Pesan Rahbar

Home » , , , , » Secercah harapan di akhir jaman

Secercah harapan di akhir jaman

Written By Unknown on Saturday, 12 July 2014 | 02:38:00


Pada beberapa pembahasan yang lalu, kita telah menyimak berbagai riwayat yang menggambarkan kondisi dunia sebelum kemunculan Imam Mahdi af. Di satu sisi, berbagai riwayat itu melaporkan kehancuran dan malapetaka bagi umat manusia di akhir jaman, yang menuai rasa pesimis bagi umat manusia. Namun di sisi lain, terdapat beberapa riwayat yang menyulut obor penerang dan secercah harapan, bagi para pengikut kebenaran dan orang-orang yang beriman.

Sebagian dari riwayat ini bercerita tentang adanya orang-orang yang beriman. Dunia tak sekejap mata pun kosong dari mereka. Pada masa sebelum kemunculan Imam mahdi af., mereka tersebar di segala penjuru dunia  dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

Beberapa riwayat, menjelaskan peran para ulama Islam pada jaman keghaiban. Dalam riwayat-riwayat tersebut, mereka diperkenalkan sebagai para penjaga agama. Menurut sebagian riwayat dari para Maksum as., terdapat penjelasan tentang peranan kota Qom sebelum kemunculan Imam Mahdi af. Selain itu, terdapat beberapa riwayat yang menggambarkan peran aktif orang-orang Iran sebelum dan sesudah Imam Mahdi af. muncul.

A. Mukmin Sejati.

Terkadang kita menemukan beberapa riwayat yang menepis berbagai prasangka bahwa di akhir jaman kelak, bumi akan kosong dari keberadaan orang-orang yang beriman. Para Imam menepis sangkaan demikian dan memberitakan adanya sekelompok orang-orang yang beriman pada setiap jaman.

Zaid Zarra’ menuturkan bahwa ia berkata kepada Imam Shadiq as., ‘Aku takut tidak termasuk orang-orang yang beriman.’ Imam bertanya, ‘Mengapa kamu berpikiran seperti itu?’ Ia menjawab, ‘Karena menurutku, tidak ada seorang pun di antara kami yang mendahulukan saudaranya dari uang. Namun, justru kami mendahulukan uang dari pada saudara seiman.’ Imam bersabda, ‘Itu tidak benar, kalian adalah orang-orang yang beriman. Tetapi, iman kalian tidak akan sempurna sebelum Al-Mahdi af. muncul dan menyempurnakan akal kalian ketika itu, sehingga kalian menjadi orang-orang beriman yang sempurna. Demi Allah yang nyawaku berada tangan-Nya, di dunia ini pasti ada orang-orang yang menganggap dunia, tidak lebih berharga dari sayap lalat.’”[1]

B. Peranan Ulama Syiah.

Ketika tirai kebodohan dan kegelapan telah menyelimuti pandangan umat manusia pada setiap jaman. Maka, ulama pada masa itulah yang mengemban tugas, dengan menyingkirkan tirai kebodohan dan kegelapan tersebut. Dari beberapa riwayat, kita dapat memahami bahwa ulama di akhir jaman pun menjalankan peran mulia ini.

Imam Ali Hadi as. bersabda, “Jika di jaman keghaiban Imam Mahdi af. tidak ada ulama yang membimbing umat Islam, tidak membela serta melindungi agamanya, tidak membebaskan pengikut agama ini dari cengkraman tipu setan lalu menyelamatkan mereka dari para musuh. Niscaya, tak seorang pun yang tetap dalam agamanya dan semuanya akan murtad. Tapi, tetap ada orang-orang yang membimbing hati para pecinta kebenaran yang lemah dan menjaganya, dengan kekauatan yang ada ditangannya. Laksana nahkoda sebuah kapal yang mengatur laju kapal tersebut. Maka, mereka adalah orang yang memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah.”[2]

Mengenai orang-orang yang menghidupkan agama pada setiap jaman, Rasulullah Saw. bersabda: “Allah Swt. akan menghidupkan seseorang pada setiap permulaan setiap kurun bagi umat Islam, untuk menghidupkan agamanya.”[3]

Dua riwayat itu, di samping berbagai riwayat sejenisnya, dengan jelas menerangkan peran aktif para ulama pada masa keghaiban. Selain itu, mereka juga berperan dalam melemahkan tipu daya setan dan menghidupkan agama Allah.

Pada masa kini, sudah cukup jelas untuk menetapkan pentingnya peranan ulama Islam. Karena, sosok Imam Khomaini adalah salah seorang ulama yang telah melenyapkan berbagai tipu daya musuh-musuh Allah di jaman ini; kiprahnya telah diketahui semua orang.
Tidak diragukan lagi, sebenarnya kemuliaan yang diraih Islam dan kaum muslimin kini adalah berkat Revolusi Islam Iran dengan bapak pendirinya Imam Khomaini.

C. Peranan Qom di Akhir Jaman.

Ketika umat manusia telah terjangkiti wabah kebatilan dan kesesatan, masih ada saja secercah harapan bagi orang-orang yang senantiasa memegang bendera cahaya di hati dalam kegelapan. Kota Qom pada akhir jaman, menjadi salah satu tempat yang mengambil peran penting tersebut.
Banyak sekali riwayat yang memuji kota suci ini dan juga orang-orang bermukim di sana, yang telah mereguk air telaga hikmah ajaran suci Ahlul Bait serta menyebarkannya.

Berbagai riwayat di bawah ini menunjukkan peranan penting kota Qom dalam menciptakan perubahan pola pikir umat manusia sedunia di akhir jaman kelak. Sebagaimana yang dapat kita rasakan sendiri saat ini.
Para Imam maksum as. pernah menyampaikan berbagai hadis mengenai peranan kota ini di akhir jaman nanti, dalam melakukan berbagai gerakan kultural pada jaman keghaiban Imam Jaman af. Disini, akan disebutkan beberapa diantaranya sebagai berikut:

Qom: Tanah Suci Ahlul Bait.

Menurut beberapa riwayat yang sampai ke tangan kita, Qom dan penghuninya adalah simbol dan model kecintaan dan wilayah terhadap Ahlul Bait. Maka, siapa pun yang menyatakan dirinya sebagai pecinta Ahlul Bait disebutnya sebagai qomi.

Sekelompok orang mendatangi Imam Shadiq as. seraya berkata, “Kami adalah penduduk kota Ray.” Lalu, Imam bersabda, “Bagus, wahai saudara-saudaraku dari Qom!” Mereka berulang kali mengatakan ucapan yang sama, “Kami datang dari Ray untuk bertemu denganmu.” Imam pun mengulangi ucapan pertamanya. Kemudian beliau kembali bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki tanah suci (haram), yaitu Mekah. Rasulullah juga memilikinya, yaitu di Madinah. Kufah adalah haram Imam Ali. Sedangkan tanah suci kami (Ahlul Bait) adalah Qom. Tak lama lagi, salah satu wanita dari keturunan kami yang bernama Fathimah akan dimakamkan di sana. Barang siapa menziarahinya (dengan pengetahuan dan kecintaan), maka surga wajib untuknya.”

Sang perawi menuturkan, “Imam Shadiq as. mengucapkan perkataan ini, padahal Imam Musa as. waktu itu masih belum lahir.”[4]

Shafwan berkata, “Pada suatu hari, aku tengah berada di dekat Abul Hasan (Imam Kadzim as.). Perbincangan kami sampai pada perbahasan orang-orang Qom dan kecintaan mereka terhadap Imam Mahdi af. Lalu Imam Ketujuh ini kembali bersabda, “Semoga Allah merahmati dan meridhai mereka hingga berlanjut terus menerus. Sesungguhnya surga memiliki tujuh pintu, salah satu pintu tersebut untuk orang-orang Qom. Dari berbagai negara dan kota-kota yang ada, penduduk kota Qom adalah pengikut dan pecinta kami yang terbaik. Allah telah menjadikan kecintaan dan keteguhan kepada kami menyatu dengan diri mereka.”[5]

Dari riwayat di atas kita dapat memahami bahwa Imam menganggap kota Qom sebagai pusat para pecinta Ahlul Bait dan Imam Mahdi af. Mungkin yang dimaksud salah satu pintu surga telah dikhususkan untuk penduduk Qom, adalah Babul Mujahidin atau Babul Akhyar. Sebagaimana beberapa riwayat yang lainnya menyebut orang-orang Qom sebagai orang-orang yang baik (Akhyar).

Qom: Sebagai Hujjah bagi yang lain.

Di setiap jaman, Allah memiliki hamba-hamba khusus yang menjadi hujjah bagi selainnya. Karena, mereka selalu melangkahkan kakinya di jalan Allah, dan selalu berjihad demi mengangkat kalimat Allah. Maka Allah Swt. yang menjadi penolong dan pelindung mereka dari bahaya musuh. Pada jaman keghaiban Imam Mahdi af, orang-orang Qom merupakan hujjah bagi orang-orang yang lain.

Imam Shadiq as. bersabda, “Musibah dan bencana berada jauh dari Qom dan penduduknya. Dan akan datang suatu masa dimana penduduk Qom menjadi hujjah bagi orang yang lain. Masa itu adalah hari-hari keghaiban Imam Mahdi af. yang terus berlanjut sampai kemunculannya. Jika tidak demikian, niscaya bumi akan menelan penduduknya. Sungguh para malaikat akan menjauhkan bala dan bencana dari Qom dan penduduknya. Tidak ada satu pun penguasa zalim yang bertujuan untuk menghancurkan Qom kecuali Allah akan mematahkan pinggangnya lalu menimpakan bencana kepadanya, baik berupa penyakit atau musuh-musuh yang memerangi mereka. Allah akan melenyapkan nama Qom dan penduduknya dari pikiran para penguasa yang zalim, sebagaimana mereka telah menghapus nama Allah dari pikiran mereka sendiri.”[6]

Pusat Penyebaran Kebudayaan Islam.

Dalam riwayat disebutkan bahwa selama masa keghiban, Qom menjadi pusat penyebaran dan dakwah ajaran-ajaran Islam kepada kaum mustadh’afin di penjuru dunia,  sedangkan ulamanya merupakan hujjah bagi seluruh penduduk dunia.

Dalam hal ini, Imam Shadiq as. berkata, “Tak lama lagi, Kufah akan kosong dari orang-orang yang beriman. Ilmu serta hikmah lenyap di sana, bagaikan ular yang terbelit di suatu sudut, ilmu dan hikmah tersebut menjadi terbatas. Namun, ilmu dan hikmah tersebut akan menyembur keluar dari sebuah kota yang disebut dengan Qom, lalu kota tersebut menjadi pusat ilmu pengetahuan dan sumber hikmah serta kesempurnaan, sehingga tiada seorang pun mustadh’af (tidak mengetahui kebenaran Islam) yang hidup di muka bumi melainkan memahami agama yang benar, meskipun para wanita yang hidup di gurun dan sahara. Ketika itu, adalah waktu yang sudah dekat dengan kemunculan Qaim (Imam Mahdi af.).

“Allah menjadikan Qom dan penduduknya sebagai pengganti Imam Mahdi af. (sebelum ia muncul). Jika tidak, niscaya bumi akan menelan penduduknya dan tidak ada hujjah yang tersisa di muka bumi. Oleh karenanya, ilmu dan hikmah mengalir dari Qom ke barat dunia dan juga ke timur. Kemudian hujjah menjadi sempurna bagi umat manusia. Karena pada waktu itu, tak seorang pun yang tidak pernah mendengar kebenaran dan agama yang benar. Maka, muncullah Qaim (af.) yang akan mengazab orang-orang kafir dengan tangannya. Karena, sesungguhnya Allah tidak akan mengazab umat manusia, kecuali hujjah telah sempurna bagi mereka.”[7]

Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Jika orang-orang Qom sudah tidak ada, maka agama akan binasa.”[8]

Garis Pemikiran Ulama Qom yang Dibenarkan Imam.

Berdasarkan penjelasan beberapa riwayat, kita memahami bahwa para Imam telah membenarkan jalur dan pola pikir para ulama Qom.

Mengenai hal ini, Imam Shadiq as. bersabda, “Terdapat malaikat yang mengepakkan kedua sayapnya di atas kota Qom. Tak akan ada satu pun penguasa zalim yang berniat buruk terhadapnya kecuali Allah menjadikan mereka seperti garam yang larut dalam air.”

Kemudian Imam mengisyaratkan tangannya kepada Isa bin Abdullah Qomi, lalu bersabda, “Salam Allah bagi Qom! Tuhan semesta alam akan mengenyangkan penduduknya dengan air hujan dan Ia akan menurunkan berkah-Nya melalu air hujan tersebut, lalu merubah dosa-dosa mereka menjadi kebaikan. mereka ahli ibadah, yang menunaikan rukuk, sujud, qiyam dan qu’ud. Mereka pun faqih dan ilmuwan yang cakap. Mereka adalah ahli dirayah, riwayat, hikmah, dan merupakan hamba-hamba Allah yang baik.”[9]

Pada suatu hari ada seseorang lelaki yang bertanya kepada beliau, “Aku ingin bertanya kepadamu mengenai sesuatu yang belum pernah ditanyakan oleh orang lain sebelumku dan tidak akan ditanyakan oleh orang lain setelahku.” Imam berkata, “Mungkin engkau ingin bertanya mengenai Hari Kebangkitan.”
Ia menjawab, “Ya, benar, demi Allah yang telah mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.”

Imam menjawab, “Dibangkitkannya semua orang adalah menuju Baitul Maqdis, kecuali orang-orang yang meninggal di suatu tanah yang disebut dengan Qom dan pengampunan Ilahi akan mencakup mereka semua.”
Orang itu membungkuk dan berkata, “Wahai putra Rasulullah! Apakah hal ini khusus untuk penduduk Qom?” Imam Menjawab, “Ya, untuk mereka dan orang-orang yang memiliki akidah yang sama dengan mereka dan mengatakan apa yang mereka katakan.”[10]

Para Prajurit Imam Mahdi af.

Salah satu poros pembahasan yang menarik adalah penjelasan berbagai riwayat tentang orang-orang Qom yang disebut sebagai kaum yang kelak akan membantu Imam Mahdi af dan bangkit merebut hak Ahlul Bait.
Afan Bashri menuturkan bahwa Imam Shadiq as. bersabda kepadanya, “Tahukah engkau kenapa Qom disebut sebagai Qom?’ Ia menjawab, ‘Allah, Rasul-Nya dan engkau lebih mengetahuinya.’ Beliau menjawab, ‘Tempat itu disebut dengan Qom, karena penduduknya kelak akan bangkit memerangi kebatilan bersama Qaim ali Muhammad (Imam Mahdi af). Dengan jalan ini, mereka menunjukkan kegigihan dirinya dalam menolong beliau (af).’”[11]

Imam Shadiq as. dalam kesempatan lain juga pernah bersabda, “Tanah Qom adalah tanah suci. Penduduknya adalah dari kami (pecinta kami) dan kami adalah dari mereka. Tak seorang pun penguasa zalim yang berniat buruk terhadapnya, kecuali Allah mempercepat azab bagi mereka. Hal tersebut akan terus seperti itu kecuali jika mereka mengkhianati saudaranya sendiri. Jika mereka seperti itu, Allah akan menjadikan penguasa zalim yang keji berkuasa terhadap mereka. Tetapi sesungguhnya penduduk Qom adalah para prajurit Qaim dan para penyeru hak-hak kami.”

Tak lama kemudian, Imam menghadapkan wajahnya ke langit lalu berdoa seperti ini, “Ya Allah! Jagalah mereka dari segala fitnah dan selamatkan mereka dari segala kebinasaan.”[12]

Persia: Negri Imam Jaman.

Riwayat mengenai Qom telah dijelaskan. Paling tidak, hal ini memperjelas peran orang-orang Iran di muka bumi, sebelum dan menjelang kemunculan Imam Mahdi af. Namun, ketika kita meneliti berbagai riwayat maksumin as. lebih jauh, maka kita akan mendapati perhatian Imam as. yang lebih terhadap Iran dan masyarakatnya. Dalam berbagai kesempatan, dijelaskan berbagai peranan orang-orang Iran dalam mempertahankan agama serta mempersiapkan dunia demi menyambut kedatangan Imam Mahdi af.
Dalam pembahasan ini, hanya akan dibawakan beberapa riwayat yang mengungkapkan berbagai pujian para Imam terhadap orang-orang Iran:

Pujuan untuk bangsa Iran.

Ibnu Abbas berkata, “Suatu saat, kami tengah memperbincangkan bangsa Persia. Ketika itu, Rasulullah Saw. bersabda, ‘Penduduk Fars (orang-orang Iran) termasuk dari kami; Ahlul Bait.’”[13]

Ketika mawali dan orang-orang Ajam[14] dibicarakan, Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah, aku lebih percaya kepada mereka dari pada kalian.”[15]

Ibnu Abbas berkata, “Ketika bendera-bendera hitam dikibarkan ke arah kalian, maka muliakanlah orang-orang Persia; karena mereka yang memegang pemerintahan kalian.”[16]

Suatu hari,  Asy’ats dengan nada protes berkata  kepada Imam Ali as., “Wahai Ali, mengapa orang-orang Ajam ini berkumpul di sekitarmu dan mendahului kami?” Imam Ali as. marah dan menjawab, “Siapakah yang akan memaafkanku jika aku menuruti orang-orang seperti kalian? Apakah kalian memerintahkanku untuk menjauhkan mereka dariku? Tidak akan pernah! Aku tidak akan menjauhkan mereka dariku,[17] sehingga aku menjadi seperti orang-orang yang jahil. Demi Allah yang menumbuhkan biji-bijian dan menciptakan segalanya. Mereka akan mengembalikan kalian kepada agama Islam. Mereka akan berperang dengan kalian, sebagaimana kalian menghunuskan pedang untuk membuat mereka menjadi Muslim.”[18]

Kaum yang mempersiapkan kemunculan Imam Jaman.

Sebagian besar riwayat yang menerangkan berbagai peristiwa sebelum kemunculan Imam Mahdi af. dan para prajurit serta penolong beliau, seringkali membicarakan Iran dan orang-orang Iran dengan ungkapan yang bermacam-macam, seperti: Ahlul Fars, Ajam, Ahlu Khurasan, Ahlu Thalighan, Ahlu Ray, dan lain sebagainya.

Dengan menganalisis keseluruhan riwayat-riwayat tersebut, kita mengetahui bahwa sebelum kemunculan Imam Mahdi af., Iran akan menjadi sebuah negara dengan struktur kenegaraan Ilahi yang membela  para Imam Maksum as. dan berada di bawah pengawasan Imam Jaman af. Begitu pula penduduk negara ini, mereka memiliki peranan yang penting dalam kebangkitan Imam Mahdi af. Hal ini, akan kita kupas lebih jauh pada pembahasan “Kebangkitan Imam Mahdi af”. Di sini, hanya akan disebutkan beberapa riwayat saja.
Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang dari arah timur akan bangkit dan mempersiapkan kemunculan Imam Mahdi af.”[19]

Beliau juga bersabda, “Bendera-bendera berwarna hitam dari arah timur akan berkibar. Hati mereka kuat, laksana baja. Maka barang siapa melihat mereka hendaknya menghampiri lalu membaiatnya, meski harus berjalan melewati es untuk menuju ke sana.”[20]

Imam Baqir as. bersabda, “Seakan-akan aku melihat suatu kaum yang bangkit dari Timur dan menuntut haknya. Namun, hak tersebut tidak mereka peroleh. Kemudian mereka menuntut kembali, tetapi tetap tidak diberikan. Pada saat itulah, pedang-pedang dihunuskan dan dipikul di atas bahu. Kemudian musuh menerima permintaan mereka, namun mereka tidak menerimanya. Lalu mereka bangkit dan tidak memberikan hak kecuali kepada pemiliknya (shahib amr). Orang-orang yang mati diantara mereka adalah syahid. Jika aku hidup sejaman dengan mereka, niscaya aku akan menyiapkan diri untuk menjadi Shahib Amr ini.[21]

Imam Muhammad Baqir as. bersabda, “Para prajurit dan penolong Imam Mahdi af. berjumlah tiga ratus tiga belas orang yang berasal dari keturunan Ajam.”[22]

Meskipun Ajam merupakan sebuah istilah yang artinya adalah orang-orang non-Arab. Tetapi, dengan melihat riwayat-riwayat yang lain, akan didapati bahwa kebanyakan pasukan khusus Imam Mahdi tersebut adalah orang-orang Iran.

Rasulullah Saw. bersabda, “Tak lama lagi akan datang suatu kaum setelah kalian, bumi berada di bawah kaki-kakinya. Mereka mampu melakukan Thayul Ardh dan pintu-pintu dunia terbuka bagi mereka lalu orang-orang Fars baik laki-laki maupun perempuan berkhidmat kepada mereka. Bumi berada di bawah kekuasaan mereka. Jika setiap orang di antara mereka ingin menempuh jarak dari barat sampai timur bumi, maka mereka hanya membutuhkan waktu satu jam saja. Mereka tidak menjual diri untuk dunia, dan bukan pencinta dunia. Di mata mereka, dunia pun tidak berharga yang hilang daya tariknya.”[23]

Imam Ali as. bersabda, “Betapa mulianya Thalighan! Karena Allah menganugerahkan banyak harta karun di sana yang tidak berupa emas dan tidak pula perak. Tetapi berupa orang-orang yang beriman, mereka mengenal Allah dengan selayaknya dan mereka adalah para pasukan Imam Mahdi af. di akhir jaman kelak.”[24]

Rasulullah Saw. juga bersabda mengenai Khurasan, “Di Khurasan terdapat banyak harta karun. Tetapi, tidak berupa emas dan bukan perak, melainkan para lelaki yang dicintai Allah dan rasul-Nya.”[25]


[1] Bihar al-Anwar, jili 67, hal. 351.
[2] Tafsir Imam Askari As, hal. 344; Ihtijaj, jil. 2, hal. 260; Munyatul Murid, hal. 35; Mahajjatul Baidha’, jil. 1, hal. 32; Hilyatul Abrar, jil. 2, hal. 255; Bihar al-Anwar, jil. 2, hal. 6; Al Awalim, jil. 3, hal. 295.
[3] Sunan Abi Dawud, jil. 4, hal. 109; Mustadrak Hakim, jil. 4, hal. 552; Tarikh Baghdadi, jil. 2, hal. 61; Jami’ul Ushul, jil. 12, hal. 63; Kanzul Ummal, jil. 12, hal. 193. Meski kami telah mencari, tetapi kami tidak menemukan kitab-kitab Syiah yang memuat riwayat ini.
[4] Bihar al-Anwar, jil. 60, hal. 217.
[5] Ibid, hal. 216.
[6] Ibid, hal. 213.
[7] Ibid, jil. 60, hal., 213; Safinatul Bihar, jil. 2, hal. 445.
[8] Bihar al-Anwar, jil. 60, hal., 217.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid, hal. 216.
[12] Ibid, hal. 218.
[13] Dzikr Isbahan, hal. 11.
[14] Mawali dan Mawla, dalam segi bahasa memiliki arti banyak. Allamah Amini dalam jil. pertama Al-Ghadir menukilkan dua puluh arti bagi kata tersebut. Dan dari segi peristilahan, dalam hadis dan ayat kata ini memiliki lima arti: Wala’ ‘Itq, Wala’ Islam, Wala’ Halaf, Wala’ Qabilah, Wala’, yang merupakan lawan dari kata Arab, yakni maksudnya adalah orang-orang yang bukan Arab. Dan seringnya, maksud makna ini adalah para ulama ilmu Rijal; Silahkan rujuk At Taqrib wa At Taysir, jil. 2, hal. 333.
Poin mengapa yang dimaksud kata ini adalah orang-orang Iran, mungkin dikarenakan disebabkan mayoritas atau memang selalu digunakan untuk makna itu. Sebagaimana banyak yang mengakui bahwa kata tersebut memiliki makna yang sedemikian rupa.
Lebih dari itu, dalam tulisan-tulisan para ulama di jaman dahulu, kata-kata tersebut juga ditafsirkan seperti ini dan kami juga menafsirkannya sebagaimana yang telah mereka tafsirkan, akan tetapi kita tidak bersikeras dengan hal itu.
Yang dimaksud dengan Fars adalah wilayah kekuasaan yang berhadapan dengan Romawi. Pada jaman itu, Fars mencakup Iran dan negara-negara lain di sekitarnya yang merupakan daerah kekuasaan imperium Persia.
[15] Dzikr Isbahan, hal. 12; Al-Jami’us Shahih, jil. 5, hal. 382.
[16] Ramuz al Ahadits, hal. 33.
[17] Waktu itu pasar Kufah memang dipenuhi dengan orang-orang Persia dan mereka saling berbicara dengan bahasa Persia di sana (Sebagaimana yang dapat dipahami dari Mustadrakul Wasail, jil. 13, hal. 250, hadis 4). Dengan demikian, para Mawali yang dimaksud oleh Asy’ats di atas adalah orang-orang Persia.
[18] Al Gharat, jil. 24, hal. 498; Safinatul Bihar, jil. 2, hal. 693; Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahjul Balaghah, jil. 20, hal. 284.
[19] Sunan Ibnu Majah, jil. 2, hal. 1368; Al Mu’jamul Awsath, jil. 1, hal. 200; Majma’uz Zawaid, jil. 7, hal. 318; Kasyful Ghummah, jil. 3, hal. 268; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 599; Bihar al-Anwar, jil. 51, hal. 87.
[20] Aqdud Durar, hal. 129; Syafi’i, Bayan, hal. 490; YaNabi’ul Mawaddah, hal. 491; Kasyful Ghummah, jil. 3, hal. 263; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 596; Bihar al-Anwar, jil. 51, hal. 84.
[21] Nu’mani, Ghaibah, hal. 373; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 243; Sunan Ibnu Majah, jil. 2, hal. 1366; Hakim, Mustadrak, jil. 4, hal. 464.
[22] Ibid, hal. 315; Itsbatul Hudat, jil. 2, hal. 547; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 369.
[23] Firdausul Akhbar, jil. 3, hal. 440.
[24] Syafi’i, Bayan, hal. 106; Muttaqi Hindi, Burhan, hal. 150; Kanzul Ummal, jil. 14, hal. 591; YaNabi’ul Mawaddah, hal. 491; Kasyful Ghummah, jil. 3, hal. 286.
[25] Kanzul Ummal, jil. 14, hal. 591.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: