Moskow – Kontes Zikir Al-Quran
Internasional Moskow ke-15 yang berlangsung di Aula Konser Balai Kota
Crocus pada Sabtu 20 September 2014 lalu berhasil mengumpulkan peserta
dari 35 negara dan lebih dari lima ribu penonton. Kompetisi ini
dimeriahkan dengan pementasan lagu-lagu, master class dari para qari
(sebutan untuk pembaca Al-Quran) tersohor, serta acara amal. Untuk
pertama kalinya lomba ini juga disiarkan secara online.
Sementara orangtuanya berbincang dengan kami, anak perempuan berusia
tujuh tahun itu berlari masuk ke dalam ruangan, mencari tempat untuk
mendengarkan dan belajar isi Al-Quran.
Qari dari Iran Mehdi Golamnezhad, yang mengikuti kompetisi untuk kategori tilawah
(kemahiran membaca Al-Quran dengan baik dan indah) berhasil membuat
para penonton tercengang. Lantunan bacaan Mehdi yang mendalam dan penuh
perasaan membuat para penonton yang menyaksikannya meneteskan air mata.
Sayangnya, qari asal Iran ini tidak berhasil memenangkan lomba
tilawah tersebut. Pemenang pertama dalam kategori tilawah di Moskow itu
jatuh pada Muhammad bin Ali (27) dari Brunei Darussalam. Cara membaca
Ali yang halus dan bernada merdu itu berhasil menyentuh perasaan para
juri.
Sementara, untuk kategori hafiz (pembaca Al-Quran
yang hafal di luar kepala), kemenangan jatuh pada Omar Anwari Nabrawi
(24) asal Arab Saudi yang tampil tanpa cela.
Kompetisi ini benar-benar menjadi tontonan yang menarik,
dan seperti yang biasa dikatakan oleh semua panitia penyelenggara
kompetisi serupa, “Dalam perlombaan ini tidak ada pihak yang kalah”.
Perluasan Garis Batas
Para juri kontes terdiri dari para profesor dan pakar ahli
ternama Al-Quran dari Yordania, Lebanon, Turki, Algeria, dan juga Rusia.
Acara ini dihadiri pula oleh qari kawakan asal Arab Saudi, Syekh Saad al-Ghamidi, yang datang sebagai tamu kehormatan.
Ketua Panitia Kontes Zikir Internasional Moskow ke-15,
Rushan Abyassov, bercerita bahwa di negara-negara Arab kegiatan seperti
ini dilakukan dengan lebih sederhana dan akrab. Di sana, kontes serupa
diadakan dengan format yang sangat religius, hanya dihadiri oleh umat
muslim dari lingkaran masyarakat yang sangat sempit.
“Kontes di Rusia ini unik, karena menyatukan berbagai suku
dan ras. Saya tahu bahwa saat ini banyak penonton non-muslim yang hadir
di aula ini, ada yang merupakan mahasiswa perguruan tinggi sekuler, ada
pula orang-orang yang hanya ingin tahu apa sebenarnya Al-Quran,” kata
Abyassov.
Kontes ini terus berkembang sejak penyelengaraan pertamanya
15 tahun lalu. Lomba yang awalnya dimulai dari kompetisi pengetahuan
dua juz Al-Quran di dalam Masjid Agung Moskow berubah menjadi ajang
kompetisi yang mendapat pengakuan dari pemerintahan Rusia dan
dilaksanakan di salah satu tempat paling bergengsi di ibukota Rusia.
Kontes membaca Al-Quran di Moskow ini telah masuk ke dalam
daftar acara kebudayaan UNESCO dan belum ada acara serupa yang
diselenggarakan dengan skala sebesar ini di benua Eropa. Kompetisi ini
diselenggarakan dengan dukungan Kementerian Luar Negeri Rusia,
Kementerian Kebudayaan Rusia, dan pemerintah kota Moskow.
Setiap tahun, kompetisi ini terus berkembang secara
geografis. Tahun ini, kompetisi turut dihadiri oleh kontestan-kontestan
baru dari Jerman dan Slovenia. Sejak awal penyelenggaraan, kontes ini
telah diikuti lebih dari 160 hafiz dari 60 negara. Pembawa
acara kompetisi ini, Dinara Sadretdinova, mengatakan bahwa ajang
perlombaan ini merupakan lambang persatuan antara dunia Barat dan Timur.
Perayaan Al-Quran untuk Semua.
Dewan Mufti Rusia selaku penyelenggara acara ini berhasil
mengubah lomba yang sangat spesifik menjadi sebuah perayaan akbar di
Rusia. Saat peserta bersiap diri dan melakukan repetisi di balik
pintu-pintu tertutup, para penonton disuguhkan master class yang
dibawakan oleh para qari ternama dunia, aksi pengumpulan
sumbangan, pameran suvenir kerajinan tangan dan cetakan Al-Quran edisi
khusus, serta pembagian majalah-majalah Islami.
Abyassov berharap atmosfer yang tercipta dari lomba ini
dapat membantu perkembangan hubungan toleransi yang baik. “Ketika kami
menyelenggarakan acara yang tidak hanya bagi komunitas kami sendiri,
melainkan di tempat-tempat umum yang besar, maka acara tersebut
diselenggarakan tanpa batasan akses pengunjung. Setiap orang yang
berminat dapat berkenalan dengan budaya serta tradisi yang bernuansa
Islam di acara tersebut,” tutur Abyassov.
Ia menambahkan, melalui acara seperti ini mereka hendak
mematahkan mitos mengenai Islam yang saat ini ada di dunia, termasuk di
benak masyarakat Rusia. “Kami sekali lagi menegaskan bahwa Islam tidak
ada hubungannya dengan ide-ide radikal. Islam dan Al-Quran benar-benar
bersih dari hal-hal tersebut,” ujar Abyassov.
Hafiz dari Rusia.
Dalam lima tahun terakhir, empat sekolah hafiz
Al-Quran berhasil didirikan di Chechnya, dan sekolah kelima sedang dalam
tahap pembangunan. Selain itu, sekolah-sekolah yang sama pun dibuka di
Dagestan, Ingushetia, serta Bashkortostan. Sejak 2003, pusat persiapan hafiz Al-Quran di bawah Universitas Islam Rusia di Kazan, Republik Tatarstan, sudah mendidik para hafiz, baik laki-laki maupun perempuan.
Para pengawas sekolah itu mengatakan, misi utama pusat pengajaran seperti itu adalah menumbuhkan kembali rantai hafiz serta qari
yang sempat terputus di Rusia, menjaga keberlangsungan tradisi Islam,
serta menumbuhkan generasi baru pakar ahli kitab suci Islam di Rusia.
Bacaan Al-Quran diajarkan dalam kurun waktu beberapa tahun,
tergantung daya serap para pelajar, dengan mematuhi semua aturan
resitasi Al-Quran dan tajwid yang ada. Secara paralel, para qari
Al-Quran juga mempelajari fikih (kewajiban dan hak manusia sebagai
hamba Allah), akidah (iman kepercayaan), akhlak (tingkah laku baik),
tafsir (interpretasi Al-Quran), dan tentu bahasa Arab. Itulah program
pendidikan tradisional secara Islam.
Para peserta lomba hafiz asal Rusia, yakni Wahid
Askhabov dari Republik Chechnya dan Magomed Aligajiyev dari Dagestan,
berhasil melalui babak penyisihan pada Juli lalu, namun mereka tidak
berhasil memasuki babak final dan harus mengakui kekalahan dari para hafiz dan qari asal negara-negara Arab, Brunei, Iran, dan Turki. Sebelumnya, para qari asal Rusia pernah menjadi pemenang di berbagai kontes intenasional. Pada 2012 lalu, qari asal Dagestan Bilyal Abdulkhalikov (13) berhasil menjuarai Kontes Zikir Al-Quran Internasional di Bahrain.
Tanpa Cela.
Renat Nezametdinov, redaktur utama salah satu portal berita
muslim Rusia, datang ke acara tersebut bersama istri dan seorang anak
perempuannya.
Nezametdinov bercerita ia dan istrinya sengaja membawa anak
mereka agar ia suka mendengarkan Al-Quran. “Tahun ini dia sudah masuk
ke madrasah, dan ia perlu tahu bagaimana seorang qari
sesungguhnya membaca kitab suci dengan tanda diakritik yang benar
berdasarkan aturan-aturan tajwid. Mungkin di kemudian hari anak saya
dapat ikut serta dalam kompetisi ini,” kata Nezametdinov.
Sebagai seorang pakar bahasa Arab, Nezametdinov mengatakan
bahwa kesalahan yang dilakukan para peserta sulit diketahui bila
seseorang tidak tahu tentang Al-Quran atau tidak ada teks tertulis di
hadapan mereka.
“Hafiz Al-Quran sangat banyak, dan saya pikir
tidak hanya di antara juri saja, tapi juga di dalam ruangan ini. Lomba
ini perlu dilakukan dengan menggunakan prinsip ‘di dalam Al-Quran tidak
mungkin ada kesalahan’. Jika Qari melakukan sebuah kesalahan, maka Anda
akan mendengar bunyi panggilan. Itu menunjukkan bahwa apa yang tertulis
dalam Al-Quran tidak bisa diubah-ubah. Di sini terkandung makna penting
bagi para penonton: Al-Quran adalah wahyu yang diberikan oleh Tuhan
kepada manusia, dan akan tetap seperti itu hingga hari penghakiman,”
kata Nezametdinov.
Naile, istri Nezametdinov yang berprofesi sebagai pengajar
di pusat bimbingan bagi umat Islam menambahkan, “Ketika di sekitar kita
kini bermunculan berbagai tulisan serta internet, kita sebagai orang
dewasa sudah tidak terlalu memikirkan penjagaan isi dan makna Al-Quran.
Padahal ketika anak-anak mempelajari surah (pembagian dalam Al-Quran),
mereka memperhatikan dengan serius cara pelafalan yang benar serta isi
dari surah itu sendiri.”.
Post a Comment
mohon gunakan email