Pesan Rahbar

Home » , » John Pugh: Pada Dasarnya Saya Telah Menjalani Kehidupan Secara Islami

John Pugh: Pada Dasarnya Saya Telah Menjalani Kehidupan Secara Islami

Written By Unknown on Saturday, 20 September 2014 | 02:50:00


Perjalanan saya menuju Islam datang dari akar Katolik saya. Saya lahir dan dibesarkan di Toowoomba, Queensland, Australia. Setiap minggu, saya menghadiri perhimpunan dengan ibu, nenek, dan paman saya. Paman saya seorang Katolik yang begitu patuh sekali. Dia memberikan pengaruh besar terhadap kepercayaan saya, dan ketika masih anak-anak, saya merupakan seorang penganut setia tradisi Katolik.

 
Pada tahun 1984, kehidupan saya musnah dengan kematian paman saya.Saya menjadi lebih melibatkan diri dalam gereja. Pada dua tahun akhir pendidikan saya, saya ikut berpartisipasi dengan kelompok pemuda dan aktivitas-aktivitas jemaah gereja. Lulus sekolah saya bekerja di toko pakaian lokal selama empat tahun dan pada malamnya saya mengikuti pertemuan-pertemuan pemuda gereja. Anda bisa menyebut saya sebagai seorang Pencandu Katolik.
 
Pada masa tersebut, saya banyak mempelajari tentang sejarah Gereja Katolik dan menemukangereja Katolik dipenuhi dengan inkonsistensi. Bagaimanapun, saya mempunyai impian untuk bekerja dengan gereja Katolik. Pada tahun 1991, saya meminta untuk melanjutkan pelajaran di universitas dalam bidang pendidikan. Saya berpikir bahwa dengan memiliki ijazah dalam bidang pendidikan dan latarbelakang saya, maka saya mungkin akan diterima bekerja sebagai pekerja Nabi Musa. Pada masa itu, saya masih melibatkan diri dengan gereja. Saya membantu membentuk grup pemuda dan melibatkan diri saya dalam Masyarakat St. Vincent de Paul.
 
Saya berada di Melbourne selama sebulan untuk mengambil kursus pekerja muda (disponsori oleh jemaah gereja lokal) dan mempelajari teologi dasar. Saya menamatkan pelajaran dari universitas dan mendapat kerja sebagai guru di sebuah sekolah Katolik di Stan Thorpe. Ia bukan pekerja mudah, tetapi merupakan permulaan.
 
Setelah dua tahun, saya memohon kedudukan uskup, bekerja dengan orang-orang cacat. Dalam posisi ini, saya dapat menghadiri banyak kursus-kursus pelatihan internal berkaitan Gereja, Nabi Isa, dan Tuhan. Saya mendapati bahwa begitu banyak sekali Gereja Katolik kehilangan dukungan dari masyarakat bawahr dan telah menjadi lembaga. Malah saya juga menemui di satu kota terdapat dua kelompok jemaah gereja yang tidak sepakat dengan gereja dan Nabi Isa as.
 
Ketika bekerja di sini jugalah saya berkenalan dengan calon istri saya, dia baru saja menganut Katolik. Kami menikah pada tahun 1997, dan pada awal 1998, kami mendapat seorang anak perempuan. Selepas bekerja selama dua setengah tahun dengan orang-orang cacat, kami kehabisan dana dan saya telah ditawarkan bekerja sebagai guru di sebuah sekolah Katolik lokal sehingga akhir tahun 1998.
 
Impian saya untuk menjadi pekerja muda di gereja musnah. Saya mulai mengalami depresi, walaupun pada masa itu saya tidak menyadarinya. Pada tahun 1999, saya bekerja di sebuah sekolah Katolik lokal yang lain dan mendapat seorang lagi anak perempuan. Sudah menjadi kenyataan pada akhir tahun 1999, saya tidak lagi bisa mengajar. Akhirnya, saya terpaksa berhenti dari pekerjaan.
 
Pada masa itulah saya kehilangan segala kepercayaan saya pada gereja. Pada mulanya saya pikir karena depresi, tapi rupanya ia lebih dalam.  Saya juga tidak mengetahui bahwa istiri saya  mulaimenjaga jarak dengangereja Katolik. Saya masih juga menghadiri gereja, tetapi tidak seperti dulu. Saya mempercayai Tuhan, tetapi apakah gereja ini yang diawali oleh Nabi Isa?
 
Apa yang saya pelajari bahwa gereja dibentuk oleh manusia dan dipenuhi dengan korupsi, yang sering melemparkan mereka yang mempersoalkannya atau menganggap mereka adalah beban, dan inilah yang berlaku kepada diri saya.
 
Istri memang telah mempunyai banyak persoalan. Dia menemukan bahwa dia telah menjadi bagian dari gereja yang penuh dengan inkonsistensi. Dia juga mempercayai Tuhan, tetapi dulunya dia pernah belajar tentang Islam ketika belajar agama di Universitas New England Australia. Dalam Islam, dia menemukan sebuah agama yang mempercayai Tuhan, mendakwahkan kedamaian dan persamaan untuk semua. Tidak takut dengan persoalan-persoalan yang dikemukakan. Ini sama sekali tidak seperti yang terdapat dalam Katolik. Pada tahun 2001, dia memeluk Islam sebulan sebelum saya melakukannya. Dia mengenakan hijab dan memakai pakaian seperti yang dituntut Islam.
 
Titik perubahan saya ialah kira-kira sebulan setelah istri saya secara resmi memeluk agama Islam. Pada bulan itu, saya memang kecewa sekali dengan gereja saya, dan dalam satu pidato, sang pendeta mengatakan,"Jika semua penganut Kristen menghormati satu sama lain, sudah tentu kita tidak punya banyak kelompok."
 
Semua Muslim menghormati satu sama lain, lelaki dan perempuan mempunyai status yang sama, dan tidak ada hirarki.
 
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. al-Hujurat: 13)
 
Kemudian saya dapati bahwa saya juga telah menjalani kehidupan saya dengan banyak ide-ide Islami. Saya sering sekali bersedekah kepada orang miskin; saya sering memiliki iman dan menjalani kehidupan mengikut perintah Tuhan; dan saya sering melihat orang sebagai sama. Semua makhluk datang dari Nabi Adam dan Hawa. Dalam Islam diketahui bahwa seorang arab tidak lebih superior dari non Arab, demikian juga sebaliknya. Seorang berkulit putih tidak lebih superior dari seorang kulit hitam, begitu juga sebaliknya. Kecuali ketakwaan dan perbuatan baik seseorang. Setiap muslim bersaudara dengan muslim lainnya. Tidak ada milik seseorang Muslim itu sah kepada seorang Muslim lain kecuali ia diberi secara sukarela. Kita diingatkan untuk tidak melakukan ketidakadilan terhadap diri kita sendiri. Satu hari kelak kita akan bertemu Allah dan kita akan dipertanggungjawabkan atas perilaku kita.
 
Sepanjang kehidupan saya, Tuhan telah membimbing saya kepada Islam; hanya saya yang tidak mengetahuinya. Istri saya telah membuat kontak dengan presiden Masyarakat Islam Toowoomba, Dr. Shahjahan Khan. Pada 16 Juni 2001, Khan dan istrinya datang ke rumah kami dan menyaksikan istri dan saya mengucapkan syahadah bersama. Segala Puji bagi Allah yang telah memberikan kami rahmat dan cahaya-Nya. (IRIB Indonesia / onislam.net)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: