Pesan Rahbar

Home » , , , , , , » Al Quran dan Hadis Hanya Memuji Sahabat Yang Bersifat Khusus, Tidak Untuk Seluruh Sahabat

Al Quran dan Hadis Hanya Memuji Sahabat Yang Bersifat Khusus, Tidak Untuk Seluruh Sahabat

Written By Unknown on Wednesday, 27 August 2014 | 20:58:00


Sunni menganggap perselisihan shahabat   adalah berdasarkan ijtihad. jika benar dapat 2 pahala, jika salah dapat 1 pahala. Apakah semua sahabat memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad ? termasuk yang munafik ? Pendapat bahwa jika ijtihad benar dapat 2 pahala, jika salah dapat 1 pahala itu dari manakah (hadis bukan) ?
 
Kemudian apakah bila kesalahan itu menyebabkan dosa besar seperti membunuh sesama muslim dapat ditutupi (impas) dengan pahala yang satunya ?  Doktrin meng`udul`kan setiap sahabat adalah pembelaan terhadap pemberontakan muawiyah dan menilainya bukan nawashib.
 
Anda melarang mengkritik sahabat ?Mungkinkah dalam perang yang memakan lebih dari 1000 orang muslim hanya persoalan ijtihadiyah belaka karena ke dua belah pihak sama-sama benar ?kalian dengan tanpa dasar mengatakan bahwa seluruh sahabat tanpa terkecuali adalah telah mendapat ridha Allah dan mereka puntelah ridha kepada Allah! Omong kosong!!!!!!!.
 
Tidak semua sahabat telah diridhai Allah dan meridhai Allah… tidak jarang dari mereka yang dilaknat, dicela dan divonis kemunafikannya. jadi mana buktinya kalau seluruh sahabat itu telah diridhai Allah. Ayat ayat yang akan kamu bawa-bawa tidak mengena, ia bersifat khusus tidak untuk seluruh sahabat.Kalau sahabatnya memang salah menurut Al Qur’an dan Sunah lalu bagaimana? Apa tetap akan dibenarkan?Ada sahabat berbohong kepada Nabi saw. (seperti Walid sahabat kebangaan kaum Wahabi) sehingga Allah menurunkan ayat yang menegasakan kefasikannya, apakah juga mau dibela dan diebenarkan?

syiah-lah yang benar2 mengikuti sunnah Nabi saw yaitu berpegang teguh kepada Al-Quran dan Ahlul Baitnya yang suci.Insya Allah para pencinta Rasulullah saw dan keluarganya yang suci akan digabungkan bersama mereka… Amien.

Syi’ah Caci Maki Sahabat Dan Istri Nabi ??? tidak ada tuh anjuran mencaci sahabat, yg ada mengkoreksi “kemaksuman” sahabat ! para sahabat tidak hanya saling menghina tetapi juga saling membunuh


Apakah mungkin Al Quran menyuruh kita mempedomani orang yang yang menghunus pedang perang melawan Ali ??

tidak ada tuh anjuran mencaci sahabat, yg ada mengkoreksi “kemaksuman” sahabat
karena di syiah tidak ada doktrin keadilan sahabat (salah dapet 1 bener dapet 2 pahala) …
Sunni memaksumkan PARA SAHABAT !!! Dengan teori “salah ijtihad dapat 1 pahala, benar ijtihad dapat 2 pahala”, walaupun perang jamal Ali vs Aisyah dan perang shifin Ali vs muawiyah menghasilkan puluhan ribu muslim mati saling serang lho …

maka sahabat2 versi syiah ada yg bener ada yg salah
yg bener yah diteladani sementara yg salah yah gak boleh diikuti – simple
karenanya mereka bisa tegas menunjukkan siapa yg salah dalam perang jamal & shiffin tanpa sungkan sama sahabat.

sunni  mengkafirkan orangtua & paman Rasulullah = menyakiti hati syiah.
salah satu lagi beda syiah adalah imamah – ada hubungannya dgn kekalifahan juga
kalo syiah bilang imam2nya maksum kenapa juga sunni ribut … wong sunni  gak mengakui imamah versi mereka.
toh di sunni juga sahabat2 utama juga terbebas dari dosa (bisa dikatakan maksum juga) dgn doktrin ijtihad salah dapet 1 pahala bener dapet 2 pahala.
– perang jamal Ali vs Aisyah = sama2 gak dosa (yg salah tetep dapet 1 pahala).
– perang shifin Ali vs muawiyah = sama2 gak dosa (yg salah tetep dapet 1 pahala).

tuh kejadian menghasilkan puluhan ribu muslim mati saling serang lho …
toh nyatanya sahabat2 utama tetep gak dosa khan? (gada beda sama maksum),
karena gada doktrin keadilan sahabat maka syiah sah2 saja menyalahkan pihak2 yg berseberangan dgn panutannya (amirul mukminin / khalifah Ali bin abu thalib).


Janganlah Kalian Kembali Kafir Setelahku, Kalian Saling Membunuh Sebagian Dengan Sebagian yang Lain.

Sunni menyatakan : Aisyah cs dan Mu’awiyah cs yang membantai pasukan Imam Ali dalam Perang Jamal dan Perang Shiffin tidak bersalah, kalaupun salah itu cuma salah ijtihad yang berpahala.

Apakah komentar Nabi SAW tentang doktrin sunni ???
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda : “Janganlah kamu kembali kafir saling membunuh sepeninggalku”. (HR., Bukhari (6166, 6868, 7077) dan Muslim (66) dari Ibnu Umar ).

Hadits ibnumajah 3932:

لا ترجعوا بعدي كفارا يضرب بعضكم رقاب بعض

Janganlah kalian kembali kepada kekafiran sepeninggalku dgn saling memerangi antara sesama kalian.

Hadits ibnumajah 3933:

ويحكم أو ويلكم لا ترجعوا بعدي كفارا يضرب بعضكم رقاب

Celakalah kalian -atau binasalah kalian-, janganlah kalian kembali kepada kekufuran sepeninggalku, yaitu dgn saling berperang di antara kalian.

 Baca Al Quran

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknati serta menyediakan azab yang besar baginya (qs.AniNisa : 93).

Nubuwwat Rasul dalam hadis : “Kalian (para sahabat) akan mengikuti jalan jalan orang yang datang sebelum kalian (Yahudi dan Nasrani)  sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal, seinci demi seinci…”. Mengapa Nabi menyamakan sahabat sahabat nya dengan kaum Yahudi dan Nasrani ?? karena sebagian besar sahabat nya akan berpaling kecuali sedikit seperti umat Musa AS dan Isa AS.

Sudah merupakan sunnatullah bahwa di sahabat Nabi SAW  ada yang terjerumus ke dalam kesesatan, dengan cara mengikuti langkah-langkah orang-orang sebelum mereka dari kalangan ahli kitab dan musyrikin. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW :
“Kalian pasti akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal atau sehasta demi sehasta, sampai walaupun mereka masuk ke dalam lubang dhabb, kalian pun memasukinya.” Para shahabat bertanya: “Apakah yang dimaksud adalah Yahudi dan Nashara?” Beliau menjawab: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (Muttafaqun ‘alaihi dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri).

Kafir versi syi’ah mengikuti kafir versi Nabi…
Jadi syi’ah bukan mengkafirkan sahabat dalam arti sahabat keluar dari Islam…
Kafir / murtad versi syi’ah adalah banyak sahabat Nabi SAW tidak patuh pada wasiat Nabi SAW !.
 
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata,  Rasulullah saw. bersabda, “Mencela seorang muslim adalah perbuatan fasik dan memeranginya adalah perbuatan kufur,” (HR Bukhori [48] dan Muslim [64]).
.
Diriwayatkan dari Jarir r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Janganlah kalian kembali menjadi kafir setelahku nanti sehingga kalian saling bunuh membunuh’,” (HR Bukhori [121] dan Muslim [65]).Diriwayatkan dari Abu Bakrah r.a, bahwasanya Nabi saw. pernah bersabda, “Apabila dua kelompok kaum muslimin saling berhadapan dan saing mengacungkan pedang maka pembunuh dan yang dibunuh tempatnya di Neraka.” Aku bertanya, “Ya Rasulullah kalau si pembunuh tempatnya di neraka, tetapi mengap orang yang dibunuh juga?” Beliau menjawab, “Karena ia juga berusaha membunuh lawannya,” (HR Bukhori [31] dan Muslim [2888]). 
 
Murtad atau kafir  bermakna : “mengkhianati janji setia atau meninggalkan wasiat atau membelot dari kesetiaan” dan tidak di artikan keluar dari agama islam (bukan kafir tulen, bukan murtad tulen).  Syiah meski memiliki beberapa kritikan terhadap para khalifah namun mereka tidak memandangnya sebagai orang murtad. Apabila pada sebagian riwayat Ahlusunnah terdapat penyandaran kemurtadan terhadap para sahabat Rasulullah Saw maka Syiah tidak memaknainya sebagai kemurtadan dalam pengertian teknis teologis.hadis tentang murtadnya para sahabat kecuali 3, 4 atau 7 hanyalah hadis yang bersifat situasional saja, bukan bersifat menyeluruh (fi’il madhi) . Penyebutan nama sahabat yang tidak murtad berjumlah 3, 4 atau 7 tidaklah dimaksudkan bahwa yang selain nama nama tersebut bukanlah Syi’ah Ali. Buktinya Nabi SAW memuji Hujr bin Adi, Zaid bin Arqam  dan Jabir bin Abdullah Al Ansari . Jadi membaca hadis syi’ah jangan sepotong sepotong. Syi’ah bukan golongan pen takfir seperti Khawarij. Syi’ah Ali memang hanya segelintir orang namun nama namanya  TiDAK TERBATAS UNTUK Di SEBUTKAN, bukan 3 – 4 atau 7. Jika ada orang yang beranggapan bahwa syi’ah Ali hanya berjumlah 7 orang maka orang tersebut SESAT MENYESATKAN karena menentang hadis hadis Nabi SAW.
 
Para sahabat adalah manusia biasa; mereka juga bisa digoda oleh Iblis dan Setan dan mereka juga bisa mengikuti hawa nafsu mereka sendiri; sehingga para sahabat tidak hanya saling menghina tetapi juga saling membunuh di dalam perang Riddah, perang Siffin, perang Jamal dan perang perang yang lain.

SUNAN IBN MAJAH Kitab Muqoddimah no 145;
Abu Hurairoh melaporkan bahwa Rasulullah berkata: “Barangsiapa yang memerangi Ali, Fatimah, Hasan dan Husian; maka saya akan memerangi mereka. Barangsiapa yang berdamai dengan Ali, Fatimah, Hasan dan Husain; saya akan berdamai dengan mereka!”

Kaum Ahlul Sunnah Wal Jamaah adalah penghianat Rasulullah yang nyata; sehingga Kaum Sunni rajin membela para sahabat yang memerangi Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.

SHOHIH MUSLIM, Kitab Iman;
Abu Hurairoh melaporkan bahwa Rasulullah berkata: “Baransiapa yang memerangi kami (Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain); seungguhnya mereka bukan dari kami (bukan beragama Islam karena Munafiq)!”

ASSOHAABATU ROSULILLAH (perkawanan utusan Tuhan).
SHOHIB = sahabat, kawan, pemilik, penghuni dll.
ASHABU = sahabat2, kawan2, pemiliki2, penghuni2 dll.
ALLAH dan Rasululllah menggunakan kosa kata SAHABAT untuk mereka yang masuk api neraka (Nar) dan juga untuk mereka yang masuk surga (Jannah).

ALQURAN 7:50;
ASHABU NAR (sahabat2 di api neraka) berkata kepada ASHABU JANNAH (sahabat2 di dalam surga): “Berikanlah sedikit air dan makanan yang telah diberikan oleh ALLAH kepada kamu!”

ALQURAN 5:10;
Orang2 Kafir yang mendustakan ayat ayat kami (AlQuran) sesungguhnya mereka ASHABU AL JAHIM (sahabat2 di dalam neraka Jahim).

Jika kita membaca semua ayat di dalam AlQuran tentang SAHABAT; maka kita akan bisa melihat dengan jelas dan dengan mudah; bahwa kosa kata SAHABAT dipergunakan untuk mereka yang masuk api neraka dan dipergunakan untuk mereka yang masuk surga.

Kaum Sunni adalah para penghianat Rasulullah; sehigga Ulama Sunnah hanya menggunakan kosa kata sahabat untuk mereka yang masuk surga; padahal kosa kata sahabat dipergunakan oleh ALLAH dan Rasulullah untuk mereka yang masuk surga dan juga untuk mereka yang masuk api neraka.

Perbuatan yang yang sangat buruk yg dilakukan oleh sebagian dari sahabat yang tidak pernah n tidak mungkin terjadi di ummat setelah mereka. Perbuatan buruk dan sangat tercela itu adalah:
1.menyakiti hati nabi.
2.menyakiti hati ahlulbait (alkisa).
3.membunuh sahabat mulia rosul.

Adakah lg yg bisa melakukannya dizaman ini?
Tentu tdk ada,Tp kenapa masih ada saja yg mengatakan bahwa sahabat pd waktu itu adalah ummat terbaik.

Padahal perbuatan mulia ummat sekarang ini tdk akan pernah dapat dibuat oleh sahabat adalah:
1.mengimani rosul sedang ummat skrg ini tdk pernah melihat rosul
2.mengimani keutamaan ahlulbait rosul sedang ummat ini tdk pernah melihatnya
Jadi kenapa mesti dikatakan sesat ketika kita mengkritisi sahabat yg berbuat salah..?
bukankah ada hal2 yg kita jg lebih baik dari mereka n ada juga hal2 mereka lebih buruk perbuatannya dr kita?

Wahabi berkepentingan dengan konsep semua sahabat adil. Karena nenek moyang ibnu wahhab adalah muawiyah dan puak bani umayyah.
Wahhabi dengan berbagai Cara menurunkan derajat ahlul bait dan meninggikan keluarga laknat, umayyah. Wahabi biadab.
Wahabi mengatakan ayahanda nabi muhhamad sebagai kafir tetapi mengatakan tauhid rububiyah kepada nenek moyang muawiyah. Wahabi biadab.

Wahabi berkata rasulullah tidak meninggalkan warisan kecuali ilmu Dan kenabian. Ketika dikatakan bahwa berarti fatimah Dan keturunan pewaris nabi Dan keilmuan. Tetapi wahabi menjawab tidak sebab ulama-lah pewaris para rasulullah. Dengan ini wahhabi hendak mengambil semia keutamaan Ahlul bait Dan memberikannya kepada ulama jahat macam Bin Baz, utsaimin, abdul wahhab, dll. Wahabi biadab.

Wahabi menghancurkan rumah Rasul Dan semua peninggalan Rasullah dg alasan syirik tapi membangun monumen Utsaimin untuk mengingat Utsaimin. Wahabi biadab.
Maulid nabi diharamkan, haul para wali disyirikkan tetapi haul Utsaimin diteggakkan. Wahabi biadab.
Amerika dibuatkan pangkalan militer, orang amerika dan inggris disambut bak raja tetapi saudara sendiri, para TKW dari Indonesia diperkosa bak binatang oleh Arab Saudi wahabi. Tahun 2010 saja menurut data buruh migrant, setiap hari terjadi 2 kasus perkosaan di Arab Saudi. Hitung saja berapa kasus perkosaan selama setahun. Wahabi biadab

Dan apa kata Rasulullah saww tentang Sahabatnya :Nabi SAWW bersabda , “Sesungguhnya ada dua belas orang pada sahabatku yang tergolong munafik” (Sahih Muslim 4/2143 hadis ke-2779).

Renungkanlah bagaimana mungkin pahaman kalian bahwa wajib untuk patuh kepada semua Sahabat (Sa’ira Ashab al-Nabi) (al-Asy’ari, al-Ibanah, hlm. 12) adalah benar setelah ayat al-Qur’an dan Sabda Nabi Muhammad SAWW telah menentang pahaman kalian.

Mungkinkah Allah akan memuliakan hamba-Nya yang ‘tanpa kehendaknya (ikhtiyar)’ telah terlahir di zaman Rasul hatta mereka telah berani menentang sebagian perintah Ilahi, dibanding seorang hamba yang berilmu dan bertakwa namun dia ditakdirkan untuk terlahir di zaman yang jauh dari kehidupan Rasul? Jangan sampai kalian kembali mendahulukan Sunnah Sahabat daripada ayat al-Qur’an dan Sabda Rasul-Nya , hanya berdasarkan Ijma para Ulama kalian atau bahkan Fatwa para Ulama kalian yang bertentangan dengan Nash.
Sebenarnya masalah yang masih mengganjal dan memicu pertentangan antara Sunni dan Syiah adalah pandangan terhadap para sahabat ini.

Saya tidak habis pikir kenapa Ahlu Sunnah begitu mati-matian tidak mau melihat kenyataan dalam riwayat2 yang sahih bahwa tidak semua para sahabat itu soleh. Kenapa harus men”dogma”kan pandangan bahwa semua sahabat adil ?

Saya rasa kunci untuk menghilangkan pertentangan antara Sunni dan Syiah adalah kesadaran pengikut Ahlu Sunnah untuk meninggalkan dogma tsb dan secara gradual mau melihat petunjuk2 baik dalam AlQuran maupun hadis bahwa diantara para sahabat ada yang soleh ada pula yang tidak soleh atau ada sahabat sejati ada juga sahabat yg khianat. Dan ini fakta yang wajar berlaku di mana-mana dan kapan saja. Dan di pihak lain Syiah juga harus menahan diri untuk tidak terlalu “memojokkan” citra sebagian para sahabat yg memang sudah terpojok itu.

Kalau kita menyadari bahwa pandangan terhdp para sahabat itu bukan bagian dari keimanan dan keislaman kita, maka buat apa sih kita secara mati2an membela sebagian para sahabat yg dalam hadis dikatakan saling mencela bahkan saling berperang dan tidak setia kpd Nabi saw ?

Adakah dalil yg mengatakan bahwa mengagungkan seluruh sahabat akan membuat kita masuk sorga ?
…diantara para sahabat ada yang soleh ada pula yang tidak soleh atau ada sahabat sejati ada juga sahabat yg khianat.

Ini adalah salah satu (saja) tahapan transformasi seorang muslim untuk menjadi mu’min sejati. Ketika Alloh memberikan furqon kepada urusan haq dan bathil, maka kita harus faham bahwa dahulu kala ada sahabat nabi yang berada di posisi haq dan ada yang diposisi bathil. Jika kita salah menempatkan posisi seseorang pada maqom haq atau maqom bathil, maka kita akan disebut oleh Al-Quran sebagai ORANG YANG BERIMAN KEPADA BATHIL.

Selamat merenung , semoga Allah belum membutakan mata hati (karena berulang kali menyakiti Allah dan Rasul-Nya) sehingga sama sekali sudah tidak mampu lagi melihat kebenaran.

Kitab Ibnu Qutaibah dan Kutukan Imam Ali kepada Anas bin Malik.

Diakhir Kitâb Al-Ma’ârif karya Ibnu Qutaibah, ada bagian tentang “Al-Barash” di mana ia mendaftar orang-orang terkenal yang terkena penyakit leprosy [lepra/kusta] atau leukoderma selama masa hidupnya. Daftar pertama adalah Anas bin Malik, sahabat Nabi saw., dan penulis mencatat sebuah peristiwa yang menunjukkan bahwa penyebab penyakit ini adalah kutukan Imam Ali as.Menurut terbitan edisi Mesir, ada sebuah kalimat di akhir kisah itu di mana Ibnu Qutaibah menyatakan keraguan tentang keasilan peristiwa ini. Tapi keraguan ini tidak dapat ditemukan dalam manuskrip tua kitab itu yang berusia 700 tahun di Perpustakaan Inggris!.

Sumber PernyataanAl-Ghadir fî al-Kitâb wa as-Sunnah wa al-Adab, Allamah al-Amini, edisi Beirut, jilid 1, hlm. 235.

Analisis dan Bukti;


Ibnu Qutaibah Ad-Dinawari hidup antara tahun 213 dan 276 Hijriah. Ia merupakan ulama Suni awal yang terkenal dengan banyak karya penting dalam ilmu Quran dan hadis. Karyanya, Kitâb Al-Ma’ârif mendaftar kisah dan informasi biografi tentang berbagai muslim dari abad sebelumnya.Peristiwa dapat dilihat di bawah ini, sebagaimana diterbitkan oleh edisi Mesir:Kitâb Al-Ma’ârif, Ibnu Qutaibah Ad-Dinawari (w. 276 H), hlm. 251.

Kairo: Matba’at Al-Islâmiah, 1353 H/1935 M.
Al-Barash (Lepra atau Leukoderma).
Anas bin Malik memiliki (penyakit) al-barash di wajahnya. Orang-orang menyebutkan bahwa Ali radhiallâh ‘anhu bertanya padanya tentang ucapan Rasulullah saw., “Ya Allah, pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Dia (Anas) berkata, “Saya sudah tua dan telah lupa.” Maka Ali berkata, “Kalau Anda berbohong, maka Allah menyerangmu dengan (warna) keputihan yang bahkan tidak bisa ditutupi dengan serban.”

Abu Muhammad berkata: Tidak ada dasar untuk ini.
Perlu dicatat bahwa Abu Muhammad adalah patronim atau kuniah Ibnu Qutaibah sendiri. Oleh karena itu akan terlihat bahwa Ibnu Qutaibah memasukkan sebuah kisah tapi kemudian ia berkomentar bahwa ia tidak benar-benar berpikir tentang kebenaran di dalamnya.

Lalu apa masalah dengan pernyataan ini?
Pertama, Allamah Al-Amini dalam Al-Ghadir jilid 1 halaman 236, menunjukkan bahwa dari awal sampai akhir Kitâb Al-Ma’ârif, tidak ada tempat lain di mana Ibnu Qutaibah menyebutkan sesuatu kemudian menyebutkan keraguan! Gaya kitab itu dengan jelas menunjukkan bahwa penulis hanya mencantumkan apa yang ia percaya adalah benar.

Kedua, ulama terkenal Suni Muktazilah, Ibnu Abil Hadid (w. 656 H), menulis:
Syarh Nahj Al-Balâghah, Ibnu Abil Hadid Al-Mu’tazili (w. 656 H), jil. 3, hlm. 338;


… Ibnu Qutaibah telah menyebutkan riwayat tentang lepra/leukoderma (hadis al-barash) dan kutukan Amirul Mukminin Ali kepada Anas bin Malik, dalam Kitâb Al-Ma’ârif bab “Al-Barash min A’yan Ar-Rijâl”, dan Ibnu Qutaibah tidak bisa dituduh karena memihak pada Ali as., karena ia terkenal menjauh darinya.
Hal ini terlihat bahwa salinan Kitâb Al-Ma’ârif yang Ibnu Abil Hadid lihat tidak berisi kalimat terakhir yang muncul pada edisi Mesir di atas.

Akhirnya, terdapat sebuah versi kuno Kitâb Al-Ma’ârif dalam bentuk naskah berusia 700 tahun yang membenarkan kecurigaan kami.

Kitâb Al-Ma’ârif, Ibnu Qutaibah Ad-Dinawari (w. 276 H), folio 118r.
Manuskrip: Referensi katalog Perpustakaan Inggris, 1491.
Tertanggal hari akhir Syakban, 710 H (1310 M).


Anas bin Malik memiliki (penyakit) al-barash di wajahnya. Orang-orang menyebutkan bahwa Ali shalawâtullâh ‘alaih bertanya padanya tentang ucapan Rasulullah saw., “Ya Allah, pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Dia (Anas) berkata, “Saya sudah tua dan telah lupa.” Maka Ali berkata, “Kalau Anda berbohong, maka Allah menyerangmu dengan (warna) keputihan yang bahkan tidak bisa ditutupi dengan serban.”

Bandingkan keluaran teks ini baik-baik dengan keluaran teks Mesir di awal. Meskipun halaman dari manuskrip ini memiliki peristiwa lengkap kutukan Imam Ali as terhadap Anas bin Malik dan penyakitnya, tidak ada tanda-tanda tuduhan komentar: “Abu Muhammad: Tidak ada dasar untuk ini.”!
Juga perhatikan penghormatan shalawâtullâh ‘alaih yang digunakan untuk Imam Ali yang tidak ditemukan dalam edisi Mesir!

Tapi tanpa rantai riwayat lengkap (isnad) bagaimana kita bisa percaya?
Kitâb Al-Ma’ârif bukanlah kitab yang mengutip rantai riwayat lengkap untuk isinya. Fakta bahwa Ibnu Qutaibah, seseorang yang terkenal karena kekecewaannya terhadap Imam Ali as., tetap mengutip kisah tersebut menyiratkan bahwa ia merasa pasti akan kebenarannya.

Apakah ada sumber lain tentang peristiwa ini?
Ada beberapa tempat di mana kita bisa menemukan peristiwa kutukan Imam Ali dengan rantai riwayat lengkap dan terpercaya. Hal ini telah diteliti dengan lengkap oleh Allamah Al-Amini dan bisa dilihat di Al-Ghadir, edisi Beirut, jil. 1, hlm. 207-238.

Kapan Nabi saw. mengatakan untuk Ali, “Ya Allah, jadilah wali bagi yang mewalikannya…”?
Kalimat ini adalah bagian dari peristiwa Ghadir Khum ketika Imam Ali as. dengan jelas ditunjuk sebagai pelanjut Nabi dihadapan umat muslim. (Lihat sumber terpercaya lain untuk sejarah tersebut).

Kesimpulannya, terlihat bahwa seseorang di manapun ia berada berusaha untuk mencampuri kebenaran dengan memasukkan pernyataan bohongan dan dihubungkan kepada kitab Ibnu Qutaibah
Omongan siapa yang harus kita dengar ??
Omongan Nabi SAW ataupun omongan kaum sunni ??


Di awal pemerintahan, sejumlah orang yang masih belum mengenal Islam secara benar dan memiliki gaya berpikir layaknya politikus dan diplomat Internasional, menemui Imam Ali. Mereka menyatakan, “Pemerintahan baru baru saja berdiri, dan Anda amat memerlukan kekuatan untuk memperkokoh sendi-sendi pemerintahan. Menurut hemat kami, usaha terbaik Anda adalah membagi-bagikan harta baitul mal kepada para pemimpin, pembesar dan sanak keluarga. Dengan begitu, niscaya mereka tidak akan menentang Anda.”.

Imam Ali As menjawab, “Apakah kalian berharap orang yang seperti aku ini akan memperkokoh sendi-sendi pemerintahan dengan kezaliman dan penindasan??? Apakah dengan kaki syirik, kita dapat melangkah menuju tauhid?. Aku menerima kepemimpinan ini justru kumaksudkan untuk menyapu bersih ketidak adilan !”. Kisah ini dinukil oleh Prof. Muhsin Qiraati dalam salah satu bukunya.

Kita mengamati masyarakat Indonesia telah dan sedang disibukkan oleh pemilihan kepala daerah untuk memegang tampuk kepemimpinan di daerah masing-masing beberapa tahun kedepan. Yang jelas, siapa pun yang terpilih, tugas dan tanggungjawab besar telah menanti. Harapan kita, pemimpin terpilih melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya demi meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Dalam upaya mengangkat harkat, martabat, serta ekonomi masyarakat, tiada ada jalan lain kecuali memihak pada kepentingan rakyat. Masyarakat di daerah manapun, tuntutannya sederhana, bisa hidup layak.

Mereka tak banyak menuntut yang berat-berat, bila kehidupan ekonominya memadai. Sebaliknya, jika kesenjangan ekonomi semakin lebar, bukan tidak mungkin tuntutan demi tuntutan bakal bermunculan. Jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin yang makin lebar merupakan masalah krusial yang sering menjadi pemicu berbagai persoalan lain. Artinya, fokus kerja pemerintah ke depan setidaknya memperkecil jurang itu.Ada baiknya, kita belajar dari orang-orang besar terdahulu, bagaimana mereka menjalankan amanah kepemimpinannya. Izinkan saya, menyodorkan sosok Imam Ali as, sebagai panutan. Manusia suci yang memiliki banyak keutamaan, sepupu sekaligus menantu Rasulullah, yang ayahnya banyak memberikan pembelaan dan mendukung sepenuhnya perjuangan Rasulullah di awal-awal penyebaran Islam. Yang menyerahkan diri sepenuhnya terhadap perjuangan dan penegakan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan memulainya di usia yang teramat muda, usia yang seharusnya ia bermain-main sebagaimana anak-anak kebanyakan.

Thomas Carlyle menggambarkan, “Ketika Nabi Islam itu pertama-tama menyampaikan risalahnya kepada kaum kerabatnya, maka semuanya menolaknya. Kecuali Ali, waktu itu masih berusia 10 tahun, yang bangkit memenuhi dakwah nabi dan berikrar setia kepadanya.”.

Ia menambahkan, “Tangan kecil itu bergabung dengan tangan yang besar, dan mengubah jalan sejarah”. Keluasan ilmu Imam Ali Ra tidak diragukan oleh siapapun, lewat sabdanya Rasul memuji, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah gerbangnya.” Sabda Nabi ini dibenarkan oleh para sahabat yang menyaksikan sendiri betapa Ali adalah satu-satunya orang sepeninggal Nabi yang menjadi rujukan dalam berbagai hal. Bahkan para khalifah, khususnya khalifah Umar bin Khattab sering meminta pendapat Ali dalam memghambil keputusan. Lebih jauh Umar mengatakan, “Jika tidak ada Ali maka celakalah Umar”. Tentang Imam Ali, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya posisi Ali disisiku sebagaimana posisi Harun di sisi Musa, hanya saja tidak nabi sesudahku”.Saya ingin mencoretkan kembali dalam kanvas sejarah tentang perjuangan, kepahlawanan dan keteguhan Imam Ali ra memegang prinsip keadilan yang diyakininya, yang karena rekayasa sosial menjadi banyak terlupakan. Lewat kolom yang terbatas ini, saya mengajak siapapun untuk melirik gaya kepemimpinan beliau. Sebagaimana kisah di atas, Imam Ali Ra menerima kepemimpinan dengan maksud untuk menyapu bersih ketidak adilan. Kebijakan pertama yang dilakukan diawal pemerintahannya adalah mencopot para pejabat yang tidak layak lalu mengganti mereka dengan orang-orang yang cakap dan adil.

Imam Ali yang dikenal dengan keadilannya juga mencabut undang-undang yang diskriminatif. Beliau memutuskan untuk membatalkan segala konsesi yang sebelumnya diberikan kepada orang-orang Quraisy dan menyamaratakan hak umat atas kekayaan baitul mal. Sikap inilah yang mendapat penentangan sejumlah orang yang selama bertahun-tahun menikmati keistimewaan yang dibuat oleh khalifah sebelumnya. Ketidakpuasan itu kian meningkat sampai akhirnya mendorong sekelompok orang untuk menyusun kekuatan melawan beliau.

Thalhah, Zubair dan Aisyah berhasil mengumpulkan pasukan yang cukup besar di Basrah untuk bertempur melawan khalifah Ali bin Abi Thalib. Perang tak terhindarkan. Ribuan nyawa melayang sia-sia, hanya karena ketidakpuasan sebagian orang terhadap keadilan yang ditegakkan oleh Imam Ali As. Pasukan Ali berhasil memukul mundur pasukan yang dikomandoi Aisyah, yang saat itu menunggang unta, karenanya perang ini dikenal dengan nama perang Jamal.

Aisyah alah dalam peperangan. Sebagai pemimpin yang bijak, Imam Ali As memaafkan mereka yang sebelum ini menghunus pedang untuk memeranginya. Aisyah juga dikirim kembali ke Madinah dengan penuh penghormatan. Fitnah pertama yang terjadi pada masa kekhalifahan Imam Ali As berhasil dipadamkan. Namun masih ada kelompok-kelompok lain yang menghunus pedang melawan Ali yang oleh Rasulullah Saw disebut sebagai poros kebenaran. Imam Ali As harus menghadapi pembangkangan Muawiyah dalam Perang Shiffin (Thabari : 5:27, Usduh al-Ghabah: 2:114).

Sedangkan perang Nahrawan antara pasukan Imam Ali as dengan kaum Khawarij. Namun Imam Ali As mampu mengatasi semuanya dengan baik.

Menu makanan Imam Ali setiap harinya hanya sekerat roti kering dengan garam atau cuka. Beliau tidak pernah membiarkan perutnya dipenuhi makanan atau minuman. Pakaian yang beliau kenakan terbuat dari kain kasar. Meski duduk sebagai khalifah dan memegang seluruh kekayaan negara atau baitul mal beliau tidak pernah tergoda oleh gemerlap dinar yang ada di dalamnya. Diceritakan bahwa ketika menghitung uang baitul mal untuk dibagikan kepada rakyat, beliau bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur karena tidak tergoda oleh harta yang ada di hadapannya. Kepada para bawahannya beliau menulis pesan, “Engkau tidak boleh membeda-bedakan walau sekecil apapun antara Muslimin dan sanak keluargamu “(Najhul Balaghah).

Imam Ali sadar betul, penyebab kebinasaan umat-umat terdahulu karena orang-orang kaya dan yang terpandang memiliki keistimewaan dalam pandangan penguasa dibanding orang-orang miskin dan tidak populer. Suatu kali, Imam Ali sedang menjahit sepatunya. Setelah selesai, sambil menunjuk ke arah sepatu itu, beliau bertanya kepada Ibnu Abbas, berapa harga sepasang sepatu ini? Ibnu Abbas menjawab harga sepatu yang sudah kumal seperti ini tidak lebih dari setengah Dirham. Imam Ali As mengatakan, “Demi Allah, sepatu ini jauh lebih berharga bagiku dibanding jabatan khilafah, kecuali jika dengan khilafah ini aku dapat menegakkan keadilan dan menumpas kebatilan”.

Imam Ali adalah seorang pemimpin yang dalam dirinya tidak terlihat sedikitpun tanda-tanda kepuasan atau kerakusan atas jabatannya itu. Imam Ali As adalah seorang imam yang tidak pernah bisa tidur dalam keadaan kekenyangan karena ia tahu, masih banyak ummatnya yang kelaparan.

Sebagai seorang pemimpin, Imam Ali As juga tidak pernah terlihat memakai pakaian indah karena ia sangat faham, betapa banyak ummatnya yang tidak mampu memakai pakaian yang pantas. Seorang penulis Kristen berkebangsaan Libanon, George Jordac, dalam bukunya yang berjudul “Ali, Suara Keadilan”, menulis, “Pernahkah Anda temukan dalam sejarah seorang pemimpin besar yang saat memimpin ia juga bekerja kasar menggiling gandum untuk keperluan hidupnya? Adakah di dunia ini seorang pemimpin yang menjahit sendiri sepatunya? Pernahkah Anda temukan dalam sejarah seorang pemimpin yang sama sekali tidak memiliki sedikitpun simpanan uang buat dirinya?”.

Teori Keadilan Imam Ali.
Imam Ali as seringkali berbicara mengenai keadilan, dan lebih memilih keadilan dibanding kedermawanan. Kebanyakan dari kita memilih pemimpin karena kedermawanannya dibanding sejauh mana ia bisa menegakkan keadilan. Karena keadilan disini tidak lain adalah menghargai hak orang lain dan tidak melanggarnya, sementara kedermawanan adalah membagikan hak yang dimilikinya kepada orang lain. Namun Imam Ali as menjawab sebaliknya. Beliau lebih mengutamakan keadilan daripada kedermawanan dengan dua alasan: Pertama, karena definisi keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, sementara murah tangan tidak demikian. Dengan kata lain, keadilan adalah memperhatikan hak-hak yang ada secara kongkrit, baru kemudian memberikan hak sesuai kapasitas penerima.

Dengan pendekatan ini, orang akan bisa mengetahui tempatnya dalam bermasyarakat, dan selanjutnya masyarakat akan menjadi mekanisme yang teratur. Adapun kedermawanan, walaupun ia berarti memberikan hak yang dimilikinya kepada orang lain, perbuatan ini menjadi cacat dalam kehidupan bermasyarakat.
Karena perbuatan ini tidak akan terjadi kecuali, jika masyarakat pada saat itu menjadi ibarat sebuah tubuh yang bagian anggotanya terdapat cacat atau sakit yang akibatnya akan memerlukan bantuan seluruh anggota tubuh yang lain untuk melakukan sesuatu, padahal idealnya dalam sebuah masyarakat hendaknya tidak ada anggota yang cacat, sehingga yang lain harus turut membantu tugasnya. Alasan kedua, keadilan adalah sebuah kendali yang bersifat umum, sementara kedermawanan bersifat spesifik. Yakni keadilan bisa dijadikan undang-undang umum yang mengatur seluruh urusan masyarakat dimana seseorang harus komitmen kepadanya, sementara kedermawanan adalah kondisi yang bersifat eksklusif dan tidak bisa dijadikan undang-undang umum. Imam Ali ibn Abi Thalib menganggap keadilan sebagai kewajiban dari Allah Swt, karena itu beliau tidak membenarkan seorang Muslim berpangku tangan menyaksikan norma-norma keadilan ditinggalkan masyarakat, sehingga terbentuk pengkotakan dan kelas-kelas dalam masyarakat.

“Wahai orang-orang beriman, jadilah kau penegak keadilan, menjadi saksi Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu.” (Qs. An-Nisa [5] : 135). Bangsa ini telah cukup banyak memiliki stok pemimpin yang dermawan, namun sulit menemukan diantara mereka yang bisa berlaku adil. Dengan keadilan yang diterapkan Imam Ali As dalam menjalankan roda pemerintahan ia menjadi sosok yang dicintai rakyatnya, namun juga dibenci oleh musuh-musuhnya. Pada hari ke 21 Ramadhan sebagaimana pernah diisyaratkan oleh Rasulullah Saw, Imam Ali menemukan kesyahidannya di Masjid Kufah oleh konspirasi musuh-musuhnya yang tidak pernah senang keadilan tegak di muka bumi.

Selama masa singkat lima tahun pemerintahannya, Imam Ali As berhasil mempraktekkan sebuah konsep keadilan yang saat ini menjadi harapan dan dambaan ummat manusia. Para penulis kontemporer sampai mengatakan bahwa adalah keliru jika mengatakan bahwa Ali dan keadilan adalah dua kata yang berbeda, karena fakta sosial saat Imam Ali As memerintah menunjukkan bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Mengenal dan mengagumi orang-orang besar semacam Imam Ali, bukan kultus individu, melainkan sebagai luapan kecintaan pada nilai-nilai yang beliau bawa dan peragakan.

Sebuah hadis diriwayatkan oleh al-Baghwi, Ibn Sakn, al-Bawardi, Ibn Mandah, dan Ibn Asakir. Bahkan Ibn Taimiyah pun mengutip hadis ini dalam kitabnya Fadhlu Ahlil Bait wa Huququhum.

Anas bin Harits meriwayatkan bahwa Rasulullah saaw bersabda, “Sesungguhnya putraku ini (Al-Husain) kelak akan terbunuh di suatu daerah di Irak, bernama Karbala. Karena itu, barangsiapa di antara mereka (Muslimin) yang menyaksikan (kejadian itu), hendaklah ia menolongnya. “

 
Di kemudian hari, di tengah tubuh-tubuh para pengikutnya yang berserakan, Al-Husain mencoba mengingatkan kembali perintah kakeknya itu. Dengan suara parau karena kehausan, ia memekik, “Oh, adakah yang membela kami. Masih adakah secuil hati nurani yang menyahuti kami?”

Lalu jawaban apa yang akan mereka berikan kepada Rasulullah, bila menepuk dada dan menangisi Al-Husain saja dibilang bid`ah. Bahkan untuk sekadar memperingati syahadah Al-Husain pun diganggu dan dipersulit.

Al-Husain mengakhiri seruannya dengan sebuah syair indah:
Akulah putra Ali dari Bani Hasyim yang suci,
Cukuplah itu sebagai citra kebanggaan abadi,
Fatimah ibundaku, dan kakekku adalah Nabi,
Ja’far, sang merpati bebas, adalah paman kami,
Kamilah lentera kebenaran di atas muka bumi,
Kamilah pemberi minum Telaga Kautsar nanti,
manusia-manusia terbaik adalah pencinta Ali,
dan yang paling celaka adalah yang membenci,
Beruntunglah orang yang mempunyai sanubari,
untuk datang berziarah setelah kami mati,
Balasan mereka adalah Firdaus dan bidadari,
yang berenang di sungai jernih dan menari,
Wa Husaina…Wa Ghariba…Wa Syahida…
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: