Bid’ah adalah senjata pamungkas yang digunakan oleh kelompok Wahabi untuk menyalahkan orang lain. Mereka tidak segan-segan menuding sebuah tindakan sebagai bid’ah hanya dengan alasan tindakan ini tidak pernah ada pada masa Rasulullah saw.
Kalau kita kembali ke definisi bid’ah, para ulama mengartikan bahwa bid’ah adalah memasukkan dan/atau mengurangi sesuatu ajaran dari agama dengan maksud bahwa sesuatu itu bagian dari agama.
Kaum Wahabi, mungkin karena lantaran tingkat dan level pemahaman dan keilmuan mereka yang dangkal, memasukkan seluruh aksi dan tindakan yang bersifat tradisional (‘urfi) ke dalam kategori bid’ah.
Salah satu contoh menggelikan adalah fatwa Ibn Taimiah ayah spiritual kelompok Wahabi yang terdapat dalam bukut Majmu’ al-Fatawa, jld. 21, hlm. 522. Dalam fatwa ini disebutkan, “Minum kuah daging dan daging yang sudah dipotong-potong adalah boleh, baik daging itu sudah dicuci maupun belum. Tetapi, mencuci daging hewan yang telah disembelih adalah sebuah bid’ah, karena para sahabat Rasulullah saw langsung memasak daging dan melahapnya tanpa harus dicuci sebelum itu.
Lalu, Ibn Taimiah yang ia sendiri adalah pendiri sebuah bid’ah malah menekankan pada jld. 21, hlm. 103, berdasarkan sunah dan ijma’, para pembuat bid’ah lebih buruk dibandingkan dengan para pelaku maksiat seksual.
Bisa ditarik kesimpulan, mencuci daging hewan yang telah disembelih lebih buruk dibandingkan dengan dosa zina. Dan tentu, akal setiap insan merasa heran melihat fatwa-fatwa menggelikan seperti ini.
(Generasi-Salaf/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Kalau kita kembali ke definisi bid’ah, para ulama mengartikan bahwa bid’ah adalah memasukkan dan/atau mengurangi sesuatu ajaran dari agama dengan maksud bahwa sesuatu itu bagian dari agama.
Kaum Wahabi, mungkin karena lantaran tingkat dan level pemahaman dan keilmuan mereka yang dangkal, memasukkan seluruh aksi dan tindakan yang bersifat tradisional (‘urfi) ke dalam kategori bid’ah.
Salah satu contoh menggelikan adalah fatwa Ibn Taimiah ayah spiritual kelompok Wahabi yang terdapat dalam bukut Majmu’ al-Fatawa, jld. 21, hlm. 522. Dalam fatwa ini disebutkan, “Minum kuah daging dan daging yang sudah dipotong-potong adalah boleh, baik daging itu sudah dicuci maupun belum. Tetapi, mencuci daging hewan yang telah disembelih adalah sebuah bid’ah, karena para sahabat Rasulullah saw langsung memasak daging dan melahapnya tanpa harus dicuci sebelum itu.
Lalu, Ibn Taimiah yang ia sendiri adalah pendiri sebuah bid’ah malah menekankan pada jld. 21, hlm. 103, berdasarkan sunah dan ijma’, para pembuat bid’ah lebih buruk dibandingkan dengan para pelaku maksiat seksual.
Bisa ditarik kesimpulan, mencuci daging hewan yang telah disembelih lebih buruk dibandingkan dengan dosa zina. Dan tentu, akal setiap insan merasa heran melihat fatwa-fatwa menggelikan seperti ini.
(Generasi-Salaf/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email