Pesan Rahbar

Home » » Ucapan-Ucapan Imam Khumaini yang dianggap sesat oleh Wahabi

Ucapan-Ucapan Imam Khumaini yang dianggap sesat oleh Wahabi

Written By Unknown on Tuesday 19 August 2014 | 13:10:00


Berikut ini adalah ucapan-ucapan Imam Khumaini yang dianggap sesat oleh Wahabi.

1. Imam Khumaini dalam Kasyful Asrar, mengenai masalah syirik berkata:
“Ada yang berkata, bahwa meminta sesuatu pada orang yang telah mati baik itu Rasul maupun Imam adalah syirik, karena mereka tidak bisa memberi manfaat dan madharrat pada orang yang masih hidup. Maka saya (Khomeini) katakan: Tidak, hal tersebut tidak termasuk syirk, bahkan meminta sesuatu pada batu atau pohon juga tidak termasuk syirik, walaupun perbuatan tersebut adalah perbuatan orang yang bodoh. Maka jika yang demikian itu bukanlah syirik apalagi meminta pada Rasul dan Imam-imam yang telah wafat, karena telah jelas dalam dalil maupun akal bahwa ruh yang telah mati malah memiliki kekuatan yang lebih besar dan lebih kuat dan ilmu filsafat pun telah membenarkan dan membahas hal tersebut secara panjang lebar.” (hal. 49).


Penjelasan:
Syirik adalah menyekutukan Tuhan. Artinya, kita dianggap syirik ketika kita menganggap seseorang, atau suatu benda tertentu, kedudukannya sejajar dengan Tuhan. Adapun meminta itu sendiri, tidak dapat dianggap syirik. Karena meminta dengan artiannya yang sebenarnya adalah hal yang wajar, yang mana umat manusia melakukannya demi memenuhi sebagain dari kebutuhan. Ya, kita termasuk syirik jika kita meminta sambil meyakini bahwa orang yang kita mintai adalah sekutu Tuhan. Jelas kita tidak pernah melakukan hal itu. Saat kita membeli sesuatu di toko, kita meminta penjual untuk menjuali kita; tapi kita tidak meyakini penjual sebagai orang yang sejajar kedudukannya dengan Tuhan; jadi itu tidak syirik.

Adapun kata Imam Khumaini tidak masalah meskipun ada orang yang bodoh meminta-minta pada pohon dan batu karena itu juga bukan syirik, memang karena peminta tidak berniat menyekutukan batu dan pohon serta mensejajarkannya dengan Tuhan.

Coba kita lihat dari dua sisi: Sisi pertama, ia meminta kepada batu dan pohon, hal itu tidak syirik karena bukan tergolong menyembah dan men-tuhankan batu dan pohon tersebut (sekali lagi, kecuali jika peminta itu menyembah batu dan pohon tersebut seraya mensejajarkannya dengan Tuhan, sang pencipta dan pengatur alam semesta).Di sisi ini kita tidak tahu menahu masalah apakah batu dan pohon itu berguna bagi peminta atau tidak, yang terpenting yang kita tekankan di sini adalah perbuatan itu syirik.

Sisi kedua, perbuatan yang ia lakukan adalah perbuatan orang yang bodoh, karena ia meminta pada batu dan pohon yang menurut kita tidak dapat berbuat apa-apa. Lalu apa urusan kita dengan perbuatannya? Ia meminta batu dan pohon karena kebodohannya; ya karena mereka memang bodoh. Di sisi yang satu ini kita serahkan saja permasalahannya kepada orang bodoh itu…

Yakni apa urusan kita karena mereka bodoh, meminta-minta pada batu dan pohon yang tak bisa berbuat apa saja? Bukan urusan kita…

Namun lain halnya dengan kita, kaum Syiah yang bertawasul. Kita tidak meminta kepada jasad mati nabi dan para Imam, kita meyakini bahwa mereka hidup di sisi Allah, mendengar ucapan kita, dan juga mengamati kehidupan kita. Inilah yang kita yakini. Lalu jika kita meminta kepada mereka, yang menurut kami bukanlah benda mati seperti batu dan pohon, apakah perbuatan kita adalah perbuatan orang yang bodoh? Apakah sama dengan orang yang menyembah batu dan pohon itu?

Tentu tidak. Adapun masalah syirik tidaknya, jelas sekali sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, orang bodoh itu saja tidak syirik, apalagi kita, kita tidak bodoh, karena kita tidak meminta pada batu dan pohon.

2. Tentang penyimpangan Abu Bakar dan Umar terhadap al-Qur’an.
“Disini saya katakan dengan tegas bahwa Abubakar dan Umar menyelisihi al-Qur’an dan mempermainkan Tuhan dan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal menurut hawa nafsu mereka dan bagaimana mereka berdua juga telah berbuat kezhaliman dengan melawan Fathimah putri nabi SAW dan oleh karenanya mereka berdua menjadi bodoh terhadap hukum ALLAH dan hukum agama.” (hal. 126)


Penjelasan:
Tentang para khalifah berani merubah hukum-hukum syariat yang padahal mereka tidak punya hak untuk itu, banyak sekali buktinya. Salah satunya adalah khalifah Umar bin Khattab telah mengharamkan Haji Tamatu’ dan Nikah Mut’ah, yang padahal khalifah tidak punya hak mengharamkan yang dihalalkan Allah dan menghalalkan yang diharamkan-Nya.

Anda bisa membaca tentang Ijtihad Umar bin Khattab di hadapan kejelasan Al Qur’an di sini:
http://hauzahmaya.com/2012/03/08/penjelasan-ucapan-imam-khumeini-dalam-kitabnya-kasyful-asrar/

3. Tentang Taqiyah, Imam Khumaini berkata:
“Dan kami tidak mengerti bagaimana mereka (ahlus-sunnah) menjauhi hikmah dan menyimpang karena hawa nafsu mereka, bagaimana tidak? Sedangkan TAQIYYAH adalah hukum akal yang paling jelas. Dan TAQIYYAH maknanya: Seorang manusia berkata dengan perkataan yang berbeda dengan kenyataannya atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan timbangan syariat karena menjaga darahnya, kehormatannya atau hartanya.” (hal. 148) “Maka termasuk bab taqiyyah jika kadangkala diperintahkan menyelisihi hukum-hukum ALLAH, sampai dibolehkan seorang pengikut Syi’ah berbeda dengan apa yang dihatinya untuk menyesatkan selain mereka (Syi’ah) dan agar mereka itu (selain Syi’ah) terjatuh dalam kebinasaan.” (hal. 148)


Penjelasan:
Yang sering dipermasalahkan oleh kaum Wahabi adalah Syiah suka bertaqiyah, yang artinya berdusta. Kita tidak setuju dengan artian berdusta. Taqiah bukanlah berdusta, taqiyah adalah tidak mengaku bahwa kita adalah Syiah karena khawatir jika kita mengaku kita akan menghadapi bahaya.

Sikap ini adalah sikap yang masuk akal; karena kita yang meyakini ajaran kita adalah benar, namun kita adalah minoritas, yang mana jika kita mengaku sebagai Syiah di hadapan kaum Wahabi yang jelas-jelas memusuhi kita, kita pasti akan menjadi korban kekerasan mereka yang membabi buta.

Tidak masuk akal-kah ketika seseorang menyimpan rahasia tentang kebenaran karena jika ia tidak menyimpannya orang itu akan disakiti dan dizalimi?

Akan terlihat lebih jelas arti taqiyah jika anda membaca sejarah bagaimana Imam-Imam Syiah hidup dalam tekanan di bawah pengamatan khalifah-khalifah Umayah dan Abbasiah. Begitu berat tekanan yang mereka rasakan, murid-murid beliau banyak yang menyamar sebagai penjual minyak dan sayuran supaya tidak terpergok sebagai murid Ahlul Bait! Ya, mereka menyamar sebagai tukang minyak, itulah taqiyah, cara yang terpaksa dilakukan saat terpojok demi kebenaran.

Saya, penulis ini, berani bersumpah bahwa umat Syiah di manapun mereka berada tidak akan pernah bertaqiyah, asal dengan satu syarat, satu-satunya syarat, yaitu kami tidak menginginkan anarki dan kekerasan yang membabi buta Wahabi! Wahabi yang menghalalkan darah Muslim karena dituduh syirik dan kafir. Silahkan anda semua melihat korban-korban kejahatan wahabi karena dituduh Syirik. Kebanyakan korban Wahabi adalah Syiah, maka wajar jika Syiah bertaqiyah.

4. Mengapa Imamah (Aqidah tentang Imam yang Dua Belas) Tidak Disebutkan dalam Al-Qur’an?
Imam Khumaini berkata:
“Setelah aku jelaskan bahwa Keyakinan akan 12 Imam adalah ushuluddin (dasar aqidah Islam), dan bahwa al-Qur’an telah mengisyaratkan tentang hal tersebut secara tersirat. Dan aku jelaskan bahwa nabi SAW sengaja menyembunyikan ayat-ayat tentang Imamah dalam al-Qur’an karena takut al-Qur’an tersebut diselewengkan setelahnya, atau karena beliau SAW takut terjadinya perselisihan di antara kaum muslimin sehingga akan berdampak yang demikian itu terhadap aqidah Islam.” (hal. 149).

____________________________________

Penjelasan ucapan Imam Khumaini dalam kitabnya Kasyful-Asrar

Berikut ini adalah ucapan-ucapan Imam Khumaini yang dianggap sesat oleh Wahabi.

1. Imam Khumaini dalam Kasyful Asrar, mengenai masalah syirik berkata:
“Ada yang berkata, bahwa meminta sesuatu pada orang yang telah mati baik itu Rasul maupun Imam adalah syirik, karena mereka tidak bisa memberi manfaat dan madharrat pada orang yang masih hidup. Maka saya (Khomeini) katakan: Tidak, hal tersebut tidak termasuk syirk, bahkan meminta sesuatu pada batu atau pohon juga tidak termasuk syirik, walaupun perbuatan tersebut adalah perbuatan orang yang bodoh. Maka jika yang demikian itu bukanlah syirik apalagi meminta pada Rasul dan Imam-imam yang telah wafat, karena telah jelas dalam dalil maupun akal bahwa ruh yang telah mati malah memiliki kekuatan yang lebih besar dan lebih kuat dan ilmu filsafat pun telah membenarkan dan membahas hal tersebut secara panjang lebar.” (hal. 49)


Penjelasan:
Syirik adalah menyekutukan Tuhan. Artinya, kita dianggap syirik ketika kita menganggap seseorang, atau suatu benda tertentu, kedudukannya sejajar dengan Tuhan. Adapun meminta itu sendiri, tidak dapat dianggap syirik. Karena meminta dengan artiannya yang sebenarnya adalah hal yang wajar, yang mana umat manusia melakukannya demi memenuhi sebagain dari kebutuhan. Ya, kita termasuk syirik jika kita meminta sambil meyakini bahwa orang yang kita mintai adalah sekutu Tuhan. Jelas kita tidak pernah melakukan hal itu. Saat kita membeli sesuatu di toko, kita meminta penjual untuk menjuali kita; tapi kita tidak meyakini penjual sebagai orang yang sejajar kedudukannya dengan Tuhan; jadi itu tidak syirik.

Adapun kata Imam Khumaini tidak masalah meskipun ada orang yang bodoh meminta-minta pada pohon dan batu karena itu juga bukan syirik, memang karena peminta tidak berniat menyekutukan batu dan pohon serta mensejajarkannya dengan Tuhan.

Coba kita lihat dari dua sisi: Sisi pertama, ia meminta kepada batu dan pohon, hal itu tidak syirik karena bukan tergolong menyembah dan men-tuhankan batu dan pohon tersebut (sekali lagi, kecuali jika peminta itu menyembah batu dan pohon tersebut seraya mensejajarkannya dengan Tuhan, sang pencipta dan pengatur alam semesta).Di sisi ini kita tidak tahu menahu masalah apakah batu dan pohon itu berguna bagi peminta atau tidak, yang terpenting yang kita tekankan di sini adalah perbuatan itu syirik.

Sisi kedua, perbuatan yang ia lakukan adalah perbuatan orang yang bodoh, karena ia meminta pada batu dan pohon yang menurut kita tidak dapat berbuat apa-apa. Lalu apa urusan kita dengan perbuatannya? Ia meminta batu dan pohon karena kebodohannya; ya karena mereka memang bodoh. Di sisi yang satu ini kita serahkan saja permasalahannya kepada orang bodoh itu… Yakni apa urusan kita karena mereka bodoh, meminta-minta pada batu dan pohon yang tak bisa berbuat apa saja? Bukan urusan kita…

Namun lain halnya dengan kita, kaum Syiah yang bertawasul. Kita tidak meminta kepada jasad mati nabi dan para Imam, kita meyakini bahwa mereka hidup di sisi Allah, mendengar ucapan kita, dan juga mengamati kehidupan kita. Inilah yang kita yakini. Lalu jika kita meminta kepada mereka, yang menurut kami bukanlah benda mati seperti batu dan pohon, apakah perbuatan kita adalah perbuatan orang yang bodoh? Apakah sama dengan orang yang menyembah batu dan pohon itu? Tentu tidak. Adapun masalah syirik tidaknya, jelas sekali sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, orang bodoh itu saja tidak syirik, apalagi kita, kita tidak bodoh, karena kita tidak meminta pada batu dan pohon.

2. Tentang penyimpangan Abu Bakar dan Umar terhadap al-Qur’an.
“Disini saya katakan dengan tegas bahwa Abubakar dan Umar menyelisihi al-Qur’an dan mempermainkan Tuhan dan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal menurut hawa nafsu mereka dan bagaimana mereka berdua juga telah berbuat kezhaliman dengan melawan Fathimah putri nabi SAW dan oleh karenanya mereka berdua menjadi bodoh terhadap hukum ALLAH dan hukum agama.” (hal. 126).


Penjelasan:
Tentang para khalifah berani merubah hukum-hukum syariat yang padahal mereka tidak punya hak untuk itu, banyak sekali buktinya. Salah satunya adalah khalifah Umar bin Khattab telah mengharamkan Haji Tamatu’ dan Nikah Mut’ah, yang padahal khalifah tidak punya hak mengharamkan yang dihalalkan Allah dan menghalalkan yang diharamkan-Nya.

Anda bisa membaca tentang Ijtihad Umar bin Khattab di hadapan kejelasan Al Qur’an di sini:
http://hauzahmaya.com/2012/03/08/penjelasan-ucapan-imam-khumeini-dalam-kitabnya-kasyful-asrar/

3. Tentang Taqiyah, Imam Khumaini berkata:
“Dan kami tidak mengerti bagaimana mereka (ahlus-sunnah) menjauhi hikmah dan menyimpang karena hawa nafsu mereka, bagaimana tidak? Sedangkan TAQIYYAH adalah hukum akal yang paling jelas. Dan TAQIYYAH maknanya: Seorang manusia berkata dengan perkataan yang berbeda dengan kenyataannya atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan timbangan syariat karena menjaga darahnya, kehormatannya atau hartanya.” (hal. 148) “Maka termasuk bab taqiyyah jika kadangkala diperintahkan menyelisihi hukum-hukum ALLAH, sampai dibolehkan seorang pengikut Syi’ah berbeda dengan apa yang dihatinya untuk menyesatkan selain mereka (Syi’ah) dan agar mereka itu (selain Syi’ah) terjatuh dalam kebinasaan.” (hal. 148)


Penjelasan:
Yang sering dipermasalahkan oleh kaum Wahabi adalah Syiah suka bertaqiyah, yang artinya berdusta. Kita tidak setuju dengan artian berdusta. Taqiah bukanlah berdusta, taqiyah adalah tidak mengaku bahwa kita adalah Syiah karena khawatir jika kita mengaku kita akan menghadapi bahaya.

Sikap ini adalah sikap yang masuk akal; karena kita yang meyakini ajaran kita adalah benar, namun kita adalah minoritas, yang mana jika kita mengaku sebagai Syiah di hadapan kaum Wahabi yang jelas-jelas memusuhi kita, kita pasti akan menjadi korban kekerasan mereka yang membabi buta.

Tidak masuk akal-kah ketika seseorang menyimpan rahasia tentang kebenaran karena jika ia tidak menyimpannya orang itu akan disakiti dan dizalimi?

Akan terlihat lebih jelas arti taqiyah jika anda membaca sejarah bagaimana Imam-Imam Syiah hidup dalam tekanan di bawah pengamatan khalifah-khalifah Umayah dan Abbasiah. Begitu berat tekanan yang mereka rasakan, murid-murid beliau banyak yang menyamar sebagai penjual minyak dan sayuran supaya tidak terpergok sebagai murid Ahlul Bait! Ya, mereka menyamar sebagai tukang minyak, itulah taqiyah, cara yang terpaksa dilakukan saat terpojok demi kebenaran.

Saya, penulis ini, berani bersumpah bahwa umat Syiah di manapun mereka berada tidak akan pernah bertaqiyah, asal dengan satu syarat, satu-satunya syarat, yaitu kami tidak menginginkan anarki dan kekerasan yang membabi buta Wahabi! Wahabi yang menghalalkan darah Muslim karena dituduh syirik dan kafir. Silahkan anda semua melihat korban-korban kejahatan wahabi karena dituduh Syirik. Kebanyakan korban Wahabi adalah Syiah, maka wajar jika Syiah bertaqiyah.


4. Mengapa Imamah (Aqidah tentang Imam yang Dua Belas) Tidak Disebutkan dalam Al-Qur’an?
Imam Khumaini berkata:
“Setelah aku jelaskan bahwa Keyakinan akan 12 Imam adalah ushuluddin (dasar aqidah Islam), dan bahwa al-Qur’an telah mengisyaratkan tentang hal tersebut secara tersirat. Dan aku jelaskan bahwa nabi SAW sengaja menyembunyikan ayat-ayat tentang Imamah dalam al-Qur’an karena takut al-Qur’an tersebut diselewengkan setelahnya, atau karena beliau SAW takut terjadinya perselisihan di antara kaum muslimin sehingga akan berdampak yang demikian itu terhadap aqidah Islam.” (hal. 149)


Penjelasan:
Jika boleh balik bertanya, kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman pun tidak disebutkan dalam Al Qur’an. Untuk permasalahan di atas anda bisa membaca artikel ini.

(Hauzah-Maya/Syiah-Ali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: