Pesan Rahbar

Home » , , , , , , , , » Imam Hadi as memberantas kelompok yang beranggapan bahwa Allah Swt memiliki jism (fisik materi). Nah, perjuangan NU melawan akidah TAJSiM WAHABi sama dengan syi’ah

Imam Hadi as memberantas kelompok yang beranggapan bahwa Allah Swt memiliki jism (fisik materi). Nah, perjuangan NU melawan akidah TAJSiM WAHABi sama dengan syi’ah

Written By Unknown on Sunday, 31 August 2014 | 21:30:00

Imam Hadi as memberantas kelompok yang beranggapan bahwa Allah Swt memiliki jism (fisik materi).
Nah, perjuangan NU melawan akidah TAJSiM WAHABi sama dengan syi’ah.


NU melawan akidah tajsim wahabi. Sama dong dengan Syi’ah ..
Allah tidak butuh tempat, karena tempat itu sendiri adalah makhluk ciptaan Allah.

Jika penganut Ahlus sunnah wal jama`ah menemukan ayat di dalam Alquran yang menyebut lafadz YADULLAH, yang secara arti dalam kamus bahasa adalah tangan Allah, maka Ahlus sunnah wal jamaah harus menta`wili dengan arti: kekuasaan/rahmat Allah. Sedangkan keyakinan penganut tajsiim mengatakan bahwa Allah benar-benar memiliki tangan seperti yang ada pada tubuh manusia dengan jari dan pergelangannya.

Aqidah Tajsim ini pada hakikatnya berasal dari keyakinan kaum Yahudi, mereka menyakini bahwa Allah itu berada di suatu tempat, layaknya makhluq yang membutuhkan waktu dan ruang. Kaum Yahudi mengatakan dalam bagian lembar luar kitab.
> Al-ishah, 46 no 3-4 : Aku (Allah) turun bersamamu (Musa) ke Mesir.
> Al-ishah, 19 no 11 : Karena pada hari ke tiga, Allah turun ke gunung Saina dan terlihat oleh semua mata seluruh penduduk (Mesir).
> Al-ishah, 19 no 20 : Dan Allah turun ke gunung Saina sampai di pucuk gunung.

Jadi jelas, keyakinan tajsiim yang banyak beredar di kalangan kaum Wahhabi pada umumnya adalah Bid`ah Dhalalah (sesat) dalam aqidah, karena Nabi SAW dan para shahabat tidak meyakini aqidah seperti ini.
Bahkan ke empat imam madzhab, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi`i dan Imam Ahmad bin Hanbal bersepekat menyikapi aqidah Tajsim: Barang siapa yang menisbatkan anggota tubuh atau menisbatkan keberadaan arah/tempat kepada Dzat Allah, seperti layaknya yang dinisbatkan kepada makhluk, maka orang tersebut telah kufur. (Kitab Minhajul Qawim hal 224, karangan Syeikh Ibnu Hajar Alhaitami).


Kesyahidan di jalan Allah Swt dan mendakwahkan kebenaran dan hakikat, merupakan kemuliaan bagi para auliya Allah Swt dan sebagai bukti kebebasan dan ketidaktundukan mereka di hadapan para penguasa zalim. Kesyahidan adalah kedudukan tinggi bagi manusia-manusia yang mengorbankan jiwanya demi tujuan dan nilai-nilai luhur. Imam Hadi as merupakan salah satu di antara manusia-manusia langit tersebut. Beliau berulangkali dipenjara, disiksa secara fisik maupun batin demimemperjuangkan jalan Allah Swt dan menyebarkan agama Islam yang hakiki. Pada tahun 254 H, di usia 42 tahun, beliau diracun dan gugur syahid atas perintah Mu’taz, khalifah Bani Abbasiyah ke-13. Hari ini, tanggal 3 Rajab, adalah hari peringatan gugur syahidnya Imam Hadi.

Imam Ali An-Naqi as yang memiliki gelar nama Al-Hadi, dilahirkan pada pertengahan bulan Dzulhijjah tahun 212 Hijriah di dekat kota Madinah. Ayah beliau adalah Imam Al-Jawad as  dan ibunda beliau adalah Samanah, seorang ibu yang berakhlak mulia. Kepemimpinan Imam Hadi as yang berlangsung selama 33 tahun sangat penting dianalisa mengingat berbagai keunggulan mengingat perluasan pemikiran baru teologi Islam dan munculnya berbagai syubhah logika dan filsafat. Bermunculan berbagai aliran dan kelompok pemikiran yang saling berselisih pendapat dan menyebar dalam masyarakat. Pemerintah memanfaatkan kerancuan tersebut untuk meningkatkan pengaruhnya dalam masyarakat.

Imam Hadi as muncul sebgai pembimbing umat Islam dalam menghindari penyimpangan dan distorsi budaya serta pemikiran Islam. Pengawasan ketat terhadap Imam Hadi as dan pengepungan rumah beliau membuat musuh dapat sedikit mencapai tujuannya yaitu menjauhkan Imam dari masyarakat. Sebagai dampaknya, masalah yang dihadapi umat Islam pun bertambah, namun pada saat yang sama, Imam Hadi as tetap mampu mematahkan propaganda musuh melalui manajemen dan pemahaman kondisi yang tinggi.

Pada masa-masa mencekik pemerintahan dinasti Abbasiyah, Imam Hadi as melakukan berbagai langkah penting seperti pendirian sebuah madrasah ilmiah dan mendidik murid-murid unggul termasuk di antaranya Abdul Adzim Hasani, Husein bin Said Ahwazi dan lain-lain. Beliau juga menulis berbagai risalah termasuk risalah pembuktian keadilan, menjawab pertanyaan Yahya bin Aktsam (salah satu ulama istana Dinasti Abbasiyah), risalah hukum-hukum agama, serta menulis doa ziarah “Jamiah Kabirah”. Langkah-langkah itu diupayakan Imam bersamaan dengan perjuangan gigih dalam menghadapi kelompok-kelompok menyimpang dan dengan demikian, selain membimbing umat beliau juga membangkitkan umat Islam.

Salah satu langkah penting yang diambil oleh Imam Hadi as adalah perjuangan ilmiah dan budaya melawan kelompok-kelompok menyimpang dalam pemikiran dan akidah. Kelompok-kelompok yang muncul akibat atmosfir beracun yang sengaja diciptakan oleh para penguasa Dinasti Abbasiyah. Ghulat adalah salah satu di antara kelompok tersebut. Mereka adalah sekumpulan ekstrimis, radikal dan irasional yang “memuja” imamah (kepemimpinan para imam) sampai pada batas ketuhanan. Dengan memanfaatkan keyakinan menyimpangnya, kelompok ini mengharamkan apa yang menjadi kewajiban dalam syariat dan mengubah dosa besar menjadi halal. Mereka menciptakan bid’ah dalam agama dan melalui cara itu, mereka ingin melekatkan label syariat atas kecenderungan mereka.

Dalam menjawab pemikiran menyimpang itu, Imam Hadi as berkata, “Demi Allah (Swt) Pencipta semua manusia, Muhammad Saw dan para nabi sebelumnya tidak diutus kecuali untuk menyampaikan agama tauhid, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan melakukan haji, persahabatan dan wilayah (kepemimpinan). Dia pun tidak menyeru masyarakat kecuali pada penghambaan kepada Allah Swt. Kami (para imam), adalah penerus risalah Nabi Muhammad Saw dan hamba-hamba Allah yang tidak akan pernah menyekutukan-Nya, jika mematuhi-Nya maka kita akan mendapat rahmat dan jika kita melanggar, maka kita akan menghadapi azab-Nya yang pedih. Aku berlepas tangan dari orang-orang yang berucap berlebihan (tentang para imam) dan aku berlindung kepada Allah Swt dari ucapan seperti itu. Kalian juga harus menyatakan lepas tangan dari mereka serta menekan mereka.”

Aliran pemikiran menyimpang lain yang menyusup dalam masyarakat dan menciptakan berbagai pengaruh negatif  adalah paham tasawuf. Para pengikut aliran ini mengelabui masyarakat dengan menampilkan kesan sebagai manusia zuhud, patuh kepada Allah Swt, dan tidak tertarik pada urusan dunia, serta membersihkan diri dari segala atribut duniawi. Kelompok ini sama seperti kelompok Ghulat yang memiliki tujuan terselubung dengan menggunakan kecenderungan agama dalam masyarakat. Mereka berkumpul di tempat-tempat suci seperti Masjid Nabi Saw dan dengan gerakan-gerakan khusus, mereka berzikir dan membaca wirid. Sedemikian rupa penampilan mereka sehingga ketika menyaksikan mereka, masyarakat akan beranggapan mereka adalah orang-orang taat agama. Banyak orang yang bergabung dengan mereka.

