Hati Rasul Saw. begitu gembira saat istrinya, Mariyah Al Qibtiyah melahirkan seorang putra. Setelah shalat dan berdoa, Rasul kemudian memangku sang bayi dan memberikan nama kepada buah hatinya itu serupa dengan nenek moyang beliau, Ibrahim As.
Beberapa hari kemudian, Rasul
menyembelih dua ekor domba, mencukur rambut sang bayi, dan bersedekah
kepada kaum fakir miskin Madinah.
Melihat wajah Rasul yang sangat
sumringah, para ibu-ibu Anshar berebut untuk ikut memberikan kegembiraan
itu. Yakni dengan cara menawarkan diri mereka untuk bisa menyusui sang
bayi.
Ibrahim akhirnya disusui seorang tukang pandai besi bernama Abu Saif yang bermukim di perbukitan Madinah.
Namun, kebahagiaan Rasul tak berlangsung
lama. Sekitar satu tahun kemudian, sang putra dirundung sakit. Beliau
pun mendatangi sang putra bersama Abdurrahman bin Auf. Lalu,
memangkunya, mengambil Ibrahim dari pangkuan ibunya, Mariah Al Qibtiyah.
Dalam keadaan hampir meninggal dunia,
Rasul berkata, “Sungguh Ibrahim, kami tidak dapat berbuat apa-apa untuk
melindungimu dari kekuasaan Allah.”
Air mata Rasul berlinang, melihat putra
kesayangannya menghadapi sakaratulmaut. Kemudian, beliau mendengar suara
tarikan nafas terakhir putranya tersebut. “Ibrahim sudah wafat,” ucap
Rasulallah.
Mendengar itu, Mariah dan Sirin, bibinya
sontak kaget dan sedih. Sementara itu, Rasul mendekap sang putra
sembari meneteskan air mata.
Melihat itu, Abdurraman bin Auf berkata lirih kepada beliau, “Wahai Rasul, engkau juga menangis?”
“Abdurrahman, air mata kami mengalir,
hati sedih, namun kami tidak mengeluarkan kata-kata kecuali yang
diridhai Allah. Sungguh, kami betul-betul sedih dengan kepergian
Ibrahim.” Jawab Rasul menahan pilu.
----
Kisah ini diceritakan kembali dari
sebuah hadist yang dituturkan oleh Muttafaq Alaih (Bukhari dan Muslim)
dari Anas bin Malik. Diolah dari buku Mutiara Akhlak Rasulallah Saw.
Post a Comment
mohon gunakan email