Pesan Rahbar

Home » » Malaikat Ala Wahabi

Malaikat Ala Wahabi

Written By Unknown on Tuesday 2 September 2014 | 14:23:00


Inilah Algojo Pancung Terkenal di Arab Saudi .

Ruyati di eksekusi oleh seorang algojo yang dianggap paling termahsyur di Arab Saudi. Siapakah dia? Dialah Abdallah bin Said al-Bishi yang bertugas sebagai algojo pancung mewarisi profesi ayahnya. Layaknya seorang malaikat pencabut nyawa, namun itulah tugas Abdallah. Jumlahnya memang tidak diketahui dengan pasti, namun setidaknya ada enam algojo yang ditunjuk oleh pemerintah Arab Saudi. Salah satunya Abdallah yang mendapatkan bagian khusus kota Mekkah.

Abdallah memulai tugas pertamanya pada 1991, sepekan setelah ayahnya, Said al-Bishi wafat. Umurnya waktu itu 32 tahun. Ia sempat terkejut setelah beberapa pejabat dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan surat pengangkatannya sebagai algojo. Hari pertama, ia langsung memancung tiga orang.

Dengan pedang bernama “Sultan” warisan ayahnya, ia mengaku gugup saat pertama memenggal kepala orang. Pedang Sultan berbentuk melengkung seperti bulan sabit dengan panjang setengah meter. “Tiap orang sedikit gugup saat memulai pekerjaan barunya dan takut gagal,” kata Abdallah. Hingga kini, ia mengaku telah memancung lebih dari 100 kepala.

Di masa kecil, Abdallah pernah menyaksikan ayahnya memenggal kepala seorang pembunuh di depan gerbang Raja Abdul Aziz. Ia datang bersama ayahnya karena ingin melihat organ pencernaan seperti yang ia pelajari di sekolah. “Namun, yang saya lihat kepala manusia melayang, dari lehernya ada pancaran darah seperti sumur dan kemudian jatuh. Cukup dan saya tak tahan lagi,” ujarnya. Malamnya, ia susah tidur dan sekali bermimpi buruk.

Sesuai syariat Islam, Saudi menerapkan hukum pancung terhadap terpidana mati kasus pembunuhan. Eksekusi bisa batal jika keluarga korban memaafkan dan pelaku diharuskan membayar diyat (uang pengganti) yang ditetapkan oleh keluarga korban. Menurut ahli psikologi dari Kementerian Dalam Negeri Saudi, Dr Turki al-Atyan, syariat Islam memerintahkan hukuman mati dilaksanakan dengan cara dipenggal, bukan digantung atau ditembak. Ia mengungkapkan Saudi pernah menerapkan hukuman mati dengan cara ditembak.

Untuk memuluskan tugasnya, Abdallah hanya memakai pedang produksi Jowhar karena terbuat dari besi keras yang tidak mudah patah dan memang khusus untuk memancung kepala. Jowhar adalah sebuah kota kecil di Somalia, sekitar 90 kilometer sebelah utara Ibu Kota Mogadishu. Cara memenggal pun ada dua: horizontal dan vertikal. Masing-masing memerlukan pedang khusus. Ia menyebut “Qaridha” sebagai pedang spesialis pancung dengan cara vertikal.

Ayah tiga anak ini mengaku tidak merasa berbeda saat akan memancung lelaki atau perempuan. Bahkan, ia mengaku pernah memenggal kepala teman-temannya yang menjadi terpidana mati. “Perbedaannya, kadang pria (yang akan dipenggal) tidak bisa mengendalikan kegelisahannya sehingga bingung duduk atau berdiri,” ujar Abdallah. Selain memenggal kepala, Abdallah juga melaksanakan hukuman potong tangan atau kaki. Bedanya, kalau pancung, korban tidak dibius sama sekali, sedangkan potong tangan dibius lokal.

Ia menegaskan syarat utama menjadi algojo penggal adalah tidak boleh merasa iba terhadap orang yang akan dipancung. “Jika saya merasa iba, ia akan menderita. Bila hati ini merasa kasihan, tangan bakal gagal,” katanya. Boleh jadi, profesi sebagai algojo pancung seperti pekerjaan turun-temurun bagi keluarga Al-Bishi. Menurut Abdallah, putra sulungnya, Badr, sudah dilatih menjadi algojo dan akan diangkat untuk bertugas di Ibu Kota Riyadh.

Keluarga Ruyati binti Satubi, korban qishas di Arab Saudi, berharap jenazah Ruyati dapat dibawa pulang ke Indonesia. Namun sampai saat ini belum ada kepastian apakah jenazah Ruyati bisa dibawa pulang atau tidak.
Menurut aturan hukum di Arab Saudi mengharuskan jenazah korban qishas dimakamkan di Arab Saudi, namun pemerintah akan tetap berupaya agar jenazah Ruyati dapat dibawa pulang dan dimakamkan di Indonesia.

Eksekusi mati terhadap tenaga kerja wanita Indonesia Ruyati binti Satubi (54) di Arab Saudi meninggal kan duka yang amat dalam tidak hanya keluarga, namun masyarakat Indonesia pun merasakan hal yang sama turut berduka atas peristiwa yang tragis itu.

Pernyataan Pemerintah Atas Eksekusi Mati Ruyati.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengeluarkan pernyataan melalui siaran pers yang dikirimkan kepada media, Minggu (19/6/2011) malam. Dalam siaran pers itu, pemerintah menyampaikan duka cita yang mendalam atas eksekusi mati terhadap tenaga kerja wanita Indonesia Ruyati binti Satubi (54) di Arab Saudi. Ruyati dihukum pancung pada Sabtu (18/6/2011) lalu, karena membunuh majikannya, seorang wanita Arab Saudi bernama Khairiya binti Hamid Mijlid.


“Pemerintah Indonesia merasakan duka cita yang sangat mendalam, bersama dengan pihak keluarga almarhumah Ruyati atas pelaksanaan hukuman terhadap almarhumah,” demikian termuat dalam siaran pers itu.


Pemerintah mengecam pelaksanaan eksekusi mati terhadap Ruyati yang dilakukan tanpa memerhatikan praktek internasional terkait dengan hak tahanan asing untuk memperoleh bimbingan kekonsuleran. Eksekusi mati itu juga dilaksanakan tanpa sepengetahuan KBRI di Riyadh. Atas hal tersebut, Kementerian Luar Negeri berencana memanggil Duta Besar RI di Riyadh untuk mendiskusikan permasalahan itu, juga menyampaikan sikap pemerintah RI kepada Duta Besar Arab Saudi di Jakarta terkait eksekusi Ruyati.

Kemenlu menyatakan sebelumnya telah berkomunikasi dengan pihak keluarga Ruyati untuk menjelaskan permasalahan hukum yang menjerat Ruyati di Arab Saudi. Kemenlu juga menjelaskan upaya-upaya yang telah ditempuh pemerintah untuk membantu proses hukum Ruyati, baik selama persidangan di pengadilan maupun mengupayakan pengampunan dari ahli waris korban untuk Ruyati. Namun, upaya tersebut tak mampu menyelamatkan Ruyati dari eksekusi mati.

Ruyati berangkat ke Arab Saudi melalui penyalur tenaga kerja PT Dasa Graha Utama yang berlokasi di Pondok Gede, Kota Bekasi sejak 2008. Wanita itu terpaksa meninggalkan Indonesia demi memenuhi kebutuhan keluarganya setelah bercerai.

Presiden prihatin.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas nama pribadi dan Pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan keprihatinannya dengan kasus Ruyati. Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha.

Rasa prihatin dan berduka itu juga ditujukan kepada keluarga almarhuman Ruyati. Julian mengatakan, tak ada instruksi khusus dari Presiden terkait penanganan kasus tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, anak kandungnya, Evi (32) menuturkan bahwa Ruyati kerap mendapatkan perlakuan kasar dari majikannya itu. “Mulai dari pemukulan, pelemparan, penendangan, hingga menimbulkan patah tulang pada bagian kaki, tapi tidak ada yang peduli,” katanya.
Sebenarnya, pihak keluarga sudah memintanya pulang ke Tanah Air saat komunikasi terakhir dengan Ruyati, sekitar Desember 2010, namun, Ruyati tidak juga pulang. Evi juga menyesalkan putusan eksekusi mati terhadap ibunya. Menurut dia, eksekusi mati seharusnya tidak terjadi jika advokasi Pemerintah Indonesia merespon cepat vonis mati terhadap Ruyati. Sekitar setengah tahun yang lalu, Ruyati membunuh majikannya dengan pisau dapur. Ruyati mengakui hal tersebut saat disidang di pengadilan. Pengadilan Syariah Arab Saudi kemudian memutuskan hukuman mati untuknya. Keputusan tersebut lalu disetujui pengadilan banding.
Nasib serupa dialami seorang TKW Asal Subang Darsem binti Daud Tawar. Darsem juga terancam hukuman mati akibat membunuh majikannya di Arab Saudi. Untungya, Darsem mendapat maaf dari ahli waris dengan syarat harus membayar 2 juta riyal atau sekitar Rp 4,5 miliar sebagai uang pengganti. Kini, pemerintah tengah menempuh proses banding untuk Darsem.

Pemerintah Berupaya Pulangkan Jenazah Ruyati.

Juru Bicara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dita Indah Sari mengatakan bahwa aturan hukum di Arab Saudi sudah jelas, jenazah qishas tidak dapat dipulangkan. Namun, lanjut Dita, kemungkinan selalu ada sehingga upaya tetap harus dijalankan. Dan, jika ini benar-benar tidak mungkin maka salah satu anggota keluarga almarhumah yang akan diberangkatkan ke sana untuk menjenguk tempat peristirahatan Ruyati.
Ahli waris Ruyati hari ini menerima santunan dari Pemerintah senilai Rp 97 juta. Santunan tersebut terdiri dari santunan kematian asuransi, uang duka dari PPTKIS, Kemennakertrans, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).

Dita menyadari, bagaimanapun juga uang tidak bisa menggantikan nyawa yang telah pergi. “Namun, sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian, hal ini tetap kami tuntaskan,” ujar Dita.

Masyarakat Indonesia mengharapkan agar kasus pemancungan atau eksekusi mati tidak terulang lagi di masa mendatang karena menyangkut nyawa orang.

Darsem binti Dawud Tawar, tenaga kerja wanita (TKW) yang menjadi tersangka dengan membunuh majikan yang hendak memperkosanya, akhirnya dapat diselamatkan dari hukuman qhisas atau pancung. Sebelumnya, hukuman pancung harus diterima oleh Ruyati yang juga tersangkut kasus pembunuhan majikannya. Melihat hal itu, tentu saja pemerintah tidak ingin hal itu terulang kembali. Maka dari itu, pemerintah terus gencar guna melindungi para warga Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Eksekusi Ruyati Diketahui Keluarga Minggu Pagi.

Keluarga Ruyati mengaku mendapatkan Informasi pemancungan Ruyati baru pada Minggu 19/6/2011 pagi. Informasi tersebut disampaikan Kementerian Luar Negeri. Padahal, eksekusi Ruyati telah dilaksanakan pada Sabtu waktu setempat.

“Sebelumnya nggak ada informasi apa-apa. Baru dikasih tahu tadi, waktu Ibu sudah nggak ada,” kata puteri Ruyati, Een Nuraeni, seperti dikutip dari detik Minggu 19/6/2011.

Selama ini Een juga mengaku minimnya informasi soal persidangan yang dijalani ibunya. Pihak keluarga hanya tahu Ruyati mendapat ancaman hukuman qisas. Qisas adalah pembayaran yang seimbang antara pelaku dan yang dianiaya.

Ruyati telah dieksekusi di Arab Saudi pada hari Sabtu kemarin atas vonis terhadap pembunuhan seorang perempuan Arab Saudi. “Pahlawan devisa” itu mengakui perbuatan yang dilakukannya pada awal 2010 lalu. Kemendagri Saudi menyebut Ruyati membunuh Khairiya Hamid binti Mijlid dengan menggunakan alat pemotong daging dan menusuknya di leher.
aktivis yang tergabung dalam kelompok Migrant Care bersama putri pertama Ruyati binti Satubi, Een Nuraeni bersama-sama mendatangi tempat kediaman Kedutaan Besar Arab Saudi yang berlokasi di Jl. MT Haryono, Jakarta Timur, Selasa (21/6/2011). Mereka melakukan aksi unjuk rasa dengan membawa perlengkapan demonstrasi seperti spanduk dan poster yang bertuliskan tuntutan pemulangan jenazah Ruyati.
Keluarga Tuntut Jenazah Ruyati Dipulangkan.

Ruyati merupakan satu dari sekian banyaknya tenaga kerja Indonesia yang mendapatkan hukuman eksekusi mati oleh Arab Saudi setelah resmi menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan majikannya. Dalam orasinya itu, Een meluapkan emosinya sambil meneteskan air mata. “Apa yang telah dilakukan Kerajaan Arab Saudi terhadap ibu saya adalah tindakan keji dan tidak berprikemanusiaan. Saya meminta kepada Kerajaan Arab Saudi untuk segera memulangkan jenazah Ibu,” teriaknya.
Dalam aksi tersebut, hadir pula pengamat politik Effendi Ghazali. Sekitar pukul 12.00 WIB pengunjuk rasa meninggalkan lokasi sambil menyanyikan lagu gugur bunga untuk mengenang Ruyati yang dihukum pancung oleh pengadilan Arab Saudi pada Sabtu (18/6/2011).

TKW Darsem Terselamatkan Dari Hukum Pancung.

Darsem akhirnya divonis bebas setelah membayar diyat sebagai pengganti hukuman qhisas. Bahkan, hari ini Darsem akan pulang ke Indonesia. “Ibu Darsem akan tiba di Indonesia besok (hari ini). Setelah kami membayarkan diyat, dia langsung dibebaskan dari hukuman qhisas,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene.

Untuk selanjutnya, Darsem akan dipulangkan ke pihak keluarga pada pukul 13.30 Waktu Indonesia Barat. Tene menjelaskan, setelah membayar uang tebusan senilai Rp.4,7 miliar, Darsem memang otomatis bebas dari pancung. Namun, ia belum sepenuhnya bebas dari hukuman publik (penjara),” tambah dia.

Perwakilan Indonesia di Arab Saudi, dia menjelaskan, mengajukan permohonan kepada pemerintah Arab Saudi untuk membebaskan Darsem. “Jadi, saat ini Darsem statusnya sudah bebas murni,” kata dia. TKW asal Subang, jawa Barat kini dalam kondisi sehat.

Meski punya alasan kuat untuk membunuh majikannya, seorang warga negara Yaman pada Desember 2007 lalu, tapi pengampunan dari keluarga korban — agar dia lolos dari hukuman mati — harus dibayar mahal. Ia diwajibkan membayar uang diyat (ganti rugi atau santunan) sebesar SAR2 juta, atau sekitar Rp4,7 miliar yang harus lunas dalam waktu 6 bulan. Uang itu telah dibayarkan oleh pemerintah Indonesia.

Inilah Daftar TKI Yang Terancam Eksekusi Mati.

Eksekusi mati Ruyati binti Satubi di Arab Saudi menjadi pukulan berat bagi Indonesia, rakyat mulai angkat bicara menanggapi nasib TKI yang divonis berat diluar negeri. Seperti data yang dirilis Kementrian Luar Negeri terdapat 303 Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati sejak tahun 1999 hingga 2011. Tiga orang telah dieksekusi, dua orang dicabut nyawanya di Arab Saudi, dan satu orang di Mesir.

Dari 303 TKI ini, saat ini ada 216 orang masih dalam proses pengadilan. Malaysia menjadi negara yang paling banyak memproses pengadilan TKI yang terancam hukuman mati, yaitu sebanyak 177 orang. China di urutan kedua, sebanyak 20 orang dan setelah itu disusul Arab Saudi sebanyak 17 orang TKI.

Berikut 303 TKI yang sedang terancam hukuman mati seperti diberitakan vivanews Selasa 21/6/2011 yang merujuk pada data kementrian Luar Negeri :
 

WNI terancam hukuman mati:
- Dieksekusi: 3 orang
- Bebas dari ancaman: 55 orang
- Masih dalam proses pengadilan: 216 orang
- Berhasil dibebaskan/dipulangkan: 29 orang
 

Kasus berdasarkan negara:
- Malaysia: 233 orang
- China: 29 orang
- Arab SAudi: 28 orang
- Singapura: 10 orang
- Suriah: 1 orang
- Uni Emirat Arab: 1 orang
- Mesir: 1 orang
 

Data terakhir di Arab Saudi:
- Dieksekusi: 2 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 6 orang
- Masih proses pengadilan: 17 orang
- Berhasil dibebaskan: 3 orang
 

Data terakhir di Mesir:
- Dieksekusi: 1 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 0 orang
- Masih proses pengadilan: 0 orang
- Berhasil dibebaskan: 0 orang
 

Data terakhir di Malaysia:
- Dieksekusi: 0 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 32 orang
- Masih proses pengadilan: 177 orang
- Berhasil dibebaskan: 24 orang
 

Data terakhir di China:
- Dieksekusi: 0 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 9 orang
- Masih proses pengadilan: 20 orang
- Berhasil dibebaskan: 0 orang
 

Data terakhir di Singapura:
- Dieksekusi: 0 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 7 orang
- Masih proses pengadilan: 2 orang
- Berhasil dibebaskan: 1 orang
 

Data berdasarkan kasus:
- Membunuh: 85 orang
- Narkoba: 209 orang
- Kekerasan: 1 orang
- Lain-lain: 8 orang
 

Berdasarkan kasus di Arab Saudi:
- Membunuh: 22 orang
- Narkoba: 0 orang
- Kekerasan: 1 orang
- Lain-lain: 5 orang
 

Berdasarkan kasus di Malaysia:
- Membunuh: 50 orang
- Narkoba: 180 orang
- Kekerasan: 0 orang
- Lain-lain: 3 orang
 

Berdasarkan kasus di Mesir:
- Membunuh: 1 orang
- Narkoba: 0 orang
- Kekerasan: 0 orang
- Lain-lain: 0 orang
 

Berdasarkan kasus di China:
- Membunuh: 0 orang
- Narkoba: 29 orang
- Kekerasan: 0 orang
- Lain-lain: 0 orang
 

Berdasarkan kasus di Singapura:
- Membunuh: 10 orang
- Narkoba: 0 orang
- Kekerasan: 0 orang
- Lain-lain: 0 orang

23 TKI di Saudi Terancam Hukuman Mati.

Sebanyak 23 tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi telah terancam dihukum mati. Baru-baru ini, hukuman mati sudah dijatuhkan kepada Ruyati yang dituduh telah membunuh seorang wanita Saudi. Padahal, hukuman tersebut bisa dihindarkan dengan langkah politik, seperti yang pernah dilakukan oleh Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Kasus terakhir adalah Darsem binti Daud Tawar, seorang TKI asal Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Dalam kasus tersebut, pemerintah lebih fokus dalam pembayaran diyat (uang darah) daripada melakukan advokasi litigasi di peradilan atau diplomasi secara maksimal. Dari seluruh kasus yang ditemukan, Duta Besar Indonesia yang bertugas di Arab Saudi dianggap lalai dalam melindungi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Saudi. Beberapa pihak pun meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menarik pejabat yang bertanggung jawab atas kelalaian melindungi TKI.


Arab Saudi merupakan negara terbesar kedua penyaluran TKI setelah Malaysia. Jumlah TKI di Arab Saudi diperkirakan lebih dari 1,5 juta orang yang kebanyakan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dari jumlah tersebut, wanita lebih banyak mendominasi sebagai pembantu rumah tangga.

SBY Akan Bertemu Dubes Arab Saudi Di Kantor Kepresidenan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hari ini Selasa 28/6/2011 tepatnya pukul 15.00 WIB dijadwalkan akan bertemu Duta Besar Arab Saudi Abdulrahman Al Khayyath dikantor kepresidenan. Pertemuan ini digelar atas permintaan Dubes Arab Saudi untuk audiensi.
“Iya ada pertemuan dengan Dubes Arab Saudi. Beliau yang meminta waktu pada Presiden untuk audiensi,” kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha dikutip dari detik, Selasa 28/6/2011.

Julian juga mengatakan, pertemuan nanti juga akan membicarakan seputar masalah yang berkaitan dengan kedua negara. Namun Julian tidak bisa memastikan hal apa yang akan dibahas dalam pertemuan itu.
Seperti diketahui, Dubes Arab Saudi Al Khayyath sebelumnya jadi sorotan publik menyangkut masalah eksekusi TKI di Arab Saudi. Al Khayyath membantah pernyataan Menlu Marty Natalegawa tentang pengakuan maaf dan kelalaian Arab Saudi dalam kasus Ruyati. Namun, Marty tetap pada pendiriannya dan menegaskan apa yang diucapkan sudah sesuai fakta.


Awal Agustus Pengiriman TKI Ke Arab Resmi Dihentikan.

Keputusan pemerintah tentang penghentian sementara atau moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi telah resmi dikeluarkan. Terhitung tanggal 1 Agustus 2011 moratorium ini siap dijalankan.

“Pelaksanakan moratorium pengiriman TKI ke Saudi Arabia efektif 1 Agustus 2011,” kata Presiden SBY saat jumpa pers di kantor presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Kamis 23/6/2011.

Sebelumnya, SBY menilai pelaksanaan hukuman mati itu di luar aturan yang seharusnya berlaku dalam hubungan antar bangsa. “Pelaksanaan hukuman mati itu menabrak norma dan tatakrama antar bangsa yang berlaku secara internasional.” terangnya.

Dalan jumpa pers itu SBY juga menyampaikan duka terkait kasus pemancungan atas TKI Ruyati binti Satubi di Saudi Arabia. Ia mengatakan bahwa pemerintah Indonesia melakukan protes atas kasus Ruyati. “Saya prihatin serta menyatakan protes yang keras atas pelaksanaan hukuman mati itu,”

Acara jumpa pers ini juga dihadiri Menko kesra Agung Laksono, Menkopolhukam Djoko Suyanto, Menakertrans Muhaimin Iskandar, Menlu Marty Natalegawa, dan beberapa menteri lainnya.


________________________________
Algojo yg tugasnya mancung kepala terpidana di Saudi Arabia ?
Katanya, dia ini biasa penggal kepala orang 7 kali per hari
ini dia : Muhammad Saad al-Beshi



REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH - Gaji besar, jam kerja fleksibel dan paket bonus menarik. Itulah kisah algojo Arab Saudi yang kerjanya memancung kepala-kepala orang.

Muhammad Saad al-Beshi merupakan algojo ternama dan paling terkenal di Arab Saudi. Kepada Arab News, dia pernah bercerita tentang kehidupannya yang diklaim seperti kehidupan orang kebanyakan. Orang tidak takut dengan profesinya sebagai seorang penjagal.

''Di negara ini, kami memiliki masyarakat yang memahami hukum Tuhan,'' katanya. ''Tidak ada yang takut terhadap saya. Saya punya banyak saudara dan teman di masjid. Saya memiliki kehidupan normal seperti orang-orang lain. Tidak ada yang aneh dalam kehidupan sosial saya.''

Muhammad Saad Al-Beshi memulai kariernya di penjara di Taif. Kerjanya adalah memborgol dan menutup mata terpidana sebelum menjalani eksekusi pancung. ''Karena latar belakang tersebut, saya mengembangkan semangat saya untuk menjadi algojo,'' katanya.

Ketika ada lowongan, Muhammad Saad Al-Beshi melamar dan langsung diterima. Tugas pertamanya pada 1998 di Jeddah. ''Terpidana diikat dan ditutup matanya. Dengan satu ayunan pedang, saya menebas kepalanya. Kepala menggelinding beberapa meter,'' ceritanya.

Muhammad Saad Al-Beshi mengaku sempat gemetar ketika pertama kali menjalani tugas tersebut. Namun Muhammad Saad Al-Beshi, yang biasa memancung tujuh kepala sehari, kini tenang tiap kali menuntaskan tugasnya memancung kepala terpidana.
''Saya tenang menjalankan tugas ini karena saya melakukan tugas Tuhan,'' katanya. ''Bagi saya, tidak masalah harus memancung berapa kepala. Selama itu merupakan tugas Tuhan, jumlah tidak menjadi masalah.''
  


Algojo Saudi : Saya Mohon Maaf ke Keluarga Korban

REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH - Muhammad Saad Al-Beshi merupakan salah satu algojo paling ternama di Arab Saudi. Meski tugasnya memancung kepala orang, Muhammad Saad Al-Beshi mengaku tetap menghormati keluarga korban yang dipancungnya.

Seperti diberitakan Arab News, Muhammad Saad Al-Beshi memiliki tradisi tiap kali akan memancung seorang terpidana. Dia akan mengunjungi keluarga korban untuk meminta maaf karena dia besok akan memancung anggota keluarga mereka.

''Saya selalu memiliki harapan hingga detik-detik terakhir pemancungan,'' katanya. ''Saya selalu berdoa kepada Tuhan agar narapidana mendapat harapan baru. Saya selalu menjaga harapan tersebut tetap hidup.''

Muhammad Saad Al-Beshi tidak bersedia membeberkan gaji sebagai algojo karena itu merupakan kesepakatan dengan pemerintah Arab Saudi. Namun, menurut Muhammad Saad Al-Beshi, gaji bukan hal penting bagi dirinya. ''Saya merasa bangga bisa melakukan tugas Tuhan,'' katanya.

Pedang Algojo Seharga Rp 46 Juta

REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH - Muhammad Saad Al-Beshi, salah satu algojo ternama di Arab Saudi, mengaku tidak terlalu mempersoalkan gaji seorang algojo. Karena itu, dia tidak bersedia membeberkan berapa gajinya sebagai algojo.

Namun demikian, Muhammad Saad Al-Beshi setidaknya mendapat hadiah pedang dari pemerintah yang nilai terbilang cukup mahal. Dia menyebutkan harga pedangnya sekitar 20 ribu riyal (Rp 46 juta).

''Pedang ini adalah pemberian dari pemerintah. Saya rajin merawat dan mengasahnya. Saya selalu memastikan tidak ada noda darah yang tertinggal di pedang,'' kata Muhammad Saad Al-Beshi seperti dikutip Arab News. ''Pedang ini sangat tajam. Orang-orang merasa terheran-heran betapa cepatnya pedang ini memisahkan kepala dari badan.''

Banyak orang menyaksikan saat Muhammad Saad Al-Beshi menjalankan tugasnya. ''Ada yang takut ketika melihat eksekusi. Saya tidak tahu kenapa mereka datang dan melihatnya jika merasa mual ketika menyaksikannya. Saya? Saya tetap bisa tidur nyenyak,'' ujarnya.


Pengakuan Seorang Algojo Eksekutor Hukuman Pancung Arab Saudi


Hukuman Qisas menjadi buah bibir seiring berita miris TKI Ruyati binti Satubi yang menjalani satu di antara bentuk hukuman dalam Islam itu, karena dikabarkan terbukti membunuh ibu majikannya. Secara luas, publik sudah banyak mengetahui bentuk Qisas. Eye to eye atau blood to blood istilah inggrisnya. Hilang nyawa? Ya balas nyawa.


Muhammad Saad al-Beshi, “Tahanan saat itu diikat dan ditutup matanya. Dengan sekali tebas pakai pedang, saya memisahkan kepalanya, yang jatuh menggelinding beberapa meter jauhnya,”

Pun sedikit saja yang mengetahui cerita hidup dan kehidupan para eksekutor qisas. Sebuah balada hidup jagal qisas yang terungkap ke publik adalah kisah Muhammad Saad al-Beshi. Di Arab Saudi, nama Beshi cukup terkenal. Maklum saja, pria yang kini berusia sekitar 50 tahun ini merupakan seorang eksekutor andal yang dipekerjakan secara khusus oleh pemerintah Arab Saudi. Beshi, yang direkrut jadi eksekutor sejak 1998, mengaku bangga dengan pekerjaannya itu.

Bukan hal yang menakutkan baginya meski harus menjalankan perintah memenggal kepala para terpidana mati, tak terkecuali wanita. Padahal secara pribadi, al-Beshi merupakan pribadi antikekerasan terhadap perempuan. “Saya memang menentang kekerasan terhadap perempuan. Namun, jika semua perintah (pemenggalan) datangnya dari Tuhan, saya harus melaksanakannya.

Saya bangga bisa melakukan pekerjaan untuk Tuhan,” ujar Beshi seperti dikutip harian Arab News.

Berdasarkan hukum Islam yang berlaku di Arab Saudi, hukuman mati pantas diberlakukan untuk seorang pembunuh, pemerkosa, penyelundup narkoba, perampokan bersenjata dan pengguna narkoba.

Selain diminta memenggal kepala tahanan, tak jarang Beshi juga diminta menembak mati tahanan perempuan. “Semua tergantung permintaan. Kadang mereka menyuruh saya menggunakan pedang, kadang pula dengan senjata api. Namun, seringkali saya memakai pedang,” ujarnya.

Ketika diwawancarai, Beshi bekerja sebagai eksekutor di penjara Taif. Di antara tugasnya di sana, ia harus memborgol dan menutup mata tahanan yang menghadapi hukuman mati. Pernah, dalam sehari ia memenggal 10 kepala terpidana mati.

Betapapun kuat mental Beshi, toh ia mengakui bahwa ketika pertama kali menjadi eksekutor di Jeddah, ia sangat gugup. Pasalnya, banyak orang yang menyaksikan eksekusi itu. Namun, kini Beshi telah mampu mengatasi “demam panggung”-nya

“Tahanan saat itu diikat dan ditutup matanya. Dengan sekali tebas pakai pedang, saya memisahkan kepalanya, yang jatuh menggelinding beberapa meter jauhnya,” kenang Beshi tentang pemenggalan pertama yang dilakukannya. Kala itu, banyak saksi yang muntah usai menyaksikan pemenggalan tersebut. Beshi mengaku tidak tahu mengapa mereka ikut menyaksikan “penjagalan” kalau tak tahan.Meski menjadi penjagal kelas wahid di negaranya, Beshi menyebut tak ada orang yang takut pada dirinya. Kehidupannya di masyarakat sama seperti warga awam kebanyakan. “Saya tetap memiliki banyak saudara dan teman, terutama di masjid. Saya juga memiliki kehidupan normal seperti kebanyakan orang. Tidak ada masalah dengan kehidupan sosial saya,” tegasnya.

(Berbagai-Sumber/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: