Imam Muhammad Jawad lahir bulan Rajab 195 H, dan syahid pada hari terakhir bulan Dzulqaidah tahun 220 H. Ayah beliau adalah Imam Ali Ar-Ridha as, ibunya bernama Khaizran, berasal dari garis keturunan keluarga Maria Qibtiah, istri Rasulullah Saw. Setelah ayahnya syahid, Imam Jawad memegang tampuk imamah dalam usia yang sangat muda. Sejumlah riwayat menyebutkan, usia beliau ketika menjadi Imam tidak lebih dari tujuh tahun.
Sebagian orang mempertanyakan, mungkinkah di usia semuda itu menjadi pemimpin umat sebagai Imam kaum muslimin? Memang, akal dan fisik manusia harus menempuh tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai kesempurnaan. Tapi, jika Allah swt berkehendak maka fase yang sangat panjang itu bisa dilalui dalam waktu yang sangat singkat oleh orang-orang tertentu. Sepanjang sejarah muncul orang-orang khusus yang diberi anugerah oleh Allah swt dengan keistimewaannya di usia kanak-anak.
Dalam kenabian dan imamah, faktor umur bukan suatu persyaratan. Allah Yang Maha Kuasa mampu memberikan ilmu dan kemaksuman serta segala sesuatu yang menjadi kekhususan bagi seorang Nabi dan Imam kepada seorang anak kecil atau bayi yang baru dilahirkan. Demikian pula dengan Imam Jawad as, dalam keadaan masih anak-anak telah menjadi imam setelah kesyahidan ayah beliau yang mulia. Al-Quran menjelaskan orang-orang tertentu yang dipilih Tuhan menjadi pemimpin umat di usia sangat muda bahkan bayi. Nabi Yahya misalnya, menjadi pemimpin umat di usia kanak-kanak. Al-Quran surat Maryam ayat 12 menjelaskan, “… Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak”.
Selain Nabi Yahya, al-Quran juga memberikan contoh tentang orang-orang yang diberi anugerah khusus seperti Nabi Isa. Beliau bisa berbicara ketika masih bayi membela ibunya yang dituding dengan perkataan keji dari sebagian masyarakat. al-Quran surat Maryam ayat 29 hingga 30 menjelaskan, “Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?” Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi”.
Meskipun berusia belia, Imam Jawad di masanya banyak berdialog di forum ilmiah besar dengan para pemuka mazhab dan tokoh agama terkemuka. Dalam dialog tersebut, para pemuka mazhab berdecak kagum akan ketinggian ilmu beliau. Bagaimana mungkin, ulama-ulama besar dari berbagai mazhab pemikiran dan fiqh yang ada mengaku bertekuk lutut dalam dialog dengan beliau yang masih berusia kanak-kanak.
Warisan ilmu beliau yang banyak dan luas tidak hanya diriwayatkan dalam kitab-kitab Syiah, namun juga dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah. Misalnya Khatib Baghdadi tidak sedikit menukilkan hadits dari Nabi Muhammad saw, yang sanadnya berasal dari Imam Jawad. Demikian juga Abu Ishak Tsalabi ulama besar Ahlus Sunnah dalam kitab tarikh dan tafsirnya menuliskan riwayat-riwayat yang bersumber dari Imam Jawad.
Imam Jawad mewarisi keluhuran akhlak dari para pendahulunya, dari ayah, kakek dan bersambung hingga Rasulullah Saw. Ahlul Bait, sumber ilmu dan teladan bagi umat Islam, terutama dalam masalah akhlak. Imam Jawad senantiasa menunjukkan penghormatan dan adab yang indah ketika berhadapan dengan siapapun. Hal tersebut yang membuat beliau dicintai pengikutnya dan disegani oleh musuhnya. Siapapun yang beliau hadapi ketika berbicara penuh dengan keramahan, bahasa yang sopan dan lemah lembut, meskipun tetap tegas berkenaan dengan pelanggaran syariat.
Imam Jawad juga dikenal dengan ketakwaan dan kesalehannya. Beliau adalah teladan dalam ketakwaan dan kesalehan. Ibadah beliau adalah keteladanan yang sempurna bagi para pengikut dan pecintanya. Imam Jawad juga dikenal dengan keberanian dan sikap beliau yang tidak mau tunduk pada keinginan penguasa. Meskipun dalam kondisi ditekan penguasa zalim, beliau tetap menjalankan perannya sebagai pemimpin umat.
Imam Jawad sebagaimana ayahnya Imam Ridha memainkan peran penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai agama Islam di tengah masyarakat. Beliau menyebarkan ilmu al-Quran, akidah, fiqh, hadis, dan ilmu keislaman lainnya. Salah satunya mengenai tafsir al-Quran. Imam Jawab menjawab pertanyaan mengenai makna dan tafsir sejumlah ayat al-Quran.
Seorang sahabat Imam bernama Abu Hashim Jafari bertanya, “Apa makna kalimat ‘Ahad’ dalam ayat ‘Qul Huwallahu Ahad’.” Imam menjawab, “Ahad adalah keyakinan terhadap keesaan Allah yang Maha Besar. Apakah kamu tidak mendengar ayat yang artinya berbunyi, “Jika ditanya kepada orang kafir siapa yang menciptakan langit dan bumi ini ? Mereka pasti menjawab, ‘Allah’. Meskipun orang-orang kafir itu sesuai fitrah dan akalnya mengakui Tuhan, tapi mereka menyekutukannya.”
Imam Jawad juga memiliki sahabat dan murid-murid yang berjasa dalam penyebaran keilmuan Islam. Di antaranya adalah Muhammad Bin Khalid Barqi yang menulis sejumlah karya di bidang tafsir al-Quran, sejarah, sastra, ilmu hadis dan lainnya. Mengenai pentingnya Ilmu pengetahuan, Imam Jawad berkata, “Beruntunglah orang yang menuntut ilmu. Sebab mempelajarinya diwajibkan bagimu. Membahas dan mengkajinya merupakan perbuatan baik dan terpuji. Ilmu mendekatkan saudara seiman, hadiah terbaik dalam setiap pertemuan, mengiringi manusia dalam setiap perjalanan, dan menemani manusia dalam keterasingan dan kesendirian.”
Imam Jawad senantiasa menyerukan untuk menuntut ilmu dan menyebutnya sebagai penolong terbaik. Beliau menasehati sahabatnya supaya menghadiri majelis ilmu dan menghormati orang-orang yang berilmu. Tentang pembagian ilmu, Imam Jawad berkata, “Ilmu terbagi dua, yaitu ilmu yang berakar dari dalam diri manusia, dan ilmu yang diraih dari orang lain. Jika ilmu yang diraih tidak seirama dengan ilmu fitri, maka tidak ada gunanya sama sekali. Barang siapa yang tidak mengetahui kenikmatan hikmah dan tidak merasakan manisnya, maka ia tidak akan mempelajarinya. Keindahan sejati terdapat dalam lisan dan laku baik. Sedangkan kesempurnaan yang benar berada dalam akal.”
Imam Jawad menyebut ilmu sebagai faktor pembawa kemenangan dan sarana mencapai kesempurnaan. Beliau menyarankan kepada para pencari hakikat dan orang-orang yang mencari kesempurnaan dalam kehidupannya untuk menuntut ilmu. Sebab ilmu akan membantu mencapai tujuan tinggi baik dunia maupun akhirat.
Pada hari terakhir bulan Dzulqaidah 220 H, Imam Jawad syahid akibat racun yang disuguhkan oleh isterinya, Ummu Al-Fadhl atas perintah khalifah Abbasiyah. Makam suci beliau di samping kuburan suci kakeknya yang mulia, Imam Musa Ibn Ja`far as, di kota Kadzimain yang menjadi tempat ziarah para pecinta Ahlul Bait as.
(Syiah-Ali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email