Pesan Rahbar

Home » » Wakil Menteri Agama Membuka Seminar Tentang Iran dan Syi’ah

Wakil Menteri Agama Membuka Seminar Tentang Iran dan Syi’ah

Written By Unknown on Saturday 11 October 2014 | 17:37:00

Wakil Menteri Agama Membuka Seminar Tentang Iran dan Syi’ah.
16 Juni 2012:

Menteri ini dalam waktu yang tak lama lagi akan menjadi korban fitnah dan pembusukan karakter karena menyuarakan Ukhuwah…kita lihat saja nanti apakah Kelompok Takfir berani secara terang-terangan berhadap-hadapan menyerang Pemerintah. Bahkan situs-situs takfiri pemecah-belah Umat seperti eramuslim.com, voa-al-Islam.com,arrahmah.com, nahimunkar.com tak ada yang memberitakan seminar Internasional tentang Ukhuwah Islamiyah ini. Ironisnya media elektronik mainstream lebih banyak dikuasai kelompok pemecah-belah Umat yang konsisten dengan isyu-isyu perbedaan mazhab.
Jakarta, bimasislam (9/3): Kemarin pagi, tepatnya hari Kamis 14 Juni 2012 jam 09.30-10.00 Wib. di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Menteri Agama, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA, membuka Seminar Sehari yang bertema “The Role and Contribution of Iranian to Islamic Civilization” yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta.

Seminar ini memiliki momentum yang cukup bagus di tengah menyeruaknya opini yang memanaskan suasana hubungan Sunni-Syi’i pasca konflik di daerah Sampang, Madura, akhir tahun lalu. Sampai-sampai, hal ini sempat membuat tegang hubungan diplomatik Indonesia dan Iran, yang nota-bene penduduknya mayoritas Syi’i. Sehingga, Kementerian Agama berinisiatif melakukan beberapa langkah taktis menyelesaikan konflik tersebut juga membuka ruang dialog dengan komunitas Syi’ah yang ada di Jakarta.

Karena bagaimanapun, diakui Wamenag, peran dan kontribusi Iran dalam peradaban Islam, terutama pasca revolusi Iran tahun 1979, merupakan suatu kenyataan yang dicatat dalam sejarah, seperti aspek keagamaan, budaya, pembaharuan pemikiran, ilmu pengetahuan, dan teknologi. “Pembaharuan pemikiran Islam yang dialami Iran menarik kajian berbagai kalangan, terutama para intelektual dan generasi muda, melalui penerjemahan buku-buku yang ditulis oleh para ulama dan cendekiawan muslim Iran sampai hari ini”, tegas Wamenag di hadapan para hadirin yang memadati gedung pertemuan terbesar di Kampus UIN Jakarta itu, seraya menyebutkan karya Ali Syari’ati di bidang agama dan sosiologi sebagai contohnya.

Selain itu, diakui Wamenag, ada budaya Iran yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, “tradisi tabut di Sumatera Barat dan Lampung adalah salah satu bentuk pengaruh budaya Iran di Indonesia”. Di samping persamaan antara Indonesia dan Iran sebagai negara yang sama-sama mayoritas berpenduduk muslim, beliau juga menjelaskan perbedaan keduanya dalam hal madzhab hukum Islam, di mana Indonesia dominan Sunni sedangkan Iran dominan Syi’i.

Sebagai paham keagamaan, Sunni dan Syi’i memang terdapat perbedaan di samping persamaan. Namun, “untuk membangun hubungan yang harmonis dan kerukunan bersama, sepatutnya persamaan terus dikembangkan dan diperkuat, sementara perbedaan harus terus diminimalisasi dengan semangat ukhuwah Islamiyah”, begitu arahan Wamenag di hadapan hadirin.

“Apa yang disebut dengan “Risalah Amman” (The Amman Massage) tanggal 9 November 2004 yang ditandatangani oleh ratusan ulama sedunia, agar dijadikan acuan hidup Sunni-Syi’i”, tegas beliau lebih lanjut.

Hadir pada acara tersebut Rektor UIN Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA, Dubes Iran untuk Indonesia Dr. Mahmoud Farazandeh, Menteri Kebudayaan Iran Dr. Sayid Mohammad Hosseini, dan sejumlah undangan lainnya dari kalangan akademisi dan pemerhati budaya Iran. (Edijun)

Sumber:http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/berita/388-wakil-menteri-agama-membuka-seminar-tentang-iran.html

Di Hadapan Pejabat Iran, Nasaruddin Umar Pastikan Umat Syiah Aman di Indonesia

Kamis, 08 Maret 2012 , 18:58:00 WIB
Laporan: Ihsan Dalimunthe.


RMOL. Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar menegaskan kelompok Syiah di Indonesia aman. Kekerasan dan pembubaran kegiatan umat Syiah di Sampang, Madura, sudah diatasi dengan baik oleh pemerintah.

Hal itu disampaikan Nasaruddin pada Seminar Internasional “The Role and Contribution of Iranian Scholars to Islamic Civilization” di kampus UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Kamis 8/3. Hadir pada acara tersebut Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran dan juga Dubes Iran untuk Indonesia.

“Sudah berhasil diatasi dengan baik. Kami lakukan dialog dengan intensif bersama ormas-ormas Islam, tidak pernah ada pertikaian yang serius antara syiah-sunni di indonesia,” ujar Nasaruddin.

Nasaruddin menambahkan dalam penanganan perseteruan Sunni-Yyiah, pemerintah bekerjasama dengan semua pihak untuk menyelesaikannya dengan proses ke-Indonesia-an. Menurut Nasaruddin, semua proses, baik budaya, maupun agama Islam antara Sunni dan Syiah ketika masuk ke Indonesia akan mengalami proses peng-Indonesia-an dan kemudian melahirkan kekayaan yang luar biasa.

“Umat Islam harus saling bersatu, sembari menghargai semua perbedaan,”demikian Nasaruddin.

Republik Iran merupakan negara yang didominasi muslim Syiah. Seminar Internasional ini merupkan rangkaian dari Pekan Budaya Iran yang sedang berlangsung di Jakarta sampai 13 Maret mendatang.
Menurut Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran Sayed Mohammad Hosaini Pekan Budaya Iran diharapkan dapat menjembatani antara Timur dan Barat Dunia Islam serta dapat membuka lembaran baru hubungan di bidang budaya khusunya Indonesia dan Iran. [zul]
http://www.rmol.co/read/2012/03/08/57048/Di-Hadapan-Pejabat-Iran,-Nasaruddin-Umar-Pastikan-Umat-Syiah-Aman-di-Indonesia


Catatan : Risalah Amman (The Amman Massage).
Risalah Amman Yang Ditanda Tangani Kurang Lebih 500 Ulama Baik Syiah maupun Sunnah
Risalah ‘Amman (رسالة عمّان) dimulai sebagai deklarasi yang di rilis pada 27 Ramadhan 1425 H bertepatan dengan 9 November 2004 M oleh HM Raja Abdullah II bin Al-Hussein di Amman, Yordania. Risalah Amman (رسالة عمّان) bermula dari upaya pencarian tentang manakah yang “Islam” dan mana yang bukan (Islam), aksi mana yang merepresentasikan Islam dan mana yang tidak (merepresentasikan Islam). Tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan kepada dunia modern tentang “Islam yang benar (الطبيعة الحقيقية للإسلام)” dan “kebenaran Islam” (وطبيعة الإسلام الحقيقي).

Untuk lebih menguatkan asas otoritas keagamaan pada pernyataan ini, Raja Abdullah II mengirim tiga pertanyaan berikut kepada 24 ulama senior dari berbagai belahan dunia yang merepresentasikan seluruh Aliran dan Mazhab dalam Islam :
1. Siapakah seorang Muslim ?
2. Apakah boleh melakukan Takfir (memvonis Kafir) ?
3. Siapakah yang memiliki haq untuk mengeluarkan fatwa ?

Dengan berlandaskan fatwa-fatwa ulama besar (العلماء الكبار) –termasuk diantaranya Syaikhul Azhar (شيخ الأزهر), Ayatullah As-Sistaniy (آية الله السيستاني), Syekh Qardhawiy (شيخ القرضاوي)– , maka pada Juli tahun 2005 M, Raja Abdullah II mengadakan sebuah Konferensi Islam Internasional yang mengundang 200 Ulama terkemuka dunia dari 50 negara. Di Amman, ulama-ulama tersebut mengeluarkan sebuah panduan tentang tiga isu fundamental (yang kemudian dikenal dengan sebutan “Tiga Poin Risalah ‘Amman/محاور رسالة عمّان الثلاثة”), Berikut adalah kutipan Piagam Amman dari Konferensi Islam Internasional yang diadakan di Amman, Yordania, dengan tema “Islam Hakiki dan Perannya dalam Masyarakat Modern” (27-29 Jumadil Ula 1426 H. / 4-6 Juli 2005 M.) dan dihadiri oleh ratusan Ulama’ dari seluruh dunia sebagai berikut:
Siapapun yang mengikuti Madzhab yang 4 dari Ahlussunnah wal Jamaah (Madzhab Hanafiy, Malikiy, Syafi’iy, Hanbali), Madzhab Syi’ah Ja’fariy/Imamiyah/Itsna Asyariyah, Madzhab Syi’ah Zaidiyah, Madzhab Ibadiy, Madzhab Dhahiriy, maka dia Muslim dan tidak boleh mentakfir-nya (memvonisnya kafir) dan haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. dan juga dalam fatwa Fadlilatusy Syekh Al-Azhar tidak boleh mentakfir ulama-ulama beraqidah Al-Asy’ariyah dan aliran Tashawuf yang hakiki (benar). Demikian juga tidak boleh memvonis kafir ulama-ulama yang berpaham Salafiy yang shahih.

Sebagaimana juga tidak boleh memvonis kafir kelompok kaum Muslimin yang lainnya yang beriman kepada Allah dan kepara Rasulullah, rukun-rukun Iman, menghormati rukun Islam dan tidak mengingkari informasi yang berasal dari agama Islam.

Mari kita lihat:



Kaum Muslimin:

Syiah Ahlulbait:
Syiah Imamiyyah (12 Imam)
Syiah Ithna Ashariyyah (12 Iman) Mazhab Jaafari
Syiah Zaidiyyah
Syaih Yunusiah
Syiah Kamiliah
Syiah Muhamimadiah
Syiah Hisyamiah
Syiah Qaramitah/Duruz
Syiah Syaitaniah
Syiah Mughairiyyah
Syiah Jarudiyyah
Syiah Zakariyyah
Syiah Khashbiyyah
Syiah Khaliqiyyah
Syiah Mukhtariyyah
Syiah karbiyyah
Syiah Ishaqiyyah
Syiah Harabiyyah
Hizbullah


Syiahsunni (Yang Di iktiraf Ahlusunnah):
Ahlussunnah Wal Jama`ah
Mazhab Imam Syafi`i
MAzhab Imam Hanafi
Mazhab Imam Maliki
Mazhab Imam Hambali


Mazhab Tidak Di iktiraf Ahlusunnah:
Mazhab Muktazilah
Mazhab Khawarij
Mazhab Jabariah
Mazhab Qadariah
Mazhab Murji'ah
Mazhab Hululiah
Mazhab Halajiah
Mazhab Musyabbihah
Mazhab Yazidiah
Mazhab Babi'ah
Mazhab Baha'i
Mazhab Qadiani/ Ahmadiah

Mazhab Al-Maaturidiyyah & Salafi Wahabi:
Ansarus sunnah
Ittiba'us
Taliban
Al-Qaeda
Muhammadiyah
Persis
Irsyad
Jamaah Islamiyah (JI)
Abu Sayyahaf (Al-Harakah al- islamiyah)
Tareqat
Ikhwanul Muslimin
Hizbut Tahrir
Al Ghouraba
Fattah
MILF

Syiah Ghullat :
Syiah Saba'iyyah (Abdullah Saba Yahudi laknatullah)HizbullahHizbullah
Syiah Mansuriyyah
Syiah Gharabiyyah
Syiah Bazighiyyah
Syiah Yaqubiyyah
Syiah Ismailliyyah
Syiah Israeliyyah
Syiah Azdariyyah
Syiah Batiniah
Syiah Ifthahiah
Syiah A'mariah
Syiah Sumaitiah
Syiah Musawiyah
Syiah Mafadliah
Syiah Maaturah
Syiah Quda'yah
Syiah Wafiqah
Syiah Janudiah
Syiah Sulaimaniah
Syiah Baqiriah
Syiah Nawusiah


Wahai...73 golongan & pengikut Islam....
Bersatulah kalian tidak kepada pengikut yang munafik....
Jangan Di Pisahkan Oleh Ikatan Ashobiyah......
Jangan Di adu Domba........
Jangan Dijebak dalam Demokrasi yang melekakan....
Bersatulah dalam satu Tujuan....
Bersatulah dalam satu Gerakan......
Bersatulah dalam satu Agama,Ummah,Politik Berpandukan Al-quran dan Hadis Shahih.....
dalam menegakkan Khilafah menerapkan Syariah.....
Sehingga zahirnya Imam Al-Mahdi a.s
Allahu Akbar...!!!Allahuma solli ala Muhammad wa aali Muhammad.....
 

Kaum Muslimin:

Syiah Ahlulbait:
Syiah Imamiyyah (12 Imam)
Syiah Ithna Ashariyyah (12 Iman) Mazhab Jaafari
Syiah Zaidiyyah
Syaih Yunusiah
Syiah Kamiliah
Syiah Muhamimadiah
Syiah Hisyamiah
Syiah Qaramitah/Duruz
Syiah Syaitaniah
Syiah Mughairiyyah
Syiah Jarudiyyah
Syiah Zakariyyah
Syiah Khashbiyyah
Syiah Khaliqiyyah
Syiah Mukhtariyyah
Syiah karbiyyah
Syiah Ishaqiyyah
Syiah Harabiyyah
Hizbullah


Syiahsunni (Yang Di iktiraf Ahlusunnah):
Ahlussunnah Wal Jama`ah
Mazhab Imam Syafi`i
MAzhab Imam Hanafi
Mazhab Imam Maliki
Mazhab Imam Hambali


Mazhab Tidak Di iktiraf Ahlusunnah:
Mazhab Muktazilah
Mazhab Khawarij
Mazhab Jabariah
Mazhab Qadariah
Mazhab Murji'ah
Mazhab Hululiah
Mazhab Halajiah
Mazhab Musyabbihah
Mazhab Yazidiah
Mazhab Babi'ah
Mazhab Baha'i
Mazhab Qadiani/ Ahmadiah

Mazhab Al-Maaturidiyyah & Salafi Wahabi:
Ansarus sunnah
Ittiba'us
Taliban
Al-Qaeda
Muhammadiyah
Persis
Irsyad
Jamaah Islamiyah (JI)
Abu Sayyahaf (Al-Harakah al- islamiyah)
Tareqat
Ikhwanul Muslimin
Hizbut Tahrir
Al Ghouraba
Fattah
MILF

Syiah Ghullat :
Syiah Saba'iyyah (Abdullah Saba Yahudi laknatullah)HizbullahHizbullah
Syiah Mansuriyyah
Syiah Gharabiyyah
Syiah Bazighiyyah
Syiah Yaqubiyyah
Syiah Ismailliyyah
Syiah Israeliyyah
Syiah Azdariyyah
Syiah Batiniah
Syiah Ifthahiah
Syiah A'mariah
Syiah Sumaitiah
Syiah Musawiyah
Syiah Mafadliah
Syiah Maaturah
Syiah Quda'yah
Syiah Wafiqah
Syiah Janudiah
Syiah Sulaimaniah
Syiah Baqiriah
Syiah Nawusiah


Wahai...73 golongan & pengikut Islam....
Bersatulah kalian tidak kepada pengikut yang munafik....
Jangan Di Pisahkan Oleh Ikatan Ashobiyah......
Jangan Di adu Domba........
Jangan Dijebak dalam Demokrasi yang melekakan....
Bersatulah dalam satu Tujuan....
Bersatulah dalam satu Gerakan......
Bersatulah dalam satu Agama,Ummah,Politik Berpandukan Al-quran dan Hadis Shahih.....
dalam menegakkan Khilafah menerapkan Syariah.....
Sehingga zahirnya Imam Al-Mahdi a.s
Allahu Akbar...!!!Allahuma solli ala Muhammad wa aali Muhammad.....

*****

Imam menurut qs. Al-Anbiyaa’ 73 ialah seseorang insan yang diikuti kata-katanya atau perbuatannya dan imām ini adalah seorang pemimpin yang diikuti oleh orang ramai sehingga selalu bersama kebenaran alias maksum, jamak perkataan itu ialah a’immah.

Sayyid Kamal Haidari menerangkan dari sudut aqli, mengapa isteri Nabi tidak termasuk Ahlulbait.


http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=MB6Z4KVWCB0

 “Dan Kami jadikan mereka ketua-ketua ikutan, yang memimpin (manusia ke jalan yang benar) dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, dan mendirikan sembahyang, serta memberi zakat ”. (Qs. Al-Anbiyaa’ 73).

Imam menurut qs. Al-Anbiyaa’ 73  ialah seseorang insan yang diikuti kata-katanya atau perbuatannya dan imām ini adalah seorang pemimpin yang diikuti oleh orang ramai sehingga selalu bersama kebenaran alias maksum, jamak perkataan itu ialah a’immah.



Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha penyayang.
Program Ḥablul Matīn; Ayatullah Dr. Sayid Muhammad Husaini al-Qazwini
Tajuk: Penelitian makna Imāmah dan Khilāfah dari segi bahasa dan istilah.
Agha Muhsini:
Tolong jelaskan makna imām dari segi bahasa kepada kami, iaitu apa makna imām?
Dr. Husaini Qazwini:
Sebelum kami memasuki perbahasan dalil-dalil al-Qur’an dan pengriwayatan imām, kekhalifahan Amīrul Mukminīn dan Ahlul Bait yang maksum dan suci, beberapa perbahasan telah kami bentangkan kepada para penonton.
Salah satunya ialah perbahasan riwayat “من مات بلا امام مات ميتة جاهلية”. Salah satu perbahasan riwayat “ستفترق امتي علي ثلاث و سبعين فرقه”. Hadis yang lain ialah “خلفائي اثنا عشر”. Perbahasan yang lain pula ialah sunnah nabi sebagai penerang dan penafsir al-Qur’an. Pada hari ini, kami ingin bicarakan tentang sebahagian terminologi-terminologi. Ketika kita berkata: “يا علي أنت خليفتي”, mereka akan mengatakan dalam keluarga baginda ada khalifah. “انت وصيي” mereka mengatakan waṣī bererti puasa dan solat yang wajib ke atasnya untuk mengqadanya.
Kami mengatakan bahawa Ali adalah imām, mereka mengatakan Ali adalah imām solat berjemaah. Setiap kali kami menerangkan sesuatu subjek, mereka berkata seperti “من کنت مولي فعلي مولاه” (Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpin, maka Ali adalah pemimpinnya), mereka bertanya mengapa nabi tidak berkata: “من کنت والي فعلي والي” (Barangsiapa yang menjadikan aku wālī, maka Ali adalah wālī)?
Untuk ini, kami ingin mengadakan perbahasan yang lebih utama terlebih dahulu sebelum mamasuki perbahasan asal iaitu apakah makna kalimah “imām” dari segi bahasa dan istilah. Apakah makna “khalīfah” dari segi bahasa dan istilah? Apakah makna kalimah “walī” dan “wālī” dari segi bahasa?
Ini semua hendaklah diterangkan, mungkin perbahasan ilmu kita pada malam ini mungkin agak kurang menarik. Namun kami berusaha membawa sedikit contoh dalam menerangkan hakikat makna imām dari segi bahasa, yang mana perbahasan tidak akan terkeluar dari daerah ilmu.
Mengenai makna Imām dari segi bahasa, beberapa noktah perlu saya ringkaskan, Rāghib Isfahāni telah menulis kitab “Mufradāt Gharīb al-Qur’an” dan kitabnya adalah muktabar. Syiah dan Sunni sama-sama merujuk kepada kitab ini, terdapat di dalam kitab ini:
والامام المؤتم به إنسانا كأن يقتدى بقوله أو فعله، أو كتابا أو غير ذلك محقا كان أو مبطلا وجمعه أئمة.
المفردات في غريب القرآن، الراغب الأصفهاني، ص24
.
Imam ialah seseorang insan yang diikuti kata-katanya atau perbuatannya, ataupun kitab atau bukan kitab, di mana ini semua dikatakan imām, dan imām ini adalah seorang pemimpin yang diikuti oleh orang ramai, tidak ada bezanya samada yang bersama kebenaran atau kebatilan, jamak perkataan itu ialah a’imamah.
Al-Qur’an menyatakan: “وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا.” (Dan Kami jadikan mereka ketua-ketua ikutan, yang memimpin dengan perintah Kami,) – surah al-Anbiya ayat 73.
.
Al-Qur’an menyatakan: “وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ” (Dan Kami jadikan mereka ketua-ketua yang mengajak ke neraka) – surah al-Qaṣaṣ ayat 41. Jawhārī di dalam kitab Ṣiḥāh Fī al-Lughah berkata:
والإمامُ: الذي يُقْتَدى به، وجمعه أَيِمةُ.
Al-Jawharī, jilid 5 halaman 1865, imām mereka yang diikuti oleh orang ramai, jamak perkataannya ialah Aimmah. Ibnu Manẓūr, penulis kitab Lisān Al-ʻArab berkata:
المتقدّم لهم ويكون الإِمامُ رئِسياً.
Lisān al-ʻArab, Ibnu Manẓūr jilid 12 halaman 26.
Sesiapa yang memimpin sebuah kaum, dikatakan imām. Oleh itu makna imām dari segi bahasa ialah pemimpin dan ketua yang diikuti perbuatan dan ucapan.
Agha Muhsini:
Tolong jelaskan kefahaman imāmah menurut pandangan ulama Ahlusunnah dan Syiah.
Ustaz Qazwini:
Perbahasan dari segi bahasa merupakan sebuah dunia yang lain, banyak perkara yang mengakibatkan makna dari segi bahasanya telah ditinggalkan dan dilupakan umumnya. Makna istilāh pula menguasai orang ramai dan penegak syariat. Contohnya kalimah “solat” yang mana dari segi bahasa bermakna “doa”, namun sekarang setiap umat Islam ketika ditanya apakah solat? pasti ia menjawab: “sembahyang”.
Mereka ini apabila sampai kepada ayat Ṭaṭhīr, mereka pasti akan mencari maknanya dari segi bahasa. Mereka mengatakan Ahlul Bait dari segi bahasa ialah isteri dan anak sehingga memasukkan isteri-isteri Rasulullah ke dalam ayat Ṭaṭhīr.
Barangsiapa yang bertanyakan tentang ini dari segi istilah al-Qur’an dan sunnah, perkataan-perkataan akan berubah seperti Zakāt bermakna tumbuh; namun dari segi istilah syarak ialah “ʻIshriyah” iaitu sepersepuluh harta.
Ṣawm bermakna menghindari; namun dalam istilah ialah puasa yang bermula dari awal timbulnya fajar sehingga awal maghrib. Solat bermakna doa, namun dalam istilah Islam bermakna rukun-rukun yang khusus. Oleh itu apabila Ahlul Bait mempunyai sebarang makna sekalipun, namun dengan wujudnya 70 riwayat bahawa Nabi (s.a.w) bersabda maksud Ahlul Bait ini ialah aku, Ali, Hasan, Husain dan Fatimah Zahra, maka mereka ini pun mula mencari dalih, tidak tahulah apa kebencian dan perseteruan mereka dengan Ahlul Bait.
Kalian membawa sebuah riwayat dhaif iaitu Aisyah mendakwa bahawa aku adalah sebahagian daripada Ahlul Bait dalam ayat Ṭaṭhīr. Satu lagi riwayat Ummu Salamah berkata: “Nabi bersabda: Aku termasuk di dalam ayat Ṭaṭhīr.” Ummu Salamah sendiri berkata: “Demi Allah, ketika aku bertanya wahai Rasulullah, apakah aku termasuk ke dalam Ahlul Bait atau bukan? Jikalau baginda menjawab iya, maka ia lebih baik dari seluruh kekayaan di dunia buatku.” Di dalam Sahih Muslim, hadis Zaid Bin Arqam mengingatkan: Semua isteri Nabi bukanlah Ahlul Bait.
Saya tidak tahu mereka ini mencari fasal dan masalah apa, sehingga ingin memasukkan para isteri Nabi ke dalam ayat Ṭaṭhīr dengan mengatakan: Terdapat di dalam bahasa si fulan makna sekian, makna sekian tentang nabi Musa, makna sekian apabila berkaitan dengan nabi Ibrahim.
Jikalau benar menurut metodologi ayat, maka di dalam surah Taubah ayat 40 menyatakan:
فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا.
“Maka Allah menurunkan semangat tenang tenteram kepada (Nabi Muhammad) dan menguatkannya dengan bantuan tentera (malaikat) yang kamu tidak melihatnya.”
Bandingkan ayat tersebut dengan ayat 26 surah Taubah dan ayat 26 surah al-Fath, lihatlah, apa yang terjadi?
.
Jikalau benar perlu ikut kriteria metodologi ayat, ayat ini menunjukkan kekufuran sebahagian daripada simbol suci kamu; namun kamu mengenepikan metodologi ayat dengan mengatakan, “Kami mempunyai riwayat bahawa ayat 40 surah al-Taubah dengan mengatakan:
إِذْ هُمَا فِي الْغَا.رِ
yang berkaitan dengan Abu Bakar. Ayat Ifk di dalam surah Nur ayat 11 berkaitan dengan Ayshah. Saya tidak tahu mengapakan bibirnya tumpul dan pudar jika berbicara sebab penurunan ayat 11 surah Nur. Malah memberikan keputusan yang terbalik.

Walau apa pun makna imām dari segi bahasa, kami tidak mempunyai urusan dengan makna leksikalnya. Kerana ini saya mengetengahkannya di mana saya perlu sabitkan dengan peristiwa yang menemukan pemahaman perkataan di dalam istilah syarak.
Taftazānī yang merupakan ulama kalam terkenal Ahlusunnah berkata:
والإمامة رياسة عامة في أمر الدين والدنيا خلافة عن النبي عليه الصلاة والسلام
شرح المقاصد في علم الكلام، ج2، ص272

“imāmah merupakan sebuah kepimpinan umum dalam urusan agama dan dunia, khalifah Rasulullah (s.a.w).”.
Ahli linguistik tidak memberikan makna seperti ini, mereka benar-benar mencari makna lain untuk kalimah imāmah di sini.
Iḍḍuddin Ījī yang wafat dalam tahun 756 Hijrah, dan Sayid Jarjānī yang wafat pada tahun 816 berkata:
والأولى أن يقال هي خلافة الرسول في إقامة الدين وحفظ حوزة الملة بحيث يجب اتباعه على كافة الأمة
المواقف للإيجي، ج3، ص579
iaitu: Imāmah adalah khalifah Rasulullah (s.aw) dalam menegakkan agama dan menjaga bangsa umat Islam yang mana seluruh umat wajib menaatinya.
Di sini makna dari segi bahasa sebelumnya sudah bertukar, maka imāmah adalah sebuah kepimpinan dalam urusan agama dan dunia, atau khalifah Nabi (s.a.w).
Ibnu Khaldun yang merupakan ulama terkemuka Ahlusunnah, wafat tahun 808 berkata:

الخلافة نيابة عن صاحب الشرع في حفظ الدين وسياسة الدنيا،
مقدمة ابن خلدون، ج1، ص218
Kekhalifahan ialah pengganti ṣāḥib al-Sharʻ dalam menjaga agama dan politik dunia. Ini juga berbeza dengan makna dari segi bahasa. Mereka ini ketika ingin memberikan makna imāmah, mereka pasti menerangkan khalifah Rasulullah (s.a.w).
Namun menurut pandangan Syiah, Marhum Syeikh Mufid di dalam kitab al-Nukkat Al-Iʻtiqādiyyah berkata:
الإمام هو الإنسان الذي له رئاسة عامة في أمور الدين و الدنيا نيابة عن النبي
النكت الإعتقادية، الشيخ المفيد، ص39

Imām ialah insan yang mempunyai kepimpinan semua pihak di dalam urusan agama dan dunia, daripada Rasulullah (s.a.w). 
Di sana terdapat “خلافة عن النبي” (khalifah Rasulullah), namun di sini “نيابة عن النبي” (pengganti Rasulullah).
Nanti saya akan terangkan apakah bezanya “khilāfah” dan “niyābah”.
Al-Marhum Sayid Murtadha, anak murid Syeikh Mufid yang matang, di mana Syeikh Mufid hakikatnya bersukacita dan berbangga dengan murid seperti sayid Murtadha. Selalunya murid berbangga dengan guru, namun kali ini guru berbangga dengan murid.
Beliau berkata: “Pada suatu malam Syeikh Mufid bermimpi mengajar di dalam masjid, kemudian Fatimah Zahra masuk sambil memegang tangan Imam Hasan dan Imam Husain. Fatimah Zahra berkata kepada Syeikh Mufid: “علمهما الفقه.”, Iaitu ajarkanlah fikah kepada mereka berdua.
Beliau berkata: Aku bangun dari tidur dan merasa sangat takut dan berkata, apakah yang telah terjadi, apakah dosaku sehingga Fatimah Zahra berkata kepadaku: Ajarkanlah Imam Hasan dan Imam Husain.
Semoga aku tidak melakukan perbuatan keji atau memberikan fatwa yang salah dengan sesuatu yang lebih tinggi dari ucapan para imam.
Beliau tidak senang hati dan pergi ke masjid untuk memberikan kuliah dan ketika sedang sibuk, tiba-tiba kelihatan ibu Sayid Murtadha dan Sayid Radhi masuk ke dalam masjid sambil memegang tangan kedua-dua mereka. Ibu itu berkata: Wahai Syeikh, ajarkanlah fikah kepada mereka berdua. Ucapan itu mirip dengan kata-kata Fatimah Zahra di dalam mimpi Syeikh Mufid.
Barulah Syeikh Mufid merasakan bahawa mereka berdua di bawah perhatian Fatimah Zahra. Kerana itu Syeikh Mufid berusaha bersungguh-sungguh mendidik kedua-dua tokoh ini di mana salah seorang daripada mereka berdua adalah Sayid Radhi, yang menulis kitab Muhaj al-Daʻawāt dan Nahjul Balāghah yang merupakan salah seorang pancang dan wali. Selain itu ialah Sayid Murtadha Allamul Hudā r.a.
Sayid Murtadha wafat tahun 435 Hijrah dan ustaz Syeikh al-Ṭūsī (kurun ke-lima merupakan kurun kegemilangan dan keemasan Syiah) berkata:
.
الإمامة : رياسة عامة في الدين بالأصالة لا بالنيابة عمن هو في دار التكليف.
رسائل الشريف المرتضى، الشريف المرتضى، ج2، ص264
Imāmah merupakan sebuah kepimpinan umum dalam agama dengan aṣālah, bukan dengan niyābah. 
Ketika datang imām, maka kepimpinan umum berada di tangannya tetapi bukanlah secara niyābah sehingga seluruh isu mengambil izin “munūb ʻanhu”, di mana apakah perbuatan yang aku lakukan ini, ataupun sesuatu pekerjaan tidak boleh aku lakukan di zaman syariat imām sudah dikuatkuasakan yang maka seluruh urusan agama telah diserahkan kepada beliau. Ketika sudah diserahkan, maka kepimpinan secara umum adalah bil ’iṣālah, dan kita juga mempunyai tafwīḍ di dalam hadis-hadis yang menyatakan:
إنّ اللَّه أدّب نبيّه فأحسن تأديبه وفوّض إليه أمر دينه.
بصائر الدرجات، محمد بن الحسن بن فروخ ( الصفار )، ص398 و بحار الأنوار، العلامة المجلسي، ج 17، ص 7
Sesungguhnya Allah mendidik dengan baik nabiNya, ketika sampai ke martabat kesempurnaan, urusan agama telah diserahkan kepada tanggungjawab nabi.
Baṣā’ir al-Darājāt, halaman 398; Bihārul Anwār al-ʻAllamah al-Majlisī, jilid 17 halaman 7.
Imām berkata: Apa yang Allah (s.w.t) telah tafwīdkan kepada Nabi (s.a.w), ditafwīdkan juga kepada para Amīrul Mu’minīn dan para imām yang lain dengan izin Allah (s.w.t).
Ini adalah wilāyah Tashrīʻī yang dikatakan oleh Syiah. Andainya ada ruang, insyallah akan kita bicarakan tentang wilāyah Tashriʻi dalam satu forum yang khusus. 
Walau bagaimanapun, apa yang ada pada kita tentang para imām boleh menyebabkan para ulama naʻthal yang melihatkan akan mengatakan:
وفصل الخطاب عندکم.
Apakah yang tertinggal lagi pada Tuhan? dan mereka juga akan berkata dengan lebih ekstrem. “فصل الخطاب” iaitu “علم القضاوة”, dan “علم القضاوة” mereka lihat banyak terdapat pada Ali dan para imām. Ini yang Nabi berikan kepada para imām (a.s) dengan izin Allah; namun apabila mufti besar kalian memberikan fatwa secara rasmi iaitu:
المفتي قائم مقام النبي.
“Mufti berdiri pada kedudukan Nabi” Mengapakah kalian tidak berkata apa pun?
.
Namun jikalau Syiah mengatakan: Para imām (a.s) mempunyai wilāyah tashriʻī seolah-olah dunia perlu ditimpakan ke atas kepala Syiah.
Allamah al-Helli berkata: Imāmah adalah kepimpinan am dalam urusan agama dan dunia untuk seseorang dariapada seseorang sebagai ganti Nabi (s.w.).
Saya membawakan tiga tokoh Syiah yang terkenal yang mana al-Marhum Syeikh Mufid bersama Allamah al-Helli mengatakan “بالنيابة عن النبي” manakala al-Marhum Sayid Murtadha menafsirkan sebagai “بالاصالة لا بالنيابة”
Seandainya selepas ini ada peluang, saya akan berikan penerangan yang lebih tentang “بالاصالة” dan “بالنيابة”.
Agha Muhsini:
Mohon jelaskan makna “khilāfah” dan apakah bezanya dengan imāmah. 
Ustaz Qazwini:
Definisi khilāfah menurut pandangan ulama Ahlusunnah ialah:
Ibnu Athīr yang merupakan peribadi terkenal di kalangan Ahlusunnah mengatakan tentang termakata “خلفة” dengan mengatakan: Khalaf (خلف) dengan harakat dan sukun pada lām dikatakan kepada mereka yang datang setelah seseorang insan dan mengikuti jalan orang yang sebelumnya. Jikalau “خَلْف” dengan sukun pada lam membawa makna jahat seperti “وخَلْفُ سُوءٍ”. Jika ingin mengatakan generasi-generasi baik, disebut sebagai “خَلَفْ” dengan fatḥaḥ pada lam seperti “خلَفُ صِدْقٍ”. Ini adalah tafsiran Ibnu Athīr.
Ibnu Manẓūr dalam kitab Lisān al-ʻArab mengulangi apa yang dikatakan dalam al-Nihāyah Ibnu Athīr: “Diriwayatkan daripada Ibnu ʻAbbas bahawa Aʻrābī bertanya kepada Abu Bakar:
أنت خلِيفة رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم؟ فقال لا. قال فما أنتَ؟ قال: أنا الخالِفةُ بعده
Al-Nihāyah fī al-Gharīb al-Hadith, Majd al-Dīn Ibnu Athīr jilid 2 halaman 69 dan Lisān al-ʻArab Ibnu Manẓūr jilid 9 halaman 89.
“Apakah engkau khalīfah Rasulullah (s.a.w)? Abu Bakar berkata: Tidak. Beliau mengatakan: Aku adalah orang yang: sahabat berikhtilāf denganku (satu pihak menerima dan satu pihak lagi tidak menerima).
.
Setelah itu Ibnu Athīr mengatakan:
الخَلِيفة مَن يقوم مَقام الذاهب ويَسُدّ مَسَدّه، والهاء فيه للمبالَغة، وجَمْعه الخُلَفاء على معنى التَّذكير لا على اللفظ، مِثْل ظَرِيف وظُرَفاء.
لسان العرب، ابن منظور، ج9، ص89 و النهاية في غريب الحديث والأثر، مجد الدين ابن الأثير، ج2، ص69
Khalīfah ialah orang yang mengambil tempat orang yang berlalu pergi, dan “هاء” padanya adalah untuk “مبالَغة”, jamaknya ialah “خُلَفاء” atas makna “تذكير”, bukan atas lafaznya, seperti “ظَرِيف” dan “وظُرَفاء”.
Kemudian beliau mengatakan: Namun apa yang dikatakan oleh Abu Bakar:
…الخالِف. وقيل هو الكثير الْخِلاَف، وهو بَيِّن الخَلافة بالفتح
Lisān al-ʻArab, Ibnu Manẓūr, jilid 9 halaman 89; al-Niḥāyah fi Gharīb al-Hadīth, Majd al-Din Ibnu al-Athīr, jilid 2 halaman 69. (… al-khālif. Dikatakan banyak perselisihan) iaitu mereka yang mempunyai banyak ikhtilāf dengannya.
Kemudian beliau mengatakan:
وإنما قال ذلك تَواضُعاً وهَضْماً من نفسه حين قال له أنت خليفة رسول اللّه
لسان العرب، ابن منظور، ج 9 ص 89 و النهاية في غريب الحديث والأثر، مجد الدين ابن الأثير، ج 2 ص 69
“Beliau berkata demikian dalam keadaan rendah diri”.
Lisān al-ʻArab, Ibnu Manẓūr, jilid 9 halaman 89; al-Niḥāyah fi Gharīb al-Hadīth, Majd al-Din Ibnu al-Athīr, jilid 2 halaman 69. 
Perbezaan antara khilāfah dan imāmah:
Māwardī salah seorang ulama kalam Ahlusunnah, yang mempunyai kitab bernama al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah yang telah membahaskan tentnag politik Islam mengatakan:
 الْإِمَامَةُ مَوْضُوعَةٌ لِخِلَافَةِ النُّبُوَّةِ فِي حِرَاسَةِ الدِّينِ وَسِيَاسَةِ الدُّنْيَا
الأحكام السلطانية، ج1، ص 17
.
Al-Imāmah (perkataan yang) diletakkan untuk khilāfah kenabian.
Oleh itu kalimah khalīfah dan imām kedua-duanya mempunyai makna yang satu. 
Mereka ini mengatakan:
من أنكر خلافة الصديق فهو كافر.
الصواعق المحرقة على أهل الرفض والضلال والزندقة، ج1، ص 138
Dengan mengatakan: Barangsiapa yang mengingkari kekhalifahan Abu Bakar al-Siddik, maka kafirlah ia, kitab al-Ṣawāʻiq al-Muḥriqah ʻAlā Ahl al-Rafḍ wa al-Ḍalāl wa al-Zindiqah, maka tidak ada sebarang perbezaan. Atau sebahagian daripada pakar yang jahil mengatakan: Ibrahim mula-mula menjadi nabi kemudian baru menjadi imam. Bila pula Ali menjadi nabi sehingga menjadi imam?
Kalian katakanlah: Menurut bicata mereka ini Abu Bakar adalah khalifah Rasulullah (Mereka juga mengatakan khalīfah tidak ada bezanya dengan imām), maka bila dan pada zaman manakah beliau (Abu Bakar) menjadi nabi, sehingga menjadi imām setelah itu?
Dengan berbagai tanggapan pada mereka yang mengatakan:
من أنكر إمامة أبي بكر رضي الله عنه فهو كافر.
الصواعق المحرقة على أهل الرفض والضلال والزندقة، ج1، ص 139
(Barangsiapa yang mengingkari kekhalifahan Abu Bakar, maka ia kafir).
Mereka hendaklah memberikan makna kepada kita. ʻIḍḍuddīn Ijī berkata:
الإمامة هي خلافة الرسول.
المواقف للإيجي، ج3، ص 574
Imāmah adalah khilāfah Rasulullah, al-Mawāqif jilid 3 halaman 574.
Oleh itu menurut Ahlusunnah, imām dan khalīfah tidak ada bezanya.
Kami juga telah menukilkan daripada Ibnu Khaldun yang mana beliau mengatakan:
فهي في الحقيقة خلافة عن صاحب الشرع
Muqaddimah Ibnu Khaldun, jilid 1 halaman 191.
“Imamah hakikatnya ialah khilāfah daripada empunya Syara’”. 
Agha Muhsini:
Mohon jelaskan perbahasan khalīfah dan perbahasan Amīrul Mu’minīn yang dinisbahkan dengan istilah ini dalam pandangan Ahlusunnah.
Ustaz Qazwini:
Khalīfah dan Amīrul Mukminin dalam istilah Ahlusunnah:
Shurbaynī, ahli fikah masyhur Ahlusunnah dan penulis kitab Mughnil Muḥtāj, diriwayatkan oleh Ibnu Mulaikah yang berkata:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِأَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ : يَا خَلِيفَةَ اللَّهِ فَقَالَ أَنَا خَلِيفَةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا رَاضٍ بِذَلِكَ،
مغني المحتاج، ج4، ص 132
Sesungguhnya seorang lelaki berkata kepada Abu Bakar: Ya khalīfah Allah. Maka jawabnya: Aku adalah khlīfah Muhammad (s.a.w), dan aku reda dengannya.
.
Ini berkaitan dengan isu khalīfah sebelum ini yang telah kami sebutkan daripada tokoh mereka, iaitu khilāfah dan imāmah menjadi penerus jalan Nabi (s.a.w).
Ibnu ʻAbdul Bar telah membawa sebuah teori:
وأما القصة التي ذكرت في تسمية عمر نفسه أمير المؤمنين فذكر الزبير قال: قال عمر لما ولي: كان أبو بكر يقال له خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم فكيف يقال لي خليفة خليفة رسول الله يطول هذا قال: فقال له المغيرة بن شعبة: أنت أميرنا، ونحن المؤمنون. فأنت أمير المؤمنين. قال: فذاك إذن.
Proposisi yang menyebut tentang Umar yang menamakan dirinya sebagai Amīrul mu’minīn. Zubair berkata: ketika menjadi khalifah, Umar berkata: Mereka mengatakan Abu Bakar sebagai Rasulullah, kepadaku apa yang mereka harus katakan? Maka katakanlah kepadaku: khalīfah khalīfah Rasulullah; ini sangat panjang. Mughīrah bin Shuʻbah berkata: Engkau adalah amīr kami dan kami adalah orang beriman, Oleh itu engkau adalah Amīrulmu’minīn. Umar berkata: Maka inilah ia. – Al-Istīʻāb, jilid 1 halaman 356.
Oleh itu pengasas Amīrul Mu’minīn kepada Umat ialah Mughīrah bin Shuʻbah. Beliau turut memberikan definisi Amīrul mu’minīn kepada khalīfah-khalīfah setelahnya; namun menurut pandangan Syiah, Amīrul Mu’minīn hanyalah Ali (a.s) dan Rasulullah (s.a.w) turut memberikan laqab ini kepadanya sehinggakan penggunaan Amīrul Mu’minīn kepada para imām lain tidak dibenarkan. Ini disebabkan ianya adalah salah satu darpada ciri-ciri Ali, dan merupakan salah satu daripada laqab khususnya.
Pertanyaan penonton tentang masalah syafaat.
Penonton (Hasan dari Itali):
Kami bertanggung jawab mengucapkan terima kasih kepada susah payah anda sehingga kekayaan maklumat anda dicurahkan kepada kami dengan penuh akhlak dan adab. Kami ucapkan terima kasih atas metodologi terbaik ini. Dari perspektif akhlak Islam, saya telah mendengar dua program dan saya merasakan sungguh senang hati, saya ingin tahu bagaimana mengatur masa jadual program ini sehingga dapat lebih memanfaatkannya?
Terdapat program Akhlak Islami dengan sarikata yang merupakan sebahagian dari program-program dalam siaran satelit. Semoga syafaat untuk Syiah diterima, namun pandangan saya bertentangan dengan Syiah, kerana Allah berfirman di dalam surah al-Baqarah:
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ
سوره بقره آيه48
.
Ketika insan melakukan dosa, Allah tidak akan bertangguh dan haruslah diazabkan, ketika tidak berdosa, sudah pasti ditentukan yang mana pintu syurga terbuka dan menapak ke syurga. 
Namun jika insan melakukan dosa dan mengharapkan syafaat tokoh-tokoh seperti Husain (r.a), Hasan dan Ali, mahupun sesiapapun, apakah keadilan Allah tidak dipertikaikan misalannya Imām Husain atau Imām Hasan, atau pun sesiapapun datang memberikan syafaat? Saya tidak mengingkari para imām. Kelmarin ada seorang hamba Allah telah menghubungi saluran satelit Kalime dan berkata: Sukar membuatkan mereka percaya. Saya bertanya: kenapa sukar? 
dia berkata: Apakah kamu fikir mereka ini percaya? 
Saya berkata: Percayalah, ketika penghinaan terhadap Syiah dalam saluran satelit Kalemeh (siaran TV Wahabi dalam bahasa Parsi), bererti tiga penghinaan terhadap Ahlusunnah:
Ketika mereka ini menelefon, mereka berkata: Orang ini  adalah musyrik, kerana menyembah kubur, penyembahan kubur begini juga wujud dalam Ahlusunnah. Mereka menulis di cermin belakang kereta dengan “Imām Husain” dan “Imām Hasan”, dibelakang kereta kita juga tertulis “Syeikh Abdul Qadir al-Jailani” dan “Syeikh Abbas”, atau juga dalam rumah-rumah Ahlusunnah terdapat tanah Syeikh Abbas sebagai tabarruk; namun mereka ini mengatakan kepada Syiah sebagai musyrik, mereka pun mengatakan kepada kita musyrik.
Ustaz Qazwini:
Surah al-Baqarah, ayat 255 menyatakan:
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
(Tiada sesiapa yang dapat memberi syafaat di sisiNya melainkan dengan izinNya).
Di sini al-Qur’an sendiri menyabitkan syafaat dengan izinNya. Atau di dalam surah Yunus ayat 3:
مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلَّا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ
(Tidak ada sesiapa pun yang dapat memberi syafaat melainkan sesudah diizinkanNya).
Seluruh syafaat berbentuk ‘setelah kiizinanNya’.
Di dalam surah al-Najm ayat 26 Allah berfirman:
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى.
Berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka tidak dapat mendatangkan sebarang faedah, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi sesiapa yang dikehendakiNya dan diredhaiNya. Di dalam surah Sabā’ ayat 23 Allah berfirman:
وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ
Dan tidak berfaedah syafaat di sisi Allah kecuali bagi orang yang telah diizinkan Allah.
Al-Qur’an saling menafsirkan antara ayat lain. Kalaulah kita mengambil kriteria sesuatu ayat sambil tidak menghiraukan ayat yang lain, maka terjadilah seperti ini contohnya:
لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ.
Surah al-Nisa ayat 43, Janganlah dekati solat, dan ayat selanjutnya kita tinggalkan:
وَأَنْتُمْ سُكَارَى.
Surah al-Nisa ayat 43, (sedangkan kamu mabuk), kita mengatakan:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ
Surah al-Māʻūn, ayat 4, neraka Wail untuk orang yang solat. Sementara kita meninggalkan ayat yang lain:
الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
Surah al-Māʻūn ayat 5. (laitu mereka yang berkeadaan lalai daripada menyempurnakan sembahyangnya)
Dan beribu-ribu ayat lagi bahawa Tuhan sekalian alam mengkhususkan dirinya dengan satu sifat, dan dalam ayat-ayat lain menyifatkannya kepada diri yang lain.
Ada satu tempat Allah berfirman: Yang mengambil nyawa kamu hanyalah Allah, namun dalam ayat yang lain Allah berfirman:
يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ
سوره سجده آيه11
(Nyawa kamu akan diambil oleh Malikil Maut yang ditugaskan berbuat demikian)
Perbahasan syafaat merupakan satu perbahasan al-Qur’an dan bukanlah perbahasan mazhab sehingga saya boleh mengatakan Syiah terima syafaat, dan Ahlusunnah tidak menerima Syafaat.
Tidakkah golongan Wahabi; Ibnu Taimiyah muncul berbicara sesuatu yang tidak waras dan tidak berlogik, dia mengatakan: Tuhan sekalian alam telah menyabitkan syafaat kepada Nabi; namun dikatakan: Janganlah berikan syafaat.
Iaitu dikatakan: Engkau ada hak untuk memberikan syafaat, tetapi janganlah berikan syafaat; iaitu hakikatnya kamu mengundang seseorang ke rumah dan membentangkan tikar menghidangkan berbagai makanan; namun tidak ada sesiapapun mempunyai hak untuk makan. Syafaat yang ada di dalam al-Qur’an merupakan perbahasan al-Qur’an, bukanlah perbahasan mazhab, dan pemberi syafaat bukanlah untuk setiap orang. 
Surah al-Najm ayat 26 yang saya bacakan tadi menyatakan:
لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى.
(Berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka tidak dapat mendatangkan sebarang faedah, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi sesiapa yang dikehendakiNya dan diredhaiNya).
Iaitu untuk orang yang diredai Allah. Bukan untuk sesiapa sahaja.
Katakan seseorang melakukan dosa sampai ke penghujung umurnya, dan ketika detik-detik terakhir dia mengatakan: Aku akan meninggal dunia, maka aku beristighfar dan meminta ampun daripada Allah. Taubat begini tidak akan diterima kerana al-Qur’an mengatakan:

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآَنَ.
Surah al-Nisa, ayat 24:
(Dan tidak ada lagi taubat orang-orang yang selalu melakukan kejahatan, hingga apabila salah seorang dari mereka hampir mati, berkatalah ia: “Sesungguhnya aku bertaubat sekarang ini). 
Taubat mereka ini tidak akan diterima.

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ.
سوره نساء آيه17
(Sesungguhnya penerimaan taubat itu disanggup oleh Allah hanya bagi orang-orang yang melakukan kejahatan disebabkan kejahilan kemudian mereka segera bertaubat). 
Mereka ini pula melakukan dosa namun segera bertaubat.
Sekarang kalau saya melakukan dosa, dan saya tidak tahu apakah dosa ini benar-benar diampuni atau tidak?
Saya beristighfar; namun banyak perkara yang mana Ahlul Bait mengambil tangan kita. Syafaat bagaikan seorang pelajar yang tekun siang dan malam untuk belajar; namun terdapat markah ujian yang kurang 1 atau ½. Hanya gara-gara satu markah dia perlu mengulang pelajaran selama satu tahun, maka pengetua sekolah pun berkata kepada guru ini: Pelajar ini seorang yang baik, tekun berusaha dan tidak juga pemalas, ada satu markah yang kurang. Janganlah biarkan beliau mundur semata-mata kerana satu markah.
Inilah yang dikatakan mereka syafaat.
Agha Muhsini:
Oleh itu ini tidak bertentangan dengan keadilan tuhan?
.
Ustaz Qazwini:
Benar, tidak ada pertentangan dengan keadilan tuhan, juga tidak bertentangan dengan al-Qur’an.
Penonton:
Mengapakah nabi Nuh tidak memberikan syafaat kepada anaknya?
Ustaz Qazwini:
Ini disebabkan dia tidak memenuhi syarat-syarat syafaat, sehinggalah ke penghujung riwayat hidupnya nabi Nuh berkata: Berimanlah wahai anakku. Anaknya berkata: Tidak. Nabi Nuh berkata: Engkau akan tenggelam. Dia menjawab: Aku akan pergi ke puncak gunung, air ini tidak akan sampai kepadaku.
Ketika seseorang itu sampai ke akhir riwayat hidupnya masih berdegil, kata-kata ayahnya yang juga seorang nabi tidak didengarinya, dan masih tidak mahu beriman, bagaimanakah dia boleh mendapatkan syafaat?
Penonton:
Kalau kita berdegil dan melakukan maksiat serta dosa, kita tidak bertaubat, saya kira tidak akan ada orang besar yang mahu memberikan syafaat.
.
Ustaz Qazwini:
Benar, jikalau sesiapa yang melakukan dosa tanpa bertaubat sedikitpun, sehingga ke akhir riwayat hidupnya bergelumang dengan dosa, maka syafaat untuknya adalah ejekan. Kita ada riwayat yang dinukilkan oleh Syiah dan Sunni di mana Rasulullah (s.a.w) bersabda:

ادخرت شفاعتي لاهل الكبائر من امتي.
Muʻjam Abī Yaʻlā, jilid 1 halaman 173.
“Aku menyimpan syafaat untuk sekumpulan daripada ummatku yang melakukan dosa besar.
Namun untuk sesiapapun yang melakukan dosa sehingga ke penghujung hayatnya, sampai Malaikat Maut datang kepadanya, al-Qur’an mengatakan:
حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ
.
Surah al-Nisa ayat 18:
(Sehingga ketika datang kematian kepada salah seorang daripada mereka).
Malaikat Maut datang, masih juga melakukan dosa, Malaikat Maut menghampiri, masih juga melakukan dosa, Malaikat sudah di muka pintu bilik, sebaik sahaja menyedari kehadiran Malaikat Maut (dia mengatakan):
قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآَنَ
 Surah al-Nisā’ ayat 18.
Taubat ini tidak berkesan dan syafaat tidak meliputi individu seperti ini.
Penonton (Ashurayi):
Saya berterima kasih atas program yang sangat baik daripada kamu semua, sekurang-kurangnya mencerahkan masyarakat. Oleh kerana saya tidak mempunyai peluang untuk menyelidik tentang Syiah, dan tidak ada waktu untuk membaca subjek yang sebenar, maka saya menggunakan program-program ini, saya lihat akidah Syiah menjadi kukuh dan saya bangga menjadi seorang Syiah. Kami sentiasa menyokong dan membantu anda.
Saya bersyukur kepada Allah, entahlah mengapa musuh-musuh kita dicipta dengan tidak berpengatahuan, mungkin ada hikmah Ilahi.
.
Penonton (Hasan; Ahlusunnah Iraq):
Saya ada beberapa pertanyaan, saya ingin mengatakan: Kami adalah Ahlusnnah dan akidah kami berbeza dengan kamu, namun tidak berniat untuk menghina.
Mengenai pengganti Rasulullah, kamu telah banyak berbicara iaitu bagaimanakah khalīfah itu, dan samada khalīfah itu dipilih atau dilantik, bukti paling kuat di kalangan kami juga ialah Khamenei yang telah dipilih, betul atau tidak? Ucapan anda dialu-alukan.
Hari ini bukti paling baik bagi Ahlusunnah ialah Khamenei yang diserupakan seperti Abu Bakar dalam mesyuarat pemilihan, Syiah harus mengesahkan ini; mengapa kalian tidak mahu merelakan perkara ini? Tolong berikan jawapan.
Agha Muhsini:
Ustaz, nampaknya beliau membandingkan imāmah dengan isu wilāyatul faqīh.
Penonton:
Kamu mengatakan imām Zaman ialah demikian dan demikian, sebagaimana pada suatu hari Mashkīnī dalam solat Jumaat berkata: Perselisihan kita dengan saudara-saudara Ahlusunnah ialah kita mengatakan: Imam Zaman sudah lahir; namun mereka mengatakan: Belum lahir.
Oleh itu katakanlah, bila imam Zaman telah wujud dan kami ingin bertanya apakah kamu baru lahir? atau sudah lahir sebelum ini? Jika sudah lahir, mengapa kamu lari serta biarkan Syiah dan Sunni?
Ustaz Qazwini:
Sudah berpuluh-puluh kali kami mengatakan:
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً.
Surah al-Baqarah ayat 30:
(Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi)
Dan ayat ini yang mengatakan seperti berikut:
إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ.
Surah Ṣāḍ ayat 26:
(sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di bumi).
إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا.
Surah al-Baqarah ayat 124:
(Sesungguhnya Aku jadikan kamu imām kepada manusia).
Dalam seluruh kes ini, “menjadikan” itu telah dinisbahkan padaNya, dan kami ada berpuluh-puluh hadis Nabi yang bersabda: Ali adalah khalīfahku, dan Ali adalah waṣīku, Ali imām setelahku, seluruh kes ini telah kami terangkan. 
Katakanlah jikalau benar pemilihan, kamu cuba terangkan perbahasan kepimpinan Ayatullah Khamenei, dalam kes Khamenei, satu majlis yang dinamakan Khubregän Rahbarī yang telah dilantik oleh orang ramai dan semua orang sudah mengundi, 70 juta orang masyarakat tampil memilih calon mereka, dan para mujtahid yang terkenal ini kemudiannya (yang terpilih) memilih seorang rahbar (pemimpin tertinggi Iran).
Kamu hendaklah berkata kepada kami: Mengenai Abu Bakar, Umat dan Uthman, siapakah yang memilihnya?
Apakah umat Islam Madinah yang memilih mereka? Semua ini adalah perselisihan.
Sebagaimana yang terdapat di dalam Sahih al-Bukhari, Amirul Mu’minin sendiri tidak memberikan baiʻat kepada Abu Bakar selama enam bulan, begitu juga Bani Hashim tidak memberikan baiʻat. Saʻad bin ʻUbādah tidak pernah memberikan baiʻat sampai ke akhir hayatnya.
Dalam kesalahan Uthman, orang ramai yang melantik enam orang ini atau Umar yang melantiknya?
Kamu menghalang enam orang ini, sekiranya sampai tiga hari mereka tidak memilih sesiapapun, maka mereka ini akan dibunuh. Pemilihan apakah ini?
Dia mengatakan: Jikalau empat orang memberikan pemilihannya kepada seseorang, dua yang lain akan dibunuh. Andainya tiga orang melantik seseorang, sementara tiga orang lagi melantik orang lain, lihatlah yang manakah anakku Abdullah pilih, maka kalian hendaklah bersama pilihannya. Sedangkan Umar berkata: Anakku tidak mempunyai kelayakan menjatuhkan talak kepada isterinya. Sekadar si sini kamu bandingkan, kami akan terima. Kamu mengatakan sistem pemilihan ini, kebebasan ini, demokrasi ini dalam pemilihan rahbar, yang mana satu sistem yang ada pada khalīfah kamu?
Kami dengan hormatnya menunggu kata-kata anda.
Mengenai apa yang anda katakan: Imam Mahdi masih belum lahir, dan kami mengatakan beliau sudah lahir, di kalangan ulama Ahlusunnah ada 128 orang yang mengiktiraf bahawa Imam Mahdi telah lahir pada pertengahan Sya’ban, hari Jumaat, tahun 255 Hijrah. Apakah kamu mahukan lebih dari 128 orang?
Kesemua ini sudah kami bawakan untuk kamu, kamu yang mahu tunduk menyerah, itu adalah satu perbahasan yang lain. Kami tidak mahu bergaduh dengan anda.
Kami dengan sukacitanya ingin membawakan ucapan Zahabi yang merupakan ulama besar anda, beliau mengenai imām Mahdi berkata:

محمد بن الحسن الذي يدعوه الرافضة القائم الخلف الحجة فولد سنة ثمان وخمسين، وقيل : سنة ست وخمسين.
تاريخ الإسلام، ج19، ص 113
.
Muhammad bin al-Hasan yang digelar oleh Rafīḍah sebagai al-Qā’im, al-Khalaf, Al-Ḥujjah, lahir pada tahun 258; ada yang mengatakan 256 Hijrah.
.
Kitab al-ʻIbr juga mempunyai taʻbīr seperti ini, Ibnu Khaldun berkata:
كانت ولادته يوم الجمعة منتصف شعبان سنة خمس وخمسين ومائتين.
وفيات الأعيان وأنباء أبناء الزمان، ج4، ص 176
Wafāyat al-Aʻyān, jilid 4 halaman 176.
Kelahirannya pada hari Jumaat pertengahan Syaʻban. Sila berikan yang lebih jelas wahai encik Hasan.
Ibnu Khalakān bukanlah Syiah, tidakkah pada malam ini encik Hasan menelefon, beliau menafsirkan akidah tentang alam barzakh. Ṣafdī berkata:
ولد نصف شعبان سنة خمس وخمسين.
الوافي بالوفيات، ج2، ص 249
Beliau (imām Mahdi) lahir pada tahun 255.
Abul Fidā’, salah seorang ahli sejarah terkenal Ahlusunnah:

وولد المنتظر المذكور، في سنة خمس وخمسين ومائتين.
المختصر في أخبار البشر، ج1، ص 178
(dan al-Muntazar yang disebut itu lahir pada tahun 255 Hijrah – al-Mukhtaṣar fi Akhbār al-Bashar, jilid 1 halaman 178).
Fakhrul Rāzī, salah seorang individu ternama kamu berkata: Imām Hasan al-Askarī mempunyai dua orang anak, salah lelaki dan seorang perempuan, dua perempuan yang lain telah meninggal dunia di zaman beliau, dan al-Mahdi masih hidup setelahnya.
Ibnu Hajar al-Haythamī di dalam kitab al-Ṣawā’iq al-Muḥriqah berkata: Usia Mahdi ketika ayahnya wafat ialah 5 tahun.
Zarkalī yang tidak syak lagi merupakan 100 peratus adalah seorang Wahabi, cuba ulang sekali lagi rancangan televisyen dan cuba ingat sekali lagi.
Ketika anda pergi kepada beberapa program tv, yang kononnya pernah menelefon kepada saya dan Qazwini tidak dapat menjawabnya, tanyalah kepada Mulla Zade bahawa Fakhrul Razi berkata demikian, Ibnu Khalkān berkata demikian, Zarkalī pun mengatakan demikian, Ṣafdi juga berkata demikian, lihatlah apa yang beliau jawab kepada anda.
Nasiruddīn Al-Bānī sendiri, yang menjadi kebanggaan Wahabi, di dalam kitab Taʻlīqāt berkata: Ibu Imam Muhammad bin al-Hasan yang berlaqab dengan Hujjah, al-Qā’im dan al-Madi, merupakan ibu kepada seorang anak, namanya juga adalah Narjes Khātūn.
Apa yang kami katakan ini, silakan ingat dan katakanlah:
Saya tanyakan begini, dan mereka menjawabnya sekian.
Lihatlah apa yang mereka akan jawab, kemudian beritahu kami jawapan mereka.
Saya dengan tulus ikhlas dengan mereka yang mencari perbahasan ilmiyah, namun mereka yang degil, yang mengunci akal mereka di dalam stor, maka tidak ada lagi faedah. Kami tidak ada urusan dengan orang seperti ini.
Namun bagi mereka yang benar-benar mencari kebenaran dan hakikat, kami sedia berbakti kepada mereka, sebagai ganti satu soalan mereka boleh bertanya sepuluh soalan, kami akan terangkan kepada mereka ini.
Agha Muhsini:
Meskipun begitu, dalam bahagian akhir bicara mereka, mungkin mereka masih tersalah menafsirkan sehingga mengatakan: Jikalau benar beliau sudah lahir, mengapakan beliau melarikan diri. Kata-kata begini tidak benar.
Ustaz Qazwini:
Sama sahaja dengan dalil Nabi (s.a.w) melarikan diri, dari Makkah datang ke Madinah, dengan dalil ini juga beliau turut melarikan diri?
Penonton (Mustafa dari kota Rey)
Benarkah imām Hasan dan imam Husain berada di dalam askar yang dikirim ke Iran di zaman khalīfah kedua?
Ustaz Qazwini:
Tidak ada.
Penonton:
Apa faedahnya kami ingin menerima Islam secara paksaan, dengan pedang, pembunuhan rakyat satu kerajaan, pembakaran perpustakaan kerajaannya, menawan perempuan dan kanak-kanak? Beberapa ketika yang lalu, salah seorang saudara Ahlusunnah menelefon kepada Qazwini dan berkata: Mengapakah jemaah Ahlusunnah di Tehran tidak ada masjid mereka sendiri. Qazwini di dalam jawapannya mengatakan: Sama sahaja sebab apa Syiah tidak mempunyai masjid mereka sendiri di Arab Saudi. Sedangkan beberapa waktu dahulu, ayah saya ke rumah Allah berkata: Di Madinah tidak ada satupun masjid Syiah untuk jemaah mereka sehingga kami dapat solat di sana. Kami ingin lihat apakah beliau ada jawapan tentang isu ini.
Ustaz Qazwini:
Di manakah masjid Syiah di Madinah?
Penonton:
Di Madinah ada satu masjid dinamakan masjid Syiah.
Ustaz Qazwini:
Kami tidak ada masjid di Madinah.
Penonton:
Ada di dalam satu taman, di Madinah.
Qazwini:
Itu adalah milik encik ʻAmrī, hanyalah rumah dan taman beliau yang mana mereka membina bangunan seperti Husainiyah.
Iaitu bukan masjid, mereka tidak izinkan membina masjid.
Penonton:
Ayah saya berkata: Itu milik encik ʻAmrī, namun kami solat di sana.
Ustaz Qazwini:
Itu rumah dan taman encik ʻAmrī, di mana sebuah bangunan dibina di dalam rumah beliau, tidak ada kaitan dengan yang di luar. Di atasnya juga tidak juga ditulis masjid atau husainiyah, bahkan satu tempat yang luas di mana tingkat atas untuk lelaki, dan tingkat bawah untuk perempuan. Mereka tidak izinkan Syiah membina masjid di Makkah, Riyadh dan Jeddah. Di bahagian Timur seperti al-Ahsā dan qatif, sebuah bangunan telah dibina namun tidaklah seperti masjid yang kita banyangkan.
Di Iran juga terdapat masjid saudara-saudara Ahlusunnah untuk masyarakat mereka, setanding dengan masjid Syiah.
.
Mengenai Tehran, kami tidak ada kaitan dengannya, ini adalah isu yang merupakan perbahasan politik, negara Republik Islam dan Rahbar yang menjadi kepercayaan mereka. Al-Qur’an mengatakan:

أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ.
سوره نساء آيه 59
.
Apabila Ulil Amri berkata: Masjid tidak boleh ada, maka menurut fatwa saudara-saudara, ianya tidak boleh dibantah. Jika saudara-saudara pergi ke negara-negara Arab pinggiran teluk Parsi dan selainnya, mereka mengatakan: Barangsiapa yang melakukan sesuatu yang bercanggah pendapat dengan Ulil Amri, maka ia boleh dihukum, disebat dan dipenjarakan. Namun oleh kerana Iran adalah pemerintah Syiah, maka tidak ada kefahaman Ulil Amri (begini).
.
Penonton (Saudari Barähūyī dari Zäbul; Ahlusunnah):

يارب از دل‌هاي ما نور محبت را مگير     اين تجمع اين توسل اين ارادت را مگير
هستي ما بستگي دارد به عشق اهل بيت     هرچه مي‌خواهي بگير از ما ولايت را مگير
Wahai Tuhan, janganlah ambil cahaya cinta dari hati kami,
janganlah dicabut kesatuan ini, tawassul ini dan iradah ini,
Kewujudan kami berkait rapat dengan dengan kecintaan Ahlul Bait,
Ambillah apa sahaja yang Engkau inginkan kecuali wilāyah. 
Saya bersyukur kerana dikurniakan kebahagiaan selama 3 hari di bulan Ramadhan dapat berada di samping (makam) Imam Ali bin Musa al-Ridha. Benar-benar situasi dan udara yang menyenangkan dengan berpuasa 3 hari, solat maghrib di Haram, dan di dalam haram juga berbuka puasa.
Seorang Ahlusunnah yang tidak menerima tawassul adalah seorang Wahhabi.
Dalam video klip beberapa malam lalu yang ditayang Wahhabi, mereka berkata: Perempuan-perempuan Ahlusunnah tidak solat Tarawih, saya ingin katakan: Di manakah kalian melihat perempuan tidak solat tarawih sehingga saya tidak pernah melihatnya.
Agha Nuri berkata tentang syafaat, menurut pandangan saya para imām mempunyai martabat di sisi Tuhan, dan kami juga berada mengambil perantara dengan mereka supaya mendapat syafaat di sisi Tuhan.
Kami Ahlusunnah terima konsep Tawassul dan Syafaat. 
Ustaz Qazwini, kami Ahlusunnah juga menerima Tawassul dan syafaat. Tuan Qazwini, ketika saya di Haram, saya mengingati anda dan mendoakan anda supaya jalan yang anda tempuhi ini sentiasa berjaya. 
Ustaz Qazwini:
Saya ucapkan terima kasih.
Agha Muhsini:
Silakan panggilan telefon seterusnya. 
Penonton (Kuhestänī dari Malärd):
Salam alaikum. Berkenaan dengan saluran satelit ini yang dicipta (saluran satelit Wahabi) seperti saluran Nur, Wishal, Kaleme, semua ini mempunyai motif, diketahui bahawa mereka ingin menyesatkan orang ramai. 
Berkenaan dengan isu ini saya tidak ragu dan tidak menafikan, ini disebabkan apabila seorang hamba Allah menelefon dan menyoal Agha Hashemi tentang ayat Ṭaṭhīr, dan Agha Hashemi serta merta membawa surah al-Anfāl ayat 10, dia menerangkan bahawa di sini juga menerangkan tentang kesucian. 
Sedangkan ayat al-Anfāl sebagaimana yang dimaklumkan, bahawa apabila hujan turun, kamu bersuci dengan airnya dan waswas syaitan turut dihindarkan. Setiap orang yang berakal jikalau membaca ayat ini pasti mengerti bahawa ayat ini ialah pembersihan melalui air hujan. Sedangkan bentuk ayat Ṭaṭhīr Allah (s.w.t) berfirman, dengan wasilah aku, aku membersihkan, bukan dengan air hujan. 
Agha Hasan ini menelefon dari Iraq, bertanya mengenai imām Zaman, Allah (s.w.t) di dalam surah al-Naml ayat 81 secara jelas menerangkan tentang imām Zaman, saya tidak terfikir ada masalah yang lebih jelas dari ini yang mana Allah berkehendak menerangkan kepada hambanya. 
Sementara itu, di sini hanya memerlukan sedikit akal dan tadabbur, insyallah dengan wasilah ini kita sampai kepada iman yang sempurna.
Ustaz sendiri telah memberikan penerangan ayat ini. Mereka mengambil dana dari Arab Saudi sehingga menyesatkan pengetahuan orang. Saya cadangkan jikalau saluran satelit yang tidak berakhlak diasaskan demi untuk mengejar wang, saya berfikir mungkin dosanya agak kurang.
Agha Muhsini:
Fitnah lebih besar dari pembunuhan. Mereka ini memfitnah, dosanya tidak terampun melebihi dari dosa membunuh.
Penonton (Agha Khāleghi; Qom):
Salam alaikum, hamba Allah ini menelefon dari Sanandaj dan berkata: Mengapakah Nuh tidak memberikan syafaat kepada anaknya, orang Iraq ini menelefon dari Iraq dan berkata: imām Zaman tidak wujud dan tidak lahir, saya ingin berkata kepada orang seperti ini, janganlah cuba mengatakan bahawa imām Zaman belum wujud dan belum lahir.  Pada suatu malam di Afghanistan, kami menghadapi 350 orang di barisan depan medan perang, kami sentiasa bernazar dan memohon, kemudian perang dengan Taliban.
Pada suatu malam Taliban menyerang, mereka ada 350 orang, kami hanyalah 40 orang, selama empat jam kami saling berperang. Kami yang benar-benar tidak cukup pertahanan hanyalah bertawakkal kepada Allah dan bertawassul dengan 12 imām, terutamanya imām Zaman.
Keesokan harinya ada seorang Ahlusunnah dari pihak Taliban datang dan berbicara bersama kami: Kekalahan yang yang dialami terlalu parah, ada seseorang yang berkenderaan misteri menembak kami. Kami semua berada di dalam kubu dan tidak keluar sedikit pun, kami tidak ada sebarang kenderaan untuk dinaiki.
Alhamdulillah dengan perhatian Allah, dan imām Zaman, 350 orang yang melakukan operasi menyerang kami yang berjumlah 40 orang telah kalah dan ramai di kalangan mereka yang terkorban.
Agha Muhsini:
Agha Kuhestänī mengatakan, tolong jelaskan ayat 81 surah al-Naml. 
Ustaz Qazwini:
Malam tadi, mereka ini dan para pakarnya ada program tentang isu Ahlul Bait. Mereka ini sedang memasukkan para isteri Nabi ke dalam daerah Ahlul Bait. Saya hendak mengatakan beberapa noktah, tolong cam baik-baik, ketika mereka menelefon, jaringan ini sudah penuh dengan panggilan masuk. 
Tarmizi, salah seorang ulama besar Ahlusunnah yang wafat dalam tahun 275 Hijrah menukilkan daripada Ummu Salamah dan berkata: Nabi (s.a.w) membentangkan kain ke atas imām Hasan, imām Husain, Amīrul u’minīn dan Fatimah Zahra. Beliau bersabda:
Mereka ini Ahlul Baitku, Ya Allah, jauhkanlah mereka ini dari kenistaan dan kekotoran. Ummu Salamah berkata:

وأنا مَعَهُمْ يا رَسُولَ اللَّهِ قال إِنَّكِ إلى خَيْرٍ.
سنن الترمذي، ج5، ص 699
Apakah aku juga termasuk dengan mereka? (Nabi tidak berkata: Iya), para pakar ini sama sekali tidak mempunyai maklumat tentang Allah dengan berkata: Tidak, Ummu Salamah sebahagian daripada Ahlul bait di mana Rasulullah berkata: Engkau adalah daripada Ahlul Bait sebagai tambahan.
إِنَّكِ إلى خَيْرٍ
Sesungguhnya engkau juga ke arah kebaikan.
Berpuluh kali beliau mengulangi kata-katanya dengan fathah huruf kāf.
.
Sekurang-kurangnya kamu duduk dan bangun bersama orang Arab, ayat itu dibaca dengan betul. 
Walau bagaimana pun, dari sini mereka berkata, fathah atas Kāf adalah berat, namun sekarang terbalik, kasrah atas kāf menjadi berat. Tarmizi berkata:
هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ وهو أَحْسَنُ شَيْءٍ رُوِيَ في هذا وفي الْبَاب.
سنن الترمذي، ج5، ص 699
(Hadis ini adalah sahih, dan riwayat paling Hasan mengenainya dan di dalam bab.) Sesuatu yang terbaik telah ada di sini. Albani berkata: Riwayat ini sahih. Di dalam riwayat yang lain Nabi (s.a.w) bersabda:
اللهم هَؤُلاَءِ أَهْلُ بيتي وخاصتي.
مسند أحمد بن حنبل، ج6، ص 292
.
Kemudian orang ini berkata: Saya tidak tahu apakah riwayat ini adalah sahih atau tidak; namun apa yang telah terbukti bagi kami, hadis ini adalah tidak sahih. Kata-kata ini sungguh aneh, apakah anda tidak pernah berbicara dengan anak serta isteri di dapur? Sedangkan dalam saluran satelit ditonton oleh puluhan ribu orang. Sekurang-kurangnya anda tidak tahu, janganlah cuba tunjukkan janggut kemudian mengatakan saya tidak tahu hadis ini sahih atau tidak; namun yakin hadis ini tidak sahih.
Saya tidak tahu lagi, kalau tauhid, Islam dan iman kamu berasaskan keyakinan ini, kamu hendaklah bacakan fatihah kepada Islam kamu. Nabi (s.a.w) bersabda: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan lima orang, tidak lebih dari lima orang, aku, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.
Sahih Muslim yang mana Zaid bin Arqam berkata: Aku bertanya apakah isteri-isteri nabi sebahagian daripada Ahlul Bait Nabi? beliau berkata: Demi Allah, tidak, para isteri Nabi bukanlah sebahagian daripada Ahlul Bait. Ini adalah Sahih Muslim, sekurang-kurangnya ambillah dan baca.
Namun sekarang orang ini berkata: Zaid bin Arqam tidaklah maksum dan tersilap di sini; iaitu Zaid bin Arqam tersalah dan Ummu Salamah juga tersalah. 
Di dalam tafsir Ibnu Kathir, Nabi (s.a.w) bersabda:

إنك إلى خير أنت من أزواج النبي صلى الله عليه وسلم.
تفسير ابن كثير، ج3، ص 486
.
Engkau adalah daripada isteri-isteri Nabi (s.a.w), Ummu Salamah berkata: Aku pegang kain ini supaya dapat masuk bergabung dengan mereka, Nabi (s.a.w) datang dan mengambil jubah daripada tanganku dan menariknya. Nabi mengambil jubah supaya isteri Nabi tidak masuk ke dalamnya. Wahabi ini tidak mempunyai maklumat daripada Allah, anti-Ahlul Bait, mereka ingin jubah daripada Nabi dan memasukkan para isteri baginda secara paksa? Aisyah berkata:
.
فدنوت منهم فقلت يا رسول الله وأنا من أهل بيتك فقال صلى الله عليه وسلم تنحي فإنك على خير.
تفسير ابن كثير، ج3، ص 486
.
Aku pergi dan mendekati: Wahai Rasulullah, apakah aku dari Ahlul BaitMu? Menghindarlah. Maka Zaid bin Arqam tersalah dan Aisyah juga tersalah?. Mereka ini tidak maksum, Ummu Salamah pun tersalah dan beliau tidak maksum di mana beliau berkata:
.
أن النساء المطهرات غير داخلات في أهل البيت الذين هم أحد الثقلين.
روح المعاني، ج22، ص 16
.
Sesungguhnya para isteri Nabi tidak termasuk sebagai Ahlul Bait yang mana Ahlul Bait adalah salah satu daripada 2 perkara yang berharga.
Imām al-Ṭaḥāwī merupakan salah seorang daripada individu tersohor kalian berkata: Maksud ayat Ṭaṭhīr ini ialah Nabi, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain:
دُونَ من سِوَاهُمْ.
شرح مشكل الاثار، ج2، ص 245
Ibnu Taimiyah yang menjadi imām kalian juga telah membawa penafsiran bergini:

لسن من أهل بيته، وهو قول زيد بن أرقم.
الفتاوى الكبرى، ج1، ص 193
.
Ini menunjukkan bahawa para isteri Nabi bukanlah Ahlul Bait. Orang ini pun datang dan mengenepikan semua perbahasan dan dengan pemaksaan berkata di hadapan ribuan penonton: Para isteri Nabi sejak awal-awal lagi, dan jikalau Nabi bersabda: imām Hasan, imām Husain meminta supaya dimasukkan ke dalam kelebihan ini.

Golongan Islam yang Selamat hanyalah Syi’ah Imamiyah Ushuliyah

sebab-sebab yang mendorongku mengikuti mazhab Syi’ah, ‘yang paling utama; adalah masalah khilafah (kekhalifahan), yang merupakan sebab yang paling besar dan menyebabkan terjadinya perselisihan di antara sesama kaum Muslim.”

Sebab, sangatlah tidak masuk akal jika Rasulullah Saw meninggalkan umatnya tanpa menunjuk seorang penggantinya, yang memerintah dengan melaksanakan syariat Allah, sebagaimana para rasul yang lain yang menunjuk seorang washiy (yang menerima wasiat untuk meneruskan kepemimpinannya, yakni menjadi khalifahnya sepeninggalnya).
Menurutku, telah terbukti secara meyakinkan bahwa kebenaran ada bersama Syi’ah. Sebab, keyakinan mereka menegaskan bahwa Nabi Saw, telah berwasiat kepada ‘Ali untuk menjadi khalifahnya sepeninggalnya (sebelum wafatnya  bahkan sejak awal dakwah beliau), dan setelahnya adalah anak keturunannya, yaitu sebelas imam. Mereka (Syi’ah) ,mengambil hukum-hukum agama, mereka dari dua belas Imam Ahlulbait, yaitu para Imam Maksum (terpelihara dari dosa dan kesalahan) di dalam akidah mereka dengan dalil-dalil yang kuat.
Lantaran sebab itulah dan sebab-sebab yang lainnya,’ aku mengikuti mazhab yang mulia ini, mazhab Ahlulbait. Selain itu, aku tidak menemukan satu pun dalil yang mewajibkan kita mengikuti salah satu dari mazhab yang empat. Sebaliknya, aku mendapatkan dalil-dalil yang sangat banyak yang mewajibkan kita mengikuti mazhab Ahlulbait yang menuntun setiap Muslim ke jalan yang lurus.”
Rasulullah Saw adalah orang yang sangat penyayang dan pengasih terhadap umatnya. Oleh karena itu, mustahil beliau membiarkan umatnya atau tidak memberitahukan kepada mereka hal yang sangat penting, yaitu golongan yang selamat (firqa an-najiyah).

Aku katakan, sesungguhnya golongan yang selamat adalah mereka yang berpegang teguh pada ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan para Imam Ahlulbait beliau yang telah disucikan sesuci-sucinya oleh Allah dari segala dosa dan kesalahan, serta berlepas diri dari musuh-musuh mereka. Hal ini merupakan pengamalan sabda Rasulullah Saw dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya, baik oleh Ahlus Sunnah maupun Syi’ah, yaitu sabda beliau, “Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maula-nya (pemimpinnya), maka ini ‘Ali adalah maula-nya (pemimpinnya) juga. Ya Allah,  cintailah orang yang mencintainya. musuhilah orang yang memusuhinya, tolonglah orang yang menolongnya, dan telantarkanlah orang yang menelantarkannya.”

Adapun riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Saw ketika ditanya tentang golongan yang selamat, siapakah golongan itu? Lalu ia bersabda, “Mereka (golongan yang selamat) adalah golongan yang mengikutiku dan para sahabatku, ” riwayat ini tidak sahih. Sebab, para sahabat Nabi Saw tidak semuanya mengikuti Nabi Saw karena terbukti sebagian di antara mereka melakukan hal-hal yang tercela dan tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Misalnya, Marwan al-Hakam, ia adalah ath-Tharid (orang yang telah diusir oleh Nabi Saw dari Madinah) bin ath-Tharid dan al-Mal’un (terkutuk) bin al-Ma’un; Mu’awiyah, ‘Amru bin’ Ash, ia adalah orang yang terkenal dengan kelicikan dan penipuannya; al-Mughlrah bin Syu’bah; dan masih banyak lagi yang lainnya.
Allah Swt berfirman,
“Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Engkau (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (Qs. at-Taubah [9]:101).

Sekiranya riwayat yang menyebutkan, “Mereka (golongan yang selamat) adalah golongan yang mengikutiku dan para sahabatku,” adalah riwayat sahih, betapapun menurutku riwayat ini tidak sahih, maka mereka yang dimaksud adalah Ahlulbait Nabi Saw, mereka inilah yang telahd dijadikan  oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai panutan bagi orang-orang yang berpikir. Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya agar berpegang teguh kepada Ahlulbaitnya dan melarang mereka untuk berpaling dari Ahlulbaitnya, sebagaimana ditegaskan dalam banyak sabda Nabi Saw.

Adapun pendapat yang berkata bahwa umat Nabi Saw seluruhnya selamat, maka ini bertentangan dengan sabda beliau yang telah disepakati kesahihannya, demikian juga pendapat yang menyatakan bahwa umat beliau seluruhnya binasa.

Dengan demikian, golongan yang selamat hanyalah satu, sebagaimana menurut sabda Nabi Saw. Golongan ini (yang selamat) haruslah berbeda dengan golongan-golongan lainnya.

Syi’ah berbeda dengan golongan-golongan lainnya dalam banyak perkara yang khusus ada pada mereka. Misalnya, pendapat mereka (Syi’ah) tentang kemaksuman para imam dan dikhususkannya kekhalifahan bagi para Imam Ahlulbait dengan dalil-dalil yang mematahkan segala hujah para penentang mereka.

Oleh karena itu, jabatan khalifah tidak sah untuk selain para Imam Ahlulbait As, dan tidaklah sempurna peraturan umat yang dipimpin oleh seorang khalifah yang di luar mereka (para imam Ahlulbait).

Seandainya para sahabat Rasulullah Saw mengikuti ajaran­ajaran Nabi mereka, niscaya tidak akan terjadi pertentangan dan peperangan di antara sesama mereka. Akan tetapi, sayangnya banyak dari mereka yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka terjadilah apa yang telah terjadi pada mereka (yaitu pertikaian dan peperangan).

Maka, cukuplah Allah sebagai Pelindung kami dan Dia adalah sebaik-baiknya Pelindung, dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.

Sesungguhnya dalil-dalil dan nasihat yang telah kami sampaikan telah cukup bagi orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedangkan dia menyaksikannya.

Sebagai akhir kalam dari bagian ini, sekali lagi kami sampaikan bahwa Syi’ah adalah kelompok Mukminin, yang berpegang teguh pada setiap yang berasal atau bersumber dari Rasulullah Saw dan dari Tuhannya. Syi’ah adalah golongan yang selamat, yang berpijak di atas jalan kebenaran serta benar dalam setiap keyakinannya.

Akan tetapi, orang-orang yang jahat mengalamatkan bennacam-macam tuduhan dusta dan keji terhadap Syi’ah, sedangkan ia berlepas diri (bersih) dari segala macam tuduhan dusta dan keji tersebut.
Silakan Anda merujuk kepada kitab-kitab karangan para ulama mereka dengan tulus, niscaya Anda akan mengetahui kebenaran ucapan kami.

Kalimat “Syi’ah” itu sendiri merupakan kemuliaan yang agung karena Al-Quran telah menyebutkannya dalam bentuk pujian. Allah Swt. berfirman,
Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, Maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir’aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan, Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).(Qs. al-Qashash [28]:15).

Dan firman-Nya,
Dan Sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (syiah).” (Qs. ash-Shaffat [37]:83)
Artinya Ibrahim As adalah termasuk Syi’ah (golongan) Nuh As.

Telah beberapa kali Anda membaca dalam buku ini sabda Rasulullah Saw. kepada ‘Ali As, “Engkau dan Syi ‘ahmu adalah orang­-orang yang beruntung kelak pada hari kiamat.

Dengan demikian, Syi’ah mereka adalah pengikut  agama Allah dan pengikut para nabi dan aushiya’ (orang-orang yang telah mendapat wasiat dari Nabi Saw untuk meneruskan kepemimpinan Nabi Saw sepeninggalnya, yaitu para Imam Ahlulbait Nabi Saw). Dan segala puji bagi Allah Swt.

Orang yang pertama memberikan nama Syi’ah kepada para pengikut Amirul Mukminin ‘Ali As adalah Rasulullah Saw dan ia pula sebagai peletak dasar batu fondasinya serta penanam benihnya, sedangkan orang yang mengukuhkannya adalah Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib As. Semenjak saat itu, para pengikut ‘Ali dikenal sebagai Syi’ah ‘Ali bin Abi Thalib.

Ibn Khaldun berkata di dalam Muqaddimah-nya, “Ketahuilah! Sesungguhnya Syi’ah secara bahasa artinya adalah sahabat dan pengikut. Dan di dalam istilah para fuqaha dan ahli kalam, dari kalangan salaf dan khalaf, sebutan Syi’ah ditujukan kepada para pengikut ‘Ali dan anak keturunannya.”[1]

Dan di dalam Khuthathu Syâm, karya Muhammad Kurd ‘Ali, cukuplah sebagai hujjah tentang penamaan istilah Syi’ah. Ia secara tegas berkata bahwa Syi’ah adalah sekelompok dari golongan sahabat Rasulullah Saw yang dikenal sebagai Syi’ah ‘Ali. Muhammad Kurd’ Ali berkata, “Adapun sebagian penulis yang berpandangan bahwa mazhab Tasyayyu’ (Syi’ah) adalah ciptaan ‘Abdullah bin Saba’, yang dikenal dengan Ibn As-Sauda’, maka itu merupakan khayalan belaka dan sedikitnya pengetahuan mereka tentang mazhab Syi’ah.”[2]

Inilah kesaksian Muhammad Kurd’ Ali, padahal ia dikenal bukan sebagai seorang Syi’ ah, bahkan termasuk orang yang mendiskreditkan Syi’ah.

Sesungguhnya hadis-hadis Nabi Saw. menguatkan apa yang telah kami sebutkan, baik yang diriwayatkan melalui jalur ulama-ulama kenamaan Ahlus Sunnah apalagi yang diriwayatkan melalui jalur Syi’ah. Hadis-hadis yang ada mencapai batas mutawatir.

Berikut ini kami sampaikan beberapa hadis tersebut yang diriwayatkan melalui jalur riwayat Ahlus Sunnah, sebagai penjelasan dan penyempurnaan di dalam hujjah kami.

Ibn Hajar al-Haitsami meriwayatkan di dalam kitabnya ash­Shawâ’iqul Muhriqah dari Ibn ‘Abbas sesungguhnya ia berkata, ketika Allah Ta’ala menurunkan ayat, Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk.” (Qs. al-Bayyinah [98]:7).

Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Ali, “Mereka itu adalah engkau dan Syi ‘ahmu. Engkau dan Syi’ahmu akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan ridha kepada Allah dan Allah pun ridha kepada mereka. Adapun musuhmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan dimurkai (oleh Allah) dan tertengadah (tangan mereka diangkat ke dagu).”[3]

‘Ali berkata, ‘Siapakah musuhku?’
Rasulullah Saw. bersabda, “Yaitu orang yang berlepas diri darimu dan melaknatmu.”[4]

Al-Hakim meriwayatkan di dalam kitabnya dengan sanadnya dari ‘Ali bahwa ia berkata; “Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, “Wahai ‘Ali, bukankah engkau mendengar firman Allah Swt,Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk.” (Qs. al-Bayyinah [98]:7).

Mereka itu adalah Syi’ahmu.[5]

Al-Hamuyini asy-Syafi’i meriwayatkan dalam “Farâ’idus Simthain” dengan sanadnya dari Jabir, ia berkata, “Kami pemah berkumpul di rumah Nabi Saw, lalu ‘Ali datang, kemudian ia bersabda, “Telah datang kepada kalian saudaraku.” kemudian ia bersabda, “Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya orang ini (‘Ali) dan Syi’ahnya adalah orang-orang yang beruntung kelak pada hari kiamat. Sesungguhnya ia (‘Ali) adalah orang yang pertama kali di antara kalian yang beriman kepadaku, orang yang paling menepati janjinya dengan Allah. orang yang paling lurus dalam melaksanakan perintah Allah, orang yang paling berlaku adil di dalam memperlakukan rakyatnya, orang yang paling adil di dalam pembagian, dan orang yang paling agung di antara kalian di sisi Allah di dalam hal kemuliaan.”[6]

Kemudian Jabir berkata, “Dan ayat ini diturunkan berkenaan dengannya (yakni dengan ‘Ali), Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (Qs. al-Bayyinah [98]:7).

Dahulu, kata Jiibir lebih lanjut, para sahabat Muhammad Saw jika ‘Ali datang, maka mereka biasa mengucapkan, “Telah datang sebaik-baik makhluk.”

Hadis semisal ini juga diriwayatkan oleh al-Khawarizimi al­Hanafi di dalam Manâqib-nya dari Jabir Ra dari Rasulullah Saw.

Al-Khawarizmi juga meriwayatkan dalam Manâqib-nya dari al-Manshur ad-Dawaniqi dalam sebuah hadis yang panjang, di antaranya ia bersabda, “Dan sesungguhnya ‘Ali dan Syi’ahnya kelak pada hari kiamat adalah orang-orang yang beruntung dengan masuk ke dalam surga.

Ia juga meriwayatkan di dalam kitabnya sarna dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, “Wahai ‘Ali, sesungguhnya Allah telah mengampunimu, keluargamu. Syi’ahmu, dan para pecinta Syi’ahmu.


Ia juga meriwayatkan dalam kitabnya yang sama dari Nabi Saw bahwa ia bersabda tentang keutamaan ‘Ali,
“Sesungguhnya ia (‘Ali) adalah orang yang paling pandai di antara manusia, orang yang paling dahulu masuk Islam. dan sesungguhnya ia dan Syi’ahnya adalah orang-orang yang beruntung besok pada hari kiamat.”

Ia juga meriwayatkan di dalam Manâqib-nya,[7] ia berkata, ‘an-Nashir lil Haqq meriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa ketika ‘Ali maju menghadap Rasulullah Saw untuk menaklukkan benteng Khaibar, Rasulullah Saw bersabda kepadanya, “Sekiranya aku tidak khawatir sekelompok orang dari umatku akan berkata tentang dirimu, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berkata sesuatu tentang al-Masih (‘Isa As), niscaya akan aku katakan tentang dirimu pada hari ini suatu perkataan, yang apabila engkau melewati orang banyak tentu mereka akan mengambi tanah bekas telapak kakimu dan dari bekas air wudhumu untuk mereka jadikan sebagai obat (mengambi/ keberkahan darinya).

Akan tetapi, cukup bagimu bahwa kedudukanmu di sisiku, seperti kedudukan Harun di sisi Musa hanya saja tidak ada nabi sesudahku. Sesungguhnya engkau membayarkan utangku dan engkau berperang di atas Sunnahku. Sesungguhnya engkau kelak di akhirat adalah orang yang paling dekat denganku, sesungguhnya engkau orang pertama yang menjumpaiku di Haudh dan orang pertama yang diberi pakaian bersamaku serta orang pertama yang masuk surga bersamaku dari kalangan umatku. Sesungguhnya Syi’ahmu berada di atas mimbar-­mimbar yang terbuat dari cahaya. Dan sesungguhnya kebenaran senantiasa berada di lisanmu, hatimu, dan di hadapanmu.


Aku katakan, hadis semacam ini juga diriwayatkan di dalarn kitab Kifâyatuth Thâlib, karya al-Kanji asy-Syafi’i, Târikh Baghdâd, karya al-Khathib al-Baghdadi “Majmâ’uz Zawâ’id, dan kitab-kitab lainnya yang dikarang oleh ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Al-Khawarizimi juga meriwayatkan di dalam Manâqib-nya dalam sebuah hadis yang panjang dengan sanadnya dari Ibn ‘Abbas bahwa Jibril telah mengabarkan kepada Nabi Saw bahwa ‘Ali dan Syi’ahnya akan dibawa ke dalam surga berombongan bersama Muhammad Saw.”

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan di dalam kitabnya Yanâbi’ul Mawaddah[8] dari kitab Mawaddatul Qurbâ, karya al­-Hamdani asy-Syafi’i, dari Abu Dzar dari Nabi Saw sesungguhnya ia bersabda:
“Sesungguhnya Allah memandang bumi dari ‘Arsy­-Nya, lalu Dia memilihku dan memilih ‘Ali sebagai menantuku dengan menikahkannya dengan Fatimah al-’Adzra al-Batul, dan Dia tidak memberikan hal itu kepada seorang pun dari nabi-nabi-Nya; Dia mengaruniakan kepadanya al-Hasan dan al-Husain dan tidak mengaruniai seorang pun yang seperti mereka berdua,” hingga pada sabdanya, “Dia memasukkan Syi’ahnya ke dalam surga; dan Dia menjadikan aku sebagai saudaranya, dan tidak ada seorang pun yang bersaudarakan sepertiku. “

Kemudian Nabi Saw bersabda, “Ayyuhannas, barang siapa ingin memadamkan kemurkaan Tuhan dan ingin amalnya diterima oleh Allah, maka hendaklah ia mencintai ‘Ali bin Abi Thalib. Sebab, sesungguhnya mencintai ‘Ali bin Abi Thalib itu menambah keimanan, dan sesungguhnya mencintainya dapat meleburkan dosa­-dosa sebagaimana api meleburkan timah.”

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan di dalam kitabnya Yanâbi’ul Mawaddah, dalam bab yang sama dan juga dari kitab yang sama dari Anas dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, “Jibril telah menceritakan kepadaku, ia berkata. ‘Sesungguhnya Allah mencintai ‘Ali lebih daripada kecintaan-Nya kepada malaikat. Dan. tidak ada satu tasbih pun yang ditujukan kepada Allah kecuali Allah menciptakan darinya seorang malaikat yang memohonkan ampun kepada pecinta ‘Ali dan Syi’ahnya sampai hari kiamat,
Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan dalam kitabnya yang sama, dalam bab yang sama dari kitab al-Firdaus dari Ummu Salamah dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, “Ali dan Syi’ahnya mereka adalah orang-orang yang beruntung pada hari kiamat.

Ibn al-Maghazali asy-Syafi’i meriwayatkan di dalam Manâqib­nya dengan sanadnya dari ‘Ali, dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, “Tujuh puluh ribu orang dari umatku akan masuk ke dalam surga tanpa dihisab,” kemudian ia menoleh kepada ‘Ali seraya bersabda, “Mereka adalah Syi’ahmu dan engkau adalah imam mereka. “

Al-Khawarizimi juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Manâqib-nya, tetapi terdapat sedikit perbedaan dalam teks hadis tersebut, “Kemudian ‘Ali As bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw menjawab, ‘Mereka adalah Syi ‘ahmu dan engkau adalah imam mereka.”

Al-Kanji asy-Syafi’i meriwayatkan dalam kitabnya Kifâyatu ath-Thâlib” dari Jabir bin’ Abdillah, ia berkata, “Kami pemah berkumpul bersama Nabi Saw, tiba-tiba ‘Ali bin Abi Thalib datang, lalu ia bersabda, ‘Telah datang kepada kalian saudaraku,’ kemudian beliau bersabda, ‘Demi jiwaku yang berada di dalam genggaman-Nya,’ sesungguhnya orang ini (‘Ali) dan Syi ‘ahnya adalah orang-orang yang beruntung kelak pada hari kiamat. Sesungguhnya dia (‘Ali) adalah yang’ pertama kali di antara kalian yang beriman kepadaku, orang yang paling menepati janjinya dengan Allah, orang yang paling lurus dalam melaksanakan perintah Allah, orang yang paling berlaku adil di dalam memperlakukan rakyatnya. orang yang paling adif di dalam pembagian, dan orang yang paling agung di an/ara kalian di sisi Allah di dalam hal kemuliaan.

Kemudian Jabir berkata, “Dan ayat ini diturunkan berkenaan dengannya (‘Ali), Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (Qs. al-Bayyinah [98]:7).

Dahulu, tutur Jabir lebih jauh, “Jika ‘Ali datang pada suatu tempat dan di tempat itu berkumpul para sahabat Muhammad Saw jika ‘Ali datang, maka mereka biasa mengucapkan, “Telah datang sebaik-baik makhluk.”
Al-Kanji asy-Syafi’i berkata, “Demikianlah yang diriwayatkan oleh perawi hadis Syam, lbn ‘Asakir, dalam kitabnya yang dikenal dengan Târikh Ibn ‘Asakir, dengan jalur riwayat yang berbeda-beda.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Hamuyini asy-Syafi’i dalam kitabnya Farâ’idus Simthain, jilid pertama, bab ke-31; Al­Khawarizimi al-Hanafi dalam Manâqib-nya; dan selain keduanya dari kalangan tokoh-tokoh ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Ibnus Shabiigh al-Maliki meriwayatkan dalam al-Fushûlul Muhimmah” dan asy-Syablanji asy-Syiifi’i di dalam Nurul Abshar’ dari lbnu ‘Abbas, ia berkata, “Ketika ayat ini turun, Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (Qs.al-Bayyinah [98]:7).

Nabi Saw bersabda kepada ‘Ali, Engkau dan Syi’ahmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridha kepada Allah dan Allah pun ridha kepada mereka, sedangkan musuh-musuhmu datang dalam keadaan dimurkai dan tertengadah (tangan mereka diangkat ke dagu).”[9]

Ummu Salamah berkata, “Rasulullah Saw bersabda, “Ali dan Syi ‘ahnya adalah orang-orang yang beruntung pada hari kiamat.”.


Hadis ini diriwayatkan oleh dari Kunuzûl Haqâiq, karya al-Manawi, dan dari Tadzkiratul Khawwâsh, karangan Sibth Ibn al-Jauzi, dengan sedikit perbedaan dalam teks hadisnya.

Ibnu al-Maghazali asy-Syafi’i meriwayatkan dalam Manâqib-nya dari Ibn ‘Abbas, ia berkata, “Aku pemah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang firman Allah Swt, Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (Qs. al-Bayyinah [98]:7)
Kemudian, ia bersabda, “Jibril telah berkata kepadaku bahwa mereka itu adalah ‘Ali dan Syi’ahnya. Mereka adalah orang-­orang yang paling dahulu memasuki surga, yang didekatkan kepada Allah karena kemuliaannya.”.

Al-Khathib juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Târikh­nya dan Ibn Mardawaih di dalam al-Manâqib.
Ibn Hajar meriwayatkan dalam Ash-Shawâ’iqul Muhriqah, ia berkata, “Ahmad meriwayatkan di dalam al-Manâqib, halaman 159, bahwa Nabi Saw bersabda kepada ‘Ali, ‘Wahai ‘Ali, apakah engkau tidak ridha bahwa engkau bersamaku di dalam surga, sedangkan al-Hasan, al-Husain, dan kelurunan kita berada di belakang punggung kita, istri-istri kita berada di belakang keturunan kita, dan Syi’ah kita berada di sebelah kanan dan kiri kita,”.

Kemudian ia meriwayatkan hadis yang lain dari ad-Dailami bahwa Nabi Saw bersabda kepada ‘Ali, “Wahai ‘Ali, sesungguhnya Allah telah mengampunimu, keturunanmu, keluargamu, dan Syi’ahmu.”.

Ibnu Hajar juga meriwayatkan dalam Shawâ’iq-nya, ia berkata, “Ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda kepada ‘Ali, “Orang yang mula-mula masuk surga adalah empat orang, yaitu: Aku, engkau, al-Hasan, dan al-Husain, sedangkan keturunan kita berada di belakang punggung kita, istri-istri kita berada di belakang keturunan kita, dan Syi ‘ah kita berada di sebelah kanan dan kiri kita.

Masih banyak lagi hadis-hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh para ulama terkemuka Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam buku­buku karangan mereka dan musnad-musnad serta kitab-kitab sahih mereka, yang berisikan pujian terhadap Syi’ah ‘Ali dan Ahlulbaitnya yang telah disucikan oleh Allah dari segala dosa dan kesalahan, yang jumlahnya sangat banyak, bahkan tidak dapat dihitung.

Hujjatul Islam wal Muslimin al-’Allamah as-Sayyid al­’Abbas al-Kasyani telah menghimpun dalam sebuah naskah (yang masih berbentuk manuskrip) sejumlah hadis Nabi Saw, yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang berisikan pujian terhadap Syi’ah. Hadis-hadis yang ia himpun dalam naskah tersebut  mencapai seratus hadis, yang semuanya diriwayatkan melalui jalur riwayat Ahlus Sunnah wal Jamaah. Aku telah melihat naskah tersebut pada perpustakaannya di Kota Suci Karbala, yaitu pada ketika aku mengunjungi tanah suci tersebut pada tahun 1370 Hijriah. Aku kira naskah tersebut masih dalam bentuk manuskrip (tulisan tangan) bersama naskah-naskah yang lain yang jumlahnya sangat banyak.

Aku memohon kepada Allah Yang Mahakuasa untuk memberikan taufik kepada Maulana al-Hujjah as-Sayyid al-Kasyani dan seluruh ulama kita yang mulia dan berbakti, semoga mereka dapat mencetak dan menerbitkan kitab-kitab karangan mereka agar dengan kehadirannya dapat memberikan manfaat kepada umat Islam. Sesungguhnya Dia Mahadekat lagi Maha Mengabulkan doa hamba­hamba-Nya.[]


Referensi:
[1] . Lihat, Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hal. 130.
[2] . Lihat, Khuthathu Syâm, jilid 5, hal. 156.
[3] . Lihat, Ibn Hajar al-Haitsami, ash-­Shawâ’iqul Muhriqah, hal. 128.
[4] . Aku katakan. segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Ibn !::!ajar mengucapkan kata-kata yang benar. Sebab, kebenaran itu memang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya. Oi dalam hat ini. hendaklah kita menanyakan kepada orang nawashib dan pendusta ini (Ibn tlajar) tentang orang yang bel1epas diri dari ‘ali a.s. dan melaknatnya, apakah dia buka tuannya, yailu Mu’awfyah Ath- Thagh;yah (orang yang zalim) dan yang mengikuti jalannya? Mu’awiyah adalah orang yang membuat ketetapan yang buruk, yaitu pelaknatan terhadap pemuka para washiyy (Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib a.s.) di alas tujuh puluh ribu mimbar, sebagaimana yang dlrlwayatkan oleh para sejarawan.
[5] . Lihat, al-Hakim, Syawâhidut Tanzil.
[6] . Lihat,  Farii’idus Simthain, jilid 1, bab ke- 31.
[7] . Lihat, Manâqib, hal. 118.
[8] . Lihat, Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanâbi’ul Mawaddah  bab 56.
[9] . Lihat, asy-Syablanji asy-Syiifi’i, Nurul Abshâr’, hal. 102.

(SyiahSunni/syiahali/bimasislam/Republika/qimmebuks/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: