NU – Wahabi berbeda pada ushul agama!
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Kisah Hidup Sultan Para Wali dan Pesan Yang Menghidupkan Hati
Wahabi Memfitnah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani penganut Mujassim.
Qodiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syeikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS. Tarekat Qodiriyah berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria kemudian diikuti oleh jutaan umat muslim yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Tarekat ini sudah berkembang sejak abad ke-13. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.
Syekh Abdul Qodir Al Jilany adalah adalah ulama besar dan seorang auliya, Syekh Abu al Hasan al Nadwi , dalam Muqoddimah Sirr Al Asror mengatakan beliau bermadzhab Syafi’I dan bermadzhab Hanbali, beliau dalam hidupnya dikenal sebagai ulama yang cakap dalam segala ilmu,mulai fiqih, hadist, tafsir, dan ilmu adab,dan keilmuwan yang lainnya.
Sehingga tidak salah apabila kemudian beliau saat ini “di klaim” beberapa pihak, bahkan yang terbaru beliau juga di klaim masuk dalam manhaj Salafy dan terlepas dari tasawwuf, berbagai tinjauan ilmiyah di alamatkan pada beliau sebagai salah satu peletak dasar thoriqoh yang paling berpengaruh didunia Islam selain Syekh Ahmad Badawi, Syekh Ahmad al Rifa’I, Syekh Abu Hasan al Syadzili, Syekh Bahauddin al Naqsyabandi, dan beberapa ulama’ yang lain, tercatat beberapa karya beliau seperti Risalah al Ghoutsiyyah, Sirr Al Asror, Fathu Al Rabbany, al Ghunniyah fi al Tashowwuf, Maratib al Wujud, dan beberapa karya yang lain, pendek kata beliau seorang yang termasuk aktif menulis, sehingga pada akhirnya beberapa kalangan ulama besar pengikutnya menulis biografi beliau dalam beberapa Manaqib.
sepulang kerja kusempatkan diri untuk pergi ke gramedia untuk baca-baca buku. setelah kesana kemari melihat2 judul yang menarik akhirnya ku temukan sebuah buku yg dilihat dari judulnya agak menarik. SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI, Buku Pintar Akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Terbitan “ZAMAN” bertuliskan serial “Kitab Klasik”. karna tertarik lalu aku mencoba membuka dan membaca buku yang telah terbuka dari kemasannya.Namun baru lihat bab pertama tentang Hakekah Allah SWT, aku sudah bisa mencium aroma tidak sedap dari buku ini. Ya, buku ini telah tertular virus wahabi musyabbihah!
agak aneh memang, karna ini bukunya Syeikh Abdul Qadir Jailani, Tokoh sufi yang mana wahabi sering mencerca kelompok SUFI. tapi agaknya ini propaganda wahabi untuk menarik minat orang awam utk menjadi gembalanya. Buku ini mereka klaim diterjemahkan dari kitab Al-Ghunyah. Kebohongan-kebohongan yang dinisbatkan kepada Syaikh ‘Abd al-Qadir sengaja disisipkan oleh kaum Musyabbihah yang mengaku madzhab Hanbali ke dalam kitab karya beliau.
Sebagai contoh dalam buku ini halaman 14 tertulis bahwa akidah ahlussunnah wal jama’ah mengatakan :Dia memiliki kedua tangan, dan dua-duanya sama-sama tangan kanan.Na’udzubillah!!Keyakinan semacam ini jelas menyalahi akidah Ahlussunnah namun judul bukunya buku pintar akidah ahlussunnah. aneh!
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ
Allah tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya .
Apa yang disisipkan kaum Musyabbihah dalam kitab terjemahan al-Ghunyah ini jelas merupakan kedustaan atas nama Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Seorang awam dari kaum muslimin yang berakidah lurus tidak akan berkeyakinan sesat semacam ini, terlebih Syaikh ‘Abd al-Qadir yang merupakan pemuka kaum sufi dan salah seorang ulama terkemuka. Beliau bukan seorang yang bodoh yang tidak mengenal sifat-sifat Allah SWT.
Namun kenyataannya wahabi meyakini bahwa Allah mempunya Tangan yang benar-benar tangan. mari kita lihat pendapat ulama2 wahabi Mujassimah yg lain:
- ad-Darimi dalam kitab Rad ad-Darimi ala Bisyr al-Marisiy hal. 44 mengatakan “Maksudnya bahwa Allah memiliki Tangan untuk menyentuh dan Allah memiliki mata untuk melihat” , dalam kitab yg sama di halaman 155 ia mengatakan “Dua Tangan ar-Rahman adalah kanan, sebagai bentuk pemuliaan kepada Allah sehingga tidak dikatakan dengan kiri”.
- dalam Hasyiyah Kitab yg dinamakan dengan Kitab at-Tauhid karya Ibn Khuzaimah, Muhammad Khalil Haras penulis catatan kaki kitab tersebut di halaman 64 mengatakan “TanganNya berada di atas tangan2 orang2 yg berbai’at kepada RasulNya dan tidak diragukan lagi bahwa bai’at itu hanya dilakukan dengan tangan tidak dengan nikmat dan tidak dengan kekuasaan.”
- dalam kitab al-Aqidah karya Muhammad Ibn Shalih al-Utsaimin terbitan maktabah alsunnah cetakan pertama hal. 90 dia mengatakan “Jadi sesungguhnya kedua tangan Allah adalah dua, tanpa diragukan lagi.”
Sebenarnya keyakinan bahwa Allah bertangan SAMA PERSIS DENGAN AKIDAH YAHUDI. dalam kitab yahudi bernama Safar Ayyub al-Ishhah 35 nomor 32 kaum Yahudi mengatakan tentang Allah: “Ia menutup kedua telapak tangan-Nya dengan cahaya dan memerintahkannya atas musuh”,.
Lihatlah wahhabiyah yg mengaku muslim tetapi meyakini sama dengan keyakinan kaum Yahudi. Masih saja mereka mengklaim bahwa mereka adalah orang-orang yang menyerukan tauhid dan penjaga aqidah dari syirik?. Mereka benar-benar sama dengan Yahudi sampai dalam pokok-pokok akidah mereka.
Bahkan Ulama Ahlussunnah Terkemuka Sekelas Imam Ibn Hajar al-Asqalani Dituduh Sesat Oleh Kaum Wahhabi !!! Na’udzu Billah !!Masalah yang paling banyak mendapat pengingkaran keras dari kaum Musyabbihah [kaum Wahhabi di masa sekarang] yang sangat benci terhadap Ilmu Kalam adalah pembahasan nama-nama atau sifat-sifat Allah. Mereka seringkali mengatakan bahwa ungkapan istilah-istilah seperti al-jism (benda/tubuh), al-hadaqah (kelopak mata), al-lisan (lidah), al-huruf (huruf), al-qadam (kaki), al-jauhar (benda), al-‘ardl (sifat benda), al-juz’ (bagian), al-kammiyyah (ukuran) dan lain sebagainya, dalam pembahasan tauhid adalah perkara bid’ah. Mereka mengatakan bahwa dalam mentauhidkan Allah tidak perlu mensucikan Allah dari istilah-istilah tersebut. Menurut mereka pembahasan seperti itu bukan ajaran tauhid yang diajarkan Rasulullah, dan karenanya, -menurut mereka-, hal semacam itu bukan merupakan akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Sesungguhnya mereka yang mengingkari istilah-istilah yang biasa dipakai oleh Ahli Kalam Ahlussunnah, tidak lain adalah karena mereka sendiri menyembunyikan akidah tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya) dalam hati mereka. Dan sebenarnya dari semenjak dahulu seperti itulah ungkapan-ungkapan kaum Musyabbihah untuk menyembunyikan keburukan akidah mereka. Karena itu bukan rahasia bahwa kaum Musyabbihah sangat membenci kaum teolog Ahlussunnah, menyesatkan mereka dan bahkan mengkafirkan mereka.
Di antara barisan kaum Musyabbihah sekarang yang sangat apriori terhadap istilah-istilah dalam Ilmu Kalam tersebut adalah kaum Wahhabiyyah. Dalam berbagai masalah akidah, kaum jumud yang sangat keras kepala ini hanya berkiblat kepada Ibn Taimiyyah. Semua akidah Tasybih dan Tajsim yang ada pada Ibn Taimiyyah dengan sangat rapih mereka ikuti setiap jengkalnya, seperti berkeyakinan bahwa Allah bertempat di atas arsy, Allah memiliki bentuk dan ukuran, nereka akan punah, dan lain sebagainya. Anehnya; mereka sangat membenci filsafat, padahal sebenarnya Ibn Taimiyah ini adalah orang yang telah jauh masuk dalam wilayah filsafat yang gelap gulita, sebagaimana diakui oleh muridnya sendiri; Adz-Dzahabi dalam risalah Bayan Zagl al-‘Ilm Wa ath-Thalab dan dalam an-Nashihah adz-Dzahabiyyah.
Simak tulisan salah seorang pimpinan mereka yang bernama ‘Abdullah ibn Baz dalam buku yang ia tulis sebagai bantahan terhadap Syekh Muhammad ‘Ali as-Shabuni, berjudul Tanbihat Hammah ‘Ala Ma Katabahu as-Syaikh Muhammad ‘Ali as-Shabuni Fi Shifatillah. Lihat dalam cetakan Jam’iyyah at-Turats al-Islami, Kuwait, h. 22, Ibn Baz menuliskan sebagai berikut:
“Sesungguhnya mensucikan Allah dari dari al-Jism (bentuk/tubuh), as-Shimakh (gendang telinga), al-Lisan (lidah), al-Hanjarah (tenggorokan) bukanlah model pembicaraan orang-orang Ahlussunnah. Akan tetapi hal semacam itu merupakan bahasan-bahasan para Ahli Kalam yang tercela yang mereka buat-buat saja” (lihat Tanbihat Hammah, h. 22).
Hanya Syekh Ali ash-Shabuni saja yang mendapat serangan keras dari orang-orang semacam Ibn Baz atau orang-orang Wahhabi lainnya, bahkan tanpa sungkan sedikitpun mereka telah menyesatkan para ulama sekelas al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani, al-Imam al-Hafizh an-Nawawi, al-Imam al-Hafizh al-Baihaqi dan para ulama terkemuka lainnya. Namun yang sangat mengherankan; di saat yang sama mereka juga menggunakan karya-karya para ulama Ahlussunnah tersebut sebagai referensi kajian mereka. Hasbunallah.
Simak tulisan salah seorang pemuka kaum Wahhabiyyah; ‘Abd ar-Rahman ibn Hasan, yang merupakan cucu dari Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab, pendiri gerakan Wahhabi. Dalam tulisannya, setelah ia mengungkapkan kesesatan kaum Jahmiyyah sebagai kaum yang menafikan sifat-sifat Allah (Mu’aththilah), ia kemudian mengatakan:
“Kesesatan kaum Jahmiyyah ini kemudian diikuti oleh kaum Mu’tazilah dan kaum Asya’irah dan beberapa kelompok lainnya. Karena itu mereka semua telah dikafirkan oleh banyak kalangan Ahlussunnah” (Lihat buku mereka berjudul Fath al-Majid, cet. Maktabah Darussalam, Riyadl, 1413-1992, h. 353).
Tulisan ‘Abd ar-Rahman ibn Hasan di atas adalah sikap yang sama sekali tidak apresiatif terhadap ulama Ahlussunnah. Ia menutup matanya sendiri untuk mengelabui orang lain; bahwa sesungguhnya kaum Asy’ariyyah tidak lain adalah kaum Ahlussunnah. Tahukah dia atau memang pura-pura tidak tahu bahwa Ibn Hajar seorang Asy’ari? Adakah orang semacam ‘Abdurrahman ibn Hasan, atau orang-orang Wahhabi lainnya, yang berkeyakinan bahwa Allah bertempat di atas arsy, mansifati-Nya dengan gerak dan diam, atau turun dan naik; pantas di katakan Ahussunnah?!
Demi Allah, mereka sedikitpun tidak layak untuk dikatakan Ahlussunnah. Klaim bahwa hanya kelompok mereka saja yang berhaluan Ahlussunnah adalah bohong besar. Adakah mereka tidak melihat [atau karena memang buta mata hatinya] bahwa barisan ulama Ahlussunnah adalah kaum Asy’ariyyah; para pengikut al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari?! Adakah orang semacam Ibn Taimiyah yang berkeyakinan tasybih; mengatakan bahwa Allah memiliki bentuk dan duduk di atas arsy, pantaskah ia untuk dijadikan panutan dalam masalah akidah?
Simak pula tulisan pemuka Wahhabi lainnya, Shalih ibn Fauzan al-Fauzan, dengan tanpa sungkan ia berkata: “Kaum al-Asy’ariyyah dan kaum al-Maturidiyyah adalah kaum yang menyalahi para sahabat dan Tabi’in, juga para Imam madzhab yang empat dalam kebanyakan permasalahan akidah dan dasar-dasar agama. Karenanya mereka tidak layak untuk diberi gelar Ahlussunnah Wal Jama’ah” (Lihat dalam karyanya berjudul “Min Masyahir al-Mujaddidin Fi al-Islam; Ibn Taimiyah, Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab”. Cet. Dar al-Ifta’, Saudi Arabia, 1408 H, h. 32).
Pemuka wahhabi lainnya bernama Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin, salah seorang pendakwah ajaran Wahhabi terdepan, dalam salah satu bukunya berjudul Liqa’ al-Bab al-Maftuh menusikan sebagai berikut:
“Soal: “Apakah Ibn Hajar al-‘Asqalani dan an-Nawawi dari golongan Ahlussunnah atau bukan?”.
Jawab (‘Utsaimin): “Dilihat dari metode keduanya dalam menetapkan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah maka keduanya bukan dari golongan Ahlussunnah”.
Soal: “Apakah kita mengatakan secara mutlak bahwa keduanya bukan dari golongan Ahlussunnah?”.
Jawab: “Kita tidak memutlakan” (Lihat buku dengan judul Liqa al-Bab al-Maftuh, cet. Dar al-Wathan, Riyadl, 1414 H, h. 42).
Saya, Abou Fateh katakan: “Semacam itulah ungkapan-ungkapan yang selalu dibahasakan oleh para pembenci kaum Sunni, dari dahulu hingga sekarang. Dan itulah jalan satu-satunya yang mereka miliki untuk menyembunyikan akidah tasybih yang mereka yakini”.
Berikut ini dari Tulisan al-Imâm al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i al-Asy’ari (w 852 H) dalam karyanya sangat mashur Fath al-Bari dalam menjelaskan kesucian Allah dari tempat dan arah, beliau menuliskan:
“Bahwa arah atas dan arah bawah adalah sesuatu yang mustahil atas Allah, hal ini bukan berarti harus menafikan salah satu sifat-Nya, yaitu sifat al-‘Uluww. Karena pengertiannya adalah dari segi maknawi bukan dari segi indrawi. (Dengan demikian makna al-‘Uluww adalah Yang maha tinggi derajat dan keagungan-Nya, bukan dalam pengertian berada di arah atas). Karena mustahil pengertian al-‘Uluww ini secara indrawi. Inilah pengertian dari beberapa sifat-Nya; al-‘Aali, al-‘Alyy dan al-Muta’li. Ini semua bukan dalam pengertian arah dan tempat, namun demikian Dia mengetahui segala sesuatu” (Fath al-Bari, j. 6, h. 136).
Pada bagian lain dalam kitab yang sama tentang pembahasan hadits an-Nuzul beliau menuliskan sebagai berikut: “Hadits ini dijadikan dalil oleh orang yang menetapkan adanya arah bagi Allah, yaitu arah atas. Namun demikian kayakinan mayoritas mengingkari hal itu. Karena menetapkan arah bagi-Nya sama saja dengan menetapkan tempat bagi-Nya. Dan Allah maha suci dari pada itu” (fath al-Bari, j. 3, h. 30).
Pada bagian lain beliau menuliskan: “Keyakinan para Imam salaf dan ulama Ahlussunnah dari Khalaf adalah bahwa Allah maha suci dari gerak, berpindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, menyatu dengan sesuatu. Dia tidak menyerupai segala apapun” (Fath al-Bari, j. 7, h. 124).
Tarekat Qodiryah didirikan oleh Syeikh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani. Lahir di di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali. Tapi, al-Ghazali tetap belajar sampai mendapat ijazah dari gurunya yang bernama Abu Yusuf al-Hamadany (440-535 H/1048-1140 M) di kota yang sama itu sampai mendapatkan ijazah.
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baggdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpinan anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M.
Sejak itu tarekat Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di India misalnya baru berkembang setelah Muhammad Ghawsh (w 1517 M) juga mengaku keturunan Abdul Qodir Jaelani. Di Turki oleh Ismail Rumi (w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.
Akidah wahabi diambil dari Abu Hurairah.
Abu Hurairah: Rasul Allah saw bersabda: ‘Allah ta’ala tiap malam turun ke langit dunia pada sepertiga akhir malam dan berseru: ‘Barangsiapa yang berdoa kepadaKu niscaya akan Kukabulkan, dan barangsiapa yang meminta akan Kuberikan, dan barangsiapa yang memohon pengampunan akan Kuampuni.” (Bukhari dan Muslim).
Karena tiap detik dimuka bumi ini separuh bola bumi melewati malam hari, maka Tuhan selalu berada, di ‘langit dunia’ (asSama’ addunya) dan selalu berfirman seperti dikatakan oleh Abu Hurairah ? Akal idiot yang percaya.
Hadis Isra’iliat dan Khurafat Abu Hurairah.
Abu Hurairah banyak meriwayatkan hadis hadis isra’iliyat, seperti Adam yang diciptakan seperti bentuk Allah, setan lari sambil kentut mendengar suara azan, Nabi Sulaiman yang mengancam akan membelah bayi yang diperebutkan dua orang ibu, Allah menaruh kakinya ke neraka, Nabi Sulaiman yang meniduri 70 wanita dalam semalam tapi hanya melahirkan seorang bayi separuh manusia, Nabi yang membakar sarang semut karena digigit seekor semut. Nabi Isa akan turun membunuh babi (apa salahnya babi?), awan yang bicara, sapi dan serigala berbicara bahasa Arab, Allah yang marah sekali dan tidak akan pernah lebih marah lagi seperti itu, yang diucapkan Adam karena dia melanggar perintah Allah. Sedikit di antaranya yang merupakan cuplikan dari buku Mahmad Abu Rayyah, Syaikh alMudhirah, Abu Hurairah, dan beberapa buku lain perlu dikemukakan disini.
Keutamaan Sahabat, Neraka Berdebat Dengan Surga, Abu Bakar Penghias Surga,Tulisan di Langit: ‘Muhammad Rasul Allah, Abu Bakar Shiddiq’.
Abu’lFaraj Ibnu Jauzi meriwayatkan dari Abu Hurairah: ‘Rasul Allah menceritakan kepada saya: Surga dan neraka saling membanggakan diri. Neraka berkata kepada surga: ‘Kedudukanku lebih agung dari kedudukanmu. Di tempatku berdiam. Fir’aun, raja raja dan penguasa yang jahat serta keluarga mereka’. Lalu Allah mewahyukan kepada surga, agar mengatakan kepada neraka: ‘Tetapi keagungan itu ada padaku, karena Allah telah menghiasi aku dengan Abu Bakar”.
Abul Abbas alWalid bin Ahmad alJauzini menyampaikan dari Abu Hurairah: ‘Saya mendengar Rasul Allah bersabda bahwa Abu Bakar memiliki sebuah kubah dari permata putih, berpintu empat. Melalui pintu pintu itu, berhembus angin rahmat. Di luar kubah terdapat pengampunan Allah, dan di dalam kubah terdapat keridaan Allah. Setiap kali Abu Bakar merindukan Allah, maka pintu akan terbuka, dan dia dapat melihat Allah’.
Ibnu Habban meriwayatkan dari Abu Hurairah: ‘Aku mendengar Rasul Allah bersabda: ‘Tatkala aku mikraj ke langit, aku tiada menemui sesuatu di langit, kecuali aku bertemu dengan tulisan: ‘Muhammad Rasul Allah, Abu Bakar Shiddiq’.
Ibnu Katsir berkata dalam alBidayah wanNihayah: ‘Muslim bin alHajjaj mendengar dari Busr bin Sa’id yang berkata: ‘Bertakwalah kepada Allah dan lindungi hadis Nabi, demi Allah kami telah melihat tatkala kami duduk bersama Abu Hurairah dan ia telah menyampaikan hadis tentang Rasul Allah sedangkan sebenarnya ia sedang menyampaikan riwayat yang berasal dari Ka’b alAhbar, kemudian seorang di antara kami berdiri dan mengatakan bahwa apa yang didengar Abu Hurairah dari Ka’b alAhbar dijadikannya hadis Rasul Allah’. Dan dalam riwayat lain: ‘Ia menjadikan apa yang dikatakan Ka’b alAhbar sebagai hadis Rasul Allah dan apa yang dikatakan.
Rasul Allah dikatakan dari Ka’b. Maka bertakwalah kepada Allah dan peliharalah hadis hadis’.
Yazid bin Harun berkata: ‘Aku mendengar Syu’bah berkata: ‘Abu Hurairah memperdayakan orang (yudallisu) yaitu dengan mengacaukan apa yang didengarnya dari Ka’b dengan apa yang didengarnya dari Rasul dan ia tidak memisahkan yang satu dengan yang lain’. (Ibnu Katsir: alBidayah wa’nNihayah, jilid 8, hlm. 109).
Abu Hurairah segera pergi ke Madinah dari Bahrain setelah ia mendapat kabar tentang Ka’b alAhbar sang Yahudi yang kemudian mengajari Abu Hurairah ajaran ajaran Yahudi, isra’iliyat, dan ia memperdaya kaum Muslimin dengan khurafatnya,dan kaum Muslimin yang tidak mengerti mengambil dari Abu Hurairah. Seperti yang dikatakannya kepada Qais bin Ibnu Kharsyah: ‘Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang tidak tertulis dalam Taurat yang diturunkan kepada Musa’.
Ibnu Sa’d meriwayatkan dalam bukunya AthThabaqat alKubra dari Abdullah bin Syaqiq bahwa Abu Hurairah. mencari dan mendatangi Ka’b alAhbar.Ka’b waktu itu berada di tengah sekelompok orang. Ka’b bertanya: ‘Apa yang kau kehendaki dari Ka’b?’ Abu Hurairah menjawab: ‘Aku sesungguhnya tidak mengetahui seorang pun dari Sahabat Rasul Allah yang lebih menghapal hadis Rasul Allah dari diriku! ‘Maka Ka’b menjawab: ‘Engkau sama sekali tidak hendak menjadi murid dengan hanya mengisi perutmu tiap hari dari Ka’b dan tidak belajar; dengan kata lain engkau tidak boleh hanya mengejar dunia’. Dan Abu Hurairah bertanya: ‘Engkaukah Ka’b?’. Ka’b menjawab ‘Ya’. Abu Hurairah berkata: ‘Untuk inilah aku datang kepadamu!’ (Ibnu Sa’d, atThabaqat alKubra, jilid 4, hlm. 58).
Al Hakim Berkata bahwa riwayat ini shahih menurut syarat BukhariMuslim.( AlHakim, alMustadrak, jilid 1, hlm. 92).
Ahmad Amin dalam mengulas Thabaqat dari Ibnu Sa’d ini menceritakan dalam Fajar alIslam bahwa Ka’b pada masa itu menyampaikan pelajarannya di dalam masjid. Tentang seorang laki laki tatkala memasuki masjid telah melihat Amir bin Abdullah bin ‘Abdul Qais sedang duduk di samping bukubuku dan di antaranya terdapat Kitab Taurat, dan Ka’b sedang membacanya. (Lihat juga Thabaqat, jilid 7, hlm. 79).
Para ahli hadis tahu bahwa Abu Hurairah mengambil pelajaran dari Ka’b alAhbar.
(Suyuhi, Alfiat, bab “Riwayat Orang orang Besar dari Orang orang Kecil, atau “Riwayat Sahabat yangberasal dari Tabi’in”, hlm. 237, 23).
Ahmad Syakir berkata: “Dan dari jenis ini terdapat riwayat para Sahabat yang mereka dengar dari para tabi’in seperti riwayat Abdullah bin Abbas, Abdullah Abdullah yang lain, Abu Hurairah, Anas (bin Malik) dan lain lainnya yang mendengar dari Ka’b alAhbar”.
Dan jelas Abu Hurairah merupakan Sahabat yang paling banyak tertipu oleh dan percaya kepada, serta membuat riwayat dari Ka’b dengan memperdaya orang. Abu Hurairah adalah yang terbanyak meriwayatkan hadis Rasul Allah, padahal riwayatnya terbukti berasal dari apa yang dibacakan kepadanya oleh Ka’b al-Ahbar.
Dzahabi berkata dalam Thabaqat alHuffazh dan dalam Sair A’lam anNubala’,
Dalam membicarakan Abu Hurairah bahwa Ka’b alAhbar telah berkata: ‘Bukan main Abu Hurairah! Aku belum pernah melihat seseorang yang tidak membaca Taurat lebih mengetahui isinya dari Abu Hurairah’. (Sair A’lam anNubala’,jilid 2, hlm. 432).
Dzahabi berkata di bagian lain: ‘Abu Hurairah mengambil dari Ka’b al-Ahbar’.
Dan Baihaqi dalam alMadkhal dari jalur Bakar bin Abdullah dari Abi Rafi’ dari Abu Hurairah yang berkata: ‘Bila Abu Hurairah bertemu dengan Ka’b maka ia akan meminta Ka’b menyampaikan riwayat. Dan Ka’b kemudian berkata: “Aku belum pernah melihat seseorang yang tidak membaca Taurat lebih mengetahui isi Taurat dari Abu Hurairah”. (Al Ishabah, jilid 5, hlm. 205).
Abu Hurairah adalah seorang buta huruf, bukan hanya tidak membaca bahasa Ibrani, malah ia tidak bisa mengeja huruf Arab. “Ia berkata: ‘Tidak ada seorang sahabat Nabi saw pun yang demikian banyak membawakan hadis Nabi kecuali Ibnu Umar. Hanya saja ia (bisa baca) tulis,sedang saya tidak”. (Shahih Bukhari, jilid 1, hlm. 23).
Dan pada masa itu tidak ada Muslim yang mengerti Taurat. Ka’b alAhbar adalah orang Yahudi dari Yaman yang baru masuk Islam di zaman para Sahabat dan belum pernah bertemu dengan Rasul Allah, oleh karena itu dia termasuk generasi tabi’in.
Thaha Husain berkata: ‘Ka’b alAhbar adalah seorang eksentrik (gharib alathwar),
Mengetahui bagaimana menipu banyak orang Islam dan di antaranya Umar bin Khaththab, dialah Ka’b alAhbar, seorang Yahudi dari Yaman. Ia menyatakan bahwa ia bertanya kepada Ali, mudah mudahan Allah memberi rahmat kepadanya, yaitu tatkala Ali diutus Rasul Allah ke Yaman dan tatkala Ali mengabarkan kepadanya sifat Nabi, ia mengatakan ia telah mengetahui sifat Nabi yang diceritakan Ali dari dalam Taurat. Dan ia tidak datang ke Madinah pada masa Nabi masih hidup.
Dia tetap dalam agama Yahudinya di Yaman. Tapi ia mengatakan bahwa pada masa itu ia telah masuk Islam dan berdakwah di Yaman. Ia datang ke Madinah pada masa Umar menjadi khalifah. Ia menjadi maula (di bawah perlindungan, pen.) Abbas bin ‘Abdul Muththalib, mudahmudahan Allah memberi rahmat kepadanya, dan Ka’b dengan ahlinya membohongi kaum Muslimin dengan mengatakan bahwa ia menemukan sifat sifat mereka dalam Kitab Taurat. Dan kaum Muslimin mengagumi hal demikian itu dan dengan demikian mengagumi dirinya juga. Dan ia tidak segan segan membohongi Umar bin Khaththab sendiri dengan mengatakan bahwa ia mendapatkan sifat Umar dalam Taurat dan Umar terheran heran.
Umar bertanya: ‘Engkau menemukan namaku dalam Thurat?’. Ka’b menjawab: ‘Aku tidak mendapatkan namamu dalam Taurat, tetapi aku mendapatkan sifatmu!’.
A l Ustadz Sa’id alAfghani menulis dalam majalah Risalah alMishriyah: ‘Bahwa Wahb bin Munabbih adalah Zionis pertama telah saya koreksi dalam artikel yang dimuat dalam edisi nomor 656 majalah ini, dengan bukti yang kuat bahwa Ka’b al Ahbarlah sebenarnya Zionis yang pertama..’.
Para penulis Muslim di zaman dahulu telah melihat kelemahan kelemahan hadis Abu Hurairah. Para peneliti sudah tahu pasti bahwa Abu Hurairah mendapatkan kisah kisah Perjanjian Lama dari Ka’b alAhbar, sebelum ia menyampaikan hadis hadisnya di zaman Mu’awiyah.
Tentang Sifat Allah.
Abu Hurairah berkata dalam sebuah hadist “shahih” versi dia sendiri..yang dinukil Oleh Bukhari dalam Shahihnya, “Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam..”
Analisis akal:Dalam sebuah kitab kebanggaan Pengikut Ibnu Taymiyah; digambarkan bagaimana Allah turun dengan di contohkan Ibnu taymiyah turun dari Mimbarnya.Masya ALLAH…!!Bagaimana mungkin… Manusia yang diberi keterbatasan akal mampu menjangkau Dzat Pencipta yang Maha Halus Lagi Maha Mulia.
Dengan keterbatasannya pula Manusia melarang dirinya tuk mengambil segala yang baik dalam beragama dan menyingkirkan segala yang buruk.
Kontradiktif. Demikian analisa saya. Keterbatasan akal dipakai untuk menggapai “ketidak terbatas”
Benturkan dengan Al Quran Surah Al An’am Ayat 103:“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”.
Lalu…Abu Hurairah berkata dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim : “Allah menciptakan adam dengan bentuk -Nya sendiri…”
Analisis akal:Dengan Hadist diatas kita “dipaksa” tuk menggambarkan ALLAH sebagaimana bentuk Adam yang dengannya pula Mirip kita..Sebuah Pemasungan logika..!!
Lihat lah Al Quran As Syuura (11) :… Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.
Bagaimana akal antum yang telah dianugrahkan dan menjadikan kita sebagai Khalifah di Muka Bumi bisa meng’amini” Hadist yang bertentangan Al Quran ini…?
Hadis Isra’iliat dan Khurafat Abu Hurairah.
Abu Hurairah banyak meriwayatkan hadis hadis isra’iliyat, seperti Adam yang diciptakan seperti bentuk Allah, setan lari sambil kentut mendengar suara azan, Nabi Sulaiman yang mengancam akan membelah bayi yang diperebutkan dua orang ibu, Allah menaruh kakinya ke neraka, Nabi Sulaiman yang meniduri 70 wanita dalam semalam tapi hanya melahirkan seorang bayi separuh manusia, Nabi yang membakar sarang semut karena digigit seekor semut. Nabi Isa akan turun membunuh babi (apa salahnya babi?), awan yang bicara, sapi dan serigala berbicara bahasa Arab, Allah yang marah sekali dan tidak akan pernah lebih marah lagi seperti itu, yang diucapkan Adam karena dia melanggar perintah Allah. Sedikit di antaranya yang merupakan cuplikan dari buku Mahmad Abu Rayyah, Syaikh alMudhirah, Abu Hurairah, dan beberapa buku lain perlu dikemukakan disini.
Bukhari dan Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Abu Hurairah: “Allah menciptakan Adam seperti bentuk (shurah) Allah, dengan panjang badan enam puluh hasta (27 meter).” Dan jalur Said bin Musayyib, lebar badan Adam tujuh hasta (dzira), yakni 3,15 meter.” (Bukhari, Shahih, kitab “I’tizam, jilid 4, hlm. 57; Muslim, Shahih, bab “Masuk Surga”, jilid 2, hlm. 481).
Melalui jalur lain, dengan lafal yang lain, “Bila dua orang berkelahi, maka hindarilah memukul wajahnya, karena Allah membentuk Adam menurut bentukNya.” Melalui jalur lain lagi, ada yang berbunyi: “Bila memukul orang, hindarilah menampar wajahnya, dan janganlah berkata, ‘Mudah mudahan Allah memburukkan wajahmu!’ sebab wajah Allah adalah sama dengan wajahmu, sebab sesungguhnya Allah membentuk Adam menurut bentukNya”. (Bandingkan, misalnya, dengan ayat AlQur’an, Tiada sesuatu serupa Ia (AlQur’an, 42:11); Tiada Ia tercapai oleh penglihatan mata (AlQur’an, 6:103); Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan. ( AlQur’an, 37:159)).
Semoga kita mendapat perlindungan dari Allah agar terhindar dari rusaknya faham akidah Wahhabi!
Wa shallallahu Ala Sayyidina Muhammad Wa Sallam,
Wa al-Hamdu Lillahi Rabbil Alamin.
Sumber: http://syiahali.wordpress.com/
Post a Comment
mohon gunakan email