Permusuhan kelompok Wahabi dengan seluruh kelompok muslimin terutama
Syiah Imamiah sudah menjadi rahasia umum. Senjata utama yang biasa
mereka pergunakan untuk melancarkan jalan permusuhan ini adalah tuduhan
syirik dan keluar dari Islam. Berikut penjelasan Hujjatul Islam Abbas
Ja’fari Farahani tentang masalah ini:
Kelompok Wahabiah yang mengangkat Ibn Taimiah dan selanjutnya Muhammad bin Abdulwahab sebagai leader mereka meyakini seluruh golongan Islam sebagai kelompok kafir, murtad, dan keluar dari koridor Islam. Mereka menganggap bahwa hanya diri merekalah yang muslim. Dengan demikian, mereka menyatakan setiap penentang wajib dibunuh dan memberangus setiap bentuk penentangan.
Kelompok radikal takfiri ini mengkritik setiap keyakinan yang diemban oleh Syiah Imamiah. Salah satunya adalah keutamaan dan posisi yang dimiliki oleh Ahlul Bait Rasulullah saw. Syiah berkeyakinan, Ahlul Bait adalah pengganti Rasulullah saw dan memiliki ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh beliau. Tetapi, kelompok takfiri Wahabi tidak menerima hal ini dan menganggapnya bertentangan dengan pondasi dan al-Quran.
Tetapi, apabila kita menyempatkan diri untuk membuka dan menelaah lembaran-lembaran sejarah, maka kita akan dapati bahwa permusuhan kelompok Wahabi terhadap Imam Ali as ini hanya muncul dari kedengkian dan iri hati.
Dalam sejarah Syiah dan Ahli Sunah terbukti, orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah saw dan membela beliau dalam setiap peristiwa Makkah dan Madinah adalah Imam Ali as. Tak seorang tidak tahu bahwa keutamaan-keutamaan ini termasuk keutamaan yang dimiliki oleh Imam Ali as.
Sebagai contoh, dalam Sunan al-Nasa’i, jld. 5, hlm. 125 disebutkan sebuah hadis dari Fadhl bin Sahl dari Affan bin Muslim dari Abu ‘Awanah dari Utsman bin Mughirah dari Abu Shadiq dari Rasiʻah bin Najid, seseorang bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, “Wahai Amirul Mukminin! Mengapa kamu mewarisi anak pamanmu, bukan pamanmu sendiri?” Imam Ali menjawab, “Pada suatu hari, Rasulullah saw memanggil dan mengumpulkan seluruh Bani Abdul Muthalib. Beliau membuat masakan. Mereka makan dari makanan itu hingga kenyang. Tetapi tak sedikit pun makanan itu berkurang. Beliau juga membuat minum dan lantas mereka pun minum hingga puas. Tetapi tak sedikit pun dari minuman itu berkurang. Setelah usai, beliau berkata, ‘Wahai Bani Abdul Muthalib! Saya telah diutus untuk kalian secara khusus dan untuk seluruh umat manusia secara umum. Kalian telah mengetahui tanda-tanda kebenaran tenang hal ini. Maka siapakah di antara kalian yang siap membaiatku sehingga ia menjadi saudaraku, sahabatku, dan pewarisku?’
“Tak seorang pun bangkit. Akhirnya saya pun yang ketika masih berusia paling muda bangkit. Tetapi beliau menyuruhku duduk. Panggilan Rasulullah diulangi hingga tiga kali. Pada kali ketiga, aku pun bangkit, dan beliau memegang tanganku seraya berkata, ‘Kamu adalah saudaraku, sahabatku, pewarisku, dan wazirku.’ Lantaran hal ini, aku mewarisi beliau, anak pamanku itu, bukan pamanku sendiri.”
Hadis ini menegaskan bahwa Imam Ali as adalah pengganti Rasulullah saw, dan tentu tidak bisa dipungkiri.
Dalam kitab Fadha’il al-Shahabah, jld. 2, hlm. 497 disebutkan sebuah hadis dari Abdullah dari Zaid bin Habbab dari Husain bin Waqid dari Mathar al-Warraq daro Qatadah dari Saʻid bin Musayyib; Rasulullah saw mempersaudarakan antara para sahabat beliau. Lalu tersisalah beliau sendiri, Abu Bakar, Umar, dan Ali. Beliau mempersaudarakan Abu Bakar dan Umar. Lantas beliau berkata kepada Ali, “Kamu adalah saudarakau dan aku adalah saudaramu.”
Hadis-hadis semacam ini tidak sedikit di kalangan kitab-kitab referensi Ahli Sunah. Untuk itu, kelompok takfiri Wahabi tidak bisa mengingkari keutamaan figur Dunia Islam ini.
Akar sejarah permusuhan dan kebencian ini kembali kepada Khawarij Nahrawan yang dalam sejarah dikenal dengan sebutan kelompok Mariqin. Wahabiah takfiri sebenarnya adalah pengikut kelompok kolot yang menganggap diri mereka sebagai kelompok yang paling benar dan hanya mencukupkan diri dengan lahhiriah agama serta penah menyingkirkan Imam Ali yang kala itu merupakan al-Quran yang berbicara ini. Lebih dari itu, kelompok ini malah menganggap Imam Ali telah keluar dan menyeleweng dari agama. Mereka dengan ancaman dan kekerasan meminta beliau supaya menerima arbiterasi pada peristiwa Perang Shiffin. Arbiterasi yang tidak lain hanyalah sebuah konspirasi Bani Umaiyah. Dengan tindakan ini, mereka telah menyulut peperangan dan permusuhan dalam tubuh umat Islam sendiri.
Hal ini mereka lakukan padahal Rasulullah saw sering menyebutkan bahwa Imam Ali as senantiasa bersama kebenaran dan kebenaran bersama Imam Ali as. Atau dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya.” Seluruh kitab referensi Ahli Sunah membenarkan semua itu. Tetapi kaum Wahabi tidak pernah memperhatikan masalah ini dan masih terus mengikuti jejak Bani Umaiyah.
Sekarang, kelompok takfiri kolot Wahabi ini membunuh banyak orang di Suriah dan Iraq dengan nama Islam dan slogan la ilaha illallah.
Sumber: Shabestan
Kelompok Wahabiah yang mengangkat Ibn Taimiah dan selanjutnya Muhammad bin Abdulwahab sebagai leader mereka meyakini seluruh golongan Islam sebagai kelompok kafir, murtad, dan keluar dari koridor Islam. Mereka menganggap bahwa hanya diri merekalah yang muslim. Dengan demikian, mereka menyatakan setiap penentang wajib dibunuh dan memberangus setiap bentuk penentangan.
Kelompok radikal takfiri ini mengkritik setiap keyakinan yang diemban oleh Syiah Imamiah. Salah satunya adalah keutamaan dan posisi yang dimiliki oleh Ahlul Bait Rasulullah saw. Syiah berkeyakinan, Ahlul Bait adalah pengganti Rasulullah saw dan memiliki ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh beliau. Tetapi, kelompok takfiri Wahabi tidak menerima hal ini dan menganggapnya bertentangan dengan pondasi dan al-Quran.
Tetapi, apabila kita menyempatkan diri untuk membuka dan menelaah lembaran-lembaran sejarah, maka kita akan dapati bahwa permusuhan kelompok Wahabi terhadap Imam Ali as ini hanya muncul dari kedengkian dan iri hati.
Dalam sejarah Syiah dan Ahli Sunah terbukti, orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah saw dan membela beliau dalam setiap peristiwa Makkah dan Madinah adalah Imam Ali as. Tak seorang tidak tahu bahwa keutamaan-keutamaan ini termasuk keutamaan yang dimiliki oleh Imam Ali as.
Sebagai contoh, dalam Sunan al-Nasa’i, jld. 5, hlm. 125 disebutkan sebuah hadis dari Fadhl bin Sahl dari Affan bin Muslim dari Abu ‘Awanah dari Utsman bin Mughirah dari Abu Shadiq dari Rasiʻah bin Najid, seseorang bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, “Wahai Amirul Mukminin! Mengapa kamu mewarisi anak pamanmu, bukan pamanmu sendiri?” Imam Ali menjawab, “Pada suatu hari, Rasulullah saw memanggil dan mengumpulkan seluruh Bani Abdul Muthalib. Beliau membuat masakan. Mereka makan dari makanan itu hingga kenyang. Tetapi tak sedikit pun makanan itu berkurang. Beliau juga membuat minum dan lantas mereka pun minum hingga puas. Tetapi tak sedikit pun dari minuman itu berkurang. Setelah usai, beliau berkata, ‘Wahai Bani Abdul Muthalib! Saya telah diutus untuk kalian secara khusus dan untuk seluruh umat manusia secara umum. Kalian telah mengetahui tanda-tanda kebenaran tenang hal ini. Maka siapakah di antara kalian yang siap membaiatku sehingga ia menjadi saudaraku, sahabatku, dan pewarisku?’
“Tak seorang pun bangkit. Akhirnya saya pun yang ketika masih berusia paling muda bangkit. Tetapi beliau menyuruhku duduk. Panggilan Rasulullah diulangi hingga tiga kali. Pada kali ketiga, aku pun bangkit, dan beliau memegang tanganku seraya berkata, ‘Kamu adalah saudaraku, sahabatku, pewarisku, dan wazirku.’ Lantaran hal ini, aku mewarisi beliau, anak pamanku itu, bukan pamanku sendiri.”
Hadis ini menegaskan bahwa Imam Ali as adalah pengganti Rasulullah saw, dan tentu tidak bisa dipungkiri.
Dalam kitab Fadha’il al-Shahabah, jld. 2, hlm. 497 disebutkan sebuah hadis dari Abdullah dari Zaid bin Habbab dari Husain bin Waqid dari Mathar al-Warraq daro Qatadah dari Saʻid bin Musayyib; Rasulullah saw mempersaudarakan antara para sahabat beliau. Lalu tersisalah beliau sendiri, Abu Bakar, Umar, dan Ali. Beliau mempersaudarakan Abu Bakar dan Umar. Lantas beliau berkata kepada Ali, “Kamu adalah saudarakau dan aku adalah saudaramu.”
Hadis-hadis semacam ini tidak sedikit di kalangan kitab-kitab referensi Ahli Sunah. Untuk itu, kelompok takfiri Wahabi tidak bisa mengingkari keutamaan figur Dunia Islam ini.
Akar sejarah permusuhan dan kebencian ini kembali kepada Khawarij Nahrawan yang dalam sejarah dikenal dengan sebutan kelompok Mariqin. Wahabiah takfiri sebenarnya adalah pengikut kelompok kolot yang menganggap diri mereka sebagai kelompok yang paling benar dan hanya mencukupkan diri dengan lahhiriah agama serta penah menyingkirkan Imam Ali yang kala itu merupakan al-Quran yang berbicara ini. Lebih dari itu, kelompok ini malah menganggap Imam Ali telah keluar dan menyeleweng dari agama. Mereka dengan ancaman dan kekerasan meminta beliau supaya menerima arbiterasi pada peristiwa Perang Shiffin. Arbiterasi yang tidak lain hanyalah sebuah konspirasi Bani Umaiyah. Dengan tindakan ini, mereka telah menyulut peperangan dan permusuhan dalam tubuh umat Islam sendiri.
Hal ini mereka lakukan padahal Rasulullah saw sering menyebutkan bahwa Imam Ali as senantiasa bersama kebenaran dan kebenaran bersama Imam Ali as. Atau dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya.” Seluruh kitab referensi Ahli Sunah membenarkan semua itu. Tetapi kaum Wahabi tidak pernah memperhatikan masalah ini dan masih terus mengikuti jejak Bani Umaiyah.
Sekarang, kelompok takfiri kolot Wahabi ini membunuh banyak orang di Suriah dan Iraq dengan nama Islam dan slogan la ilaha illallah.
Sumber: Shabestan
Post a Comment
mohon gunakan email