Banyak sekali riwayat yang menerangkan hari kebangkitan Imam Mahdi af. Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa tahun baru dari kalender Iran (Hijriyah Syamsyiyah) merupakan permulaan kebangkitan beliau. Sebagian riwayat lain menyebutkan bahwa kebangkitan beliau akan dimulai pada hari Asyura. Sebagian lagi mengatakan bahwa hari sabtu adalah hari yang dinantikan. Sedangkan sebagian riwayat juga mengatakan hari yang dinantikan adalah hari Jum’at.
Nampaknya, tidak ada pertentangan apabila hari Asyura kelak bertepatan dengan tahun baru. Karena hari Asyura, berdasarkan penanggalan Hijriyah Qamariyah. Sedangkan tahun baru, ditetapkan berdasarkan penanggalan Syamsyiah. Begitu juga, kedua hari ini mungkin juga dapat bertepatan dengan hari Jum’at maupun Sabtu.
Di sini, yang kelihatan sulit disatukan adalah perbedaan riwayat yang mengatakan hari kebangkitan Imam Mahdi af adalah hari Sabtu dengan riwayat yang menjelaskan hari Jum’at. Tetapi, perbedaan riwayat seperti ini bisa selesaikan dengan baik. Seandainya riwayat yang mengatakan bahwa hari Sabtu merupakan hari kebangkitan Imam Mahdi af. bersandar pada sanad yang sahih. Jika demikian, kita dapat meneriwa riwayat tersebut.
Maka, riwayat-riwayat yang mengatakan hari Jum’at sebagai hari kebangkitan Imam Mahdi af., ditafsirkan sebagai hari permulaan kebangkitan beliau. Sedangkan riwayat yang mengatakan hari Sabtu ditafsirkan bahwa hari tersebut merupakan hari berdiri dan ditetapkannya pemerintahan Ilahi serta tergulingnya kekuatan batil.
Perlu digarisbawahi bahwa riwayat-riwayat yang mengatakan hari Sabtu sebagai hari kebangkitan Imam Mahdi af. dari segi sanad perlu diteliti kembali. Tetapi riwayat yang menjelaskan hari Jum’at, tidak memiliki cacat dari sisi ini.
Kini, tiba saatnya kita untuk menyimak berbagai riwayat tersebut:
Imam Shadiq as. bersabda, “Qaim Ahlul Bait kami akan muncul di hari Jum’at.”[1]
Imam Muhammad Baqir as. berkata, “Seakan-akan aku sedang melihat Qaim (af.) pada hari Asyura, hari Sabtu, berdiri di antara Rukun dan Maqam, ketika Jibril berdiri di hadapannya dan mengajak orang-orang untuk membaiatnya.”[2]
Imam Baqir as. bersabda, “Qaim (af.) akan bangkit di hari Asyura, yang terjadi di hari Sabtu, pada hari syahidnya Imam Husain.”[3] Beliau juga bersabda, “Tahukan engkau hari apakah ini (hari Asyura)? Ini adalah hari di mana Allah menerima taubat Adam dan Hawa. Hari ini adalah hari dimana Allah membelah laut untuk Bani Israil, lalu menenggelamkan Fir’aun dan pasukannya serta memenangkan Musa atas mereka. Hari ini adalah hari kelahiran Ibrahim as. Hari ini adalah hari diterimanya taubat kaum Nabi Yunus as. Hari ini adalah hari lahirnya Isa as. Hari ini adalah hari kebangkitan Qaim af.”[4]
Riwayat lain dengan kandungan seperti ini telah dinukil dari Imam Baqir as.,[5] tetapi ke-tsiqah-an Ibnu Bathai dalam riwayat ini masih diragukan.
Imam Shadiq as. bersabda, “Pada malam hari ke-23 (bulan Ramadhan), akan terdengar teriakan suara dengan nama Mahdi (af.), lalu ia akan bangkit pada hari Asyura, hari terbunuhnya Imam Husain.”[6]
Beliau juga pernah bersabda, “Hari tahun baru adalah hari dimana Al-Qaim af. akan muncul.”[7]
A. Berita Kemunculan Imam Mahdi af.
Munculnya Imam Mahdi af pada mulanya diumumkan melalui teriakan keras yang terdengar dari langit. Pada waktu itu, beliau sedang bersandar di Ka’bah. Dengan menyerukan kebenaran, beliau mengumumkan kemunculannya.Imam Ali as. bersabda, “Ketika ada yang berteriak dari arah langit, ‘kebenaran adalah milik keluarga Muhammad. Jika kalian mencintai kebenaran, maka ikutilah keluarga Muhammad,’ sesungguhnya Al-Mahdi (af.) telah muncul.”[8]
Dalam hal ini, Imam Baqir as. juga mengatakan, “Al-Mahdi af. akan muncul di Mekah, ketika waktu shalat Isya tiba. Ketika itu, bendera, pakaian, dan pedang Rasulullah ada padanya, lalu beliau menunaikan shalat Isya. Setelah usai shalat, beliau berpidato di depan umum, ‘Wahai umat manusia! Aku mengajak kalian mengingat Allah dan Hari Kebangkitan kalian, setelah segala hujjah Allah telah sempurna bagi kalian. Ia telah mengutus para nabi dan juga menurunkan Al-Qur’an. Allah memerintahkan kalian untuk menaati dan tidak menyekutukan-Nya. Begitu juga dengan para utusannya. Hidupkanlah apa pun yang diperintahkan Al-Qur’an kepada kalian, untuk menghidupkannya. Lenyapkanlah apa pun yang diperintahkan Al-Qur’an, untuk kalian lenyapkan. Jadilah kalian peniti jalan kebenaran dan hidayah. Saling bantu-membatulah kalian dalam ketaatan. Karena fananya dunia telah tiba dan perpisahan akan segera mulai. Aku mengajak kalian untuk mendekatkan diri kepada Allah, Rasul-Nya, dan mengamalkan kitab-Nya, serta menumpas kebatilan lalu menghidupkan sunah Nabi Saw.’ Setelah itu, muncullah tiga ratus tiga belas pengikut khusus Al-Mahdi.”[9]
B. Bendera Kebangkitan
Setiap pemerintahan memiliki bendera khusus yang dengannya pemerintahan tersebut diketahui dan dikenal. Berbagai gerakan revolusi juga memiliki hal tersebut, yang di dalamnya diletakkan simbol-simbol yang menjelaskan tujuan kepemimpinnya. Revolusi global Imam Mahdi af. juga memiliki bendera khusus yang di dalamnya tertulis syiar. Meski terdapat banyak perbedaan mengenai syiar tersebut, tetapi terdapat satu persamaan di antara semuanya, yaitu ajakan kepada umat manusia, berada dalam naungan kepemimpinan Al-Mahdi af.[10]Di sini kita hanya memberikan beberapa riwayat saja, antara lain:
Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Pada bendera Al-Mahdi tertulis, ‘Pasanglah telinga, dengarkan dan taatilah Al-Mahdi.’”[11]
Pada beberapa kitab yang lainnya kita membaca, “Syi’ar Al-Mahdi adalah ‘Baiat untuk Allah.’”[12]
C. Suka Cita Umat Manusia
Berdasarkan penjelasan beberapa riwayat, kebangkitan Imam Mahdi af. menimbulkan suka cita umat manusia. Kebahagiaan dan penerimaan masyarakat dilakukan dalam berbagai bentuk yang beragam. Bahkan beberapa riwayat yang lain, dilukiskan kebahagiaan para penduduk bumi dan langit. Sebagian riwayat lainnya, menjelaskan kebahagiaan arwah orang-orang yang telah meninggal dunia. Dalam sebuah riwayat, dijelaskan mengenai sambutan yang hangat dari masyarakat terhadap revolusi Imam Mahdi af ini. Menurut riwayat yang lain, banyak orang yang mengharapkan dibangkitkannya orang-orang yang telah meninggal dunia.Di bawah ini, terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan permasalahan tersebut:
Rasulullah Saw. bersabda, “Semua yang ada di langit dan bumi, burung-burung, binatang buas, dan ikan-ikan di laut, semuanya merasakan suka cita atas kedatangan Imam Mahdi af.”[13]
Mengenai hal ini, Imam Ali as. bersabda, “Ketika Al-Mahdi muncul, namanya akan disebut oleh banyak orang. Masyarakat dunia begitu cinta terhadapnya. Sehingga, tidak ada nama selainnya, yang mereka ingat dan mereka sebut. Mereka melepaskan dahaga jiwanya, dengan kecintaan kepada Al-Mahdi.”[14]
Dalam riwayat, disebutkan istilah yasyribun hubbahu (mereka mereguk cintanya). Kecintaan kepada Al-Mahdi af. laksana air telaga yang diminum oleh semua orang dengan penuh rasa suka. Kecintaan menghunjam dalam diri mereka.
Ketika Imam Ridha as. mengutarakan berbagai peristiwa getir dan terpaan musibah yang menimpa umat manusia sebelum kedatangan Imam Mahdi af. Beliau juga menerangkan kelapangan dan ketentraman setelah kemunculan Imam Mahdi af. seraya bersabda, “Di waktu itu, manusia merasakan kelapangan dan ketentraman, hingga orang-orang yang telah mati pun berharap untuk hidup kembali.”[15]
Imam Shadiq as. juga pernah bersabda, “Seakan-akan aku melihat Al-Mahdi sedang duduk di atas mimbar Kufah dan mengenakan baju perang Rasulullah Saw.” Kemudian beliau menjelaskan keadaan-keadaan Imam Mahdi af. lalu melanjutkan ucapannya, “Tak satu pun dari kaum Mukminin yang berada di dalam kuburan, yang tidak merasakan kegembiraan, sehingga orang-orang yang telah mati menghampiri sesamanya dan saling mengucapkan selamat atas kemunculan Al-Mahdi.”
Dalam beberapa riwayat yang lain disebutkan bahwa kegembiraan dan keringanan dirasakan oleh orang-orang yang tinggal di alam Barzakh, ketika Imam Mahdi af. muncul. Dengan demikian, kita dapat membayangkan betapa agungya kebangkitan Imam Mahdi af, hingga memberikan dampak positif bagi para arwah.[16]
D. Lepas dari Belenggu Penindasan
Tak diragukan lagi, kebangkitan Imam Mahdi af. Akan menyebabkan tegaknya keadilan dan lepasnya belenggu penindasan dari umat manusia. Di sini, kita akan membahas apa yang akan dilakukan oleh Imam Mahdi af ketika bangkit, dalam mengayomi orang-orang yang tertindas.Rasulullah Saw. bersabda, “Mahdi dari umatku akan muncul. Allah akan mengutusnya sebagai orang yang mendengarkan rintihan umat manusia. Di jaman itu, semua orang akan hidup dipenuhi kenikmatan.”[17]
Rasulullah Saw. tidak mengatakan bahwa Imam Mahdi af. hanya akan mendengarkan rintihan dari kabilah maupun bangsa tertentu saja. Namun, ia menjadi penolong bagi semua orang di muka bumi. Oleh karena itu, menjelang kedatangannya, kondisi yang ada menjadikan segenap umat manusia seluruh dunia mengharapkan kemunculannya.
Jabir menuturkan bahwa Imam Baqir as. bersabda, ‘Imam Mahdi akan muncul dari Mekah … Allah akan menyerahkan tanah Hijaz kepadanya, lalu ia akan membebaskan para tawanan Bani Hasyim dari penjara-penjara.”[18]
Abu Arthat berkata, “Imam Mahdi bergerak dari Mekah menuju Madinah lalu membebaskan para tawanan Bani Hasyim dari penjara. Kemudian ia pergi ke Kufah dan di sana beliau membebaskan para tawanan Bani Hasyim dari penjara.”[19]
Sya’rani berkata, “Ketika Imam Mahdi tiba di Barat, orang-orang Andalusia akan mendatanginya dan mereka berkata, “Wahai wali Allah dan Hujjah-Nya! Tolonglah wilayah Andalusia, karena ia dan penduduknya telah binasa.”[20]
E. Peran Para Wanita dalam Revolusi Imam Mahdi af.
Ketika kita meninjau berbagai riwayat yang mengupas peranan para wanita pada pra dan pasca kemunculan Imam Mahdi af., kita akan menemukan beberapa poin penting yang layak diperhatikan. Meskipun disebutkan bahwa kebanyakan dari pengikut Dajal adalah kaum Yahudi dan para wanita,[21] tetapi di luar itu, terdapat banyak wanita beriman, suci dan senantiasa teguh menjaga akidah mereka.Sebagian wanita di jaman tersebut memiliki jiwa besar, pemberani, dan selalu kokoh dalam melangkah. Kemana pun pergi, mereka mengobarkan peperangan melawan propaganda busuk Dajal serta menerangkan kebenaran sejati kepada siapa pun.
Beberapa riwayat menjelaskan bahwa ketika Imam Mahdi af. muncul, ada empat ratus wanita yang bergabung dengan beliau. Kebanyakan mereka bekerja dalam bidang kesehatan dan pengobatan. Tetapi, masih ditemukan banyak pertentangan dalam beberapa riwayat, mengenai jumlah para wanita yang kelak menyertai kebangkitan Imam Mahdi af. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa terdapat tiga belas wanita yang akan menyertai Imam Mahdi af. Barangkali, mereka adalah pengikut khusus beliau. Sedangkan beberapa riwayat yang lain, menjelaskan bahwa akan ada tujuh ribu delapan ratus orang wanita yang menyertai Imam Mahdi af. Mereka adalah para wanita yang membantu beliau dalam berbagai keadaan.
Ibnu Hammad dalam kitab Fitan menuturkan bahwa jumlah lelaki yang mukmin pada saat Dajal muncul sebanyak dua belas ribu. Sedangkan jumlah wanita yang mukminah mencapai tujuh ribu tujuh ratus, atau delapan ratusan.[22]
Rasulullah Saw. bersabda, “Isa as. putra Maryam sa. akan turun ke bumi di tengah-tengah delapan ratus lelaki dan empat ratus perempuan, mereka adalah para penghuni bumi yang terbaik dan termasuk orang-orang terdahulu yang paling saleh.”[23]
Imam Baqir as. bersabda, “Demi Allah, akan datang tiga ratus orang. Di antara mereka, terdapat lima puluh orang wanita.”[24]
Mufadhal bin Umar menuturkan bahwa “Imam Shadiq as. pernah bersabda, ‘Akan ada tiga belas wanita yang menyertai Imam Mahdi.’ Ia bertanya, ‘Apa yang mereka lakukan dan apa peranannya?’ Beliau menjawab, ‘Mereka akan merawat orang-orang yang terluka dan merawat orang-orang yang sakit, sebagaimana mereka bersama Rasulullah Saw. pada dahulu kala.’ Ia kembali berkata, ‘Sebutkanlah nama tiga belas wanita itu!’ Beliau menyebutkan, ‘Qanwa binti Rasyid, Ummu Aiman, Hababah Walbiyah, Sumayyah ibu Ammar Yasir, Zubaidah, Ummu Khalid Ahmasiyah, Ummu Sa’id Hanafiyah, Shiyanah Masyithah, dan Ummu Khalid Jahniyah.’”[25]
Dalam kitab Montakhabul Bashair disebutkan dua orang wanita yang bernama Wutairah dan Ahbasyiyah; keduanya termasuk para pengikut Imam Mahdi af.[26] Sebagian riwayat yang lain, hanya menerangkan keberadaan para wanita di bawah kepemimpinan Imam Mahdi af. saja; tanpa menyebutkan jumlah mereka.
Biografi singkat para wanita mulia
Dalam riwayat Mufadhal bin Umar telah disebutkan dengan jelas bahwa jumlah para wanita yang menjadi pengikut Imam Mahdi af. adalah tiga belas orang. Tetapi di antara ketiga belas orang itu, hanya sembilan orang saja yang disebutkan nama dan keterangannya. Karena Imam Shadiq as. telah menyebutkan nama-nama sebagian dari mereka, hal ini membuat kita tertarik untuk mengkaji biografinya. Dengan demikian, kita akan menemukan jawaban tentang mengapa Imam menekankan keberadaan para wanita tersebut.Setiap orang dari mereka, memiliki keistimewaan masing-masing. Tetapi, mayoritas mereka menunjukkan kelayakan dirinya dalam berjihad melawan musuh-musuh Allah. Sebagian dari mereka, seperti Shiyanah, adalah ibu dari beberapa syahid, dan dia pun meninggalkan dunia dengan ke syahidan. Satu lagi di antara mereka, seperti Sumayah, adalah orang yang membela mati-matian agama, hingga ia menerima siksaan paling kejam yang menutup akhir hayatnya. Tokoh lainnya seperti Ummu Khalid, merelakan karunia kesehatan dan keselamatan dirinya, yang ia tebus dengan cacat fisik, demi menjaga Islam.
Sosok lain seperti Zubaidah, tidak silau oleh gemerlap harta benda duniawi. Semua itu, tidak menghalanginya untuk berpegang teguh pada Islam. Bahkan sebaliknya, ia menggunakan seluruh harta bendanya di jalan Allah. Ia menginfakkan hartanya membantu penyelenggaraan ibadah haji, yang merupakan rukun dan syiar penting agama. Beberapa wanita mulai yang lain, merawat para pemimpin umat Islam dan mendidik para putra-putri harapan dengan sebaik-baiknya. Mereka juga memiliki sisi spiritual yang sangat agung, sehingga sering dibicarakan banyak orang. Sebagian lagi, merupakan keluarga syuhada yang sempat menggendong, bahkan berbicara dengan mereka menjelang kesyahidannya.
Ya, mereka adalah para wanita penanggung duka yang telah menunjukkan dirinya, mampu untuk menjalankan tugas berat pemerintahan Islam.
1. Shiyanah
Dalam kitab Khasais Fathimiyah disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Imam Mahdi af., ada tiga belas wanita yang dihidupkan kembali untuk mengobati orang-orang yang terluka. Salah satu di antara mereka adalah Shiyanah. Ia adalah istri Hazqil dan penata rias putri Fir’aun. Suami Hazqil adalah anak pamannya Fir’aun dan penjaga harta bendanya. Menurut pernyataannya, Hazqil adalah orang yang beriman di antara keluarga Fir’aun dan telah mengimani Nabi pada jamannya, yaitu Nabi Musa as.[27]Rasulullah Saw. bersabda, “Pada malam Mi’raj, dalam perjalanan agung dari Mekah menuju Masjidul Aqsha, tiba-tiba aku mencium bau wangi yang sama sekali belum aku rasakan sebelumnya. Aku bertanya kepada Jibril mengenai aroma wangi ini. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah! Istri Hazqil mengimani Musa as. dan ia menyembunyikan keimanannya. Pekerjaannya adalah penata rias putri Fir’aun. Pada suatu hari, ketika ia tengah merias putri Fir’aun, secara tak sengaja sisir terjatuh dari tangannya. Seketika ia berkata, ‘Bismillah.’ Putri Fir’aun berkata, ‘Apakah engkau sedang memuji ayahku?’ Ia menjawab, ‘Tidak. Aku tengah memuji Dzat yang telah menciptakan ayahmu dan juga membinasakannya.’
“Putri Fir’aun bergegas pergi menuju ayahnya seraya berkata, ‘Seorang perempuan yang bekerja di rumah sebagai penata rias telah beriman kepada Musa.’ Fir’aun memerintahkan dia untuk datang ke hadapannya lalu bertanya, ‘Apakah engkau tidak mengakui keberadaanku sebagai tuhan?’ Shiyanah berkata, ‘Sama sekali tidak! Aku tidak akan melepaskan keimanan terhadap Tuhanku yang hakiki dan aku tidak akan menyembahmu!’ Fir’aun memerintahkan bawahannya untuk menyalakan api dan memanaskan tungku besar. Ketika tungku tersebut memerah, ia memerintahkan bawahannya untuk memasukkan anak-anak perempuan itu ke dalam tungku yang panas di hadapan kedua mata ibu mereka.
Ketika mereka hendak merebut bayi yang tengah menyusui di rangkulan Shiyanah, hampir saja ia mengucapkan berlepas diri dari agama Musa as. Tetapi, dengan izin Allah, bayi tersebut berbicara, ‘Bersabarlah wahai ibu! Sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran.’ Tak lama kemudian, mereka memasukkan wanita dan anaknya itu ke dalam tungku, lalu abunya ditebarkan di atas tanah ini. Sampai Hari Kiamat, bau harum ini akan selalu tercium dari tanah ini.’[28]
Inilah sosok salah seorang wanita yang akan dibangkitkan di akhir jaman, ia menjalankan tugas-tugasnya sebagai pengikut setia Imam Mahdi af.
2. Ummu Aiman
Namanya adalah Barkah. Ia adalah budak wanita milik Rasulullah Saw. yang diwarisi dari ayahnya; Abdullah. Pekerjaannya adalah merawat Rasulullah Saw.[29]Rasulullah Saw. selalu memanggilnya sebagai ibu. Beliau bersabda, “Ia adalah keluargaku yang tersisa.” Ia memiliki seorang anak dari suami pertamanya, yakni Ubad Khazraji, yang bernama Aiman. Aiman merupakan salah seorang muhajir dan pejuang yang telah gugur di medan perang Hunain.
Ketika Ummu Aiman menempuh perjalanan dari Mekah ke Madinah, ia kehausan. Tiba-tiba turun sebuah tempat air dari langit, lalu ia meminumnya. Sejak itu, ia tidak merasakan haus lagi.[30]
Pada saat Rasulullah Saw. meninggal dunia, ia sangat terpukul. Ketika ia ditanya mengapa menangis, ia menjawab, “Sungguh demi Allah. Aku tahu bahwa ia akan meninggal dunia. Tapi aku sedih, karena wahyu terputus.”[31]
Fathimah Zahra as. telah menjadikan Ummu Aiman sebagai saksi mengenai perkara kepemilikan tanah Fadak. Dan Akhirnya ia meninggal dunia di jaman kekhalifahan Utsman.
3. Zubaidah
Ia adalah istri Harun Ar-Rasyid, dan ia pemeluk Syiah. Ketika Harun mengetahui kepercayaan istrinya, ia bersumpah untuk mencerainya. Zubaidah senantiasa melakukan berbagai perbuatan baik dan terpuji. Ketika suatu hari, air di Mekah langka dan harga perkantungnya mencapai satu dinar emas. Ia membagikan air minum kepada para jemaah Haji dan juga memberikannya kepada penduduk Mekah. Dengan menggali gunung serta membuat saluran air, ia mengalirkan air dari luar haram menuju ke dalam haram, yang berjarak sekitar sepuluh mil. Zubaidah memiliki seratus budak wanita yang seluruhnya hafal al-Qur’an. Semuanya, bertugas membaca satu persepuluh Al-Qur’an. Suara bacaan al-Qur’an yang terdengar dari rumahnya, bagaikan suara kumpulan lebah.[32]4. Sumayyah, ibu Ammar Yasir
Ia adalah orang ke tujuh yang memeluk Islam. Karena itulah, ia harus menanggung siksaan terburuk. Pada saat Rasulullah Saw. melewati suatu tempat, di sana Ammar, ayah dan ibunya disiksa di bawah terik matahari di padang sahara Mekah yang sangat panas dan membakar, beliau bersabda, “Wahai keluarga Yasir! Bersabarlah … ketahuilah bahwa yang dijanjikan untuk kalian adalah surga.”Sumayyah meninggal dunia di tangan pembunuh keji, Abu Jahal, dan menjadi wanita pertama Islam yang gugur sebagai syahid. [33]
5. Ummu Khalid
Ketika gubernur Iraq, Yusuf bin Umar, membunuh Zaid bin Ali di kota Kufah, ia juga memotong tangan Ummu Khalid, karena menjadi pengikut Syiah dan mendukung perjuangan Zaid.Abu Bashir berkata, “Waktu itu aku berada di dekat Imam Shadiq as., lalu Ummu Khalid datang dengan keadaan tangan terpotong. Imam bersabda, ‘Wahai Abu Bashir! Apakah engkau ingin mendengarkan perkataan Ummu Khalid?’ Aku menjawab, ‘Ya, aku akan senang mendengarkannya.’ Ummu Khalid menghampiri Imam dan mengucapkan beberapa perkataan. Aku menyaksikannya sebagai orang yang berbicara dengan fasih, dan sopan santun. Lalu Imam membicarakan permasalahan wilayah dan baraah terhadap musuh, dengannya .…”[34]
6. Hababah Walbiyah
Syaikh Thusi menyebutkan bahwa Wababah Walbiyah termasuk dari para sahabat Imam Hasan, Imam Husain, Imam Sajad dan Imam Baqir as. Sebagian yang lain berpendapat bahwa ia adalah sahabat Imam Kedelapan, yakni sampai Imam Ridha as. Disebutkan pula bahwa Imam Ridha as. bersedia mengkafaninya dengan pakaian beliau sendiri. Ketika ia meninggal dunia, umurnya lebih dari 240 tahun. Ia pernah kembali menjadi muda sebanyak dua kali. Pertama dengan mukjizat Imam Sajad as., dan yang kedua dengan mukjizat Imam Ridha as. Delapan Imam Maksum as. memberikan tanda dengan cincin mereka pada batu yang selalu ia bawa.[35]Hababah Walbiyah berkata, “… Aku berkata kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as., ‘Semoga Allah merahmatimu. Katakanlah kepadaku apa dalil kepemimpinan (imamah)?’ Imam as menjawab, ‘Ambilkan batu kerikil itu!’ Aku pun mengambilkannya untuk beliau. Imam memberikan tanda pada batu kerikil itu. Ketika beliau melakukan hal tersebut, beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Hababah, setiap orang yang mengaku sebagai imam dan mampu melakukan apa yang telah aku lakukan, maka ia adalah imam yang wajib diikuti. Imam adalah orang yang mengetahui apa pun yang diinginkan.’
“Aku melanjutkan perjuangan hingga Imam Ali as akhirnya meninggal dunia. Aku mendatangi Imam Hasan as. yang pada waktu itu menempati posisi Imam Ali as. dan orang-orang di sekitarnya sibuk menanyakan berbagai macam permasalahan. Ketika melihatku, beliau bersabda, ‘Wahai Hababah Walbiyah!’ Aku pun menyahut, ‘Ya, wahai tuanku.’ Beliau bersabda, ‘Berikan kepadaku apa yang engkau bawa!’ Aku memberikan batu kecil tersebut kepada beliau. Lalu beliau melakukan hal yang sama terhadap batu tersebut, sehingga suatu tanda yang ada pada cincinya membekas pada batu tersebut.
“Kemudian aku mendatangi Imam Husain as. yang waktu itu tengah berada di Masjid Rasulullah Saw. Ia memanggilku dan mengucapkan selamat datang kepadaku, lalu berkata, ‘Dalil yang engkau inginkan ada padaku. Benarkah engkau menginginkan tanda kepemimpinanku?’ Aku menjawab, ‘Ya. Aku aku mengharapkannya.’ Beliau berkata, ‘Berikan kepadaku apa yang engkau bawa.’ Aku memberikan batu kecil yang aku bawa, lalu beliau memberikan tanda pada batu itu dengan cincinnya.
“Setelah Imam Husain as, aku mendatangi Imam Sajjad as. Waktu itu aku tua sekali dan umurku telah mencapai seratus tiga belas tahun. Beliau sibuk melakukan rukuk dan sujud, serta tidak perhatian denganku. Ketika itu, aku hampir putus asa untuk mendapatkan tanda kepemimpinan beliau. Tak lama kemudian, ia menunjukku dengan jari telunjuknya. Dengan isyarat tangan tersebut, aku kembali muda. Aku bertanya, ‘Wahai pemimpinku, seberapa lama dunia ini telah menghabiskan umurnya dan tinggal berapa lama lagi usianya?’ Beliau menjawab, ‘Mengenai masa lalu, ya. Sedangkan mengenai masa depan, tidak.’ Yakni, kami hanya mengetahui masa lalu, dan apa yang akan datang adalah hal yang ghaib, selain Allah tidak ada yang mengetahuinya dan tidak ada benarnya untuk kami katakan.
“Kemudian beliau bersabda, ‘Berikan apa yang engkau bawa.’ Aku memberikan batu kecil itu kepadanya, lalu beliau melakukan hal yang sama dilakukan para Imam sebelumnya. Setelah beberapa lama, aku bertemu dengan Imam Baqir as., lalu beliau pun memberikan tanda pada batu kecil itu. Kemudian aku bertemu dengan Imam Shadiq as. dan beliau pun melakukan hal yang sama. Begitu juga yang dilakukan Imam Musa as., ketika aku menemuinya. Seetelah itu aku bertemu dengan Imam Ridha as. dan beliau juga melakukan sebagaimana para Imam sebelumnya.” Setelah itu, Hababah hanya hidup selama sembilan bulan.[36]
7. Qanwa binti Rasyid
Meski pribadi wanita ini tidak dibicarakan dalam berbagai kitab sejarah; baik dari kalangan Syiah maupun Ahli Sunnah–dengan kata lain, biografi wanita ini muhmal[37]—namun dengan melihat ketabahan ketika ayahnya ditawan dan dibunuh oleh ibnu Ziyad, kita dapat memahami betapa teguhnya keyakinan wanita ini. Ia memiliki kecintaan yang sangat besar terhadap Islam dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.Abu Hayyan Bajali berkata, “Aku pernah bertanya kepada Qanwa binti Rasyid, ‘Hadis atau riwayat apakah yang telah engkau dengar dari ayahmu?’ Ia menjawab, ‘Ayahku menukil ucapan Imam Ali as., ‘Wahai Rasyid! Bagaimana kesabaranmu ketika anak angkat bani Umayah (Ibnu Ziyad) akan memanggilmu, lalu memotong kedua tangan dan kakimu serta lidahmu?’ Aku menjawab: ‘Apakah surga akan menjadi bagianku …?’ Beliau menjawab, ‘Wahai Rasyid! Engkau selalu bersamaku di dunia dan di akherat.’
Qanwa berkata, ‘Demi Allah, suatu hari Ibnu Ziyad memanggil ayahku. Lalu ia menyuruhnya membenci Imam Ali as. Tetapi, ia tidak mematuhinya. Ibnu Ziyad berkata, ‘Bagaimana Ali menceritakan seperti apa engkau akan mati?’ Ayahku menjawab, Kekasihku, Imam Ali, pernah bercerita kepadaku bahwa pada suatu hari engkau akan menyuruhku untuk membencinya, tetapi aku tidak melakukannya. Lalu, engkau akan memotong kedua tangan dan kaki serta lidahku.’ Ibnu Ziyad berkata, ‘Aku bersumpah akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah diperkirakan Ali sebelumnya terhadapmu.’ Maka pada waktu itu juga, ia memerintahkan bawahannya memotong kedua tangan dan kakinya, lalu membiarkan lidahnya.’ Qanwa berkata, ‘Aku menggendong ayahku dan di jalan aku berkata, ‘Wahai ayahku! Apakah engkau merasakan sakit dan siksaan?’ Ia berkata, ‘Tidak. Aku hanya sedikit bersedih dari tekanan masyarakat kepadaku.’ Ketika aku menggendong ayahku keluar dari istana Ibnu Ziyad, orang-orang mengerumuni ayahku. Ayahku memanfaatkan kesempatan itu, lalu berkata, ‘Ambillah pena dan kertas, supaya aku dapat menyampaikan hadis untuk kalian.’ Ketika apa yang sedang dilakukan oleh ayahku diketahui oleh Ibnu Ziyad, ia memerintahkan bawahannya untuk memotong lidah ayahku. Lalu, pada malam harinya ayahku menjemput kesyahidan.”[38]
Peranan Para Wanita di Jaman Nabi Saw
Telah disebutkan bahwa peranan para wanita di jaman Imam Mahdi af. kelak sama seperti peranan para wanita di jaman Rasulullah Saw. Maka, ada baiknya jika kita menilik peranan mereka di jaman Rasulullah Saw. Dalam berbagai riwayat dijelaskan bahwa mereka bekerja mengobati orang-orang yang terluka serta merawat orang-orang yang sakit. Tampaknya tugas ini hanyalah beberapa contoh saja dari peranan mereka di jaman Nabi. Karena, mereka juga memiliki aktivitas lainnya yang juga akan dijalankan oleh para wanita di jaman Imam Mahdi af. nanti. Imam Shadiq as. bersabda, “Pada jaman Imam Mahdi af, para wanita akan menjalankan berbagai tugas yang telah dilakukan di jaman Rasulullah Saw.”Dalam berbagai peperangan di jaman Nabi Saw, para wanita melakukan berbagai tugas, seperti mengirimkan makanan kepada para prajurit Islam, memasak makanan, menjaga perangkat perang para prajurit, menyiapkan obat-obatan, mengirimkan bahan-bahan pokok, merawat dan memperbaiki persenjataan, memindahkan para korban perang, ikut serta dalam peperangan pertahanan, memberikan semangat kepada para prajurit untuk maju ke medan perang, memberikan semangat dalam pertempuran … dan lain sebagainya.
Karena Imam Shadiq as. telah menyerupakan para wanita pengikut Imam Mahdi af. di akhir jaman, seperti para wanita di jaman Rasulullah Saw., maka ada baiknya kita membahas aktivitas yang dilakukan para wanita di jaman beliau. Beberapa wanita yang pernah melakukan pekerjaan mulia itu adalah:
- Ummu Athiyah. Ia pernah ikut serta dalam tujuh peperangan. Ia juga sering mengobati orang-orang yang terluka.[39] Ummu Athiyah pernah berkata, “Salah satu tugasku adalah menjaga perangkat perang para prajurit.”[40]
- Ummu A’marah (Nasibah). Keberaniaannya yang sangat menakjubkan di perang Uhud membuat Rasulullah Saw. selalu memujinya.[41]
- Ummu Abiyah. Ia adalah salah satu dari enam wanita yang pernah berangkat menuju benteng Khaibar. Rasulullah Saw. bertanya kepada mereka, “Atas perintah siapa kalian datang ke sini?” Ummu Abiyah berkata, “Karena kami melihat kemarahan yang nampak di wajah beliau, kami berkata: ‘Kami datang dengan membawa obat-obatan untuk mengobati orang-orang yang terluka.’ Lalu Rasulullah Saw. mengizinkan kami untuk tinggal di sana. Ummu Abiyah juga mengatakan, “Pekerjaan kami adalah mengobati orang-orang yang terluka dan menyiapkan makanan.”
- Ummu Aiman. Ia aktif mengobati orang-orang yang terluka dalam peperangan.[42]
- Hamannah. Ia bertugas mengantarkan air kepada orang-orang yang terluka lalu mengobati mereka. Ia telah kehilangan suami, dan saudaranya dalam medan pertempuran.[43]
- Rabi’ah putri Ma’udz. Ia selalu mengobati orang-orang yang terluka.[44] Ia berkata, “Kami pergi ke medan perang bersama Rasulullah Saw. dan kami memindahkan para korban perang ke Madinah.”
- Ummu Ziyad. Ia adalah salah seorang dari enam wanita yang pernah ikut serta dalam perang Khaibar.[45]
- Ummayah binti Qais. Ia memeluk Islam setelah peristiwa hijrah. Ia berkata, “Aku bersama beberapa wanita Bani Gaffar mendatangi Rasulullah Saw. dan kami berkata, “Kami bersedia untuk membantu Anda dan pergi ke Khaibar untuk mengobati orang-orang yang terluka.” Kemudian dengan gembira Rasulullah Saw. bersabda, “Berangkatlah! Semoga Allah membantu kalian.”[46]
- Layla Ghifariyah. Ia mengatakan, “Dahulu aku sering pergi ke medan perang bersama Rasulullah Saw. dan di sana aku mengobati orang-orang yang terluka.”[47]
- Ummu Sulaim. Ia mengantarkan air untuk para prajurit di perang Uhud. Meskipun dalam keadaan hamil, ia tetap ikut dalam perang Hunain.[48]
- Mu’adzah Ghifariyah. Ia merawat orang-orang yang sakit dan mengobati orang-orang yang terluka.[49]
- Ummu Sanan Aslamiyah. Ketika ingin berangkat ke perang Khaibar, ia berkata kepada Rasulullah Saw., “Aku ingin pergi bersamamu dan mengobati orang-orang yang terluka di medan perang serta membantu para pejuang. Aku akan menjaga perangkat perang mereka dan mengantarkan air untuk mereka.” Rasulullah Saw bersabda: “Baiklah. Pergilah bersama istriku, Ummu Salamah.”[50]
- Fatimah Zahra as. Muhammad bin Musalamah berkata, “Pada peristiwa perang Uhud, para wanita bertugas mencari air. Fatimah as. juga bersama mereka.[51] Para wanita memikul makanan di punggungnya, lalu mengobati orang-orang yang terluka dan memberikan air kepada mereka.”[52]
- Ummu Sulaith. Umar bin Khattab berkata, “Ummu Sulaith sering membawakan air untuk kami di perang Uhud dan ia juga memperbaiki peralatan perang.”[53]
- Nasibah. Ia pernah ikut serta dalam perang Uhud bersama suami dan kedua anaknya. Ia membawa air lalu memberikannya kepada para pejuang. Ketika perang menjadi semakin sengit, ia pun ikut berperang, sampai menanggung dua belas luka sayatan pedang.[54]
- Anisah. Pada peristiwa perang Uhud, ia menghampiri Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah! Anakku, Abdullah bin Salamah, adalah pejuangmu di perang Badar dan kini ia telah gugur di perang Uhud. Aku ingin membawanya ke Madinah, lalu aku memakamkannya di sana supaya dekat dengan rumahku, sehingga aku dapat merasa tenang dengannya.” Rasulullah Saw. mengizinkannya. Ia membawa jenazah anaknya bersama satu lagi pria yang syahid, bernama Majdar bin Ziyad lalu melilitnya dengan suatu kain. Ia membawa mereka berdua ke Madinah dengan unta.[55]
Pada jaman pemerintahan Imam Mahdi af. maupun sebelumnya, para wanita melakukan peran lainnya seperti: menyadarkan umat manusia akan bahaya Dajal.
Abu Sa’id Khudri berkata, “Setiap kali Dajal berniat menuju ke suatu tempat, sebelum ia sampai ke sana, seorang perempuan yang bernama Luaibah (Thayibah) datang ke tempat tersebut terlebih dahulu. Lalu berkata, ‘Dajal sedang mendatangi kalian! Jauhilah dia dan berhati-hatilah terhadap akibat perbuatannya!’”[56]
[1] Itsbatul Hudat, hal. 496; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 279.
[2] Thusi, Ghaibah, hal. 274; Kasyful Ghummah, jil. 3, hal. 252; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 290.
[3] Kamaluddin, jil. 2, hal. 653; Thusi, Ghaibah, hal. 274; At Tahdzib, jil. 4, hal. 333; Maladzul Akhbar, jil. 7, hal. 174; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 285.
[4] Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 285.
[5] At Tahdzib, jil. 4, hal. 300; Ibnu Thawus, Iqbal, hal. 558; Kharaij, jil. 3, hal. 1159; Wasailus Syi’ah, jil 7, hal. 338; Biharul Anwar, jil. 98, hal. 34; Maladzul Akhyar, jil. 7, hal. 116.
[6] Thusi, Ghaibah, hal. 274; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 290.
[7] Al Mazhabul Bari’, jil. 1, hal. 194; Khatun Abadi, Arba’in, hal. 187; Wasailus Syia’ah, jil. 5, hal. 228; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 571; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 208.
[8] Al-Hawi lil Fatawa, jil. 2, hal. 68; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 324.
[9] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 95, Aqdud Durar, hal. 145; Safarini, Lawaih, jil. 2, hal. 11; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 64; Shiratul Mustaqim, jil. 2, hal. 262.
[10] Imam Baqir as. berkata kepada Abu Hamzah, “Seakan-akan aku melihat Qaim
Ahlul Baitku yang sedang memasuki Najaf. Ketika ia sampai di tempat
tertinggi di Najaf, ia mulai mengibarkan bendera Rasulullah Saw. Ketika
bendera tersebut telah dikibarkan, turunlah para malaikat yang pernah
mendampingi Rasulullah Saw. dalam perang Badar.” Ayyashi, Tafsir, jil. 1, hal. 103; Nu’mani, Ghaibah, hal. 308; Kamaluddin, jil. 2, hal. 672; Tafsir Burhan, jil. 1, hal. 209; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 326.
[11] Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 582; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 305.
[12] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 98; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 68; Al Qaulul Mukhtasar, hal. 24; Yanabi’ul Mawaddah, hal. 435; As Syi’ah wa Ar-Raj’ah, jil. 1, hal. 210.
[13] Aqdud Durar, hal. 84 dan 149; Al Bayan, hal. 118; Hakim, Mustadrak, jil. 4, hal. 431; Ad Dur Al Mantsur, jil. 6, hal. 50; Nurul Absar, hal. 170; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 142; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 150.
[14] Al-Hawi lil Fatawa, jil. 2, hal. 68; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 324.
[15] Kharaij, jil. 3, hal. 1169; Thusi, Ghaibah, hal. 368.
[16] Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 530.
[17] Aqdud Durar, jalaman 167.
[18] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 95; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 64; Al Fatawa Al Hadisah, hal. 31; Al Qaulul Mukhtasar, hal. 23.
[19] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 83; Al Hawi lil Fatawa, jil. 2, hal. 67; Muttaqi Hindi, Burhan, hal. 118; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 64.
[20] Qurtubi, Mukhtasar Tadzkirah, hal. 128; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 260.
[21] Musnad Ahmad, jil. 2, hal. 76; Firdausul Akhbar, jil. 5, hal. 424; Majma’uz Zawaid, jil. 7, hal. 15.
[22] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 151.
[23] Firdausul Akhbar, jil. 5, hal. 515; Kanzul Ummal, jil. 14, hal. 338; At Tashrih, hal. 254.
[24] Ayashi, Tafsir, jil. 1, hal. 65; Nu’mani, Ghaibah, hal. 279.
[25] Dalailul Imamah, hal. 259; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 75.
[26] Bayanul A’imah, jil. 3, hal. 338.
[27] Rayahin As Syari’ah, jil. 5, hal. 153; Khasais Fathimiyah, hal. 343.
[28] Minhajud Dumu’, hal. 93.
[29] Tarikh Thabari, jil. 2, hal. 7; Halabi, Sirah, jil. 1, hal. 59.
[30] Abdur Razzaq, Mushannif, jil. 4, hal. 309; Al Ishabah, jil. 4, hal. 432.
[31] Tanqihul Maqam, jil. 3, hal. 70.
[32] Ibid, hal. 78.
[33] Usud Ghabah, jil. 5, hal. 481.
[34] Mu’jamu Riijal Al-Hadis, jil. 14, hal. 23, 108, dan 176; Rayahinus Syari’ah, jil. 3, hal. 281.
[35] Tanqihul Maqal, jil. 23, hal. 75.
[36] Kafi, jil. 1, hal. 346; Tanqihul Maqal, jil. 3, hal. 75 (cetakan lama).
[37] A’yanus Syi’ah, 32, hal. 6.
[38] Ikhtiyar Ma’rifat Rijal, hal. 75; Syarhu Hal Rasyid; Tanqihul Maqal, jil. 1, hal. 431 dan jil. 3, hal. 82; Mu’jam Rijalul Hadis, jil. 7, hal. 190; A’yanus Syi’ah, jil. 32, hal. 6; Safinatul Bihar, jil. 2, hal. 522; Rayahinus Syari’ah, jil. 5, hal. 40.
[39] Ibnu Awanah, Musnad, jil. 4, hal. 331.
[40] Waqidi, Maghazi, jil. 1, hal. 270.
[41] Kanzul Ummal, jil. 4, hal. 340.
[42] Al-Ishabah, jil. 4, hal. 433.
[43] Ibnu Sa’ad; Thabaqat, jil. 8, hal. 241.
[44] Usud Ghabah, jil. 5, hal. 451; Shahih Bukhari, jil. 14, hal. 168.
[45] Al-Ishabah, jil. 4, hal. 444.
[46] Usud Ghabah, jil. 5, hal. 405.
[47] Naqshe Zanan dar Jang, hal. 22.
[48] Ibnu Sa’ad, Al-Thabaqat, jil. 8, hal. 425.
[49] A’lamun Nisa’, jil. 5, hal. 61.
[50] Rayahinus Syari’ah, jil. 3, hal. 410.
[51] Waqidi, Maghazi, jil. 1, hal. 249.
[52] Waqidi, Maghazi, jil. 1, hal. 249.
[53] Shahih Bukhari, jil. 12, hal. 153.
[54] Waqidi, Maghazi, jil. 1, hal. 268.
[55] Usud Ghabah, jil. 5, hal. 406; Rujuk pula: Hujjatul Islam Muhammad Thabasi, Naqshe Zanan.
[56] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 151; Kanzul Ummal, jil. 14, hal. 602.
Post a Comment
mohon gunakan email