Imam Hadi as juga menunjukkan reaksi tegas untuk menyadarkan masyarakat atas bid’ah dan penyimpangan kelompok tersebut. Dalam sejarah dicatat bahwa suatu hari, Imam Hadi as duduk di Masjid Nabi Saw bersama sejumlah sahabat. Kemudian sekelompok orang sufi masuk masjid dan memilih berkumpul di salah satu sudut masjid. Mereka duduk melingkar dan mulai berzikir. Imam Hadi as kepada para sahabatnya mengatakan, “Perhatikan kelompok orang penipu dan bermuka dua itu. Mereka adalah teman-teman setan dan perusak pilar-pilar kokoh agama. Untuk mencapai tujuan dan kenikmatan pribadi, mereka menampilkan wajah sebagai orang yang zuhud, dan untuk menjebak masyarakat yang tidak tahu, mereka begadang di malam hari. Mereka itu tidak mengucap laa ilaha illallah kecuali untuk menipu masyarakat… mereka berbicara tentang kecintaan kepada Allah Swt berdasarkan kecenderungan pribadi mereka dan mereka secara perlahan menebar bibit di jurang kesesatan yang telah mereka gali sendiri.”

Di antara kelompok sesat yang dihadapi Imam Hadi as adalah kelompok yang beranggapan bahwa Allah Swt memiliki jism (fisik materi). Mereka memiliki penafsiran yang dangkal tentang agama dan tidak mampu memahami metafisik. Oleh karena itu mereka tidak bisa menerima kenyataan yang diluar batas materi. Sekelompok lainnya beranggapan bahwa manusia dapat melihat Allah Swt pada hari kebangkitan kelak. Mereka berpendapat bahwa Allah Swt memiliki wujud materi. Sejumlah sahabat Imam Hadi as menulis surat kepada beliau meminta penjelasan dalam masalah ini.

Imam Hadi as dalam surat balasannya menulis, “Berpegang pada pendapat seperti ini tidak dapat diterima… dalam pandangan ini terdapat kekeliruan besar; karena orang akan melihat sesuatu yang dapat dilihat oleh matanya dan memiliki jism (bermateri), yang sama dengannya (yang sama-sama bermateri), dan jika terlihat maka keduanya sama yang artinya Allah Swt juga memiliki jism. Karena sebab dan akibat tidak akan terpisah.” Adapun tentang jism bagi Allah Swt, Imam Hadi as berkata, “Maha Suci Allah yang tidak memiliki batas! Sesungguhnya Dia tidak pernah disifati seperti ini, tidak ada yang menyamai-Nya, Dia Maha Mendengar dan Mengetahui.”

Para imam yang suci dari keturunan Rasulullah Saw adalah sumber makrifat dan khazanah ilmu Ilahi. Mereka bak lentera terang yang tidak pernah meredup, menerangi kegelapan. Dengan penjelasan yang gamblang dan membimbing, mereka memberantas kejahilan dan kebodohan. Imam Hadi as juga menulis risalah teologi untuk menjawab masalah-masalah keyakinan dalam masyarakat. Dalam risalah tersebut, Imam Hadi as juga memberikan penjelasan gamblang tentang masalah jabr dan ikhtiyar yang merupakan salah satu masalah paling rumit dalam ilmu teologi. Beliau membahas masalah tersebut dari berbagai sisi namun dengan penjelasan yang sangat sederhana dan logis dengan istilah Al-amru bainal amrain yang berarti tidak jabr dan tidak ikhtiyar.

Kami ajak Anda untuk menyimak ucapan Imam Hadi as:
“Sebaik-baiknya kebaikan adalah kedermawanan dan yang lebih indah dari ucapan yang indah adalah pengucapnya, yang lebih mulia dari ilmu adalah pemiliknya, dan seburuk-buruknya keburukan adalah pengamalannya, dan yang lebih menyeramkan dari keseraman adalah pembawanya.”.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: