Pesan Rahbar

Home » , , » Telah disusunnya Qur’an di jaman nabi

Telah disusunnya Qur’an di jaman nabi

Written By Unknown on Saturday, 20 September 2014 | 11:04:00


Banyak sekali indikasi yang menandakan bahwa Al-Qur’an telah disusun pada masa nabi Muhammad Saw masih hidup. Jika kita perhatikan, kondisi di masa hayat Rasulullah Saw menuntut agar Qur’an disusun; karena:

A. Al-Qur’an adalah kitab aturan bagi umat Islam dan merupakan pondasi keyakinan, budaya dan syari’at Islam. Selain itu, Qur’an adalah paling terpercayanya sumber sejarah dan paling unggulnya matan sastra yang dimiliki satu-satunya oleh umat Islam di masa itu. Mereka tidak mempunyai referensi selain Qur’an yang dapat mereka jadikan rujukan, oleh karena itu Al-Qur’an adalah segalanya bagi mereka.
Sebagai contoh, saat itu umat Islam tidak memiliki dalil selain ayat Qur’an untuk mengimani keesaan Allah, sifat-sifat-Nya, ilmu-Nya dan memahami terselewengkannya agama-agama lainnya.
Fakta-fakta tersebut menyadarkan kita betapa berharganya Al-Qur’an bagi umat Islam saat itu sebagai sebuah umat yang utuh.

B. Umat Islam sejak awal telah memprioritaskan Qur’an untuk dihafal, karena mereka memiliki pandangan tersendiri dan istimewa terhadap Al-Qur’an. Kitab langit itu memiliki urgensi yang sangat tinggi bagi kehidupan sosial mereka. Al-Qur’an-lah yang menjadi poros penilaian dan pertimbangan mereka. Dikarenakan pentingnya Qur’an, mereka menghafal seluruh isi Qur’an dan dikenal dengan sebutan Hafidzul Qur’an. Pada pembahasan berikutnya kami akan memberikan penjelasan lebih lanjut.

C. Rasulullah saw hidup di tengah-tengah umatnya, dan beliau berbagi suka dan duka dengan mereka. Beliau memahami kebutuhan-kebutuhan umat Islam, dan menyadari tugas dan kewajiban yang beliau emban dengan sebaik-baiknya. Beliau tahu ancaman apa saja yang bakal membahayakan umatnya. Sejak awal beliau telah merasakan kesusahan bersama umatnya dan hingga akhir umurnya beliau tidak pernah berpisah sekalipun dari mereka. Beliau sendiri juga menyadari tekanan apa saja yang dirasakan umatnya akibat dakwah yang ia perjuangkan dan ia selalu bergelut dengan urusan umatnya.

Seorang insan utusan Ilahi seperti beliau yang benar-benar memahami apa yang dihadapinya dalam segala hal untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia, yang berjuang sepenuh tenaga melawan segala bahaya yang mengancam umat dan agamanya, bagaimana mungkin ia rela Al-Qur’an dibiarkan begitu saja tanpa terurus? Apakah mungkin ia tidak memikirkan bagaimana selayaknya Al-Qur’an dijaga?

D. Di sisi lain, sarana dan prasarana untuk menyusun dan menuliskan Qur’an ada di tangan beliau saat itu. Di zaman itu para ahli tulis berada di sekitar beliau. Pena dan lembaran safhah mudah didapat. Jika kita merujuk kepada sejarah, kita bakal menyadari bahwa saat itu umat Islam tidak susah untuk mendapatkan sarana menulis.

E. Selain itu kita juga perlu menengok kepada keikhlasan, kegigihan dan keteguhan Rasulullah Saw dalam mengumpulkan dan menjaga Qur’an. Tak ada yang meragukan keikhlasan dan kegigihan beliau. Karena nabi Muhammad Saw dalam keadaan seburuk apapun tak mungkin meninggalkan Al-Qur’an begitu saja dan tak mempedulikannya. Karena Qur’an adalah mukjizad abadi Rasulullah Saw dan alat yang beliau gunakan untuk membuktikan kebenaran risalahnya dan keterikatannya dengan alam ghaib. Oleh karenanya jelas beliau sangat bersungguh-sungguh dalam menjaga Al-Qur’an.

Dengan memperhatikan lima hal di atas, dengan adanya kemungkinan diselewengkannya Qur’an jika Qur’an tak disusun, juga dengan adanya sarana penulisan Qur’an dan keikhlasan serta kegigihan Rasulullah Saw dalam memperhatikan Qur’an, membuat kita yakin seyakin-yakinnya bahwa Al-Qur’an telah disusun dengan sempurna sebelum Rasulullah Saw wafat.

Riwayat-riwayat tentang disusunnya Qur’an di zaman Abu Bakar.

Ada beberapa riwayat yang dinukil tentang disusunnya Qur’an di masa kekhalifahan Abu Bakar. Pada saat itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang telah ditulis di atas kayu, kulit pohon kurma, tulang onta dan… dikumpulkan; begitu pula ayat-ayat yang dihafal oleh seorang yang mengaku menghafalnya dengan syarat ada kesaksian dua orang saksi bahwa yang ia akui memang adalah Qur’an. Riwayat tersebut dinukil dari Zaid bin Tsabit.[1] Banyak juga riwayat lainnya yang kurang lebih kandungannya serupa.

Pada dasarnya riwayat-riwayat tentang masalah ini berbeda-beda penukilannya, berbeda pula alur pembicaraan dan gaya bicaranya. Selain itu, banyak juga perbedaan pendapat dalam riwayat tentang kapan Qur’an mulai dikumpulkan, bagaimana caranya, dan hingga kapan selesai tersusun dan dikumpulkan.[2]
Dengan demikian riwayat yang menjelaskan disusunnya Al-Qur’an di masa kekhalifahan Abu Bakar tidak dapat diandalkan. Ada dua kemungkinan yang dapat kita utarakan mengenai riwayat-riwayat tersebut:

1. Riwayat-riwayat itu hanya menjelaskan bahwa disusunnya Qur’an di zaman Abu Bakar adalah penyusunannya dalam bentuk mushaf, dalam lembaran-lembaran yang beraturan; bukannya menjelaskan pada kita bahwa Qur’an belum disusun sama sekali sebelum itu. Jadi yang dimaksud penyusunan di sini bukanlah penulisan Qur’an itu sendiri meskipun di atas bermacam-macam medium; sebagaimana yang kita yakini, pada  masa hayat nabi Qur’an telah ditulis di atas lembaran kulit kurma, tulang, dan lain sebagainya.
Ya, kita bisa menerima riwayat-riwayat ini jika yang dimaksud dengan penyusunan Qur’an adalah penyusunannya dalam lembaran-lembaran yang beraturan sehingga menjadi satu mushaf Al-Qur’an pasca hayat Rasulullah saw.

2. Riwayat-riwayat tersebut dengan sengaja disebarkan pasca era para sahabat dengan tujuan menyirami rasa haus umat Islam saat itu yang terus bertanya-tanya bagaimana Qur’an disusun. Dengan kajian yang kita lakukan dalam sejarah, kita temukan bahwa ada gerakan-gerakan sastra secara melebar di sejarah Islam yang salah satu sisinya adalah mengkisahkan kembali peristiwa-peristiwa di era permulaan Islam dalam bentuk hikayat sehingga dapat memberikan efeknya yang berlipat. Bahkan hal itu juga dilakukan terhadap peristiwa-peristiwa di jaman jahiliyah pula. Alhasil hiakayat-hikayat tersebut mulai marak sejak akhir era para sahabat dalam koridor agama lalu berkembang di masa para tabi’in dan terus menyebar setelahnya. Sayang sekali kebanyakan dari hikayat-hikayat tersebut bertumpu pada fiksi, dugaan dan juga riwayat-riwayat israiliyat (riwayat-riwayat yang dipalsukan oleh orang Yahudi), yang berusaha untuk memperlancar tercapainya tujuan-tujuan politik, sosial, budaya, atau bahkan pribadi tertentu.

Penghikayatan bukanlah sebuah gerakan baru yang bermula dari dalam umat Islam saat itu saja; banyak sekali kaum lainnya yang menyukai hal tersebut. Sejak jaman dahulu kala pun sudah ada, dan sekarang pun kita sering melihatnya; yang mana suatu fakta sejarah, dipoles dan dicampur dengan fiksi dan khayalan dan disusun sebagai sebuah kisah dan hikayat yang menarik, lalu digiring ke suatu arah tertentu dari jalur aslinya dengan tujuan-tujuannya yang spesifik.

Meskipun kita juga suka untuk menafsirkan riwayat-riwayat di atas dengan kemungkinan pertama, namun kita juga tidak menemukan adanya halangan untuk membenarkan kemungkinan kedua tentangnya lalu mengkaji untuk membuktikan kebenaran kemungkinan kedua tersebut.

Tak hanya itu saja, kita pun juga menemukan banyak hadits yang menjelaskan bahwa ayat-ayat Qur’an telah selesai dikumpulkan di jaman nabi Muhammad saw dan hadits-hadits tersebut layak untuk dipertimbangkan di hadapan riwayat-riwayat yang menerangkan telah disusunnya Al-Qur’an di jaman kekhalifahan Abu Bakar.


[1]. Shahih Bukhari: Bab Jam’ul Qur’an, jil. 6, hal. 98.
[2]. Al-Bayan fi Tafsiril Qur’an: hal. 247-249.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: