Tidak ada tuh anjuran mencaci sahabat.
Yang ada mengkoreksi “kemaksuman” sahabat,
karena di syiah tidak ada doktrin keadilan sahabat (salah dapet 1 bener dapet 2 pahala).
Maka sahabat2 versi syiah ada yg bener ada yg salah.
yg bener yah diteladani sementara yg salah yah gak boleh diikuti – simple.
karenanya mereka bisa tegas menunjukkan siapa yg salah dalam perang jamal & shiffin tanpa sungkan sama sahabat.
sunni mengkafirkan orangtua & paman Rasulullah = menyakiti hati syiah.
salah satu lagi beda syiah adalah imamah – ada hubungannya dgn kekalifahan juga
kalo syiah bilang imam2nya maksum kenapa juga sunni ribut … wong sunni gak mengakui imamah versi mereka.
toh di sunni juga sahabat2 utama juga terbebas dari dosa (bisa dikatakan maksum juga) dgn doktrin ijtihad salah dapet 1 pahala bener dapet 2 pahala.
– perang jamal Ali vs Aisyah = sama2 gak dosa (yg salah tetep dapet 1 pahala).
– perang shifin Ali vs muawiyah = sama2 gak dosa (yg salah tetep dapet 1 pahala).
Tuh kejadian menghasilkan puluhan ribu muslim mati saling serang lho …
Toh nyatanya sahabat2 utama tetep gak dosa khan? (gada beda sama maksum).
karena gada doktrin keadilan sahabat maka syiah sah2 saja menyalahkan pihak2 yg berseberangan dgn panutannya (amirul mukminin / khalifah Ali bin abu thalib).
Status Ayah dan Ibu Rasulullah, Muslim atau Kafir?
Awal muncul saling Kafir-pengkafiran terhadap sesama umat Islam , yaitu ketika pada jaman kekuasaan dinasti Mu’awayah bin Abi Sufyan r.a, berlanjut terus sampai terjadi pembantaian terhadap cucu Rasulullah saw. Pengkafiran terhadap keluarga Rasul Muhammad saw , terhadap umat Islam ( yang politiknya tidak sefaham ).
Ayahnya dikafirkan , anaknya juga dikafirkan, cucu dan keturunannya pun dibantai.
[ sampai ada Ulama bermulut Besar Sekte WAHABI menyatakan : bahwa seluruh keturunan Rasulullah saw sudah musnah ].
Walaupun kekuasaan dinasti Mu’awiyah bin Abu Sufyan r.a , sudah berahir, pengkafiran berlanjut terus walau tidak sederas pendahulunya .
Pada jaman itulah . Umat Islam digoyang oleh fitnah, dan tidak sedikit pembuat Hadits Palsu menyebar luaskan hasil karyanya , untuk melanggengkan kekuasaan atau meraih jabatan . Bersamaan dengan itu, maka didengungkanlah kasidah “ Wa maa jaraa bainas-shahabaati-naskutu “ ( kita diamkan apa yang terjadi di antara para sahabat-Nabi ).
Perbedaan muatan sejarah bukanlah sebuah rahasia. “Tidak ada yang otentik tentang sejarah selain ketidak otentikannya!” demikianlah sebagian orang antipati dan larut dalam ifrati melihat sejarah yang seakan hanya dipenuhi lembaran-lembaran perbedaan. Tapi apakah traffic light diseluruh dunia harus dicabut hanya karena kecelakaan masih tetap ada? Ataukah seluruh obat harus dihentikan produksinya, sebab tidak sedikit jumlahnya orang mati over dosis?
‘Sejarah’ hanya benda mati. Sedang pena tidak tahu dosa sebab guratan-guratannya sangat tergantung pada orang yang menggerakkan tangannya, sementara sang subjek; ia mungkin tidak sendiri! Ada ide dibalik badannya, dan mungkin dibalik idenya? Boleh jadi ada kepentingan, boleh jadi ada force yang memaksanya panuh, boleh jadi paksaan itu bernama pedang dan atau demi keselamatan, atau boleh jadi karena gemerincing koin-koin emas, dan atau seperti kata sahabat Ali bin Abi Thalib as; an-Nas ‘ala dini mulukihim.
Bukankah dunia dipaksa menerima kebenaran ‘mitos’ Holocoust yang didongengkan Israil! Padahal orang tahu bahwa itu hanya kebohongan sejarah, tapi kenapa masih tetap diterima? Bagaimana dengan sejarah Islam?
Berikut ini kita akan mencoba mengalisa ulang sejarah Islam terutama sejarah Rasul dan keluarganya. Bukan untuk menolak sejarah secara ifrati, tapi membuang yang ‘membohongi kesadaran’ kita dan bergerak menuju sebuah pandangan baru yang jauh dari kebohongan dan pembohongan.
Sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini muncul berbagai teori dan opini yang menyatakan bahwa kedua orangtua Rasulullah saw adalah kafir.Salah satunya adalah yang tertera pada sebuah buku yang bertajuk “Kafirkah kedua orangtua Rasulullah?” yang diterbitkan oleh pustaka As-sunah dan ditulis oleh Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qaari.
Versi Sunni:
telah beredar hadist yang menyinggung tentang adab keimanan yaitu tentang status dari ibu dan ayah nabi muhammad yang musyrik dan kafir.
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya mengampuni dosa ibunya, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengabulkannya karena ibunya mati dalam keadaan kafir [1] Kedua orang tua Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir [2] Kalau ada yang bertanya, “Bukankah pada saat itu belum diutus Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Saat itu sudah ada millah Ibrahim. Sedangkan kedua orang tua Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak masuk dalam millah Ibrahim sehingga keduanya masih dalam keadaan kafir [3]
Referensi:
[1]. Hadits Riwayat Muslim Kitabul Jazaaiz 2 hal.671 no. 976-977, Abu Dawud 3234, Nasa’i 4 hal. 90 dll
[2]. Dalilnya, ada seorang bertanya, “Ya Rasulullah ! Dimana Ayahku” Jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ayahmu di Neraka”. Ketika orang itu akan pergi, dipanggil lagi, beliau bersabda, “Ayahku dan ayahmu di neraka” [Hadits Shahih Riwayat Muslim Kitabul Iman I/191 no. 203, Abu Dawud no. 4718 Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra 7/190] Pada riwayat yang lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kedua anak Mulaikah, “Ibu kamu di Neraka”, keduanya belum bisa menerima, lalu Nabi panggil dan beliau bersabda, “Sesungguhnya ibuku bersama ibumu di Neraka” [Thabrani dalam Mu'jam Kabir (10/98-99 no. 10017)], Hakim 4/364.
[3]. Lihat, Adillah Mu’taqad Abi Hanifah fil A’zham fii Abawayir Rasul Alaihis Shalatu wa Salam ta’lif Al-‘Alamah Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qary (wafat 1014).
Riwayat yang menunjukkan bahwa ayah beliau (Abdullah) meninggal sebagai musyrik dan berada di neraka adalah hadits yang diriwayatakan Muslim dari Anas: Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Di manakah bapakku?” Beliau menjawab, “Di neraka.” Maka ketika ia berbalik, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallammemanggilnya dan bersabda:
“Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di neraka.”
Hadits ini menunjukkan bahwa ayah beliau meninggal sebagai orang kafir. Dan siapa yang meninggal di atas kekafiran maka dia di neraka, hubungan kekerabatan tidak berguna dan tidak bisa menyelamatkannya. (Lihat: Syarah Shahih Muslim, Imam al-Nawawi: no. 302).
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis sehingga orang-orang yang ada di sekitar beliau-pun ikut menangis. Karenanya beliau bersabda, “Aku telah meminta izin kepada Rabb-ku untuk saya beristighfar (memintakan ampun) baginya, namun Dia tidak mengizinkan. Dan aku meminta izin untuk menziarahi (mengunjungi) kuburnya, maka Dia mengizinkan untukku. Karenanya, lakukan ziarah kubur, sebab hal itu bisa mengingatkan kepada kematian.”
Dalam riwayat lain yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, dari hadits Ibnu Mas’ud bahwa kisah ini menjadi sebab turunnya firman Allah,
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam.” (QS. Al-Taubah: 113) dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengutarakan bahwa kesedihan ini merupakan naluri sayang seorang anak terhadap orang tuanya. (Lihat: Al-Hakim dalam Mustadrak: 2/336 beliau mengatakan, “Shahih sesuai syarat keduanya –Bukhari dan Muslim-; Al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwah: 1/189).
Dan terdapat tambahan keterangan dalam al-Mu’jam al-Kabir milik al-Thabrani rahimahullaah, bahwa Jibril ‘alaihis salam berkata kepada beliau,
“Berlepas dirilah engkau dari ibumu sebagaimana Ibrahim berlepas diri dari bapaknya.” (Lihat juga Tafsir Ibni Katsir dalam menafsirkan QS. Al-Taubah: 113-114).
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis sehingga orang-orang yang ada di sekitar beliau-pun ikut menangis. Karenanya beliau bersabda, “Aku telah meminta izin kepada Rabb-ku untuk saya beristighfar (memintakan ampun) baginya, namun Dia tidak mengizinkan. Dan aku meminta izin untuk menziarahi (mengunjungi) kuburnya, maka Dia mengizinkan untukku. Karenanya, lakukan ziarah kubur, sebab hal itu bisa mengingatkan kepada kematian.”.
Dalam riwayat lain yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, dari hadits Ibnu Mas’ud bahwa kisah ini menjadi sebab turunnya firman Allah,
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam.” (QS. Al-Taubah: 113) dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengutarakan bahwa kesedihan ini merupakan naluri sayang seorang anak terhadap orang tuanya. (Lihat: Al-Hakim dalam Mustadrak: 2/336 beliau mengatakan, “Shahih sesuai syarat keduanya –Bukhari dan Muslim-; Al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwah: 1/189).
Dan terdapat tambahan keterangan dalam al-Mu’jam al-Kabir milik al-Thabrani rahimahullaah, bahwa Jibril ‘alaihis salam berkata kepada beliau,
“Berlepas dirilah engkau dari ibumu sebagaimana Ibrahim berlepas diri dari bapaknya.” (Lihat juga Tafsir Ibni Katsir dalam menafsirkan QS. Al-Taubah: 113-114).
Sedangkan riwayat yang menunjukkan bahwa ayah beliau (Abdullah) meninggal sebagai musyrik dan berada di neraka adalah hadits yang diriwayatakan Muslim dari Anas: Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Di manakah bapakku?” Beliau menjawab, “Di neraka.” Maka ketika ia berbalik, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya dan bersabda:
“Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di neraka.”
Hadits ini menunjukkan bahwa ayah beliau meninggal sebagai orang kafir. Dan siapa yang meninggal di atas kekafiran maka dia di neraka, hubungan kekerabatan tidak berguna dan tidak bisa menyelamatkannya. (Lihat: Syarah Shahih Muslim, Imam al-Nawawi: no. 302).
Dalil golongan yang menyatakan orang tua Nabi masuk neraka adalah hadits riwayat Imam Muslim dari Hammad :
Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah “ Ya, Rasulullah, dimana keberadaan ayahku ?, Rasulullah menjawab : “ dia di neraka” . maka ketika orang tersebut hendak beranjak, rasulullah memanggilnya seraya berkata “ sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka “.
Riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh:
Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW “ dimana ayahku ?, Rasulullah SAW menjawab : “ dia di neraka”, si A’rabi pun bertanya kembali “ dimana AyahMu ?, Rasulullah pun menjawab “ sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “
Dalil mereka yang lain hadits yang berbunyi :
Demi Allah, bagaimana keadaan orang tuaku ?
Kemudian turun ayat yang berbunyi :
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.
hadits: “Dari Anas bin Malik,bahwasanya seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah dimana ayahku?Nabi bersabda: ‘Dineraka.
Ketika orang tersebut berpaling Nabi memanggilnya lagi dan bersabda: ‘sesungguhnya ayahku dan ayahmu di An-nnar(neraka) (H.R Muslim).
Tidak sedikit jumlah hadits dan riwayat sejarah yang menyebutkan bahwa Ayah, Ibu, Paman dan Kakek Rasulullah saw mati dalam keadaan kafir! Paling tidak, kitab-kitab yang ditulis rawi dan penulis sejarah sekaliber Ahmad bin Hanbal –pemuka mazhab Hambali- dan Ibnu Katsir, sang sejarawan handal!(?)
Berikut ini beberapa riwayat akan kami ketengahkan;
a. Ibn Katsir dan Ibn Hambal meriwayatkan; Rasulullah bersabda: “Suatu hari aku mendatangi kuburan ibu Muhammad, dan aku memohonkan syafaat kepada Tuhanku untuknya, dan kumohonkan pengaampunan atasnya tapi Tuhanku menolak permohonanku” [1]
b. Salah seorang Arab bertanya kepada Rasul; “Dimanakah sekarang Ayahmu?” Rasul menjawab; “Takkala aku melintas di pekuburan orang-orang kafir, diperlihatkan padaku, bahwa ayahku berada di neraka”[2]
c. Rasululah bersabda: “Aku bersaksi di hadapan kalian, bahwa aku berlepas tangan dari (kekafiran) Aminah ibuku, sebagaimana Ibrahim as berlepas tangan dari kekafiran ayahnya”[3]
Sungguh sebuah kebohongan atas diri Rasul dan kedua orang tua beliau. Selain itu sebuah kesalah besar ketika mengkiaskan Ayah Ibrahim as dan kedua orang tua Rasul, sebab ayah Ibrahim menolak kenabian dan risalah nabi Ibrahim as pada saat masih hidup, sedangkan bapak-ibu Rasulullah saw meninggal sebelum menjadi Nabi dan Rasul, terlebih ayahnda beliau, Abdullah yang meninggal sebelum beliau lahir. Bagaimana mungkin hukum kafir diberikan kepada seseorang yang tidak mendengar dan menghadapi sebuah kenabian atau kerasulan!
Referensi:
[1] . Bidayah wa Nihayah: 2/340-341, Musnad Ahmad: 5/357
[2] . Bidayah wa Nihayah: 2/342
[3] . al-Wafa: 116.
Pendapat diatas adalah pendapat sunni.
Jawaban Pihak Syi’ah:
Ayat itu tidak tepat untuk kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab, yaitu :
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) (Q.S. Albaqarah : 40).
Sampai ayat 129 :
Semua ayat-ayat itu menceritakan ahli kitab (yahudi).
Bantahan di atas juga diperkuat dengan firman Allah SWT:
“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.
Hadist tersebut juga bertentangan dengan surat Al-Baqoroh ayat 62 yang menyebutkan:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Nah jelaslah bertentangan karena di tanah arab hanya ada yahudi dan nasrani. kuat mana hadist dan al-qur’an pernyataanya. Hadist bisa di buat maudhu’ atau hadist palsu, namun al-qur’an banyak yang telah hafidz menghafalnya.
Belajarlah agama pada ustadz yang ada di sekitarmu, jangan semua website atau wapsite anda jadikan panutan. Karena banyak jebakan di dunia maya.
Tidak masuk akal andai ayah ibu nabi muhammad musrik dan kafir, sedang yang melahirkan manusia suci juga dari rahim ibu yang suci. Tentu saja ada pengampunan khusus dari Allah ta’ala. Karna agama islam yang di bawa nabi muhammad belumlah di kenal.
Apakah kita layak mengkafirkan kedua orangtua Rasulullah saw?
Air yang jernih tidak mungkin berasal dari mata air yang kotor,tidakkah anda setuju?.Bagi umat islam,jiwa dan pribadi Rasulullah saw adalah jiwa dan pribadi yang agung,yang bersih,suci dan dicintai.itu bukan saja diakui oleh umat islam,akan tetapi oleh penganut agama lain.Ayat-ayat suci Al-Qur’an dan catatan sejarah juga mendukung pendapat ini.Pribadi yang agung ini tentu tidak mungkin berbentuk begitu saja,ia pasti melalui prores,bimbingan sejak kecil,dan berasal dari benih-benih yang suci.
Sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini muncul berbagai teori dan opini yang menyatakan bahwa kedua orangtua Rasulullah saw adalah kafir.Salah satunya adalah yang tertera pada sebuah buku yang bertajuk “Kafirkah kedua orangtua Rasulullah?”
yang diterbitkan oleh pustaka As-sunah dan ditulis oleh Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qaari.Buku ini juga sempat diulas oleh salah satu koran terkemuka yaitu Republika terbitan jum’at 15 April 2005 dengan sebuah artikel berjudul “Meluruskan posisi orangtua Rasulullah” .
Mengapa muncul pendapat demikian?Apa dasar argumen tersebut?
Dan bagaimana kita menyikapinya?Itulah beberapa pertanyaan yang perlu kita jawab disini.Dalam artikel yang dimuat oleh koran Republika Jum’at 15 April 2005 dikatakan: “Kedua orangtua Rasulullah yakni Abdullah dan Siti Aminah,wafat sebelum Nabi membawa risalah islam,dengan kata lain keduanya meninggal dalam keadaan kafir.Namun banyak umat islam yang merasa tidak sampai hati mengatakan bahwa kedua orangtua Rasulullah saw wafat dalam keadaan kafir dan karena itu kelak masuk neraka”.
Bagaimana kita menyikapi argumen tersebut?jawabannya mungkin mudah,yaitu dengan menerima atau menolaknya.Akan tetapi apa dasar yang kita gunakan untuk menerima atau menolak argumen tersebut?Alangkah baiknya jika disini menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai pedoman juga solusi.
Allah swt berfirman dalam surat Al-Israa(17)ayat 15: ..”Dan kami tidak akan mengazhab sebelum kami mengutus seorang Rasul”.
Bukankah kedua orangtua Rasulullah saw sudah meninggal tatkala beliau berusia 8 tahun, sedangkan pengutusan Muhammad sebagai Rasul baru dilakukan ketika beliau berumur 40tahun?
Lalu bagaimana mungkin kedua orangtuanya Abdullah dan Aminah di azhab dineraka?
Dimana keadilan Allah swt seperti yang tertera pada surat Al-Israa ayat 15 tersebut diatas?
Pada surat Asy-Syu’araa (Q.S-26:217-219) Allah swt berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang) dan melihat pula perpindahan badanmu dari (sulbi-sulbi) orang-orang bersujud”.
Disini kita melihat perpindahan badan(benih)Rasulullah dari satu sulbi ke sulbi yang lain.Dan sulbi-sulbi tempat persinggahan itu tidak lain adalah milik orang -orang yang bersujud (beriman).
Masihkah kita menerima bahwa kedua orangtua Rasulullah saw kafir?
di riwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Aku pindahkan dari sulbi-sulbi yang suci kedalam rahim-rahim yang terjaga.”.
Selain itu dalam banyak riwayat juga diceritakan bahwa Bani Hasyim(keluarga besar Abdullah ayah Rasulullah)adalah penjaga ka’bah dan pengikut ajaran Nabi Ibrahim as.Apakah layak bagi kita untuk mengkafirkan kedua orangtua Rasulullah saw setelah mengetahui pernyataan-pernyataan ini?
Air yang jernih tidak mungkin berasal dari mata air yang kotor. Kalimat itulah yang kira-kira dapat menggambarkan diri Rasulullah saw dan kedua orangtuanya. Alangkah baiknya jika kita mempelajari secara lebih mendalam tentang keluarga Nabi Muhammad saw dan mengaca diri akan kedudukan kita dihadapan Rasulnya yang tercinta. Sehingga kita tidak mudah mengeluarkan opini-opini yang tidak pantas dan terjebak dalam badai kesalahpahaman yang terus menguak seperti ini.Semoga bermanfa’at.
Versi Sunni :
Imam Bukhari meriwayatkan : “ Ketika Rasulullah saw, minta kepada Abu Thalib supaya mengucapkan kalimat “ La ilaha ilallah “, ‘amr bin hisyam ( Abu Lahab ) dan Abdullah bin Umayyah , bertanya kepada Abu Thalib : “ Tidakkah anda berpegang pada agama Abdul-Mutthalib..??.” Berulang-ulang dua orang itu mendesak pertanyaan tersebut, dan akhirnya Abu Thalib menjawab : “ Pada agama ‘Abdul-Mutthalib “ .Riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari itu, menunjukan bahwa Abu Thalib tidak mengucapkan kalimat syahadat. Karena Rasulullah sawberkata: “ Akan kumohonkan ampunan bagimu paman, selagi aku tidak dilarang berbuat itu ( syafaat )“.Mengenai persoalan itu, Ibnu Katsir mengatakan : “ Abu Thalib tahu dan mengerti , bahwa Rasulullah saw, itu benar, tidak dusta, tetapi hati Abu Thalib tidak beriman .” disini kita bisa melihat, seakan-akan Ibnu Katsir hendak menyamakan pengertian Abu Thalib mengenai kenabian Muhammad saw, dengan pengertian , kaum Yahudi mangenai beliau.Ibn Katsir menulis; Sesungguhnya Abu Thalib mati dalam keadaan beragama sebagaimana agama jahiliyah.[al-Wafa: 116].
Dari Al Abbas bin Abdul Muthalib, berkata, “Wahai Rasullulah, apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab dia dulu memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di neraka yang paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia berada di neraka yang paling bawah.“ (HR. Bukhari no. 3883, 6208, 6572, Muslim 209).
Dari Abu Sa`id Al Khudri, berkata, Disebutkan disisi Rasulullah pamannya Abu Thalib, maka beliau bersabda, ” Somoga syafa’atku bermanfaat baginya kelak di hari kiamat. Karena itu dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal, api neraka mencapai mata kakinya lantaran itu otaknya mendidih”. (HR.Bukhari 3885, 6564, Muslim 210).
JAWABAN PiHAK SYi”AH :
Abu Thalib mu’min Sejati
Segala Puja dan Puji bagi Allah, sebanyak tetesan air hujan, sebanyak butiran biji-bijian, sebanyak makhluk-Nya dilangit, dibumi dan diantara keduanya.Segala Puja dan Puji yang banyak dan tak berkesudahan untuk Allah, meskipun puja segala pemuji selalu kurang dari sewajarnya.Segala Puja dan Puji untuk Allah seagung pujian-Nya terhadap diri-Nya.Shalawat dan Salam yang tiada pernah terputus dan tiada pernah terhenti terus-menerus, sambung-menyambung sampai ke akhir zaman untuk Nabi yang dicintai dan dikasihi oleh ruh, jiwa dan jasad kami, Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya, juga untuk keluarganya yang telah disucikan dari segala noda dan nista, serta para sahabat yang berjihad bersamanya dan setia padanya sepanjang hayatnya.
Dalam berbagai kesempatan alfagir hamba Allah penulis risalah ini sering mendengar dalam khutbah-khutbah, diskusi-diskusi, maupun dialog-dialog bahwa Abu Thalib paman tercinta Rasulullah SAAW dikatakan kafir. Beberapa rekan sering bertanya tentang masalah ini, akhirnya alfagir harapkan risalah ini sebagai jawaban atas semuanya itu, sebaga pembelaan terhadap Abu Thalib dan terhadap Nabi SAAW, semoga beliau SAAW meridhainya Amin.
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya (mengutuknya) didunia dan diakhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan (Q.S. 33:57)”.
“Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu,bagi mereka azab yang pedih(Q.S. 9:61)”.
Diriwayatkan dari Al-Thabrani dan AL- Thabrani dan Al-Baihaqi, bahwa anak perempuan Abu Lahab (saudara sepupu Nabi saaw ) yang bernama Subai’ah yang telah masuk Islam datang ke Madinah sebagai salah seorang Muhajirin, seseorang berkata kepadanya : “Tidak cukup hijrahmu ini kesini, sedangkan kamu anak perempuan kayu bakar neraka” (menunjuk surat Allahab). Maka ia sakait mendengar kat-kat tersebut dan melaporkannya pada Rasulullah saaw. Demi mendengar laporan semacam itu beliau saaw jadi murka, kemudian beliau naik mimbar dan bersabda :
“Apa urusan suatu kaum menyakitiku, baik dalam nasabku (silsilahku) maupun sanak kerabatku. Barang siapa menyakiti nasabku serta sanak kerabatku, maka telah menyakitiku dan barang siapa yang menyakitiku, maka dia menyakiti Allah SWT.
Sa’ad bin Manshur dalam kitab Sunannya meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair tentang Firman Allah SWT (Q.S; 42,23) : “Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak meinta dari kalian sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang terhadap keluarga (Ahlul Bait)”.
Ia berkatyang dimaksud keluarga dalam ayat itu adalah keluarga Rasulullah saaw, (Hadits ini disebutkan juga oleh Al-Muhib Al-Thabari dalam Dzkhair Al-Uqbah ha.9 Ia mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Al-Sirri, dikutib pula oleh Al-Imam Al-Hafid Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar Al-Suyuthi dalam kitab Ihyaul Maiyit Bifadhailil Ahlil Bait hadits nomer 1 dan dalam kitab tafsir Al-Dur Al-Mantsur ketika menafsirkan ayat Al-Mawaddah :42,43).
Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya Juz 4 hal.210 hadits no.177 meriwayatkan:
Abbas paman Nabi SAAW masuk menemui rasulullah saaw, lalu berkata: “Wahai rasulullah, sesungguhnya kita (bani hasyim) keluar dan melihat orang-orang quraisy berbincang-bincang lalu jika mereka melihat kita mereka diam”. Mendengar hal itu rasulullah saaw marah dan meneteskan airmata kemudian bersabda : “Demi Allah tiada masuk keimanan ke hati seseorang sehingga mereka mencintai kalian (keluarga nabi saaw) karena Allah dan demi hubungan keluarga denganku”. (hadits serupa diriwayatkan pula oleh Al-Turmudzi, Al-Suyuthi, Al-Muttaqi Al-Hindi, Al-Nasa’i, Al-Hakim dan Al-Tabrizi).
Ibnu Adi dalam kitab Al-Kamil meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata bahwa Rasulullah saaw bersabda: “Barang siapa yang membenci kami Ahlul Bayt (Nabi dan keluarganya) maka ia adalah munafiq”. (At-Athabrani dalam Dzakair, Ahmad dalam Al-Manaqib, Al-Syuthi dalam Al-Dur Al-Mantsur dan dalam Ihyaul Mayyit).
Al-Thabrani dalam kitab Al-Awsath dari Ibnu Umar, ia berkata: Akhir ucapan rasulullah saaw sebelum wafat adalah: “Perlakukan aku sepeninggalku dengan bersikap baik kepada Ahlul Baitku.” (Ibnu Hajar dalam Al-Shawaiq). Al-Khatib dalam tarikhnya meriwayatkan dari Ali bersabda : “Syafa’at (pertolongan diakhirat kelak) ku (hanya) teruntuk orang yang mencintai Ahlul Baytku. (Imam Jalaluddin Al-Syuthi dalam Ihyaul Maiyit) .
Al-Dailami meriwayatkan dari Abu Sa’id ia berkata bahwa Rasulullah saaw bersabda :” Keras kemurkaan Allah terhadap orang yang menggaguku dengan menggangu itrahku”. (Al-Suyuthi dalam Ihyaul Maiyit, dikutib juga oleh Al-Manawi dalam Faidh Al-Qadir, dan juga oleh Abu Nu’aim).
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Imam Ali a.s. bahwasanya Rasulullah bersabda : “Barang siapa yang menyakiti seujung rambut dariku maka ia telahmenyakitiku dan barang siapa yang menyakitiku berarti ia telah menyakiti Allah SWT”. Dengan demikian jelaslah bahwa siapa yang menyakiti Abu Thalib berarti menyakiti Rasulullah beserta cucu-cucu beliau pada setiap masa. Rasulullah bersabda :” Janganlah kalian menyakiti orang yang masih hidup dengan mencela orang yang telah mati”.
Sebenarnya pandangan tentang kafirnya Abu Thalib adalah hasil rekayasa politik Bany Umaiyah di bawah kendali Abu Sufyan seseorang yang memusuhi Nabi saaw sepanjang hidupnya, memeluk Islam karena terpaksa dalam pembebasan Makkah, kemudian dilanjutkan oleh putranya Muawiyah, seorang yang diberi gelar oleh Nabi saaw sebagai kelompok angkara murka, yang neracuni cucu Nabi saaw, Imam Hasan ibn Ali a.s. Dalam kitab Wafiyat Al-A’yan Ibnu Khalliqan menuturkan cerit Imam Nasa-i (penyusun kitab hadits sunna Al-Nasa-i), bahwasanya sewaktu Nasa-i memasuki kota Damaskus, ia didesak orang untuk meriwayatkan keutamaan Muawiyah, kata Nasa-i: “ Aku tidak menemukan keutamaan Muawiyah kecuali sabda Rasul tentang dirinya – semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya”. Selanjutnya dilanjutkan oleh Yazid anak Muawiyah si pembunuh Husein ibn Ali cucu Nabi Muhammad saaw di padang Karbala bersama 72 keluarga dan sahabatnya. Muawiyah yang sebagian Ulama dikatagorikan sebagai sahabat Nabi saaw , telah memerintahkan pelaknatan terhadap Imam Ali bin Abi Thalib hampir 70.000 mimbar umat Islam dan dilanjutkan oleh anak cucu-cucuBany Umaiyah selam 90 tahun sampai masa Umar bin Abdul Azizi. Ibnu Abil Hadid menyebutkan Muawiyah membentuk sebuah lembaga yan bertugas mencetak hadits-hadits palsu dalam berbagai segi terutama yang menyangkut keluarga Nabi saaw, lembaga tersebut beranggotakan beberapa orang sahabat dan Tabi’in (sahabtnya sahabat) diantaranya “Amr ibn Al-ash, Mughirah ibn Syu’bah dan Urwah ibn Zubair).
Sebagai contoh Ibnu Abil Hadid menebutkan hadits produksi lembaga tersebut :
“Diriwayatkan oleh Al-Zuhri bahwa : Urwah ibn Zubair menyampaikan sebuah hadits dari Aisyah bibinya ia berkata : Ketika aku bersama Nabi saaw, maka datanglah Abbas (paman Nabi saaw) dan Ali bin Abi Thalib dan Nabi saaw berkata padaku :”Wahai Aisyah kedua orang itu akan mati tidak atas dasar agamaku (kafir)”.
Inil adalah kebohongan besar tak mungkin Rasul saaw bersabda seperti itu yang benar Rasul saaw bersabda seprti yang termaktub dalam kitab : Ahlul Bayt wa Huququhum hal.123, disitu diterangkan: Dari Jami’ ibn Umar seorang wanita bertanya pada Aisyah tentang Imam Ali, lalu Aisyah menjawab : “Anda bertanya kepadaku tentang seorang yang demi Allah SWT, aku sendiri belum pernah mengetahui ada orang yang paling dicintai Rasulullah saaw selin Ali,dan di bumi ini tidak ada wanita yang paling dicintai putri Nabi saaw, yakni ( Sayyidah Fatimah Az-Zahra a.s istri Imam Ali a.s). Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak, Al-Suyuthi dalam kitab Al-Jami Ash-Shaghir dan juga Al-Thabrani dalam kitab Al-Kabir dari Ibnu Abbas, Rasulullah saaw bersabda :” Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, Maka barangsiapa ingin mendapat Ilmu, hendaknya ia mendatangi pintunya”. Imam Ahmad bin Muhammad Ash-Shadiq Al-Maghribi berdasarkan hadits ini telah membuat kitab khusus yang diberi judul :”Fathul Malik al’Aliy bishihati hadits Babul Madinatil Ilmi Ali” yang membuktikan ke shahihan hadits tersebut.
Tidak mungkin kami menyebutkan hadits-hadits keutamaan Imam Ali satu persatu karena jumlahnya sangat banyak , cukuplah yang dikatakan Imam Ahmad (pendiri mazhab sunni Hambali) seperti yang diriwayatkan oleh putranya Abdullah ibn Ahmad sbb: “Tidak ada seorang pun diantara para sahabat yang memiliki Fadha’il (keutamaan) dengan sanad-sanad yang shahih seperti Ali bin Abi Thalib”. Bany Umaiyah tidak cukup dengan menciptakan hadits-hadits palsu bahkan mengadakan program kekerasan bagi siap yang berani mengungkap hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan keluarga Nabi saaw. Mereka meracuni dan mempengaruhi pikiran umat Islam bahwa orang yang mengungkap keutamaan keluarga Nabi saaw adalah para pengacau, musuh Islam dan mereka adalah orang-orang zindiq.
Maka tidak sedikit Ulama’ Islam yang menjadi korban karena mereka berani secara tegas menyebarkan hadits-hadits tersebut. Dimana Bany Umaiyah kemudian dimasa Bany Abbasiyah, Keluarga Nabi saaw dan anak, cucunya terus menerus menjadi korban intimidasi yang tidak henti-hentinya, mengalami pengejaran, pembunuhan, seperti pembantaian Karbala, pembantaian Imam Ali Zainal Abidin, Annafsuzzakia , peracuni Imam Al-Baqir, Ash-shodiq, Al-Khadzim, Ar-Ridha dll, sampai seorang sejarawan terkenal Abul Faraj yang diberi judul “Maqatilut – Thalabiyin”.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa mereka berlaku demikian itu dan apa yang mendasarinya?, jawabannya tiada lain hanyalah kaena dengki dan irihati terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah kepada keluarga Nabi saaw. “Ataukah mereka dengki kepada (sebagian ) manusia (=Muhammad dan keluarganya) lantaran karunia-karunia yang Allah SWT, telah limpahkan kepadanya…?” (QS; 4,54) Al-Hafid Ibnu Hajar dalam kitabnya As-Sawaiq meriwayatkan dari Ibnu Mughazili Asy-Syafi’i bahwasanya Imam Muhammad Al-Bagir berkata: “Kamilah Ahlul Bayt adalah orang yang kepada mereka sebagian manusia menunjukkan rasa iri dan dengki”.
Para pengutbah dan penceramah tentunya telah mengetahui semua hadits-hadits yang mengkafirkan Abu Thalib yang jumlahnya kurang lebih 9 hadits, oleh karena itu hamba AllahSWT tidak akan menyebutkan lagi disini. Dengan menggunakan Ilmu hadits dan memeriksa Rijal (orang-orang yang meriwayatkan hadits-hadits tersebut. Tidak mungkin merinci komentar para ahli Jarh (kritik hadits) disini, sebagai contoh ; salah seorang perawi hadits dari kalangan sahabat bernama Abi Hurairah, disepakati oleh para ahli sejarah bahwa dia masuk Islam pada perang Khaibar, tahun ke-7 Hijriyah, sedangkan Abu Thalib meninggal satu dua tahun sebelum Hijrah. Apakah dia berhadits ?.
Anehnya beberapa periwayat hadits tersebut menyebutkan beberapa Asbabul Nuzul (sebab-sebab turunya ayat dalam Al-Quran) dihubungkan untuk mengkafirkan Abu Thalib, sebagai contoh; Surah Al-Tawbah 113 dan Al-Qashash 56, surah Al-Tawbah ayat 113 menurut para ahli tafsir termaasuk surah yang terakhir turun di Madinah, sedang Al-Qashash ayat;56 turun pada waktu perang Uhud (sesudah Hijrah), jadi baik antara kedua surah itu ada jarak yang bertahun-tahun juga antara kedua surah tersebut dengan kewafatan Abu Thalib ada jarak yang bertahun-tahun pula. Sekarang kita telah menolak hadits yang mengkafirkan Abu Thalib dan akan mengetengahkan hadits-hadits yang menyebut beliau (semoga Allah meridhainya) sebagai seorang muslim, namun sebelumnya akan kami ketengahkan terlebih dahulu siapakah Abu Thalib itu?
Beliau Abu Thalib nama aslinya adalah Abdu Manaf, sedang nama Abu Thalib adalah nama Kauniyah (panggilan) yang berasal dari putra pertamanya yaitu Thalib, Abu berarti Bapak. Abu Thalib adalah paman dan ayah asuh Rasulullah saaw, dia membela Nabi saaw dengan jiwa raganya. Ketika Nabi saaw berdakwah dan mendapat rintangan Abu Thalib dengan tegar berkata: “Kalian tidak akan dapat menyentuh Muhammad sebelum kalian menguburkanku”. Ketika Nabi saaw dan pengikutnya di baikot di sebuah lembah, Abu Thalib mendampingi Nabi saaw dengan setia. Ketika dia melihat Ali shalat di belakang Rasulullah saaw. Ketika mau meninggal dunia berwasiat kepada keluarganya untuk selalu berada di belakang Nabi saaw dan membelanya untuk menenangkan dakwahnya.
Beliau telah menerima amanat dari ayahnya Abdul Mutthalib untuk mengasuh Nabi saaw dan telah dilaksanakan amanat tersebut. Nabi saaw adalah sebaik-baik asuhan dan Abu Thalib adalah sebaik-baik pengasuh. Beliau mengetahu akan kenaibian Muhammad saaw jauh sebelum Nabi saaw diutus oleh Allah SWT, sebagai Rasul di atas dunia ini. Dia menyebutkan hal tersebut ketika berpidato dalam pernikahan Nabi saaw dengan Sayyidah Khadijah a.s. Abu Thalib berkata : “ Segala Puji bagi Allah yang telah menjadikan kita sekalian sebagian anak cucu Ibrohim dan Ismail, menjadikan kita sekalian berpangkal dari Bany Ma’ad dan Mudhar menjadikan kita penanggung jawab rumah-Nya (ka’bah) sebagai tempat haji serta tanah haram yang permai, menjadikan kita semua sebagai pemimpin-pemimpin manusia. Kemudian ketahuilah bahwa kemponakan saya ini adalah Muhammad ibn Abdullah yang tidak bisa dibandingkan dengan laki-laki manapun kecuali ia lebih tinggi kemuliaannya, keutamaan dan akalnya. Dia (Muhammad ), demi Allah setelah ini akan datang dengan sesuatu kabar besar dan akan mengahadapi tantangan yang berat”.
Kata-kata beliau ini, adalah hasil kesimpulan apa yang beliau lihat tentang pribadi Nabi saaw sejak kecil, atau sebuah ilham dan dari kaca mata sufi adalah sesuatu yang diperoleh dari Ilmu Mukasyafah atau beliau seorang Kasyaf.
Pada saat Abu Thalib berekspidisi ke Syiria (Syam), pada waktu itu Nabi saaw masih berusia 9 tahun dan diajak oleh Abu Thalib, ketika itu bertemu dengan seorang rahib Nasrani bernama Buhairah yang mengetahui tanda-tanda kenabian yang terdapat pada Nabi saaw dan memberitahukan pada Abu Thalib kemudian menyuruhnya membawa pulang kembali ke Mekkah karena takut akan gangguan orang Yahudi.Maka Abu Thalib tanpa melihat resiko perdagangannya dengan serta merta membawa Nabi saaw pulang ke Mekkah.
Jika Abu Thalib hendak makan bersama keluarganya, beliau selalu berkata: Tetaplah kalian menunggu hingga Muhammad datang, kemudian Nabi saaw datang serta makan bersama mereka hingga mereka menjadi kenyang, berbeda seandainya mereka makan tanpa keikut sertaan Nabi saaw, biasa hidangannya adlah susu, maka Nabi saaw dipersilahkan lebih dahulu, baru bergiliran mereka. Abu Thalib berkata kepada Nabi saaw: “Sesungguhnya Engkau adalah orang yang di berkati Tuhan”.
Setiap Nabi akan tidur Abu Thalib membentangkan selimutnya dimana beliau saaw biasa tidur. Beberapa saat setelah beliau saaw tertidur, dia membangunkan beliau saaw lagi dan kemudian memerintahkan sebagian ank-anaknya untuk tidur ditempat Rasulullah saaw tidur, sementara Rasulullah dibentangkan selimut ditempat lain agar Nabi saaw tidur disana. Semua ini dilakukkan oleh Abu Thalib demi keselamatan Nabi saaw.
Ya Allah, Engkaulah yang dituduh oleh sebagian umat Nabi-Mu , tidak mau memberi hidayah Islam kepada seseorang yang mencintai Nabi saaw yang tiada melebihinya dan Nabi saaw mencintainya dengan teramat sangat.
Ya Allah, sungguh prasangkaku baik kepada-Mu, tak mungkin engkau tidak memberi iman kepadanya. Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Engkau terjauh dari perasangka buruk. Ya Allah, apakah mungkin umat Nabi-Mu akan menerima Syafa’at dari padanya, sedang lidah-lidah mereka tiada kering dari mengkafirkan paman kesayangannya. Ya Allah Engkau adalah Tuhan Yang Maha Adil dan Engkau akan mengukum siapa saja yang menyakiti Nabi-Mu dan keluarganya. Dalam salah satu sya’irnya Imam Syafi’i berkata :
(maksudnya : Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa ali Muahammad)
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) dalam sya’irnya:
Dalam Sya’irnya Imam Zamakhsyari bertutur:
Abu Hasyim Isma’il bin Muhammad Al-Humairi dalam salah satu sya’i permohonan syafa’at pada nabi saaw:
Kini tibalah saatnya untuk kami ketengahkan hadits-hadits tentang Mukminnya Abu Thalib, namun akan kami kutip sebagian saja.
Dari Ibnu Adi yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik, ia berkata; “Pada suatu saat Abu Thalib sakit dan Rasulullah menjenguknya, maka ia berkata; “Wahai anak sudaraku, berdo’alah kamu kepada Allah agar ia berkenan menyembuhkan sakitku ini”, dan Rasulullah pun berdo’a: Ya Allah, …sembuhkanlah paman hamba”, maka seketika itu juga dia berdiri dan sembuh seakan dia lepas dari belenggu”. Apakah mungkin Rasulullah berdoa untuk orang yang kafir padanya ?, apakah mungkin orang kafir minta do’a kepada Rasulullah , apakah mungkin orang yang menyaksikan mukjizat yang demikian lantas tidak mau beriman ?. Perkaranya kembali pada logika orang yang waras.
“Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aqil bin Abu Thalib, diterangkan bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada Abu Thalib:”Sesungguhnya anak saudramu ini telah menyakiti kami”, maka Abu Thalib berkata kepada Nabi Muhammad saaw :”Sesungguhnya mereka Bany pamanmu,menuduh bahwa kamu menyakiti mereka”. Beliau menjawab : “ Jika seandainya kalian (wahai kaum Quraisy) meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku untuk aku tinggalkan perkara ini, sehingga Allah menampakkannya atau aku hancur karenanya niscaya aku tidak akan meninggalkannya sama sekali”. Kemudian kedua mata beliau mencucurkan air mata karena menangis, maka berkatalah Abu Thalib kepada beliau saaw:”Hai anak saudaraku, katakalah apa yang kamu suka, demi Allah aku tidak akan pernah menyerahkanmu kepada mereka selamanya”. Dia juga berkata kepada orang-orang Quraisy, “Demi Allah, anak saudaraku tidak bohong sama sekali”.
Kami bertanya apakah kata-kata dan pembelaan demikian ini dapat dilakukan oleh orang kafir, yang agamanya sendiri dicela habis-habisan oleh Nabi saaw ? Kalau yang demikian ini dikatakan tidak beriman, lalu yang bagaimana yang beriman itu ? apkah yang KTP ?
Dari Al-Khatib Al-Baghdadi dari Imam Ja’far Ash-Shadiq yang sanadnya sampai pada Imam Ali, berkata aku mendengar Abu Thalib berkata: Telah bersabda kepadaku, dan dia demi Allah adalah orang yang paling jujur, Abu Thalib berkata selanjutnya: “Aku bertanya kepada Muhammad, Hai Muhammad, dengan apa kamu diutus (Allah) ?” beliau saaw menjawab : “Dengan silaturrahmi, mendirikan shalat, serta mengeluarkan zakat”.
Al-Khatib Al-Baghdadi adalah seorang ulama besar dan beliau menerima hadits yang diriwayatkan oleh Abi Thalib, jika Abu Thalib bukan mukmin maka tentu haditsnya tidak akan diterima, demikian juga Imam Ali dan Imam Ash-Shadiq dll. Penelaahan lebih jauh tentang hadis ini kita akan menemukan bahwa beliau mukmin.
Dari Al-Khitab, yang bersambung sanadnya, pada Abi Rafik maula ummu Hanik binti Abi Thalib bahwasannya ia mendengar Abu Thalib berkata :”Telah berbicara kepadaku Muhammad anak saudaraku, bahwanya Allah memerintahkannya agar menyambung tali silaturrahmi, menyembah Allah serta tidak boleh menyembah seseorang selain-Nya”.(tidak menyekutukan-Nya), kemudian Abu Thalib berkata: “Dan Aku Abu Thalib berkata pula: “Aku mendengar anak saudaraku berkata:”Bersyukurlah, tentu kau akan dilimpahi rizki dan janganlah kufur, niscaya kau akan disiksa”. Apakah ada tanda-tanda beliau orang kafir dalam hadits di atas?, wahai saudaraku anda dikaruniai kemauan berpikir pergunakanlah, jangan seperti domba yang digiring oleh gembala. 14 Abad umat Muhammad telah ditipu oleh rekayasa Bany Umaiyah, kapan mereka mampu mengakhirinya. Ketahuilah lebih 13 abad yang lampau Bany Umaiyah telah ditelan perut bumi akibat kedengkiannya kepada keluarga Nabi, namun fitrahnya tidak habis-habisnya.
Dari Ibnu Sa’ad Al-Khatib dan Ibnu Asakir dari Amru ibn Sa’id, bahwasanya Abu Thalib berkata : “Suatu saat berada dalam perjalanan bersama anak saudaraku (Muhammad), kemudian aku merasa haus dan aku beritahukan kepadnya serta ketika itu aku tidka melihat sesuatu bersamanya, Abu Thalib selanjutnya berkata, kemudian dia (Muhammad) membengkokkan pangkal pahanya dan menginjakkan tumitnya diatas bumi, maka tiba-tiba memancarlah air dan ia berkata kepadku:”Minumlah wahai pamanku !”, maka aku kemudian minum”.
Ini adalah mukjizat Nabi saaw dan disaksikan oleh Abu Thalib, yang meminum air mukjizat, adakah orang kafir dapat meminum air Alkautsar ?. Berkata Al-Imam Al-Arifbillah Al-Alamah Assayyid Muhammad ibn Rasul Al-Barzanji:”Jika Abu Thalib tidak bertauhid kepada Allah, maka Allah tidak akan memberikannya rizki dengan air yang memancar untuk Nabi saaw yang air tersebut lebih utama dengan air Al-Kautsar serta lebih mulia dari air zamzam.
Dari Ibnu Sa’id yang diriwayatkan dari Abdillah Ibn Shaghir Al-Udzri bahwasanya Abu Thalib ketika menjelang ajalnya dia memanggil Bany Abdul Mutthalib seraya berkata:”Tidak pernah akan putus-putusnya kalian dengan kebaikan yang kalian dengar dari Muhammad dan kalian mengikuti perintahnya, maka dari itu ikutilah kalian, serta bantulah dia tentu kalian akan mendapat petunjuk”. Jauh sekali anggapan mereka, dia tahu bahwa sesungguhnya petunjuk itu di dalam mengikuti beliau saaw. Dia menyuruh orang lain agar mengikutinya, apakah mungkin dia sendiri menginggalkannya?. Sekali lagi hanya logika yang waras yang bisa menentukannya dan ma’af bukan domba sang gembala.
Dari Al-Hafidz (si penghafal lebih dari 100.000 hadits) Ibn Hajar dari Ali Ibn Abi Thalib a.s bahwasanya ketika Ali memeluk Islam, Abu Thalib berkata kepadanya:”Teteplah kau bersama anak pamanmu !”. Pertanyaan apa yang bisa ditanyakan terhadap seorang ayah yang menyuruh anaknya memluk Islam, sedangkan dia sendirian dikatakn bukan Islam, adakah hal itu masuk akal ?
Dari Al-Hafidz Ibn Hajar yang riwayatnya sampai pada Imran bin Husein, bahwasanya Abu Thalib : bershalatlah kamu bersama anak pamanmu, maka dia Ja’far melaksanakan shalat bersama Nabi Muahmmad saaw, seperti juga ia melksanakannya bersama Ali bin Abu Thalib. Sekiranya Abu Thalib tak percaya akan agama Muhammad, tentu dia tidak akan rela kedua putranya shalat bersama Nabi Muhammad saaw, sebab permusuhan yang timbul karena seorang penyair berkata:”Tiap permusuhan bisa diharapkan berakhirnya, kecuali permusuhan dengan yang lain dalam masalah agama”.
Dari Al-Hafidz Abu Nu’aim yang meriwayatkan sampai kepada Ibnu Abbas, bahwasannya ia berkata : “Abu Thalib adalah orang yang paling mencintai Nabi saaw, dengan kecintaan yang amat sangat (Hubban Syadidan) tidak pernah ia mencintai anak-anaknya melebihi kecintaannya kepada Nabi saaw. Oleh karena itu dia tidak tidur kecuali bersamanya (Rasulullah saaw).
Diriwayatkan dalam kitab Asna Al-Matalib fi najati Abu Thalib oleh Assayid Al-Almah Al-Arifbillah, Ahmad bin Sayyid Zaini Dahlan Mufti mazhab Syafi’i di Mekkah pada zamannya:”Sekarang orang-orang Quraisy dapat menyakitiku dengan sesuatu yang takpernah terjadi selama Abu Thalib hidup”. Tidaklah orang-orang Quraisy memperoleh sesuatu yang aku tidak senangi (menyakitiku) hingga Abu Thalib wafat”. Dan setelah beliau melihat orang-orang Quraisy berlomba-lomba untuk menyakitinya, beliau bersabda:” Hai pamanku, alangkah cepatnya apayang aku peroleh setelah engkau wafat”. Ketika Fatimah binti Asad (isteri Abi Thalib) wafat, Nabi saaw menyembahyangkannya, turun sendiri ke liang lahat, menyelimuti dengan baju beliau dan berbaring sejenak disamping jenazahnya, beberapa sahabat bertanya keheranan, maka Nabi saaw menjawab:” Tak seorangpun sesudah Abu Thalib yang kupatuhi selain dia (Fatimah binti Asad).
Abu Thalib dan Sayyidah Khadijah istri Nabi saaw, wafat dalam tahun yang sama, oleh karena itu tahun tersebut oleh Nabi saaw disebut Aamul Huzn dalam tahun dukacita. Jika Abu Thalib seorang kafir patutlah kematiannya disedihkan. Dan apakah patut Nabi bercinta mesrah dengan orang kafir, dengan berpandangan bahwa Abu Thalib kafir sama dengan menuduh Allah, menyerahkan pemeliharaan Nabi saaw, pada seorang kafir dan membiarkan berhubungan cinta-mencintai dan kasih-mengasihi yang teramat sangat padahal dalam Al-Quran disebutkan:”Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka(QS;48,29). Dan diayat yang lain Allah berfirman: “Kamu tidak akan mendpati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akherat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menetang Allah dan Rasul-Nya. Sekalipun orang itu bapak-bapak, atu anak-anak saudara-saudara atupun keluarga mereka”.(QS;58,29).
Seandainya kami tidak khawatir anda menjadi jemu, maka akan kami sebutkan hadits yang lainnya, kini untuk memperkuat argumentasi di atas akan kami ketengahkan disini sya’ir-sya’ir Abu Thalin:
Saya benar-benar tahu bahwa agama Muhammad adalah paling baiknya agama di dunia ini.
Di sya’ir yang lain beliau berkata: “Adakah kalian tidak tahu, bahwa kami telah mengikuti diri
Muahmmadsebagai Rasul seperti Musa yang telah dijelaskan pada kitab-kitab”.
Simaklah sya’ir beliau ini, bahwa beliau juga beriman pad Nabi-Nabi yang lain seperti Nabi Musa a.s, dan ketika Rahib Buhairah berkata padanya beliau juga menimani akan kenabian Isa a.s , sungguh Abu Thalib adalah orang ilmuan yang ahli kitab-kitab sebelumnya.
Dalam sya’ir yang lain: “Dan sesungguhnya kasih sayang dari seluruh hamba datang kepadanya (Muhammad). Dan tiada kebaikan dengan kasih sayang lebih dari apa yang telah Allah SWT khususkan kepadanya”.
“Demi Tuhan rumah (Ka’bah) ini, tidak kami akan serahkan Ahmad (Muhammad)kepada bencana dari terkaman masa dan malapetaka”.
“Mereka (kaum Quraisy) mencemarkan namanya untuk melemahkannya. Maka pemilik Arsy (Allah) adalah dipuji (Mahmud) sedangkan dia terpuji (Muhammad)”.
“Demi Allah, mereka tidak akan sampai kepadamu dengan kekuatannya. Hingga Aku terbaring diatas tanah”. Maka sampaikanlah urusanmu secara terang-terangan apa yang telah diperintahkan tanpa mengindahkan mereka. Dan berilah kabar gembira sehingga menyenangkan dirimu. Dan engkau mengajakku dan aku tahu bahwa engkau adalah jujur dan benar. Engkau benar dan aku mempercayai. Aku tahu bahwa agama Muhammad adalah paling baiknya agama di dunia ini”. Dan sebilah pedang meminta siraman air hujan dengan wajahnya, terhadap pertolongan anak yatim sebagai pencegahan dari muslim paceklik. Kehancuran jadi tersembunyi dari bany Hasyim (marganya Nabi saaw), maka mereka disisinya (Muhammad) tetap dalam bahgia dan keutamaan.
Kiranya cukup, apa yang kami ketengahkan dari sya’ir-sya’ir Abu Thalib yang membktikan bahwa beliau adalah seorang mukmin dan telah menolong dan membela Nabi saaw, maka beliau termasuk orang-orang yang beruntung.
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran) mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS; 7;15)
Sesungguhnya Abu Thalib adalah orang yang telah mempercayainya, memuliakannya serta menolongnya, sehingga ia menentang orang-orang Quraisy. Dan ini telah disepakati oleh seluruh sejarahawan. Sebauah hadits Nabi saaw menyebutkan :”Saya (Nabi saaw) dan pengawal yatim, kedudukannya disisi Allah SWT bagaikan jari tengah dengan jari telunjuk”. Siapakah sebaik-baik yatim? Dan siapakah sebaik-baik pengasuh yatim itu?, Bukankah Abu Thalib mengasuh Nabi saaw dari usia 8 tahun sampai 51 tahun.
Dalam Tarikh Ya’qubi jilid II hal. 28 disebutkan :
“Ketika Rasul saaw diberi tahu tentang wafatnya Abu Thalib, beliau tampak sangat sedih, beliau datang menghampiri jenazah Abu Thalib dan mengusap-usap pipi kanannya 4 kali dan pipi kiri 3 kali. Kemudian beliauberucap :”Paman, engkau memlihara diriku sejak kecil, mengasuhkusebagai anak yatim dan membelaku disaat aku sudah besar. Karena aku, Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu”. Beliau lalu berjalan perlahan-lahan lalu berkata : ”Berkat silaturrahmimu Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu paman”.
Dalam buku Siratun Nabi saaw yang ditulis oleh Ibnu Hisyam, jilid I hal.252-253 disebutkan: Abu Thalibmeninggal dunia tanpa ada kafir Quraisy disekitarnya dan mengusapkan dua kalimat syahadat yang didengar oleh Abbas bin Abdul Mutthalib. Demikian pula dalam buku Abu Thalib mukmin Quraisy oleh Syeckh Abdullah al-Khanaizy diterangkan : bahwa Abu Thalib mengusapkan kalimat Syahadat diriwayatkan oleh Abu Bakar, yang dikutib oleh pengarang tersebut dari buku Sarah Nahjul balaghah III hal.312, Syekh Abthah hal.71nAl-Ghadir VII hal.370 & 401, Al-A’Yan XXXIX hal.136.
Abu Dzar Al-Ghifari seorang sahabat Nabi saaw yang sangat dicintai Nabi saaw bersumpah menyatakan, bahwa wafatnya Abu Thalib sebagai seorang mukmin (Al-Ghadir Vii hal.397).
Diriwayatkan dari Imam Ali Ar-Ridha dari ayahnya Imam Musa Al-Kadzim, riwaya ini bersambung sampai pada Imam Ali bin Abi Thalib dan beliau mendengar dari Nabi saaw, bahwa : “Bila tak percaya akan Imannya Abu Thalib maka tempatnya di neraka”. (An-Nahjul III hal.311, Al-Hujjah hal.16, Al-Ghadir VII hal.381 & 396, Mu’janul Qubur hal.189, Al-A’Yan XXXIX hal.136, As-Shawa’iq dll). Abbas berkata ;” Imannya Abu Thalib seperti imannya Ashabul Kahfi”.
Boleh jadi sebagian para sahabat tidak mengetahui secara terang-terangan akan keimana Abu Thalib. Penyembunyian Iman Abu Thalib sebagai pemuka Bany Hasyim terhadap kafir Quraisy merupakan strategi, siasat dan taktik untuk menjaga dan membela Islam pada awal kebangkitannya yang masih sangat rawan itu sangat membantu tegaknya agama Allah SWT.
Penyembunyian Iman itu banyak dilakukan ummat sebelum Islam sebagaimana banyak kita jumpai dalam Al-Qur’an, seperti Ashabul Kahfi (pemuda penghuni gua), Asiah istri Fir’aun yang beriman pada Nabi Musa a.s dan melindungi, memlihara dan membela Nabi Musa a.s, juga seorang laki-laki dalam kaumnya Fir’aun yang beriman dan membela pada Nabi Musa, Lihat Al-Quran; 40:28 berbunyi :”Dan seorang laki-laki yang beriman diantara pengikut-pengikut (kaum) Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata:’Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki (Musa) karena dia menyatakan: “Tuhanku adalah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dosanya itu, dan jika dia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah SWT, tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta”.
Jadi menyembunyikan iman terhadap musuh-musuh Allah tidaklah dilarang dalam Islam. Ada suatu riwayat dizaman Rasulullah saaw, demikian ketika orang-orang kafir berhasil menangkap Bilal, Khabab, Salim. Shuhaib dan Ammar bin Yasar serta ibu bapaknya, mereka digilir disiksa dan dibunuh sampai giliran Ammar,melihat keadaan yang demikian Ammar berjihad untuk menuruti kemauan mereka dengan lisan dan dalam keadaan terpaksa. Lalu dibritahukan kepada Nabi saaw bahwa Ammar telah menjadi kafir, namun baginda Nabi saaw menjawab:” Sekali lagi tidak, Ammar dipenuhi oleh iman dari ujung rambutnya sampai keujung kaki, imannya telah menyatu dengan darah dagingnya”. Kemudian Ammar datang menghadap Rasulullah saaw sambil menangis, lalu Rsulullah saaw mengusap kedua matanya seraya berkata:”Jika mereka mengulangi perbuatannya, mak ulangi pula apa yang telah engkau ucapkan”. Kemudian turunlah ayat (QS; 16;106) sebagai pembenaran tindakan Ammar oleh Allah SWT berfirman:”Barang siapa yang kafir kepada Allah SWT sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (tidak berdosa), akan tetapi orang-orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah SWT menimpahnya dan baginya azab yang besar”.
Imam Muhammad bin Husein Mushalla AlHanafi (yang bermazhab Hanafi) ia menyebut dalam komentar terhadap kitab Syihabul Akhbar karya Muhammad ibn Salamah bahwa: “Barangsiapa yang mencela Abu Thalib hukumnya adalah kafir”. Sebagian ulama dari Mazhab Maliki berpandangan yang sama seperti Ali Al-Ajhuri danAt-Tulsamany, mereka ini berkata orang yang mencela Abu Thalib (mengkafirkan) sama dengan mencela Nabi saaw dan akan menyakiti beliau, maka jika demikian ia telah kafir, sedang orang kafir itu halal dibunuh. Begitu pula ulama besar Abu Thahir yang berpendapat bahwa barangsiapa yang mencela Abu Thalib hukumannya adalah kafir.
Kesimpulannya, bahwa siapapun yang coba-coba menyakiti Rasulullah saaw adalah kafir dan harus diperangi (dibunuh), jika tidak bertaubat. Sedang menurut mazhab Maliki harus dibunuh walau telah taubat. Imam Al-Barzanji dalam pembelaan terhadap Abu Thalib, bahwa sebagian besar dari para ulama, para sufiah dan para aulia’ yang telah mencapai tingkat ”Kasyaf”, seperti Al-Qurthubi, As-Subki, Asy-Sya’rani dll. Mereka sepakat bahwa Abu Thalib selamat dari siksa abadi, kata mereka :” Ini adalah keyakinan kami dan akan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT kelak”.
Akhirnya mungkin masih ada kalangan yang tanya, bukankah sebagian besar orang masih menganggap Abu Thalib kafir, jawabnya :”Banyaknya yang beranggapan bukan jaminan suatu kebenaran”.
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah SWT. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah SWT) (QS;6:115).
Semoga kita dijadikan sebagian golongan yang mencintai dan mengasihi sepenuh jiwa ruh dan jasad kepada Nabi Muhammad saaw dan Ahlul Baitnya yang telah disucikan dari segala noda dan nista serta para sahabatnya yang berjihad bersamanya yang setia mengikutinya sampai akhir hayatnya.
Sesungguhnya taufiq dan hidayah hanyalah dari Allah SWT, kepada-Nya kami berserah diri dan kepada-Nya kami akan kembali.
Awal muncul saling Kafir-pengkafiran terhadap sesama umat Islam , yaitu ketika pada jaman kekuasaan dinasti Mu’awayah bin Abi Sufyan r.a, berlanjut terus sampai terjadi pembantaian terhadap cucu Rasulullah saw. Pengkafiran terhadap keluarga Rasul Muhammad saw , terhadap umat Islam ( yang politiknya tidak sefaham ).
Ayahnya dikafirkan , anaknya juga dikafirkan, cucu dan keturunannya pun dibantai.
[ sampai ada Ulama bermulut Besar Sekte WAHABI menyatakan : bahwa seluruh keturunan Rasulullah saw sudah musnah ].
Walaupun kekuasaan dinasti Mu’awiyah bin Abu Sufyan r.a , sudah berahir, pengkafiran berlanjut terus walau tidak sederas pendahulunya .
Pada jaman itulah . Umat Islam digoyang oleh fitnah, dan tidak sedikit pembuat Hadits Palsu menyebar luaskan hasil karyanya , untuk melanggengkan kekuasaan atau meraih jabatan . Bersamaan dengan itu, maka didengungkanlah kasidah “ Wa maa jaraa bainas-shahabaati-naskutu “ ( kita diamkan apa yang terjadi di antara para sahabat-Nabi ).
Beberapa Sya’ir Abu Thalib,yang sempat di abadikan di dalam beberapa Kitab yang menunjukan pembelaan dan keimanannya terhadap Rasulullah saw.
Ibnu Abdil Hadid dalam ” Syarh Nahjil Balaghah “ banyak mengetengahkan Sya’ir-sya’ir klasik Pusaka Abu Thalib yang menunjukan dukungan, pembelaan dan keimanannya kepada Rasulullah saw .
Dalam ” Syarh Najhil Balaghah Jilid – XIV , halaman 71- ” Abu Thalib dengan Sya’irnya mengatakan :
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Mereka (kaum musyrikin quraisy), berencana jahat terhadap kami, namun mereka tak akan dapat mencapainya tanpa melalui peperangan dan perlawanan.
Mereka ingin kami membiarkan Muhammad (saw) dibunuh dan kami tidak mengayun pedang kami berdarah….Tidak , demi Allah (swt), kalian membual.
Niat kalian tak akan tercapai sebelum banyak Tengkorak berserakan di Rukn Hathim dan di sekitar Zamzam…..sebelum putus semua tali kekerabatan…sebelum kekasih melupakan kesayangan…….dan sebelum larangan demi larangan tak diindahkan orang.
Itulah akibat dari kebencian, kedurhakaan dan dosa dari kesalahan kalian…..
Akibat kelaliman kalian terhadap seorang Nabi yang datang menunjukan jalan lurus dan membawa perintah Tuhan penguasa ‘Arsy.
Janganlah kalian menyangka kami akan menyerahkan Muhammad (saw). Orang seperti dia , dimanapun tak akan diserahkan oleh kaum kerabatnya..!!..
Pada halaman ,72 buku tersebut , Abu Thalib dengan Sya’irnya berkata menentang pemboikotan kaum Musyrikin Quraisy , sebagai berikut :
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Tidak kalian tahu bahwa kami memandang Muhammad (saw) seperti Nabi Musa (as), yang sudah disuratkan dalam kitab-kitab terdahulu..??..yang telah ditakdirkan menjadi kesayangan ummat Manusia..?? ..tidak diragukan lagi bahwa Allah (swt)menganugerahkan kasih sayang yang istimewa kepadanya.
Sadarlah, sadarlah sebelum banyak ilmu digali orang , hingga yang tidak bersalah senasib dengan yang bersalah..!!..janganlah kalian mengikuti perintah orang-orang jahat serta memutuskan tali persaudaraan dan kekerabatan.
Janganlah kalian mengobarkan peperangan yang mengerikan, yang akibat nya dirasa lebih pahit oleh mereka yang menjadi korban..!!.
Demi Allah (swt) kami tidak akan menyerahkan Muhammad(saw ) untuk memuaskan orang-orang yang akan ditelan dan dilanda bencana.
Bukankah orang tua kami, Hasyim, mewasiatkan anak-anak keturunannya supaya gigih berperang..??..Kami tak akan jemu berperang sebelum peperangan menjemukan kami, dan kami pun tak akan mengeluh menghadapai malapetaka..!!..
Pada halaman betikutnya,( yakni halaman , 73 ). buku tersebut, Abu Thalib dengan Sya’irnya yang masih berkata tentang pemboikotan, sebagai berikut :
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Janganlah kalian menuruti perintah jahat orang-orang kalap ..!!..Kalau Kalian berharap akan dapat membunuh Muhammad (saw)..!!.. Sungguh, harapan kalian itu tidak lebih dari hanya impian belaka.
Demi Allah(swt), kalian tak akan dapat mebinasakannya sebelum kalian menyaksikan kepala-kepala kami jatuh bergelimpangan.
Kalian menyangka kami akan menyerahkan Muhammad(saw)dan kalian mengira kami tak sanggup membelanya..!!..dialah manusia terpercaya yang dicintai oleh umat manusia dan dianugerahi cap kenabian olehTuhan yang maha Jaya.
Semua orang menyaksikan tanda-tanda kenabian dan kewibawaannya. Namun, orang pandir dikalangan kaumnya tentu tak sama dengan orang yang cerdik dan pandai. Ia seorang Nabi penerima wahyu dari Tuhannya. Akan menyesallah orang yang berkata ……….. “ TIDAK “..
Ketika Abu Thalib mendengar kegagalan Abu Jahal yang hendak menghantam kan batu besar ke kepala Rasulullah saw, dikala beliau sedang bersujud , ia berkata dalam Sya’irnya ( lihat – Syarh Nahjil Balaghah jilid XIV, halaman 74 ).
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Sadarlah wahai Anak-anak pamanku,..!..Hentikanlah kesalahan sikap kalian . Hentikanlah tuduhan dan ucapan seperti itu..!..bila tidak , aku khawatir kalian akan ditimpa bencanaseperti yang dahulu menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud..!. Adakah diantara mereka yang masih tinggal ( selain kepunahan ).
Sebuah riwayat yang terkenal luas memberitakan bahwa ‘Abdullah bin Ma’mun memastikan keislaman Abu Thalib , karena ia berkata dalam Sya’irnya.
Yang pokok maknanya sebagai berikut :
Kubela seorang Rasul utusan Maharaja , Penguasa segala Raja , dengan Pedang Putih berkilau laksana kilat (halilintar-pen…). Kulindungi dan kubela utusan Tuhan dengan perlindungan sepenuh kasih sayang.
Sya’ir berikut , ditujukan kepada Hamzah bin ‘Abdul Mutthalib ra ( saudaranya ), Abu Talib , berkata : ( lihat Syarh Nahjil Balaghah XIV halaman , 76 ).
{({…….ADA TEKS YANG RUSAK/…….})}
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Hai …Abu Ya’la ( nama panggilan yang khas untuk Hamzah ). Tabahlah berpegang kepada Agama Muhammad (saw) , dan jadilah engkau pembela yang gigih. Kawallah orang yang datang membawa kebenaran dari Tuhannya dengan jujur dan sungguh-sungguh..!!.
Hai Hamzah janganlah sekali-kali engkau mengingkarinya..!!.Beapa senang hatiku mendengar engkau sudah beriman . Hendaklah engkau tetap membela utusan Allah (swt).
Hadapilah orang-orang Quraisy secara terang-terangan dengan keimananmu , dan katakanlah : Muhammad (saw) bukan tukang sihir..!!.
Abu Thalib dengan Sya’ir-sya’irnya mengakui kenabian Muhammad (saw), antara lain berkata : (lihat dalam Syarh Nahjil Balaghah,halaman,76).
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Muhammad , engkau adalah seorang Nabi, dimana masa mudamu , engkau lebih dihormati dan dimulyakan oleh kaum kerabatmu.Bahagialah mereka yang menghormatimu dan bahagialah kelahiranmu di dunia.
Aku menjadi saksi bahwa apa yang engkau katakan adalah benar , tidak berlebih-lebihan , sejak usia kanak-kanak hingga kapanpun , engkau tetap berkata benar..!!.
Abu Thalib memberikan dorongan kepada Rasulullah saw, supaya menyampaikan Da’wah Risalahnya secara terang-terangan kepada semua orang. Mengenai hal itu, Abu Thalib berkata dengan Sya’irnya ( lihat Syarh Nahjil Balaghah , halaman , 77 ).
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Tangan-tangan jahat dan gangguan suara tak akan mampu menghalangi kebenaran tugasmu. Dalam menghadapi cobaan dan musibah tanganmu adalah tangankudan jiwamu adalah jiwaku.
Abu Thalib dalam memperlihatkan kepercayaannya kepada Rasulullah saw, dengan Sya’ir-sya’irnya , ia berkata kepada kaum Musyrikin, ( lihat Syarh Nahjil Balaghah , halaman , 79 ).
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Tidakkah kalian tahu bahwa anakku ini tidak didustakan dikalangan kaum kerabatku , karena ia tidakpernah mengatakan hal-hal yang bathil..??.
DEMI ALLAH (swt), aku merasa wajib menjaga dan mencintai Muhammad (saw)dengan sepenuh jiwaku , Ia harus kulindungi dan kubela dengan segenap kekuatanku.
Dunia ini akan senantiasa indah bagi mereka yang membela Muhammad (saw) , dan akan selalu buruk bagi mereka yang memusuhnya.
Tuhan penguasa Manusia akan tetap memperkuat serta menolongnya dan memenangkan kebenaran AgamaNya yang mengandung kebatilan apapun juga.
Pendapat Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan :
Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, beliau adalah seorang Ulama terkemuka di MAKKAH, dalam penjelasannya mengenai keimanan Abu Thalib , yang sempat dituangkan dalam sebuah kitab Syarhnya , yang berjudul – Asnal Mathalib Fi Najati Abi Thalib , antara lain ia mengatakan sebagai berikut :
Abu Thalib secara Dzahir tidak mengikuti pimpinan Nabi Muhammad saw, karena ia menghawatirkan keselamatan putra saudaranya (yakni – Nabi Muhammad saw. ) Abu Thalib lah orang yang selama itu melindungi , menolong dan membela Nabi Muhammad saw.
Menurut kenyataan kaum Musyrikin Quraisy mengurangi gangguan mereka terhadap Rasulullah saw. Berkat pengawasan dan perlindungan yang diberikan oleh Abu Thalib.
Sebagai pemimpin Masyarakat Quraisy perintah Abu Thalib dipatuhi oleh Masyarakat Quraisy. Dan perlindungan yang diberikannya kepada Nabi Muhammad sw tidak dapat diabaikan begitu saja, sebab mereka yakin bahwa Abu Thalib itu masih tetap satu kepercayaan dengan mereka , kalau saja mereka tahu telah memeluk Islam dan mengikuti Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, mereka tentu tidak akan lagi mengindahkan lagi perlindungan kepada keponakannya.yaitu Nabi Muhammad saw.
Mereka tentu akan terus menerus mengganggu dan memerangi beliau , bahkan Abu Thalib sendiri .Mereka akan melancarkan perlawanan yang dahsyat dari pada perlawanan yang mereka lancarkan terhadap Nabi Muhammad saw. Tidak diragukan lagi semuanya itu merupakan alasan yang kuat bagi Abu Thalib untuk tidak memperlihatkan secara terang-terangan sikapnya yang membenarkan dan mendukung kenabian Muhammad saw.
Kaum Musyrikin Quraisy, memandang Abu Thalib sama dengan mereka. Perlindungan , dukungan dan pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah saw dipandang hanya sebagai kewajiban Tradisional Masyarakat Arab Jahiliyah yang mengharuskan setiap kabilah melindungi dan membela anggautanya dari gangguan dan serangan fihak lain.
Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, kemudian mengetengahkan wasiat Abu Thalib yang di ucapkannya beberapa saat sebelum wafat, yaitu:
“…Kuwasiatkan kepada kalian supaya bersikap baik-baik terhadap Muhammad (saw) . Ia tepercaya dikalangan Quraisy. Orang yang selalu berkata benar dikalangan Masyarakat Arab, dan pada dirinya tercakup semua yang kuwasiatkan kepada kalian , Ia datang membawa persoalan yang dapat diterima oleh hati Nurani , tetapi diingkari dengan lidah hanya karena takut orang menghadapi kebencian fihak lain….”
….”…Hay Orang-orang Quraisy, jadilah kalian Orang-orang yang setia kepadanyadan Orang-orang yang melindungi kaumnya Demi Allah (swt) siapa yang mengikuti jalannya ia pasti beroleh petunjuk, dan barang siapa mengikuti Hidayahnya, ia pasti beroleh kebahagiaan . Bila aku masih mempunyai kesempatan dan ajalku dapat ditangguhkan , ia pasti akan tetap kulindungi dari semua gangguan dan kuselamatkan dari mara bahaya ….”.
Wasiat Abu Thalib tersebut oleh Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dikaitkan dengan dengan beberapa bait Sya’ir yang pernah diucapkan oleh paman Rasulullah saw , itu sebagai berikut :
“ …Telah kuketahui Agama Muhammad (saw), Agama terbaik untuk Manusia..!!.. Tidakkah kalian tahu , kami mendapati Muhammad (saw)sebagai Nabi seperti Musa (as), dibenarkan oleh semua Kitab Suci…” (Taurat – Injil).
Sayyid Ahmad Zaini bin Zaini Dahlan , berkomentar lebih dalam lagi :
“…Kami sependapat dengan para Ulama yang menfatwakan , bahwa meng kafir-kafirkan Abu Thalib adalah perbuatan yang menyinggung dan menyakiti Rasulullah saw .
Walaupun kami tidak berpendapat bahwa pernyataan seperti itu ( sudah dapat dijadikan dasar Hukum Syara’ untuk menetapkan kekufuran seseorang ,). namun kami berani mengatakan , mengkafir-kafirkan Abu Thalib tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sebab, apabila dibandingkan dengan perjuangan Abu Thalib , yang telah andil dalam perjuangan melindungi , membantu dan membela Nabi Muhammad Rasulullah saw , dan Agama Islam, barangkali , perjuangan kita dalam membela dan berjuang untuk Agama Islam , belum mencapai seperseratusnya dari perjuangan Abu Thalib.
Dan alangkah mulyanya , apabila kita berpegang saja pada saran yang dikemukakan oleh : Syeikh Muhammad bin Salamah al-Qudha’iy-yaitu:
…. “ Dalam menyebut Abu Thalib, hendaknya Orang membatasi diri hanya pada soal-soal perlindungan , Pertolongan dan Pembelaanyang telah diberikan olehnya kepada Rasulullah saw, dengan berpegang pada kenyataan Sejarah yang Obyektif itu, ia akan selamat , tidak akan tergelincir ke dalam hal-hal yang sukar dipertanggungjawabkan “.
Siratul Mushthafa Saw.
Mudah-mudahan sumbangsih dari – H.M.H. AL-HAMID AL-HUSAINI , akan menambah pengenalan ummat Islam Indonesia kepada Nabi dan Junjungannya , Muhammad Rasulullah saw.
Terakhir : Wamaa Taufiiqii illa billah , ‘alaihi tawakaltu wa ilaihi uniib .
RENUNGAN
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Khalid berkata, Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid dari Abu Al Khair dari Abdullah bin ‘Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam;
Islam manakah yang paling baik..?
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab
Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal. (HR – Imam Bukhari)
Agama Allah tegak berkat dukungan paman Nabi Saydina Abu Thalib r.a dan sokongan istri Nabi Khadijah a.s.
Berkata Saydina Abu Thalib r.a : “Demi Allah barangsiapa yang mengikuti petunjuknya (Muhammad) ia akan mendapat kebahagiaan di masa datang. Dan kalian Bani Hasyim, masuklah kepada seruan Muhammad dan percayailah dia. Kalian akan berhasil dan diberi petunjuk yang benar. Sesungguhnya ia adalah penunjuk ke jalan yang benar.”.
Dalam Syair nya, ia melantunkan :
Kita ketahui dalam sejarah, bagaimana orang kafir qurais menjadi risau dan takut karena pembelaan yang dilakukan oleh Sang penjaga Ka’bah ini kepada Rasulullah, sehingga Rasulullah bisa leluasa mengajarkan agama Allah kepada pengikutnya ketika paman beliau r.a ini masih hidup.
“Abu Thalib…..Abu Thalib…..telah menjadi pembela Muhammad! Apa yang harus kita perbuat?” ujar kaum kafir Quraisy kepada Abu Sufyan”.
Dengan sinar mata yang penuh dengan ketulusan Muhammad menatap wajah bening Abu Thalib, sementara mata liar dan garang kaum kafir Quraisy ingin menerkamnya.
Muhammad mendengar getaran suara sang paman, Abu Thalib, yang jelas gaungnya : “Teruskan misi sucimu! Demi Allah mereka tak akan pernah menyentuhmu, sehingga keningku berkalang tanah.” Suara itu pun melangit, menerobos seantero Makkah. Bagi dunia, mungkin Abu Thalib hanya seorang pribadi, namun bagi Muhammad, Abu Thalib bahkan lebih berarti dari dunia beserta isinya. Mengapa orang seperti Abu Sufyan, yang demikian getol memusuhi Nabi saw dan akhirnya memeluk Islam secara terpaksa, telah dicatat sejarah sebagai seorang Muslim sejati? Sementara Abu Thalib, paman Nabi, yang mengasuh, melindungi, dan membelanya dengan seluruh harta dan jiwa raganya, telah divonis sejarah sebagai seorang yang harus masuk neraka?
Mungkinkah orang yang berani mengorbankan nyawa demi ajaran dan kecintaannya kepada Muhammad kemudian menyuruh orang lain mengikuti ajaran Muhammad secara terang-terangan dikatakan tidak mengucapkan kalimat shahadat karena takut ? sungguh suatu yang tidak masuk akal sama sekali !!
Ternyata sejarah sering memanipulasi pribadi-pribadi tulus dan mulia hanya untuk kepentingan sebuah hirarki yang sedang berkuasa. Abu Thalib adalah korban manipulasi sejarah yang di goreskan oleh pena-pena jahil dan kotor, yang tintanya dibayar oleh para penguasa yang bertendensi buruk terhadap Islam.
Riwayat-riwayat yang menyatakan Saidina Abu Thalib r.a mati dalam keadaan kafir perawihnya adalah Abu Hurairah yang disepakati Di sepakati oleh Para ahli tarikh bahwa Abu Hurairah masuk Islam. pada perang Khaibar, tahun ketujuh Hijri. semantara Saydina Abu Thalib meninggal satu atau dua tahun sebelum hijrah.
Sementara ayat yang selalu dikaitkan dengan kekafiran Abu Thalib, yaitu Al-Tawbah 113 — melarang Nabi memohonkan ampunan bagi orang musyrik. Nabi ingin sekali Abu Thalib mendapat petunjuk Allah, tetapi Allah menegurnya, “Sesungguhnya engkau tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai; sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya [al-Qashash 56], dapat dikatakan tadlis.
Surah ‘Al-Tawbah 113, menurut “para ahli tafsir, termasuk ayat yang terakhir turun di Madinah. Sementara itu, surah Al Qashash turun pada waktu perang Uhud. Sekali lagi kita ingatkan, Abu Thalib meninggal di Makkah sebelum Nabi berhijrah. jadi antara kematian Abu Thalib `dan turunnya kedua ayat itu ada jarak bertahun-tahun; begitu Pula ada jarak bertahun-tahun antara kedua ayat tersebut.
Telaah yang mendalarn tentang sejarah Rasulullah saw. dan riwayat Abu Thalib akan membawa kita kepada kesimpulan bahwa Abu Thalib itu Mukmin. Lalu, mengapa Abu Thalib menjadi kafir sedangkan Abu Sufyan menjadi Muslim, Abu Thalib: adalah ayah `Ali. dan. Abu Sufyan adalah ayah Mu`awiyah. Ketika Mu`awiyah berkuasa, dia berusaha mendiskreditkan ‘Ali dan keluarganya. Para ulama disewa untuk memberikan fatwa yang menyudutkan keluarga Ali -lawan politiknya, Bagi ulama, tidak ada senjata yang paling ampuh selain hadis. Maka lahirlah riwayat-riwayat yang mengkafirkan Abu Thalib.
ABU THALIB SEORANG MUKMIN
KECINTAAN KEPADA KELUARGA NABI
Menyakiti Keluarga Nabi Sama Seperti Menyakiti Allah Dan Rasul-Nya.
“ Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya (mengutuknya) d idunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan (Q.S. 33:57) ”.
“ Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih (Q.S. 9:61)”.
Diriwayatkan dari al-Thabrani dan al-Baihaqi, bahawa anak perempuan Abu Lahab (saudara sepupu Nabi Saww ) yang bernama Subai’ah yang telah masuk Islam datang ke Madinah sebagai salah seorang Muhajirin, seseorang berkata kepadanya : “ Tidak cukup hijrahmu ke sini, sedangkan kamu anak perempuan kayu bakar neraka” (menunjuk surah al-Lahab). Maka dari ucapan itu, menyebabkan hatinya luka dan melaporkannya pada Rasulullah Saww. Selepas mendengar ucapan itu, Baginda Saww menjadi murka, kemudian beliau naik ke mimbar dan bersabda :
“Apa urusan suatu kaum menyakitiku, baik dalam nasabku (salasilahku) maupun sanak kerabatku. Barang siapa menyakiti nasabku serta sanak kerabatku, maka dia telah menyakitiku dan barang siapa yang menyakitiku, maka dia menyakiti Allah SWT.“
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Imam Ali a.s. bahawasanya Rasulullah Saww bersabda :
“ Barang siapa yang menyakiti sehujung rambut dariku maka dia telah menyakitiku dan barang siapa yang menyakitiku berarti dia telah menyakiti Allah SWT ”. Dengan demikian jelaslah bahawa siapa yang menyakiti Abu Thalib bererti menyakiti Rasulullah Saww beserta cucu-cucu beliau pada setiap masa. Rasulullah saw bersabda :” Janganlah kamu menyakiti orang yang masih hidup dengan mencela orang yang telah mati ”.
Pencinta Keluarga Nabi Adalah Mukmin
Sa’ad bin Manshur dalam kitab Sunannya meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair tentang Firman Allah SWT (Q.S; 42,23) :
“ Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak meminta dari kamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang terhadap keluarga (Ahlul Bait )”.
Dia berkata: yang dimaksud keluarga dalam ayat itu adalah keluarga Rasulullah Saww.
( Hadis ini disebutkan juga oleh al-Muhib al-Thabari dalam Dzkhair al-Uqbah ha.9, Dia mengatakan hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu al-Sirri, dikutib pula oleh al-Imam al-Hafid Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi dalam kitab Ihyaul Maiyit Bifadhailil Ahlil Bait hadis no 1 dan dalam kitab tafsir al-Dur al-Mantsur ketika menafsirkan ayat al-Mawaddah :42,43 ).
Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya Juz 4 hal.210 hadis no.177 meriwayatkan:
Abbas, pakcik Nabi Saww masuk menemui Rasulullah Saww, lalu berkata: “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami (Bani Hasyim) keluar dan melihat orang-orang Quraisy berbincang-bincang lalu jika mereka melihat kami mereka diam ”. Mendengar hal itu Rasulullah Saww marah dan menitiskan airmata kemudian bersabda : “ Demi Allah tiada masuk keimanan ke hati seseorang sehingga mereka mencintai kamu (keluarga nabi Saww) kerana Allah dan demi hubungan keluarga denganku ” (hadis serupa diriwayatkan pula oleh al-Turmudzi, al-Suyuthi, al-Muttaqi al-Hindi, al-Nasa’i, al-Hakim dan al-Tabrizi).
Membenci Mereka Adalah Munafik
Ibnu Adi dalam kitab al-Kamil meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahawa Rasulullah Saww bersabda: “ Barang siapa yang membenci kami Ahlul Bait (Nabi dan keluarganya) maka ia adalah munafik. ”(at-Athabrani dalam Dzakair, Ahmad dalam al-Manaqib, al-Syuthi dalam al-Dur al-Mantsur dan dalam Ihyaul Mayyit).
al-Thabrani dalam kitab al-Awsath dari Ibnu Umar, dia berkata: Akhir ucapan Rasulullah Saww sebelum wafat adalah: “Perlakukan aku setelah sepeninggalanku dengan bersikap baik kepada Ahlul Baitku.” (Ibnu Hajar dalam al-Shawaiq). al-Khatib dalam tarikhnya meriwayatkan dari ‘Ali as bersabda : “ Syafa’at (pertolongan di akhirat kelak) ku (hanya) teruntuk orang yang mencintai Ahlul Baitku. (Imam Jalaluddin al-Syuthi dalam Ihyaul Maiyit) .
al-Dailami meriwayatkan dari Abu Sa’id, dia berkata bahawa Rasulullah Saww bersabda : “ Keras kemurkaan Allah terhadap orang yang mengganguku dengan menggangu itrahku ”. (al-Suyuthi dalam Ihyaul Maiyit, dikutib juga oleh al-Manawi dalam Faidh al-Qadir, dan juga oleh Abu Nu’aim).
Siapa Yang Mengkafirkan Abu Thalib ra?
Sebenarnya pandangan tentang kafirnya Abu Thalib adalah hasil rekaan politik Bani Umaiyah di bawah program Abu Sufyan, seseorang yang memusuhi Nabi Saww sepanjang hidupnya, memeluk Islam kerana terpaksa dalam pembebasan Makkah, kemudian dilanjutkan oleh puteranya Muawiyah, seorang yang diberi gelaran oleh Nabi Saww sebagai “ kelompok angkara murka ”, yang meracuni cucu Nabi Saww, Imam Hasan ibn ‘Ali a.s. Dalam kitab Wafiyat al-A’yan Ibnu Khalliqan menuturkan cerita Imam Nasa-i (penyusun kitab hadis sunna al-Nasa-i), bahawasanya sewaktu Nasa-i memasuki kota Damaskus, dia didesak orang untuk meriwayatkan keutamaan Muawiyah, kata Nasa-i: “ Aku tidak menemukan keutamaan Muawiyah kecuali sabda Rasul tentang dirinya – semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya”. Selanjutnya dilanjutkan oleh Yazid anak Muawiyah si pembunuh Husein ibn ‘Ali as cucu Nabi Muhammad Saww di padang Karbala bersama 72 keluarga dan sahabatnya. Muawiyah yang sebagian Ulama Ahli Sunnah telah mengkategorikannya sebagai sahabat Nabi Saww, telah memerintahkan pelaknatan terhadap Imam ‘Ali bin Abi Thalib as di hampir tujuh puluh ribu mimbar umat Islam dan dilanjutkan oleh anak cucu-cucu Bani Umaiyah selama 90 tahun. Ia berlangsung sehinggalah sampai zaman Umar bin Abdul Azizi. Ibnu Abil Hadid menyebutkan Muawiyah membentuk sebuah lembaga yang bertugas mencetak hadis-hadis palsu dalam berbagai segi terutama yang menyangkut keluarga Nabi Saww, lembaga tersebut beranggotakan beberapa orang sahabat dan Tabi’in (sahabatnya sahabat) di antaranya “ Amr ibn al-Ash, Mughirah ibn Syu’bah dan Urwah ibn Zubair).
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, ketika paman beliau Abu Thalib yang disaat sakaratul mautnya diperintah oleh Sang Nabi saw untuk mengucap syahadatain dan Abu Thalib menolak. Karena apa? karena takut kalau ia mengucapkan, nanti orang orang kafir Quraisy makin menyiksa Nabi Saw.
Sebagai contoh Ibnu Abil Hadid menyebutkan hadis ciptaan tersebut :
“ Diriwayatkan oleh al-Zuhri bahawa : Urwah ibn Zubair menyampaikan sebuah hadis dari Aisyah. ia berkata : Ketika aku bersama Nabi Saww, maka datanglah Abbas (pakcik Nabi Saww) dan ‘Ali bin Abi Thalib dan Nabi Saww berkata padaku : “ Wahai Aisyah kedua orang itu akan mati tidak di atas dasar agamaku (kafir)”.
Inil adalah kebohongan besar tak mungkin Rasul Saww bersabda seperti itu yang benar Rasul Saww bersabda seperti yang termaktub dalam kitab : Ahlul Bait wa Huququhum hal.123, di situ diterangkan: Dari Jami’ ibn Umar seorang wanita bertanya pada Aisyah tentang Imam ‘Ali as, lalu Aisyah menjawab : “ Anda bertanya kepadaku tentang seorang yang demi Allah SWT, aku sendiri belum pernah mengetahui ada orang yang paling dicintai Rasulullah Saww selain Ali, dan di bumi ini tidak ada wanita yang paling dicintai puteri Nabi Saww, iaitu ( Sayyidah Fatimah Az-Zahra a.s isteri Imam Ali a.s).
al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, al-Suyuthi dalam kitab al-Jami ash-Shaghir dan juga al-Thabrani dalam kitab al-Kabir dari Ibnu Abbas, Rasulullah Saww bersabda : “ Aku adalah kota ilmu dan ‘Ali adalah pintunya, Maka barangsiapa ingin mendapat Ilmu, hendaknya dia mendatangi pintunya ”. Imam Ahmad bin Muhammad ash-Shadiq al-Maghribi berdasarkan hadis ini telah membuat kitab khusus yang diberi judul : “ Fathul Malik al’Aliy bishihati hadis Babul Madinatil Ilmi ‘Ali ” yang membuktikan ke shahihan hadis tersebut.
Jadi berbalik kita kepada kisah Abu Thalib ra. Benar, sekitar kurang lebih 9 hadis yang mengkafirkan Abu Thalib. Tetapi sebagai mana yg telah disampaikan jalur-jalur hadis tersebut penuh dengan keraguan ditambah dengan ruwat (perawi) hadis tersebut yang lemah dan tidak boleh diterima. Diantaranya:
1- Salah seorang perawi hadis dari kalangan sahabat adalah Abu Hurairah. Para sejarawan Islam sepakat mengatakan dia masuk Islam pada perang Khaibar, tahun ke-7 Hijriyah. Jadi bagaimana dia boleh meriwayatkan hadis tersebut?
SIAPA ABU THALIB?
Nama aslinya adalah Abdul Manaf, sedangkan nama Abu Thalib adalah nama ‘kunyah’ (panggilan) yang berasal dari nama putera pertamanya iaitu Thalib. Abu bererti ayah. Abu Thalib adalah pakcik dan ayah asuh Rasulullah Saww, dia mengasuh Nabi Saww dengan jiwa raganya. Ketika Nabi Saww berdakwah dan mendapat rintangan dan halangan, Abu Thaliblah yang membelanya dan dengan tegar berkata:
“ Kamu tidak akan dapat menyentuh Muhammad sebelum kamu menguburkanku ”.
Ketika Nabi Saww dan pengikutnya dipulaukan di sebuah lembah, Abu Thalib mendampingi Nabi Saww dengan setia. Ketika dia melihat ‘Ali solat di belakang Rasulullah Saww, iaitu ketika beliau mahu meninggal dunia, dia berwasiat kepada keluarganya untuk selalu berada di belakang Nabi Saww dan membelanya dalam dakwahnya.
BUKTI ISLAM ABU THALIB
Untuk menolak nukilan sejarah di atas, beberapa nukilan sejarah penolakan akan disebutkan;
a. Beberapa pernyataan langsung dari mulut Abdul Muthalib dalam sumpah atau doanya yang menjelaskan bahwa ia beriman kepada Allah SWT. Di antaranya; pertama; Ketika tentara Abrahah telah memasuki kota Makkah, Abdul Muthalib naik kesebuah bukit lalu berdoa; “Ya Allah aku serahkan penjagaan rumah-Mu kepada-Mu” kedua; ketika rasul lahir, ia membawa cucunya ini tawaf dan ke dalam Ka’bah lalu berdo’a dan memanjatkan syukur, “Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberiku anak ini….” Juga saat masa kanak-kanak, ketika Rasulullah hilang, Abdul Muthalib sekali lagi tawaf di Ka’bah dan berdoa; “Ya Tuhanku, Kembalikan padaku Muhammad….”
b. Ya’kubi menulis: Abu Thalib senantiasa menjaukan diri dari menyembah berhala dan hidup dengan mengesakan Allah SWT dan orang-orang Quraisy menyebutnya dengan Ibrahim kedua[Tarikh Ya’kubi: 2/12]
c. Ibn Atsir menulis: Abu Thalib berdiam di gua Hira setiap bulan Ramadhan (untuk beribadah) dan memberikan makanan kepada orang miskin seluruh kota.[Tarikh Ibn Atsir: 2/15].
Riwayat-riwayat di atas sudah cukup untuk menolak anggapan bahwa Abdul Muthalib mati dalam kekafiran. Kecintaannya kepada Muhammad bukan hanya karena emosi seorang kakek kepada cucunya, tapi pengetahuannya atas kabar kenabian cucunya ini yang telah disebutkan dalam kitab-kitab langit dari dari nabi-nabi sebelum Muhammad, cucunya.
. Kesaksian Dengan Ucapan.
Selain beliau merupakan benteng dan tempat bernaung Rasulullah saww daripada segala ancaman musyrikin Mekah, beliau juga telah menerima dan melaksanakan amanat dari ayahnya Abdul Mutthalib untuk mengasuh Nabi Saww dan dia telah melaksanakan amanat tersebut dengan baik. Nabi Saww adalah sebaik-baik asuhan dan Abu Thalib adalah sebaik-baik pengasuh. Beliau mengetahui akan kenabian Muhammad Saww jauh sebelum Nabi Saww diutus oleh Allah SWT, sebagai Rasul di atas dunia ini. Dia menyebutkan hal tersebut ketika berpidato dalam pernikahan Nabi Saww dengan Sayyidah Khadijah sa. Abu Thalib berkata :
“ Segala Puji bagi Allah yang telah menjadikan kita semua sebahagian anak cucu Ibrahim dan Ismail, dan menjadikan kita semua berasal dari Bani Ma’ad dan Mudhar dan menjadikan kita orang yang bertanggungjawab menjaga rumah-Nya (ka’bah) sebagai tempat haji pemimpin-pemimpin manusia. Ketahuilah bahawa anak buah saya ini adalah Muhammad ibn Abdullah yang tidak boleh dibandingkan dengan lelaki-lelaki manapun kecuali pasti dia lebih tinggi kemuliaannya, keutamaan dan akalnya. Dia (Muhammad), demi Allah, setelah ini akan mendatangkan dengan sesuatu khabar besar dan akan menghadapi tentangan yang serta tanah haram yang aman damai, dan menjadikan kita semua sebagai berat”.
Kata-kata beliau ini, jelas menunjukkan bahawa Abu Thalib adalah seorang pemyembah Allah, seorang yang beragama dengan agama datuknya Ibrahim dan Ismail a.s. bagi Abu Thalib tidak susah untuk mengenal siapa itu Muhammad ibn Abdullah kerana beliau telah melihat ciri-ciri kenabian itu terpancar dari cahaya wujud Rasulullah saww.
· Mendengar Tanda kenabian Nabi Dari Seorang Rahib.
Pada saat Abu Thalib bermusafir ke Syam, sedang di waktu itu Nabi Saww masih berusia 9 tahun dan bersama dengan Abu Thalib ketika itu. Dalam perjalanan itu, mereka bertemu dengan seorang rahib Nasrani bernama Buhairah yang mengetahui tanda-tanda kenabian yang terdapat pada Nabi Saww dan memberitahukan pada Abu Thalib berita tersebut. Kemudian beliau menyuruhnya membawa Rasulullah Saww pulang kembali ke Mekah karena takut akan gangguan orang Yahudi. Lantas dari itu Abu Thalib membawa Nabi Saww pulang ke Mekah, kerana takut ancaman tersebut.
· Menunjukkan Dengan Tindakan (Akhlak Mulia).
Dengan bukti ini juga menunjukkan Abu Thalib tahu bahawa Muhammad adalah Rasulullah Saww. Maka itu penghormatannya kepada Rasulullah Saww amat tinggi berbanding yang lain. Sebagai contoh, jika Abu Thalib hendak makan bersama keluarganya, beliau selalu berkata: bersabarlah kamu menunggu hingga Muhammad datang, kemudian Nabi Saww datang serta makan bersama mereka hingga mereka menjadi kenyang. Dan di antara adab mulia Abu Thalib kepada Nabi Saww, bahawa dia tidak makan melainkan Muhammad Saww makan dahulu kemudian barulah dia makan dan kemudian ahli keluarganya yang lain. Abu Thalib berkata kepada Nabi Saww: “ Sesungguhnya Engkau adalah orang yang di berkati Tuhan ”.
Setiap kali Nabi akan tidur, Abu Thalib akan membentangkan selimutnya di mana sahaja Nabi Saww tidur. Beberapa saat setelah baginda Saww tertidur, dia akan membangunkan beliau Saww lagi dan kemudian memerintahkan sebagian anak-anaknya untuk tidur di tempat Rasulullah Saww , sementara untuk Rasulullah akan dibentangkan selimut di tempat yang lain agar Nabi Saww tidur di sana. Semua ini dilakukkan oleh Abu Thalib demi keselamatan Nabi Saww.
Ya Allah! mereka menyangka Engkau tidak memberi hidayah kepada orang yang telah mengorbankan segala sisa hidupnya dalam membela nabi-MU, seorang yang teramat tinggi cintanya kepada sang kekasih-MU.
Ya Allah! sungguh prasangkaku baik kepada-Mu, tak mungkin Engkau tidak memberi iman kepadanya. Ya Allah Yang Maha Pemurah! dan Engkau amat jauh dari prasangka buruk ini. Ya Allah! apakah mungkin umat Nabi-Mu akan menerima syafa’at daripadanya, sedang lidah-lidah mereka tiada kering dari mengkafirkan pakcik kesayangannya. Ya Allah! Engkau adalah Tuhan Yang Maha Adil dan Engkau akan menghukum siapa saja yang menyakiti Nabi-Mu dan keluarganya.
· Hadis-hadis Iman Abu Thalib as
Kini tibalah saatnya untuk kami ketengahkan hadis-hadis tentang Mukminnya Abu Thalib, namun untuk menjaga keringkasan buku ini, kami hanya mengutip sebagian sahaja.
1- Dari Ibnu Adi yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik, dia berkata; “ Pada suatu saat Abu Thalib sakit dan Rasulullah Saww menjenguknya, maka dia berkata; “ Wahai anak sudaraku, berdoalah kamu kepada Allah agar Ia berkenan menyembuhkan sakitku ini ”, dan Rasulullah pun berdoa: Ya Allah, …sembuhkanlah pakcik hamba ”, maka seketika itu juga dia berdiri dan sembuh seakan dia lepas dari belenggu ”.
Apakah mungkin Rasulullah berdoa untuk orang yang kafir ?, apakah mungkin orang kafir memohon doa daripada Rasulullah Saww? Apakah mungkin orang yang menyaksikan mukjizat yang demikian lantas tidak mahu beriman?. Perkaranya kembali pada logika orang yang waras.
2- Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aqil bin Abu Thalib, diterangkan bahawa orang-orang Quraisy berkata kepada Abu Thalib: “ Sesungguhnya anak saudaramu ini telah menyakiti kami ”, maka Abu Thalib berkata kepada Nabi Muhammad Saww : “ Sesungguhnya mereka Bani pakcikmu, menuduh kamu menyakiti mereka ”. Nabi menjawab : “ Jika seandainya kamu (wahai kaum Quraisy) meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku untuk aku tinggalkan perkara ini, sehingga Allah menampakannya atau aku hancur kerananya, niscaya aku tidak akan meninggalkannya sama sekali ”.
Dari itu kedua mata beliau mencucurkan air mata karena menangis, maka berkatalah Abu Thalib kepada Nabi Saww: “ Wahai anak saudaraku, katakalah apa yang kamu suka, demi Allah aku tidak akan pernah menyerahkanmu kepada mereka selamanya ”. Dia juga berkata kepada orang-orang Quraisy, “ Demi Allah, sesungguhnya anak saudaraku tidak berdusta. ”
Kami bertanya, apakah kata-kata dan pembelaan demikian ini dapat dilakukan oleh orang kafir, yang agamanya sendiri dicela habis-habisan oleh Nabi Saww ? Kalau yang demikian ini dikatakan tidak beriman, lalu yang bagaimana yang beriman?
3- Dari al-Khatib al-Baghdadi dari Imam Jaa’far ash-Shadiq yang sanadnya sampai pada Imam ‘Ali as berkata: aku mendengar Abu Thalib berkata, “ Telah bersabda kepadaku, dan dia (Muhammad) demi Allah adalah orang yang paling jujur, Abu Thalib berkata selanjutnya: “ Aku bertanya kepada Muhammad, Wahai Muhammad, dengan apa kamu diutus (Allah) ? ” baginda Saww menjawab: “ Dengan silaturrahmi, mendirikan solat, serta mengeluarkan zakat.”
al-Khatib al-Baghdadi adalah seorang ulama besar dan beliau menerima hadis yang diriwayatkan oleh Abi Thalib, jika Abu Thalib bukan mukmin maka tentu hadisnya tidak akan diterima, demikian juga Imam ‘Ali dan Imam ash-Shadiq dan lain-lain lagi. Penelitian akan isi kandung hadis ini menunjukkan Abu Thalib adalah seorang mukmin.
4- Dari al-Khitab, yang bersambung sanadnya, pada Abi Rafik maula ummu Hanik binti Abi Thalib bahawasannya dia mendengar Abu Thalib berkata: “Telah berbicara kepadaku Muhammad anak saudaraku, bahawanya Allah memerintahkannya agar menyambung tali silaturrahmi, menyembah Allah serta tidak boleh menyembah selain-Nya (tidak menyekutukan-Nya) ”. Kemudian Abu Thalib berkata: “ Dan Abu Thalib berkata pula: “ Aku mendengar anak saudaraku berkata: “ Bersyukurlah, tentu anda akan dilimpahi rezeki dan janganlah kufur, nescaya anda akan disiksa ”.
Apakah ada tanda-tanda beliau seorang kafir dalam hadis di atas?, wahai saudaraku, anda dianugerah akal dan kemampuan berfikir, gunakanlah ianya sebaik mungkin sebelum ianya ditarik balik semasa usia tuamu. Dan pergunakanlah ia, jangan seperti domba yang digiring oleh gembala. Selama 14 Abad umat Muhammad telah ditipu oleh propaganda Bani Umaiyyah, sampai bila mereka mampu mengakhirinya.
5- Dari Ibnu Sa’ad al-Khatib dan Ibnu Asakir dari Amru ibn Sa’id, bahawasanya Abu Thalib berkata : “ Suatu saat aku bersama anak saudaraku (Muhammad) di dalam perjalanan (safar), kemudian aku merasa dahaga dan aku beritahukan kepadanya serta ketika itu aku tidak melihat sesuatu bersamanya, Abu Thalib selanjutnya berkata, kemudian dia (Muhammad) membengkokkan pangkal pahanya dan menginjakkan tumitnya diatas bumi, maka pakcikku minumlah !”, maka aku minum”.
Ini adalah mukjizat Nabi Saww dan disaksikan oleh Abu Thalib, yang meminum air mukjizat, adakah orang kafir dapat meminum air al-Kautsar ?. Berkata a-Imam al-Arifbillah al-Alamah Assayyid Muhammad ibn Rasul al-Barzanji: “ Jika Abu Thalib tidak bertauhid kepada Allah, maka Allah tidak akan memberikannya rezeki dengan air yang memancar untuk Nabi Saww yang air tersebut lebih utama dengan air al-Kautsar serta lebih mulia dari air zamzam.
6- Dari Ibnu Sa’id yang diriwayatkan dari Abdillah Ibn Shaghir al-Udzri bahawasanya Abu Thalib ketika menjelang ajalnya dia memanggil Bani Abdul Mutthalib seraya berkata: “ Tidak pernah akan putus-putusnya kamu dengan kebaikan yang kamu dengar dari Muhammad dan kamu mengikuti perintahnya, maka dari itu, ikutilah dia, serta bantulah dia tentu kamu akan mendapat petunjuk ”. Jauh sekali anggapan mereka, dia tahu bahawa sesungguhnya petunjuk itu di dalam mengikuti baginda Saww.
Dia menyuruh orang lain agar mengikutinya, apakah mungkin dia sendiri meninggalkannya?. Sekali lagi hanya akal yang waras yang boleh menentukannya.
7- Dari al-Hafidz (penghafal hadis lebih dari 100, 000 hadis) Ibn Hajar dari ‘Ali Ibn Abi Thalib a.s bahawasanya ketika ‘Ali memeluk Islam, Abu Thalib berkata kepadanya: “ Tetaplah engkau bersama anak pakcikmu ! ”.
Pertanyaan apa yang mampu ditanyakan terhadap seorang ayah yang menyuruh anaknya memeluk Islam, sedangkan dia sendirian dikatakan bukan Islam, adakah hal itu masuk akal ?.
Dari al-Hafidz Ibn Hajar yang riwayatnya sampai pada Imran bin Husein, bahawasanya Abu Thalib : bersolatlah kamu bersama anak pakcikmu, maka dia Jaa’far melaksanakan solat bersama Nabi Muhammad Saww, seperti juga dia melaksanakannya bersama ‘Ali bin Abu Thalib. Sekiranya Abu Thalib tak percaya akan agama Muhammad, tentu dia tidak akan rela kedua putranya solat bersama Nabi Muhammad Saww, sebab permusuhan yang timbul karena seorang penyair berkata: “ Tiap permusuhan bisa diharapkan berakhirnya, kecuali permusuhan dengan yang lain dalam masalah agama ”.
8- Dari al-Hafidz Abu Nu’aim yang meriwayatkan sampai kepada Ibnu Abbas, bahawasannya dia berkata : “ Abu Thalib adalah orang yang paling mencintai Nabi Saww, dengan kecintaan yang amat sangat (Hubban Syadidan) tidak pernah dia mencintai anak-anaknya melebihi kecintaannya kepada Nabi Saww. Oleh karena itu dia tidak tidur kecuali bersamanya (Rasulullah Saww).
9- Diriwayatkan dalam kitab Asna al-Matalib fi najati Abu Thalib oleh Assayid al-Alamah al-Arifbillah, Ahmad bin Sayyid Zaini Dahlan Mufti mazhab Syafi’i di Mekah pada zamannya: “ Sekarang orang-orang Quraisy dapat menyakitiku dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi selama Abu Thalib hidup ”. Tidaklah orang-orang Quraisy memperoleh sesuatu yang aku tidak senangi (menyakitiku) hingga Abu Thalib wafat ”. Dan setelah beliau melihat orang-orang Quraisy berlumba-lumba untuk menyakitinya, baginda Saww bersabda: “ Hai pakcikku, alangkah cepatnya apa yang aku peroleh setelah engkau wafat ”. Ketika Fatimah binti Asad (isteri Abi Thalib) wafat, Nabi Saww menyembahyangkannya, turun sendiri ke liang lahat, menyelimuti dengan baju beliau dan berbaring sejenak di samping jenazahnya, beberapa sahabat bertanya kehairanan, maka Nabi Saww menjawab: “ Tak seorang pun sesudah Abu Thalib yang ku patuhi selain dia (Fatimah binti Asad).
Kewafatan Abu Thalib
Ibnu Sa’ad, Mengetengahkan dalam kitabnya yang berjudul “ At-Thabaqatul-Kubra “ bahwa Abu Thalib menjelang ahir hayatnya, memanggil semua orang Bani Abdul Muththalib, kaum kerabatnya yang terdekat. Kepada mereka ia dengan tegas menganjurkan: “ Kalian akan tetap baik, bila kalian mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Muhammad(saw) dan mengikuti agamanya, karena itu hendaklah kalian mengikuti dan membantunya, kalian pasti mendapatkan petunjuk yang benar. “.
Pesan dari Abu Thalib itu ,banyak dikemukakan oleh para penulis sejarah Islam klasik, antara lain : Ibnul – Jauzi Al-Hambali dibukukan dalam “ Tadzkiratul-Khawash “,- An-Nasa’iy , dalam “ Al-Khasha’ish “ Al-Halabiy dalam “ As-Sirah Al-Halabiyyah “ dan di buku Sejarah islam lainnya.
Kepada sementara orang yang mengatakan, bahwa ,“ Abu Thalib itu Kafir dan Musyrik, masuk Neraka.”
Kami ingin bertanya : “ Apakah Mungkin, atau …apakah dapat dibayangkan, seorang yang mempunyai prinsip pendirian , atau..seorang yang meyakini adanya kebenaran dalam satu agama, ia akan secara sukarela dan dengan sekuat tenaga membantu serta membela prinsip pendirian atau agama lain yang memusuhi agamanya sendiri…??.
Andai ada orang yang mengatakan: “ Pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah saw, itu dilandasi oleh semangat kekerabatan, — “ Abu Lahab bin Abdul Muthalib pun paman Rasulullah saw,—lalu kenapa Abu Lahab tidak berbuat seperti halnya Abu Thalib, ( melindungi dan membela ). Malah dengan sengit, Abu Lahab memusuhi Rasulullah saw, dan kaum Muslimin..??. bahkan ketika Abu Lahab sudah mati pun masih banyak kerabat Rasulullah saw, yang masih antipati dan masih menyembah Berhala.
Sebagian ahli riwayat mengatakan, ketika Abu Thalib mendengar da’wah yang dilakukan oleh Rasulullah saw, ia menyuruh anak-anaknya untuk mengikuti beliau. Kepada mereka ia berkata : “ Muhammad (saw) tidak mengajak kalian selain pada kebajikan “ Tidak hanya sampai disitu saja, Abu Thalib malah memberikan dorongan dan membangkitkankan semangat mereka supaya menempuh jalan yang dipilh oleh Rasulullah saw, Bagi keselamatan mereka.
Kalau sikap yang demikian itu disamakan dengan sikap orang Musyrik atau Kafir, bukankah Islam itu agama yang mengakui ke Esa an Allah swt dan kenabian Muhammad saw…??.
Pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah saw. Dan dukungannya kepada Da’wah beliau dapat kita temukan dalam sya’ir-sya’irnya yang dikumandangkan dalam berbagai kesempatan.
Ba’it demi ba’it dalam sya’ir. Semuanya menunjukan, betapa gigihnya Abu Thalib menjadi pembela Rasulullah saw, Islam dan kaum Muslimin, pertanyaan diatas kami sodorkan, karena kami yakin, melindungi dan membela Rasulullah saw , dari serangan musuh-musuhnya tidak dapat diartikan lain, kecuali melindungi dan membela Islam beserta kaum Muslimin. Sebaliknya, sekalipun orang mengaku ber agama Islam, jika ia memusuhi Rasulullah saw. Tidak dapat diartikan sebagai pembela Islam, julukan yang cocok adalah musuh Islam dan musuh kaum Muslimin.
Dapat kita bayangkan, seumpama ketika itu Abu Thalib memeluk Islam dengan cara seperti yang dilakukan oleh Hamzah bin abdul muththalib r.a., atau Ali bin Abu Thalib r.a., atau juga mungkin seperti Utsman bin ‘Affan r.a. – , tentunya ia tidak akan dapat memberikan perlindungan dan pembelaan kepada Rasulullah saw, beserta para Sahabatnya. Sebab, kaum Musyrikin Quraisy pasti akan memandang Abu Thalib sebagai orang yang harus dimusuhi dan dilawan.
Jika demikian, maka ia akan kehilangan wibawa dan pengaruh dihadapan tokoh Quraisy. Bila mereka tidak mengakui lagi kepemimpinannya, tentu ia tidak akan dapat menumpulkan atau menekan perlawanan mereka terhadap Rasulullah saw. Dan tidak akan dapat lagi membentengi dakwah beliau sebagaimana yang telah dilakukannya selama ini, adalah benar.
Pada lahirnya , Abu Thalib tampak seagama ( keberhalaan ) dengan mereka, tetapi apa yang ada didalam batinnya, hanya Allah saja yang Maha Mengetahui.
Tiap orang Mukmin tidak meragukan dan tidak dapat mengingkari kenyataan , bahwa Abu Thalib memainkan peranan besar dalam melindungi dan membela da’wah Islam, yakni peran melindungi dan membela kebenaran, untuk itu ia rela menghadapi tantangan dan kesulitan. Ia bersama beberapa orang dari Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib rela menerima syarat-syarat penghidupan yang serba kekurangan demi tegaknya kebenaran yang dibawakan oleh Muhammad Rasulullah saw.
Pertanyaan kedua : “ Setelah Abu Thalib menunjukan pengabdian dan jasa-jasanya dalam melindungi dan membela Da’wah Islam,…apakah ia wafat sebagai Kafir atau Musyrik, tanpa iman sedikitpun nyangkut dalam hatinya…??.
Ibnu Ishaq mengataka, ketika kaum musyrikin Quraisy mendengar berita tentang penyakit Abu thalib bertambah kritis, mereka berkata satu sama lainnya : Hamzah bin ‘Umar, sekarang telah memeluk Islam dan persoalan Muhammad (saw) ( da’wahnya ) , telah meluas diantara kabilah-kabilah Arab. Sebaiknya kita datang kepada Abu Thalib untuk memper oleh penyelesaian soal itu.
Setelah mereka menjumpai Abu Thalib , lalu berkata ; “ Sebagaimana anda ketahui, sekarang anda dalam kondisi yang sangat menghawatirkan. Anda sangat mengetahui apa yang selama ini terjadi, antara kami dan kemenakan anda ( yaitu Muhammad saw ) . Sebaiknya anda memanggilnya hadir untuk kami ajak saling menerima dan saling memberi ( berkompromi ), agar dia tidak lagi mengganggu kami, dan kamipun tidak akan lagi mengganggu dia, dia harus membiarkan kami berpegang pada kepercayaan kami, dan kami pun akan membiarkan dia berpegang pada agamanya. “
Atas permintaan mereka itu, Abu Thalib menyuruh orang memanggil Rasulullah saw. Dan setelah Rasulullah saw menemuinya, maka Abu Thalib berkata : “ Anakku, orang-orang terkemuka dari kaummu( Bani Quraisy ). bersepakat hendak mengajakmu saling menerima dan saling memberi.
“ Rasulullah saw menjawab : “ Paman, kalau mereka mau memberi (menyatakan ) satu kalimat saja, mereka akan menguasai seluruh orang Arab, dan akan dipatuhi oleh orang-orang bukan Arab……..” belum lagi Rasulullah saw mengahiri kata-katanya, ‘Amr bin Hisyam ( Abu Jahal ) menukas : “ jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat pun akan kami berikan .!..” Rasulullah saw , melanjutkan : “ …Hendaklah kalian mengucapkan kalimat ‘ La ilaha ilallah ’ dan meninggalkan selama ini yang kalian sembah-sembah. “
Ucapan beliau, ditanggapi oleh mereka dengan cemoohan dan ejekan, kemudian mereka berujar :” hai, Muhammad(saw), apakah engkau hendak membuat tuhan-tuhan yang banyak itu menjadi satu tuhan,.??. sungguh aneh..! “
Mereka lalu berkata satu sama lain: “ Dia (Muhammad saw ), tidak akan memberikan sesuatu yang kita ingini. Marilah kita bubar saja, dan kita tetap pertahankan keyakinan pada agama nenek moyang kita. Biarlah apa yang akan menjadi kenyataan nanti antara kita dan dia . “ Abu Thalib pun berkata pada Rasulullah saw : “ Anakku, demi Allah, aku berpendapat permintaanmu itu tidaklah berlebih-lebihan, “ Ucapan Abu Thalib , menimbulkan kesan pada fikiran beliau, bahwa pamandanya, bersedia mengucapkan Syahadat. Karenanya beliau lalu berkata : “ Paman, ucapkanlah kalimat itu ( syahadat ). Dengan kalimat itu , pada hari kiyamat kelak akan kumohonkan syafaat (pertolongan ) kepada Allah swt bagi paman.” Dengan suara yang terputus-putus, Abu Thalib berkata : ”Anakku, demi Allah, kalau bukan karena aku khawatir orang Quraisy akan mencemoohkan diriku dan aku takut pada saat menghadapi maut, tentu kalimat itu sudah kuucapkan. “ (dalam hal ini , Jelas – Abu Thalib tidak menolak, tapi tidak mengucapkan syahadat).
Abu Thalib dan Sayyidah Khadijah isteri Nabi Saww wafat dalam tahun yang sama, oleh karena itu tahun tersebut Nabi Saww menyebutnya sebagai Aamul Huzn iaitu tahun dukacita. Jika Abu Thalib seorang kafir patutkah kematiannya disedihkan. Dan apakah patut Nabi berkasih mesra dengan orang kafir, dengan berpandangan bahawa Abu Thalib kafir sama dengan menuduh Allah menyerahkan pemeliharaan Nabi Saww, pada seorang kafir dan membiarkan berhubungan cinta-mencintai dan kasih-mengasihi yang teramat sangat padahal dalam al-Quran disebutkan: “ Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (QS;48,29). Dan di ayat yang lain Allah berfirman: “ Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menetang Allah dan Rasul-Nya. Sekalipun orang itu bapak-bapak, atau anak-anak saudara-saudara atupun keluarga mereka”.(QS;58,29).
Seandainya kami tidak khuatir anda menjadi jemu, maka akan kami sebutkan hadis yang lainnya, kini untuk memperkuat argumentasi di atas akan kami ketengahkan disini sya’ir-sya’ir Abu Thalib:
“ Saya benar-benar tahu bahawa agama Muhammad adalah paling baiknya agama di dunia ini. ”
Di sya’ir yang lain beliau berkata: “ Adakah kamu tidak tahu, bahawa kami telah mengikuti diri Muahmmad sebagai Rasul seperti Musa yang telah dijelaskan pada kitab-kitab ”.
Semaklah sya’ir beliau ini, bahawa beliau juga beriman pada Nabi-Nabi yang lain seperti Nabi Musa a.s, dan ketika Rahib Buhairah berkata padanya beliau juga mengimani akan kenabian Isa a.s , sungguh Abu Thalib adalah orang ilmuan yang ahli kitab-kitab sebelumnya.
Dalam sya’ir yang lain:
“ Dan sesungguhnya kasih sayang dari seluruh hamba datang kepadanya (Muhammad). Dan tiada kebaikan dengan kasih sayang lebih dari apa yang telah Allah SWT khususkan kepadanya. ”
“ Demi Tuhan rumah (Ka’bah) ini, tidak kami akan serahkan Ahmad (Muhammad) kepada bencana dari terkaman masa dan malapetaka. ”
“ Mereka (kaum Quraisy) mencemarkan namanya untuk melemahkannya. Maka pemilik Arsy (Allah) adalah dipuji (Mahmud) sedangkan dia terpuji (Muhammad). ”
“ Demi Allah, mereka tidak akan sampai kepadamu dengan kekuatannya. Hingga Aku terbaring di atas tanah. Maka sampaikanlah urusanmu secara terang-terangan apa yang telah diperintahkan tanpa mengindahkan mereka. Dan berilah kabar gembira sehingga menyenangkan dirimu. Dan engkau mengajakku dan aku tahu bahawa engkau adalah jujur dan benar. Engkau benar dan aku mempercayai. Aku tahu bahawa agama Muhammad adalah paling baiknya agama di dunia ini . Dan sebilah pedang meminta siraman air hujan dengan wajahnya, terhadap pertolongan anak yatim sebagai pencegahan dari muslim yg berpura-pura. Kehancuran jadi tersembunyi dari Bani Hasyim (keluargaya Nabi Saww), maka mereka disisinya (Muhammad) tetap dalam bahagia dan berada dalam keutamaan. ”
Kiranya cukup, apa yang kami ketengahkan dari sya’ir-sya’ir Abu Thalib yang membuktikan bahawa beliau adalah seorang Mukmin dan telah menolong dan membela Nabi Saww, maka beliau termasuk orang-orang yang beruntung.
“ Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran) mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS; 7;15)
Sesungguhnya Abu Thalib adalah orang yang telah mempercayainya, memuliakannya serta menolongnya, sehingga dia menentang orang-orang Quraisy. Dan ini telah disepakati oleh seluruh sejarawan. Sebuah hadis Nabi Saww menyebutkan : “ Saya (Nabi Saww) dan pengawal yatim, kedudukannya disisi Allah SWT bagaikan jari tengah dengan jari telunjuk ”. Siapakah sebaik-baik yatim? Dan siapakah sebaik-baik pengasuh yatim itu?, Bukankah Abu Thalib mengasuh Nabi Saww dari usia 8 tahun sampai 51 tahun.
Dalam Tarikh Ya’qubi jilid II hal. 28 disebutkan :
“ Ketika Rasul SAW diberi tahu tentang wafatnya Abu Thalib, beliau tampak sangat sedih, beliau datang menghampiri jenazah Abu Thalib dan mengusap-usap pipi kanannya 4 kali dan pipi kiri 3 kali. Kemudian beliau berucap : “ Pakcik, engkau memelihara diriku sejak kecil, mengasuhku sebagai anak yatim dan memjagaku di saat aku sudah besar. Kerana aku, Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu ”. Baginda lalu berjalan perlahan-lahan lalu berkata: “ Berkat silaturrahmimu Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu pakcik. ”.
Dalam buku Siratun Nabi Saww yang ditulis oleh Ibnu Hisyam, jilid I hal.252-253 disebutkan: Abu Thalib meninggal dunia tanpa ada kafir Quraisy di sekitarnya dan mengucapkan dua kalimat syahadah yang didengar oleh Abbas bin Abdul Mutthalib. Demikian pula dalam buku Abu Thalib mukmin Quraisy oleh Syeikh Abdullah al-Khanaizy diterangkan : bahawa Abu Thalib mengucapkan kalimat Syahadah diriwayatkan oleh Abu Bakar, yang dikutib oleh pengarang tersebut dari buku Sarah Nahjul balaghah III hal.312, Syekh Abthah hal.71nAl-Ghadir VII hal.370 & 401, Al-A’Yan XXXIX hal.136.
Abu Dzar al-Ghifari seorang sahabat Nabi Saww yang sangat dicintai Nabi Saww bersumpah menyatakan, bahawa wafatnya Abu Thalib sebagai seorang mukmin (al-Ghadir Vii hal.397).
Diriwayatkan dari Imam Ali ar-Ridha dari ayahnya Imam Musa al-Kadzim, riwayat ini bersambung sampai pada Imam ‘Ali bin Abi Thalib dan beliau mendengar dari Nabi Saww, bahawa : “ Bila tak percaya akan Imannya Abu Thalib maka tempatnya di neraka ”. (An-Nahjul III hal.311, Al-Hujjah hal.16, Al-Ghadir VII hal.381 & 396, Mu’janul Qubur hal.189, Al-A’Yan XXXIX hal.136, As-Shawa’iq dll). Abbas berkata ; “ Imannya Abu Thalib seperti imannya Ashabul Kahfi. ”.
Boleh jadi sebagian para sahabat tidak mengetahui secara terang-terangan akan keimanan Abu Thalib. Penyembunyian Iman Abu Thalib sebagai pemuka Bani Hasyim terhadap kafir Quraisy merupakan strategi, siasah dan taktik untuk menjaga dan membela Islam pada awal kebangkitannya yang masih sangat rawan itu sangat membantu tegaknya agama Allah SWT.
Penyembunyian Iman itu Banyak dilakukan ummat sebelum Islam sebagaimana banyak kita jumpa dalam al-Quran, seperti Ashabul Kahfi (pemuda penghuni gua), Asiah istri Fir’aun yang beriman pada Nabi Musa a.s dan melindungi, memelihara dan membela Nabi Musa a.s, juga seorang laki-laki dalam kaumnya Fir’aun yang beriman dan membela pada Nabi Musa a.s.
Lihat Al-Quran; 40:28 berbunyi : “ Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut (kaum) Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki (Musa) kerana dia menyatakan” : “ Tuhanku adalah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta maka dialah yang menanggung dosanya itu, dan jika dia seorang yang benar nescaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah SWT, tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta . ”
Jadi menyembunyikan iman terhadap musuh-musuh Allah tidaklah dilarang dalam Islam. Ada suatu riwayat di zaman Rasulullah Saww, demikian ketika orang-orang kafir berhasil menangkap Bilal, Khabab, Salim. Shuhaib dan Ammar bin Yasir serta ibu bapanya, mereka digilir disiksa dan dibunuh sampai giliran Ammar, melihat keadaan yang demikian Ammar berjihad untuk menuruti kemahuan mereka dengan lisan dan dalam keadaan terpaksa. Lalu diberitahukan kepada Nabi Saww bahawa Ammar telah menjadi kafir, namun baginda Nabi Saww menjawab: “ Sekali lagi tidak, Ammar dipenuhi oleh iman dari ujung rambutnya sampai keujung kaki, imannya telah menyatu dengan darah dagingnya ”. Kemudian Ammar datang menghadap Rasulullah Saww sambil menangis, lalu Rasulullah Saww mengusap kedua matanya seraya berkata: “ Jika mereka mengulangi perbuatannya, maka ulangi pula apa yang telah engkau ucapkan. ” Kemudian turunlah ayat (QS; 16;106) sebagai membenarkan tindakan Ammar oleh Allah SWT dengan berfirman: “ Barang siapa yang kafir kepada Allah SWT sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (tidak berdosa), akan tetapi orang-orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah SWT menimpahnya dan baginya azab yang besar. ”
Imam Muhammad bin Husein Mushalla al-Hanafi (yang bermazhab Hanafi) dia menyebut dalam komentar terhadap kitab Syihabul Akhbar karya Muhammad ibn Salamah bahawa: “ Barangsiapa yang mencela Abu Thalib hukumnya adalah kafir ”. Sebagian ulama dari Mazhab Maliki berpandangan yang sama seperti Ali al-Ajhuri dan at-Tulsamany, mereka ini berkata orang yang mencela Abu Thalib (mengkafirkan) sama dengan mencela Nabi Saww dan akan menyakiti beliau, maka jika demikian dia telah kafir, sedang orang kafir itu halal dibunuh. Begitu pula ulama besar Abu Thahir yang berpendapat bahawa barangsiapa yang mencela Abu Thalib hukumannya adalah kafir.
Kesimpulannya, bahawa siapapun yang cuba-cuba menyakiti Rasulullah Saww adalah kafir dan harus diperangi (dibunuh), jika tidak bertaubat. Sedang menurut mazhab Maliki harus dibunuh walau telah taubat. Imam al-Barzanji dalam pembelaan terhadap Abu Thalib, bahawa sebagian besar dari para ulama, para sufiah dan para aulia’ yang telah mencapai tingkat ‘Kasyaf’, seperti al-Qurthubi, as-Subki, asy-Sya’rani dan lain-lain. Mereka sepakat bahawa Abu Thalib selamat dari siksa abadi, kata mereka : “ Ini adalah keyakinan kami dan akan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT kelak. ”
Akhirnya mungkin masih ada kalangan yang tanya, bukankah sebagian besar orang masih menganggap Abu Thalib kafir, jawabnya : “Banyaknya yang beranggapan bukan jaminan suatu kebenaran. ”
“ Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah SWT. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah SWT) (QS;6:115).
Semoga kita dijadikan sebagian golongan yang mencintai dan mengasihi sepenuh jiwa ruh dan jasad kepada Nabi Muhammad Saww dan Ahlul Baitnya yang telah disucikan dari segala noda dan nista serta para sahabatnya yang berjihad bersamanya yang setia mengikutinya sampai akhir hayatnya.
Sesungguhnya taufiq dan hidayah hanyalah dari Allah SWT, kepada-Nya kami berserah diri dan kepada-Nya kami akan kembali.
Sebagai contoh, Ibnu Katsir merujuk pada firman allah swt dalam Surah Al-Qur’an : Al-Baqarah, 146- yang maknanya : “ Orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah kami beri Al-Kitab ( Taurat dan Injil), mengenai Muhammad (saw)seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. “ akan tetapi mereka tidak berbuat sesuai dengan pengenalan atau pengertian mereka. Jadi mereka itu benar-benar mengerti, bahwa Muhammad Saw, itu seorang Nabi, tetapi mereka mengingkarinya, demikian menurut Ibnu Katsir.
Kami berpendapat, menyamakan pengertian kaum Yahudi mengenai kenabian Muhammad saw. dengan pengertian Abu Thalib mengenai beliau…samasekali tidak pada tempatnya. Jauh sekali antara pengertian Abu Thalib mengenai Allah swt dan da’wah Rasul-Nya dari pengertian kaum Yahudi mengenai hal itu. Pengertian Abu Thalib disertai dengan, sikap membenarkan, mendukung, membela, dan melindungi agama Islam .
Sikap seperti itu mustahil tanpa disertai keyakinan dan kepercayaan ; sedang keyakinan dan kepercayaan mengenai hal tesebut, bukan lain adalah karena adanya iman ,Kalau dalam hal itu masih terdapat kekurangan pada Abu Thalib, kekurangan itu adalah karena ia tidak mengucapkan Syahadat dengan lisannya ( tidak disaksikan oleh manusia ). Atas dasar semuanya ini kami dapat mengatakan, Abu Thalib, sama sekali bukan orang Kafir atau orang Musyrik, tapi seorang muslim yang menyembunyi kan keimanannya.
Alasan yang kami kemukakan sebagai berikut : — 1/. Abu Thalib menolak dan tidak membenarkan pernyataan serta sikap kaum musyrikin Quraisy mengenai kenabian Muhammad saw,… Bahkan ia mendukung , membenarkan , membela dan melindungi da’wah tauhid yang diperintahkan Allah swt kepada Rasulullah saw. – 2/. Abu Thalib membela prinsip Tauhid dan para penganutnya , sehingga ia harus menghadapi tentangan dan tantangan sepeti yang dihadapi oleh setiap orang beriman. – 3/. Abu Thalib dengan keras menyatakan , bahwa Muhammad saw. Tidak berdusta dan semua yang dikatakan oleh Muhammad saw adalah benar.
Kalau ada fihak yang bimbang , ragu memasukan Abu Thalib kedalam golongan kaum Mu’minin atau Muslimin, kami juga tidak akan ragu mengeluarkan Abu Thalib dari golongan kaum Kafir dan kaum Musyrik.
Kalau benar riwayat yang memberitakan Abu Thalib pada detik-detik terahir hayatnya mengucapkan kalimat ; “ Pada agama ‘Abdul Muththalib “ , kalimat yang diucapkan itu tidak akan menghapus jasa-jasa serta pengabdiannya dalam membela dan melindungi Muhammad Rasulullah saw. .. yang berarti pula, membela dan melindungi da’wah agama Islam. Ucapan itupun tidak akan menghapus pernyataan-pernyataannya yang tegas, da’wah Rasulullah saw, itu benar dan tidak dusta.
Ibnu Katsir tidak menutup-nutupi kenyataan yang sebenarnya mengenai Abu Thalib. Ibnu Katsir dengan tegas mengatakan : “ Abu Thalib menghalangi dan mencegah gangguan yang tertuju kapada Rasulullah saw, dan para sahabatannya dengan segala kesanggupan yang ada pada dirinya : dengan kata-kata, dengan jiwa-raga juga dengan harta benda. Namun Allah swt belum berkenan mentakdirkannya sebagai orang yang beriman seperti yang lain-lain. Dalam hal ini pasti tersirat hikmah besar dan hujjah yang wajib kita yakini dan kita terima. Seumpama Allah swt, tidak melarang memohonkan ampunan dan karunia rahmat bagi Abu Thalib, “ —-Demikian , Ibnu Katsir menulis dalam “ Al-Bidayah wan-Nihayah “, Jilid dua halaman 131 ; yaitu suatu pernyataan yang mengandung dua arus yang berlawanan. Disatu fihak ia mengakui jasa-jasa pengabdian Abu Thalib dalam membela dan melindungi Rasulullah saw, Islam dan kaum Muslimin. Tetapi dilain fihak, ia dengan kalimat terpulas mengatakan…. Abu Thalib, dia seorang Musyrik . !.??.
Dari penelitian kita dalam persoalan Abu Thalib yang kontroversial itu, kami dapat menyimpulkan : Abu Thalib bukan musyrik dan bukan kafir. Sebab , tiap orang Musyrik pasti memuja-muja berhala dan sesembahannya yang lain, atau…menyekutukannya dengan Allah saw. Karena itulah kami berpendapat, Abu Thalib bukan orang Musyrik dan juga bukan orang Kafir. Hanya Allah swt sajalah yang mengetahui semua yang tersimpan didalam dadanya da semua yang tersembunyi dikedalaman jiwanya.
Beberapa Dalil tentang keimanan Abu Thalib dan tanggapan para Ulama dan Ahli Riwayat.
Persoalan Abu Thalib sengaja kami kuak selebar mungkin , untuk melihat lebih kedalam lagi dalam rangka mengatasi suara sumbang dari fihak yang sampai sekarang MENGKAFIR – KAFIRKAN pamanda Rasulullah Muhammad saw.
Abu Thalib- seorang yang sudah berjasa besar bagi Islam dan kaum Muslimin. Mereka mengetengahkan beberapa buah Hadits mengenai persoalan Abu Thalib – terlepas apakah Hadits –hadits yang mereka kemukakan itu , Hadits Shahih atau Hadits Maudlu ‘ – tetapi mereka tidak mengetengahkan semua Hadits yang berkaitan dengan ABU Thalib. Disini , kami akan mengetengahkan beberapa Hadits yang lain dan beberapa riwayat pendukung , tanggapan dari para Ulama , mengenai persoalan Abu Thalib , yang menunjukan pada ke Imanan paman Rasulullah saw.
Ibnu Sa’ad , dalam –Thabaqat – Kubra , Jilid, I halaman , 105. Mengetengahkan sebuahHadits berasal dari ‘Ubaidillah bin Rafi’ yang menerimanya langsung dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu . Imam ‘Ali r.a. berkata: “ Wafatnya Abu Thalib kuberitahukan kepada Rasulullah saw. Beliau menangis , kemudian berkata : “ Pergilah engkau dan mandikanlah dia, lalu kafankan dan kemudian kebumikan. Allah mengampuni dia dan merahmatinya, “.
Dari Hadits tersebut dapat ditarik kesimpulan : Kalau Abu Thalib seorang Musyrik seperti Musyrikin Quraisy , mungkinkah Rasulullah saw. Mengucapkan kalimat : – Allah mengampuni dan merahmatinya – sedangkan Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an : Allah tidak akan mengampuni dosa Syirik , dan mengampuni dosa selain itu, bagi siapa saja yang dikehendakinya, “ ( An-Nisa – 48 ).
Mungkin ada yang mengomentari :… Ya.. tetapi Rasulullah saw, tidak turut mengantarkan Jenazah Abu Thalib ke kubur dan tidak di Shalatkan jenazahnya. — Pertanyaan tersebut sudah dapat jawabannya dari para Ulama, diantaranya adalah : Ibnul- ‘Asakir , sebagaimana tercantum di dalam kitab : “ Asnal-Mathalib “ , halaman, 21—Al-Baihaqiy , didalam kitab : “ Dala’ilun-Nubuwwah “ —Ibnul-Jauziy didalam kitab : “ At-Tadzkirah “ , halaman, 6.—Ibnu Abil Hadid didalam kitab : “ Syarh Nahjil-Balaghah “ ,Jilid 3. Halaman 314.—Al-Halabiy didalam “ Sirah “ nya , jilid I halaman, 373. Sayyid Ahmad bin Zaini didalam “ Syarh-Nya “ mengenai kitab : “ As-Sirah Al-Halabiyyah “ , Jilid I , halaman, 90.— Al-Barzanjiy, didalam kitabnya : “ Najatu Abi Thalib “ , sebagaimana termaktub didalam kitab : “ Asnal-Mathalib “ ,halaman, 35.–Demikian juga , dalam kitab: Abu Dawud , Ibnul Jarud , Ibnu Khuzaimah , yang semuanya menjelaskan ;
Bahwa Rasulullah saw : tidak turut serta mengantarkan Jenazah Abu Thalib ke kubur, semata-mata untuk menghindari gangguan dan serangan dari kaum Musyrikin Quraisy. Bahwa Rasulullah saw : juga , tidak melakukan Shalat jenazah bagi Abu Thalib… jelas , karena waktu itu Shalat Jenazah belum di Syari’atkan.
Semua ahli riwayat dan para penulis sejarah Islam , sepakat bahwa tahun wafatnya Abu Thalib dan Siti Khadijah r.a, sebagai “ Tahun Duka-cita “ , atau: “ Amul – Huzn “. Bahkan sementara riwayat mengatakan, penamaan itu diberikan oleh Rasulullah saw , sendiri.
(Menurut Al-Aslamiy dan lain-lainnya, menerangkan: “ Abu Thalib wafat dalam bulan Syawwal tahun ke , 10 . setelah bi’tsah : sedangkan Sitti Khadijah r.a, wafat , 1 bulan + 5 hari, setelah wafatnya Abu Thalib.)
Betapa parahnya hati Rasulullah saw, ditinggal wafat oleh Abu Thalib dan kemudian menyusul Sitti Khadijah r.a. Dua orang kecintaan dan kesayangan beliau , dua orang itulah yang membenarkan , mendukung , membantu , melindungi dan membela Rasulullah saw, dalam melaksanakan tugas risalahnya : sebelum ada orang lain mau berbuat seperti mereka berdua. Semua para ahli riwayat dan para penulis sejarah Islam mengakui kenyataan itu, tak ada seorangpun yang mengingkarinya.
Apabila Abu Thalib itu seorang Musyrik dan Kafir , mungkinkah Rasulullah saw , sedih dan berduka-cita ditinggal wafat olehnya,..??.apabila ada orang yang mengatakan : “ Beliau sedih karena Abu Thalib itu pamandanya,” , lalu , kenapa Rasulullah saw , tidak berduka-cita dan tidak bersedih , ketika ditinggal mati oleh Abu Lahab , yang juga paman beliau sendiri..??. ( pada saat itu, Surah Al-Lahab , belum turun ) .
Mengenai musibah yang menyedihkan Rasulullah saw, dan mengenai “ Amul –Huzn “ , kita dapat membacanya pada kitab : Thabaqat – Qubra ( Ibnu Sa’ad ) Jilid I halaman 106. / kitab : Al – Imta ( Al – Muqriziy ) halaman 27. / kitab : Tarikh Ibnu Katsir ( Ibnu Katsir ) jilid III halaman 134, / kitab : Sirah Al-Halabiyyah , jilid I halaman 373. / kitab : Sirah – Nabawiyyah ( Sayyid Zaini Dahlan ) jilid I halaman 291, dan kitab : Asnal – Mathalib ( Ibnul – ‘Asakir ) halaman 11.
Ishaq bin ‘Abdullah bin Al-Harits mengetengahkan sebuah berita Hadits , yang mengatakan : Al-‘Abbas ,paman Rasulullah saw , pernah mengatakan : “ Ya Rasulullah(saw) , apa yang kau harap bagi Abu Thalib ..??.” , Rasulullah saw menjawab : “ Baginya aku mengharapkan semua yang baik dari Allah , Tuhanku “.
Berita Hadits tersebut diketengahkan oleh Ibnu Sa’ad di dalam kitab : Thabaqat – Qubra , jilid I -halaman 106. Dengan isnad Shahih dan para perawinya terdiri dari orang-orang yang dapat dipercaya ( tsiqah ) , seperti : ‘Affan bin Muslim, Hammad bin Salmah dan Tsabit Al-Bannaniy. Hadits di atas juga di tulis dan di abadikan oleh : Ibnu Katsir juga mengabadikan Hadits tersebut, didalam kitab : Al – Khasha’ishul — Kubra , jilid III, halaman 87.
Seorang Ulama Fiqh Madzhab Hanafiy ; Syeikh Ibrahim Ad-Danuriy, dalam kitab : Nihayatut – Thalab. Ibnu Thawus , dalam kitab : At – Thara’if , halaman 68. Ibnu Abdil Hadid, dalam kitab : Syarh Nahjil – Balaghah , jilid III – halaman 311. As- Sayuthiy , dalam kitab : At – Ta’dzim Wal – Minnah , halaman 8.
Tidak sedikit, kelompok yang menyatakan , bahwa Abu Thalib itu Musyrik dan Kafir, tapi..juga banyak para Ulama dan para penulis Sejarah Islam yang menyatakan keimanan pamanda Rasulullah saw itu.
Seorang Ulama besar berMadzhab Hanafi , yang bernama : Ahmad bin Al-Husain Al-Maushiliy , dalam uraiannya ( syarhnya ) mengenai kitab “ Syihabul – Akbar “ yang ditulis oleh : Al-‘ Allamah Muhammad bin Salmah Al-Qudha’iy ( wafat – 454 H ), dengan tegas mengatakan : “ Membenci Abu Thalib adalah Kufur “.
Demikian juga Ulama besar dari Madzhab Malikiy, yang bernama : Al-‘Allamah ‘Ali Al-Ajhuriy. Dalam fatwanya mengenai Abu Thalib, ia menandaskan : “ membenci Abu Thalib berarti Kufur “ . Mereka mengatakan demikian, karena mereka yakin benar bahwa Abu Thalib seorang mu’min pertama yang melindungi dan membela Rasulullah saw.
Meskipun penilaian kami terhadap sikap yang mengkafir-kafirkan Abu Thalib itu tidak sejauh penilaian kedua Ulama besar madzhab Hanafiy dan Madzhab Malikiy, namun kami dapat memahami mengapa mereka berfatwa sekeras itu. Siapakah yang tidak tertusuk perasaannya mendengar suara mengkafir-kafirkan orang yang mengasuh dan membesarkan Muhammad Rasulllah saw, sejak dari usia 8 th hingga dewasa: kemudian membenarkan , membantu , melindung , membela beliau dalam melaksanakan tugas Risalahnya..??.
Betapa hancurnya hati Rasulullah saw , jika semasa hidupnya mendengar suara sumbang seperti itu tertuju kepada pamandanya. Dikala beliau masih hidup ditengah umatnya tidak seorangpun yang mengkafir-kafirkan Abu Thalib, atau menuduhnya sebagai Musyrik. Kaum Musyrikin Quraisy yang kemudian memeluk Islam semuanya mengetahui dengan mata kepala sendiri bahwa Abu Thalib adalah orang pertama yang membenarkan, mendukung, membela dan melindungi Rasulullah saw, setelah wafatnya isteri beliau sendiri Sitti Khadijah r.a. Ketika Rasul Muhammad saw , dan kaum muslimin sudah punya posisi yang cukup kuat, Pembela , pelindung , dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan Rasulullah saw , diambil alih oleh para sahabat , mereka bekerja sama saling bahu membahu , apabila ada yang berani menghina Islam atau Rasulullah saw, resikonya mereka harus berhadapan dengan pedang
SYA’IR-SYA’IR DALAM MEMUJI KELUARGA RASULULLAH SAWW
Dalam salah satu sya’ir Imam Syafi’i, beliau berkata :
(maksud selawat : Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa ali Muhammad)
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) dalam sya’irnya:
Imam Zamakhsyari dalam sya’irnya berkata:
Abu Hasyim Isma’il bin Muhammad al-Humairi dalam salah satu sya’ir yang mengharap syafa’at nabinya Saww, berkata:
Nasab Rasulillah Saww Bersih.. !! Lengkap dengan Datanya Dan Anda Putra Ali bukan Putra Rasul Saw!
Isu ini terangkat kala sebagian umat islam mengaku pengikut Rasulillah Saww justru memusyriknya ayahanda Rasulullah Saww. (Innalillah..)
Dalam menjawabnya saya sampaikan 2 jawaban sekaligus bahwa :
Nama ayahanda Rasulullah Saww adalah Sayyidina Abdullah bin Abdul Muthalib r.a yang artinya Hamba ALLAH.
Definisinya jelas bahwa ayahanda Rasul Saww sangat mengenal ALLAH AWJ karena nama ini yang membedakan antara penyembah berhala dengan penyembah Illah SWT.
Contoh Nama nama Jahiliyah (mirip mirip Tuhan mereka Latta dan Udza):
Uta, Abul Udza, dll
Jadi jelaslah bahwa Ayahanda Mulia Ar Rasul Saww bukan seperti claim mereka..!
Ayah Nabi Ibrahim As tidak Kafir
Banyak orang yang memaknai bahwa Azar adalah ayahnya Nabi Ibrahim demi memuluskan upaya mereka menampilkan 'cacatnya' Nasab Nabi Saww.
Namun sekali Lagi Hujjah ALLAH AWJ membungkam sekaligus membongkar kebohongan bertingkat kaum hipokrit pendengki Ar Rasul Saww..
Dalam Nasab Umum inilah Nasab Ayahanda Rasul Saww:
Sayyidina Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hâsyim (AMR) bin 'Abd al-Manâf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu ' Ayy bin Isma 'ell (Ismail) bin ibrahim bin Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh bin Lamik bin Metusyalih bin Idris bin Yarid bin Mihla'iel bin Qinan bin Anusy bin Syith bin Adam A.S
Rantai Nasab diatas ada Nama Azar {tarih}
sesungguhnya keduanya adalah orang yang berbeda. Azaar adalah paman Nabi Ibrahim yang bekerja tuk Namrud dalam membuat Patung. Sedang Tarikh adalah Ayahanda Nabi Ibrahim As.
Lamanya sejarah serta berlapisnya pengkaburan membuat orang sulit mencari jawaban siapa Ayah Nabi Ibrahim As sebenarnya, Padahal Jawabannya ada di Depan mata
Kuncinya ada pada QS al An'am ayat 74 dalam kata Ab' (ayah dalam makna luas)
Penggunaannya :
Abu jabir (ayah Jabir)
Abu Abdillah (ayah Hamba Allah)
atau :
Abaaika (Kakek)
metode ini sederhana, namun banyak yang tidak faham, artinya penggunakaan kata ab' pada orang tertentu tidak menyatakan bahwa orang tersebut adalah Ayah dalam nasab.
Dalil yang dijadikan sebagai dasar pengkafiran ayah Nabi Ibrahim adalah ayat yang menyebutkan Azar sebagai " ab " Ibrahim. Misalnya :
" Ingatlah ( ketika ), Ibrahim berkata kepada " ab "nya Azar, " Apakah anda menjadikan patung-patung sebagai tuhan ?. Sesungguhnya Aku melihatmu dan kaummu berada pada kesesatan yang nyata ".( al An'am 74 ).
Atas dasar ayat ini, ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang kafir dan sesat. Kemudian ayat lain yang memuat permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya ditolak oleh Allah dikarenakan dia adalah musuh Allah ( al Taubah 114). Dalam menarik kesimpulan dari ayat di atas dan sejenisnya bahwa ayah nabi Ibrahim adalah seorang kafir sungguh sangat terlalu tergesa-gesa, karena kata " abun " dalam bahasa Arab tidak hanya berarti ayah kandung saja.
Kata ab' bisa juga berarti, ayah tiri, paman, dan kakek.
contoh lain:
Misalnya al Qur'an menyebutkan Nabi Ismail sebagai " ab " Nabi Ya'kub as., padahal beliau adalah paman NabiYa'kub as.
"Adakah kalian menyaksikan ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, " Apa yang kalian sembah sepeninggalku ? ". Mereka menjawab, " Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami hanya kepadaNya kami berserah diri ".( al Baqarah 133 )
Dalam ayat ini dengan jelas kata "aabaaika " bentuk jama' dari " ab " berarti kakek ( Ibrahim dan Ishak ) dan paman ( Ismail ).
Dan juga kata " abuya " atau " buya " derivasi dari " ab " sering dipakai dalam ungkapan sehari-hari bangsa Arab dengan arti guru, atau orang yang berjasa dalam kehidupan, termasuk panggilan untuk almarhum Buya Hamka, misalnya.
Dari keterangan ringkas ini, kita dapat memahami bahwa kata " ab " tidak hanya berarti ayah kandung, lalu bagaimana dengan kata " ab " pada surat al An'am 74 dan al Taubah 114 ?
Dengan melihat ayat-ayat yang menjelaskan perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim as. akan jelas bahwa seorang yang bernama " Azar ", penyembah dan pembuat patung, bukanlah ayah kandung Ibrahim, melainkan pamannya atau ayah angkatnya atau orang yang sangat dekat dengannya dan Ia adalah pembuat Patung tuk Raja Namrud
Pada permulaan dakwahnya, Nabi Ibrahim as. mengajak Azar sebagai orang yang dekat dengannya, "Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka Tuhan yang Maha Pemurah " ( Maryam 44 ).
Namun Azar menolak dan bahkan mengancam akan menyiksa Ibrahim. Kemudian dengan amat menyesal beliau mengatakan selamat jalan kapada Azar, dan berjanji akan memintakan ampun kepada Allah untuk Azar. " Berkata Ibrahim, " Salamun 'alaika, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku untukmu " ( Maryam 47 ).
Kemudian al Qur'an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim As menepati janjinya untuk memintakan ampun untuk Azar seraya berdoa,
" Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan gabungkan aku bersama orang-orang yang saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah ayahku ( abii ), sesungguhnya ia adalah termasuk golongan yang sesat. Jangnlah Kamu hinakan aku di hari mereka dibangkitkan kembali, hari yang mana harta dan anak tidak memberikan manfaat kecuali orang yang menghadapi Allah dengan hati yang selamat ".(al Syua'ra 83-89 ).
Allamah Thaba'thabai menjelaskan bahwa kata " kaana " dalam ayat ke 86 menunjukkan bahwa doa ini diungkapkan oleh Nabi Ibrahim as. setelah kematian Azar dan pengusirannya kepada Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al Mizan 7/163).
Setelah Nabi Ibrahim as. mengungkapkan doa itu, dan itu sekedar menepati janjinya saja kepada Azar, Allah AWJ menyatakan bahwa tidak layak bagi seorang Nabi memintakan ampun untuk orang musyrik, maka beliau berlepas tangan ( tabarri ) dari Azar setelah jelas bahwa ia adalah musuh Allah swt. (lihat surat al Taubah 114 )
Walid = Ayah Nasab (kandung)
Bedakan dengan kata walid (sebutan ayah dalam makna nasab/ kandung) seperti doa yang diajarkan Khalil ALLAH Ibrahim As. dan Doa ini muktabar dikalangan kita. Jelaslah bahwa Walid menunjukkan bahwa ia menuju pada Orang tua asli (kandung)
Ketika Nabi Ibrahim datang ke tempat suci Mekkah dan besama keturunan membangun kembali ka'bah, beliau berdoa,
"Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua walid- ku dan kaum mukminin di hari tegaknya hisab"( Ibrahim 41 ).
Kata " walid " hanya mempunyai satu makna yaitu yang melahirkan.
Dan yang dimaksud dengan " walid " disini tidak mungkin Azar, karena Nabi Ibrahim telah ber-tabarri (berlepas diri) dari Azar setelah mengetahui bahwa ia adalah musuh Allah (al taubah 114)
Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan walid disini adalah orang tua yang melahirkan beliau, dan keduanya adalah orang-orang yang beriman. Selain itu, kata walid disejajarkan dengan dirinya dan kaum mukminin, yang mengindikasikan bahwa walid- beliau bukan kafir. Ini alasan yang pertama.
Alasan yang kedua, adalah ayat yang berbunyi, " Dan perpindahanmu ( taqallub) di antara orang-orang yang sujud ".( al Syua'ra 219 ). Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah bahwa diri nabi Muhammad saww. berpindah-pindah dari sulbi ahli sujud ke sulbi ahli sujud.
Artinya ayah-ayah Nabi Muhammad dari Abdullah sampai Nabi Adam adalah orang-orang yang suka bersujud kepada Allah. (lihat tafsir al Shofi tulisan al Faidh al Kasyani 4/54 dan Majma' al Bayan karya al Thabarsi 7/323 ).
Nabi Ibrahim as. beserta ayah kandungnya termasuk kakek Nabi Muhammad saww. Dengan demikian, ayah kandung Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang ahli sujud kepada Allah swt.
Tentu selain alasan-alasan di atas, terdapat bukti-bukti lain dari hadis Nabi yang menunjukkan bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim as. bukan orang kafir.
Hingga timbul Pertanyaan Besar Siapa Ayah kandung Nabi Ibrahim As ?
As Sayyid Nikmatullah al Jazairi menjawabnya dalam kitab an Nur al Mubin fi Qashash al An biya wal Mursalin hal 270 mengutip az Zujjaj bahwa Ayahanda Nabi Ibrahim As bernama Tarikh.
Salam atas Khalil ALLAH yang suci..
Salam atas Nabi ALLAH Ibrahim alaihissalam..
Referensi:
Dinukil dari Buletin al Jawad edisi 1421 dan Kitab Adam hingga Isa (Sayyid Jazairi)
Dalam artikel ana jabarkan secara global seperti pemahaman umumnya. dalam penjabaran semi detail :
00 IBRAHIM
01 Isma'eel
02 Nabit
03 Yashjub
04 Tayrah
05 Nahur
06 Muqawwam
07 Udad
08 'Adnan
09 Mu'ad
10 Nizar
11 Mudar
12 Ilyas
13 Mudrika
14 Khuzayma
15 Kinana
16 Al Nadr (Al Quraysh)
17 Malik
18 Fihr
19 Ghalib
20 Lu'ayy
21 Ka'ab
22 Murra
23 Kilab
24 Qussayy (Real name: Zayd)
25 'Abdu Manaf (Real name: Al Mughira)
26 Hashim (Real name: 'Amr) as Banu Hashim
27 'Abdu Al Mutallib (Real name: Shaiba)
28 'Abdullah
29 MUHAMMAD saw
Fokus penjabaran Artikel adalah pemisahan dan pembedaan Nama Azaar (pembuat patung) dengan Ayahanda Mulia Nabi Ibrahim As Tarikh (seorang Muslim).
Anda Putra Ali bukan Putra Rasul Saw!
Raja Harun al-Rasyid merasa terganggu jika mendengar masyarakat Muslim banyak memanggil Imam Musa al-Kazhim as dengan panggilan “Ibnu Rasul” yang artinya putra Rasulullah Saw, padahal menurutnya Rasulullah Saw tidak mempunyai keturunan laki-laki, sehingga menurut dia nasab Nabi Saw terputus.
Pada suatu kesempatan Harun al-Rasyid meminta Imam Musa al-Kazhim as untuk menemuinya.
Harun : “Mengapa Anda membiarkan masyarakat menasabkan diri Anda kepada Nabi Saw dan mereka memanggil Anda, “Ya Ibna Rasul – Wahai Putra Rasulullah” padahal, Anda adalah putra Ali (bukan putra Rasul), dan seseorang hanya dinasabkan kepada ayahnya. Sementara Fatimah hanyalah wadah. Nabi Saw adalah kakek atau moyang Anda dari pihak ibu Anda.”
Imam Musa : “Kalau Nabi Saw dibangkitkan, lalu menyampaikan kemuliaan Anda kepada Anda, akankah Anda menyambutnya?”
Harun : “Subhanallah! Mengapa saya tidak menyambut beliau? Saya akan membanggakan diri di hadapan bangsa Arab dan kaum non-Arab.”
Imam : “Akan tetapi, beliau tidak mengatakannya kepada saya dan saya pun tidak ingin mendahuluinya.”
Harun : “Anda benar. Akan tetapi, mengapa Anda sering mengatakan, “Kami keturunan Nabi Saw” padahal Nabi tidak memiliki keturunan? Sebab, keturunan itu dari pihak laki-laki, bukan dari pihak perempuan. Anda dilahirkan oleh putri Nabi (Fathimah). Oleh karena itu beritahukan kepada saya argumen Anda dalam masalah ini, wahai putra Ali. Anda dapat menegaskannya kepada saya dengan dalil dari Kitab Allah. Anda, wahai putra Ali, mengaku bahwa tidak turun dari kalian sedikit pun dari Kitab Allah itu, baik alif maupun wawu melainkan memiliki penakwilannya. Kalian berargumen dengan firman-Nya ‘Azza wa Jalla, “Tidaklah Kami alfakan sesuatu pun di dalam al-Kitab.” (QS al-An’am [6]: 38). Jadi, kalian tidak lagi memerlukan pendapat dan qiyas dari ulama lain.”
Imam : “Izinkanlah saya untuk menjawab.”
Harun : “Silahkan”
Imam : “Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. “Dan dari keturunannya (Nuh) yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Isa, dan Ilyas semuanya termasuk orang-orang yang shalih.” (QS al-An’am [6]: 84-85). Lalu, siapa ayah Nabi Isa?
Harun : “Isa tidak memiliki ayah.”
Imam : “Tetapi, mengapa Allah Azza wa Jalla menisbatkannya kepada keturunan para nabi melalui ibunya, Maryam as? Maka demikian pula kami (Ahlul-Bayt) dinisbatkan kepada keturunan Nabi Saw melalui ibu kami, Fathimah as! Maukah saya tambahkan penjelasannya?”
Harun: “Tentu!”
Imam : “Allah Swt berfirman, “Siapa yang membantahmu tentang kisah `Isa sesudah datang pengetahuan yang meyakinkanmu maka katakanlah (kepadanya), “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, perempuan kami dan perempuan kamu, diri kami dan diri kamu. Kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.” (QS Ali Imran [3]: 61). Tidak seorang pun mengaku bahwa ia disertakan Nabi Saw ke dalam jubah (al-kisa) ketika bermubahalah dengan kaum Nasrani kecuah Ali bin Abi Thalib as, Fatimah as, al-Hasan as, dan al-Husain as. Seluruh kaum Muslim sepakat bahwa maksud dari kalimat abna’ana (anak-anak kami) di dalam ayat mulia tersebut adalah Hasan dan Husain as, dan maksud nisa’ana (perempuan kami) adalah Fathimah al-Zahra as dan maksud kata anfusana (diri kami) adalah Ali bin Abi Thalib as.”
Harun : “Anda benar, wahai Musa!”
Referensi:
Dikutip dari Allamah al-Tabarsi Abu Manshur Ahmad bin Ali di dalam kitabnya al-Ihtijaj JUz 2.
BENARKAH NABI SAW TERPUTUS KETURUNANNYA?
KETIKA Thahir, putra Nabi Saw dari Khadijah lahir dan langsung meninggal dunia, Amr bin Ash dan Hakam bin Ash justru bergembira ria sambil mengejek Nabi Saw dengan sebutan Al-Abtar, orang yang terputus keturunannya. [ 1]
Ejekan-ejekan mereka menyebar di kalangan kaum kafir Quraisy dan hal ini membuat Nabi Saw dan istri tercintanya, Khadijah as semakin berduka. Bagaimana tidak, tidak lama setelah kedua manusia mulia ini kehilangan seorang anak laki-lakinya, dua manusia berhati Iblis ini justru menyebarkan penghinaan terhadap Nabi Saw dengan sebutan yang sangat menyakitkan : Al-Abtar!
Namun Allah Swt tidak membiarkan kedua manusia (Rasul Saw & Khadijah as) yang dicintai-Nya ini terus dilarut duka. Allah Yang Maha Pemurah menurunkan sebuah surah yang diturunkan khusus untuk menghibur keduanya : Surah Al-Kautsar!
Tahukah Anda apakah Al-Kautsar itu? Apa isi surah ini sehingga Nabi Saw serta Sayyidah Khadijah merasa terhibur karenanya?
APAKAH AL-KAUTSAR ITU?
AL-KAUTSAR secara literal bermakna : Yang Berlimpah (abundance). Dengan wafatnya putra Rasulullah Saw dari Khadijah as tersebut, Allah SwT menghibur keduanya dengan Al-Kautsar, yaitu Sayyidah Fathimah! [2]
Melalui Sayyidah Fathimah as inilah keturunan Muhammad Saw berlanjut berlimpah-ruah sampai akhir zaman. [3]
Fakhrur Razi mengatakan bahwa, “Surah (Al-Kautsar) ini diturunkan untuk membantah pernyataan seorang kafir yang mencela Nabi Saw karena tidak mempunyai anak laki-laki, menjadi jelas bahwa makna yang diberikan di sini adalah bahwa Allah Swt memberi Nabi Saw keturunan yang akan abadi. Kita harus mengingat bahwa banyak pembantaian telah dilakukan terhadap keluarga Nabi, namun dunia masih dipenuhi oleh mereka; sementara Bani (keturunan) Umayyah punah kecuali beberapa orang yang tak berharga…” [4]
Al-Kautsar juga berarti sebuah sumber mata air atau telaga di Surga yang khusus Allah anugerahkan kepada Rasul Saw. Kadang-kadang Rasulullah Saw menyebut telaga karunianya ini dengan sebuatan : al-Haudh.
Diriwayatkan oleh Abu Bisyr di dalam Shahih Bukhari bahwa Said bin Jubair mengatakan bahwa Ibn Abbas menceritakan tentang al-Kautsar : “Al-Kautsar itu adalah “anugerah” yang Allah karuniakan kepada Rasulullah Saw.”. Lalu Abu Bisyr berkata kepada Said, “Tapi banyak orang mengatakan bahwa al-Kautsar itu adalah salah satu sungai (mata air) di surga.” Said menjawab, “Mata air surga itu adalah salah satu anugerah yang berlimpah ruah yang Allah karuniakan kepada Rasulullah Saw.” [5]
Masih di dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw meminta seorang Anshar agar mengumpulkan mereka (para sahabat Nabi) untuk berkumpul di sebuah tenda lalu beliau pun bersabda, “Bersabarlah sampai kalian menjumpai Allah dan Rasul-Nya dan aku akan menunggu kalian di Telaga (Al-Kautsar)” [6]
Dan yang paling menarik, masih di dalam kitab yang sama – Shahih Bukhari – Anas bin Malik menambahkan kalimat di atas dengan : “Namun kami tidak bersabar”[ 7]
NABI SAW TERPUTUS KETURUNANNYA?
Siapa pun yang menganggap Nabi Saw tidak memiliki keturunan dalam arti “silsilah beliau terputus karena beliau tidak memiliki seorang pun anak laki-laki” maka berarti ia tidak berbeda dengan kaum kafir Quraisy yang telah menghina Nabi Saw dengan sebutan al-Abtar. Allah SwT menyebut orang-orang yang berpikir bahwa Rasulullah Saw telah terputus keturunannya sebagai orang-orang yang membenci Rasulullah Saw, dengan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu (Muhammad) dialah yang terputus (keturunannya)” (Al-Quran Surah Al-Kautsar: 3)
Apakah Anda juga berpikir bahwa Nabi Saw tidak memiliki keturunan yang berlanjut? Saya berlindung kepada Allah SwT dari pemikiran seperti itu!
Al-Ash bin Wa’il, Abu Jahal dan Abu Lahab yang ketika mendengar putra Rasulullah saw, Al-Qasim wafat dalam usia balita, mereka mengejek Rasulullah sambil menyebarkan kabar bahwa “Muhammad adalah seorang al-abtar..!” (lelaki yang terputus keturunannya). Mendengar hal itu Rasulullah saw sangat bersedih hati. Maka turunlah ayat:
“Inna a’thaina kal kautsar. Fa shalli li Rabbika wan har. Innasya niaka huwal abtar.”
“Sungguh (hai Muhammad), Kami anugerahkan kepadamu “nikmat yang banyak”. Maka hendaklah engkau dirikan shalat semata-mata karena Tuhanmu., dan sembelihlah (ternak kurban). Sesungguhnya pembencimu itulah orang yang abtar (terputus keturunannya),
Sayyid Thabathaba’i, didlm Tafsir al Mizannya mengatakan bahwa makna “al-Kautsar” adalah “keturunan yang banyak” karena jika al-Abtar dimaknai “nikmat yang banyak”, maka maknanya menjadi tidak relevan dg asbabun nuzul atau latar belakang sebab turunnya ayat tsb.
BENARKAH PEREMPUAN TIDAK DAPAT MEMBERIKAN GARIS KETURUNAN?
Benarkah perempuan tidak dapat memberikan garis keturunan? Secara umum ya, tetapi secara khusus, Allah Swt memberikan keistimewaan kepada perempuan2 tertentu, misalnya Maryam as, ibunda Nabi Isa as.
“.. Dan dari keturunannya (Nabi Ibrahim a.s) ialah Daud, Sulaiman, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami beri balasan kepada ornag-orang yang berbuat baik. Kemudian (menyusul) Zakariya, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh.” (Quran Surah Al-An’am : ayat 84-85)
Ayat di atas memasukkan Isa putera Maryam sebagai putera keturunan Nabi Ibrahim as, padahal kita mengetahui bahwa Nabi Isa as tidak memiliki ayah.
Dan pada ayat Mubahalah :
“Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa sesudah datang ilmu , maka katakanlah : “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS Ali Imran ayat 61)
Di dalam Shahih Muslim, kitab al-Fadhail, bab min fadhail ‘Ali bin Abi Thalib, Juz. 2 hal. 360, Cet. Isa al-Halaby, disebutkan bahwa pada saat itu yang dibawa serta oleh Rasulullah Saw adalah : Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husain, padahal ayat di atas tidak menyebutkan cucu2 Nabi Saw, tapi “anak-anak kamu”. [7b]
Dan simak hadits di bawah ini dengan sungguh-sungguh:
“…Setiap anak memiliki penisbatan keturunan melalui ayahnya (‘ishbah) , kecuali kedua putra Fatimah (Hasan dan Husain) . Karena sesungguhnya akulah wali dan ishbah untuk keduanya!” (Hadits Riwayat al-Hakim dari Jabir) [8]
Di dalam Shahih Bukhari pun diriwayatkan bahwa suatu waktu Rasulullah Saw membawa al-Hasan (putra Fatimah) lalu beliau Saw bersabda, “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang Sayyid!” (Shahih Bukhari Jil. 4, Fadhail Al-Shahabah, Bab Manaqib al-Hasan, hadits no. 3746. Dalam edisi bahasa Inggris hadits no. 823) [9]
Dan memang di dalam kitab-kitab hadits mau pun sejarah telah tercatat bahwa Rasulullah saw senantiasa memanggil putra-putra Fatimah dengan panggilan: waladiy (anakku).
Jadi sekali lagi, jika sesorang berpikir bahwa keturunan Rasulullah Saw tidak berlanjut, maka orang itu sama dengan para pembenci Rasul Saw!
Saya berlindung dari yang demikian itu!
Allahumma shalli ‘ala Muhammadin wa aali Muhammad!
CATATAN KAKI :
1. Tafsir Ayatullah Mahdi Pooya ttg Surah Al-Kautsar. Sedangkan menurut Tafsir Singkat Ayatullah Makarim Syirazi, beliau mengatakan bahwa orang yang menghina Nabi Saw dengan perkataan Al-Abtar adalah : Al-Ass ibn Wa’il al-Sahmi. (Tafsir Singkat Ayatullah Makarim Syirazi ttg Surah al-Kautsar)
2. Fakhrur Razi di dalam Tafsir Fakhrur Razi-nya; Al-Thabarsi di dalam Majma al-Bayan-nya, dan Ayatullah Makarim Syirazi di dalam tafsir singkatnya.
3. Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 30, Surah Al-Kautsar.
4. Abu Muhammad Ordoni, Fatima The Gracious, Ahlul Bait Digital Library.
5. Shahih Bukhari Jil. 6, hadits no. 490. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ibn Jarir, dan Al-Suyuthi di dalam Durr al-Mantsur-nya.
6. Ibid, Jil. 9, hadits no. 533
7. Ibid, Jil. 4, hadits no. 375
Tentu saja maksud Anas bin Malik dengan kata-kata “Namun kami tidak bersabar” berhubungan erat dengan pesan terakhir Rasulullah Saw pada saat Hajji Wada’. Saat itu Rasulullah Saw berpesan, “Kiranya telah dekat saatnya aku dipanggil (oleh Tuhanku) dan aku segera memenuhinya. Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian al-Tsaqalain (2 perkara yang berharga) Kitab Allah dan ‘Itrah, Ahlul Baitku. Kitab Allah adalah tali yang terbentang daripada langit ke bumi dan ‘Itrahku Ahlu l-Bait. Sesungguhnya Allah SWT memberitahuku tentang kedua-duanya. Sesungguhnya kedua-duanya tidak akan berpisah sampai dikembalikan kepadaku di (telaga) al-Haudh. Maka kalian jagalah baik-baik kedua peninggalanku itu.” (Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya dari Sa’id al-Khudri. Sedangkan Tirmidzi, Al-Hakim dan Al-Thabari juga meriwayatkannya namun dari Zaid bin Arqam)
7b. Hadis2 lainnya yg meriwayatkan peristiwa Mubahalah tsb antara lain :
– Shahih Tirmidzi Juz 4, hal. 293, hadis no. 3085, dan Juz 5, hal. 103, hadis no. 3808.
– Mustadrak ala Shahihain li al-Hakim, 3:150.
– Musnad Ahmad bin Hanbal 1:185, dan 3:97.
– Tafsir al-Thabari 3:299
– Tafsir al-Kasyaf li al-Zamakhsyari 1:368
– Tafsir Ibn Katsir 1:370-371
– Fathul Qadir li al-Syaukani 1:347
– Tafsir Al-Fakhrur Razi 2:699
– Dan masih banyak lagi yang belum saya cantumkan.
8. Thabrani juga meriwayatkan hadits serupa dari Sayyidah Fatimah Az-Zahra as. Thabrani juga meriwayatkan hadis lainnya dari Umar dengan lafaz yang berbeda: “…Setiap anak penisbatan keturunan mereka ikut sang ayah, kecuali putra Fatimah. Akulah ‘ishbat (marga) mereka sekaligus ayah mereka!”(Al-Hakim juga meriwayatkan hadits ini di dalam kitab haditsnya Mustadrak Al-Shahihain Jil. 3 hlm. 54).
9. Lihat Fathul Bari 7:94
- Tirmidzi, Al-manaqib Bab Manaqib al-Hasan wal Husain Jil.5 hlm. 616, hadits no. 3773.
- Abu Dawud misalnya di dalam kitabnya : Sunan Abu Dawud, Bab. 31, hadits no. 4276; Bab 35, hadits no. 4645.
Referensi:
- Al-Nasaiy 3 : 107 dalkam Al-Jumu’ah Bab : Khutbah Pemimpin Kepada Rakyatnya di atas mkimbar.
- Thabarani hadits no. 2588, 2592, 2593.
- Ahmad hadits 5:38, hadits no. 44, 49, 51.
(Syiah-Ali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Yang ada mengkoreksi “kemaksuman” sahabat,
karena di syiah tidak ada doktrin keadilan sahabat (salah dapet 1 bener dapet 2 pahala).
Maka sahabat2 versi syiah ada yg bener ada yg salah.
yg bener yah diteladani sementara yg salah yah gak boleh diikuti – simple.
karenanya mereka bisa tegas menunjukkan siapa yg salah dalam perang jamal & shiffin tanpa sungkan sama sahabat.
sunni mengkafirkan orangtua & paman Rasulullah = menyakiti hati syiah.
salah satu lagi beda syiah adalah imamah – ada hubungannya dgn kekalifahan juga
kalo syiah bilang imam2nya maksum kenapa juga sunni ribut … wong sunni gak mengakui imamah versi mereka.
toh di sunni juga sahabat2 utama juga terbebas dari dosa (bisa dikatakan maksum juga) dgn doktrin ijtihad salah dapet 1 pahala bener dapet 2 pahala.
– perang jamal Ali vs Aisyah = sama2 gak dosa (yg salah tetep dapet 1 pahala).
– perang shifin Ali vs muawiyah = sama2 gak dosa (yg salah tetep dapet 1 pahala).
Tuh kejadian menghasilkan puluhan ribu muslim mati saling serang lho …
Toh nyatanya sahabat2 utama tetep gak dosa khan? (gada beda sama maksum).
karena gada doktrin keadilan sahabat maka syiah sah2 saja menyalahkan pihak2 yg berseberangan dgn panutannya (amirul mukminin / khalifah Ali bin abu thalib).
Status Ayah dan Ibu Rasulullah, Muslim atau Kafir?
Awal muncul saling Kafir-pengkafiran terhadap sesama umat Islam , yaitu ketika pada jaman kekuasaan dinasti Mu’awayah bin Abi Sufyan r.a, berlanjut terus sampai terjadi pembantaian terhadap cucu Rasulullah saw. Pengkafiran terhadap keluarga Rasul Muhammad saw , terhadap umat Islam ( yang politiknya tidak sefaham ).
Ayahnya dikafirkan , anaknya juga dikafirkan, cucu dan keturunannya pun dibantai.
[ sampai ada Ulama bermulut Besar Sekte WAHABI menyatakan : bahwa seluruh keturunan Rasulullah saw sudah musnah ].
Walaupun kekuasaan dinasti Mu’awiyah bin Abu Sufyan r.a , sudah berahir, pengkafiran berlanjut terus walau tidak sederas pendahulunya .
Pada jaman itulah . Umat Islam digoyang oleh fitnah, dan tidak sedikit pembuat Hadits Palsu menyebar luaskan hasil karyanya , untuk melanggengkan kekuasaan atau meraih jabatan . Bersamaan dengan itu, maka didengungkanlah kasidah “ Wa maa jaraa bainas-shahabaati-naskutu “ ( kita diamkan apa yang terjadi di antara para sahabat-Nabi ).
Perbedaan muatan sejarah bukanlah sebuah rahasia. “Tidak ada yang otentik tentang sejarah selain ketidak otentikannya!” demikianlah sebagian orang antipati dan larut dalam ifrati melihat sejarah yang seakan hanya dipenuhi lembaran-lembaran perbedaan. Tapi apakah traffic light diseluruh dunia harus dicabut hanya karena kecelakaan masih tetap ada? Ataukah seluruh obat harus dihentikan produksinya, sebab tidak sedikit jumlahnya orang mati over dosis?
‘Sejarah’ hanya benda mati. Sedang pena tidak tahu dosa sebab guratan-guratannya sangat tergantung pada orang yang menggerakkan tangannya, sementara sang subjek; ia mungkin tidak sendiri! Ada ide dibalik badannya, dan mungkin dibalik idenya? Boleh jadi ada kepentingan, boleh jadi ada force yang memaksanya panuh, boleh jadi paksaan itu bernama pedang dan atau demi keselamatan, atau boleh jadi karena gemerincing koin-koin emas, dan atau seperti kata sahabat Ali bin Abi Thalib as; an-Nas ‘ala dini mulukihim.
Bukankah dunia dipaksa menerima kebenaran ‘mitos’ Holocoust yang didongengkan Israil! Padahal orang tahu bahwa itu hanya kebohongan sejarah, tapi kenapa masih tetap diterima? Bagaimana dengan sejarah Islam?
Berikut ini kita akan mencoba mengalisa ulang sejarah Islam terutama sejarah Rasul dan keluarganya. Bukan untuk menolak sejarah secara ifrati, tapi membuang yang ‘membohongi kesadaran’ kita dan bergerak menuju sebuah pandangan baru yang jauh dari kebohongan dan pembohongan.
Sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini muncul berbagai teori dan opini yang menyatakan bahwa kedua orangtua Rasulullah saw adalah kafir.Salah satunya adalah yang tertera pada sebuah buku yang bertajuk “Kafirkah kedua orangtua Rasulullah?” yang diterbitkan oleh pustaka As-sunah dan ditulis oleh Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qaari.
Versi Sunni:
telah beredar hadist yang menyinggung tentang adab keimanan yaitu tentang status dari ibu dan ayah nabi muhammad yang musyrik dan kafir.
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya mengampuni dosa ibunya, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengabulkannya karena ibunya mati dalam keadaan kafir [1] Kedua orang tua Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir [2] Kalau ada yang bertanya, “Bukankah pada saat itu belum diutus Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Saat itu sudah ada millah Ibrahim. Sedangkan kedua orang tua Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak masuk dalam millah Ibrahim sehingga keduanya masih dalam keadaan kafir [3]
Referensi:
[1]. Hadits Riwayat Muslim Kitabul Jazaaiz 2 hal.671 no. 976-977, Abu Dawud 3234, Nasa’i 4 hal. 90 dll
[2]. Dalilnya, ada seorang bertanya, “Ya Rasulullah ! Dimana Ayahku” Jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ayahmu di Neraka”. Ketika orang itu akan pergi, dipanggil lagi, beliau bersabda, “Ayahku dan ayahmu di neraka” [Hadits Shahih Riwayat Muslim Kitabul Iman I/191 no. 203, Abu Dawud no. 4718 Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra 7/190] Pada riwayat yang lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kedua anak Mulaikah, “Ibu kamu di Neraka”, keduanya belum bisa menerima, lalu Nabi panggil dan beliau bersabda, “Sesungguhnya ibuku bersama ibumu di Neraka” [Thabrani dalam Mu'jam Kabir (10/98-99 no. 10017)], Hakim 4/364.
[3]. Lihat, Adillah Mu’taqad Abi Hanifah fil A’zham fii Abawayir Rasul Alaihis Shalatu wa Salam ta’lif Al-‘Alamah Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qary (wafat 1014).
________________________________
Riwayat yang menunjukkan bahwa ayah beliau (Abdullah) meninggal sebagai musyrik dan berada di neraka adalah hadits yang diriwayatakan Muslim dari Anas: Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Di manakah bapakku?” Beliau menjawab, “Di neraka.” Maka ketika ia berbalik, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallammemanggilnya dan bersabda:
إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di neraka.”
Hadits ini menunjukkan bahwa ayah beliau meninggal sebagai orang kafir. Dan siapa yang meninggal di atas kekafiran maka dia di neraka, hubungan kekerabatan tidak berguna dan tidak bisa menyelamatkannya. (Lihat: Syarah Shahih Muslim, Imam al-Nawawi: no. 302).
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis sehingga orang-orang yang ada di sekitar beliau-pun ikut menangis. Karenanya beliau bersabda, “Aku telah meminta izin kepada Rabb-ku untuk saya beristighfar (memintakan ampun) baginya, namun Dia tidak mengizinkan. Dan aku meminta izin untuk menziarahi (mengunjungi) kuburnya, maka Dia mengizinkan untukku. Karenanya, lakukan ziarah kubur, sebab hal itu bisa mengingatkan kepada kematian.”
Dalam riwayat lain yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, dari hadits Ibnu Mas’ud bahwa kisah ini menjadi sebab turunnya firman Allah,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Dan terdapat tambahan keterangan dalam al-Mu’jam al-Kabir milik al-Thabrani rahimahullaah, bahwa Jibril ‘alaihis salam berkata kepada beliau,
فَتَبَرَّأَ أَنْتَ مِنْ أُمِّكَ، كَمَا تَبَرَّأَ إِبْرَاهِيمُ مِنْ أَبِيهِ
“Berlepas dirilah engkau dari ibumu sebagaimana Ibrahim berlepas diri dari bapaknya.” (Lihat juga Tafsir Ibni Katsir dalam menafsirkan QS. Al-Taubah: 113-114).
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis sehingga orang-orang yang ada di sekitar beliau-pun ikut menangis. Karenanya beliau bersabda, “Aku telah meminta izin kepada Rabb-ku untuk saya beristighfar (memintakan ampun) baginya, namun Dia tidak mengizinkan. Dan aku meminta izin untuk menziarahi (mengunjungi) kuburnya, maka Dia mengizinkan untukku. Karenanya, lakukan ziarah kubur, sebab hal itu bisa mengingatkan kepada kematian.”.
Dalam riwayat lain yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, dari hadits Ibnu Mas’ud bahwa kisah ini menjadi sebab turunnya firman Allah,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Dan terdapat tambahan keterangan dalam al-Mu’jam al-Kabir milik al-Thabrani rahimahullaah, bahwa Jibril ‘alaihis salam berkata kepada beliau,
فَتَبَرَّأَ أَنْتَ مِنْ أُمِّكَ، كَمَا تَبَرَّأَ إِبْرَاهِيمُ مِنْ أَبِيهِ
“Berlepas dirilah engkau dari ibumu sebagaimana Ibrahim berlepas diri dari bapaknya.” (Lihat juga Tafsir Ibni Katsir dalam menafsirkan QS. Al-Taubah: 113-114).
Sedangkan riwayat yang menunjukkan bahwa ayah beliau (Abdullah) meninggal sebagai musyrik dan berada di neraka adalah hadits yang diriwayatakan Muslim dari Anas: Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Di manakah bapakku?” Beliau menjawab, “Di neraka.” Maka ketika ia berbalik, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya dan bersabda:
إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di neraka.”
Hadits ini menunjukkan bahwa ayah beliau meninggal sebagai orang kafir. Dan siapa yang meninggal di atas kekafiran maka dia di neraka, hubungan kekerabatan tidak berguna dan tidak bisa menyelamatkannya. (Lihat: Syarah Shahih Muslim, Imam al-Nawawi: no. 302).
Dalil golongan yang menyatakan orang tua Nabi masuk neraka adalah hadits riwayat Imam Muslim dari Hammad :
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah “ Ya, Rasulullah, dimana keberadaan ayahku ?, Rasulullah menjawab : “ dia di neraka” . maka ketika orang tersebut hendak beranjak, rasulullah memanggilnya seraya berkata “ sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka “.
Riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh:
“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّّرْهُ بِالنَّارِ”
Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW “ dimana ayahku ?, Rasulullah SAW menjawab : “ dia di neraka”, si A’rabi pun bertanya kembali “ dimana AyahMu ?, Rasulullah pun menjawab “ sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “
Dalil mereka yang lain hadits yang berbunyi :
لَيْتَ شِعْرِي مَا فَعَلَ أَبَوَايَ
Demi Allah, bagaimana keadaan orang tuaku ?
Kemudian turun ayat yang berbunyi :
{ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيْراً وَنَذِيْراً وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيْم }
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.
hadits: “Dari Anas bin Malik,bahwasanya seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah dimana ayahku?Nabi bersabda: ‘Dineraka.
Ketika orang tersebut berpaling Nabi memanggilnya lagi dan bersabda: ‘sesungguhnya ayahku dan ayahmu di An-nnar(neraka) (H.R Muslim).
Tidak sedikit jumlah hadits dan riwayat sejarah yang menyebutkan bahwa Ayah, Ibu, Paman dan Kakek Rasulullah saw mati dalam keadaan kafir! Paling tidak, kitab-kitab yang ditulis rawi dan penulis sejarah sekaliber Ahmad bin Hanbal –pemuka mazhab Hambali- dan Ibnu Katsir, sang sejarawan handal!(?)
Berikut ini beberapa riwayat akan kami ketengahkan;
a. Ibn Katsir dan Ibn Hambal meriwayatkan; Rasulullah bersabda: “Suatu hari aku mendatangi kuburan ibu Muhammad, dan aku memohonkan syafaat kepada Tuhanku untuknya, dan kumohonkan pengaampunan atasnya tapi Tuhanku menolak permohonanku” [1]
b. Salah seorang Arab bertanya kepada Rasul; “Dimanakah sekarang Ayahmu?” Rasul menjawab; “Takkala aku melintas di pekuburan orang-orang kafir, diperlihatkan padaku, bahwa ayahku berada di neraka”[2]
c. Rasululah bersabda: “Aku bersaksi di hadapan kalian, bahwa aku berlepas tangan dari (kekafiran) Aminah ibuku, sebagaimana Ibrahim as berlepas tangan dari kekafiran ayahnya”[3]
Sungguh sebuah kebohongan atas diri Rasul dan kedua orang tua beliau. Selain itu sebuah kesalah besar ketika mengkiaskan Ayah Ibrahim as dan kedua orang tua Rasul, sebab ayah Ibrahim menolak kenabian dan risalah nabi Ibrahim as pada saat masih hidup, sedangkan bapak-ibu Rasulullah saw meninggal sebelum menjadi Nabi dan Rasul, terlebih ayahnda beliau, Abdullah yang meninggal sebelum beliau lahir. Bagaimana mungkin hukum kafir diberikan kepada seseorang yang tidak mendengar dan menghadapi sebuah kenabian atau kerasulan!
Referensi:
[1] . Bidayah wa Nihayah: 2/340-341, Musnad Ahmad: 5/357
[2] . Bidayah wa Nihayah: 2/342
[3] . al-Wafa: 116.
Pendapat diatas adalah pendapat sunni.
________________________________
Jawaban Pihak Syi’ah:
Ayat itu tidak tepat untuk kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab, yaitu :
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) (Q.S. Albaqarah : 40).
Sampai ayat 129 :
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Semua ayat-ayat itu menceritakan ahli kitab (yahudi).
Bantahan di atas juga diperkuat dengan firman Allah SWT:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.
Hadist tersebut juga bertentangan dengan surat Al-Baqoroh ayat 62 yang menyebutkan:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Nah jelaslah bertentangan karena di tanah arab hanya ada yahudi dan nasrani. kuat mana hadist dan al-qur’an pernyataanya. Hadist bisa di buat maudhu’ atau hadist palsu, namun al-qur’an banyak yang telah hafidz menghafalnya.
Belajarlah agama pada ustadz yang ada di sekitarmu, jangan semua website atau wapsite anda jadikan panutan. Karena banyak jebakan di dunia maya.
Tidak masuk akal andai ayah ibu nabi muhammad musrik dan kafir, sedang yang melahirkan manusia suci juga dari rahim ibu yang suci. Tentu saja ada pengampunan khusus dari Allah ta’ala. Karna agama islam yang di bawa nabi muhammad belumlah di kenal.
Apakah kita layak mengkafirkan kedua orangtua Rasulullah saw?
Air yang jernih tidak mungkin berasal dari mata air yang kotor,tidakkah anda setuju?.Bagi umat islam,jiwa dan pribadi Rasulullah saw adalah jiwa dan pribadi yang agung,yang bersih,suci dan dicintai.itu bukan saja diakui oleh umat islam,akan tetapi oleh penganut agama lain.Ayat-ayat suci Al-Qur’an dan catatan sejarah juga mendukung pendapat ini.Pribadi yang agung ini tentu tidak mungkin berbentuk begitu saja,ia pasti melalui prores,bimbingan sejak kecil,dan berasal dari benih-benih yang suci.
Sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini muncul berbagai teori dan opini yang menyatakan bahwa kedua orangtua Rasulullah saw adalah kafir.Salah satunya adalah yang tertera pada sebuah buku yang bertajuk “Kafirkah kedua orangtua Rasulullah?”
yang diterbitkan oleh pustaka As-sunah dan ditulis oleh Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qaari.Buku ini juga sempat diulas oleh salah satu koran terkemuka yaitu Republika terbitan jum’at 15 April 2005 dengan sebuah artikel berjudul “Meluruskan posisi orangtua Rasulullah” .
Mengapa muncul pendapat demikian?Apa dasar argumen tersebut?
Dan bagaimana kita menyikapinya?Itulah beberapa pertanyaan yang perlu kita jawab disini.Dalam artikel yang dimuat oleh koran Republika Jum’at 15 April 2005 dikatakan: “Kedua orangtua Rasulullah yakni Abdullah dan Siti Aminah,wafat sebelum Nabi membawa risalah islam,dengan kata lain keduanya meninggal dalam keadaan kafir.Namun banyak umat islam yang merasa tidak sampai hati mengatakan bahwa kedua orangtua Rasulullah saw wafat dalam keadaan kafir dan karena itu kelak masuk neraka”.
Bagaimana kita menyikapi argumen tersebut?jawabannya mungkin mudah,yaitu dengan menerima atau menolaknya.Akan tetapi apa dasar yang kita gunakan untuk menerima atau menolak argumen tersebut?Alangkah baiknya jika disini menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai pedoman juga solusi.
Allah swt berfirman dalam surat Al-Israa(17)ayat 15: ..”Dan kami tidak akan mengazhab sebelum kami mengutus seorang Rasul”.
Bukankah kedua orangtua Rasulullah saw sudah meninggal tatkala beliau berusia 8 tahun, sedangkan pengutusan Muhammad sebagai Rasul baru dilakukan ketika beliau berumur 40tahun?
Lalu bagaimana mungkin kedua orangtuanya Abdullah dan Aminah di azhab dineraka?
Dimana keadilan Allah swt seperti yang tertera pada surat Al-Israa ayat 15 tersebut diatas?
Pada surat Asy-Syu’araa (Q.S-26:217-219) Allah swt berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang) dan melihat pula perpindahan badanmu dari (sulbi-sulbi) orang-orang bersujud”.
Disini kita melihat perpindahan badan(benih)Rasulullah dari satu sulbi ke sulbi yang lain.Dan sulbi-sulbi tempat persinggahan itu tidak lain adalah milik orang -orang yang bersujud (beriman).
Masihkah kita menerima bahwa kedua orangtua Rasulullah saw kafir?
di riwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Aku pindahkan dari sulbi-sulbi yang suci kedalam rahim-rahim yang terjaga.”.
Selain itu dalam banyak riwayat juga diceritakan bahwa Bani Hasyim(keluarga besar Abdullah ayah Rasulullah)adalah penjaga ka’bah dan pengikut ajaran Nabi Ibrahim as.Apakah layak bagi kita untuk mengkafirkan kedua orangtua Rasulullah saw setelah mengetahui pernyataan-pernyataan ini?
Air yang jernih tidak mungkin berasal dari mata air yang kotor. Kalimat itulah yang kira-kira dapat menggambarkan diri Rasulullah saw dan kedua orangtuanya. Alangkah baiknya jika kita mempelajari secara lebih mendalam tentang keluarga Nabi Muhammad saw dan mengaca diri akan kedudukan kita dihadapan Rasulnya yang tercinta. Sehingga kita tidak mudah mengeluarkan opini-opini yang tidak pantas dan terjebak dalam badai kesalahpahaman yang terus menguak seperti ini.Semoga bermanfa’at.
Versi Sunni :
Imam Bukhari meriwayatkan : “ Ketika Rasulullah saw, minta kepada Abu Thalib supaya mengucapkan kalimat “ La ilaha ilallah “, ‘amr bin hisyam ( Abu Lahab ) dan Abdullah bin Umayyah , bertanya kepada Abu Thalib : “ Tidakkah anda berpegang pada agama Abdul-Mutthalib..??.” Berulang-ulang dua orang itu mendesak pertanyaan tersebut, dan akhirnya Abu Thalib menjawab : “ Pada agama ‘Abdul-Mutthalib “ .Riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari itu, menunjukan bahwa Abu Thalib tidak mengucapkan kalimat syahadat. Karena Rasulullah sawberkata: “ Akan kumohonkan ampunan bagimu paman, selagi aku tidak dilarang berbuat itu ( syafaat )“.Mengenai persoalan itu, Ibnu Katsir mengatakan : “ Abu Thalib tahu dan mengerti , bahwa Rasulullah saw, itu benar, tidak dusta, tetapi hati Abu Thalib tidak beriman .” disini kita bisa melihat, seakan-akan Ibnu Katsir hendak menyamakan pengertian Abu Thalib mengenai kenabian Muhammad saw, dengan pengertian , kaum Yahudi mangenai beliau.Ibn Katsir menulis; Sesungguhnya Abu Thalib mati dalam keadaan beragama sebagaimana agama jahiliyah.[al-Wafa: 116].
Dari Al Abbas bin Abdul Muthalib, berkata, “Wahai Rasullulah, apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab dia dulu memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di neraka yang paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia berada di neraka yang paling bawah.“ (HR. Bukhari no. 3883, 6208, 6572, Muslim 209).
Dari Abu Sa`id Al Khudri, berkata, Disebutkan disisi Rasulullah pamannya Abu Thalib, maka beliau bersabda, ” Somoga syafa’atku bermanfaat baginya kelak di hari kiamat. Karena itu dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal, api neraka mencapai mata kakinya lantaran itu otaknya mendidih”. (HR.Bukhari 3885, 6564, Muslim 210).
___________________________________________
JAWABAN PiHAK SYi”AH :
Abu Thalib mu’min Sejati
Segala Puja dan Puji bagi Allah, sebanyak tetesan air hujan, sebanyak butiran biji-bijian, sebanyak makhluk-Nya dilangit, dibumi dan diantara keduanya.Segala Puja dan Puji yang banyak dan tak berkesudahan untuk Allah, meskipun puja segala pemuji selalu kurang dari sewajarnya.Segala Puja dan Puji untuk Allah seagung pujian-Nya terhadap diri-Nya.Shalawat dan Salam yang tiada pernah terputus dan tiada pernah terhenti terus-menerus, sambung-menyambung sampai ke akhir zaman untuk Nabi yang dicintai dan dikasihi oleh ruh, jiwa dan jasad kami, Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya, juga untuk keluarganya yang telah disucikan dari segala noda dan nista, serta para sahabat yang berjihad bersamanya dan setia padanya sepanjang hayatnya.
Dalam berbagai kesempatan alfagir hamba Allah penulis risalah ini sering mendengar dalam khutbah-khutbah, diskusi-diskusi, maupun dialog-dialog bahwa Abu Thalib paman tercinta Rasulullah SAAW dikatakan kafir. Beberapa rekan sering bertanya tentang masalah ini, akhirnya alfagir harapkan risalah ini sebagai jawaban atas semuanya itu, sebaga pembelaan terhadap Abu Thalib dan terhadap Nabi SAAW, semoga beliau SAAW meridhainya Amin.
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya (mengutuknya) didunia dan diakhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan (Q.S. 33:57)”.
“Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu,bagi mereka azab yang pedih(Q.S. 9:61)”.
Diriwayatkan dari Al-Thabrani dan AL- Thabrani dan Al-Baihaqi, bahwa anak perempuan Abu Lahab (saudara sepupu Nabi saaw ) yang bernama Subai’ah yang telah masuk Islam datang ke Madinah sebagai salah seorang Muhajirin, seseorang berkata kepadanya : “Tidak cukup hijrahmu ini kesini, sedangkan kamu anak perempuan kayu bakar neraka” (menunjuk surat Allahab). Maka ia sakait mendengar kat-kat tersebut dan melaporkannya pada Rasulullah saaw. Demi mendengar laporan semacam itu beliau saaw jadi murka, kemudian beliau naik mimbar dan bersabda :
“Apa urusan suatu kaum menyakitiku, baik dalam nasabku (silsilahku) maupun sanak kerabatku. Barang siapa menyakiti nasabku serta sanak kerabatku, maka telah menyakitiku dan barang siapa yang menyakitiku, maka dia menyakiti Allah SWT.
Sa’ad bin Manshur dalam kitab Sunannya meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair tentang Firman Allah SWT (Q.S; 42,23) : “Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak meinta dari kalian sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang terhadap keluarga (Ahlul Bait)”.
Ia berkatyang dimaksud keluarga dalam ayat itu adalah keluarga Rasulullah saaw, (Hadits ini disebutkan juga oleh Al-Muhib Al-Thabari dalam Dzkhair Al-Uqbah ha.9 Ia mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Al-Sirri, dikutib pula oleh Al-Imam Al-Hafid Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar Al-Suyuthi dalam kitab Ihyaul Maiyit Bifadhailil Ahlil Bait hadits nomer 1 dan dalam kitab tafsir Al-Dur Al-Mantsur ketika menafsirkan ayat Al-Mawaddah :42,43).
Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya Juz 4 hal.210 hadits no.177 meriwayatkan:
Abbas paman Nabi SAAW masuk menemui rasulullah saaw, lalu berkata: “Wahai rasulullah, sesungguhnya kita (bani hasyim) keluar dan melihat orang-orang quraisy berbincang-bincang lalu jika mereka melihat kita mereka diam”. Mendengar hal itu rasulullah saaw marah dan meneteskan airmata kemudian bersabda : “Demi Allah tiada masuk keimanan ke hati seseorang sehingga mereka mencintai kalian (keluarga nabi saaw) karena Allah dan demi hubungan keluarga denganku”. (hadits serupa diriwayatkan pula oleh Al-Turmudzi, Al-Suyuthi, Al-Muttaqi Al-Hindi, Al-Nasa’i, Al-Hakim dan Al-Tabrizi).
Ibnu Adi dalam kitab Al-Kamil meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata bahwa Rasulullah saaw bersabda: “Barang siapa yang membenci kami Ahlul Bayt (Nabi dan keluarganya) maka ia adalah munafiq”. (At-Athabrani dalam Dzakair, Ahmad dalam Al-Manaqib, Al-Syuthi dalam Al-Dur Al-Mantsur dan dalam Ihyaul Mayyit).
Al-Thabrani dalam kitab Al-Awsath dari Ibnu Umar, ia berkata: Akhir ucapan rasulullah saaw sebelum wafat adalah: “Perlakukan aku sepeninggalku dengan bersikap baik kepada Ahlul Baitku.” (Ibnu Hajar dalam Al-Shawaiq). Al-Khatib dalam tarikhnya meriwayatkan dari Ali bersabda : “Syafa’at (pertolongan diakhirat kelak) ku (hanya) teruntuk orang yang mencintai Ahlul Baytku. (Imam Jalaluddin Al-Syuthi dalam Ihyaul Maiyit) .
Al-Dailami meriwayatkan dari Abu Sa’id ia berkata bahwa Rasulullah saaw bersabda :” Keras kemurkaan Allah terhadap orang yang menggaguku dengan menggangu itrahku”. (Al-Suyuthi dalam Ihyaul Maiyit, dikutib juga oleh Al-Manawi dalam Faidh Al-Qadir, dan juga oleh Abu Nu’aim).
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Imam Ali a.s. bahwasanya Rasulullah bersabda : “Barang siapa yang menyakiti seujung rambut dariku maka ia telahmenyakitiku dan barang siapa yang menyakitiku berarti ia telah menyakiti Allah SWT”. Dengan demikian jelaslah bahwa siapa yang menyakiti Abu Thalib berarti menyakiti Rasulullah beserta cucu-cucu beliau pada setiap masa. Rasulullah bersabda :” Janganlah kalian menyakiti orang yang masih hidup dengan mencela orang yang telah mati”.
Sebenarnya pandangan tentang kafirnya Abu Thalib adalah hasil rekayasa politik Bany Umaiyah di bawah kendali Abu Sufyan seseorang yang memusuhi Nabi saaw sepanjang hidupnya, memeluk Islam karena terpaksa dalam pembebasan Makkah, kemudian dilanjutkan oleh putranya Muawiyah, seorang yang diberi gelar oleh Nabi saaw sebagai kelompok angkara murka, yang neracuni cucu Nabi saaw, Imam Hasan ibn Ali a.s. Dalam kitab Wafiyat Al-A’yan Ibnu Khalliqan menuturkan cerit Imam Nasa-i (penyusun kitab hadits sunna Al-Nasa-i), bahwasanya sewaktu Nasa-i memasuki kota Damaskus, ia didesak orang untuk meriwayatkan keutamaan Muawiyah, kata Nasa-i: “ Aku tidak menemukan keutamaan Muawiyah kecuali sabda Rasul tentang dirinya – semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya”. Selanjutnya dilanjutkan oleh Yazid anak Muawiyah si pembunuh Husein ibn Ali cucu Nabi Muhammad saaw di padang Karbala bersama 72 keluarga dan sahabatnya. Muawiyah yang sebagian Ulama dikatagorikan sebagai sahabat Nabi saaw , telah memerintahkan pelaknatan terhadap Imam Ali bin Abi Thalib hampir 70.000 mimbar umat Islam dan dilanjutkan oleh anak cucu-cucuBany Umaiyah selam 90 tahun sampai masa Umar bin Abdul Azizi. Ibnu Abil Hadid menyebutkan Muawiyah membentuk sebuah lembaga yan bertugas mencetak hadits-hadits palsu dalam berbagai segi terutama yang menyangkut keluarga Nabi saaw, lembaga tersebut beranggotakan beberapa orang sahabat dan Tabi’in (sahabtnya sahabat) diantaranya “Amr ibn Al-ash, Mughirah ibn Syu’bah dan Urwah ibn Zubair).
Sebagai contoh Ibnu Abil Hadid menebutkan hadits produksi lembaga tersebut :
“Diriwayatkan oleh Al-Zuhri bahwa : Urwah ibn Zubair menyampaikan sebuah hadits dari Aisyah bibinya ia berkata : Ketika aku bersama Nabi saaw, maka datanglah Abbas (paman Nabi saaw) dan Ali bin Abi Thalib dan Nabi saaw berkata padaku :”Wahai Aisyah kedua orang itu akan mati tidak atas dasar agamaku (kafir)”.
Inil adalah kebohongan besar tak mungkin Rasul saaw bersabda seperti itu yang benar Rasul saaw bersabda seprti yang termaktub dalam kitab : Ahlul Bayt wa Huququhum hal.123, disitu diterangkan: Dari Jami’ ibn Umar seorang wanita bertanya pada Aisyah tentang Imam Ali, lalu Aisyah menjawab : “Anda bertanya kepadaku tentang seorang yang demi Allah SWT, aku sendiri belum pernah mengetahui ada orang yang paling dicintai Rasulullah saaw selin Ali,dan di bumi ini tidak ada wanita yang paling dicintai putri Nabi saaw, yakni ( Sayyidah Fatimah Az-Zahra a.s istri Imam Ali a.s). Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak, Al-Suyuthi dalam kitab Al-Jami Ash-Shaghir dan juga Al-Thabrani dalam kitab Al-Kabir dari Ibnu Abbas, Rasulullah saaw bersabda :” Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, Maka barangsiapa ingin mendapat Ilmu, hendaknya ia mendatangi pintunya”. Imam Ahmad bin Muhammad Ash-Shadiq Al-Maghribi berdasarkan hadits ini telah membuat kitab khusus yang diberi judul :”Fathul Malik al’Aliy bishihati hadits Babul Madinatil Ilmi Ali” yang membuktikan ke shahihan hadits tersebut.
Tidak mungkin kami menyebutkan hadits-hadits keutamaan Imam Ali satu persatu karena jumlahnya sangat banyak , cukuplah yang dikatakan Imam Ahmad (pendiri mazhab sunni Hambali) seperti yang diriwayatkan oleh putranya Abdullah ibn Ahmad sbb: “Tidak ada seorang pun diantara para sahabat yang memiliki Fadha’il (keutamaan) dengan sanad-sanad yang shahih seperti Ali bin Abi Thalib”. Bany Umaiyah tidak cukup dengan menciptakan hadits-hadits palsu bahkan mengadakan program kekerasan bagi siap yang berani mengungkap hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan keluarga Nabi saaw. Mereka meracuni dan mempengaruhi pikiran umat Islam bahwa orang yang mengungkap keutamaan keluarga Nabi saaw adalah para pengacau, musuh Islam dan mereka adalah orang-orang zindiq.
Maka tidak sedikit Ulama’ Islam yang menjadi korban karena mereka berani secara tegas menyebarkan hadits-hadits tersebut. Dimana Bany Umaiyah kemudian dimasa Bany Abbasiyah, Keluarga Nabi saaw dan anak, cucunya terus menerus menjadi korban intimidasi yang tidak henti-hentinya, mengalami pengejaran, pembunuhan, seperti pembantaian Karbala, pembantaian Imam Ali Zainal Abidin, Annafsuzzakia , peracuni Imam Al-Baqir, Ash-shodiq, Al-Khadzim, Ar-Ridha dll, sampai seorang sejarawan terkenal Abul Faraj yang diberi judul “Maqatilut – Thalabiyin”.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa mereka berlaku demikian itu dan apa yang mendasarinya?, jawabannya tiada lain hanyalah kaena dengki dan irihati terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah kepada keluarga Nabi saaw. “Ataukah mereka dengki kepada (sebagian ) manusia (=Muhammad dan keluarganya) lantaran karunia-karunia yang Allah SWT, telah limpahkan kepadanya…?” (QS; 4,54) Al-Hafid Ibnu Hajar dalam kitabnya As-Sawaiq meriwayatkan dari Ibnu Mughazili Asy-Syafi’i bahwasanya Imam Muhammad Al-Bagir berkata: “Kamilah Ahlul Bayt adalah orang yang kepada mereka sebagian manusia menunjukkan rasa iri dan dengki”.
Para pengutbah dan penceramah tentunya telah mengetahui semua hadits-hadits yang mengkafirkan Abu Thalib yang jumlahnya kurang lebih 9 hadits, oleh karena itu hamba AllahSWT tidak akan menyebutkan lagi disini. Dengan menggunakan Ilmu hadits dan memeriksa Rijal (orang-orang yang meriwayatkan hadits-hadits tersebut. Tidak mungkin merinci komentar para ahli Jarh (kritik hadits) disini, sebagai contoh ; salah seorang perawi hadits dari kalangan sahabat bernama Abi Hurairah, disepakati oleh para ahli sejarah bahwa dia masuk Islam pada perang Khaibar, tahun ke-7 Hijriyah, sedangkan Abu Thalib meninggal satu dua tahun sebelum Hijrah. Apakah dia berhadits ?.
Anehnya beberapa periwayat hadits tersebut menyebutkan beberapa Asbabul Nuzul (sebab-sebab turunya ayat dalam Al-Quran) dihubungkan untuk mengkafirkan Abu Thalib, sebagai contoh; Surah Al-Tawbah 113 dan Al-Qashash 56, surah Al-Tawbah ayat 113 menurut para ahli tafsir termaasuk surah yang terakhir turun di Madinah, sedang Al-Qashash ayat;56 turun pada waktu perang Uhud (sesudah Hijrah), jadi baik antara kedua surah itu ada jarak yang bertahun-tahun juga antara kedua surah tersebut dengan kewafatan Abu Thalib ada jarak yang bertahun-tahun pula. Sekarang kita telah menolak hadits yang mengkafirkan Abu Thalib dan akan mengetengahkan hadits-hadits yang menyebut beliau (semoga Allah meridhainya) sebagai seorang muslim, namun sebelumnya akan kami ketengahkan terlebih dahulu siapakah Abu Thalib itu?
Beliau Abu Thalib nama aslinya adalah Abdu Manaf, sedang nama Abu Thalib adalah nama Kauniyah (panggilan) yang berasal dari putra pertamanya yaitu Thalib, Abu berarti Bapak. Abu Thalib adalah paman dan ayah asuh Rasulullah saaw, dia membela Nabi saaw dengan jiwa raganya. Ketika Nabi saaw berdakwah dan mendapat rintangan Abu Thalib dengan tegar berkata: “Kalian tidak akan dapat menyentuh Muhammad sebelum kalian menguburkanku”. Ketika Nabi saaw dan pengikutnya di baikot di sebuah lembah, Abu Thalib mendampingi Nabi saaw dengan setia. Ketika dia melihat Ali shalat di belakang Rasulullah saaw. Ketika mau meninggal dunia berwasiat kepada keluarganya untuk selalu berada di belakang Nabi saaw dan membelanya untuk menenangkan dakwahnya.
Beliau telah menerima amanat dari ayahnya Abdul Mutthalib untuk mengasuh Nabi saaw dan telah dilaksanakan amanat tersebut. Nabi saaw adalah sebaik-baik asuhan dan Abu Thalib adalah sebaik-baik pengasuh. Beliau mengetahu akan kenaibian Muhammad saaw jauh sebelum Nabi saaw diutus oleh Allah SWT, sebagai Rasul di atas dunia ini. Dia menyebutkan hal tersebut ketika berpidato dalam pernikahan Nabi saaw dengan Sayyidah Khadijah a.s. Abu Thalib berkata : “ Segala Puji bagi Allah yang telah menjadikan kita sekalian sebagian anak cucu Ibrohim dan Ismail, menjadikan kita sekalian berpangkal dari Bany Ma’ad dan Mudhar menjadikan kita penanggung jawab rumah-Nya (ka’bah) sebagai tempat haji serta tanah haram yang permai, menjadikan kita semua sebagai pemimpin-pemimpin manusia. Kemudian ketahuilah bahwa kemponakan saya ini adalah Muhammad ibn Abdullah yang tidak bisa dibandingkan dengan laki-laki manapun kecuali ia lebih tinggi kemuliaannya, keutamaan dan akalnya. Dia (Muhammad ), demi Allah setelah ini akan datang dengan sesuatu kabar besar dan akan mengahadapi tantangan yang berat”.
Kata-kata beliau ini, adalah hasil kesimpulan apa yang beliau lihat tentang pribadi Nabi saaw sejak kecil, atau sebuah ilham dan dari kaca mata sufi adalah sesuatu yang diperoleh dari Ilmu Mukasyafah atau beliau seorang Kasyaf.
Pada saat Abu Thalib berekspidisi ke Syiria (Syam), pada waktu itu Nabi saaw masih berusia 9 tahun dan diajak oleh Abu Thalib, ketika itu bertemu dengan seorang rahib Nasrani bernama Buhairah yang mengetahui tanda-tanda kenabian yang terdapat pada Nabi saaw dan memberitahukan pada Abu Thalib kemudian menyuruhnya membawa pulang kembali ke Mekkah karena takut akan gangguan orang Yahudi.Maka Abu Thalib tanpa melihat resiko perdagangannya dengan serta merta membawa Nabi saaw pulang ke Mekkah.
Jika Abu Thalib hendak makan bersama keluarganya, beliau selalu berkata: Tetaplah kalian menunggu hingga Muhammad datang, kemudian Nabi saaw datang serta makan bersama mereka hingga mereka menjadi kenyang, berbeda seandainya mereka makan tanpa keikut sertaan Nabi saaw, biasa hidangannya adlah susu, maka Nabi saaw dipersilahkan lebih dahulu, baru bergiliran mereka. Abu Thalib berkata kepada Nabi saaw: “Sesungguhnya Engkau adalah orang yang di berkati Tuhan”.
Setiap Nabi akan tidur Abu Thalib membentangkan selimutnya dimana beliau saaw biasa tidur. Beberapa saat setelah beliau saaw tertidur, dia membangunkan beliau saaw lagi dan kemudian memerintahkan sebagian ank-anaknya untuk tidur ditempat Rasulullah saaw tidur, sementara Rasulullah dibentangkan selimut ditempat lain agar Nabi saaw tidur disana. Semua ini dilakukkan oleh Abu Thalib demi keselamatan Nabi saaw.
Ya Allah, Engkaulah yang dituduh oleh sebagian umat Nabi-Mu , tidak mau memberi hidayah Islam kepada seseorang yang mencintai Nabi saaw yang tiada melebihinya dan Nabi saaw mencintainya dengan teramat sangat.
Ya Allah, sungguh prasangkaku baik kepada-Mu, tak mungkin engkau tidak memberi iman kepadanya. Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Engkau terjauh dari perasangka buruk. Ya Allah, apakah mungkin umat Nabi-Mu akan menerima Syafa’at dari padanya, sedang lidah-lidah mereka tiada kering dari mengkafirkan paman kesayangannya. Ya Allah Engkau adalah Tuhan Yang Maha Adil dan Engkau akan mengukum siapa saja yang menyakiti Nabi-Mu dan keluarganya. Dalam salah satu sya’irnya Imam Syafi’i berkata :
Wahai Keluarga Rasulullah
Kecintaan kepadamu
Allah wajibkan atas kami
Dalam Al-Quran yang diturunkan
Cukuplah tanda kebesaranmu
Tidak sah shalat tanpa shalawat padamu
(maksudnya : Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa ali Muahammad)
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) dalam sya’irnya:
Kecintaan Yahudi kepada keluarga Musa nyata
Dan bantuan mereka kepada keturunan saudaranya jelas
Pemimpin mereka dari keturunan Harun lebih utama
Kepadanya mereka mengikut dan bagi setiap kaum ada penuntun
Begitu juga Nasrani sangat memuliakan dengan penuh cinta
Kepada Al-Masih dengan menuju perbuatan kebajikan
Namun jika seorang muslim membantu keluaga Ahmad (Muhammad)
Maka mereka bunuh dan mereka sebut kafir
Inilah penyakit yang sulit disembuhkan, yang telah menyesatkan akal
Orang-oramg kota dan orang-orang desa, mereka tidak menjaga
Hak Muhammad dalam urusan keluarganya dan Allah Maha Menyaksikan.
Dalam Sya’irnya Imam Zamakhsyari bertutur:
Beruntung anjing karena mencintai Ashabul kahfi
Mana mungkin aku celaka karena mencintai keluarga Nabi saaw
Abu Hasyim Isma’il bin Muhammad Al-Humairi dalam salah satu sya’i permohonan syafa’at pada nabi saaw:
Salam sejahtera kepada keluarga dan kerabat Rasul
Ketika burung-burung merpati beterbangan
Bukankah mereka itu kumpulan bintang gemerlapan dilangit
Petunjuk-petunjuk agung tak diragukan
Dengan mereka itulah aku disurga, aku bercengkrama
Mereka itu adalah lima tetanggaku, Salam sejahtera.
Kini tibalah saatnya untuk kami ketengahkan hadits-hadits tentang Mukminnya Abu Thalib, namun akan kami kutip sebagian saja.
Dari Ibnu Adi yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik, ia berkata; “Pada suatu saat Abu Thalib sakit dan Rasulullah menjenguknya, maka ia berkata; “Wahai anak sudaraku, berdo’alah kamu kepada Allah agar ia berkenan menyembuhkan sakitku ini”, dan Rasulullah pun berdo’a: Ya Allah, …sembuhkanlah paman hamba”, maka seketika itu juga dia berdiri dan sembuh seakan dia lepas dari belenggu”. Apakah mungkin Rasulullah berdoa untuk orang yang kafir padanya ?, apakah mungkin orang kafir minta do’a kepada Rasulullah , apakah mungkin orang yang menyaksikan mukjizat yang demikian lantas tidak mau beriman ?. Perkaranya kembali pada logika orang yang waras.
“Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aqil bin Abu Thalib, diterangkan bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada Abu Thalib:”Sesungguhnya anak saudramu ini telah menyakiti kami”, maka Abu Thalib berkata kepada Nabi Muhammad saaw :”Sesungguhnya mereka Bany pamanmu,menuduh bahwa kamu menyakiti mereka”. Beliau menjawab : “ Jika seandainya kalian (wahai kaum Quraisy) meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku untuk aku tinggalkan perkara ini, sehingga Allah menampakkannya atau aku hancur karenanya niscaya aku tidak akan meninggalkannya sama sekali”. Kemudian kedua mata beliau mencucurkan air mata karena menangis, maka berkatalah Abu Thalib kepada beliau saaw:”Hai anak saudaraku, katakalah apa yang kamu suka, demi Allah aku tidak akan pernah menyerahkanmu kepada mereka selamanya”. Dia juga berkata kepada orang-orang Quraisy, “Demi Allah, anak saudaraku tidak bohong sama sekali”.
Kami bertanya apakah kata-kata dan pembelaan demikian ini dapat dilakukan oleh orang kafir, yang agamanya sendiri dicela habis-habisan oleh Nabi saaw ? Kalau yang demikian ini dikatakan tidak beriman, lalu yang bagaimana yang beriman itu ? apkah yang KTP ?
Dari Al-Khatib Al-Baghdadi dari Imam Ja’far Ash-Shadiq yang sanadnya sampai pada Imam Ali, berkata aku mendengar Abu Thalib berkata: Telah bersabda kepadaku, dan dia demi Allah adalah orang yang paling jujur, Abu Thalib berkata selanjutnya: “Aku bertanya kepada Muhammad, Hai Muhammad, dengan apa kamu diutus (Allah) ?” beliau saaw menjawab : “Dengan silaturrahmi, mendirikan shalat, serta mengeluarkan zakat”.
Al-Khatib Al-Baghdadi adalah seorang ulama besar dan beliau menerima hadits yang diriwayatkan oleh Abi Thalib, jika Abu Thalib bukan mukmin maka tentu haditsnya tidak akan diterima, demikian juga Imam Ali dan Imam Ash-Shadiq dll. Penelaahan lebih jauh tentang hadis ini kita akan menemukan bahwa beliau mukmin.
Dari Al-Khitab, yang bersambung sanadnya, pada Abi Rafik maula ummu Hanik binti Abi Thalib bahwasannya ia mendengar Abu Thalib berkata :”Telah berbicara kepadaku Muhammad anak saudaraku, bahwanya Allah memerintahkannya agar menyambung tali silaturrahmi, menyembah Allah serta tidak boleh menyembah seseorang selain-Nya”.(tidak menyekutukan-Nya), kemudian Abu Thalib berkata: “Dan Aku Abu Thalib berkata pula: “Aku mendengar anak saudaraku berkata:”Bersyukurlah, tentu kau akan dilimpahi rizki dan janganlah kufur, niscaya kau akan disiksa”. Apakah ada tanda-tanda beliau orang kafir dalam hadits di atas?, wahai saudaraku anda dikaruniai kemauan berpikir pergunakanlah, jangan seperti domba yang digiring oleh gembala. 14 Abad umat Muhammad telah ditipu oleh rekayasa Bany Umaiyah, kapan mereka mampu mengakhirinya. Ketahuilah lebih 13 abad yang lampau Bany Umaiyah telah ditelan perut bumi akibat kedengkiannya kepada keluarga Nabi, namun fitrahnya tidak habis-habisnya.
Dari Ibnu Sa’ad Al-Khatib dan Ibnu Asakir dari Amru ibn Sa’id, bahwasanya Abu Thalib berkata : “Suatu saat berada dalam perjalanan bersama anak saudaraku (Muhammad), kemudian aku merasa haus dan aku beritahukan kepadnya serta ketika itu aku tidka melihat sesuatu bersamanya, Abu Thalib selanjutnya berkata, kemudian dia (Muhammad) membengkokkan pangkal pahanya dan menginjakkan tumitnya diatas bumi, maka tiba-tiba memancarlah air dan ia berkata kepadku:”Minumlah wahai pamanku !”, maka aku kemudian minum”.
Ini adalah mukjizat Nabi saaw dan disaksikan oleh Abu Thalib, yang meminum air mukjizat, adakah orang kafir dapat meminum air Alkautsar ?. Berkata Al-Imam Al-Arifbillah Al-Alamah Assayyid Muhammad ibn Rasul Al-Barzanji:”Jika Abu Thalib tidak bertauhid kepada Allah, maka Allah tidak akan memberikannya rizki dengan air yang memancar untuk Nabi saaw yang air tersebut lebih utama dengan air Al-Kautsar serta lebih mulia dari air zamzam.
Dari Ibnu Sa’id yang diriwayatkan dari Abdillah Ibn Shaghir Al-Udzri bahwasanya Abu Thalib ketika menjelang ajalnya dia memanggil Bany Abdul Mutthalib seraya berkata:”Tidak pernah akan putus-putusnya kalian dengan kebaikan yang kalian dengar dari Muhammad dan kalian mengikuti perintahnya, maka dari itu ikutilah kalian, serta bantulah dia tentu kalian akan mendapat petunjuk”. Jauh sekali anggapan mereka, dia tahu bahwa sesungguhnya petunjuk itu di dalam mengikuti beliau saaw. Dia menyuruh orang lain agar mengikutinya, apakah mungkin dia sendiri menginggalkannya?. Sekali lagi hanya logika yang waras yang bisa menentukannya dan ma’af bukan domba sang gembala.
Dari Al-Hafidz (si penghafal lebih dari 100.000 hadits) Ibn Hajar dari Ali Ibn Abi Thalib a.s bahwasanya ketika Ali memeluk Islam, Abu Thalib berkata kepadanya:”Teteplah kau bersama anak pamanmu !”. Pertanyaan apa yang bisa ditanyakan terhadap seorang ayah yang menyuruh anaknya memluk Islam, sedangkan dia sendirian dikatakn bukan Islam, adakah hal itu masuk akal ?
Dari Al-Hafidz Ibn Hajar yang riwayatnya sampai pada Imran bin Husein, bahwasanya Abu Thalib : bershalatlah kamu bersama anak pamanmu, maka dia Ja’far melaksanakan shalat bersama Nabi Muahmmad saaw, seperti juga ia melksanakannya bersama Ali bin Abu Thalib. Sekiranya Abu Thalib tak percaya akan agama Muhammad, tentu dia tidak akan rela kedua putranya shalat bersama Nabi Muhammad saaw, sebab permusuhan yang timbul karena seorang penyair berkata:”Tiap permusuhan bisa diharapkan berakhirnya, kecuali permusuhan dengan yang lain dalam masalah agama”.
Dari Al-Hafidz Abu Nu’aim yang meriwayatkan sampai kepada Ibnu Abbas, bahwasannya ia berkata : “Abu Thalib adalah orang yang paling mencintai Nabi saaw, dengan kecintaan yang amat sangat (Hubban Syadidan) tidak pernah ia mencintai anak-anaknya melebihi kecintaannya kepada Nabi saaw. Oleh karena itu dia tidak tidur kecuali bersamanya (Rasulullah saaw).
Diriwayatkan dalam kitab Asna Al-Matalib fi najati Abu Thalib oleh Assayid Al-Almah Al-Arifbillah, Ahmad bin Sayyid Zaini Dahlan Mufti mazhab Syafi’i di Mekkah pada zamannya:”Sekarang orang-orang Quraisy dapat menyakitiku dengan sesuatu yang takpernah terjadi selama Abu Thalib hidup”. Tidaklah orang-orang Quraisy memperoleh sesuatu yang aku tidak senangi (menyakitiku) hingga Abu Thalib wafat”. Dan setelah beliau melihat orang-orang Quraisy berlomba-lomba untuk menyakitinya, beliau bersabda:” Hai pamanku, alangkah cepatnya apayang aku peroleh setelah engkau wafat”. Ketika Fatimah binti Asad (isteri Abi Thalib) wafat, Nabi saaw menyembahyangkannya, turun sendiri ke liang lahat, menyelimuti dengan baju beliau dan berbaring sejenak disamping jenazahnya, beberapa sahabat bertanya keheranan, maka Nabi saaw menjawab:” Tak seorangpun sesudah Abu Thalib yang kupatuhi selain dia (Fatimah binti Asad).
Abu Thalib dan Sayyidah Khadijah istri Nabi saaw, wafat dalam tahun yang sama, oleh karena itu tahun tersebut oleh Nabi saaw disebut Aamul Huzn dalam tahun dukacita. Jika Abu Thalib seorang kafir patutlah kematiannya disedihkan. Dan apakah patut Nabi bercinta mesrah dengan orang kafir, dengan berpandangan bahwa Abu Thalib kafir sama dengan menuduh Allah, menyerahkan pemeliharaan Nabi saaw, pada seorang kafir dan membiarkan berhubungan cinta-mencintai dan kasih-mengasihi yang teramat sangat padahal dalam Al-Quran disebutkan:”Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka(QS;48,29). Dan diayat yang lain Allah berfirman: “Kamu tidak akan mendpati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akherat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menetang Allah dan Rasul-Nya. Sekalipun orang itu bapak-bapak, atu anak-anak saudara-saudara atupun keluarga mereka”.(QS;58,29).
Seandainya kami tidak khawatir anda menjadi jemu, maka akan kami sebutkan hadits yang lainnya, kini untuk memperkuat argumentasi di atas akan kami ketengahkan disini sya’ir-sya’ir Abu Thalin:
Saya benar-benar tahu bahwa agama Muhammad adalah paling baiknya agama di dunia ini.
Di sya’ir yang lain beliau berkata: “Adakah kalian tidak tahu, bahwa kami telah mengikuti diri
Muahmmadsebagai Rasul seperti Musa yang telah dijelaskan pada kitab-kitab”.
Simaklah sya’ir beliau ini, bahwa beliau juga beriman pad Nabi-Nabi yang lain seperti Nabi Musa a.s, dan ketika Rahib Buhairah berkata padanya beliau juga menimani akan kenabian Isa a.s , sungguh Abu Thalib adalah orang ilmuan yang ahli kitab-kitab sebelumnya.
Dalam sya’ir yang lain: “Dan sesungguhnya kasih sayang dari seluruh hamba datang kepadanya (Muhammad). Dan tiada kebaikan dengan kasih sayang lebih dari apa yang telah Allah SWT khususkan kepadanya”.
“Demi Tuhan rumah (Ka’bah) ini, tidak kami akan serahkan Ahmad (Muhammad)kepada bencana dari terkaman masa dan malapetaka”.
“Mereka (kaum Quraisy) mencemarkan namanya untuk melemahkannya. Maka pemilik Arsy (Allah) adalah dipuji (Mahmud) sedangkan dia terpuji (Muhammad)”.
“Demi Allah, mereka tidak akan sampai kepadamu dengan kekuatannya. Hingga Aku terbaring diatas tanah”. Maka sampaikanlah urusanmu secara terang-terangan apa yang telah diperintahkan tanpa mengindahkan mereka. Dan berilah kabar gembira sehingga menyenangkan dirimu. Dan engkau mengajakku dan aku tahu bahwa engkau adalah jujur dan benar. Engkau benar dan aku mempercayai. Aku tahu bahwa agama Muhammad adalah paling baiknya agama di dunia ini”. Dan sebilah pedang meminta siraman air hujan dengan wajahnya, terhadap pertolongan anak yatim sebagai pencegahan dari muslim paceklik. Kehancuran jadi tersembunyi dari bany Hasyim (marganya Nabi saaw), maka mereka disisinya (Muhammad) tetap dalam bahgia dan keutamaan.
“Sepanjang umur aku telah tuangkan rasa cinta kepada Ahmad.
Dan aku menyayanginya dengan kasih sayang tak terputus.
Mereka sudah tahu bahwa anak yatim tidak berbohong.
Dan tidak pula berkata dengan ucapan yang bathil.
Maka siapakah sepertinya diantara manusia hai orang yang berfikir.
Jika dibanding pemimpinpun dia lebih unggul.
Lemah lembut, bijaksana, cerdik lagi tidak gagabah, suka santun serta tiada pernah lalai.
Ahmad bagi kami merupakan pangkal, yang memendekkan derajat yang berlebihan.
Dengan sabar aku mengurusnya, melindungi serta menepiskan darinya semua gangguan”.
Kiranya cukup, apa yang kami ketengahkan dari sya’ir-sya’ir Abu Thalib yang membktikan bahwa beliau adalah seorang mukmin dan telah menolong dan membela Nabi saaw, maka beliau termasuk orang-orang yang beruntung.
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran) mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS; 7;15)
Sesungguhnya Abu Thalib adalah orang yang telah mempercayainya, memuliakannya serta menolongnya, sehingga ia menentang orang-orang Quraisy. Dan ini telah disepakati oleh seluruh sejarahawan. Sebauah hadits Nabi saaw menyebutkan :”Saya (Nabi saaw) dan pengawal yatim, kedudukannya disisi Allah SWT bagaikan jari tengah dengan jari telunjuk”. Siapakah sebaik-baik yatim? Dan siapakah sebaik-baik pengasuh yatim itu?, Bukankah Abu Thalib mengasuh Nabi saaw dari usia 8 tahun sampai 51 tahun.
Dalam Tarikh Ya’qubi jilid II hal. 28 disebutkan :
“Ketika Rasul saaw diberi tahu tentang wafatnya Abu Thalib, beliau tampak sangat sedih, beliau datang menghampiri jenazah Abu Thalib dan mengusap-usap pipi kanannya 4 kali dan pipi kiri 3 kali. Kemudian beliauberucap :”Paman, engkau memlihara diriku sejak kecil, mengasuhkusebagai anak yatim dan membelaku disaat aku sudah besar. Karena aku, Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu”. Beliau lalu berjalan perlahan-lahan lalu berkata : ”Berkat silaturrahmimu Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu paman”.
Dalam buku Siratun Nabi saaw yang ditulis oleh Ibnu Hisyam, jilid I hal.252-253 disebutkan: Abu Thalibmeninggal dunia tanpa ada kafir Quraisy disekitarnya dan mengusapkan dua kalimat syahadat yang didengar oleh Abbas bin Abdul Mutthalib. Demikian pula dalam buku Abu Thalib mukmin Quraisy oleh Syeckh Abdullah al-Khanaizy diterangkan : bahwa Abu Thalib mengusapkan kalimat Syahadat diriwayatkan oleh Abu Bakar, yang dikutib oleh pengarang tersebut dari buku Sarah Nahjul balaghah III hal.312, Syekh Abthah hal.71nAl-Ghadir VII hal.370 & 401, Al-A’Yan XXXIX hal.136.
Abu Dzar Al-Ghifari seorang sahabat Nabi saaw yang sangat dicintai Nabi saaw bersumpah menyatakan, bahwa wafatnya Abu Thalib sebagai seorang mukmin (Al-Ghadir Vii hal.397).
Diriwayatkan dari Imam Ali Ar-Ridha dari ayahnya Imam Musa Al-Kadzim, riwaya ini bersambung sampai pada Imam Ali bin Abi Thalib dan beliau mendengar dari Nabi saaw, bahwa : “Bila tak percaya akan Imannya Abu Thalib maka tempatnya di neraka”. (An-Nahjul III hal.311, Al-Hujjah hal.16, Al-Ghadir VII hal.381 & 396, Mu’janul Qubur hal.189, Al-A’Yan XXXIX hal.136, As-Shawa’iq dll). Abbas berkata ;” Imannya Abu Thalib seperti imannya Ashabul Kahfi”.
Boleh jadi sebagian para sahabat tidak mengetahui secara terang-terangan akan keimana Abu Thalib. Penyembunyian Iman Abu Thalib sebagai pemuka Bany Hasyim terhadap kafir Quraisy merupakan strategi, siasat dan taktik untuk menjaga dan membela Islam pada awal kebangkitannya yang masih sangat rawan itu sangat membantu tegaknya agama Allah SWT.
Penyembunyian Iman itu banyak dilakukan ummat sebelum Islam sebagaimana banyak kita jumpai dalam Al-Qur’an, seperti Ashabul Kahfi (pemuda penghuni gua), Asiah istri Fir’aun yang beriman pada Nabi Musa a.s dan melindungi, memlihara dan membela Nabi Musa a.s, juga seorang laki-laki dalam kaumnya Fir’aun yang beriman dan membela pada Nabi Musa, Lihat Al-Quran; 40:28 berbunyi :”Dan seorang laki-laki yang beriman diantara pengikut-pengikut (kaum) Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata:’Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki (Musa) karena dia menyatakan: “Tuhanku adalah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dosanya itu, dan jika dia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah SWT, tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta”.
Jadi menyembunyikan iman terhadap musuh-musuh Allah tidaklah dilarang dalam Islam. Ada suatu riwayat dizaman Rasulullah saaw, demikian ketika orang-orang kafir berhasil menangkap Bilal, Khabab, Salim. Shuhaib dan Ammar bin Yasar serta ibu bapaknya, mereka digilir disiksa dan dibunuh sampai giliran Ammar,melihat keadaan yang demikian Ammar berjihad untuk menuruti kemauan mereka dengan lisan dan dalam keadaan terpaksa. Lalu dibritahukan kepada Nabi saaw bahwa Ammar telah menjadi kafir, namun baginda Nabi saaw menjawab:” Sekali lagi tidak, Ammar dipenuhi oleh iman dari ujung rambutnya sampai keujung kaki, imannya telah menyatu dengan darah dagingnya”. Kemudian Ammar datang menghadap Rasulullah saaw sambil menangis, lalu Rsulullah saaw mengusap kedua matanya seraya berkata:”Jika mereka mengulangi perbuatannya, mak ulangi pula apa yang telah engkau ucapkan”. Kemudian turunlah ayat (QS; 16;106) sebagai pembenaran tindakan Ammar oleh Allah SWT berfirman:”Barang siapa yang kafir kepada Allah SWT sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (tidak berdosa), akan tetapi orang-orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah SWT menimpahnya dan baginya azab yang besar”.
Imam Muhammad bin Husein Mushalla AlHanafi (yang bermazhab Hanafi) ia menyebut dalam komentar terhadap kitab Syihabul Akhbar karya Muhammad ibn Salamah bahwa: “Barangsiapa yang mencela Abu Thalib hukumnya adalah kafir”. Sebagian ulama dari Mazhab Maliki berpandangan yang sama seperti Ali Al-Ajhuri danAt-Tulsamany, mereka ini berkata orang yang mencela Abu Thalib (mengkafirkan) sama dengan mencela Nabi saaw dan akan menyakiti beliau, maka jika demikian ia telah kafir, sedang orang kafir itu halal dibunuh. Begitu pula ulama besar Abu Thahir yang berpendapat bahwa barangsiapa yang mencela Abu Thalib hukumannya adalah kafir.
Kesimpulannya, bahwa siapapun yang coba-coba menyakiti Rasulullah saaw adalah kafir dan harus diperangi (dibunuh), jika tidak bertaubat. Sedang menurut mazhab Maliki harus dibunuh walau telah taubat. Imam Al-Barzanji dalam pembelaan terhadap Abu Thalib, bahwa sebagian besar dari para ulama, para sufiah dan para aulia’ yang telah mencapai tingkat ”Kasyaf”, seperti Al-Qurthubi, As-Subki, Asy-Sya’rani dll. Mereka sepakat bahwa Abu Thalib selamat dari siksa abadi, kata mereka :” Ini adalah keyakinan kami dan akan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT kelak”.
Akhirnya mungkin masih ada kalangan yang tanya, bukankah sebagian besar orang masih menganggap Abu Thalib kafir, jawabnya :”Banyaknya yang beranggapan bukan jaminan suatu kebenaran”.
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah SWT. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah SWT) (QS;6:115).
Semoga kita dijadikan sebagian golongan yang mencintai dan mengasihi sepenuh jiwa ruh dan jasad kepada Nabi Muhammad saaw dan Ahlul Baitnya yang telah disucikan dari segala noda dan nista serta para sahabatnya yang berjihad bersamanya yang setia mengikutinya sampai akhir hayatnya.
Sesungguhnya taufiq dan hidayah hanyalah dari Allah SWT, kepada-Nya kami berserah diri dan kepada-Nya kami akan kembali.
Awal muncul saling Kafir-pengkafiran terhadap sesama umat Islam , yaitu ketika pada jaman kekuasaan dinasti Mu’awayah bin Abi Sufyan r.a, berlanjut terus sampai terjadi pembantaian terhadap cucu Rasulullah saw. Pengkafiran terhadap keluarga Rasul Muhammad saw , terhadap umat Islam ( yang politiknya tidak sefaham ).
Ayahnya dikafirkan , anaknya juga dikafirkan, cucu dan keturunannya pun dibantai.
[ sampai ada Ulama bermulut Besar Sekte WAHABI menyatakan : bahwa seluruh keturunan Rasulullah saw sudah musnah ].
Walaupun kekuasaan dinasti Mu’awiyah bin Abu Sufyan r.a , sudah berahir, pengkafiran berlanjut terus walau tidak sederas pendahulunya .
Pada jaman itulah . Umat Islam digoyang oleh fitnah, dan tidak sedikit pembuat Hadits Palsu menyebar luaskan hasil karyanya , untuk melanggengkan kekuasaan atau meraih jabatan . Bersamaan dengan itu, maka didengungkanlah kasidah “ Wa maa jaraa bainas-shahabaati-naskutu “ ( kita diamkan apa yang terjadi di antara para sahabat-Nabi ).
Beberapa Sya’ir Abu Thalib,yang sempat di abadikan di dalam beberapa Kitab yang menunjukan pembelaan dan keimanannya terhadap Rasulullah saw.
Ibnu Abdil Hadid dalam ” Syarh Nahjil Balaghah “ banyak mengetengahkan Sya’ir-sya’ir klasik Pusaka Abu Thalib yang menunjukan dukungan, pembelaan dan keimanannya kepada Rasulullah saw .
Dalam ” Syarh Najhil Balaghah Jilid – XIV , halaman 71- ” Abu Thalib dengan Sya’irnya mengatakan :
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Mereka (kaum musyrikin quraisy), berencana jahat terhadap kami, namun mereka tak akan dapat mencapainya tanpa melalui peperangan dan perlawanan.
Mereka ingin kami membiarkan Muhammad (saw) dibunuh dan kami tidak mengayun pedang kami berdarah….Tidak , demi Allah (swt), kalian membual.
Niat kalian tak akan tercapai sebelum banyak Tengkorak berserakan di Rukn Hathim dan di sekitar Zamzam…..sebelum putus semua tali kekerabatan…sebelum kekasih melupakan kesayangan…….dan sebelum larangan demi larangan tak diindahkan orang.
Itulah akibat dari kebencian, kedurhakaan dan dosa dari kesalahan kalian…..
Akibat kelaliman kalian terhadap seorang Nabi yang datang menunjukan jalan lurus dan membawa perintah Tuhan penguasa ‘Arsy.
Janganlah kalian menyangka kami akan menyerahkan Muhammad (saw). Orang seperti dia , dimanapun tak akan diserahkan oleh kaum kerabatnya..!!..
Pada halaman ,72 buku tersebut , Abu Thalib dengan Sya’irnya berkata menentang pemboikotan kaum Musyrikin Quraisy , sebagai berikut :
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Tidak kalian tahu bahwa kami memandang Muhammad (saw) seperti Nabi Musa (as), yang sudah disuratkan dalam kitab-kitab terdahulu..??..yang telah ditakdirkan menjadi kesayangan ummat Manusia..?? ..tidak diragukan lagi bahwa Allah (swt)menganugerahkan kasih sayang yang istimewa kepadanya.
Sadarlah, sadarlah sebelum banyak ilmu digali orang , hingga yang tidak bersalah senasib dengan yang bersalah..!!..janganlah kalian mengikuti perintah orang-orang jahat serta memutuskan tali persaudaraan dan kekerabatan.
Janganlah kalian mengobarkan peperangan yang mengerikan, yang akibat nya dirasa lebih pahit oleh mereka yang menjadi korban..!!.
Demi Allah (swt) kami tidak akan menyerahkan Muhammad(saw ) untuk memuaskan orang-orang yang akan ditelan dan dilanda bencana.
Bukankah orang tua kami, Hasyim, mewasiatkan anak-anak keturunannya supaya gigih berperang..??..Kami tak akan jemu berperang sebelum peperangan menjemukan kami, dan kami pun tak akan mengeluh menghadapai malapetaka..!!..
Pada halaman betikutnya,( yakni halaman , 73 ). buku tersebut, Abu Thalib dengan Sya’irnya yang masih berkata tentang pemboikotan, sebagai berikut :
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Janganlah kalian menuruti perintah jahat orang-orang kalap ..!!..Kalau Kalian berharap akan dapat membunuh Muhammad (saw)..!!.. Sungguh, harapan kalian itu tidak lebih dari hanya impian belaka.
Demi Allah(swt), kalian tak akan dapat mebinasakannya sebelum kalian menyaksikan kepala-kepala kami jatuh bergelimpangan.
Kalian menyangka kami akan menyerahkan Muhammad(saw)dan kalian mengira kami tak sanggup membelanya..!!..dialah manusia terpercaya yang dicintai oleh umat manusia dan dianugerahi cap kenabian olehTuhan yang maha Jaya.
Semua orang menyaksikan tanda-tanda kenabian dan kewibawaannya. Namun, orang pandir dikalangan kaumnya tentu tak sama dengan orang yang cerdik dan pandai. Ia seorang Nabi penerima wahyu dari Tuhannya. Akan menyesallah orang yang berkata ……….. “ TIDAK “..
Ketika Abu Thalib mendengar kegagalan Abu Jahal yang hendak menghantam kan batu besar ke kepala Rasulullah saw, dikala beliau sedang bersujud , ia berkata dalam Sya’irnya ( lihat – Syarh Nahjil Balaghah jilid XIV, halaman 74 ).
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Sadarlah wahai Anak-anak pamanku,..!..Hentikanlah kesalahan sikap kalian . Hentikanlah tuduhan dan ucapan seperti itu..!..bila tidak , aku khawatir kalian akan ditimpa bencanaseperti yang dahulu menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud..!. Adakah diantara mereka yang masih tinggal ( selain kepunahan ).
Sebuah riwayat yang terkenal luas memberitakan bahwa ‘Abdullah bin Ma’mun memastikan keislaman Abu Thalib , karena ia berkata dalam Sya’irnya.
Yang pokok maknanya sebagai berikut :
Kubela seorang Rasul utusan Maharaja , Penguasa segala Raja , dengan Pedang Putih berkilau laksana kilat (halilintar-pen…). Kulindungi dan kubela utusan Tuhan dengan perlindungan sepenuh kasih sayang.
Sya’ir berikut , ditujukan kepada Hamzah bin ‘Abdul Mutthalib ra ( saudaranya ), Abu Talib , berkata : ( lihat Syarh Nahjil Balaghah XIV halaman , 76 ).
{({…….ADA TEKS YANG RUSAK/…….})}
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Hai …Abu Ya’la ( nama panggilan yang khas untuk Hamzah ). Tabahlah berpegang kepada Agama Muhammad (saw) , dan jadilah engkau pembela yang gigih. Kawallah orang yang datang membawa kebenaran dari Tuhannya dengan jujur dan sungguh-sungguh..!!.
Hai Hamzah janganlah sekali-kali engkau mengingkarinya..!!.Beapa senang hatiku mendengar engkau sudah beriman . Hendaklah engkau tetap membela utusan Allah (swt).
Hadapilah orang-orang Quraisy secara terang-terangan dengan keimananmu , dan katakanlah : Muhammad (saw) bukan tukang sihir..!!.
Abu Thalib dengan Sya’ir-sya’irnya mengakui kenabian Muhammad (saw), antara lain berkata : (lihat dalam Syarh Nahjil Balaghah,halaman,76).
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Muhammad , engkau adalah seorang Nabi, dimana masa mudamu , engkau lebih dihormati dan dimulyakan oleh kaum kerabatmu.Bahagialah mereka yang menghormatimu dan bahagialah kelahiranmu di dunia.
Aku menjadi saksi bahwa apa yang engkau katakan adalah benar , tidak berlebih-lebihan , sejak usia kanak-kanak hingga kapanpun , engkau tetap berkata benar..!!.
Abu Thalib memberikan dorongan kepada Rasulullah saw, supaya menyampaikan Da’wah Risalahnya secara terang-terangan kepada semua orang. Mengenai hal itu, Abu Thalib berkata dengan Sya’irnya ( lihat Syarh Nahjil Balaghah , halaman , 77 ).
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Tangan-tangan jahat dan gangguan suara tak akan mampu menghalangi kebenaran tugasmu. Dalam menghadapi cobaan dan musibah tanganmu adalah tangankudan jiwamu adalah jiwaku.
Abu Thalib dalam memperlihatkan kepercayaannya kepada Rasulullah saw, dengan Sya’ir-sya’irnya , ia berkata kepada kaum Musyrikin, ( lihat Syarh Nahjil Balaghah , halaman , 79 ).
Pokok dari maknanya sebagai berikut :
Tidakkah kalian tahu bahwa anakku ini tidak didustakan dikalangan kaum kerabatku , karena ia tidakpernah mengatakan hal-hal yang bathil..??.
DEMI ALLAH (swt), aku merasa wajib menjaga dan mencintai Muhammad (saw)dengan sepenuh jiwaku , Ia harus kulindungi dan kubela dengan segenap kekuatanku.
Dunia ini akan senantiasa indah bagi mereka yang membela Muhammad (saw) , dan akan selalu buruk bagi mereka yang memusuhnya.
Tuhan penguasa Manusia akan tetap memperkuat serta menolongnya dan memenangkan kebenaran AgamaNya yang mengandung kebatilan apapun juga.
Pendapat Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan :
Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, beliau adalah seorang Ulama terkemuka di MAKKAH, dalam penjelasannya mengenai keimanan Abu Thalib , yang sempat dituangkan dalam sebuah kitab Syarhnya , yang berjudul – Asnal Mathalib Fi Najati Abi Thalib , antara lain ia mengatakan sebagai berikut :
Abu Thalib secara Dzahir tidak mengikuti pimpinan Nabi Muhammad saw, karena ia menghawatirkan keselamatan putra saudaranya (yakni – Nabi Muhammad saw. ) Abu Thalib lah orang yang selama itu melindungi , menolong dan membela Nabi Muhammad saw.
Menurut kenyataan kaum Musyrikin Quraisy mengurangi gangguan mereka terhadap Rasulullah saw. Berkat pengawasan dan perlindungan yang diberikan oleh Abu Thalib.
Sebagai pemimpin Masyarakat Quraisy perintah Abu Thalib dipatuhi oleh Masyarakat Quraisy. Dan perlindungan yang diberikannya kepada Nabi Muhammad sw tidak dapat diabaikan begitu saja, sebab mereka yakin bahwa Abu Thalib itu masih tetap satu kepercayaan dengan mereka , kalau saja mereka tahu telah memeluk Islam dan mengikuti Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, mereka tentu tidak akan lagi mengindahkan lagi perlindungan kepada keponakannya.yaitu Nabi Muhammad saw.
Mereka tentu akan terus menerus mengganggu dan memerangi beliau , bahkan Abu Thalib sendiri .Mereka akan melancarkan perlawanan yang dahsyat dari pada perlawanan yang mereka lancarkan terhadap Nabi Muhammad saw. Tidak diragukan lagi semuanya itu merupakan alasan yang kuat bagi Abu Thalib untuk tidak memperlihatkan secara terang-terangan sikapnya yang membenarkan dan mendukung kenabian Muhammad saw.
Kaum Musyrikin Quraisy, memandang Abu Thalib sama dengan mereka. Perlindungan , dukungan dan pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah saw dipandang hanya sebagai kewajiban Tradisional Masyarakat Arab Jahiliyah yang mengharuskan setiap kabilah melindungi dan membela anggautanya dari gangguan dan serangan fihak lain.
Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, kemudian mengetengahkan wasiat Abu Thalib yang di ucapkannya beberapa saat sebelum wafat, yaitu:
“…Kuwasiatkan kepada kalian supaya bersikap baik-baik terhadap Muhammad (saw) . Ia tepercaya dikalangan Quraisy. Orang yang selalu berkata benar dikalangan Masyarakat Arab, dan pada dirinya tercakup semua yang kuwasiatkan kepada kalian , Ia datang membawa persoalan yang dapat diterima oleh hati Nurani , tetapi diingkari dengan lidah hanya karena takut orang menghadapi kebencian fihak lain….”
….”…Hay Orang-orang Quraisy, jadilah kalian Orang-orang yang setia kepadanyadan Orang-orang yang melindungi kaumnya Demi Allah (swt) siapa yang mengikuti jalannya ia pasti beroleh petunjuk, dan barang siapa mengikuti Hidayahnya, ia pasti beroleh kebahagiaan . Bila aku masih mempunyai kesempatan dan ajalku dapat ditangguhkan , ia pasti akan tetap kulindungi dari semua gangguan dan kuselamatkan dari mara bahaya ….”.
Wasiat Abu Thalib tersebut oleh Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dikaitkan dengan dengan beberapa bait Sya’ir yang pernah diucapkan oleh paman Rasulullah saw , itu sebagai berikut :
“ …Telah kuketahui Agama Muhammad (saw), Agama terbaik untuk Manusia..!!.. Tidakkah kalian tahu , kami mendapati Muhammad (saw)sebagai Nabi seperti Musa (as), dibenarkan oleh semua Kitab Suci…” (Taurat – Injil).
Sayyid Ahmad Zaini bin Zaini Dahlan , berkomentar lebih dalam lagi :
“…Kami sependapat dengan para Ulama yang menfatwakan , bahwa meng kafir-kafirkan Abu Thalib adalah perbuatan yang menyinggung dan menyakiti Rasulullah saw .
Walaupun kami tidak berpendapat bahwa pernyataan seperti itu ( sudah dapat dijadikan dasar Hukum Syara’ untuk menetapkan kekufuran seseorang ,). namun kami berani mengatakan , mengkafir-kafirkan Abu Thalib tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sebab, apabila dibandingkan dengan perjuangan Abu Thalib , yang telah andil dalam perjuangan melindungi , membantu dan membela Nabi Muhammad Rasulullah saw , dan Agama Islam, barangkali , perjuangan kita dalam membela dan berjuang untuk Agama Islam , belum mencapai seperseratusnya dari perjuangan Abu Thalib.
Dan alangkah mulyanya , apabila kita berpegang saja pada saran yang dikemukakan oleh : Syeikh Muhammad bin Salamah al-Qudha’iy-yaitu:
…. “ Dalam menyebut Abu Thalib, hendaknya Orang membatasi diri hanya pada soal-soal perlindungan , Pertolongan dan Pembelaanyang telah diberikan olehnya kepada Rasulullah saw, dengan berpegang pada kenyataan Sejarah yang Obyektif itu, ia akan selamat , tidak akan tergelincir ke dalam hal-hal yang sukar dipertanggungjawabkan “.
Siratul Mushthafa Saw.
Mudah-mudahan sumbangsih dari – H.M.H. AL-HAMID AL-HUSAINI , akan menambah pengenalan ummat Islam Indonesia kepada Nabi dan Junjungannya , Muhammad Rasulullah saw.
Terakhir : Wamaa Taufiiqii illa billah , ‘alaihi tawakaltu wa ilaihi uniib .
[ رَبَّنَا هَبْ لَنَ مِنْ أَزْوَاجِـنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةً أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا ]
RENUNGAN
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Khalid berkata, Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid dari Abu Al Khair dari Abdullah bin ‘Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam;
Islam manakah yang paling baik..?
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab
Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal. (HR – Imam Bukhari)
Agama Allah tegak berkat dukungan paman Nabi Saydina Abu Thalib r.a dan sokongan istri Nabi Khadijah a.s.
Berkata Saydina Abu Thalib r.a : “Demi Allah barangsiapa yang mengikuti petunjuknya (Muhammad) ia akan mendapat kebahagiaan di masa datang. Dan kalian Bani Hasyim, masuklah kepada seruan Muhammad dan percayailah dia. Kalian akan berhasil dan diberi petunjuk yang benar. Sesungguhnya ia adalah penunjuk ke jalan yang benar.”.
Dalam Syair nya, ia melantunkan :
Kami mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang Nabi sebagaimana Musa
la telah diramalkan pada kitab-kitab sebelumnya
Wajahnya yang memancarkan cahaya merupakan perantara tururmya hujan
la adalah mata air bagi para yatim piatu dan pelindung para janda.
Kita ketahui dalam sejarah, bagaimana orang kafir qurais menjadi risau dan takut karena pembelaan yang dilakukan oleh Sang penjaga Ka’bah ini kepada Rasulullah, sehingga Rasulullah bisa leluasa mengajarkan agama Allah kepada pengikutnya ketika paman beliau r.a ini masih hidup.
“Abu Thalib…..Abu Thalib…..telah menjadi pembela Muhammad! Apa yang harus kita perbuat?” ujar kaum kafir Quraisy kepada Abu Sufyan”.
Dengan sinar mata yang penuh dengan ketulusan Muhammad menatap wajah bening Abu Thalib, sementara mata liar dan garang kaum kafir Quraisy ingin menerkamnya.
Muhammad mendengar getaran suara sang paman, Abu Thalib, yang jelas gaungnya : “Teruskan misi sucimu! Demi Allah mereka tak akan pernah menyentuhmu, sehingga keningku berkalang tanah.” Suara itu pun melangit, menerobos seantero Makkah. Bagi dunia, mungkin Abu Thalib hanya seorang pribadi, namun bagi Muhammad, Abu Thalib bahkan lebih berarti dari dunia beserta isinya. Mengapa orang seperti Abu Sufyan, yang demikian getol memusuhi Nabi saw dan akhirnya memeluk Islam secara terpaksa, telah dicatat sejarah sebagai seorang Muslim sejati? Sementara Abu Thalib, paman Nabi, yang mengasuh, melindungi, dan membelanya dengan seluruh harta dan jiwa raganya, telah divonis sejarah sebagai seorang yang harus masuk neraka?
Mungkinkah orang yang berani mengorbankan nyawa demi ajaran dan kecintaannya kepada Muhammad kemudian menyuruh orang lain mengikuti ajaran Muhammad secara terang-terangan dikatakan tidak mengucapkan kalimat shahadat karena takut ? sungguh suatu yang tidak masuk akal sama sekali !!
Ternyata sejarah sering memanipulasi pribadi-pribadi tulus dan mulia hanya untuk kepentingan sebuah hirarki yang sedang berkuasa. Abu Thalib adalah korban manipulasi sejarah yang di goreskan oleh pena-pena jahil dan kotor, yang tintanya dibayar oleh para penguasa yang bertendensi buruk terhadap Islam.
Riwayat-riwayat yang menyatakan Saidina Abu Thalib r.a mati dalam keadaan kafir perawihnya adalah Abu Hurairah yang disepakati Di sepakati oleh Para ahli tarikh bahwa Abu Hurairah masuk Islam. pada perang Khaibar, tahun ketujuh Hijri. semantara Saydina Abu Thalib meninggal satu atau dua tahun sebelum hijrah.
Sementara ayat yang selalu dikaitkan dengan kekafiran Abu Thalib, yaitu Al-Tawbah 113 — melarang Nabi memohonkan ampunan bagi orang musyrik. Nabi ingin sekali Abu Thalib mendapat petunjuk Allah, tetapi Allah menegurnya, “Sesungguhnya engkau tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai; sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya [al-Qashash 56], dapat dikatakan tadlis.
Surah ‘Al-Tawbah 113, menurut “para ahli tafsir, termasuk ayat yang terakhir turun di Madinah. Sementara itu, surah Al Qashash turun pada waktu perang Uhud. Sekali lagi kita ingatkan, Abu Thalib meninggal di Makkah sebelum Nabi berhijrah. jadi antara kematian Abu Thalib `dan turunnya kedua ayat itu ada jarak bertahun-tahun; begitu Pula ada jarak bertahun-tahun antara kedua ayat tersebut.
Telaah yang mendalarn tentang sejarah Rasulullah saw. dan riwayat Abu Thalib akan membawa kita kepada kesimpulan bahwa Abu Thalib itu Mukmin. Lalu, mengapa Abu Thalib menjadi kafir sedangkan Abu Sufyan menjadi Muslim, Abu Thalib: adalah ayah `Ali. dan. Abu Sufyan adalah ayah Mu`awiyah. Ketika Mu`awiyah berkuasa, dia berusaha mendiskreditkan ‘Ali dan keluarganya. Para ulama disewa untuk memberikan fatwa yang menyudutkan keluarga Ali -lawan politiknya, Bagi ulama, tidak ada senjata yang paling ampuh selain hadis. Maka lahirlah riwayat-riwayat yang mengkafirkan Abu Thalib.
ABU THALIB SEORANG MUKMIN
KECINTAAN KEPADA KELUARGA NABI
Menyakiti Keluarga Nabi Sama Seperti Menyakiti Allah Dan Rasul-Nya.
“ Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya (mengutuknya) d idunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan (Q.S. 33:57) ”.
“ Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih (Q.S. 9:61)”.
Diriwayatkan dari al-Thabrani dan al-Baihaqi, bahawa anak perempuan Abu Lahab (saudara sepupu Nabi Saww ) yang bernama Subai’ah yang telah masuk Islam datang ke Madinah sebagai salah seorang Muhajirin, seseorang berkata kepadanya : “ Tidak cukup hijrahmu ke sini, sedangkan kamu anak perempuan kayu bakar neraka” (menunjuk surah al-Lahab). Maka dari ucapan itu, menyebabkan hatinya luka dan melaporkannya pada Rasulullah Saww. Selepas mendengar ucapan itu, Baginda Saww menjadi murka, kemudian beliau naik ke mimbar dan bersabda :
“Apa urusan suatu kaum menyakitiku, baik dalam nasabku (salasilahku) maupun sanak kerabatku. Barang siapa menyakiti nasabku serta sanak kerabatku, maka dia telah menyakitiku dan barang siapa yang menyakitiku, maka dia menyakiti Allah SWT.“
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Imam Ali a.s. bahawasanya Rasulullah Saww bersabda :
“ Barang siapa yang menyakiti sehujung rambut dariku maka dia telah menyakitiku dan barang siapa yang menyakitiku berarti dia telah menyakiti Allah SWT ”. Dengan demikian jelaslah bahawa siapa yang menyakiti Abu Thalib bererti menyakiti Rasulullah Saww beserta cucu-cucu beliau pada setiap masa. Rasulullah saw bersabda :” Janganlah kamu menyakiti orang yang masih hidup dengan mencela orang yang telah mati ”.
Pencinta Keluarga Nabi Adalah Mukmin
Sa’ad bin Manshur dalam kitab Sunannya meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair tentang Firman Allah SWT (Q.S; 42,23) :
“ Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak meminta dari kamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang terhadap keluarga (Ahlul Bait )”.
Dia berkata: yang dimaksud keluarga dalam ayat itu adalah keluarga Rasulullah Saww.
( Hadis ini disebutkan juga oleh al-Muhib al-Thabari dalam Dzkhair al-Uqbah ha.9, Dia mengatakan hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu al-Sirri, dikutib pula oleh al-Imam al-Hafid Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi dalam kitab Ihyaul Maiyit Bifadhailil Ahlil Bait hadis no 1 dan dalam kitab tafsir al-Dur al-Mantsur ketika menafsirkan ayat al-Mawaddah :42,43 ).
Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya Juz 4 hal.210 hadis no.177 meriwayatkan:
Abbas, pakcik Nabi Saww masuk menemui Rasulullah Saww, lalu berkata: “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami (Bani Hasyim) keluar dan melihat orang-orang Quraisy berbincang-bincang lalu jika mereka melihat kami mereka diam ”. Mendengar hal itu Rasulullah Saww marah dan menitiskan airmata kemudian bersabda : “ Demi Allah tiada masuk keimanan ke hati seseorang sehingga mereka mencintai kamu (keluarga nabi Saww) kerana Allah dan demi hubungan keluarga denganku ” (hadis serupa diriwayatkan pula oleh al-Turmudzi, al-Suyuthi, al-Muttaqi al-Hindi, al-Nasa’i, al-Hakim dan al-Tabrizi).
Membenci Mereka Adalah Munafik
Ibnu Adi dalam kitab al-Kamil meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahawa Rasulullah Saww bersabda: “ Barang siapa yang membenci kami Ahlul Bait (Nabi dan keluarganya) maka ia adalah munafik. ”(at-Athabrani dalam Dzakair, Ahmad dalam al-Manaqib, al-Syuthi dalam al-Dur al-Mantsur dan dalam Ihyaul Mayyit).
al-Thabrani dalam kitab al-Awsath dari Ibnu Umar, dia berkata: Akhir ucapan Rasulullah Saww sebelum wafat adalah: “Perlakukan aku setelah sepeninggalanku dengan bersikap baik kepada Ahlul Baitku.” (Ibnu Hajar dalam al-Shawaiq). al-Khatib dalam tarikhnya meriwayatkan dari ‘Ali as bersabda : “ Syafa’at (pertolongan di akhirat kelak) ku (hanya) teruntuk orang yang mencintai Ahlul Baitku. (Imam Jalaluddin al-Syuthi dalam Ihyaul Maiyit) .
al-Dailami meriwayatkan dari Abu Sa’id, dia berkata bahawa Rasulullah Saww bersabda : “ Keras kemurkaan Allah terhadap orang yang mengganguku dengan menggangu itrahku ”. (al-Suyuthi dalam Ihyaul Maiyit, dikutib juga oleh al-Manawi dalam Faidh al-Qadir, dan juga oleh Abu Nu’aim).
Siapa Yang Mengkafirkan Abu Thalib ra?
Sebenarnya pandangan tentang kafirnya Abu Thalib adalah hasil rekaan politik Bani Umaiyah di bawah program Abu Sufyan, seseorang yang memusuhi Nabi Saww sepanjang hidupnya, memeluk Islam kerana terpaksa dalam pembebasan Makkah, kemudian dilanjutkan oleh puteranya Muawiyah, seorang yang diberi gelaran oleh Nabi Saww sebagai “ kelompok angkara murka ”, yang meracuni cucu Nabi Saww, Imam Hasan ibn ‘Ali a.s. Dalam kitab Wafiyat al-A’yan Ibnu Khalliqan menuturkan cerita Imam Nasa-i (penyusun kitab hadis sunna al-Nasa-i), bahawasanya sewaktu Nasa-i memasuki kota Damaskus, dia didesak orang untuk meriwayatkan keutamaan Muawiyah, kata Nasa-i: “ Aku tidak menemukan keutamaan Muawiyah kecuali sabda Rasul tentang dirinya – semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya”. Selanjutnya dilanjutkan oleh Yazid anak Muawiyah si pembunuh Husein ibn ‘Ali as cucu Nabi Muhammad Saww di padang Karbala bersama 72 keluarga dan sahabatnya. Muawiyah yang sebagian Ulama Ahli Sunnah telah mengkategorikannya sebagai sahabat Nabi Saww, telah memerintahkan pelaknatan terhadap Imam ‘Ali bin Abi Thalib as di hampir tujuh puluh ribu mimbar umat Islam dan dilanjutkan oleh anak cucu-cucu Bani Umaiyah selama 90 tahun. Ia berlangsung sehinggalah sampai zaman Umar bin Abdul Azizi. Ibnu Abil Hadid menyebutkan Muawiyah membentuk sebuah lembaga yang bertugas mencetak hadis-hadis palsu dalam berbagai segi terutama yang menyangkut keluarga Nabi Saww, lembaga tersebut beranggotakan beberapa orang sahabat dan Tabi’in (sahabatnya sahabat) di antaranya “ Amr ibn al-Ash, Mughirah ibn Syu’bah dan Urwah ibn Zubair).
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, ketika paman beliau Abu Thalib yang disaat sakaratul mautnya diperintah oleh Sang Nabi saw untuk mengucap syahadatain dan Abu Thalib menolak. Karena apa? karena takut kalau ia mengucapkan, nanti orang orang kafir Quraisy makin menyiksa Nabi Saw.
Sebagai contoh Ibnu Abil Hadid menyebutkan hadis ciptaan tersebut :
“ Diriwayatkan oleh al-Zuhri bahawa : Urwah ibn Zubair menyampaikan sebuah hadis dari Aisyah. ia berkata : Ketika aku bersama Nabi Saww, maka datanglah Abbas (pakcik Nabi Saww) dan ‘Ali bin Abi Thalib dan Nabi Saww berkata padaku : “ Wahai Aisyah kedua orang itu akan mati tidak di atas dasar agamaku (kafir)”.
Inil adalah kebohongan besar tak mungkin Rasul Saww bersabda seperti itu yang benar Rasul Saww bersabda seperti yang termaktub dalam kitab : Ahlul Bait wa Huququhum hal.123, di situ diterangkan: Dari Jami’ ibn Umar seorang wanita bertanya pada Aisyah tentang Imam ‘Ali as, lalu Aisyah menjawab : “ Anda bertanya kepadaku tentang seorang yang demi Allah SWT, aku sendiri belum pernah mengetahui ada orang yang paling dicintai Rasulullah Saww selain Ali, dan di bumi ini tidak ada wanita yang paling dicintai puteri Nabi Saww, iaitu ( Sayyidah Fatimah Az-Zahra a.s isteri Imam Ali a.s).
al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, al-Suyuthi dalam kitab al-Jami ash-Shaghir dan juga al-Thabrani dalam kitab al-Kabir dari Ibnu Abbas, Rasulullah Saww bersabda : “ Aku adalah kota ilmu dan ‘Ali adalah pintunya, Maka barangsiapa ingin mendapat Ilmu, hendaknya dia mendatangi pintunya ”. Imam Ahmad bin Muhammad ash-Shadiq al-Maghribi berdasarkan hadis ini telah membuat kitab khusus yang diberi judul : “ Fathul Malik al’Aliy bishihati hadis Babul Madinatil Ilmi ‘Ali ” yang membuktikan ke shahihan hadis tersebut.
Jadi berbalik kita kepada kisah Abu Thalib ra. Benar, sekitar kurang lebih 9 hadis yang mengkafirkan Abu Thalib. Tetapi sebagai mana yg telah disampaikan jalur-jalur hadis tersebut penuh dengan keraguan ditambah dengan ruwat (perawi) hadis tersebut yang lemah dan tidak boleh diterima. Diantaranya:
1- Salah seorang perawi hadis dari kalangan sahabat adalah Abu Hurairah. Para sejarawan Islam sepakat mengatakan dia masuk Islam pada perang Khaibar, tahun ke-7 Hijriyah. Jadi bagaimana dia boleh meriwayatkan hadis tersebut?
SIAPA ABU THALIB?
Nama aslinya adalah Abdul Manaf, sedangkan nama Abu Thalib adalah nama ‘kunyah’ (panggilan) yang berasal dari nama putera pertamanya iaitu Thalib. Abu bererti ayah. Abu Thalib adalah pakcik dan ayah asuh Rasulullah Saww, dia mengasuh Nabi Saww dengan jiwa raganya. Ketika Nabi Saww berdakwah dan mendapat rintangan dan halangan, Abu Thaliblah yang membelanya dan dengan tegar berkata:
“ Kamu tidak akan dapat menyentuh Muhammad sebelum kamu menguburkanku ”.
Ketika Nabi Saww dan pengikutnya dipulaukan di sebuah lembah, Abu Thalib mendampingi Nabi Saww dengan setia. Ketika dia melihat ‘Ali solat di belakang Rasulullah Saww, iaitu ketika beliau mahu meninggal dunia, dia berwasiat kepada keluarganya untuk selalu berada di belakang Nabi Saww dan membelanya dalam dakwahnya.
BUKTI ISLAM ABU THALIB
Untuk menolak nukilan sejarah di atas, beberapa nukilan sejarah penolakan akan disebutkan;
a. Beberapa pernyataan langsung dari mulut Abdul Muthalib dalam sumpah atau doanya yang menjelaskan bahwa ia beriman kepada Allah SWT. Di antaranya; pertama; Ketika tentara Abrahah telah memasuki kota Makkah, Abdul Muthalib naik kesebuah bukit lalu berdoa; “Ya Allah aku serahkan penjagaan rumah-Mu kepada-Mu” kedua; ketika rasul lahir, ia membawa cucunya ini tawaf dan ke dalam Ka’bah lalu berdo’a dan memanjatkan syukur, “Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberiku anak ini….” Juga saat masa kanak-kanak, ketika Rasulullah hilang, Abdul Muthalib sekali lagi tawaf di Ka’bah dan berdoa; “Ya Tuhanku, Kembalikan padaku Muhammad….”
b. Ya’kubi menulis: Abu Thalib senantiasa menjaukan diri dari menyembah berhala dan hidup dengan mengesakan Allah SWT dan orang-orang Quraisy menyebutnya dengan Ibrahim kedua[Tarikh Ya’kubi: 2/12]
c. Ibn Atsir menulis: Abu Thalib berdiam di gua Hira setiap bulan Ramadhan (untuk beribadah) dan memberikan makanan kepada orang miskin seluruh kota.[Tarikh Ibn Atsir: 2/15].
Riwayat-riwayat di atas sudah cukup untuk menolak anggapan bahwa Abdul Muthalib mati dalam kekafiran. Kecintaannya kepada Muhammad bukan hanya karena emosi seorang kakek kepada cucunya, tapi pengetahuannya atas kabar kenabian cucunya ini yang telah disebutkan dalam kitab-kitab langit dari dari nabi-nabi sebelum Muhammad, cucunya.
. Kesaksian Dengan Ucapan.
Selain beliau merupakan benteng dan tempat bernaung Rasulullah saww daripada segala ancaman musyrikin Mekah, beliau juga telah menerima dan melaksanakan amanat dari ayahnya Abdul Mutthalib untuk mengasuh Nabi Saww dan dia telah melaksanakan amanat tersebut dengan baik. Nabi Saww adalah sebaik-baik asuhan dan Abu Thalib adalah sebaik-baik pengasuh. Beliau mengetahui akan kenabian Muhammad Saww jauh sebelum Nabi Saww diutus oleh Allah SWT, sebagai Rasul di atas dunia ini. Dia menyebutkan hal tersebut ketika berpidato dalam pernikahan Nabi Saww dengan Sayyidah Khadijah sa. Abu Thalib berkata :
“ Segala Puji bagi Allah yang telah menjadikan kita semua sebahagian anak cucu Ibrahim dan Ismail, dan menjadikan kita semua berasal dari Bani Ma’ad dan Mudhar dan menjadikan kita orang yang bertanggungjawab menjaga rumah-Nya (ka’bah) sebagai tempat haji pemimpin-pemimpin manusia. Ketahuilah bahawa anak buah saya ini adalah Muhammad ibn Abdullah yang tidak boleh dibandingkan dengan lelaki-lelaki manapun kecuali pasti dia lebih tinggi kemuliaannya, keutamaan dan akalnya. Dia (Muhammad), demi Allah, setelah ini akan mendatangkan dengan sesuatu khabar besar dan akan menghadapi tentangan yang serta tanah haram yang aman damai, dan menjadikan kita semua sebagai berat”.
Kata-kata beliau ini, jelas menunjukkan bahawa Abu Thalib adalah seorang pemyembah Allah, seorang yang beragama dengan agama datuknya Ibrahim dan Ismail a.s. bagi Abu Thalib tidak susah untuk mengenal siapa itu Muhammad ibn Abdullah kerana beliau telah melihat ciri-ciri kenabian itu terpancar dari cahaya wujud Rasulullah saww.
· Mendengar Tanda kenabian Nabi Dari Seorang Rahib.
Pada saat Abu Thalib bermusafir ke Syam, sedang di waktu itu Nabi Saww masih berusia 9 tahun dan bersama dengan Abu Thalib ketika itu. Dalam perjalanan itu, mereka bertemu dengan seorang rahib Nasrani bernama Buhairah yang mengetahui tanda-tanda kenabian yang terdapat pada Nabi Saww dan memberitahukan pada Abu Thalib berita tersebut. Kemudian beliau menyuruhnya membawa Rasulullah Saww pulang kembali ke Mekah karena takut akan gangguan orang Yahudi. Lantas dari itu Abu Thalib membawa Nabi Saww pulang ke Mekah, kerana takut ancaman tersebut.
· Menunjukkan Dengan Tindakan (Akhlak Mulia).
Dengan bukti ini juga menunjukkan Abu Thalib tahu bahawa Muhammad adalah Rasulullah Saww. Maka itu penghormatannya kepada Rasulullah Saww amat tinggi berbanding yang lain. Sebagai contoh, jika Abu Thalib hendak makan bersama keluarganya, beliau selalu berkata: bersabarlah kamu menunggu hingga Muhammad datang, kemudian Nabi Saww datang serta makan bersama mereka hingga mereka menjadi kenyang. Dan di antara adab mulia Abu Thalib kepada Nabi Saww, bahawa dia tidak makan melainkan Muhammad Saww makan dahulu kemudian barulah dia makan dan kemudian ahli keluarganya yang lain. Abu Thalib berkata kepada Nabi Saww: “ Sesungguhnya Engkau adalah orang yang di berkati Tuhan ”.
Setiap kali Nabi akan tidur, Abu Thalib akan membentangkan selimutnya di mana sahaja Nabi Saww tidur. Beberapa saat setelah baginda Saww tertidur, dia akan membangunkan beliau Saww lagi dan kemudian memerintahkan sebagian anak-anaknya untuk tidur di tempat Rasulullah Saww , sementara untuk Rasulullah akan dibentangkan selimut di tempat yang lain agar Nabi Saww tidur di sana. Semua ini dilakukkan oleh Abu Thalib demi keselamatan Nabi Saww.
Ya Allah! mereka menyangka Engkau tidak memberi hidayah kepada orang yang telah mengorbankan segala sisa hidupnya dalam membela nabi-MU, seorang yang teramat tinggi cintanya kepada sang kekasih-MU.
Ya Allah! sungguh prasangkaku baik kepada-Mu, tak mungkin Engkau tidak memberi iman kepadanya. Ya Allah Yang Maha Pemurah! dan Engkau amat jauh dari prasangka buruk ini. Ya Allah! apakah mungkin umat Nabi-Mu akan menerima syafa’at daripadanya, sedang lidah-lidah mereka tiada kering dari mengkafirkan pakcik kesayangannya. Ya Allah! Engkau adalah Tuhan Yang Maha Adil dan Engkau akan menghukum siapa saja yang menyakiti Nabi-Mu dan keluarganya.
· Hadis-hadis Iman Abu Thalib as
Kini tibalah saatnya untuk kami ketengahkan hadis-hadis tentang Mukminnya Abu Thalib, namun untuk menjaga keringkasan buku ini, kami hanya mengutip sebagian sahaja.
1- Dari Ibnu Adi yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik, dia berkata; “ Pada suatu saat Abu Thalib sakit dan Rasulullah Saww menjenguknya, maka dia berkata; “ Wahai anak sudaraku, berdoalah kamu kepada Allah agar Ia berkenan menyembuhkan sakitku ini ”, dan Rasulullah pun berdoa: Ya Allah, …sembuhkanlah pakcik hamba ”, maka seketika itu juga dia berdiri dan sembuh seakan dia lepas dari belenggu ”.
Apakah mungkin Rasulullah berdoa untuk orang yang kafir ?, apakah mungkin orang kafir memohon doa daripada Rasulullah Saww? Apakah mungkin orang yang menyaksikan mukjizat yang demikian lantas tidak mahu beriman?. Perkaranya kembali pada logika orang yang waras.
2- Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aqil bin Abu Thalib, diterangkan bahawa orang-orang Quraisy berkata kepada Abu Thalib: “ Sesungguhnya anak saudaramu ini telah menyakiti kami ”, maka Abu Thalib berkata kepada Nabi Muhammad Saww : “ Sesungguhnya mereka Bani pakcikmu, menuduh kamu menyakiti mereka ”. Nabi menjawab : “ Jika seandainya kamu (wahai kaum Quraisy) meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku untuk aku tinggalkan perkara ini, sehingga Allah menampakannya atau aku hancur kerananya, niscaya aku tidak akan meninggalkannya sama sekali ”.
Dari itu kedua mata beliau mencucurkan air mata karena menangis, maka berkatalah Abu Thalib kepada Nabi Saww: “ Wahai anak saudaraku, katakalah apa yang kamu suka, demi Allah aku tidak akan pernah menyerahkanmu kepada mereka selamanya ”. Dia juga berkata kepada orang-orang Quraisy, “ Demi Allah, sesungguhnya anak saudaraku tidak berdusta. ”
Kami bertanya, apakah kata-kata dan pembelaan demikian ini dapat dilakukan oleh orang kafir, yang agamanya sendiri dicela habis-habisan oleh Nabi Saww ? Kalau yang demikian ini dikatakan tidak beriman, lalu yang bagaimana yang beriman?
3- Dari al-Khatib al-Baghdadi dari Imam Jaa’far ash-Shadiq yang sanadnya sampai pada Imam ‘Ali as berkata: aku mendengar Abu Thalib berkata, “ Telah bersabda kepadaku, dan dia (Muhammad) demi Allah adalah orang yang paling jujur, Abu Thalib berkata selanjutnya: “ Aku bertanya kepada Muhammad, Wahai Muhammad, dengan apa kamu diutus (Allah) ? ” baginda Saww menjawab: “ Dengan silaturrahmi, mendirikan solat, serta mengeluarkan zakat.”
al-Khatib al-Baghdadi adalah seorang ulama besar dan beliau menerima hadis yang diriwayatkan oleh Abi Thalib, jika Abu Thalib bukan mukmin maka tentu hadisnya tidak akan diterima, demikian juga Imam ‘Ali dan Imam ash-Shadiq dan lain-lain lagi. Penelitian akan isi kandung hadis ini menunjukkan Abu Thalib adalah seorang mukmin.
4- Dari al-Khitab, yang bersambung sanadnya, pada Abi Rafik maula ummu Hanik binti Abi Thalib bahawasannya dia mendengar Abu Thalib berkata: “Telah berbicara kepadaku Muhammad anak saudaraku, bahawanya Allah memerintahkannya agar menyambung tali silaturrahmi, menyembah Allah serta tidak boleh menyembah selain-Nya (tidak menyekutukan-Nya) ”. Kemudian Abu Thalib berkata: “ Dan Abu Thalib berkata pula: “ Aku mendengar anak saudaraku berkata: “ Bersyukurlah, tentu anda akan dilimpahi rezeki dan janganlah kufur, nescaya anda akan disiksa ”.
Apakah ada tanda-tanda beliau seorang kafir dalam hadis di atas?, wahai saudaraku, anda dianugerah akal dan kemampuan berfikir, gunakanlah ianya sebaik mungkin sebelum ianya ditarik balik semasa usia tuamu. Dan pergunakanlah ia, jangan seperti domba yang digiring oleh gembala. Selama 14 Abad umat Muhammad telah ditipu oleh propaganda Bani Umaiyyah, sampai bila mereka mampu mengakhirinya.
5- Dari Ibnu Sa’ad al-Khatib dan Ibnu Asakir dari Amru ibn Sa’id, bahawasanya Abu Thalib berkata : “ Suatu saat aku bersama anak saudaraku (Muhammad) di dalam perjalanan (safar), kemudian aku merasa dahaga dan aku beritahukan kepadanya serta ketika itu aku tidak melihat sesuatu bersamanya, Abu Thalib selanjutnya berkata, kemudian dia (Muhammad) membengkokkan pangkal pahanya dan menginjakkan tumitnya diatas bumi, maka pakcikku minumlah !”, maka aku minum”.
Ini adalah mukjizat Nabi Saww dan disaksikan oleh Abu Thalib, yang meminum air mukjizat, adakah orang kafir dapat meminum air al-Kautsar ?. Berkata a-Imam al-Arifbillah al-Alamah Assayyid Muhammad ibn Rasul al-Barzanji: “ Jika Abu Thalib tidak bertauhid kepada Allah, maka Allah tidak akan memberikannya rezeki dengan air yang memancar untuk Nabi Saww yang air tersebut lebih utama dengan air al-Kautsar serta lebih mulia dari air zamzam.
6- Dari Ibnu Sa’id yang diriwayatkan dari Abdillah Ibn Shaghir al-Udzri bahawasanya Abu Thalib ketika menjelang ajalnya dia memanggil Bani Abdul Mutthalib seraya berkata: “ Tidak pernah akan putus-putusnya kamu dengan kebaikan yang kamu dengar dari Muhammad dan kamu mengikuti perintahnya, maka dari itu, ikutilah dia, serta bantulah dia tentu kamu akan mendapat petunjuk ”. Jauh sekali anggapan mereka, dia tahu bahawa sesungguhnya petunjuk itu di dalam mengikuti baginda Saww.
Dia menyuruh orang lain agar mengikutinya, apakah mungkin dia sendiri meninggalkannya?. Sekali lagi hanya akal yang waras yang boleh menentukannya.
7- Dari al-Hafidz (penghafal hadis lebih dari 100, 000 hadis) Ibn Hajar dari ‘Ali Ibn Abi Thalib a.s bahawasanya ketika ‘Ali memeluk Islam, Abu Thalib berkata kepadanya: “ Tetaplah engkau bersama anak pakcikmu ! ”.
Pertanyaan apa yang mampu ditanyakan terhadap seorang ayah yang menyuruh anaknya memeluk Islam, sedangkan dia sendirian dikatakan bukan Islam, adakah hal itu masuk akal ?.
Dari al-Hafidz Ibn Hajar yang riwayatnya sampai pada Imran bin Husein, bahawasanya Abu Thalib : bersolatlah kamu bersama anak pakcikmu, maka dia Jaa’far melaksanakan solat bersama Nabi Muhammad Saww, seperti juga dia melaksanakannya bersama ‘Ali bin Abu Thalib. Sekiranya Abu Thalib tak percaya akan agama Muhammad, tentu dia tidak akan rela kedua putranya solat bersama Nabi Muhammad Saww, sebab permusuhan yang timbul karena seorang penyair berkata: “ Tiap permusuhan bisa diharapkan berakhirnya, kecuali permusuhan dengan yang lain dalam masalah agama ”.
8- Dari al-Hafidz Abu Nu’aim yang meriwayatkan sampai kepada Ibnu Abbas, bahawasannya dia berkata : “ Abu Thalib adalah orang yang paling mencintai Nabi Saww, dengan kecintaan yang amat sangat (Hubban Syadidan) tidak pernah dia mencintai anak-anaknya melebihi kecintaannya kepada Nabi Saww. Oleh karena itu dia tidak tidur kecuali bersamanya (Rasulullah Saww).
9- Diriwayatkan dalam kitab Asna al-Matalib fi najati Abu Thalib oleh Assayid al-Alamah al-Arifbillah, Ahmad bin Sayyid Zaini Dahlan Mufti mazhab Syafi’i di Mekah pada zamannya: “ Sekarang orang-orang Quraisy dapat menyakitiku dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi selama Abu Thalib hidup ”. Tidaklah orang-orang Quraisy memperoleh sesuatu yang aku tidak senangi (menyakitiku) hingga Abu Thalib wafat ”. Dan setelah beliau melihat orang-orang Quraisy berlumba-lumba untuk menyakitinya, baginda Saww bersabda: “ Hai pakcikku, alangkah cepatnya apa yang aku peroleh setelah engkau wafat ”. Ketika Fatimah binti Asad (isteri Abi Thalib) wafat, Nabi Saww menyembahyangkannya, turun sendiri ke liang lahat, menyelimuti dengan baju beliau dan berbaring sejenak di samping jenazahnya, beberapa sahabat bertanya kehairanan, maka Nabi Saww menjawab: “ Tak seorang pun sesudah Abu Thalib yang ku patuhi selain dia (Fatimah binti Asad).
Kewafatan Abu Thalib
Ibnu Sa’ad, Mengetengahkan dalam kitabnya yang berjudul “ At-Thabaqatul-Kubra “ bahwa Abu Thalib menjelang ahir hayatnya, memanggil semua orang Bani Abdul Muththalib, kaum kerabatnya yang terdekat. Kepada mereka ia dengan tegas menganjurkan: “ Kalian akan tetap baik, bila kalian mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Muhammad(saw) dan mengikuti agamanya, karena itu hendaklah kalian mengikuti dan membantunya, kalian pasti mendapatkan petunjuk yang benar. “.
Pesan dari Abu Thalib itu ,banyak dikemukakan oleh para penulis sejarah Islam klasik, antara lain : Ibnul – Jauzi Al-Hambali dibukukan dalam “ Tadzkiratul-Khawash “,- An-Nasa’iy , dalam “ Al-Khasha’ish “ Al-Halabiy dalam “ As-Sirah Al-Halabiyyah “ dan di buku Sejarah islam lainnya.
Kepada sementara orang yang mengatakan, bahwa ,“ Abu Thalib itu Kafir dan Musyrik, masuk Neraka.”
Kami ingin bertanya : “ Apakah Mungkin, atau …apakah dapat dibayangkan, seorang yang mempunyai prinsip pendirian , atau..seorang yang meyakini adanya kebenaran dalam satu agama, ia akan secara sukarela dan dengan sekuat tenaga membantu serta membela prinsip pendirian atau agama lain yang memusuhi agamanya sendiri…??.
Andai ada orang yang mengatakan: “ Pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah saw, itu dilandasi oleh semangat kekerabatan, — “ Abu Lahab bin Abdul Muthalib pun paman Rasulullah saw,—lalu kenapa Abu Lahab tidak berbuat seperti halnya Abu Thalib, ( melindungi dan membela ). Malah dengan sengit, Abu Lahab memusuhi Rasulullah saw, dan kaum Muslimin..??. bahkan ketika Abu Lahab sudah mati pun masih banyak kerabat Rasulullah saw, yang masih antipati dan masih menyembah Berhala.
Sebagian ahli riwayat mengatakan, ketika Abu Thalib mendengar da’wah yang dilakukan oleh Rasulullah saw, ia menyuruh anak-anaknya untuk mengikuti beliau. Kepada mereka ia berkata : “ Muhammad (saw) tidak mengajak kalian selain pada kebajikan “ Tidak hanya sampai disitu saja, Abu Thalib malah memberikan dorongan dan membangkitkankan semangat mereka supaya menempuh jalan yang dipilh oleh Rasulullah saw, Bagi keselamatan mereka.
Kalau sikap yang demikian itu disamakan dengan sikap orang Musyrik atau Kafir, bukankah Islam itu agama yang mengakui ke Esa an Allah swt dan kenabian Muhammad saw…??.
Pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah saw. Dan dukungannya kepada Da’wah beliau dapat kita temukan dalam sya’ir-sya’irnya yang dikumandangkan dalam berbagai kesempatan.
Ba’it demi ba’it dalam sya’ir. Semuanya menunjukan, betapa gigihnya Abu Thalib menjadi pembela Rasulullah saw, Islam dan kaum Muslimin, pertanyaan diatas kami sodorkan, karena kami yakin, melindungi dan membela Rasulullah saw , dari serangan musuh-musuhnya tidak dapat diartikan lain, kecuali melindungi dan membela Islam beserta kaum Muslimin. Sebaliknya, sekalipun orang mengaku ber agama Islam, jika ia memusuhi Rasulullah saw. Tidak dapat diartikan sebagai pembela Islam, julukan yang cocok adalah musuh Islam dan musuh kaum Muslimin.
Dapat kita bayangkan, seumpama ketika itu Abu Thalib memeluk Islam dengan cara seperti yang dilakukan oleh Hamzah bin abdul muththalib r.a., atau Ali bin Abu Thalib r.a., atau juga mungkin seperti Utsman bin ‘Affan r.a. – , tentunya ia tidak akan dapat memberikan perlindungan dan pembelaan kepada Rasulullah saw, beserta para Sahabatnya. Sebab, kaum Musyrikin Quraisy pasti akan memandang Abu Thalib sebagai orang yang harus dimusuhi dan dilawan.
Jika demikian, maka ia akan kehilangan wibawa dan pengaruh dihadapan tokoh Quraisy. Bila mereka tidak mengakui lagi kepemimpinannya, tentu ia tidak akan dapat menumpulkan atau menekan perlawanan mereka terhadap Rasulullah saw. Dan tidak akan dapat lagi membentengi dakwah beliau sebagaimana yang telah dilakukannya selama ini, adalah benar.
Pada lahirnya , Abu Thalib tampak seagama ( keberhalaan ) dengan mereka, tetapi apa yang ada didalam batinnya, hanya Allah saja yang Maha Mengetahui.
Tiap orang Mukmin tidak meragukan dan tidak dapat mengingkari kenyataan , bahwa Abu Thalib memainkan peranan besar dalam melindungi dan membela da’wah Islam, yakni peran melindungi dan membela kebenaran, untuk itu ia rela menghadapi tantangan dan kesulitan. Ia bersama beberapa orang dari Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib rela menerima syarat-syarat penghidupan yang serba kekurangan demi tegaknya kebenaran yang dibawakan oleh Muhammad Rasulullah saw.
Pertanyaan kedua : “ Setelah Abu Thalib menunjukan pengabdian dan jasa-jasanya dalam melindungi dan membela Da’wah Islam,…apakah ia wafat sebagai Kafir atau Musyrik, tanpa iman sedikitpun nyangkut dalam hatinya…??.
Ibnu Ishaq mengataka, ketika kaum musyrikin Quraisy mendengar berita tentang penyakit Abu thalib bertambah kritis, mereka berkata satu sama lainnya : Hamzah bin ‘Umar, sekarang telah memeluk Islam dan persoalan Muhammad (saw) ( da’wahnya ) , telah meluas diantara kabilah-kabilah Arab. Sebaiknya kita datang kepada Abu Thalib untuk memper oleh penyelesaian soal itu.
Setelah mereka menjumpai Abu Thalib , lalu berkata ; “ Sebagaimana anda ketahui, sekarang anda dalam kondisi yang sangat menghawatirkan. Anda sangat mengetahui apa yang selama ini terjadi, antara kami dan kemenakan anda ( yaitu Muhammad saw ) . Sebaiknya anda memanggilnya hadir untuk kami ajak saling menerima dan saling memberi ( berkompromi ), agar dia tidak lagi mengganggu kami, dan kamipun tidak akan lagi mengganggu dia, dia harus membiarkan kami berpegang pada kepercayaan kami, dan kami pun akan membiarkan dia berpegang pada agamanya. “
Atas permintaan mereka itu, Abu Thalib menyuruh orang memanggil Rasulullah saw. Dan setelah Rasulullah saw menemuinya, maka Abu Thalib berkata : “ Anakku, orang-orang terkemuka dari kaummu( Bani Quraisy ). bersepakat hendak mengajakmu saling menerima dan saling memberi.
“ Rasulullah saw menjawab : “ Paman, kalau mereka mau memberi (menyatakan ) satu kalimat saja, mereka akan menguasai seluruh orang Arab, dan akan dipatuhi oleh orang-orang bukan Arab……..” belum lagi Rasulullah saw mengahiri kata-katanya, ‘Amr bin Hisyam ( Abu Jahal ) menukas : “ jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat pun akan kami berikan .!..” Rasulullah saw , melanjutkan : “ …Hendaklah kalian mengucapkan kalimat ‘ La ilaha ilallah ’ dan meninggalkan selama ini yang kalian sembah-sembah. “
Ucapan beliau, ditanggapi oleh mereka dengan cemoohan dan ejekan, kemudian mereka berujar :” hai, Muhammad(saw), apakah engkau hendak membuat tuhan-tuhan yang banyak itu menjadi satu tuhan,.??. sungguh aneh..! “
Mereka lalu berkata satu sama lain: “ Dia (Muhammad saw ), tidak akan memberikan sesuatu yang kita ingini. Marilah kita bubar saja, dan kita tetap pertahankan keyakinan pada agama nenek moyang kita. Biarlah apa yang akan menjadi kenyataan nanti antara kita dan dia . “ Abu Thalib pun berkata pada Rasulullah saw : “ Anakku, demi Allah, aku berpendapat permintaanmu itu tidaklah berlebih-lebihan, “ Ucapan Abu Thalib , menimbulkan kesan pada fikiran beliau, bahwa pamandanya, bersedia mengucapkan Syahadat. Karenanya beliau lalu berkata : “ Paman, ucapkanlah kalimat itu ( syahadat ). Dengan kalimat itu , pada hari kiyamat kelak akan kumohonkan syafaat (pertolongan ) kepada Allah swt bagi paman.” Dengan suara yang terputus-putus, Abu Thalib berkata : ”Anakku, demi Allah, kalau bukan karena aku khawatir orang Quraisy akan mencemoohkan diriku dan aku takut pada saat menghadapi maut, tentu kalimat itu sudah kuucapkan. “ (dalam hal ini , Jelas – Abu Thalib tidak menolak, tapi tidak mengucapkan syahadat).
Abu Thalib dan Sayyidah Khadijah isteri Nabi Saww wafat dalam tahun yang sama, oleh karena itu tahun tersebut Nabi Saww menyebutnya sebagai Aamul Huzn iaitu tahun dukacita. Jika Abu Thalib seorang kafir patutkah kematiannya disedihkan. Dan apakah patut Nabi berkasih mesra dengan orang kafir, dengan berpandangan bahawa Abu Thalib kafir sama dengan menuduh Allah menyerahkan pemeliharaan Nabi Saww, pada seorang kafir dan membiarkan berhubungan cinta-mencintai dan kasih-mengasihi yang teramat sangat padahal dalam al-Quran disebutkan: “ Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (QS;48,29). Dan di ayat yang lain Allah berfirman: “ Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menetang Allah dan Rasul-Nya. Sekalipun orang itu bapak-bapak, atau anak-anak saudara-saudara atupun keluarga mereka”.(QS;58,29).
Seandainya kami tidak khuatir anda menjadi jemu, maka akan kami sebutkan hadis yang lainnya, kini untuk memperkuat argumentasi di atas akan kami ketengahkan disini sya’ir-sya’ir Abu Thalib:
“ Saya benar-benar tahu bahawa agama Muhammad adalah paling baiknya agama di dunia ini. ”
Di sya’ir yang lain beliau berkata: “ Adakah kamu tidak tahu, bahawa kami telah mengikuti diri Muahmmad sebagai Rasul seperti Musa yang telah dijelaskan pada kitab-kitab ”.
Semaklah sya’ir beliau ini, bahawa beliau juga beriman pada Nabi-Nabi yang lain seperti Nabi Musa a.s, dan ketika Rahib Buhairah berkata padanya beliau juga mengimani akan kenabian Isa a.s , sungguh Abu Thalib adalah orang ilmuan yang ahli kitab-kitab sebelumnya.
Dalam sya’ir yang lain:
“ Dan sesungguhnya kasih sayang dari seluruh hamba datang kepadanya (Muhammad). Dan tiada kebaikan dengan kasih sayang lebih dari apa yang telah Allah SWT khususkan kepadanya. ”
“ Demi Tuhan rumah (Ka’bah) ini, tidak kami akan serahkan Ahmad (Muhammad) kepada bencana dari terkaman masa dan malapetaka. ”
“ Mereka (kaum Quraisy) mencemarkan namanya untuk melemahkannya. Maka pemilik Arsy (Allah) adalah dipuji (Mahmud) sedangkan dia terpuji (Muhammad). ”
“ Demi Allah, mereka tidak akan sampai kepadamu dengan kekuatannya. Hingga Aku terbaring di atas tanah. Maka sampaikanlah urusanmu secara terang-terangan apa yang telah diperintahkan tanpa mengindahkan mereka. Dan berilah kabar gembira sehingga menyenangkan dirimu. Dan engkau mengajakku dan aku tahu bahawa engkau adalah jujur dan benar. Engkau benar dan aku mempercayai. Aku tahu bahawa agama Muhammad adalah paling baiknya agama di dunia ini . Dan sebilah pedang meminta siraman air hujan dengan wajahnya, terhadap pertolongan anak yatim sebagai pencegahan dari muslim yg berpura-pura. Kehancuran jadi tersembunyi dari Bani Hasyim (keluargaya Nabi Saww), maka mereka disisinya (Muhammad) tetap dalam bahagia dan berada dalam keutamaan. ”
“ Sepanjang umur aku telah tuangkan rasa cinta kepada Ahmad.
Dan aku menyayanginya dengan kasih sayang tak terputus.
Mereka sudah tahu bahawa anak yatim tidak berbohong.
Dan tidak pula berkata dengan ucapan yang bathil.
Maka siapakah sepertinya di antara manusia hai orang yang berfikir.
Jika dibanding pemimpinpun dia lebih unggul.
Lemah lembut, bijaksana, cerdik lagi tidak gelabah, santun serta tidak pernah lalai.
Ahmad bagi kami merupakan pangkal, yang memendekkan derajat yang berlebihan.
Dengan sabar aku mengurusnya, melindungi serta menepiskan darinya semua gangguan. ”
Kiranya cukup, apa yang kami ketengahkan dari sya’ir-sya’ir Abu Thalib yang membuktikan bahawa beliau adalah seorang Mukmin dan telah menolong dan membela Nabi Saww, maka beliau termasuk orang-orang yang beruntung.
“ Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran) mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS; 7;15)
Sesungguhnya Abu Thalib adalah orang yang telah mempercayainya, memuliakannya serta menolongnya, sehingga dia menentang orang-orang Quraisy. Dan ini telah disepakati oleh seluruh sejarawan. Sebuah hadis Nabi Saww menyebutkan : “ Saya (Nabi Saww) dan pengawal yatim, kedudukannya disisi Allah SWT bagaikan jari tengah dengan jari telunjuk ”. Siapakah sebaik-baik yatim? Dan siapakah sebaik-baik pengasuh yatim itu?, Bukankah Abu Thalib mengasuh Nabi Saww dari usia 8 tahun sampai 51 tahun.
Dalam Tarikh Ya’qubi jilid II hal. 28 disebutkan :
“ Ketika Rasul SAW diberi tahu tentang wafatnya Abu Thalib, beliau tampak sangat sedih, beliau datang menghampiri jenazah Abu Thalib dan mengusap-usap pipi kanannya 4 kali dan pipi kiri 3 kali. Kemudian beliau berucap : “ Pakcik, engkau memelihara diriku sejak kecil, mengasuhku sebagai anak yatim dan memjagaku di saat aku sudah besar. Kerana aku, Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu ”. Baginda lalu berjalan perlahan-lahan lalu berkata: “ Berkat silaturrahmimu Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu pakcik. ”.
Dalam buku Siratun Nabi Saww yang ditulis oleh Ibnu Hisyam, jilid I hal.252-253 disebutkan: Abu Thalib meninggal dunia tanpa ada kafir Quraisy di sekitarnya dan mengucapkan dua kalimat syahadah yang didengar oleh Abbas bin Abdul Mutthalib. Demikian pula dalam buku Abu Thalib mukmin Quraisy oleh Syeikh Abdullah al-Khanaizy diterangkan : bahawa Abu Thalib mengucapkan kalimat Syahadah diriwayatkan oleh Abu Bakar, yang dikutib oleh pengarang tersebut dari buku Sarah Nahjul balaghah III hal.312, Syekh Abthah hal.71nAl-Ghadir VII hal.370 & 401, Al-A’Yan XXXIX hal.136.
Abu Dzar al-Ghifari seorang sahabat Nabi Saww yang sangat dicintai Nabi Saww bersumpah menyatakan, bahawa wafatnya Abu Thalib sebagai seorang mukmin (al-Ghadir Vii hal.397).
Diriwayatkan dari Imam Ali ar-Ridha dari ayahnya Imam Musa al-Kadzim, riwayat ini bersambung sampai pada Imam ‘Ali bin Abi Thalib dan beliau mendengar dari Nabi Saww, bahawa : “ Bila tak percaya akan Imannya Abu Thalib maka tempatnya di neraka ”. (An-Nahjul III hal.311, Al-Hujjah hal.16, Al-Ghadir VII hal.381 & 396, Mu’janul Qubur hal.189, Al-A’Yan XXXIX hal.136, As-Shawa’iq dll). Abbas berkata ; “ Imannya Abu Thalib seperti imannya Ashabul Kahfi. ”.
Boleh jadi sebagian para sahabat tidak mengetahui secara terang-terangan akan keimanan Abu Thalib. Penyembunyian Iman Abu Thalib sebagai pemuka Bani Hasyim terhadap kafir Quraisy merupakan strategi, siasah dan taktik untuk menjaga dan membela Islam pada awal kebangkitannya yang masih sangat rawan itu sangat membantu tegaknya agama Allah SWT.
Penyembunyian Iman itu Banyak dilakukan ummat sebelum Islam sebagaimana banyak kita jumpa dalam al-Quran, seperti Ashabul Kahfi (pemuda penghuni gua), Asiah istri Fir’aun yang beriman pada Nabi Musa a.s dan melindungi, memelihara dan membela Nabi Musa a.s, juga seorang laki-laki dalam kaumnya Fir’aun yang beriman dan membela pada Nabi Musa a.s.
Lihat Al-Quran; 40:28 berbunyi : “ Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut (kaum) Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki (Musa) kerana dia menyatakan” : “ Tuhanku adalah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta maka dialah yang menanggung dosanya itu, dan jika dia seorang yang benar nescaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah SWT, tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta . ”
Jadi menyembunyikan iman terhadap musuh-musuh Allah tidaklah dilarang dalam Islam. Ada suatu riwayat di zaman Rasulullah Saww, demikian ketika orang-orang kafir berhasil menangkap Bilal, Khabab, Salim. Shuhaib dan Ammar bin Yasir serta ibu bapanya, mereka digilir disiksa dan dibunuh sampai giliran Ammar, melihat keadaan yang demikian Ammar berjihad untuk menuruti kemahuan mereka dengan lisan dan dalam keadaan terpaksa. Lalu diberitahukan kepada Nabi Saww bahawa Ammar telah menjadi kafir, namun baginda Nabi Saww menjawab: “ Sekali lagi tidak, Ammar dipenuhi oleh iman dari ujung rambutnya sampai keujung kaki, imannya telah menyatu dengan darah dagingnya ”. Kemudian Ammar datang menghadap Rasulullah Saww sambil menangis, lalu Rasulullah Saww mengusap kedua matanya seraya berkata: “ Jika mereka mengulangi perbuatannya, maka ulangi pula apa yang telah engkau ucapkan. ” Kemudian turunlah ayat (QS; 16;106) sebagai membenarkan tindakan Ammar oleh Allah SWT dengan berfirman: “ Barang siapa yang kafir kepada Allah SWT sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (tidak berdosa), akan tetapi orang-orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah SWT menimpahnya dan baginya azab yang besar. ”
Imam Muhammad bin Husein Mushalla al-Hanafi (yang bermazhab Hanafi) dia menyebut dalam komentar terhadap kitab Syihabul Akhbar karya Muhammad ibn Salamah bahawa: “ Barangsiapa yang mencela Abu Thalib hukumnya adalah kafir ”. Sebagian ulama dari Mazhab Maliki berpandangan yang sama seperti Ali al-Ajhuri dan at-Tulsamany, mereka ini berkata orang yang mencela Abu Thalib (mengkafirkan) sama dengan mencela Nabi Saww dan akan menyakiti beliau, maka jika demikian dia telah kafir, sedang orang kafir itu halal dibunuh. Begitu pula ulama besar Abu Thahir yang berpendapat bahawa barangsiapa yang mencela Abu Thalib hukumannya adalah kafir.
Kesimpulannya, bahawa siapapun yang cuba-cuba menyakiti Rasulullah Saww adalah kafir dan harus diperangi (dibunuh), jika tidak bertaubat. Sedang menurut mazhab Maliki harus dibunuh walau telah taubat. Imam al-Barzanji dalam pembelaan terhadap Abu Thalib, bahawa sebagian besar dari para ulama, para sufiah dan para aulia’ yang telah mencapai tingkat ‘Kasyaf’, seperti al-Qurthubi, as-Subki, asy-Sya’rani dan lain-lain. Mereka sepakat bahawa Abu Thalib selamat dari siksa abadi, kata mereka : “ Ini adalah keyakinan kami dan akan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT kelak. ”
Akhirnya mungkin masih ada kalangan yang tanya, bukankah sebagian besar orang masih menganggap Abu Thalib kafir, jawabnya : “Banyaknya yang beranggapan bukan jaminan suatu kebenaran. ”
“ Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah SWT. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah SWT) (QS;6:115).
Semoga kita dijadikan sebagian golongan yang mencintai dan mengasihi sepenuh jiwa ruh dan jasad kepada Nabi Muhammad Saww dan Ahlul Baitnya yang telah disucikan dari segala noda dan nista serta para sahabatnya yang berjihad bersamanya yang setia mengikutinya sampai akhir hayatnya.
Sesungguhnya taufiq dan hidayah hanyalah dari Allah SWT, kepada-Nya kami berserah diri dan kepada-Nya kami akan kembali.
Sebagai contoh, Ibnu Katsir merujuk pada firman allah swt dalam Surah Al-Qur’an : Al-Baqarah, 146- yang maknanya : “ Orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah kami beri Al-Kitab ( Taurat dan Injil), mengenai Muhammad (saw)seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. “ akan tetapi mereka tidak berbuat sesuai dengan pengenalan atau pengertian mereka. Jadi mereka itu benar-benar mengerti, bahwa Muhammad Saw, itu seorang Nabi, tetapi mereka mengingkarinya, demikian menurut Ibnu Katsir.
Kami berpendapat, menyamakan pengertian kaum Yahudi mengenai kenabian Muhammad saw. dengan pengertian Abu Thalib mengenai beliau…samasekali tidak pada tempatnya. Jauh sekali antara pengertian Abu Thalib mengenai Allah swt dan da’wah Rasul-Nya dari pengertian kaum Yahudi mengenai hal itu. Pengertian Abu Thalib disertai dengan, sikap membenarkan, mendukung, membela, dan melindungi agama Islam .
Sikap seperti itu mustahil tanpa disertai keyakinan dan kepercayaan ; sedang keyakinan dan kepercayaan mengenai hal tesebut, bukan lain adalah karena adanya iman ,Kalau dalam hal itu masih terdapat kekurangan pada Abu Thalib, kekurangan itu adalah karena ia tidak mengucapkan Syahadat dengan lisannya ( tidak disaksikan oleh manusia ). Atas dasar semuanya ini kami dapat mengatakan, Abu Thalib, sama sekali bukan orang Kafir atau orang Musyrik, tapi seorang muslim yang menyembunyi kan keimanannya.
Alasan yang kami kemukakan sebagai berikut : — 1/. Abu Thalib menolak dan tidak membenarkan pernyataan serta sikap kaum musyrikin Quraisy mengenai kenabian Muhammad saw,… Bahkan ia mendukung , membenarkan , membela dan melindungi da’wah tauhid yang diperintahkan Allah swt kepada Rasulullah saw. – 2/. Abu Thalib membela prinsip Tauhid dan para penganutnya , sehingga ia harus menghadapi tentangan dan tantangan sepeti yang dihadapi oleh setiap orang beriman. – 3/. Abu Thalib dengan keras menyatakan , bahwa Muhammad saw. Tidak berdusta dan semua yang dikatakan oleh Muhammad saw adalah benar.
Kalau ada fihak yang bimbang , ragu memasukan Abu Thalib kedalam golongan kaum Mu’minin atau Muslimin, kami juga tidak akan ragu mengeluarkan Abu Thalib dari golongan kaum Kafir dan kaum Musyrik.
Kalau benar riwayat yang memberitakan Abu Thalib pada detik-detik terahir hayatnya mengucapkan kalimat ; “ Pada agama ‘Abdul Muththalib “ , kalimat yang diucapkan itu tidak akan menghapus jasa-jasa serta pengabdiannya dalam membela dan melindungi Muhammad Rasulullah saw. .. yang berarti pula, membela dan melindungi da’wah agama Islam. Ucapan itupun tidak akan menghapus pernyataan-pernyataannya yang tegas, da’wah Rasulullah saw, itu benar dan tidak dusta.
Ibnu Katsir tidak menutup-nutupi kenyataan yang sebenarnya mengenai Abu Thalib. Ibnu Katsir dengan tegas mengatakan : “ Abu Thalib menghalangi dan mencegah gangguan yang tertuju kapada Rasulullah saw, dan para sahabatannya dengan segala kesanggupan yang ada pada dirinya : dengan kata-kata, dengan jiwa-raga juga dengan harta benda. Namun Allah swt belum berkenan mentakdirkannya sebagai orang yang beriman seperti yang lain-lain. Dalam hal ini pasti tersirat hikmah besar dan hujjah yang wajib kita yakini dan kita terima. Seumpama Allah swt, tidak melarang memohonkan ampunan dan karunia rahmat bagi Abu Thalib, “ —-Demikian , Ibnu Katsir menulis dalam “ Al-Bidayah wan-Nihayah “, Jilid dua halaman 131 ; yaitu suatu pernyataan yang mengandung dua arus yang berlawanan. Disatu fihak ia mengakui jasa-jasa pengabdian Abu Thalib dalam membela dan melindungi Rasulullah saw, Islam dan kaum Muslimin. Tetapi dilain fihak, ia dengan kalimat terpulas mengatakan…. Abu Thalib, dia seorang Musyrik . !.??.
Dari penelitian kita dalam persoalan Abu Thalib yang kontroversial itu, kami dapat menyimpulkan : Abu Thalib bukan musyrik dan bukan kafir. Sebab , tiap orang Musyrik pasti memuja-muja berhala dan sesembahannya yang lain, atau…menyekutukannya dengan Allah saw. Karena itulah kami berpendapat, Abu Thalib bukan orang Musyrik dan juga bukan orang Kafir. Hanya Allah swt sajalah yang mengetahui semua yang tersimpan didalam dadanya da semua yang tersembunyi dikedalaman jiwanya.
Beberapa Dalil tentang keimanan Abu Thalib dan tanggapan para Ulama dan Ahli Riwayat.
Persoalan Abu Thalib sengaja kami kuak selebar mungkin , untuk melihat lebih kedalam lagi dalam rangka mengatasi suara sumbang dari fihak yang sampai sekarang MENGKAFIR – KAFIRKAN pamanda Rasulullah Muhammad saw.
Abu Thalib- seorang yang sudah berjasa besar bagi Islam dan kaum Muslimin. Mereka mengetengahkan beberapa buah Hadits mengenai persoalan Abu Thalib – terlepas apakah Hadits –hadits yang mereka kemukakan itu , Hadits Shahih atau Hadits Maudlu ‘ – tetapi mereka tidak mengetengahkan semua Hadits yang berkaitan dengan ABU Thalib. Disini , kami akan mengetengahkan beberapa Hadits yang lain dan beberapa riwayat pendukung , tanggapan dari para Ulama , mengenai persoalan Abu Thalib , yang menunjukan pada ke Imanan paman Rasulullah saw.
Ibnu Sa’ad , dalam –Thabaqat – Kubra , Jilid, I halaman , 105. Mengetengahkan sebuahHadits berasal dari ‘Ubaidillah bin Rafi’ yang menerimanya langsung dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu . Imam ‘Ali r.a. berkata: “ Wafatnya Abu Thalib kuberitahukan kepada Rasulullah saw. Beliau menangis , kemudian berkata : “ Pergilah engkau dan mandikanlah dia, lalu kafankan dan kemudian kebumikan. Allah mengampuni dia dan merahmatinya, “.
Dari Hadits tersebut dapat ditarik kesimpulan : Kalau Abu Thalib seorang Musyrik seperti Musyrikin Quraisy , mungkinkah Rasulullah saw. Mengucapkan kalimat : – Allah mengampuni dan merahmatinya – sedangkan Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an : Allah tidak akan mengampuni dosa Syirik , dan mengampuni dosa selain itu, bagi siapa saja yang dikehendakinya, “ ( An-Nisa – 48 ).
Mungkin ada yang mengomentari :… Ya.. tetapi Rasulullah saw, tidak turut mengantarkan Jenazah Abu Thalib ke kubur dan tidak di Shalatkan jenazahnya. — Pertanyaan tersebut sudah dapat jawabannya dari para Ulama, diantaranya adalah : Ibnul- ‘Asakir , sebagaimana tercantum di dalam kitab : “ Asnal-Mathalib “ , halaman, 21—Al-Baihaqiy , didalam kitab : “ Dala’ilun-Nubuwwah “ —Ibnul-Jauziy didalam kitab : “ At-Tadzkirah “ , halaman, 6.—Ibnu Abil Hadid didalam kitab : “ Syarh Nahjil-Balaghah “ ,Jilid 3. Halaman 314.—Al-Halabiy didalam “ Sirah “ nya , jilid I halaman, 373. Sayyid Ahmad bin Zaini didalam “ Syarh-Nya “ mengenai kitab : “ As-Sirah Al-Halabiyyah “ , Jilid I , halaman, 90.— Al-Barzanjiy, didalam kitabnya : “ Najatu Abi Thalib “ , sebagaimana termaktub didalam kitab : “ Asnal-Mathalib “ ,halaman, 35.–Demikian juga , dalam kitab: Abu Dawud , Ibnul Jarud , Ibnu Khuzaimah , yang semuanya menjelaskan ;
Bahwa Rasulullah saw : tidak turut serta mengantarkan Jenazah Abu Thalib ke kubur, semata-mata untuk menghindari gangguan dan serangan dari kaum Musyrikin Quraisy. Bahwa Rasulullah saw : juga , tidak melakukan Shalat jenazah bagi Abu Thalib… jelas , karena waktu itu Shalat Jenazah belum di Syari’atkan.
Semua ahli riwayat dan para penulis sejarah Islam , sepakat bahwa tahun wafatnya Abu Thalib dan Siti Khadijah r.a, sebagai “ Tahun Duka-cita “ , atau: “ Amul – Huzn “. Bahkan sementara riwayat mengatakan, penamaan itu diberikan oleh Rasulullah saw , sendiri.
(Menurut Al-Aslamiy dan lain-lainnya, menerangkan: “ Abu Thalib wafat dalam bulan Syawwal tahun ke , 10 . setelah bi’tsah : sedangkan Sitti Khadijah r.a, wafat , 1 bulan + 5 hari, setelah wafatnya Abu Thalib.)
Betapa parahnya hati Rasulullah saw, ditinggal wafat oleh Abu Thalib dan kemudian menyusul Sitti Khadijah r.a. Dua orang kecintaan dan kesayangan beliau , dua orang itulah yang membenarkan , mendukung , membantu , melindungi dan membela Rasulullah saw, dalam melaksanakan tugas risalahnya : sebelum ada orang lain mau berbuat seperti mereka berdua. Semua para ahli riwayat dan para penulis sejarah Islam mengakui kenyataan itu, tak ada seorangpun yang mengingkarinya.
Apabila Abu Thalib itu seorang Musyrik dan Kafir , mungkinkah Rasulullah saw , sedih dan berduka-cita ditinggal wafat olehnya,..??.apabila ada orang yang mengatakan : “ Beliau sedih karena Abu Thalib itu pamandanya,” , lalu , kenapa Rasulullah saw , tidak berduka-cita dan tidak bersedih , ketika ditinggal mati oleh Abu Lahab , yang juga paman beliau sendiri..??. ( pada saat itu, Surah Al-Lahab , belum turun ) .
Mengenai musibah yang menyedihkan Rasulullah saw, dan mengenai “ Amul –Huzn “ , kita dapat membacanya pada kitab : Thabaqat – Qubra ( Ibnu Sa’ad ) Jilid I halaman 106. / kitab : Al – Imta ( Al – Muqriziy ) halaman 27. / kitab : Tarikh Ibnu Katsir ( Ibnu Katsir ) jilid III halaman 134, / kitab : Sirah Al-Halabiyyah , jilid I halaman 373. / kitab : Sirah – Nabawiyyah ( Sayyid Zaini Dahlan ) jilid I halaman 291, dan kitab : Asnal – Mathalib ( Ibnul – ‘Asakir ) halaman 11.
Ishaq bin ‘Abdullah bin Al-Harits mengetengahkan sebuah berita Hadits , yang mengatakan : Al-‘Abbas ,paman Rasulullah saw , pernah mengatakan : “ Ya Rasulullah(saw) , apa yang kau harap bagi Abu Thalib ..??.” , Rasulullah saw menjawab : “ Baginya aku mengharapkan semua yang baik dari Allah , Tuhanku “.
Berita Hadits tersebut diketengahkan oleh Ibnu Sa’ad di dalam kitab : Thabaqat – Qubra , jilid I -halaman 106. Dengan isnad Shahih dan para perawinya terdiri dari orang-orang yang dapat dipercaya ( tsiqah ) , seperti : ‘Affan bin Muslim, Hammad bin Salmah dan Tsabit Al-Bannaniy. Hadits di atas juga di tulis dan di abadikan oleh : Ibnu Katsir juga mengabadikan Hadits tersebut, didalam kitab : Al – Khasha’ishul — Kubra , jilid III, halaman 87.
Seorang Ulama Fiqh Madzhab Hanafiy ; Syeikh Ibrahim Ad-Danuriy, dalam kitab : Nihayatut – Thalab. Ibnu Thawus , dalam kitab : At – Thara’if , halaman 68. Ibnu Abdil Hadid, dalam kitab : Syarh Nahjil – Balaghah , jilid III – halaman 311. As- Sayuthiy , dalam kitab : At – Ta’dzim Wal – Minnah , halaman 8.
Tidak sedikit, kelompok yang menyatakan , bahwa Abu Thalib itu Musyrik dan Kafir, tapi..juga banyak para Ulama dan para penulis Sejarah Islam yang menyatakan keimanan pamanda Rasulullah saw itu.
Seorang Ulama besar berMadzhab Hanafi , yang bernama : Ahmad bin Al-Husain Al-Maushiliy , dalam uraiannya ( syarhnya ) mengenai kitab “ Syihabul – Akbar “ yang ditulis oleh : Al-‘ Allamah Muhammad bin Salmah Al-Qudha’iy ( wafat – 454 H ), dengan tegas mengatakan : “ Membenci Abu Thalib adalah Kufur “.
Demikian juga Ulama besar dari Madzhab Malikiy, yang bernama : Al-‘Allamah ‘Ali Al-Ajhuriy. Dalam fatwanya mengenai Abu Thalib, ia menandaskan : “ membenci Abu Thalib berarti Kufur “ . Mereka mengatakan demikian, karena mereka yakin benar bahwa Abu Thalib seorang mu’min pertama yang melindungi dan membela Rasulullah saw.
Meskipun penilaian kami terhadap sikap yang mengkafir-kafirkan Abu Thalib itu tidak sejauh penilaian kedua Ulama besar madzhab Hanafiy dan Madzhab Malikiy, namun kami dapat memahami mengapa mereka berfatwa sekeras itu. Siapakah yang tidak tertusuk perasaannya mendengar suara mengkafir-kafirkan orang yang mengasuh dan membesarkan Muhammad Rasulllah saw, sejak dari usia 8 th hingga dewasa: kemudian membenarkan , membantu , melindung , membela beliau dalam melaksanakan tugas Risalahnya..??.
Betapa hancurnya hati Rasulullah saw , jika semasa hidupnya mendengar suara sumbang seperti itu tertuju kepada pamandanya. Dikala beliau masih hidup ditengah umatnya tidak seorangpun yang mengkafir-kafirkan Abu Thalib, atau menuduhnya sebagai Musyrik. Kaum Musyrikin Quraisy yang kemudian memeluk Islam semuanya mengetahui dengan mata kepala sendiri bahwa Abu Thalib adalah orang pertama yang membenarkan, mendukung, membela dan melindungi Rasulullah saw, setelah wafatnya isteri beliau sendiri Sitti Khadijah r.a. Ketika Rasul Muhammad saw , dan kaum muslimin sudah punya posisi yang cukup kuat, Pembela , pelindung , dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan Rasulullah saw , diambil alih oleh para sahabat , mereka bekerja sama saling bahu membahu , apabila ada yang berani menghina Islam atau Rasulullah saw, resikonya mereka harus berhadapan dengan pedang
SYA’IR-SYA’IR DALAM MEMUJI KELUARGA RASULULLAH SAWW
Dalam salah satu sya’ir Imam Syafi’i, beliau berkata :
“Wahai Keluarga Rasulullah
Kecintaan kepadamu
Allah wajibkan atas kami
Dalam Al-Quran yang diturunkan
Cukuplah tanda kebesaranmu
Tidak sah solat tanpa selawat padamu”
(maksud selawat : Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa ali Muhammad)
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) dalam sya’irnya:
“ Kecintaan Yahudi kepada keluarga Musa nyata
Dan bantuan mereka kepada keturunan saudaranya jelas
Pemimpin mereka dari keturunan Harun lebih utama
Kepadanya mereka mengikut dan bagi setiap kaum ada penuntun
Begitu juga Nasrani sangat memuliakan dengan penuh cinta
Kepada Al-Masih dengan menuju perbuatan kebajikan
Namun jika seorang Muslim membantu keluarga Ahmad (Muhammad)
Maka mereka bunuh dan mereka sebut kafir
Inilah penyakit yang sulit disembuhkan, yang telah menyesatkan akal
Orang-orang kota dan orang-orang desa, mereka tidak menjaga
Hak Muhammad dalam urusan keluarganya
dan Allah Maha Menyaksikan. ”
Imam Zamakhsyari dalam sya’irnya berkata:
“ Beruntung anjing karena mencintai Ashabul kahfi
Mana mungkin aku celaka karena mencintai keluarga Nabi Saww”
Abu Hasyim Isma’il bin Muhammad al-Humairi dalam salah satu sya’ir yang mengharap syafa’at nabinya Saww, berkata:
“ Salam sejahtera kepada keluarga dan kerabat Rasul
Ketika burung-burung merpati beterbangan
Bukankah mereka itu kumpulan bintang gemerlapan di langit
Petunjuk-petunjuk agung tak diragukan
Dengan mereka itulah aku di Syurga, aku bercengkerama
Mereka itu adalah lima tetanggaku, Salam sejahtera ”.
Nasab Rasulillah Saww Bersih.. !! Lengkap dengan Datanya Dan Anda Putra Ali bukan Putra Rasul Saw!
Isu ini terangkat kala sebagian umat islam mengaku pengikut Rasulillah Saww justru memusyriknya ayahanda Rasulullah Saww. (Innalillah..)
Dalam menjawabnya saya sampaikan 2 jawaban sekaligus bahwa :
Nama ayahanda Rasulullah Saww adalah Sayyidina Abdullah bin Abdul Muthalib r.a yang artinya Hamba ALLAH.
Definisinya jelas bahwa ayahanda Rasul Saww sangat mengenal ALLAH AWJ karena nama ini yang membedakan antara penyembah berhala dengan penyembah Illah SWT.
Contoh Nama nama Jahiliyah (mirip mirip Tuhan mereka Latta dan Udza):
Uta, Abul Udza, dll
Jadi jelaslah bahwa Ayahanda Mulia Ar Rasul Saww bukan seperti claim mereka..!
Ayah Nabi Ibrahim As tidak Kafir
Banyak orang yang memaknai bahwa Azar adalah ayahnya Nabi Ibrahim demi memuluskan upaya mereka menampilkan 'cacatnya' Nasab Nabi Saww.
Namun sekali Lagi Hujjah ALLAH AWJ membungkam sekaligus membongkar kebohongan bertingkat kaum hipokrit pendengki Ar Rasul Saww..
Dalam Nasab Umum inilah Nasab Ayahanda Rasul Saww:
Sayyidina Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hâsyim (AMR) bin 'Abd al-Manâf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu ' Ayy bin Isma 'ell (Ismail) bin ibrahim bin Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh bin Lamik bin Metusyalih bin Idris bin Yarid bin Mihla'iel bin Qinan bin Anusy bin Syith bin Adam A.S
Rantai Nasab diatas ada Nama Azar {tarih}
sesungguhnya keduanya adalah orang yang berbeda. Azaar adalah paman Nabi Ibrahim yang bekerja tuk Namrud dalam membuat Patung. Sedang Tarikh adalah Ayahanda Nabi Ibrahim As.
Lamanya sejarah serta berlapisnya pengkaburan membuat orang sulit mencari jawaban siapa Ayah Nabi Ibrahim As sebenarnya, Padahal Jawabannya ada di Depan mata
Kuncinya ada pada QS al An'am ayat 74 dalam kata Ab' (ayah dalam makna luas)
Penggunaannya :
Abu jabir (ayah Jabir)
Abu Abdillah (ayah Hamba Allah)
atau :
Abaaika (Kakek)
metode ini sederhana, namun banyak yang tidak faham, artinya penggunakaan kata ab' pada orang tertentu tidak menyatakan bahwa orang tersebut adalah Ayah dalam nasab.
Dalil yang dijadikan sebagai dasar pengkafiran ayah Nabi Ibrahim adalah ayat yang menyebutkan Azar sebagai " ab " Ibrahim. Misalnya :
" Ingatlah ( ketika ), Ibrahim berkata kepada " ab "nya Azar, " Apakah anda menjadikan patung-patung sebagai tuhan ?. Sesungguhnya Aku melihatmu dan kaummu berada pada kesesatan yang nyata ".( al An'am 74 ).
Atas dasar ayat ini, ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang kafir dan sesat. Kemudian ayat lain yang memuat permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya ditolak oleh Allah dikarenakan dia adalah musuh Allah ( al Taubah 114). Dalam menarik kesimpulan dari ayat di atas dan sejenisnya bahwa ayah nabi Ibrahim adalah seorang kafir sungguh sangat terlalu tergesa-gesa, karena kata " abun " dalam bahasa Arab tidak hanya berarti ayah kandung saja.
Kata ab' bisa juga berarti, ayah tiri, paman, dan kakek.
contoh lain:
Misalnya al Qur'an menyebutkan Nabi Ismail sebagai " ab " Nabi Ya'kub as., padahal beliau adalah paman NabiYa'kub as.
"Adakah kalian menyaksikan ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, " Apa yang kalian sembah sepeninggalku ? ". Mereka menjawab, " Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami hanya kepadaNya kami berserah diri ".( al Baqarah 133 )
Dalam ayat ini dengan jelas kata "aabaaika " bentuk jama' dari " ab " berarti kakek ( Ibrahim dan Ishak ) dan paman ( Ismail ).
Dan juga kata " abuya " atau " buya " derivasi dari " ab " sering dipakai dalam ungkapan sehari-hari bangsa Arab dengan arti guru, atau orang yang berjasa dalam kehidupan, termasuk panggilan untuk almarhum Buya Hamka, misalnya.
Dari keterangan ringkas ini, kita dapat memahami bahwa kata " ab " tidak hanya berarti ayah kandung, lalu bagaimana dengan kata " ab " pada surat al An'am 74 dan al Taubah 114 ?
Dengan melihat ayat-ayat yang menjelaskan perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim as. akan jelas bahwa seorang yang bernama " Azar ", penyembah dan pembuat patung, bukanlah ayah kandung Ibrahim, melainkan pamannya atau ayah angkatnya atau orang yang sangat dekat dengannya dan Ia adalah pembuat Patung tuk Raja Namrud
Pada permulaan dakwahnya, Nabi Ibrahim as. mengajak Azar sebagai orang yang dekat dengannya, "Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka Tuhan yang Maha Pemurah " ( Maryam 44 ).
Namun Azar menolak dan bahkan mengancam akan menyiksa Ibrahim. Kemudian dengan amat menyesal beliau mengatakan selamat jalan kapada Azar, dan berjanji akan memintakan ampun kepada Allah untuk Azar. " Berkata Ibrahim, " Salamun 'alaika, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku untukmu " ( Maryam 47 ).
Kemudian al Qur'an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim As menepati janjinya untuk memintakan ampun untuk Azar seraya berdoa,
" Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan gabungkan aku bersama orang-orang yang saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah ayahku ( abii ), sesungguhnya ia adalah termasuk golongan yang sesat. Jangnlah Kamu hinakan aku di hari mereka dibangkitkan kembali, hari yang mana harta dan anak tidak memberikan manfaat kecuali orang yang menghadapi Allah dengan hati yang selamat ".(al Syua'ra 83-89 ).
Allamah Thaba'thabai menjelaskan bahwa kata " kaana " dalam ayat ke 86 menunjukkan bahwa doa ini diungkapkan oleh Nabi Ibrahim as. setelah kematian Azar dan pengusirannya kepada Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al Mizan 7/163).
Setelah Nabi Ibrahim as. mengungkapkan doa itu, dan itu sekedar menepati janjinya saja kepada Azar, Allah AWJ menyatakan bahwa tidak layak bagi seorang Nabi memintakan ampun untuk orang musyrik, maka beliau berlepas tangan ( tabarri ) dari Azar setelah jelas bahwa ia adalah musuh Allah swt. (lihat surat al Taubah 114 )
Walid = Ayah Nasab (kandung)
Bedakan dengan kata walid (sebutan ayah dalam makna nasab/ kandung) seperti doa yang diajarkan Khalil ALLAH Ibrahim As. dan Doa ini muktabar dikalangan kita. Jelaslah bahwa Walid menunjukkan bahwa ia menuju pada Orang tua asli (kandung)
Ketika Nabi Ibrahim datang ke tempat suci Mekkah dan besama keturunan membangun kembali ka'bah, beliau berdoa,
"Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua walid- ku dan kaum mukminin di hari tegaknya hisab"( Ibrahim 41 ).
Kata " walid " hanya mempunyai satu makna yaitu yang melahirkan.
Dan yang dimaksud dengan " walid " disini tidak mungkin Azar, karena Nabi Ibrahim telah ber-tabarri (berlepas diri) dari Azar setelah mengetahui bahwa ia adalah musuh Allah (al taubah 114)
Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan walid disini adalah orang tua yang melahirkan beliau, dan keduanya adalah orang-orang yang beriman. Selain itu, kata walid disejajarkan dengan dirinya dan kaum mukminin, yang mengindikasikan bahwa walid- beliau bukan kafir. Ini alasan yang pertama.
Alasan yang kedua, adalah ayat yang berbunyi, " Dan perpindahanmu ( taqallub) di antara orang-orang yang sujud ".( al Syua'ra 219 ). Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah bahwa diri nabi Muhammad saww. berpindah-pindah dari sulbi ahli sujud ke sulbi ahli sujud.
Artinya ayah-ayah Nabi Muhammad dari Abdullah sampai Nabi Adam adalah orang-orang yang suka bersujud kepada Allah. (lihat tafsir al Shofi tulisan al Faidh al Kasyani 4/54 dan Majma' al Bayan karya al Thabarsi 7/323 ).
Nabi Ibrahim as. beserta ayah kandungnya termasuk kakek Nabi Muhammad saww. Dengan demikian, ayah kandung Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang ahli sujud kepada Allah swt.
Tentu selain alasan-alasan di atas, terdapat bukti-bukti lain dari hadis Nabi yang menunjukkan bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim as. bukan orang kafir.
Hingga timbul Pertanyaan Besar Siapa Ayah kandung Nabi Ibrahim As ?
As Sayyid Nikmatullah al Jazairi menjawabnya dalam kitab an Nur al Mubin fi Qashash al An biya wal Mursalin hal 270 mengutip az Zujjaj bahwa Ayahanda Nabi Ibrahim As bernama Tarikh.
Salam atas Khalil ALLAH yang suci..
Salam atas Nabi ALLAH Ibrahim alaihissalam..
Referensi:
Dinukil dari Buletin al Jawad edisi 1421 dan Kitab Adam hingga Isa (Sayyid Jazairi)
Dalam artikel ana jabarkan secara global seperti pemahaman umumnya. dalam penjabaran semi detail :
00 IBRAHIM
01 Isma'eel
02 Nabit
03 Yashjub
04 Tayrah
05 Nahur
06 Muqawwam
07 Udad
08 'Adnan
09 Mu'ad
10 Nizar
11 Mudar
12 Ilyas
13 Mudrika
14 Khuzayma
15 Kinana
16 Al Nadr (Al Quraysh)
17 Malik
18 Fihr
19 Ghalib
20 Lu'ayy
21 Ka'ab
22 Murra
23 Kilab
24 Qussayy (Real name: Zayd)
25 'Abdu Manaf (Real name: Al Mughira)
26 Hashim (Real name: 'Amr) as Banu Hashim
27 'Abdu Al Mutallib (Real name: Shaiba)
28 'Abdullah
29 MUHAMMAD saw
Fokus penjabaran Artikel adalah pemisahan dan pembedaan Nama Azaar (pembuat patung) dengan Ayahanda Mulia Nabi Ibrahim As Tarikh (seorang Muslim).
________________________________
Anda Putra Ali bukan Putra Rasul Saw!
Raja Harun al-Rasyid merasa terganggu jika mendengar masyarakat Muslim banyak memanggil Imam Musa al-Kazhim as dengan panggilan “Ibnu Rasul” yang artinya putra Rasulullah Saw, padahal menurutnya Rasulullah Saw tidak mempunyai keturunan laki-laki, sehingga menurut dia nasab Nabi Saw terputus.
Pada suatu kesempatan Harun al-Rasyid meminta Imam Musa al-Kazhim as untuk menemuinya.
Harun : “Mengapa Anda membiarkan masyarakat menasabkan diri Anda kepada Nabi Saw dan mereka memanggil Anda, “Ya Ibna Rasul – Wahai Putra Rasulullah” padahal, Anda adalah putra Ali (bukan putra Rasul), dan seseorang hanya dinasabkan kepada ayahnya. Sementara Fatimah hanyalah wadah. Nabi Saw adalah kakek atau moyang Anda dari pihak ibu Anda.”
Imam Musa : “Kalau Nabi Saw dibangkitkan, lalu menyampaikan kemuliaan Anda kepada Anda, akankah Anda menyambutnya?”
Harun : “Subhanallah! Mengapa saya tidak menyambut beliau? Saya akan membanggakan diri di hadapan bangsa Arab dan kaum non-Arab.”
Imam : “Akan tetapi, beliau tidak mengatakannya kepada saya dan saya pun tidak ingin mendahuluinya.”
Harun : “Anda benar. Akan tetapi, mengapa Anda sering mengatakan, “Kami keturunan Nabi Saw” padahal Nabi tidak memiliki keturunan? Sebab, keturunan itu dari pihak laki-laki, bukan dari pihak perempuan. Anda dilahirkan oleh putri Nabi (Fathimah). Oleh karena itu beritahukan kepada saya argumen Anda dalam masalah ini, wahai putra Ali. Anda dapat menegaskannya kepada saya dengan dalil dari Kitab Allah. Anda, wahai putra Ali, mengaku bahwa tidak turun dari kalian sedikit pun dari Kitab Allah itu, baik alif maupun wawu melainkan memiliki penakwilannya. Kalian berargumen dengan firman-Nya ‘Azza wa Jalla, “Tidaklah Kami alfakan sesuatu pun di dalam al-Kitab.” (QS al-An’am [6]: 38). Jadi, kalian tidak lagi memerlukan pendapat dan qiyas dari ulama lain.”
Imam : “Izinkanlah saya untuk menjawab.”
Harun : “Silahkan”
Imam : “Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. “Dan dari keturunannya (Nuh) yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Isa, dan Ilyas semuanya termasuk orang-orang yang shalih.” (QS al-An’am [6]: 84-85). Lalu, siapa ayah Nabi Isa?
Harun : “Isa tidak memiliki ayah.”
Imam : “Tetapi, mengapa Allah Azza wa Jalla menisbatkannya kepada keturunan para nabi melalui ibunya, Maryam as? Maka demikian pula kami (Ahlul-Bayt) dinisbatkan kepada keturunan Nabi Saw melalui ibu kami, Fathimah as! Maukah saya tambahkan penjelasannya?”
Harun: “Tentu!”
Imam : “Allah Swt berfirman, “Siapa yang membantahmu tentang kisah `Isa sesudah datang pengetahuan yang meyakinkanmu maka katakanlah (kepadanya), “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, perempuan kami dan perempuan kamu, diri kami dan diri kamu. Kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.” (QS Ali Imran [3]: 61). Tidak seorang pun mengaku bahwa ia disertakan Nabi Saw ke dalam jubah (al-kisa) ketika bermubahalah dengan kaum Nasrani kecuah Ali bin Abi Thalib as, Fatimah as, al-Hasan as, dan al-Husain as. Seluruh kaum Muslim sepakat bahwa maksud dari kalimat abna’ana (anak-anak kami) di dalam ayat mulia tersebut adalah Hasan dan Husain as, dan maksud nisa’ana (perempuan kami) adalah Fathimah al-Zahra as dan maksud kata anfusana (diri kami) adalah Ali bin Abi Thalib as.”
Harun : “Anda benar, wahai Musa!”
Referensi:
Dikutip dari Allamah al-Tabarsi Abu Manshur Ahmad bin Ali di dalam kitabnya al-Ihtijaj JUz 2.
________________________________
BENARKAH NABI SAW TERPUTUS KETURUNANNYA?
KETIKA Thahir, putra Nabi Saw dari Khadijah lahir dan langsung meninggal dunia, Amr bin Ash dan Hakam bin Ash justru bergembira ria sambil mengejek Nabi Saw dengan sebutan Al-Abtar, orang yang terputus keturunannya. [ 1]
Ejekan-ejekan mereka menyebar di kalangan kaum kafir Quraisy dan hal ini membuat Nabi Saw dan istri tercintanya, Khadijah as semakin berduka. Bagaimana tidak, tidak lama setelah kedua manusia mulia ini kehilangan seorang anak laki-lakinya, dua manusia berhati Iblis ini justru menyebarkan penghinaan terhadap Nabi Saw dengan sebutan yang sangat menyakitkan : Al-Abtar!
Namun Allah Swt tidak membiarkan kedua manusia (Rasul Saw & Khadijah as) yang dicintai-Nya ini terus dilarut duka. Allah Yang Maha Pemurah menurunkan sebuah surah yang diturunkan khusus untuk menghibur keduanya : Surah Al-Kautsar!
Tahukah Anda apakah Al-Kautsar itu? Apa isi surah ini sehingga Nabi Saw serta Sayyidah Khadijah merasa terhibur karenanya?
APAKAH AL-KAUTSAR ITU?
AL-KAUTSAR secara literal bermakna : Yang Berlimpah (abundance). Dengan wafatnya putra Rasulullah Saw dari Khadijah as tersebut, Allah SwT menghibur keduanya dengan Al-Kautsar, yaitu Sayyidah Fathimah! [2]
Melalui Sayyidah Fathimah as inilah keturunan Muhammad Saw berlanjut berlimpah-ruah sampai akhir zaman. [3]
Fakhrur Razi mengatakan bahwa, “Surah (Al-Kautsar) ini diturunkan untuk membantah pernyataan seorang kafir yang mencela Nabi Saw karena tidak mempunyai anak laki-laki, menjadi jelas bahwa makna yang diberikan di sini adalah bahwa Allah Swt memberi Nabi Saw keturunan yang akan abadi. Kita harus mengingat bahwa banyak pembantaian telah dilakukan terhadap keluarga Nabi, namun dunia masih dipenuhi oleh mereka; sementara Bani (keturunan) Umayyah punah kecuali beberapa orang yang tak berharga…” [4]
Al-Kautsar juga berarti sebuah sumber mata air atau telaga di Surga yang khusus Allah anugerahkan kepada Rasul Saw. Kadang-kadang Rasulullah Saw menyebut telaga karunianya ini dengan sebuatan : al-Haudh.
Diriwayatkan oleh Abu Bisyr di dalam Shahih Bukhari bahwa Said bin Jubair mengatakan bahwa Ibn Abbas menceritakan tentang al-Kautsar : “Al-Kautsar itu adalah “anugerah” yang Allah karuniakan kepada Rasulullah Saw.”. Lalu Abu Bisyr berkata kepada Said, “Tapi banyak orang mengatakan bahwa al-Kautsar itu adalah salah satu sungai (mata air) di surga.” Said menjawab, “Mata air surga itu adalah salah satu anugerah yang berlimpah ruah yang Allah karuniakan kepada Rasulullah Saw.” [5]
Masih di dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw meminta seorang Anshar agar mengumpulkan mereka (para sahabat Nabi) untuk berkumpul di sebuah tenda lalu beliau pun bersabda, “Bersabarlah sampai kalian menjumpai Allah dan Rasul-Nya dan aku akan menunggu kalian di Telaga (Al-Kautsar)” [6]
Dan yang paling menarik, masih di dalam kitab yang sama – Shahih Bukhari – Anas bin Malik menambahkan kalimat di atas dengan : “Namun kami tidak bersabar”[ 7]
NABI SAW TERPUTUS KETURUNANNYA?
Siapa pun yang menganggap Nabi Saw tidak memiliki keturunan dalam arti “silsilah beliau terputus karena beliau tidak memiliki seorang pun anak laki-laki” maka berarti ia tidak berbeda dengan kaum kafir Quraisy yang telah menghina Nabi Saw dengan sebutan al-Abtar. Allah SwT menyebut orang-orang yang berpikir bahwa Rasulullah Saw telah terputus keturunannya sebagai orang-orang yang membenci Rasulullah Saw, dengan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu (Muhammad) dialah yang terputus (keturunannya)” (Al-Quran Surah Al-Kautsar: 3)
Apakah Anda juga berpikir bahwa Nabi Saw tidak memiliki keturunan yang berlanjut? Saya berlindung kepada Allah SwT dari pemikiran seperti itu!
Al-Ash bin Wa’il, Abu Jahal dan Abu Lahab yang ketika mendengar putra Rasulullah saw, Al-Qasim wafat dalam usia balita, mereka mengejek Rasulullah sambil menyebarkan kabar bahwa “Muhammad adalah seorang al-abtar..!” (lelaki yang terputus keturunannya). Mendengar hal itu Rasulullah saw sangat bersedih hati. Maka turunlah ayat:
“Inna a’thaina kal kautsar. Fa shalli li Rabbika wan har. Innasya niaka huwal abtar.”
“Sungguh (hai Muhammad), Kami anugerahkan kepadamu “nikmat yang banyak”. Maka hendaklah engkau dirikan shalat semata-mata karena Tuhanmu., dan sembelihlah (ternak kurban). Sesungguhnya pembencimu itulah orang yang abtar (terputus keturunannya),
Sayyid Thabathaba’i, didlm Tafsir al Mizannya mengatakan bahwa makna “al-Kautsar” adalah “keturunan yang banyak” karena jika al-Abtar dimaknai “nikmat yang banyak”, maka maknanya menjadi tidak relevan dg asbabun nuzul atau latar belakang sebab turunnya ayat tsb.
BENARKAH PEREMPUAN TIDAK DAPAT MEMBERIKAN GARIS KETURUNAN?
Benarkah perempuan tidak dapat memberikan garis keturunan? Secara umum ya, tetapi secara khusus, Allah Swt memberikan keistimewaan kepada perempuan2 tertentu, misalnya Maryam as, ibunda Nabi Isa as.
“.. Dan dari keturunannya (Nabi Ibrahim a.s) ialah Daud, Sulaiman, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami beri balasan kepada ornag-orang yang berbuat baik. Kemudian (menyusul) Zakariya, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh.” (Quran Surah Al-An’am : ayat 84-85)
Ayat di atas memasukkan Isa putera Maryam sebagai putera keturunan Nabi Ibrahim as, padahal kita mengetahui bahwa Nabi Isa as tidak memiliki ayah.
Dan pada ayat Mubahalah :
“Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa sesudah datang ilmu , maka katakanlah : “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS Ali Imran ayat 61)
Di dalam Shahih Muslim, kitab al-Fadhail, bab min fadhail ‘Ali bin Abi Thalib, Juz. 2 hal. 360, Cet. Isa al-Halaby, disebutkan bahwa pada saat itu yang dibawa serta oleh Rasulullah Saw adalah : Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husain, padahal ayat di atas tidak menyebutkan cucu2 Nabi Saw, tapi “anak-anak kamu”. [7b]
Dan simak hadits di bawah ini dengan sungguh-sungguh:
“…Setiap anak memiliki penisbatan keturunan melalui ayahnya (‘ishbah) , kecuali kedua putra Fatimah (Hasan dan Husain) . Karena sesungguhnya akulah wali dan ishbah untuk keduanya!” (Hadits Riwayat al-Hakim dari Jabir) [8]
Di dalam Shahih Bukhari pun diriwayatkan bahwa suatu waktu Rasulullah Saw membawa al-Hasan (putra Fatimah) lalu beliau Saw bersabda, “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang Sayyid!” (Shahih Bukhari Jil. 4, Fadhail Al-Shahabah, Bab Manaqib al-Hasan, hadits no. 3746. Dalam edisi bahasa Inggris hadits no. 823) [9]
Dan memang di dalam kitab-kitab hadits mau pun sejarah telah tercatat bahwa Rasulullah saw senantiasa memanggil putra-putra Fatimah dengan panggilan: waladiy (anakku).
Jadi sekali lagi, jika sesorang berpikir bahwa keturunan Rasulullah Saw tidak berlanjut, maka orang itu sama dengan para pembenci Rasul Saw!
Saya berlindung dari yang demikian itu!
Allahumma shalli ‘ala Muhammadin wa aali Muhammad!
CATATAN KAKI :
1. Tafsir Ayatullah Mahdi Pooya ttg Surah Al-Kautsar. Sedangkan menurut Tafsir Singkat Ayatullah Makarim Syirazi, beliau mengatakan bahwa orang yang menghina Nabi Saw dengan perkataan Al-Abtar adalah : Al-Ass ibn Wa’il al-Sahmi. (Tafsir Singkat Ayatullah Makarim Syirazi ttg Surah al-Kautsar)
2. Fakhrur Razi di dalam Tafsir Fakhrur Razi-nya; Al-Thabarsi di dalam Majma al-Bayan-nya, dan Ayatullah Makarim Syirazi di dalam tafsir singkatnya.
3. Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 30, Surah Al-Kautsar.
4. Abu Muhammad Ordoni, Fatima The Gracious, Ahlul Bait Digital Library.
5. Shahih Bukhari Jil. 6, hadits no. 490. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ibn Jarir, dan Al-Suyuthi di dalam Durr al-Mantsur-nya.
6. Ibid, Jil. 9, hadits no. 533
7. Ibid, Jil. 4, hadits no. 375
Tentu saja maksud Anas bin Malik dengan kata-kata “Namun kami tidak bersabar” berhubungan erat dengan pesan terakhir Rasulullah Saw pada saat Hajji Wada’. Saat itu Rasulullah Saw berpesan, “Kiranya telah dekat saatnya aku dipanggil (oleh Tuhanku) dan aku segera memenuhinya. Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian al-Tsaqalain (2 perkara yang berharga) Kitab Allah dan ‘Itrah, Ahlul Baitku. Kitab Allah adalah tali yang terbentang daripada langit ke bumi dan ‘Itrahku Ahlu l-Bait. Sesungguhnya Allah SWT memberitahuku tentang kedua-duanya. Sesungguhnya kedua-duanya tidak akan berpisah sampai dikembalikan kepadaku di (telaga) al-Haudh. Maka kalian jagalah baik-baik kedua peninggalanku itu.” (Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya dari Sa’id al-Khudri. Sedangkan Tirmidzi, Al-Hakim dan Al-Thabari juga meriwayatkannya namun dari Zaid bin Arqam)
7b. Hadis2 lainnya yg meriwayatkan peristiwa Mubahalah tsb antara lain :
– Shahih Tirmidzi Juz 4, hal. 293, hadis no. 3085, dan Juz 5, hal. 103, hadis no. 3808.
– Mustadrak ala Shahihain li al-Hakim, 3:150.
– Musnad Ahmad bin Hanbal 1:185, dan 3:97.
– Tafsir al-Thabari 3:299
– Tafsir al-Kasyaf li al-Zamakhsyari 1:368
– Tafsir Ibn Katsir 1:370-371
– Fathul Qadir li al-Syaukani 1:347
– Tafsir Al-Fakhrur Razi 2:699
– Dan masih banyak lagi yang belum saya cantumkan.
8. Thabrani juga meriwayatkan hadits serupa dari Sayyidah Fatimah Az-Zahra as. Thabrani juga meriwayatkan hadis lainnya dari Umar dengan lafaz yang berbeda: “…Setiap anak penisbatan keturunan mereka ikut sang ayah, kecuali putra Fatimah. Akulah ‘ishbat (marga) mereka sekaligus ayah mereka!”(Al-Hakim juga meriwayatkan hadits ini di dalam kitab haditsnya Mustadrak Al-Shahihain Jil. 3 hlm. 54).
9. Lihat Fathul Bari 7:94
- Tirmidzi, Al-manaqib Bab Manaqib al-Hasan wal Husain Jil.5 hlm. 616, hadits no. 3773.
- Abu Dawud misalnya di dalam kitabnya : Sunan Abu Dawud, Bab. 31, hadits no. 4276; Bab 35, hadits no. 4645.
*** SELESAI ***
Referensi:
- Al-Nasaiy 3 : 107 dalkam Al-Jumu’ah Bab : Khutbah Pemimpin Kepada Rakyatnya di atas mkimbar.
- Thabarani hadits no. 2588, 2592, 2593.
- Ahmad hadits 5:38, hadits no. 44, 49, 51.
(Syiah-Ali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email