19 JUNI 2012 15:46
ISLAM UNITED
Antara tarekat NU dengan syi’ah ada kedekatan ushul walau beda furu’..Maka, perbedaan yang ada sejak dulu bersifat khilafiyah yang bukan bersifat ushul atau perbedaan pada cabang saja… . Kelompok wahabi saling menyesatkan bahkan tak sungkan saling mengkafirkan satu sama lain…. Bahkan yang paling ekstrem, mereka tak sungkan berani mengkafirkan sesama muslim dalam soal yang dinilai umat islam yang lain sebagai hal yang bukan prinsip…
JUNI 2012 Ustadz Hisam Sulaiman mengantarkan Jama’ah Tarekat Naqsabandiyah tour ke Iran. Banyak cerita menarik yang menjadi ‘oleh-oleh’ untuk bisa dibagikan ke kita semua. Berikut wawancara kami dengan beliau.
Tentang perjalanan anda beberapa pekan lalu, yang membawa jamaah ke luar negeri itu dari jamaah mana?
Kami sudah dua kali memberangkatkan rombongan dari Tarekat Naqsabandiyah, tahun lalu 90 orang, dan tahun ini 120 orang. Mereka dari Tarekat Naksabandiyah Qodariyah. Mereka merupakan gabungan dari beberapa mursyid di seluruh Indonesia.
Mereka dari daerah mana saja pak?
Mereka kebanyakan dari tangerang, itu sekitar 90 orang. Mursyidnya itu Kiai Uci Dimyati, Kemudian dari Yogyakarta itu sekitar 30 orang, dengan mursyidnya Kyai Khilwani.
Bisa diceritakan beberapa pengalaman menarik?
Kita berangkat berombongan dari Jakarta menuju Baghdad tanggal 16 Mei, dan pulang tanggal 2 Juni. Mereka itu kan mempunyai manakib yang dibaca setiap malam jumat. Manakib yang dibaca mulai dari Syekh Abdul Qodir Jailani sampai terus ke atas, ke Imam Ali (as). Untuk itu mereka berziarah ke guru-guru dari Syekh Abdul Qodir al-Jailani. Setelah mereka mengunjungi makam Syekh Abdul Qodir al-Jailani, kemudian ke Jundad al-baghdadi, kemudian ke Imam Hanafi, setelah itu mereka ke Ma’ruf Hirghi. (Ma’ruf Hirghi ini belajarnya itu bersama Imam Ali Ridho), setelah itu baru ke Imam Ali Ridho. Dan terus sampai ke Imam Ali. Itu merupakan jalur tarekat mereka. Setelah Imam Ali Ridho, mereka berangkat ke Imam Musa Al-Kazim lalu mereka berangkat ke Karbala. Di Karbala mereka mengunjungi makam Imam Husein. Lalu ke Imam Abdul Fadl Abbas.
Yang menarik, semua kyai-kyai ini kan tidak mengerti sejarah Abdul Fadl Abbas. Ada seorang kyai berumur 70 tahun dari Jawa Tengah yang menangis tersedu-sedu, dan bertanya ini makam siapa, lalu saya jelasin ini makam anaknya Sayidina Ali. Dia adalah panglima perang karbala dan adik dari Imam Husein. Kemudian dia jawab, “Pantas saya merasakan aura yang sangat besar cukup dahsyat disini ini. Dan saya sedih karena sampai umur 70 tahun ini saya baru mengenal itu Abdul Fadl Abbas, sejarahnya itu bagaimana”, kemudian dia minta diberikan buku tentang Abdul Fadl Abbas ini dan dia akan pelajari lagi.
Ada satu kyai lagi dari Purwokerto yang bernama Ali Murtadha, dia berkata “Ternyata apa yang dituduhkan kebanyakan orang kepada orang syiah ini tidak benar, saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana mereka itu sholat juga menghadap kiblat. Bahwa tuduhan orang syiah sholat menghadap ke karbala itu adalah dusta.” Itu kesan-kesan yang mereka dapatkan dari perjalanan tersebut.
Jelaslah disini bahawa mereka2 yang anti tarikat itu tidak mengetahui perbezaan syariat dan hakikat dan tarikat pada hal yang sebenarnya.Ada perbezaan diantaranya seperti kulit dengan isi kerana ilmu tarikat itu ialah ilmu yang mengajari kaifiat zikirullah.
Kyai Uci Dimyati sesaat setelah mengunjungi makan Imam Husein juga meminta nanti setelah pulang diberikan buku tentang sejarah perang Karbala, Karena yang dia tahu itu sedikit sekali tentang Karbala. “Yang saya tahu itu hanya kepala Imam Husein itu dijadikan bola untuk bermain bola, dan diselamatkan oleh Sayyidah Zainab dan dibungkus oleh kain putih lalu bawa ke Damaskus. Setelah itu direbut oleh orang-orang Damaskus dibawa ke Mesir. Dan kepalanya dimakamkan di mesir. Tapi itu cuma cerita sekelumit- sekelumit aja. Saya Ingin sekali buku-buku berbahasa Arab tentang cerita Karbala ini untuk menambah pengetahuan saya.” Jadi mereka sangat ingin tahu sekali pengetahuan tentang perang karbala itu.
Setelah itu rombongan berangkat menuju ke Mazhad. Rencana awal itu hanya mengunjungi Imam Ghozali. Tapi setelah negosiasi kita arahkan juga untuk mengunjungi makam Imam Ali Ridho. Karena imam Ali Ridho ini termasuk jalur tarekat mereka yang awal. Setelah mereka masuk ke area makam Imam Ali Ridho, mereka sangat terkesan dengan banyaknya peziarah yang datang ke sana. Kemudian mereka juga sangat terkesan dengan sambutan para ulama di Mahsyad. Kebetulan mereka bertemu dengan Ayatullah di sana dan terjadi dialog dia antara mereka. Para rombongan kyai itu dibuat kaget, karena Ayatullah di sana itu, sangat menguasai sejarah Abdul Qodir Jailani. Yang pengetahuannya itu lebih detail dibandingkan pengetahuan yang mereka miliki saat ini.
“Kami malah mendapatkan hal baru”, kata salah seorang diantara rombongan.
Kesimpulan dari diskusi dengan Ayatollah itu, “bahwa antara Sunni – Syiah itu bisa dipersatukan melalui jalur tarekat, itu ketemu, ketemu sampai Imam Ali”.
Terakhir ada pesan dari Ayatullah, Persatuan umat Islam perlu dijaga di Indonesia.
Mereka menemui tokoh-tokohnya dari kalangan mereka sendiri ga di sana?
Pertemuan itu memang tidak dirancang sebelumnya hanya kebetulan bertemu dengan beberapa Ayatollah yang kebetulan juga sedang ziarah di sana.
Di kalangan mereka ada ngga yang melakukan atau berkeinginan komunikasi dengan komunitas syiah di Indonesia?
Dari kalangan kyai ini berkeinginan sekali agar nantinya pada kunjungan berikutnya diatur ada perbincangan dengan tokoh- tokoh ahlulbait di Iran.
Ali Ar-Rida memakai sufiyyah dari ayahnya Musa al-Kazim, menerima dari ayahnya Imam Ja’far As-Siidq, darinya Muhammad bin Baqir menerima dari ayahnya Imam Zainal Abidin, menerima dari ayahnya Ali bin Husain, menerima dari ayahnya Imam Husain bin Ali yang menerimanya dari ayahnya Ali bin Abi Thalib yang menerimanya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Sanad ini ialah sanad Imamiah.
ketika Salafi menjadi identitas suatu kelompok, mereka menebar fitnah, menyerang sesama muslim seputar fiqih. Salafi yang merasa dirinya paling benar, sering menuduh tanpa bukti, berdusta atas nama para ulama dan sebagainya.
ISLAM UNITED
Beberapa Kesamaan Tarekat Sufiyah dan Syi’ah.
Adapun dalam perbezaan furuiyyah itu adalah kerana ijtihad ulama berbeza-beza. Tetapi persoalan usul aqidah, perlulah kita memandang ia sebagai serius!Antara tarekat NU dengan syi’ah ada kedekatan ushul walau beda furu’..Maka, perbedaan yang ada sejak dulu bersifat khilafiyah yang bukan bersifat ushul atau perbedaan pada cabang saja… . Kelompok wahabi saling menyesatkan bahkan tak sungkan saling mengkafirkan satu sama lain…. Bahkan yang paling ekstrem, mereka tak sungkan berani mengkafirkan sesama muslim dalam soal yang dinilai umat islam yang lain sebagai hal yang bukan prinsip…
JUNI 2012 Ustadz Hisam Sulaiman mengantarkan Jama’ah Tarekat Naqsabandiyah tour ke Iran. Banyak cerita menarik yang menjadi ‘oleh-oleh’ untuk bisa dibagikan ke kita semua. Berikut wawancara kami dengan beliau.
Tentang perjalanan anda beberapa pekan lalu, yang membawa jamaah ke luar negeri itu dari jamaah mana?
Kami sudah dua kali memberangkatkan rombongan dari Tarekat Naqsabandiyah, tahun lalu 90 orang, dan tahun ini 120 orang. Mereka dari Tarekat Naksabandiyah Qodariyah. Mereka merupakan gabungan dari beberapa mursyid di seluruh Indonesia.
Mereka dari daerah mana saja pak?
Mereka kebanyakan dari tangerang, itu sekitar 90 orang. Mursyidnya itu Kiai Uci Dimyati, Kemudian dari Yogyakarta itu sekitar 30 orang, dengan mursyidnya Kyai Khilwani.
Bisa diceritakan beberapa pengalaman menarik?
Kita berangkat berombongan dari Jakarta menuju Baghdad tanggal 16 Mei, dan pulang tanggal 2 Juni. Mereka itu kan mempunyai manakib yang dibaca setiap malam jumat. Manakib yang dibaca mulai dari Syekh Abdul Qodir Jailani sampai terus ke atas, ke Imam Ali (as). Untuk itu mereka berziarah ke guru-guru dari Syekh Abdul Qodir al-Jailani. Setelah mereka mengunjungi makam Syekh Abdul Qodir al-Jailani, kemudian ke Jundad al-baghdadi, kemudian ke Imam Hanafi, setelah itu mereka ke Ma’ruf Hirghi. (Ma’ruf Hirghi ini belajarnya itu bersama Imam Ali Ridho), setelah itu baru ke Imam Ali Ridho. Dan terus sampai ke Imam Ali. Itu merupakan jalur tarekat mereka. Setelah Imam Ali Ridho, mereka berangkat ke Imam Musa Al-Kazim lalu mereka berangkat ke Karbala. Di Karbala mereka mengunjungi makam Imam Husein. Lalu ke Imam Abdul Fadl Abbas.
Yang menarik, semua kyai-kyai ini kan tidak mengerti sejarah Abdul Fadl Abbas. Ada seorang kyai berumur 70 tahun dari Jawa Tengah yang menangis tersedu-sedu, dan bertanya ini makam siapa, lalu saya jelasin ini makam anaknya Sayidina Ali. Dia adalah panglima perang karbala dan adik dari Imam Husein. Kemudian dia jawab, “Pantas saya merasakan aura yang sangat besar cukup dahsyat disini ini. Dan saya sedih karena sampai umur 70 tahun ini saya baru mengenal itu Abdul Fadl Abbas, sejarahnya itu bagaimana”, kemudian dia minta diberikan buku tentang Abdul Fadl Abbas ini dan dia akan pelajari lagi.
Ada satu kyai lagi dari Purwokerto yang bernama Ali Murtadha, dia berkata “Ternyata apa yang dituduhkan kebanyakan orang kepada orang syiah ini tidak benar, saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana mereka itu sholat juga menghadap kiblat. Bahwa tuduhan orang syiah sholat menghadap ke karbala itu adalah dusta.” Itu kesan-kesan yang mereka dapatkan dari perjalanan tersebut.
Jelaslah disini bahawa mereka2 yang anti tarikat itu tidak mengetahui perbezaan syariat dan hakikat dan tarikat pada hal yang sebenarnya.Ada perbezaan diantaranya seperti kulit dengan isi kerana ilmu tarikat itu ialah ilmu yang mengajari kaifiat zikirullah.
Kyai Uci Dimyati sesaat setelah mengunjungi makan Imam Husein juga meminta nanti setelah pulang diberikan buku tentang sejarah perang Karbala, Karena yang dia tahu itu sedikit sekali tentang Karbala. “Yang saya tahu itu hanya kepala Imam Husein itu dijadikan bola untuk bermain bola, dan diselamatkan oleh Sayyidah Zainab dan dibungkus oleh kain putih lalu bawa ke Damaskus. Setelah itu direbut oleh orang-orang Damaskus dibawa ke Mesir. Dan kepalanya dimakamkan di mesir. Tapi itu cuma cerita sekelumit- sekelumit aja. Saya Ingin sekali buku-buku berbahasa Arab tentang cerita Karbala ini untuk menambah pengetahuan saya.” Jadi mereka sangat ingin tahu sekali pengetahuan tentang perang karbala itu.
Setelah itu rombongan berangkat menuju ke Mazhad. Rencana awal itu hanya mengunjungi Imam Ghozali. Tapi setelah negosiasi kita arahkan juga untuk mengunjungi makam Imam Ali Ridho. Karena imam Ali Ridho ini termasuk jalur tarekat mereka yang awal. Setelah mereka masuk ke area makam Imam Ali Ridho, mereka sangat terkesan dengan banyaknya peziarah yang datang ke sana. Kemudian mereka juga sangat terkesan dengan sambutan para ulama di Mahsyad. Kebetulan mereka bertemu dengan Ayatullah di sana dan terjadi dialog dia antara mereka. Para rombongan kyai itu dibuat kaget, karena Ayatullah di sana itu, sangat menguasai sejarah Abdul Qodir Jailani. Yang pengetahuannya itu lebih detail dibandingkan pengetahuan yang mereka miliki saat ini.
“Kami malah mendapatkan hal baru”, kata salah seorang diantara rombongan.
Kesimpulan dari diskusi dengan Ayatollah itu, “bahwa antara Sunni – Syiah itu bisa dipersatukan melalui jalur tarekat, itu ketemu, ketemu sampai Imam Ali”.
Terakhir ada pesan dari Ayatullah, Persatuan umat Islam perlu dijaga di Indonesia.
Mereka menemui tokoh-tokohnya dari kalangan mereka sendiri ga di sana?
Pertemuan itu memang tidak dirancang sebelumnya hanya kebetulan bertemu dengan beberapa Ayatollah yang kebetulan juga sedang ziarah di sana.
Di kalangan mereka ada ngga yang melakukan atau berkeinginan komunikasi dengan komunitas syiah di Indonesia?
Dari kalangan kyai ini berkeinginan sekali agar nantinya pada kunjungan berikutnya diatur ada perbincangan dengan tokoh- tokoh ahlulbait di Iran.
Jika kita lihat silsilah dan sanadnya tasawuf, memang kita nampak ciri-cirinya datang dari Imam-imam pujaan Syiah.
Ali Ar-Rida – Musa al-Kazim – Ja’far As-Siidq – Muhammad bin Baqir –
Imam Zainal Abidin-Ali bin Husain, -Imam Husain bin Ali – Ali bin Abi
Thalib. Sanad ini ialah sanad Imamiah.
Ali Ar-Rida memakai sufiyyah dari ayahnya Musa al-Kazim, menerima dari ayahnya Imam Ja’far As-Siidq, darinya Muhammad bin Baqir menerima dari ayahnya Imam Zainal Abidin, menerima dari ayahnya Ali bin Husain, menerima dari ayahnya Imam Husain bin Ali yang menerimanya dari ayahnya Ali bin Abi Thalib yang menerimanya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Sanad ini ialah sanad Imamiah.
Inilah unsur-unsur Syiah yang menyerap dalam tasawuf.
Sesungguhnya dulu tidak ada pemahaman salafi, yang ada hanya
lima madzhab imam bin Hambal, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hanafi
dan Imam Ja’fari.ketika Salafi menjadi identitas suatu kelompok, mereka menebar fitnah, menyerang sesama muslim seputar fiqih. Salafi yang merasa dirinya paling benar, sering menuduh tanpa bukti, berdusta atas nama para ulama dan sebagainya.
Tarekat dapat Cegah Konflik Sunni-Syiah.
Selasa, 28/08/2012 17:14
Konflik antara Sunni dengan Syiah bisa dicegah dengan mengembangkan
nilai-nilai tarekat. Ini pas, karena Sunni di Indonesia suka tarekat,
yang juga deket dengan Syiah.
Demikian dinyatakan Wakil Rais Syuriyah PCI NU Mesir Ahmad Syaifuddin
“Syiah dan Sunni yang sufi itu sama-sama mencintai ahli bait, khususnya Sayidina Ali bin Abi Thalib. Semua sanad tarekat bermuara ke Imam Ali, kecuali Naqsyabandiyah yang juga punya sanad ke Abu Bakar. Bedanya kalau sufi itu ta’dhim (penghormatan), kalau syiah itu taqdis (pengkultusan). Nah, di situ kesamaan kita dengan Syiah,” jelasnya.
Dia mencontohkan bahwa Sunni yang sufi dan Syiah bisa saja mengadakan haul Imam Ali, Hasan Husein bersama-sama, dengan catatan pihak Syiah tidak menampakkanghuluw atau melampaui batas.
“Keduanya sama-sama tanazul. Yang beda dari mereka jangan diperlihatkan, yang beda dari kita jangan diperlihatkan,” ujar mahasiswa program doktor di Universitas Al-Azhar tersebut.
Dia melanjutkan, konflik Sunni-Syiah tidak bisa diselesaikan dengan debat, bahsul masail, atau munazharah.
“Ndak mungkin berhasil itu diskusi,” tegasnya.
Syaifuddin berpesan, Syiah di Indonesia jangan seperti Syiah Iran. “Teman-teman Syiah di Indonesia harus melakukan pribumisasi. Kalau di Jawa ya harus njawani, pakai blangkon, pakai bubur abang bubur putih. Kalau di Sumatera yang harus menyesuaikan dengan Sumetera.”.
Demikian dinyatakan Wakil Rais Syuriyah PCI NU Mesir Ahmad Syaifuddin
“Syiah dan Sunni yang sufi itu sama-sama mencintai ahli bait, khususnya Sayidina Ali bin Abi Thalib. Semua sanad tarekat bermuara ke Imam Ali, kecuali Naqsyabandiyah yang juga punya sanad ke Abu Bakar. Bedanya kalau sufi itu ta’dhim (penghormatan), kalau syiah itu taqdis (pengkultusan). Nah, di situ kesamaan kita dengan Syiah,” jelasnya.
Dia mencontohkan bahwa Sunni yang sufi dan Syiah bisa saja mengadakan haul Imam Ali, Hasan Husein bersama-sama, dengan catatan pihak Syiah tidak menampakkanghuluw atau melampaui batas.
“Keduanya sama-sama tanazul. Yang beda dari mereka jangan diperlihatkan, yang beda dari kita jangan diperlihatkan,” ujar mahasiswa program doktor di Universitas Al-Azhar tersebut.
Dia melanjutkan, konflik Sunni-Syiah tidak bisa diselesaikan dengan debat, bahsul masail, atau munazharah.
“Ndak mungkin berhasil itu diskusi,” tegasnya.
Syaifuddin berpesan, Syiah di Indonesia jangan seperti Syiah Iran. “Teman-teman Syiah di Indonesia harus melakukan pribumisasi. Kalau di Jawa ya harus njawani, pakai blangkon, pakai bubur abang bubur putih. Kalau di Sumatera yang harus menyesuaikan dengan Sumetera.”.
Post a Comment
mohon gunakan email