Pesan Rahbar

Home » , , , , , , , » Imam Hadi Ali Hadi An-Naqi Dalam Pandangan Ahlus Sunnah Dan Syiah

Imam Hadi Ali Hadi An-Naqi Dalam Pandangan Ahlus Sunnah Dan Syiah

Written By Unknown on Sunday, 3 August 2014 | 19:54:00


Imam Ali Al-Hadi An-Naqi as
 
Nama: Ali.
Gelar: al-Hadi, al-Naqi.
Julukan: Abu al-Hasan al-Tsaalits.
Ayah: Muhammad Al-Jawad.
lbu: al-Maghrabiah.
Tempat / Tgl: Madinah, 15 Dzul-Hijjah / 5 Rajab 212 H.
Hari / Tgl Wafat: Senin, 3 Rajab 254 H.
Umur: 41 tahun
Sebab Kematian: Diracun Al-Mu'tamad al-Abbasi.
Makam: Samara.
Jumlah Anak: 5 orang; 4 Laki-Laki dan Perempuan.
Anak Laki-laki: Abu Muhammad al-Hasan, Al Husein, Muhammad, Ja'far.
Anak Perempuan: Aisyah.
 
Riwayat Hidup:
 
Keberadaan seorang Imam sangat penting dalam menjaga kelestarian syariat serta kelangsungan peradaban sejarah. Mereka haruslah orang yang paling utama dalam bidang keilmuan, pemikiran dan politik, karena mereka adalah pemimpin bagi umat yang akan membimbing dan menyelesaikan segala permasalahan. Adanya keimamahan ini tidak lain adalah kasih sayang ilahi terhadap umat manusia.
 
Dari kota risalah dan dari silsilah keluarga teragung dan termulia, lahirlah Ali al-Hadi bin Imam Muhammad al-Jawad. lbunya, Sumanah (al-Maghrabiah), adalah se-orang wanita yang solehah. Imam Ali al-Hadi berada di bawah pemeliharaan dan pendidikan ayahnya sendiri. Tak diragukan lagi jika ia kemudian menjadi ikutan dalam akhlak, kezuhudan. ibadah, keilmuan dan kefaqihannya.
 
Bukan hanya karena kelebihannya saja yang menyebabkan ia pantas menjadi Imam. namun penunjukan dari Imam sebelumnya atas titah Ilahi juga menjadi atasan keimamahannya. Semua orang, ulama, penguasa, mengetahui dengan jelas keimamahannya. Tampaknya itulah yang melahirkan pertentangan antara Muawiyah dengan Imam Ali as dan Imam Hasan as, pertentangan Imam Husein dengan Yazid bin Muawiyah; pertentangan Hisyam bin Abdul Malik dengan Imam Muhammad al-Baqir as dan Imam Ja'far as- Shadiq as, antara Abu Ja'far al-Manshur dengan Imam Ja'far Shadiq as, antara Harun dengan Imam Musa al-Kazim as , antara al-Makmun dengan Imam Ali ar-Ridha as, antara Muktasim dengan Imam Muhammad; Imam Ali Hadi an-Naqi as al-Jawad as, antara al-Mutawakkil dengan lmam Ali al-Hadi as.
 
Waktu keimamahan Ali al-Hadi adalah masa yang sarat dengan berbagai kerusakan, kejahatan serta merosotnya ekonomi rakyat akibat banyaknya pajak serta sulitnya keadaan. Dia hidup saat dengan Muktasim, al-Wasiqbillah, al Mutawakkil, al-Muntasir, al-Musta'in dan al-Mu'taz.
 
Al-Muktasim merupakan salah seorang penguasa Bani Abbasiyah yang kehidupannya di isi dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap syariat Allah, seperti minum-minuman keras, seperti tari-tarian serta pembunuhan terhadap pengikut Ahlul Bait. Dizamannyalah ayahanda Ali al-Hadi, wafat karena diracun. Sampai akhirnya al-Muktazim mati dengan berlumuran dosa dan berlumuran darah para pengikut Ahlul Bait. Setelah kematian Al-Muktasim 227 H, kekuasaan beralih ke tangan al-Wasiqbillah.
 
Penderitaan para pengikut Ahlul Bait sedikit berkurang di zaman al-Wasiqbillah. Namun bagaimanapun, kondisi sosial dan politik tetap tidak mendukung penyebaran misi Ahlul Bait. Selama 5 tahun 7 bulan al-Wasiqbillah memegang tampuk kekuasaan dan setelah kematiannya kekuasaan beralih ke tangan al-Mutawakkil. Dalam sikap permusuhannya terhadap Ahlul Bait, Mutawakkil lak ada bandingannya di antara raja Abbasiah. Dia tak segan-segan merampas, menganiaya, bahkan membunuh siapapun yang dianggap setia kepada Ahlul Bait. Sedang keturunan Rasulullah saw, baik yang di Hijaz atau yang di Mesir, kehidupannya sangat perihatin. Rakyat tidak diperkenankan sedikitpun untuk membantu meraka, sampai dikisahkan bahwa baju yang dipakai kaum wanita Fatimiyah, hanyalah baju yang menutupi separuh badan. Kudung tua yang dipakai untuk salat, mereka pakai secara bergantian.
 
Tidak cukup hanya memusuhi Ahlul Bait dan keturunan Rasulullah saw serta para pengikutnya, tapi dia (Mutawakkil) juga sangat memusuhi Imam Ali bin Abi Thalib, yang dikutuk secara terang-terangan. Di suatu waktu dia memerintahkan seorang pelawaknya untuk mengejek dan menghina Imam Ali bin Abi Thalib di sebuah jamuan pesta yang diadakannya. Pada tahun 237 H / 850 M, dia memerintahkan untuk meratakan makam Imam Husein as yang ada di Karbala dan beberapa rumah di sekitarnya.
 
Pada tahun 243 H / 857 M, akibat tuduhan palsu. al-Mutawakkil memerintahkan salah seorang pejabatnya untuk menyuruh Imam Ali al-Hadi pindah ke Samarah yang ketetika itu menjadi ibu kota . Dengan sabar Imam menanggung siksaan dan malapetaka dari Mutawakkil -penguasa Abbasiyah- sampai akhirnya al-Mutawakkil mati terbunuh saat mabuk dan digantikan al-Muntasir.
 
Al-Muntasir menggantikan ayah andanya sejak 248 H. Dia merupakan salah seorang penguasa yang sangat memusuhi kebejatan ayahnya (al-Mutawakkil). dan sangat menghormati Ahlul Bait Rasulullah saw Walau hanya berkuasa selama 6 bulan. Dia telah hanyak terjadi baik dan lemah lembut kepada Bani Hasyim serta tidak pernah mendera apalagi membunuhnya, bahkan tanah Fadak dikembalikan kepada Ahlul Bait sebagai pemilik yang syah. Enam bulan setelah berkuasa, ia wafat dan digantikan oleh al-Musta'in.
 
Di masa al-Musta'in, kekejaman dan kesewenang-wenangan kembali merajalela. Pemerintahannya yang kacau dan kejam, hanya bertahan 2 tahun 9 bulan. Atas perintah saudaranya (al-Mu'taz), dia dibunuh dan dipenggal. Kekuasaan beralih ke tangan al-Mu'taz. Dia tidak kalah kejamnya dengan al-Mutawakkil dan al-Musta'in, dan dizaman inilah Imam dipanggil ke "Samara".
 
Penderitaan, penganiayaan dan penindasan dihadapi dengan sabar oleh Imam Ali al-Hadi. Akhirnya, ia harus pulang ke Rahmatullah melalui racun yang ditempatkan pada makanannya oleh al-Mu'taz. Kesyahidan tersebut terjadi pada tanggal 26 Jumadil Tsani 254 H dan doa pemakamannya dipimpin oleh putra beliau yaitu Imam Hasan al-Asykari. Ketika wafat, ia berusia 42 tahun yang kemudian dimakamkan di Samara.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: