Pesan Rahbar

Home » » Perjuangan Soekarno

Perjuangan Soekarno

Written By Unknown on Tuesday, 2 September 2014 | 03:40:00



Siapa Soekarno? Pertanyaan itu sengaja ABI Press lontarkan di hari-hari menjelang perayaan HUT kemerdakaan RI ke-69 ini, setidaknya untuk mengingat kembali siapa sosok Soekarno presiden pertama Republik Indonesia ini.

Sutanto, seorang warga Ambarawa, Semarang menjawab dengan percaya diri ketika mendapat pertanyaan dari ABI Press Selasa (12/8). “Presiden pertama to yo…” jawabnya dengan logat Jawa.
Namun, bukan sekedar status kepangkatan yang ABI Press pertanyakan, melainkan kepribadian, pemikiran dan perjuangan di balik sosok bernama Soekarno. Ketika ditanya lebih lanjut, Sutanto, pemuda berumur 23 tahun yang bekerja sebagai marketing di Bandung, Jawa Barat ini mengaku tak paham mengenai Soekarno selain nama dan pangkatnya sebagai Presiden pertama, serta sedikit cerita yang ia dengar dari orang-orang tentang kepahlawanan Soekarno yang ia tak paham betul tentang cerita-cerita itu. Meski beberapa tahun lalu ia sempat menziarahi makam Bapak Pendiri Bangsa ini, ia tak dapat menggambarkan sosok Soekarno dan tidak mampu memberi penilaian apapun tentangnya.

Mungkin masih banyak lagi Sutanto-Sutanto lain di belahan bumi Indonesia yang tidak mengetahui siapa sosok “founding father” bernama Soekarno ini.
Universitas Bung Karno (UBK), sebuah universitas yang berada di bawah naungan Yayasan Bung Karno, Jakarta adalah salah satu universitas yang menyediakan mata kuliah khusus yang memberikan pelajaran tentang Soekarno. Mata kuliah itu diberi nama Ajaran Bung Karno (ABK) yang di dalamnya termuat sejarah Soekarno; mulai dari lahir, hingga masa perjuangan mencapai kemerdekaan. Buku panduan ABK sendiri disadur dari berbagai macam sumber dan buku-buku sejarah tentang Soekarno seperti buku karangan Cindy Adams, dan lain-lain.

Berikut ABI Press perkenalkan kembali sosok Soekarno yang terangkum dalam buku panduan ABK tersebut:

Soekarno Kecil
Lahir di Surabaya 6 Juni 1901, dari pasangan Raden Sukemi Sosrodiharjo dari Jawa yang masih keturunan Sultan Kediri dan Idayu Nyoman Ray dari Bali, Soekarno memiliki nama asli Kusno. Namun, karena waktu kecil ia sering sakit-sakitan, barulah namanya diganti dengan nama Soekarno.

Kelahiran Soekarno tidak lepas dari fenomena kosmologi yang melingkupinya. Soekarno lahir di permulaan abad yang juga menjadi permulaan bangkitnya negara-negara dan bangkitnya semangat Asia. Secara kosmologis ibunya menandai puteranya yang lahir saat matahari terbit dengan sebutan “putra sang fajar.” Menurut kepercayaan yang menjadi tradisi masyarakat Bali, yang diyakini oleh Idayu, bahwa bayi yang lahir pada terbitnya fajar itu, akan menjadi cahaya bagi bangsanya.

Kelahiran Soekarno juga bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud, yang menurut kepercayaan orang Jawa mempunyai makna, kebangkitan sebuah bangsa. Sementara bagi sebagian yang percaya mistik, bahwa letusan Gunung Kelud sebagai penyambut terhadap bayi Soekarno. Ayahnya yang bekerja sebagai guru menjadikan kondisi kehidupan Soekarno berpindah-pindah sesuai tugas mengajar di kota tersebut. Sedangkan keadaan ekonomi yang sangat sederhana, bahkan bisa disebut miskin membuat Soekarno kecil yang ketika itu berusia enam tahun harus makan ubi, jagung, dan makanan lain di luar dari beras sebagai makanan pokok.

Sebagaimana anak kecil pada umumnya, Soekarno juga pernah dimarahi oleh ayahnya, ketika Soekarno memanjat pohon jambu dan tak sengaja menjatuhkan sarang burung. Peristiwa itu membuat Sukemi, ayah Soekarno marah dan mengingatkan kembali Soekarno pada ajaran TAT TWAN ASI yang bermakna “dia adalah aku, dan aku adalah dia, engkau adalah aku dan aku adalah engkau.” Maksud ajaran ini bahwa Tuhan ada dalam diri kita semua. Dengan makna, bahwa semua makhluk Tuhan wajib dilindungi termasuk burung dan telur-telurnya.

Sementara itu, terkait dengan kedisiplinan, Sukemi juga pernah memarahi Soekarno. Ketika itu Soekarno memancing ikan untuk menyenangkan ibunya, namun karena terlambat pulang sang ayah marah kepadanya.
Pendidikan yang Sukemi ajarkan membuahkan hasil terhadap perkembangan diri Soekarno yang saat masih kecil sudah menampakkan tanda-tanda kepemimpinan dalam dirinya.

Ramalan Menjadi Pemimpin
Selain orang tua Soekarno yang telah memprediksi dan mempersiapkan Soekarno menjadi pemimpin, banyak tokoh pergerakan yang juga telah meramalkan Soekarno akan menjadi seorang pemimpin.
Dr. Setiabudi (Douwes Dekker) mengemukakan kepada anggota partainya NIP (National Indische Partij). “Tuan-tuan, saya tidak menghendaki untuk digelari seorang veteran. Sampai saya masuk ke liang kubur, saya menjadi pejuang bagi Republik Indonesia. Saya telah berjumpa pemuda Soekarno. Umur saya makin lanjut dan bilamana datang saatnya saya akan mati, saya akan sampaikan kepada tuan-tuan, bahwa kehendak saya supaya Soekarno menjadi pengganti saya.”

Selain itu, Cokroaminoto, tokoh pergerakan dan pemimpin Syarikat Islam (SI) suatu malam yang hujan, kepada seluruh keluarganya ia berkata dengan kesungguhan hati, “Ikutilah anak ini. Dia diutus Tuhan untuk menjadi pemimpin besar kita. Aku bangga karena telah memberikan tempat berteduh di rumahku.” Memang, pada saat itu Soekarno tinggal di rumah Cokroaminoto (kost) saat sekolah HBS (Hogere Burger School) setara dengan SLTA. Dari situlah nantinya Soekarno banyak mendengarkan pemikiran-pemikiran para tokoh pergerakan yang sering berkunjung ke rumah Cokroaminoto.


Proses Pematangan Diri di Rumah Cokroaminoto.
Tatkala Soekarno di Surabaya dan belajar di HBS, beliau kost di rumah Cokroaminoto. Soekarno mulai berkenalan dengan dunia politik dan pergerakan. HOS Cokroaminoto yang ketua PSII, senantiasa dikunjungi oleh tokoh-tokoh pergerakan seperti Semaun, Darsono, Dr. Setiabudi, selain dari kalangan PSII sendiri. Dari situlah Soekarno banyak mendengar pembicaraan tokoh-tokoh pilitik itu.

Selain itu, Soekarno juga banyak membaca buku-buku sosial dan politik, selain buku pelajaran sekolah. Maka dapat dikatakan, selama tinggal di rumah Cokroaminoto, Soekarno menjalani beberapa tahap penggemblengan, sebagai tahap untuk memenuhi harapan orangtuanya agar dapat berbuat demi kepentingan bangsa.

Perlahan, Soekarno mendapat kesempatan lebih dari sekedar mendengar diskusi para tokoh pergerakan, yaitu ikut langsung bergabung dan berdialog dengan mereka. Namun, Soekarno tidak cukup puas karena masih merasa ada yang kurang dari aksi para tokoh-tokoh tersebut. Sebab, menurut Soekarno, tidak ada satu pun cara-cara mereka yang dapat mencapai kemerdekaan Indonesia. Alasan pokoknya, karena Cokroaminoto hanya menggunakan mosi-mosi kepada pemerintah kolonial Belanda dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.

Soekarno tidak percaya bahwa perjuangan kemerdekaan dapat tercapai dengan mosi, apalagi bekerjasama dengan pihak penjajah.

Gagasan Pertama.
Soekarno, sejak 1918 atau ketika usianya masih 17 tahun sudah berdialog dengan tokoh-tokoh pergerakan, kemudian merealisasikan gagasanya ke bentuk TRI KORO DARMO yang berarti “tiga tujuan suci” dengan maksud: Kemerdekaan Politik, Kemerdekaan Ekonomi dan Kemerdekaan Sosial. Pada dasarnya Tri Koro Darmo adalah organisasi sosial bagi para pelajar seusia Soekarno. Namun oleh Soekarno, organisasi ini diberi isi memerdekakan Indonesia.

Pada waktu berlangsungnya kongres Yong Java tahun1920 di Bandung, Soekarno hadir mewakili Yong Java Surabaya, dan untuk pertama kalinya ia menemukan istilah ‘Indonesia.’ Kata Indonesia tersebut digunakan sebagai nama perusahaan asuransi milik Dr. Ratulangi yang terletak di Jalan Braga.

Kelak, bersama-sama mahasiswa “Perhimpunan Indonesia” yang belajar di Eropa, Soekarno merundingkan nama Indonesia sebagai bahasa politik, yaitu nama satu bangsa di wilayah Hindia Belanda. Konsep ini kemudian dimatangkan dalam Kongres Pemuda II di Jakarta, yang melahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

Walau usia terhitung muda, Soekarno mencatat banyak hal mengenai Imperialisme-Kolonialisme Belanda di Nusantara. Meskipun belum dapat mengambil kesimpulan tegas. Namun ia paham bahwa hal itulah yang menyebabkan kondisi rakyat Indonesia saat itu berada dalam penderitaan yang berkepanjangan.


Mewujudkan Fikiran Dalam Gerakan Konkrit.


Setelah lulus dari THS (ITB sekarang), Soekarno mulai merumuskan apa yang yang ia analisa ke dalam tulisan “Nasionalisme, Islamisme, Marxsisme.” Dalam tulisan tersebut, Soekarno meyakini bahwa seluruh aliran politik yang ada di Indonesia dapat dipersatukan. Setelah menyelesaikan studinya, Soekarno benar-benar membulatkan tekad untuk terjun langsung ke dalam Pergerakan Kemerdekaan Indonesia. Pertumbuhan organisasi politik Soekarno di mulai dengan mendirikan Algemeene Studie Club yang didirikan di Bandung. Perkumpulan studi ini berkembang dan mempunyai cabang di beberapa kota di Jawa. Perkumpulan ini juga menerbitkan Majalah “Suluh Indonesia Muda” sebagai media pertukaran fikiran antar anggota organisasi, selain untuk menyampaikan pemikiran terhadap rakyat banyak.

Pada tanggal 4 Juli 1927 (umur Soekarno 26 tahun), Soekarno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Taka setelah itu, pada tahun 1928 PNI dirubah menjadi Partai Nasional Indonesia yang memiliki program “Indonesia Merdeka Sekarang”. Hadirnya PNI dan program kemerdekaanya, menjadikan Pemerintahan Kolonial sangat marah dan berupaya dengan segala cara menghancurkan Soekarno dan membubarkan PNI. Mulai saat itulah Pihak keamanan Belanda mulai memata-matai Soekarno, bahkan menguntitnya hingga ke desa-desa yang selalu didatangi Soekarno untuk menyampaikan pidatonya kepada rakyat.

Soekarno dalam usahanya menyadarkan rakyat, menggunakan bahasa yang sederhana, yang gampang dicerna oleh rakyat lapisan bawah, dengan gaya yang amat menarik, yang belakangan disebut orang ‘Retorik’.

Revolusi Budaya.
Dalam pembicaraanya antar kawan sesama pimpinan partai, Soekarno biasa dipanggil dengan sebutan “Bung” begitu juga Soekarno memanggil kawan-kawanya. Saat itu Soekarno menilai, bahasa Indonesia hanya dipakai kaum ningrat saja, sebab itulah revolusi budaya ia canangkan. Dari situ bahasa Indonesia dijadikan bahasa persatuan yang dipakai siapa saja, oleh seluruh rakyat Indonesia.

Ketika itu, Soekarno merasa perlu adanya rangkaian sebutan lengkap … disaat itulah dikembangkan sebutan Pak, atau Bapak, Bu atau IBU dan Bung yang berarti saudara. Di jaman Revolusi Kebudayaan inilah Soekarno mulai dikenal sebagai Bung Karno.

Penangkapan Pertama Bung Karno.
Pendirian PNI dan dan terjadinya Sumpah Pemuda yang di Sponsori Bung Karno dinilai Belanda sangat berbahaya. Sebab, dalam kongres itu sudah dicapai Sumpah Pemuda dengan tiga unsur pokok yang amat kuat mempersatukan seluruh rakyat Indonesia, menjadi bangsa Indonesia.

Walau pihak Kolonial Belanda sangat mengawasi kegiatan Bung Karno, tapi Bung Karno tidak gentar untuk terus menggembleng masa rakyat, untuk menghidupkan semangat mereka agar sadar sebagai satu bangsa dan memiliki kemauan untuk merdeka.

Bung Karno dalam menggembleng masa rakyat, juga mengadakan penilaian atas perkembangan Internasional. Pada bulan Desember 1929 itu muncul issue tentang kemungkinan terjadinya Perang Dunia II setelah Pada tahun 1918 Perang Dunia I berakhir. Issue itu dijadikan Bung Karno sebagai momen yang baik untuk dijadikan pembangkit semangat rakyat. Maka dalam pidato tanggal 29 Desember 1929 di dekat Yogyakarta, Bung Karno berkata:
“… imperialis, perhatikanlah! Apabila dalam waktu tidak terlalu lama lagi perang pasifik menggeledek dan menyambar-nyambar membelah angkasa, apabila dalam waktu yang tidak lama lagi Samudra Pasifik menjadi merah oleh darah dan bumi di sekelilingnya menggelegar oleh ledakan-ledakan bom dan dinamit, maka disaat itulah rakyat Indonesia melepaskan dirinya dari belenggu penjajahan dan menjadi Negara merdeka.”.

Pidato Bung Karno tersebut yang kemudian dijadikan alasan pihak Belanda melakukan penangkapan terhadap dirinya dan beberapa pimpinan PNI. Bung Karno dianggap telah melanggar Undang-undang tentang penghasutan kepada rakyat atas pidatonya tentang “issue Perang Pasifik”. Meski di kemudian hari, penangkapan itu sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya oleh pihak Belanda.

Mereka kemudian dimasukkan ke penjara Banceuy, di ruang yang berbeda-beda. Selain ruang penjara yang kotor dan tanpa jendela, ruang penjara yang disediakan hanya berukuran lebar 1,5 meter dan panjang 2 meter. Pergerakan nasional pun seperti dalam keadaan jeda, dan tokoh-tokoh nasional berpikir dua kali untuk melakukan aksi, agar terhindar dari penangkapan.

Setelah melalui pengadilan dan dijatuhkanya vonis 4 tahun penjara terhadap Bung Karno, ia kemudian dipindahkan ke penjara Sukamiskin. Di rumah penjara ini Bung Karno berkontemplasi menyelami dirinya dan hubunganya dengan dunia, lalu mengambil kesimpulan: “Aku membiasakan diriku untuk menyadari bahwa cita-cita yang besar datangnya dari saat-saat yang sepi,…”


Setelah keluar dari penjara Sukamiskin, Bung Karno bertekad untuk membenahi PNI serta menggalang persatuan kembali. Sayangnya, saat Bung Karno keluar dari penjara, PNI sudah dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang oleh penguasa Belanda.

Tidak lama berselang, Bung Karno gabung dengan Partindo (Partai Indonesia) yang didirikan teman-teman Bung Karno saat di PNI. Dari situlah, Bung Karno mulai melakukan pergerakan lagi. Pengawasan terhadap Bung Karno oleh Belanda pun diperketat. Untuk menghindarinya, Bung Karno pergi ke sebuah desa bernama Pangalengan di Jawa Barat, sekitar Maret 1933, dimana Bung Karno menulis risalah yang beliau sebut judulnya “Mancapai Indonesia Merdeka’’ (MIM). Isi pokok risalahnya adalah bagaimana cara-cara paling mungkin untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Risalah MIM dianggap oleh pihak Belanda sangat mengganggu kekuasaan mereka, sehingga pemerintah Belanda menyatakan “Terlarang atas peredaran buku MIM.” Risalah tersebut dicari kemana saja, baik oleh pengikut-pengikut Bung Karno, maupun oleh pihak Belanda. Jika orang Indonesia yang ingin mencari buku MIM karena ingin mengetahui isinya, sedangkan pihak Belanda ingin menemukanya untuk dimusnahkan. Pihak Belanda pun mengerahkan pasukan untuk menggeledah rumah-rumah warga, dan jika didapati buku tersebut, kepala rumah tangga akan ditahan untuk dimintai keterangan.


Penangkapan Kedua Bung Karno.
Tak berselang lama, Bung Karno ditangkap untuk kedua kalinya. Ia dikembalikan ke penjara Sukamiskin selama delapan bulan. Tanpa diadili, pihak Belanda mengasingkan Bung Karno ke suatu tempat terpencil di desa Endeh, Flores.

Secara rahasia, Bung Karno dikeluarkan dari Sukamiskin, dimasukkan gerbong kereta khusus menuju Surabaya. Tujuan akhirnya adalah pulau Bunga di Flores. Sesampainya di Surabaya, Bung Karno dimasukkan ke dalam sel, di sel itulah kemudian orang tua Bung Karno , yaitu pak Sukemi dan ibu Idayu sempat menjenguk Bung Karno. Sukemi yang mengharapkan putranya Bung Karno menjadi seorang Karna seperti pahlawan dalam Mahabarata, menangis tersedu menyaksikan putranya itu.

Sementara, Ibu Idayu, sembari melinangkan air mata tetap berusaha menghibur puteranya agar tetap semangat, dan dengan caranya yang khas membisikkan, “Sudah suratan takdir bahwa Soekarno menyusun pergerakan yang menyebabkan ia dipenjarakan, lalu dibuang dan kemudian dia akan membebaskan kita semua. Soekarno bukan lagi kepunyaan orang tuanya, sudah menjadi kepunyaan rakyat Indonesia. Kami mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan kedaan ini.”.

Keesokan harinya, Bung Karno dibawa ke pelabuhan. Walau dirahasiakan, akan tetapi rakyat sempat tahu, dan mereka berjejal sepanjang jalan menuju pelabuhan, sambil melambaikan bendera Merah Putih.

Masa Pembuangan.
Pembuangan Bung Karno ke pulau Bunga pada tahun 1934 ini adalah atas dasar bahwa Bung Karno adalah orang yang membahayakan bagi pemerintah Hindia Belanda. Sikap tidak ramah ditunjukan penduduk Endeh, Flores terhadap kedatangan Bung Karno. Namun Bung Karno memahaminya lantaran sebab, rakyat sudah dipropagandai oleh pihak Belanda yang mengatakan bahwa Bung Karno adalah orang jahat.

Namun, dengan berbagai cara dan pendekatan, perlahan masyarakat mulai menampakkan keramahanya kepada Bung Karno. Di pembuangan itu pula, Bung Karno banyak belajar dan berkarya. Walau dalam pengasingan, Bung Karno tak lepas dari pengawasan dari pihak keamanan Belanda.

Sempat juga Bung Karno ketika itu ditawarkan untuk melarikan diri oleh stoker kapal, namun Bung Karno menolaknya. Ia memiliki pendirian bahwa, “bergerak secara tersembunyi dan rahasia, bukanlah cara Soekarno. Bergerak untuk perjuangan kemerdekaan, tidak mungkin dilakukan secara rahasia.”
Setelah hampir lima tahun di Endeh, Bung Karno dipindahkan ke Bengkulu, Sumatra Selatan. Pemindahan tersebut terjadi setelah MH. Thamrin protes kepada Kolonial Belanda karena di Endeh Bung Karno terserang penyakit Malaria.


Menghadapi Jepang.

 
Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya oleh Bung Karno tentang perang Pasifik, perang itu benar terjadi dan Belanda berhasil ditakhlukkan oleh Jerman. Namun, terlibatnya Jepang dalam perang dunia II yang telah berkobar di Eropa itu manjadi  permasalahan baru bagi rakyat-rakyat Asia terutama berdampak bagi rakyat Jajahan.

Sasaran pendaratan Jepang adalah Palembang. Tak berselang lama setelah Jepang sampai di Padang, dengan tempo singkat dapat mengalahkan pasukan Belanda dan pada tanggal 7 Maret 1942 wilayah Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang.

Setelah itu, pihak Belanda ingin membawa Bung Karno ke Australia melalui Padang, Sesampainya di Padang, kapal yang hendak membawa Bung Karno meledak terkena bom Jepang. Setelah itulah Soekarno ditinggalkan oleh pihak Belanda di Padang.

Melihat suasana kota Padang yang tidak lagi stabil lantaran pendudukan Jepang, Bung Karno berusaha membangun sebuah organisasi masyarakat yang nantinya bisa berunding dengan tentara Jepang. Setelah masuk kota, kebetulan ada sebuah organisasi kecil, yaitu organisasi pedagang. Bung Karno menemui ketuanya lalu menganjurkan supaya ketua organisasi pedagang itu mengadakan rapat umum di lapangan. Dalam rapat ini Bung Karno berhasil membentuk apa yang disebut “Komando Rakyat,” yang oleh Bung Karno diberikan tugas sebagai pemerintah sementara dan untuk menjaga ketertiban.

Pindah ke Jakarta.
Kesuksesan yang dilakukan Bung Karno di Padang tidak bertahan lama dalam mengendalikan kekerasan yang sangat mungkin terjadi akibat rakyat Indonesia yang bersikap memusuhi Jepang dan dari pihak Jepang sendiri yang cenderung bertindak kasar. Sebab, otoritas Jepang menghendaki Bung Karno segera dikirim ke Jakarta.

Setibanya di Jakarta, ia dijemput Anwar Cokroaminoto, Hatta dan Sartono sahabat lama sekaligus teman perjuangan Bung Karno. “Hatta berbisik, ‘bagaimana pendapat Bung Karno mengenai pendudukan ini?’ aku membisikkan kembali, ‘jepang tidak akan lama disini’. Mereka akan kalah dan kita akan menghancurkan mereka. Inipun asal kita tidak menentang mereka secara terang-terangan”.

Keesokan harinya, Bung Karno menemui Jenderal Imamura, Panglima Tentara Darat Jepang ke XVI, di bekas Istana Gubernur Jenderal untuk membicarakan beberapa hal. Kemudian pada bulan Maret 1943, Jepang menugaskan Bung Karno menyusun organisasi yang akan menyalurkan bantuan riil kepada Jepang dalam “Perang Asia Timur Raya.” Organisasi ini diberi nama PUTERA, yaitu kepanjangan dari Pusat Tenaga Rakyat. Salah satu tugasnya ialah membangkitkan semangat rakyat agar membenci Amerika, Inggris, dan Belanda.

Melalui Putera, Bung Karno dapat berkomunikasi aktif dengan rakyat. Dalam upayanya mendeskriditkan pasukan Sekutu, Bung Karno melontarkan slogan:
“Awaslah Inggris dan Amerika, musuh seluruh Asia, Inggris kita linggis, Amerika kita Setrika.”.

Kerja Paksa.
Walau di satu sisi Indonesia memiliki kepentingan yang sama dengan Jepang untuk memusuhi Belanda, Amerika dan Inggris, namun Jepang sendiri dalam pendudukanya di Indonesia melakukan banyak kekejaman terhadap rakyat Indonesia. Yang paling terkenal adalah ROMUSHA, yaitu sistim kerja paksa yang menyebabkan lebih dari lima juta rakyat Indonesia dipaksa bekerja untuk Jepang, dan dari situ sepertiga diantaranya meninggal karena keteraniayaan.

Salah satu akibat dari Romusha itu, lima orang mahasiswa Fakultas Kedokteran mendatangi Bung Karno. Mereka menggugat Bung Karno yang diindikasikan terlibat merekrut Romusha tersebut. Gugatan itu mengakibatkan Bung Karno tidak lagi dipercaya oleh rakyat. Terhadap gugatan itu, Bung Karno menjelaskan: “Bahwa ia harus memilih salah satu dari dua jalan. Jalan pertama bersifat Revolusioner yang telah ditunjukan oleh Peta dalam pemberontakan di Blitar. Kenyataanya, jalan pertama belum siap. Pemberontakan tersebut dapat dipadamkan Jepang dengan mudah. Jalan kedua secara taktis bekerjasama dengan pihak Jepang, sambil mengkonsolidasi kekuatan. Inilah pilihan Bung Karno.


Runtuhnya Kekuasaan Jepang.

 
Perhitungan Bung Karno-Hatta bahwa Jepang tidak akan bertahan lama dalam perang Pasifik mulai tampak, dengan jatuhnya wilayah strategis yang direbutnya di pertengahan tahun 1944.
Sejak awal pendudukan, pemerintah Jepang telah mulai merencanakan untuk memberi latihan militer kepada penduduk Indonesia. Maksudnya, penduduk yang diberi latihan militer itu, untuk mempertahankan negeri Indonesia, dari serangan musuh Jepang. Dengan begitu, kepentingan Jepang untuk menjajah Indonesia terus berlanjut. Maka sejak bulan April 1943 pemuda Indonesia mulai direkrut untuk jadi “pembantu – serdadu Jepang” yang diberi nama Heiho, yang secara struktur berada di bawah militer Jepang.
Tanggal 1 April 1945, tentara sekutu mendarat di Okinawa, Jepang. Kemudian menyerahnya Jerman kepada Sekutu tanggal 7 Mei 1945, mendorong pemerintah Jepang melantik Badan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Kemudian tanggal 29 Mei 1945 pelantikan itu dilakukan sekaligus dilangsungkan sidang pertama di bawah ketuanya Dr. Rajiman Wedyodiningrat.

Lahirnya Pancasila.
Dari sidang BPUPK tersebut muncul beberapa gagasan untuk menentukan Dasar Negara Indonesia Merdeka. Ada yang melontarkan konsep Negara-negara Eropa, ada juga yang mengemukakan konsep Negara Islam. Kemudian setelah tiga hari sidang berjalan, hari ke empat yaitu tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno dapat menyampaikan pemikirannya. Dari pidatonya pada waktu itu, kemudian dikenal dengan pidato “Lahirnya Pancasila”. Setelah itu dibentuklah panitia 1 Juni yang bertugas merumuskan pidato Bung Karno menjadi Preambule bagi Undang-Undang Dasar. Kemudian tanggal 21 Juni 1945 dibentuk “Panitia Sembilan” yang diketuai Bung Karno dan keesokan harinya, 22 Juni 1945, berhasil menyusun “Piagam Jakarta”. Dari situlah persiapan dinyatakan telah mencapai tingkat kesempurnaan.

Pada tanggal 29 Juli, Pemerintah Jepang di Tokyo sudah menyetujui tentang kemerdekaan Indonesia itu dan akan menentukan tanggal pengumumanya. Setelah itulah, Bung Karno- Hatta diundang oleh pihak Jepang untuk membicarakan hal yang kemudian dicapai kesepakatan, Jepang menyerahkan proses kemerdekaan sepenuhnya kepada Indonesia. Untuk itu, PBUPK disatukan menjadi panitia persiapan kemerdekaan Indonesia ( PPKI).

Dalam perjalanan pulang ke Indonesia, Bung Karno, menyatakan keyakinannya kepada Bung Hatta, bahwa Indonesia siap merdeka. Syarat  berdirinya suatu  Negara, ialah adanya wilayah atau tanah air, adanya rakyat dan adanya pemerintahan berdaulat. Lalu menurut hukum internasional, adanya pengakuan dari Negara lain. Bung Hatta sepenuhnya setuju dengan apa yang dikemukakan Bung Karno.

(ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: