Pesan Rahbar

Home » , , » Air Mata Kerinduan Uwais AlQarani Kepada Rasul saaw

Air Mata Kerinduan Uwais AlQarani Kepada Rasul saaw

Written By Unknown on Tuesday 2 September 2014 | 04:29:00

Uwais Al Qorni : Terkenal di Langit tapi tidak Terkenal di Bumi.

Pada zaman Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni. Ia tinggal di negeri Yaman. Uwais adalah seorang yang terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qarni adalah seorang anak yatim. Bapaknya sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai sanak family sama sekali.

Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarni bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari.

Uwais Al-Qarni terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Uwais Al-Qarni seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah. Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga didengar oleh Uwais Al-Qarni. Segera Uwais Al-Qarni mengetok giginya dengan batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammmad Shallalahu ‘alaihi wa sallam, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau.Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais Al-Qarni untuk menemui Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, kerinduan karena iman.

Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam.

Akhirnya, kerinduan kepada Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni walaupun telah uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”

Betapa gembiranya hari Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa mnyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah.

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga dikota Madinah. Segera ia mencari rumah nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha, istri Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, tetapi Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat dijumpainya.

Dalam hati Uwais Al-Qarni bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus lekas pulang”.


Di negeri Yaman, hiduplah seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarani yang berasal dari kabilah Qaran. Uwais Al-Qarani mempunyai jiwa yang bersih dan mulia. Dia seorang yang pintar dan selalu melakukan pencarian makna hidup. Meskipun saat itu dia masih belum mengenal ajaran Islam yang mulia, dia sangat menghormati nilai-nilai mulia kemanusiaan. Di antara sikap dan perilaku Uwais yang paling menonjol sekali ialah penghormatan yang besar terhadap ibunya. Dia bersikap amat lemah-lembut kepada ibunya yang sudah tua dan dia amat mengerti tanggung jawabnya sebagai anak. Dia dapat merasakan kesulitan seorang ibu dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Oleh karena itu, dia melayani ibunya seperti seorang pelayan yang taat dan patuh. Uwais sama sekali tidak melupakan jerih payah ibunya.

Suatu saat, Uwais Al-Qarani mendengar kabar bahwa ada seorang nabi yang berhijrah dari kota Mekah ke Madinah dan sebagian dari masyarakat mengikuti ajaran nabi tersebut. Uwais dengan perenungannya, sampai kepada kesimpulan bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang benar-benar diutus oleh Tuhan karena perintah dan ajaran yang disampaikan beliau berlandaskan kepada akal dan sesuai dengan nilai-nilai tinggi insani. Uwais mempercayai kenabian Muhammad saaw dan dia ingin sekali bertemu dengan beliau. Dia ingin melakukan perjalanan ke Madinah dan melihat sendiri keindahan hati Muhammad dari dekat. Tetapi, kondisi ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan membuatnya mengurungkan niatnya itu. Berbulan-bulan lamanya Uwais memendam harapan dan impiannya tersebut. Sampai suatu hari, dia mengambil keputusan untuk menceritakan keinginannya itu kepada ibunya.

Uwais dengan sopan duduk di hadapan ibunya dan berkata, “Wahai ibu, aku tidak dapat menahan hati untuk bertemu dengan seorang lelaki yang telah diutus sebagai nabi. Engkau pun tahu bahwa anakmu ini tidak pernah berfikir tentang hal-hal selain dari kebaikan dan kebenaran. Jika ibu mengizinkan, aku ingin sekali pergi menemui Rasul Tuhan itu dari dekat.”

Ibu Uwais yang amat terkesan melihat kesungguhan dan gelora keinginan anaknya untuk bertemu dengan Nabi, berkata, “Wahai anakku, aku izinkan engkau untuk pergi ke Madinah, tetapi aku minta supaya setelah engkau bertemu dengan Nabi segeralah engkau pulang ke Yaman dan janganlah engkau berlama-lama di sana.”

Dengan penuh gembira, Uwais menerima permintaan ibunya itu dan dia pun melakukan perjalanan untuk pergi ke Madinah. Meskipun perjalanan begitu jauh dan menyulitkan, namun semangat dan keinginannya yang besar untuk bertemu Nabi menyebabkan dia merasa begitu gembira hingga tidak merasa lelah dalam perjalanan. Siang dan malam dia tempuh perjalanan tanpa menghiraukan kesulitan dan kelelahan yang menderanya.

Akhirnya, sampailah Uwais Al-Qarani ke kota Madinah. Dengan tidak sabar lagi, dia bertanya ke sana kemari untuk mencari Nabi Muhammad. Tetapi, berita yang didapatkannya amat mengecewakan. Orang-orang Madinah memberi tahu Uwais bahwa Nabi sedang keluar dari kota untuk beberapa hari. Begitu Uwais mendengar berita ini, dia mengeluh panjang dan terduduk di atas tanah. Segala kelelahan terasa menimpa seluruh tubuhnya. Sedemikian besar rasa kecewa yang menyelubunginya sehingga dia menangis sejadi-jadinya. Orang-orang membujuknya dengan mengatakan bahwa dia bisa tetap tinggal di Madinah dan menjadi tamu mereka sampai Rasulullah kembali dari perjalanannya. Tetapi Uwais berkata bahwa dia mempunyai seorang ibu tua yang sedang menanti kepulangannya.

Uwais mengambil keputusan untuk segera pulang ke Yaman meskipun dia belum berhasil menemui Nabi, demi melaksanakan janjinya kepada sang ibu. Dia berkata kepada para sahabat dan keluarga Nabi, “Aku terpaksa pulang ke Yaman. Aku minta pada kalian, jika Rasulullah pulang, sampaikanlah salamku kepadanya.”

Beberapa hari kemudian Rasulullah saaw pulang ke Madinah. Ketika beliau mendengar kisah Uwais, beliau memujinya dan berkata, “Uwais telah pergi, namun cahayanya tetap tinggal di rumah kami. Angin sepoi dan aroma wewangian syurga bertiup ke arah Yaman. Wahai Uwais! Aku juga ingin sekali menemuimu. Sahabat ku, siapapun di antara kalian yang bertemu dengan Uwais, sampaikanlah salamku kepadanya.” Dalam sejarah dikatakan bahwa memang Uwais tidak pernah dapat bertemu dengan Rasulullah. Tetapi, karena pengorbanan yang telah dilakukannya buat ibunya, namanya tercatat abadi dalam sejarah.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: