke-5, tepatnya pada tahun 456 Hijriah.
Wafat
Sangat disayangkan sekali, tanggal kewafatan al-Kasyi—sebagaimana tanggal kelahhirannya—tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi, sesuai dengan sebagian pendapat, Abu ‘Amr al-Kasyi meninggal dunia pada sekitar pertengahan abad ke-4 Hijriah, yaitu sekitar tahun 350 Hijriah.
Muhammad bin Umar Al-Kasyi (Abad Ke-4 Hijriah)
Kelahiran
Abu ‘Amr Muhammad bin Umar bin Abdul Aziz al-Kasyi adalah salah seorang ulama dan tokoh mazhab Syi‘ah yang hidup pada sekitar abad ke-3 dan ke-4 Hijriah. Akan tetapi, kita tidak memiliki informasi yang pasti tentang tanggal kelahirannya. “Kasy” adalah sebuah daerah yang terletak di pinggiran kota Samarqand, Asia Tengah.
Masa al-Kasyi hidup bertepatan dengan permulaan periode Ghaibah Shughra. Karena ia berdomisili di Baghdad seperti al-Kulaini, dapat dipastikan bahwa ia selalu berhubungan dengan para wakil khusus Imam Zaman as dan menimba ilmu dari mereka.
Melihat realita bahwa masa hidupnya bertepatan dengan permulaan periode Ghaibah Shughra, Abu ‘Amr al-Kasyi merasa perlu untuk membersihkan hadis-hadis agama Islam dari hadis-hadis palsu dan menyucikan sanad-sanad hadis-hadis tersebut dari para perawi yang lemah. Demi mewujudkan tujuan suci ini, al-Kasyi menulis sebuah kitab Rijal yang mengupas kehidupan setiap perawi secara tuntas dan blak-blakan sehingga perawi yang dapat dipercaya (tsiqah) dapat dipisahkan dari para perawi yang lemah (dha‘if). Lebih dari itu, para ulama juga dapat memanfaatkan kitab tersebut untuk memilah hadis-hadis yang sahih dari hadis yang dha’if dan menggambarkan sebuah figur Islam yang indah dan menawan bagi seluruh umat manusia.
Meskipun demikian, kita tidak pernah mengetahui kehidupan dan perjalanan-perjalanan ilmiah al-Kasyi secara mendetail. Akan tetapi, mengingat ia pernah hidup semasa dengan Tsiqatul Islam Syaikh al-Kulaini, hal ini dapat menjelaskan banyak hal yang masih ambigu bagi kita. Karena paling tidak, dua sejoli figur spiritual itu tidak jauh berbeda dalam menempuh kehidupan spiritual dan menggapai tingkat ketinggian spiritual.
Ke-tsiqah-an
Untuk membuktikan ke-tsiqah-an Abu ‘Amr al-Kasyi mungkin realita ini sudah dapat mewakili. Syaikh ath-Tha’ifah ath-Thusi meriwayatkan kitabnya dan mendiktekan kitab tersebut kepada para muridnya. Di dalam kitab “al-Fihrist” dan kitab-kitab yang lain, kita tidak menemukan kecuali pujian dan pengagungan terhadapnya. Di dalam kitab “al-Fihrist”, Syaikh ath-Thusi berkomentar, “Ia adalah seorang yang tsiqah dan mengetahui seluk-beluk hadis dan para perawi, serta keyakinannya benar.”
Bukti lain atas ke-taiqah-an al-Kasyi adalah Harun bin Musa Tal‘ukburi dan Ja‘far bin Muhammad Qawlawaeh, penulis kitab “Kâmil az-Ziyârah” meriwayatkan hadis darinya.
Para Guru
Abu ‘Amr al-Kasyi telah menukil riwayat lebih dari lima puluh ulama sehingga ia dikenal sebagai ulama yang paling banyak gurunya. Di antara guru-guru yang telah berjasa mendidik al-Kasyi adalah sebagai berikut:
a. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi, penulis buku tafsir al-‘Ayasyi.
b. Abul Qasim Nashr bin Shabah al-Balkhi.
c. Ibrahim bin ‘Iyasy al-Qomi.
d. Hasan bin Bandar al-Qomi.
e. Ahmad bin Ali al-Qomi.
f. Abu Ali Ahmad bin Ya‘qub al-Baihaqi.
g. Muhammad bin Ahmad bin Syadzan.
h. Muhammad bin Qawlawaeh al-Qomi, ayah Ibn Qawlawaeh penulis kitab “Kâmil az-Ziyârah”.
Para Murid
Di antara murid-murid Abu ‘Amr al-Kasyi yang paling penting dan tersohor adalah sebagai berikut:
a. Ja‘far bin Muhammad bin Qawlawaeh, penulis kitab “Kâmil az-Ziyârah”.
b. Harun bin Musa Tal’ukburi.
c. Abu Ahmad Isa bin Hayyan an-Nakha‘i.
d. Haidar bin Muhammad bin Nu‘aim as-Samarqandi.
Karya Tulis
Satu-satunya kitab Abu ‘Amr al-Kasyi yang sekarang masih dapat kita temui adalah kitab “Ma‘rifah an-Nâqilîn ‘an al-Aimmah ash-Shâdiqîn as”. Hanya saja, seperti yang telah disebutkan di dalam pembukaan kitab “Rijâl al-Kasyî” tersebut, naskah asli kitab tersebut lenyap. Bahkan, naskah kitab itu tidak dapat ditemukan pada abad ke-6 dan ke-7 Hijriah. Kitab yang sekarang dikenal dengan nama “Rijâl al-Kasyî” tersebut sebenarnya adalah kitab “Ikhtiyâr Ma‘rifah ar-Rijâl”. Kitab ini adalah ringkasan kitab asli al-Kasyi yang didiktekan oleh Syaikh ath-Tha’ifah ath-Thusi kepada salah seorang muridnya pada abad ke-5, tepatnya pada tahun 456 Hijriah.
Wafat
Sangat disayangkan sekali, tanggal kewafatan al-Kasyi—sebagaimana tanggal kelahhirannya—tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi, sesuai dengan sebagian pendapat, Abu ‘Amr al-Kasyi meninggal dunia pada sekitar pertengahan abad ke-4 Hijriah, yaitu sekitar tahun 350 Hijriah.
13
Tokoh-tokoh Syi'ah
Ibn Qawlawaeh Al-Qomi (Wafat 367 H.)
Kelahiran
Syaikh Abul Qasim Ja‘far bin Muhammad bin Ja‘far bin Musa bin Masrur bin Qawlawaeh al-Qomi adalah salah seorang perawi hadis Syi‘ah yang paling menonjol pada abad ke-4 Hijriah. Ia adalah salah seorang murid Muhammad bin Ya‘qub al-Kulaini yang paling berhasil dan guru Syaikh Mufid yang paling menonjol.
Ja‘far dilahirkan di kota suci Qom. Dari sejak kecil, ia telah mempelajari kecintaan kepada Ahlulbait as dari keluarganya. Ia pernah menimba ilmu dari ayah dan saudaranya yang juga salah seorang perawi hadis Syi‘ah yang tersohor.
Selama hidupnya, ia juga pernah pergi ke Mesir dan menimba ilmu dari ulama negara tersebut. Di antara gurunya di Mesir adalah Abul Fadhl Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim al-Ju‘fi ash-Shabuni asl-Mishri.
Komentar Para Ulama
Ja‘far bin Qawlawaeh adalah salah seorang ulama yang tersohor pada masanya. Riwayat-riwayatnya selalu disebutkan di dalam buku-buku referensi hadis Syi‘ah selama seribu tahun dan dijadikan sandaran hukum. Para ulama dan fuqaha Syi‘ah sangat menaruh hormat padanya. Ke-tsiqah-an mayoritas perawi hadis Syi‘ah terbuktikan lantaran ia pernah meriwayatkan hadis dari mereka. Syaikh Mufid pernah menimba ilmu dari lautan ilmunya, dan ia mengagungkannya.
Tentang figur ulama yang satu ini, An-Najasyi pernah berkomentar, “Setiap keindahan dan ilmu pengetahuan yang Anda sandangkan kepada orang lain, Anda akan menemukan yang lebih baik dari itu semua di dalam diri Ja‘far bin Muhammad bin Qawlawaeh.”
Syaikh ath-Tha’ifah ath-Thusi berkomentar, “Abul Qasim Ja‘far bin Muhammad bin Qawlawaeh al-Qomi adalah seorang figur yang dapat dipercaya dan memiliki karya-karya tulis yang sangat banyak, sejumlah bab-bab fiqih.”
Sayid Ibn Thawus berkomentar, “Ia adalah seorang perawi hadis yang jujur, dan seluruh ulama sepakat atas karakter amanatnya.”
Para Guru
Abul Qasim al-Qomi ini pernah menimba ilmu dari figur-figur ulama yang sangat banyak, di antaranya:
a. Muhammad bin Ja‘far bin Qawlawaeh, ayahnya sendiri.
b. Ali bin Muhammad bin Ja‘far bin Qawlawaeh, saudaranya sendiri.
c. Muhammad bin Ya‘qub al-Kulaini.
d. Muhammad bin Hasan ash-Shaffar.
e. Ibn Babawaeh, ayah Syaikh Shaduq.
f. Muhammad bin Ja‘far az-Zurari.
g. Muhammad bin Hasan bin Walid.
h. Muhammad bin Hasan bin Ali bin Mahziyar.
i. Muhammad bin Abdullah al-Himyari.
j. Muhammad bin Hasan al-Jauhari.
k. Muhammad bin Ahmad al-Mishri.
Para Murid
Banyak tokoh dan ulama mazhab Syi'ah yang pernah mengambil manfaat dari lautan ilmu Abul Qasim Ja'far Qawlawaeh, di antaranya:
a. Syaikh Mufid.
b. Husain bin 'Ubaidillah al-Ghadha'iri.
c. Ahmad bin 'Abdun.
d. Tal'ukburi.
e. Ibn 'Azur.
f. Muhammad bin Sulaim ash-Shabuni.
Karya Tulis
Ibn Qawlawaeh memiliki banyak karya tulis, di antaranya adalah:
a. Kâmil az-Ziyârât, salah satu karyanya yang paling terkenal.
b. Mudâwâh al-Jasad.
c. Ash-Shalâh.
d. Al-Jumu'ah wa al-Jamâ'ah.
e. Qiyâm al-Lail.
f. Ar-Radhâ'.
g. Ash-Shadâq.
h. Al-Adhâhî.
Wafat
Akhirnya, setelah menghaturkan pengorbanan yang berharga kepada mazhab Ahlulbait as, Abul Qasim Ja'far Qawlawaeh pergi menghadap Sang Kekasih untuk selamanya pada tahun 367 Hijriah.
Ibn Qawlawaeh Al-Qomi (Wafat 367 H.)
Kelahiran
Syaikh Abul Qasim Ja‘far bin Muhammad bin Ja‘far bin Musa bin Masrur bin Qawlawaeh al-Qomi adalah salah seorang perawi hadis Syi‘ah yang paling menonjol pada abad ke-4 Hijriah. Ia adalah salah seorang murid Muhammad bin Ya‘qub al-Kulaini yang paling berhasil dan guru Syaikh Mufid yang paling menonjol.
Ja‘far dilahirkan di kota suci Qom. Dari sejak kecil, ia telah mempelajari kecintaan kepada Ahlulbait as dari keluarganya. Ia pernah menimba ilmu dari ayah dan saudaranya yang juga salah seorang perawi hadis Syi‘ah yang tersohor.
Selama hidupnya, ia juga pernah pergi ke Mesir dan menimba ilmu dari ulama negara tersebut. Di antara gurunya di Mesir adalah Abul Fadhl Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim al-Ju‘fi ash-Shabuni asl-Mishri.
Komentar Para Ulama
Ja‘far bin Qawlawaeh adalah salah seorang ulama yang tersohor pada masanya. Riwayat-riwayatnya selalu disebutkan di dalam buku-buku referensi hadis Syi‘ah selama seribu tahun dan dijadikan sandaran hukum. Para ulama dan fuqaha Syi‘ah sangat menaruh hormat padanya. Ke-tsiqah-an mayoritas perawi hadis Syi‘ah terbuktikan lantaran ia pernah meriwayatkan hadis dari mereka. Syaikh Mufid pernah menimba ilmu dari lautan ilmunya, dan ia mengagungkannya.
Tentang figur ulama yang satu ini, An-Najasyi pernah berkomentar, “Setiap keindahan dan ilmu pengetahuan yang Anda sandangkan kepada orang lain, Anda akan menemukan yang lebih baik dari itu semua di dalam diri Ja‘far bin Muhammad bin Qawlawaeh.”
Syaikh ath-Tha’ifah ath-Thusi berkomentar, “Abul Qasim Ja‘far bin Muhammad bin Qawlawaeh al-Qomi adalah seorang figur yang dapat dipercaya dan memiliki karya-karya tulis yang sangat banyak, sejumlah bab-bab fiqih.”
Sayid Ibn Thawus berkomentar, “Ia adalah seorang perawi hadis yang jujur, dan seluruh ulama sepakat atas karakter amanatnya.”
Para Guru
Abul Qasim al-Qomi ini pernah menimba ilmu dari figur-figur ulama yang sangat banyak, di antaranya:
a. Muhammad bin Ja‘far bin Qawlawaeh, ayahnya sendiri.
b. Ali bin Muhammad bin Ja‘far bin Qawlawaeh, saudaranya sendiri.
c. Muhammad bin Ya‘qub al-Kulaini.
d. Muhammad bin Hasan ash-Shaffar.
e. Ibn Babawaeh, ayah Syaikh Shaduq.
f. Muhammad bin Ja‘far az-Zurari.
g. Muhammad bin Hasan bin Walid.
h. Muhammad bin Hasan bin Ali bin Mahziyar.
i. Muhammad bin Abdullah al-Himyari.
j. Muhammad bin Hasan al-Jauhari.
k. Muhammad bin Ahmad al-Mishri.
Para Murid
Banyak tokoh dan ulama mazhab Syi'ah yang pernah mengambil manfaat dari lautan ilmu Abul Qasim Ja'far Qawlawaeh, di antaranya:
a. Syaikh Mufid.
b. Husain bin 'Ubaidillah al-Ghadha'iri.
c. Ahmad bin 'Abdun.
d. Tal'ukburi.
e. Ibn 'Azur.
f. Muhammad bin Sulaim ash-Shabuni.
Karya Tulis
Ibn Qawlawaeh memiliki banyak karya tulis, di antaranya adalah:
a. Kâmil az-Ziyârât, salah satu karyanya yang paling terkenal.
b. Mudâwâh al-Jasad.
c. Ash-Shalâh.
d. Al-Jumu'ah wa al-Jamâ'ah.
e. Qiyâm al-Lail.
f. Ar-Radhâ'.
g. Ash-Shadâq.
h. Al-Adhâhî.
Wafat
Akhirnya, setelah menghaturkan pengorbanan yang berharga kepada mazhab Ahlulbait as, Abul Qasim Ja'far Qawlawaeh pergi menghadap Sang Kekasih untuk selamanya pada tahun 367 Hijriah.
14
Tokoh-tokoh Syi'ah
Abu Ghalib Az-Zurari (285 – 368 H.)
Kelahiran
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Sulaiman bin Hasan bin Jahm bin Bukair bin A'yun asy-Syaibani al-Kufi al-Baghdadi. Ia dilahirkan pada tanggal 28 Rabi'ul Awal 285 H. di kota Kufah. Di samping sebagai ulama besar mazhab Syi'ah pada abad ke-4 Hijriah, perawi hadis, dan guru sebagian fuqaha besar mazhab Syi'ah, seperti Syakh Mufid, ia juga termasuk salah satu sahabat besar Imam Mahdi as pada periode Ghaibah Shughra.
Abu Ghalib harus rela kehilangan ayahnya pada saat ia baru berusia lima tahun. Setelah kepergian ayahnya, ia diasuh oleh kakeknya, Muhammad bin Sulaiman, yang juga salah seorang tokoh terkemuka. Pada usianya yang kedua belas tahun, ia telah meriwayatkan hadis dari seorang perawi tenar mazhab Syi'ah, al-Himyari. Pada usia lima belas tahun, ia harus rela kehilangan kakeknya yang telah berjasa besar dalam mendidiknya. Ketika ia berusia dua puluh delapan tahun, sebuah musibah menimpanya sehingga seluruh harta dan kekayaannya musnah habis. Pada usia enam puluh lima tahun, ia pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji dan bermukim di sana selama satu tahun.
Tentang keluarga besar A'yun, Sayid Bahrul Ulum menulis, "Keluarga besar A'yun adalah salah satu keluarga besar di Kufah dan pecinta Ahlulbait as. Mereka memiliki kedudukan spiritual yang sangat tinggi dan telah melahirkan tokoh-tokoh yang sangat menonjol dan terkenal. Di sepanjang sejarah Islam dari sejak masa Imam as-Sajjad, Imam al-Baqir, dan Imam ash-Shadiq as hingga periode Ghaibah Shughra, mereka dikenal sebagai sahabat dekat para imam ma'shum as. Keluarga besar ini telah melahirkan tokoh dan ulama besar yang memiliki keahlian di dalam bidang fiqih, Al-Qur'an, sastra, dan periwayatan hadis."
Abu Ghalib az-Zurari memiliki seorang putra bernama 'Ubaidillah yang dilahirkan pada tahun 313 H. Berbeda dengan bakat ayahnya, ia tidak menunjukkan keinginannya untuk menimba ilmu pengetahuan. Akan teapi, ia memiliki seorang putra bernama Muhammad yang siap meneruskan jejak kakeknya. Abu Ghalib menulis sebuah risalah tentang keluarga besar A'yun untuk cucunya ini.
Abu Ghalib az-Zurari juga pernah menulis surat langsung kepada Imam Zaman as melalui perantara salah seorang wakil khusus beliau. Ini adalah sebuah kebanggaan lain yang melengkapi indeks kehidupan Abu Ghalib.
Komentar Para Ulama
Tentang tokoh yang satu ini, Syaikh ath-Thusi berkomentar, "Ia adalah sosok figur yang agung, panutan mazhab Syi'ah pada masanya, dan tokoh yang dapat dipercaya oleh para fuqaha Ahlulbait as. Ia memiliki riwayat dan hadis yang sangat banyak."
Allamah al-Majlisi dan Sayid Bahrul Ulum juga memiliki komentar yang serupa dengan komentar Syaikh ath-Thusi di atas.
Para Guru
Abu Ghalib az-Zurari pernah menimba ilmu dari para tokoh besar yang hidup pada masanya. Di antaranya:
a. Muhammad bin Sulaiman, ayahnya sendiri.
b. Ali bin Husain Sa'd-abadi.
c. Abdullah bin Ja'far al-Himyari.
d. Muhammad bin Hasan bin Ali bin Mahziyar al-Ahwazi.
e. Muhammad bin Hamam al-Iskafi.
f. Muhammad bin Ya'qub al-Kulaini.
Para Murid
Banyak tokoh dan ulama Syi'ah yang pernah menimba ilmu dari lautan ilmu Abu Ghalib az-Zurari, di antaranya:
a. Syaikh Mufid.
b. Harun bin Musa Tal'ukburi.
c. Husain bin 'Ubaidillah al-Ghadha'iri.
d. Ahmad bin Abdul Wahid yang lebih dikenal dengan Ibn 'Abdun.
e. Abul Abbas Ahmad bin Ali bin Abbas ash-Shairafi.
Karya Tulis
Abu Ghalib memiliki karya tulis yang sangat berharga dalam berbagai tema dan bidang, di antaranya:
a. Risâlah Abi Ghalib az-Zurari.
b. Al-Ad'iyah.
c. Al-Ifdhâl.
d. At-Târîkh.
e. Doa as-Sahar.
f. Doa as-Sirr.
g. Manâsik al-Hajj.
h. Akhbâr Tuhamah.
Wafat
Setelah menghaturkan pengorbanan yang berharga kepada mazhab Ahlulbait as, Abu Ghalib az-Zurari harus meninggalkan dunia fana ini untuk bertemu dengan Sang Kekasih pada tahun 368 Hijriah dalam usianya yang kedelapan puluh tiga tahun.
Abu Ghalib Az-Zurari (285 – 368 H.)
Kelahiran
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Sulaiman bin Hasan bin Jahm bin Bukair bin A'yun asy-Syaibani al-Kufi al-Baghdadi. Ia dilahirkan pada tanggal 28 Rabi'ul Awal 285 H. di kota Kufah. Di samping sebagai ulama besar mazhab Syi'ah pada abad ke-4 Hijriah, perawi hadis, dan guru sebagian fuqaha besar mazhab Syi'ah, seperti Syakh Mufid, ia juga termasuk salah satu sahabat besar Imam Mahdi as pada periode Ghaibah Shughra.
Abu Ghalib harus rela kehilangan ayahnya pada saat ia baru berusia lima tahun. Setelah kepergian ayahnya, ia diasuh oleh kakeknya, Muhammad bin Sulaiman, yang juga salah seorang tokoh terkemuka. Pada usianya yang kedua belas tahun, ia telah meriwayatkan hadis dari seorang perawi tenar mazhab Syi'ah, al-Himyari. Pada usia lima belas tahun, ia harus rela kehilangan kakeknya yang telah berjasa besar dalam mendidiknya. Ketika ia berusia dua puluh delapan tahun, sebuah musibah menimpanya sehingga seluruh harta dan kekayaannya musnah habis. Pada usia enam puluh lima tahun, ia pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji dan bermukim di sana selama satu tahun.
Tentang keluarga besar A'yun, Sayid Bahrul Ulum menulis, "Keluarga besar A'yun adalah salah satu keluarga besar di Kufah dan pecinta Ahlulbait as. Mereka memiliki kedudukan spiritual yang sangat tinggi dan telah melahirkan tokoh-tokoh yang sangat menonjol dan terkenal. Di sepanjang sejarah Islam dari sejak masa Imam as-Sajjad, Imam al-Baqir, dan Imam ash-Shadiq as hingga periode Ghaibah Shughra, mereka dikenal sebagai sahabat dekat para imam ma'shum as. Keluarga besar ini telah melahirkan tokoh dan ulama besar yang memiliki keahlian di dalam bidang fiqih, Al-Qur'an, sastra, dan periwayatan hadis."
Abu Ghalib az-Zurari memiliki seorang putra bernama 'Ubaidillah yang dilahirkan pada tahun 313 H. Berbeda dengan bakat ayahnya, ia tidak menunjukkan keinginannya untuk menimba ilmu pengetahuan. Akan teapi, ia memiliki seorang putra bernama Muhammad yang siap meneruskan jejak kakeknya. Abu Ghalib menulis sebuah risalah tentang keluarga besar A'yun untuk cucunya ini.
Abu Ghalib az-Zurari juga pernah menulis surat langsung kepada Imam Zaman as melalui perantara salah seorang wakil khusus beliau. Ini adalah sebuah kebanggaan lain yang melengkapi indeks kehidupan Abu Ghalib.
Komentar Para Ulama
Tentang tokoh yang satu ini, Syaikh ath-Thusi berkomentar, "Ia adalah sosok figur yang agung, panutan mazhab Syi'ah pada masanya, dan tokoh yang dapat dipercaya oleh para fuqaha Ahlulbait as. Ia memiliki riwayat dan hadis yang sangat banyak."
Allamah al-Majlisi dan Sayid Bahrul Ulum juga memiliki komentar yang serupa dengan komentar Syaikh ath-Thusi di atas.
Para Guru
Abu Ghalib az-Zurari pernah menimba ilmu dari para tokoh besar yang hidup pada masanya. Di antaranya:
a. Muhammad bin Sulaiman, ayahnya sendiri.
b. Ali bin Husain Sa'd-abadi.
c. Abdullah bin Ja'far al-Himyari.
d. Muhammad bin Hasan bin Ali bin Mahziyar al-Ahwazi.
e. Muhammad bin Hamam al-Iskafi.
f. Muhammad bin Ya'qub al-Kulaini.
Para Murid
Banyak tokoh dan ulama Syi'ah yang pernah menimba ilmu dari lautan ilmu Abu Ghalib az-Zurari, di antaranya:
a. Syaikh Mufid.
b. Harun bin Musa Tal'ukburi.
c. Husain bin 'Ubaidillah al-Ghadha'iri.
d. Ahmad bin Abdul Wahid yang lebih dikenal dengan Ibn 'Abdun.
e. Abul Abbas Ahmad bin Ali bin Abbas ash-Shairafi.
Karya Tulis
Abu Ghalib memiliki karya tulis yang sangat berharga dalam berbagai tema dan bidang, di antaranya:
a. Risâlah Abi Ghalib az-Zurari.
b. Al-Ad'iyah.
c. Al-Ifdhâl.
d. At-Târîkh.
e. Doa as-Sahar.
f. Doa as-Sirr.
g. Manâsik al-Hajj.
h. Akhbâr Tuhamah.
Wafat
Setelah menghaturkan pengorbanan yang berharga kepada mazhab Ahlulbait as, Abu Ghalib az-Zurari harus meninggalkan dunia fana ini untuk bertemu dengan Sang Kekasih pada tahun 368 Hijriah dalam usianya yang kedelapan puluh tiga tahun.
15
Tokoh-tokoh Syi'ah
Ra`îsul Muhadditsîn, Syeikh Shaduq
Cerita kelahiran Syeikh Shaduq telah kita ketahui ketika kita membaca biografi ayahnya yang bernama Ali bin Babawaeh. Ia dilahirkan berkat doa Imam Mahdi a.s. pada tahun 311 H. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Babawaeh Al-Qomi. Ayahnya --seperti telah kita ketahui bersama-- adalah salah seorang ulama kaliber yang hidup di Qom. Ketika Muhammad masih muda dan setelah ia berhasil menguasai ilmu-ilmu mukadimah yang diperlukan, ia mempelajari ilmu hadis dan fiqih dari ulama-ulama besar yang ada di Qom kala itu, seperti ayahnya sendiri, Muhammad bin Hasan bin Walid (salah seorang faqih kenamaan), Ahmad bin Ali bin Ibrahim Al-Qomi dan Husein bin Idris Al-Qomi. Di masa Syeikh Shaduq, Iran secara keseluruhan dikuasai oleh dinasti Alu Buyeh yang menganut mazhab Syi’ah. Hal ini memberikan kesempatan emas kepadanya untuk mengadakan kunjungan kepada ulama-ulama kaliber yang hidup di luar kota Qom dan belajar dari mereka. Ia tidak menyia-siakan kesempatan emas tersebut.
Pada tahun 347 H., ia mempelajari ilmu hadis dari Abul Hasan Muhammad bin Ahmad bin Ali Al-Asadi di Rei. Pada tahun 352 H., ia juga belajar hadis dari ulama-ulama kota Nisyabur, seperti Abu Ali Husein bin Ahmad Al-Baihaqi dan Abdurrahman Muhammad bin Abdus. Begitu juga, di kota Marv ia mempelajari hadis dari ulama-ulama kaliber seperti Abul Hasan Muhammad bin Ali bin Faqih dan Abu Yusuf Rafi’ bin Abdillah yang ia pernah mempelajari hadis di Kufah, Makkah, Baghdad, Balkh dan Sarakhs.
Pada tahun 347 H., atas permintaan Ruknud Daulah Ad-Dailami ia menetap di Rei dan menjadi pemimpin para pengikut Syi’ah di seluruh dunia dalam segala bidang.
Syeikh Shaduq hidup ketika masyarakat Syi’ah secara umum memiliki kebebasan yang relatif luas sehingga ia dapat mengadakan kunjungan ke berbagai daerah dengan leluasa dalam rangka menyebarkan ajaran-ajaran Ahlul Bayt a.s. dan meluruskan segala isu miring tentang Syi’ah yang berkembang di tengah-tengah masyarakat kala itu.
Karena keagungan pribadi dan spiritual yang telah menjadi darah dagingnya dan keluasan ilmunya dalam bidang hadis, Syeikh Shaduq dijuluki dengan ra`îsul muhadditsîn.
Guru-gurunya
Syeikh Shaduq pernah belajar dari guru-guru kalilber yang tak terbilang banyaknya. Syeikh Abdurrahim Rabbani Asy-Syirazi hanya menyebutkan 252 gurunya. Di sini akan disebutkan 16 orang dari mereka yang banyak dikenal oleh pakar-pakar Islam:
1. Ali bin Babawaeh Al-Qomi, sang ayah.
2. Muhammad bin Hasan bin Walid.
3. Ahmad bin Ali bin Ibrahim Al-Qomi.
4. Ali bin Muhammad Al-Qazvini.
5. Ja’far bin Muhammad bin Syadzan.
6. Ja’far bin Muhammad bin Qaulawaeh Al-Qomi.
7. Ali bin Ahmad bin Mahziyar.
8. Abul Hasan Al-Khayuthi.
9. Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Aswad.
10. Abu Ja’far Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini.
11. Ahmad bin Ziyad bin Ja’far Al-Hamadani.
12. Ali bin Ahmad bin Abdillah Al-Qaraqi.
13. Muhammad bin Ibrahim Al-Laitsi.
14. Ibrahim bin Ishak Ath-Thaliqani.
15. Muhammad bin Qasim Al-Jurjani.
16. Husein bin Ibrahim Al-Maktabi.
Murid-muridnya
Di antara murid-murid yang pernah menimba ilmu dari Syeikh Shauq adalah:
1. Syeikh Mufid.
2. Muhammad bin Muhammad bin Nu’man.
3. Husein bin Abdillah.
4. Harun bin Musa At-Tal’akburi.
5. Husein bin Ali bin Babawaeh Al-Qomi, saudaranya.
6. Hasan bin Husein bin Babawaeh Al-Qomi, keponakannya.
7. Hasan bin Muhammad Al-Qomi, pengarang kitab Târîkh-e Qom (sejarah kota Qom.
8. Ali bin Ahmad bin Abbas An-Najasyi, ayah seorang Rijali agung Najasyi.
9. Sayid Murtadha Alamul Huda.
10. Sayid Abul Barakat Ali bin Husein Al-Jauzi.
11. Abul Qasim Ali Al-Khazzaz.
12. Muhammad bin Sulaiman Al-Hamrani.
Karya-karyanya
Syeikh Thusi dalam salah satu bukunya menyebutkan 300 jilid buku hasil karya Syeikh Shaduq dan dalam Al-Fehrestnya mencatat 40 jilid buku. Sementara Syeikh Najasyi mencatat 189 jilid buku hasil karyanya. Dengan demikian, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa seluruh karya Syeikh Shaduq berjumlah ± 350 jilid buku. Sebagai contoh di sini akan disebutkan sebagian dari buku-buku tersebut:
1. Man Lâ Yahdhuruhul Faqîh. Buku ini adalah kumpulan hadis-hadis yang memuat hukum-hukum syari’at lengkap yang ditulis di sebuah desa bernama “Ilaq”. Buku ini sangat terkenal di kalangan fuqaha` dan banyak dari mereka yang menulis syarah atas buku tersebut. Syeikh Shaduq bercerita tentang sejarah penulisan buku di mukadimahnya: “Ketika aku ditakdirkan harus berdomisili di negeri orang, seorang keturunan Rasulullah SAWW yang bernama Abu Abdillah dan lebih dikenal dengan sebutan Ni’mat datang menemuiku. Aku sangat gembira ketika bertemu dengannya. Ia menceritakan sebuah buku karya Muhammad bin Zakaria Ar-Razi tentang ilmu kedokteran yang akhirnya diberi nama Man Lâ Yahdhuruhuth Thabîb (ketika dokter tidak ditemukan) kepadaku. Buku ini dapat diketahui fungsi dan urgensitasnya ketika kita tidak menemukan seorang dokter pun (yang mampu mengobati peyakit kita). Akhirnya ia meminta kepadaku untuk menulis sebuah buku tentang fiqih yang memuat halal dan haram dan dapat dijadikan sandaran oleh siapa pun dalam mencari hukum agama. Kuterima tawarannya dan buku itu kutulis dengan membuang sanad-sanad hadis yang ada”.
2. Kamâluddin wa Itmâmun Ni’mah.
3. Al-A^mâlî.
4. Shifâtusy Syî’ah.
5. ‘Uyûn Akhbârir Ridhâ a.s.
6. Mushâdafatul Ikhwân.
7. Al-Khishâl.
8. ‘Ilalusy Syarâ`i’.
9. At-Tauhîd.
10. Itsbât Wilâyah Ali a.s.
11. Al-Ma’rifah.
12. Madînatul ‘Ilm.
13. Al-Muqni’.
14. Ma’ânil Akhbâr.
15. Masyîkhatul Faqîh.
16. ‘Uyûnul Akhbâr.
Ada satu cerita menarik dari kehidupan Syeikh Shaduq. Yaitu ketika ia mengadakan dialog dengan Ruknud Daulah Ad-Dailami. Syeikh Ja’far Ar-Razi bercerita: “Ketika Syeikh Shaduq memasuki istana, Ruknud Daulah dengan segala penghormatan mendudukkannya di sisinya. Terjadilah perdebatan sengit antara dia dan ulama Ahlussunnah yang hadir ketika itu dan ia dapat membuktikan kebenaran Syi’ah di hadapan mereka. Ketika perdebatan menyangkut masalah imamah, Ruknud Daulah bertanya kepadanya: Wahai Syeikh, dari mana mazhab Syi’ah yakin bahwa para imam pengganti Rasulullah SAWW adalah 12 orang?”
Ia menjawab: “Wahai yang mulia, imamah adalah salah satu kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Setiap kewajiban tentunya memiliki jumlah yang sudah ditentukan. Contohnya, dalam sehari dan semalam Ia mewajibkan 17 rakaat shalat, mewajibkan zakat untuk sebagian harta, mewajibkan puasa Ramadhan hanya sekali dalam setahun, dan mewajibkan haji hanya sekali dalam seumur. Begitu juga Ia membatasi jumlah imam dalam 12 orang. Sebagaimana kita tidak logis bertanya mengapa jumlah shalat wajib harian hanya 17 rakaat tidak lebih, begitu juga berkenaan dengan jumlah imam, sangat tidak logis kita bertanya mengapa hanya 12 orang tidak lebih? Jumlah para imam tidak ditentukan di dalam Al Quran. Yang Ia wajibkan hanyalah menaati ulul amr dan Rasulullahlah SAWW yang menerangkan (jumlah) mereka”.
Ruknud Daulah menerima argumentasi Syeikh Shaduq dan memujinya karena itu.
Wafatnya
Syeikh Shaduq wafat pada tahun 381 H. dalam usianya yang ke-70-an lebih. Ia dikebumikan di kota Rei, Iran dan hingga sekarang kuburannya masih dizarahi oleh masyarakat Syi’ah dari berbagai penjuru dunia.
Ra`îsul Muhadditsîn, Syeikh Shaduq
Cerita kelahiran Syeikh Shaduq telah kita ketahui ketika kita membaca biografi ayahnya yang bernama Ali bin Babawaeh. Ia dilahirkan berkat doa Imam Mahdi a.s. pada tahun 311 H. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Babawaeh Al-Qomi. Ayahnya --seperti telah kita ketahui bersama-- adalah salah seorang ulama kaliber yang hidup di Qom. Ketika Muhammad masih muda dan setelah ia berhasil menguasai ilmu-ilmu mukadimah yang diperlukan, ia mempelajari ilmu hadis dan fiqih dari ulama-ulama besar yang ada di Qom kala itu, seperti ayahnya sendiri, Muhammad bin Hasan bin Walid (salah seorang faqih kenamaan), Ahmad bin Ali bin Ibrahim Al-Qomi dan Husein bin Idris Al-Qomi. Di masa Syeikh Shaduq, Iran secara keseluruhan dikuasai oleh dinasti Alu Buyeh yang menganut mazhab Syi’ah. Hal ini memberikan kesempatan emas kepadanya untuk mengadakan kunjungan kepada ulama-ulama kaliber yang hidup di luar kota Qom dan belajar dari mereka. Ia tidak menyia-siakan kesempatan emas tersebut.
Pada tahun 347 H., ia mempelajari ilmu hadis dari Abul Hasan Muhammad bin Ahmad bin Ali Al-Asadi di Rei. Pada tahun 352 H., ia juga belajar hadis dari ulama-ulama kota Nisyabur, seperti Abu Ali Husein bin Ahmad Al-Baihaqi dan Abdurrahman Muhammad bin Abdus. Begitu juga, di kota Marv ia mempelajari hadis dari ulama-ulama kaliber seperti Abul Hasan Muhammad bin Ali bin Faqih dan Abu Yusuf Rafi’ bin Abdillah yang ia pernah mempelajari hadis di Kufah, Makkah, Baghdad, Balkh dan Sarakhs.
Pada tahun 347 H., atas permintaan Ruknud Daulah Ad-Dailami ia menetap di Rei dan menjadi pemimpin para pengikut Syi’ah di seluruh dunia dalam segala bidang.
Syeikh Shaduq hidup ketika masyarakat Syi’ah secara umum memiliki kebebasan yang relatif luas sehingga ia dapat mengadakan kunjungan ke berbagai daerah dengan leluasa dalam rangka menyebarkan ajaran-ajaran Ahlul Bayt a.s. dan meluruskan segala isu miring tentang Syi’ah yang berkembang di tengah-tengah masyarakat kala itu.
Karena keagungan pribadi dan spiritual yang telah menjadi darah dagingnya dan keluasan ilmunya dalam bidang hadis, Syeikh Shaduq dijuluki dengan ra`îsul muhadditsîn.
Guru-gurunya
Syeikh Shaduq pernah belajar dari guru-guru kalilber yang tak terbilang banyaknya. Syeikh Abdurrahim Rabbani Asy-Syirazi hanya menyebutkan 252 gurunya. Di sini akan disebutkan 16 orang dari mereka yang banyak dikenal oleh pakar-pakar Islam:
1. Ali bin Babawaeh Al-Qomi, sang ayah.
2. Muhammad bin Hasan bin Walid.
3. Ahmad bin Ali bin Ibrahim Al-Qomi.
4. Ali bin Muhammad Al-Qazvini.
5. Ja’far bin Muhammad bin Syadzan.
6. Ja’far bin Muhammad bin Qaulawaeh Al-Qomi.
7. Ali bin Ahmad bin Mahziyar.
8. Abul Hasan Al-Khayuthi.
9. Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Aswad.
10. Abu Ja’far Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini.
11. Ahmad bin Ziyad bin Ja’far Al-Hamadani.
12. Ali bin Ahmad bin Abdillah Al-Qaraqi.
13. Muhammad bin Ibrahim Al-Laitsi.
14. Ibrahim bin Ishak Ath-Thaliqani.
15. Muhammad bin Qasim Al-Jurjani.
16. Husein bin Ibrahim Al-Maktabi.
Murid-muridnya
Di antara murid-murid yang pernah menimba ilmu dari Syeikh Shauq adalah:
1. Syeikh Mufid.
2. Muhammad bin Muhammad bin Nu’man.
3. Husein bin Abdillah.
4. Harun bin Musa At-Tal’akburi.
5. Husein bin Ali bin Babawaeh Al-Qomi, saudaranya.
6. Hasan bin Husein bin Babawaeh Al-Qomi, keponakannya.
7. Hasan bin Muhammad Al-Qomi, pengarang kitab Târîkh-e Qom (sejarah kota Qom.
8. Ali bin Ahmad bin Abbas An-Najasyi, ayah seorang Rijali agung Najasyi.
9. Sayid Murtadha Alamul Huda.
10. Sayid Abul Barakat Ali bin Husein Al-Jauzi.
11. Abul Qasim Ali Al-Khazzaz.
12. Muhammad bin Sulaiman Al-Hamrani.
Karya-karyanya
Syeikh Thusi dalam salah satu bukunya menyebutkan 300 jilid buku hasil karya Syeikh Shaduq dan dalam Al-Fehrestnya mencatat 40 jilid buku. Sementara Syeikh Najasyi mencatat 189 jilid buku hasil karyanya. Dengan demikian, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa seluruh karya Syeikh Shaduq berjumlah ± 350 jilid buku. Sebagai contoh di sini akan disebutkan sebagian dari buku-buku tersebut:
1. Man Lâ Yahdhuruhul Faqîh. Buku ini adalah kumpulan hadis-hadis yang memuat hukum-hukum syari’at lengkap yang ditulis di sebuah desa bernama “Ilaq”. Buku ini sangat terkenal di kalangan fuqaha` dan banyak dari mereka yang menulis syarah atas buku tersebut. Syeikh Shaduq bercerita tentang sejarah penulisan buku di mukadimahnya: “Ketika aku ditakdirkan harus berdomisili di negeri orang, seorang keturunan Rasulullah SAWW yang bernama Abu Abdillah dan lebih dikenal dengan sebutan Ni’mat datang menemuiku. Aku sangat gembira ketika bertemu dengannya. Ia menceritakan sebuah buku karya Muhammad bin Zakaria Ar-Razi tentang ilmu kedokteran yang akhirnya diberi nama Man Lâ Yahdhuruhuth Thabîb (ketika dokter tidak ditemukan) kepadaku. Buku ini dapat diketahui fungsi dan urgensitasnya ketika kita tidak menemukan seorang dokter pun (yang mampu mengobati peyakit kita). Akhirnya ia meminta kepadaku untuk menulis sebuah buku tentang fiqih yang memuat halal dan haram dan dapat dijadikan sandaran oleh siapa pun dalam mencari hukum agama. Kuterima tawarannya dan buku itu kutulis dengan membuang sanad-sanad hadis yang ada”.
2. Kamâluddin wa Itmâmun Ni’mah.
3. Al-A^mâlî.
4. Shifâtusy Syî’ah.
5. ‘Uyûn Akhbârir Ridhâ a.s.
6. Mushâdafatul Ikhwân.
7. Al-Khishâl.
8. ‘Ilalusy Syarâ`i’.
9. At-Tauhîd.
10. Itsbât Wilâyah Ali a.s.
11. Al-Ma’rifah.
12. Madînatul ‘Ilm.
13. Al-Muqni’.
14. Ma’ânil Akhbâr.
15. Masyîkhatul Faqîh.
16. ‘Uyûnul Akhbâr.
Ada satu cerita menarik dari kehidupan Syeikh Shaduq. Yaitu ketika ia mengadakan dialog dengan Ruknud Daulah Ad-Dailami. Syeikh Ja’far Ar-Razi bercerita: “Ketika Syeikh Shaduq memasuki istana, Ruknud Daulah dengan segala penghormatan mendudukkannya di sisinya. Terjadilah perdebatan sengit antara dia dan ulama Ahlussunnah yang hadir ketika itu dan ia dapat membuktikan kebenaran Syi’ah di hadapan mereka. Ketika perdebatan menyangkut masalah imamah, Ruknud Daulah bertanya kepadanya: Wahai Syeikh, dari mana mazhab Syi’ah yakin bahwa para imam pengganti Rasulullah SAWW adalah 12 orang?”
Ia menjawab: “Wahai yang mulia, imamah adalah salah satu kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Setiap kewajiban tentunya memiliki jumlah yang sudah ditentukan. Contohnya, dalam sehari dan semalam Ia mewajibkan 17 rakaat shalat, mewajibkan zakat untuk sebagian harta, mewajibkan puasa Ramadhan hanya sekali dalam setahun, dan mewajibkan haji hanya sekali dalam seumur. Begitu juga Ia membatasi jumlah imam dalam 12 orang. Sebagaimana kita tidak logis bertanya mengapa jumlah shalat wajib harian hanya 17 rakaat tidak lebih, begitu juga berkenaan dengan jumlah imam, sangat tidak logis kita bertanya mengapa hanya 12 orang tidak lebih? Jumlah para imam tidak ditentukan di dalam Al Quran. Yang Ia wajibkan hanyalah menaati ulul amr dan Rasulullahlah SAWW yang menerangkan (jumlah) mereka”.
Ruknud Daulah menerima argumentasi Syeikh Shaduq dan memujinya karena itu.
Wafatnya
Syeikh Shaduq wafat pada tahun 381 H. dalam usianya yang ke-70-an lebih. Ia dikebumikan di kota Rei, Iran dan hingga sekarang kuburannya masih dizarahi oleh masyarakat Syi’ah dari berbagai penjuru dunia.
16
Tokoh-tokoh Syi'ah
Ibnu Junaid Al-Iskafi
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Junaid Al-Katib Al-Iskafi. Ia lahir di Iskaf, sebuah daerah yang terletak antara Bashrah dan Nahrawan di sebuah keluarga ilmuwan dan agamis. Ia hidup sezaman dengan Husein bin Ruh An-Naubakhti, wakil Imam Mahdi a.s. yang ketiga dan Ibnu Babawaeh, ayah Syeikh Shaduq. Dengan ini, ia termasuk ulama peirode pertengahan abad ke 4 H. Ia hidup di sebuah masa di mana Syi’ah baru merasakan bebas bernapas dari cengkraman dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah. Hal ini disebabkan oleh bermunculannya kerajaan-kerajaan yang mengatasnamakan Syi’ah pada waktu itu, seperti dinasti Fathimiyah di Mesir, kerajaan Saifuddaulah Al-Hamdani di Syam yang relatif condong terhadap Syi’ah, Sultan Guriyan, Shaffariyan dan Thahiriyan yang berkuasa di timur, tenggara dan utara Iran.
Ia adalah guru Syeikh Mufid dan dua sejoli dengan Ibnu ‘Aqil dalam bidang ilmu fiqih. Oleh karena itu, di kalangan ulama mereka berdua dijuluki dengan al-qadîmain (dua orang senior dalam bidang ilmu fiqih).
Karya-karyanya
Karya-karya tulisnya mencapai ± 50 jilid buku yang di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Ahkâmul Arsy.
2. Ahkâmus Shalâh.
3. Ahkâmut Thalâq.
4. Al-Mukhtasharul Ahmadî lil Fiqhil Muhammadî.
5. Al-Irtiyâ’ fi Tahrîmil Fuqqâ’.
6. Izâlatur Rân ‘an Qulûbil Ikhwân (berkenaan dengan masalah ghaibah Imam Mahdi a.s.).
7. Istikhrâjul Murâd ‘an Mukhtalafil Khitâb.
8. Al-Istifsâr ilal Jihâd.
9. Al-Istîfâ`.
10. Al-Usarâ`.
11. Al-Asfâr fir Radd ‘alal Mu`ayyidah.
12. AL-Isyârât ilâ Mâ Yunkiruhul ‘Awâm.
13. Isykâl Jumlatil Mawârîts.
14. Izhhâr Mâ Satarahu Ahlul ‘Inâd minar Riwâyah ‘anil A`immah fî Amril Ijtihâd.
15. Al-Ifhâm lî Ushûlil Ahkâm.
16. Alfai Mas`alah.
17. Al-Alfiyah (dalam ilmu teologi).
18. Amtsâlul Quran.
19. Al-înâs bi A`immatin Nâs.
20. Al-Bisyârah wal Qadârah.
21. Tabshiratul ‘A^rif wa Naqduz Zâ`if.
22. At-Tahrîr wat Taqrîr.
23. At-Tarâqî ilâ A’lal Marâqî.
24. Bunyatus Sâhî bil ‘Ilmil Ilâhî.
25. Tahdzîbus Syi’ah lî Ahkâmis Syarî’ah.
26. Hadâ`iqul Quds.
27. Qudsut Thaur wa Yanbû’un Nûr fî Ma’nas Shalâh ‘alan Nabi SAWW.
28. Musykilâtul Mawârîts.
29. Al-Mash ‘alal Khuffain.
30. Al-Mash ‘alar Rijlain.
Wafatnya
Setelah bertahun-tahun berusaha mengembangkan Islam dengan penuh ikhlas, akhirnya pada tahun 381 H. ia harus meningglkan dunia yang fana ini untuk berjumpa dengan Tuhannya yang Maha Pengasih.
Bibiliografi :
1. Murûjudz Dzahab, jilid 4 hal. 307.
2. Ar-Rijâl, karya Syeikh Najasyi.
3. Ta`sîsus Syi’ah lî ‘Ulûmil Islam.
4. Mu’jam Rijâlil Hadîts, jilid 14 hal. 318-322.
Ibnu Junaid Al-Iskafi
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Junaid Al-Katib Al-Iskafi. Ia lahir di Iskaf, sebuah daerah yang terletak antara Bashrah dan Nahrawan di sebuah keluarga ilmuwan dan agamis. Ia hidup sezaman dengan Husein bin Ruh An-Naubakhti, wakil Imam Mahdi a.s. yang ketiga dan Ibnu Babawaeh, ayah Syeikh Shaduq. Dengan ini, ia termasuk ulama peirode pertengahan abad ke 4 H. Ia hidup di sebuah masa di mana Syi’ah baru merasakan bebas bernapas dari cengkraman dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah. Hal ini disebabkan oleh bermunculannya kerajaan-kerajaan yang mengatasnamakan Syi’ah pada waktu itu, seperti dinasti Fathimiyah di Mesir, kerajaan Saifuddaulah Al-Hamdani di Syam yang relatif condong terhadap Syi’ah, Sultan Guriyan, Shaffariyan dan Thahiriyan yang berkuasa di timur, tenggara dan utara Iran.
Ia adalah guru Syeikh Mufid dan dua sejoli dengan Ibnu ‘Aqil dalam bidang ilmu fiqih. Oleh karena itu, di kalangan ulama mereka berdua dijuluki dengan al-qadîmain (dua orang senior dalam bidang ilmu fiqih).
Karya-karyanya
Karya-karya tulisnya mencapai ± 50 jilid buku yang di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Ahkâmul Arsy.
2. Ahkâmus Shalâh.
3. Ahkâmut Thalâq.
4. Al-Mukhtasharul Ahmadî lil Fiqhil Muhammadî.
5. Al-Irtiyâ’ fi Tahrîmil Fuqqâ’.
6. Izâlatur Rân ‘an Qulûbil Ikhwân (berkenaan dengan masalah ghaibah Imam Mahdi a.s.).
7. Istikhrâjul Murâd ‘an Mukhtalafil Khitâb.
8. Al-Istifsâr ilal Jihâd.
9. Al-Istîfâ`.
10. Al-Usarâ`.
11. Al-Asfâr fir Radd ‘alal Mu`ayyidah.
12. AL-Isyârât ilâ Mâ Yunkiruhul ‘Awâm.
13. Isykâl Jumlatil Mawârîts.
14. Izhhâr Mâ Satarahu Ahlul ‘Inâd minar Riwâyah ‘anil A`immah fî Amril Ijtihâd.
15. Al-Ifhâm lî Ushûlil Ahkâm.
16. Alfai Mas`alah.
17. Al-Alfiyah (dalam ilmu teologi).
18. Amtsâlul Quran.
19. Al-înâs bi A`immatin Nâs.
20. Al-Bisyârah wal Qadârah.
21. Tabshiratul ‘A^rif wa Naqduz Zâ`if.
22. At-Tahrîr wat Taqrîr.
23. At-Tarâqî ilâ A’lal Marâqî.
24. Bunyatus Sâhî bil ‘Ilmil Ilâhî.
25. Tahdzîbus Syi’ah lî Ahkâmis Syarî’ah.
26. Hadâ`iqul Quds.
27. Qudsut Thaur wa Yanbû’un Nûr fî Ma’nas Shalâh ‘alan Nabi SAWW.
28. Musykilâtul Mawârîts.
29. Al-Mash ‘alal Khuffain.
30. Al-Mash ‘alar Rijlain.
Wafatnya
Setelah bertahun-tahun berusaha mengembangkan Islam dengan penuh ikhlas, akhirnya pada tahun 381 H. ia harus meningglkan dunia yang fana ini untuk berjumpa dengan Tuhannya yang Maha Pengasih.
Bibiliografi :
1. Murûjudz Dzahab, jilid 4 hal. 307.
2. Ar-Rijâl, karya Syeikh Najasyi.
3. Ta`sîsus Syi’ah lî ‘Ulûmil Islam.
4. Mu’jam Rijâlil Hadîts, jilid 14 hal. 318-322.
17
Post a Comment
mohon gunakan email