Pesan Rahbar

Home » » Mazhab Ahlusunnah Wal Jama’ah (sunni) adalah mazhab yang menzalimi hak hak Ahlulbait Nabi SAW

Mazhab Ahlusunnah Wal Jama’ah (sunni) adalah mazhab yang menzalimi hak hak Ahlulbait Nabi SAW

Written By Unknown on Friday, 24 October 2014 | 18:25:00


Abu Bakar Membuat Fatimah Murka

Polemik dalam garis besar sejarah Islam, adalah suatu catatan kelam yang telah memilih umat menjadi dua kelompok besar.

Kelompok pertama, adalah mereka yang telah didoktrinisasikan bahawa semua sahabat adalah jujur dan adil serta Allah dan RasuNya meridhai mereka semua. Kelompok ini, dalam rangka mengsucikankan seluruh sahabat, telah terjebak dengan tafsiran-tafsiran cetek al-Quran yang disajikan oleh ulama-ulama mereka, selain dari sajian ratusan jika tidak ribuan, hadis-hadis palsu keutamaan para sahabat yang semuanya saling bertentangan dengan al Quran, hadis-hadis sahih yang disepakati, maupun mantik yang sihat.

Manakala kelompok kedua adalah mereka yang menggolongkan para sahabat berdasarkan ciri-ciri mereka:
a. Sahabat yang jujur dan bertakwa.
b. Sahabat yang munafik.
c. Sahabat yang menyakiti Nabi saaw dan selalu membangkang.

Dalam tulisan ini, perbahasan yang dibawakan adalah mengenai polemik yang berlaku sesudah wafatnya Nabi Muhammad saaw, di antara puteri Baginda saaw yang tercinta, Penghulu Wanita Semesta Alam, Sayyidah Fatimah az-Zahra (as) dengan Abu Bakar bin Abi Quhafah mengenai persoalan perwarisanTanah Fadak dan kemarahan Sayyidah Fatimah az Zahra (as).

Para pembela sahabat kebingungan menghadapi kemelut ini, kerana ia membabitkan dua pihak, yang menurut mereka berstatus besar dalam pandangan Islam.


Di satu pihak, berdirinya Sayyidah Fatimah az-Zahra (as), yang bangkit menuntut haknya ke atas tanah Fadak. Kedudukan tinggi dan mulia Sayyidah Fatimah az-Zahra (as) telah disabdakan oleh Baginda Rasul (saw), antaranya:

1. Nabi saaw bersabda: “Yang paling aku cintai dari Ahlul Baitku adalah Fatimah”
(Al-Jami’ al-Sagheer, jilid 1, #203, hlm. 37; Al-Sawaiq Al-Muhariqa, hlm. 191; Yanabi’ Al-Mawadda, jilid. 2, bab. 59, hlm. 479; Kanzul Ummal, jilid. 13, hlm. 93).

2. Nabi saaw bersabda: “Empat wanita pemuka alam adalah ‘Asiah, Maryam, Khadijah dan Fatimah”
(Al-Jami’ Al-Sagheer, jilid 1, #4112, hlm 469; Al-Isaba fi Tamayyuz Al-Sahaba, jilid 4, hlm 378; Al-Bidaya wa Al-Nihaya, jilid 2, hlm 60; Dakha’ir Al-Uqba, hlm 44).

3. Nabi saaw bersabda: ” Fatimah adalah Penghulu wanita syurga”
(Kanzul Ummal, jilid 13, hlm 94; Sahih Al-Bukhari, Kitab Al-Fadha’il, Bab kelebihan Fatimah; Al-Bidaya wa Al-Nihaya, jilid 2, hlm 61).

4. Nabi saaw bersabda: “Fatimah adalah sebagian dariku, yang membuatnya marah, membuatku marah”
(Sahih Muslim, jilid 5, hlm 54; Khasa’is Al-Imam Ali oleh Nisa’i, hlm 121-122; Masabih Al-Sunnah, jilid 4, hlm 185; Al-Isabah, jilid 4, hlm 378; Siar Alam Al-Nubala’, jilid 2, hlm 119; Kanzul Ummal, jilid 13, hlm 97; perkataan sama diguna dalam Al-Tirmidhi, jilid 3, bab kelebihan Fatimah, hlm 241; Haliyat Al-Awliya’, jilid 2, hlm 40; Muntakhab Kanzul Ummal, catatan pinggir Al-Musnad, jilid 5, hlm 96; Maarifat Ma Yajib Li Aal Al-Bait Al-Nabawi Min Al-Haqq Alaa Men Adahum, hlm 58; Dhakha’ir Al-Uqba, hlm 38; Tadhkirat Al-Khawass, hlm 279; Yanabi^ Al-Mawadda, jilid 2, bab 59, hlm 478).


Dan di satu pihak lagi, berdirinya Abu Bakar, tokoh yang mereka pandang kanan sesudah Rasulullah saaw.

Polemik bermula, saat Abu Bakar dilantik menjawat jabatan Khalifah, selepas pertelingkahan di Saqifah Bani Sa’idah, antaranya, Umar dan Abu Ubaidah di satu pihak dan kaum Ansar, di pihak yang lain.

Sayyidatina Fatimah az-Zahra (as), telah menuntut haknya ke atas tanah Fadak, yang menurut beliau adalah hadiah pemberian dari bapanya Rasulullah (saw), hal yang mana dinafikan oleh Abu Bakar.

Benarkah Fadak adalah pemberian Rsulullah (saw) kepada puteri Baginda (saw)? Mari kita perhatikan riwayat berikut:
Telah diriwayatkan dengan sanad yang Hasan bahwa Rasulullah saaw di masa hidup Beliau telah memberikan Fadak kepada Sayyidatina Fathimah as. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad Abu Ya’la 2/334 hadis no. 1075 dan 2/534 hadis no. 1409:

قرأت على الحسين بن يزيد الطحان حدثنا سعيد بن خثيم عن فضيل عن عطية عن أبي سعيد الخدري قال : لما نزلت هذهالآية { وآت ذا القربى حقه } [ الاسراء : 26 ] دعا النبي صلى الله عليه و سلم فاطمة وأعطاها فدك

Qara’tu ‘ala Husain bin Yazid Ath Thahan yang berkata telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Khutsaim dari Fudhail bin Marzuq dari Athiyyah dari Abi Said Al Khudri yang berkata “ketika turun ayat “dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya “[Al Israyat 26]. Rasulullah saaw memanggil Fathimah dan memberikan Fadak kepadanya”.

Lalu, saat Abu Bakar menjawat jabatan Khalifah, dia telah merampas Fadak dari Sayyidatina Fatimah az Zahra as dan memilik negarakan Fadak.


Hadis tentang Fadak.

Hadis ini terdapat dalam Shahih Bukhari Kitab Fardh Al Khumus Bab Khumus no 1345. Namun, di sini, kita lihat hadis tersebut dari Kitab Mukhtasar Shahih Bukhari oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hal 608 dengan no hadis 1345.

Dari Aisyah, Ummul Mukminah (ra), ia berkata “Sesungguhnya Fatimah (as) binti Rasulullah (saw) meminta kepada Abu Bakar sesudah wafat Rasulullah (saw) supaya membahagikan kepadanya harta warisan bahagiannya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah (saw) dari harta fa’i yang dianugerahkan oleh Allah kepada Beliau.[Dalam riwayat lain: kamu meminta harta Nabi SAW yang berada di Madinah dan Fadak dan yang tersisa dari seperlima Khaibar 4/120] Abu Bakar lalu berkata kepadanya, [Dalam riwayat lain: Sesungguhnya Fatimah dan Abbas datang kepada Abu Bakar meminta dibagikan warisan untuk mereka berdua apa yang ditinggalkan Rasulullah (saw), saat itu mereka berdua meminta dibagi tanah dari Fadak dan saham keduanya dari tanah (Khaibar) lalu pada keduanya berkata 7/3] Abu Bakar “Sesungguhnya Rasulullah (saw) bersabda “Harta Kami tidaklah diwaris ,Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah [Sesungguhnya keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini, [maksudnya adalah harta Allah- Mereka tidak boleh menambah jatah makan] Abu Bakar berkata “Aku tidak akan biarkan satu urusan yang aku lihat Rasulullah SAW melakukannya kecuali aku akan melakukannya] Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.

Ketika Fatimah meninggal dunia, suaminya Ali (ra) yang menguburkannya pada malam hari dan tidak memberitahukan kepada Abu Bakar. Kemudian ia menshalatinya.

Hadis ini dan yang serupa dengannya, benar benar membuat para pencinta Abu Bakar tidak senang duduk, jika mereka menerima perilaku Abu Bakar ini ke atas Sayyidatina Fatimah az-Zahra (as), berarti mereka juga harus membenarkan kesan dari perbuatan Abu Bakar itu dengan hadis Nabi saaw berikut:

Sesungguhnya Rasulullah Saaw berkata: “Fatimah sebagian diriku, barang siapa memarahinya bererti memarahiku.” (HR Bukhori, Fadhoilu Shahabat, Fathul Bari 7/78 H. 3714).


Kelemahan riwayat Ali bin Abi Talib melamar Puteri Abu Jahal.

Namun, Iblis senantiasa mempunyai tentera tenteranya dari kalangan jin dan manusia, yang bekerja tanpa kenal lelah dan tidak malu pada Tuhan serta tidak takut pada Hari Pembalasan. Mereka harus mencari kambing hitam untuk dikorbankan untuk menyelamatkan Abu Bakar. Hasil dari kesungguhan mereka itu, terhasillah hadis palsu berikut yang diangkat sebagai sabda Nabi saaw dan disucikan:
Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim dari hadis al-Miswar bin Makhromah berkata: Sesungguhnya Ali telah melamar putri Abu Jahal, Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul (saw) berkatalah Fatimah: “Kaummu menyangka bahwa engkau tidak pernah marah membela anak putrimu dan sekarang Ali akan menikahi putri Abu Jahal,” maka berdirilah Rasulullah Saw mendengar kesaksian dan berkata: “Setelah selesai menikahkan beritahu saya, sesunggunhya Fatimah itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang menyakitinya. Demi Allah, putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul dalam pangkuan seorang laki-laki.” Maka kemudian Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal (khitbah itu) (diriwayatkan Bukhori dalam kitab Fadhailu Shahabat).

“Hadis” ini membuatkan para pencinta Abu Bakar tenang, kerana mereka akhirnya mendapatkan kambing hitam terbesar, iaitu suami kepada puteri Nabi saaw sendiri Imam Ali (as). Dengan “hadis” ini, mereka berkata…”Jika ada yang membuat puteri Nabi (saw) marah, maka Ali adalah orang pertama yang membuatnya marah”.

Dengan cara ini, mereka bermaksud membungkam mulut sesiapapun yang cuba mendiskredit Abu Bakar dalam persoalan Fadak yang membuatkan Sayyidatina Fatimah az Zahra as marah. Namun benarlah firman Allah berikut:

وَمَكَرُوا وَ مَكَرَ اللهُ وَ اللهُ خَيْرُ الْماكِرينَ

“Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS Aali Imran: 54).

Hadis ini hakikatnya bermasalah dari banyak sisi, jika kita benar-benar teliti, inilah hadis yang dikutip daripada perawi yang sering bershalawat ke atas Muawiyah. Kemarahan Fathimah adalah kemarahan Rasulullah, didapati bahawa ianya tidak ada kaitan langsung dengan kisah dongeng tersebut.

فاطمة بضعة من فمن أغضبها أغضبني
صحيح البخاري: ج‏4 ص‏210 (ص‏710، ح‏3714)، كتاب فضائل الصحابة، باب 12، باب مناقب قرابة رسول الله و ج 7 ص 219 (ص‏717 ح‏3767)، كتاب فضائل الصحابة، باب 29، باب مناقب فاطمة

“Fathimah adalah sebahagian daripadaku, barangsiapa membuatkannya marah, maka dia membuatkan aku marah”. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan tidak disebut tentang Ali melamar puteri Abu Jahal. Muslim juga meriwayatkan hadis ini:

إنما فاطمة بضعة مني يؤذيني ما آذاها
صحيح مسلم: ج‏7 ص‏141 ح‏6202، كتاب فضائل الصحابة، باب 15 باب فضائل فاطمة بنت النبي

“Hanyalah Fathimah sebahagian daripada diriku, Aku merasa disakiti atas apa yang dia disakiti”. Namun tetap sahaja tidak disebut kisah dongeng tersebut. Hakim Nisyaburi juga menulis hadis ini:

إن الله يغضب لغضبك، ويرضى لرضاك
المستدرك: 3 / 153

“Sesungguhnya Allah turut murka dengan kemurkaanmu, dan meridhai dengan keridhaanmu” tetap saja tidak ada menyebut kisah dongeng tersebut.

Seluruh pengriwayatan Ahlusunnah tentang hadis Ali melamar puteri Abu Jahal yang meragukan itu telah diriwayatkan oleh Miswar bin Mukhramah. Zahabi dalam Sirul A’lam al-Nubala berkata: “Beliau adalah pendukung kuat Muawiyah” Urwah bin Zubair berkata:

وكان يثني ويصلي على معاوية، قال عروة: فلم أسمع المسور ذكر معاوية إلاّ صلّى عليه.

“Tidak sekali-kali aku mendengar Miswar menyebut Muawiyah melainkan dengan iringan shalawat ke atasnya (Muawiyah)” Sirul A’lam al-Nubala jilid 3 halaman 392.

Bershalawat ke atas Nabi menyebabkan kegembiraan Ahlul Bait namun sekarang apakah yang akan terjadi jikalau bershalawat ke atas Muawiyah? Bahkan dalam kitab Ahlusunnah menerangkan kriteria ini adalah tanda-tanda seorang Nashibi. Ibnu Hajar ‘Asqalani menulis:

والنصب، بغض علي وتقديم غيره عليه .

Nashibi adalah Baghdh (membenci) ‘Ali dan mengutamakan selainnya (Muawiyah) ke atasnya.

-Muqaddimah Fath al-Bari, halaman 460:
Saat semua upaya untuk menyandingkan musuh-musuh Ahlul Bait (as) sejajar dengan kedudukan dan keutamaan mereka telah menemukan jalan buntu, maka, para penyembah Bani Umayyah berusaha keras menciptakan hadis-hadis palsu yang bisa mendiskreditkan kemuliaan Ahlul Bayt (as).

Untuk itu, watak-watak yang tidak malu pada Tuhan dan tidak takut pada hari pembalasan amat diperlukan. Dengan menawarkan ganjaran duniawi dan nama yang harum di kalangan manusia, maka beraturlah sekelompok syaitan dalam tubuh-tubuh manusia, di halaman istana Bani Umayyah bagi mempersembahkan bakti mereka dan menjual imannya.

Antara tokoh andalan dalam kelompok ini, yang benar-benar berani adalah Miswar bin Makhramah, yang tidak punya sekelumit iman menciptakan hadis “Niat pernikahan Imam Ali (as) dengan puteri Abu Jahal”, bagi mendapatkan syafaat daripada tuannya Bani Umayyah.

Hadis tentang niat pernikahan Imam Ali as dengan puteri Abu Jahal itu, diangkat menjadi kisah suci dan disahihkan oleh ulama-ulama hadis Sunni, yang berlumba-lumba meriwayatkannya di lembaran-lembaran kitab hadis mereka.

Kita lihat sekilas lalu riwayat tersebut:
Disebutkan bahwa Imam Ali (as). berminat melamar dan dalam sebagaian riwayat telah meminang putri Abu Jahal untuk dijadikan isteri kedua disamping sayyidah Fatimah (as). kemudian berita tersebut terdengar oleh Fatimah (as). dan beliaupun marah dan melaporkan perlakuan Imam Ali (as). kepada Nabi; ayah Fatimah (as), seraya berkata: Orang-orang berkata bahwa Anda tidak marah untuk membela putri Anda, Ini Ali ia akan mengwini putri Abu Jahal. Mendengan berita itu nabi marah kemudian mengumpulkan para sahabat beliau di masjid dan berpidato: Sesungguhnya Fatimah adalah dariku, dan saya khawatir ia terfitnah dalam agamanya…Saya tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, akan tetapi –demi Allah- tidak akan berkumpul putri seorang rasulullah dan putri musuh Allah pada seorang suami…. Saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kecuali jika Ali akan menceraikan putri saya dan mengawini putri mereka… Fatimah adalah penggalan dariku menyikitiku apa yang menyakitinya dan menggangguku apa yang mengganggunya”.

Riwayat ini bisa anda temukan didalam Sahih Bukhari pada beberapa bab, antaranya:
1. Kitab al Khums ( dengan Syarah Ibnu Hajar:6\161-162).
2. Kitab an Nikah (dengan Syarah Ibnu Hajar 9\268-270).
3. Kitab al-Manaqib, bab Dzikr Ash-haar an-Nabi (tentang menantu-menatu Nabi) (dengan Syarah Ibnu Hajar 7\67).
4. Kitab ath-Thalaq, bab asy-Syiqaq ( Kitab perceraian, bab, pertengkaran suami-isteri (dengan Syarah Ibnu Hajar 8/152).


Bukhari telah memilih jalur Miswar saat meriwayatkan kisah ini, maka, marilah kita imbas, siapakah Miswar bin Makhramah, yang menjadi perawi hadis ini.

1. Ia lahir tahun kedua Hijrah. Jadi usianya ketika penyampaian pidato Nabi saww. bisa kita bayangkan, ia masih kanak-kanak. Lalu bagaimna ia mengatakan bahwa ketika itu ia sudah baligh?(Sahih Bukhari dengan Syarah Ibnu Hajar 6/161-162):

ولد بمكّة بعد الهجرة بسنتين فقدم به المدينة في عقب ذي الحجة سنة ثمان ومات سنة أربع وستين
تهذيب التهذيب: ج‏10 ص‏137 . وانظر: المزي، تهذيب الكمال: ج‏27 ص‏581 . الذهبي، سير أعلام النبلاء: ج‏3 ص 394

2. Padahal usianya ketika wafat Nabi saww. hanya delapan tahun. (Fath al-Bari:9\270. Kisah itu terjadi- kalau benar- enam atau tujuh tahun setelah kelahirannya).

وكان مولده بعد الهجرة بسنتين، وقدم المدينة في ذي الحجة بعد الفتح سنة ثمان، وهو غلام أيفع ابن ست سنين
ابن حجر، الإصابة: ج‏6ص 94

Ustaz Taufiq Abu ‘Ilm pembantu kanan Keadilan Mesir mempunyai kitab berjudul Fathimah Azzahra yang diterjemah oleh Dr Sadiqi. Inilah kitab yang cukup cantik, paling tepat, sungguh berilmiah dan penulisnya berdalil tentang Fathimah Zahra. Hingga kini susah ditemui buku sebagus ini. Dalam halaman 146 beliau berkata pinangan Ali terhadap puteri Abu Jahal berlaku dalam tahun kedua Hijrah.

Menurut pengkisahan yang ada pada Ustaz Abu Ilm, Miswar ini baru masuk ke Madinah setelah empat tahun peristiwa lamaran tersebut. Namun entah dari mana pula Ibnu Hajar Asqalani mendapat tahu bahawa peristiwa lamaran ini berlaku dalam tahun ke delapan Hijrah. Mungkin Ibnu Hajar boleh mengetahui peristiwa ghaib, atau melalui malaikat atau juga melalui perantara jin yang mengirim wahyu kepadanya. Beliau berkata Imam Ali melamar puteri Abu Jahal setelah tahun kedelapan Hijrah iaitu Miswar masih berusia enam tahun. Ketika itu Miswar sendiri berkata:

وانا محتلم…

“Saya telah bermimpi” -Tahzib al-Tahzib jilid 10 halaman 138.

Iaitu saya telah baligh. Ini juga bermaksud seseorang itu telah membesar dan mendapat mimpi; atau pun ia sudah siap untuk berkahwin. Apakah anak seusia enam tahun boleh berkata ‘Ana Muhtalam’?

Ibnu Hajar menyedari hal ini dan berkata: Muhtalam ini bukanlah bermaksud seseorang itu telah sampai ke usia baligh, akan tetapi dari sudut bahasa menyatakan ia telah berakal. Namun di dalam dunia apakah ada ribuan anak kecil sepintar ini?

Perkataan Muhtalam ini jauh bezanya dengan berakal dari sudut bahasa seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hajar.

Apakah Miswar di usia begitu dapat duduk di tepian minbar dan menukilkan hadis? Marilah kita lihat dalam sahih Muslim meriwayatkan bahawa Miswar bin Mukhramah hanya memakai cawat dan hadir mengangkut batu untuk membina masjid, ikatan cawat tersebut terbuka dan mendedahkan bagian tubuhnya itu. Rasulullah bersabda:

ارجع إلى ثوبك فخذه ولا تمشوا عراة
صحيح مسلم، باب الاعتناء بحفظ العورة، ج 1 ص 268

Pulanglah memakai pakaianmu, dan janganlah berjalan bertelanjangan. – Sahih Muslim Bab I’tina bi hifz ‘aurat, jilid 1 hal 268.

Pertanyaan kita kepada Ibnu Hajar, apakah ini dikatakan pintar? Di usia enam tahun itu, ke manakah akalnya ketika ia bertelanjangan, berjalan di depan orang ramai dan Rasulullah, sehingga ditegur dan disuruh pulang memakai pakaian?

Hadis Miswar ternyata masih diragui di sudut lain kerana dia seorang sahaja yang meriwayatkan nabi datang ke masjid dan duduk di atas minbar sedangkan ramai lagi di kalangan ansar dan muhajirin tidak meriwayatkan hadis ini. Hendaklah kita katakan bahawa Miswar sahaja yang berada di dalam masjid ketika itu.

Kembali kepada persoalan Fadak. Apabila pencinta-pencinta Abu Bakar tidak dapat mematikan kisah marahnya Sayyidatina Fatimah az Zahra as terhadap Abu Bakar, mereka lalu membuat hadis tandingan, bahawa sebelum Sayyidatina Fatimah az Zahra as wafat, Abu Bakar telah memohon maaf darinya dan beliau as telah memaafkan Abu Bakar.

Benarkah kisah ini. Mari kita periksa riwayat tersebut:
Diriwayatkan oleh Al Hafidz Al Baihaqi dari Amir As Sya’bi, dia berkata, ketika Fatimah sakit Abu Bakr datang menemuinya dan meminta diberi izin masuk. Ali berkata padanya, “Wahai Fatimah, Abu Bakr datang dan meminta izin agar diizinkan masuk.” Fatimah bertanya, “Apakah engkau ingin agarku memberikan izin baginya?” Ali berkata, “Ya!” Maka Abu Bakr masuk dan berusaha meminta maaf kepadanya sambil berkata, “Demi Allah tidaklah aku tinggalkan seluruh rumahku, hartaku, keluarga dan kerabatku kecuali hanya mencari redha Allah, redha RasulNya dan Redha kalian wahai Ahlul Bait.” Dan Abu Bakr terus memujuk sehingga akhirnya Fatimah rela dan akhirnya memaafkannya. (Dala’il An Nubuwwah, Jil. 7 Hal. 281).

Di sini Wahabi juga turut mengakui Fathimah marah terhadap Abu Bakar pada awalnya. Namun mereka mengatakan kedua Abu Bakar dan Umar mendapat keridhaan Fathimah di akhir hayat hidupnya seperti yang dinukilkan oleh Baihaqi.

Hakikatnya ketiadaan ridhanya Sayyidah Fathimah adalah asli dan berasas serta tidak dapat ditolak. Kemarahan Fathimah ini mencetuskan pertanyaan apakah sah kekhalifahan mereka berdua? Mengapa Sayyidah Fathimah penghulu wanita syurga ini tidak meridhai dan marah kepada mereka? Sedangkan menurut riwayat yang sahih sanadnya dalam kitab paling sahih Ahlusunnah mengatakan keridhaan Fathimah adalah keridhaan Rasulullah, kemarahan beliau adalah kemurkaan Allah.

Kerana itu pendukung Muawiyah telah gigih bekerja dan mengarang cerita untuk membuktikan bahawasanya kedua syaikh ini telah menemui beliau di akhir riwayat hidupnya memohon keridhaan dan Fathimah juga telah meridhai mereka!

Pertamanya: Sanad riwayat tersebut adalah Mursal; Sya’bi adalah daripada kalangan tabi’in dan dia sendiri tidak menyaksikan peristiwa yang berlaku. Riwayat ini sendiri mempunyai masalah.

Kedua: Jikalaulah kita anggap hadis daripada tabi’in ini dapat diterima sekalipun namun Riwayat daripada Sya’bi juga tidak dapat dipegang kerana Sya’bi adalah memusuhi Amirul mukminin dan seorang Nashibi. Kerana itu Bilazari dan Abu Hamid Ghazali menulis tentang Sya’bi seperti berikut:

عن مجالد عن الشعبي قال: قدمنا على الحجاج البصرة، وقدم عليه قراء من المدينة من أبناء المهاجرين والأنصار، فيهم أبو سلمة بن عبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه… وجعل الحجاج يذاكرهم ويسألهم إذ ذكر علي بن أبي طالب فنال منه ونلنا مقاربة له وفرقاً منه ومن شره….
البلاذري، أحمد بن يحيى بن جابر (متوفاي279هـ) أنساب الأشراف، ج 4، ص 315؛
الغزالي، محمد بن محمد أبو حامد (متوفاي505هـ)، إحياء علوم الدين، ج 2، ص 346، ناشر: دار االمعرفة – بيروت.

Daripada Mujalid, daripada Sya’bi berkata: Kami telah memasuki kumpulan haji Bashrah. Ada sekumpulan Qari Madinah dari kalangan anak-anak Muhajirin dan Anshar yang disertai oleh Abu Salamah bin ‘Abdul Rahman bin ‘Auf… Kumpulan haji sibuk berbual-bual tentang Ali bin Abi Talib dan mencercanya, kami pun turut mencerca Ali…Ansab al-Asyraf, jilid 4 halaman 315, Ihya ‘Ulumuddin, jilid 2 halaman 346.

Apakah kita dapat berhujjah dengan riwayat seorang Nashibi? Seterusnya mari kita lihat kesilapan yang semakin parah dilakukan oleh Hakekat.com yang cuba-cuba menukilkan hadis dari kitab Syiah untuk menafikan hak Fathimah yang menuntut tanah Fadak. Demi membela Syeikh mereka, mereka membawa bawa hadis-hadis Syiah, namun usaha mereka terkesan sia sia.

“Dari Ali dari ayahnya, dari Jamil dari kerabatnya dan Muhammad bin Muslim dari Abi Jafar berkata: “Wanita-wanita itu tidak dapat mewarisi sedikitpun dari tempat tingal di muka bumi ini.” (Al Kaafi juz 7 hal 128).


Pertanyaan untuk kaum Syi’ah:
- Bagaimana Fatimah menuntut sesuatu yang diharamkan terhadap kaum wanita berdasarkan mazhab Syi’ah Rafidhah ?
- Kenapa Abu Bakar dituntut untuk melakukan hal yang diharamkan ?
- Kenapa Fatimah tidak mengikuti perintah-perintah Rasul setelah tuntutannya terhadap warisan ?”

Golongan Nashibi menzahirkan diri mereka sebagai pendusta. Seakan-akan tidak ada orang yang akan meneliti kitab Syiah untuk melihat dakwaan mereka. Hadis tersebut telah kami temui dalam kitab al-Kafi jilid 7 halaman 175:

علي بن إبراهيم، عن محمد بن عيسى، عن يونس، عن محمد بن حمران، عن زرارة عن محمد بن مسلم، عن أبي جعفر عليه السلام قال: النساء لا يرثن من الارض ولا من العقار شيئا

Mengapa golongan Nashibi tidak mengeluarkan hadis di halaman seterusnya? Perawi yang sama Muhammad bin Muslim meriwayatkan:

أن المرأة لا ترث من تركة زوجها من تربة دار أو أرض

“Sesungguhnya perempuan tidak mewarisi apa yang ditinggalkan suaminya daripada tanah rumah atau tanah”. al-Kafi jilid 7 halaman 176.

Maka telah terang kebenaran bagaikan pancaran matahari di waktu siang tanpa dilindungi awan, perempuan yang dimaksudkan dalam hadis tersebut adalah isteri, bukannya seorang puteri tidak mewarisi harta seorang ayah.

Wahai Nashibi, apakah anda membaca keseluruhan kitab Syiah lalu hanya mengambil sebahagian hujjah semata-mata untuk memangkas kebenaran? Tidakkah kedatangan hak akan menyirnakan kebathilan? Anda memutar belit kenyataan namun hakikatnya pembaca sekarang akan menghukum anda sebagai pendusta.

Nashibi sekali lagi mengambil hadis Syiah:
“Ternyata riwayat di atas ada dalam kitab Syi’ah, diriwayatkan Al Kulaini dalam kitab-kitab Al Kaafi dari Albukthtari dari Abi Abdillah Jafar Asshadiq Ra sesungguhnya ia berkata: “Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi dan para Nabi tidak mewariskan dirham atau dinar melainkan mewariskan beberapa hadist, barang siapa telah mengambil sebagiannya berarti telah mengambil bagian yang sempurna.” Warisan yang benar adalah warisan ilmu dan kenabian dan kesempurnaan kepribadian bukan mewariskan harta benda dan keuangan.”.

Hadis ini ditemui dalam kitab al-Kafi bab sifat ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama dan inilah matan Arabnya:

محمد بن يحيى، عن أحمد بن محمد بن عيسى، عن محمد بن خالد، عن أبي البختري، عن أبي عبدالله عليه السلام قال: إن العلماء ورثة الانبياء وذاك أن الانبياء لم يورثوا درهما ولا دينارا، وانما اورثوا أحاديث من أحاديثهم، فمن أخذ بشئ منها فقد أخذ حظا وافرا، فانظروا علمكم هذا عمن تأخذونه؟ فإن فينا أهل البيت في كل خلف عدولا ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المبطلين، وتأويل الجاهلين

Pengriwayatan ini tidak sedikitpun menceritakan tentang warisan seorang bapa kepada anak, akan tetapi warisan ilmu kenabian kepada ulama. Kerana itulah al-Kulaini meletakkan hadis ini dalam bab ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama. Riwayat ini menumpukan perhatian kepada urusan kenabian bukanlah mengumpulkan harta dunia seperti tamakkan dirham atau dinar. Jelas sekali ia juga tidaklah bermaksud nabi Muhammad tidak meninggalkan warisan harta untuk puterinya namun para ulama mewarisi ilmu nabi, bukan keduniaan.

Tidak ada keridhaan Fathimah kepada Abu Bakar dan Umar menurut kitab yang paling sahih di kalangan Ahlusunnah.

Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar lebih terang dari sinaran matahari dan tidak seorangpun boleh mengingkarinya. Dalam kitab paling sahih di kalangan Ahlusunnah tercatat kata-kata Fathimah yang marah terhadap Abu Bakar.

Dalam kitab Abwab al-Khumus:

فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فلم تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حتى تُوُفِّيَتْ.
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 3،‌ ص 1126، ح2926، باب فَرْضِ الْخُمُسِ، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.

Maka telah marah Fathimah puteri Rasulullah (saw) dan meninggalkan Abu Bakar, marahnya berlanjutan sehingga baginda wafat.

Dalam kitab al-Maghazi, bab Ghurwah Khabir, Hadis 3998:

فَوَجَدَتْ فَاطِمَةُ على أبي بَكْرٍ في ذلك فَهَجَرَتْهُ فلم تُكَلِّمْهُ حتى تُوُفِّيَتْ
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987

Fathimah marah pada Abu Bakar dan beliau tidak berbicara lagi dengannya sehingga wafat – Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis ke 3998.

Dalam kitab al-Faraidh hadis 6346:

فَهَجَرَتْهُ فَاطِمَةُ فلم تُكَلِّمْهُ حتى مَاتَتْ.
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 6، ص 2474، ح6346، كتاب الفرائض، بَاب قَوْلِ النبي (ص) لا نُورَثُ ما تَرَكْنَا صَدَقَةٌ، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.

Maka Fathimah meninggalkannya (Abu Bakar) dan tidak lagi berbicara dengannya sehingga meninggal dunia – Sahih Bukhari, jilid 6 halaman 2474, hadis ke 6346.

Dalam riwayat ibnu Quthaibah, Fathimah tidak mengizinkan mereka masuk sewaktu Abu Bakar dan Umar datang untuk berziarah. Mereka terpaksa memohon Imam Ali (as) menjadi perantara namun gagal. Bahkan Fathimah memberikan maklum balas seperti berikut:

نشدتكما الله ألم تسمعا رسول الله يقول «رضا فاطمة من رضاي وسخط فاطمة من سخطي فمن أحب فاطمة ابنتي فقد أحبني ومن أ رضى فاطمة فقد أرضاني ومن أسخط فاطمة فقد أسخطني

Kami bersumpah demi Allah atas anda berdua, apakah kalian tidak dengar apa yang Rasulullah katakan: Ridha Fathimah adalah ridhanya aku, marahnya Fathimah adalah marahnya aku, maka barangsiapa yang menyebabkan keridhaan anakku Fathimah maka ia pun membuatkan aku ridha, barangsiapa yang menyebabkan kemarahan Fathimah maka ia membuatkan aku marah.

نعم سمعناه من رسول الله صلى الله عليه وسلم.

Kedua mereka menjawab: Iya kami telah dengari ia daripada Rasulullah (saw).

Setelah itu Fathimah berkata:

فإني أشهد الله وملائكته أنكما أسخطتماني وما أرضيتماني ولئن لقيت النبي لأشكونكما إليه.

Maka sesungguhnya saya bersaksi demi Allah dan malaikatnya, sesungguhnya kalian berdua menyebabkan saya marah dan membuatkan saya tidak ridha, saya akan mengadu tentang kalian berdua ketika pertemuan saya dengan nabi.

Tidak cukup dengan ini Fathimah menambah lagi:

والله لأدعون الله عليك في كل صلاة أصليها.
الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، الإمامة والسياسة، ج 1،‌ ص 17، باب كيف كانت بيعة علي رضي الله عنه، تحقيق: خليل المنصور، ناشر: دار الكتب العلمية – بيروت – 1418هـ – 1997م.

Demi Allah, akan saya mengutuk anda setiap kali selesai shalat. – Al-Imamah wa siyasah, jilid 1 halaman 17

Dengan kenyataan ini bagaimanakah dapat kita percaya bahawa Sayyidah Fathimah meredhai mereka berdua?
Apakah riwayat Bukhari yang diutamakan atau riwayat Baihaqi?
apakah ia juga diriwayatkan oleh seorang musuh Ali bin Abi Talib yang menyaksikan sendiri peristiwa itu?

Jikalau Fathimah az-Zahra meridhai mereka berdua, mengapa beliau meninggalkan wasiat agar ia dikebumikan di waktu malam serta jangan di kasi khabar kepada orang yang menzaliminya untuk mengiringi dan menshalati jenazahnya?

Muhammad bin Ismail al-Bukhari menulis:

وَعَاشَتْ بَعْدَ النبي صلى الله عليه وسلم سِتَّةَ أَشْهُرٍ فلما تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا زَوْجُهَا عَلِيٌّ لَيْلًا ولم يُؤْذِنْ بها أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عليها
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.

Fathimah hidup setelah wafatnya nabi (saw) selama enam bulan. Maka ketika ia wafat, suaminya Ali bin Abi Talib mengkebumikannya di waktu malam dan tidak diizinkan Abu Bakar menshalatinya. –Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis 3998, pencetak Dar Ibn Kathir – Beirut.

Ibu Qutaibah al-Dainuri menulis dalam Takwil Mukhtalif al-Hadis:
Fathimah (ra) telah meminta harta pusaka ayahnya daripada Abu Bakar. Apabila ia tidak memberikan pusaka kepadanya, Fathimah bersumpah tidak akan berbicara lagi dengannya buat selama-lamanya, dan mewasiatkan agar ia dikebumikan di waktu malam supaya tidak dihadiri Abu Bakar. Maka beliau dikebumikan di waktu malam. Takwil Mukhtalaf al-Hadis, jilid 1 halaman 300:

وقد طالبت فاطمة رضي الله عنها أبا بكر رضي الله عنه بميراث أبيها رسول الله صلى الله عليه وسلم فلما لم يعطها إياه حلفت لا تكلمه أبدا وأوصت أن تدفن ليلا لئلا يحضرها فدفنت ليلا
الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، تأويل مختلف الحديث، ج 1،‌ ص 300، تحقيق: محمد زهري النجار، ناشر: دار الجيل، بيروت، 1393، 1972.

Abdul Razak Shan’ani menulis:

عن بن جريج وعمرو بن دينار أن حسن بن محمد أخبره أن فاطمة بنت النبي صلى الله عليه وسلم دفنت بالليل قال فر بها علي من أبي بكر أن يصلي عليها كان بينهما شيء

Daripada Hasan bin Muhammad berkata: bahawa Fathimah binti Nabi (saw) telah dikebumikan di waktu malam supaya Abu Bakar tidak menshalatinya. Di antara mereka berdua ada sesuatu.

Dia menambah:

عن بن عيينة عن عمرو بن دينار عن حسن بن محمد مثله الا أنه قال اوصته بذلك.
الصنعاني، أبو بكر عبد الرزاق بن همام (متوفاي211هـ)، المصنف، ج 3،‌ ص 521، ح 6554 و ح 6555، تحقيق حبيب الرحمن الأعظمي، ناشر: المكتب الإسلامي – بيروت، الطبعة: الثانية، 1403هـ.

Daripada Hasan bin Muhammad meriwayatkan seperti ini dengan mengatakan beliau (Fathimah) mewasiatkan seperti itu (dimakamkan di waktu malam). – Al-Mushannaf al-Maktabah al-Islamiyah – Beirut, jilid 3 halaman 521, hadis 6554 dan 6555, cetakan kedua 1403 H.

Namun ada juga orang berkata: Abu Bakar setelah itu menyesal dan bertaubat, dalam menjawab perkara ini hendaklah kita katakan: Taubat itu ada waktu yang bermanfaat dan berharga, diiringi dengan penyesalan mendalam dalam keinginan insani. Jikalau sudah berlalu ia hendaklah membayar ganti rugi sebagai tanda sesal seorang yang bertaubat dan hak dikembalikan kepada pemiliknya.

Pertanyaan kami ialah apakah Abu Bakar mengembalikan tanah Fadak kepada Sayyidah Fathimah sehingga taubatnya menjadi taubat Nasuha yang diterima tuhan?


Kesimpulan:
Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar dan Umar ini berlarutan sehingga akhir hayatnya dan beliau tidak sekali-kali meridhai mereka. Permasalahan ini dalam kitab paling sahih Ahlusunnah setelah al-Quran telah cuba dipintas oleh riwayat Baihaqi yang mengatakan mereka berdua telah mendapat keridhaan Fathimah. Namun pengriwayatan ini tidak dapat dipegang kerana wujudnya seorang Nashibi dalam silsilah sanadnya.

Fathimah(sa): Sebab Cara Pengkebumiannya.
*****


[Translate]

Salam wa rahmatollah. Bismillahi Taala.

Syubhah:
Mereka mengatakan Fathimah dimakamkan di waktu malam kerana wasiat Fathimah kepada Asma binti Umais isteri Abu Bakar, agar siapa saja yang bukan Muhrim tidak dapat melihat ukuran jasad beliau.

Kritikan dan Penelitian:
Dimakamkan di waktu malam, shalat jenazah tanpa kehadiran khalifah, makamnya disembunyikan dan peristiwa ini masih menyimpan banyak misteri. Memang benar Fathimah meninggalkan wasiat seperti ini namun apakah yang terjadi sehingga Fathimah hendak meninggalkan wasiat bersejarah ini di akhir hayatnya?
Tidakkah anda setuju beliau menzahirkan (menampakkan) kemarahannya terhadap musuh?
Hakikatnya pertanyaan dan pandangan tajam generasi sejarawan dan masyarakat masih tertanya-tanya mengapa makam Fathimah disembunyikan?
Dan mengapa Ali (as) tidak memberitahukan shalat jenazah beliau?
Apakah tidak ada lagi pengganti nabi (seperti yang telah didakwa) yang layak menshalati jenazah beliau?

Iya, Fathimah telah mewasiatkan pengkebumian jenazah beliau di waktu malam tanpa memberitahukan kepada mereka yang telah menzalimi beliau. Maka inilah sanad yang terbaik bagi Syiah yang mengaitkan kematian Sayidah Fathimah dianiaya dan Fathimah tidak pernah meridhai mereka. Banyak riwayat dari kitab-kitab Syiah dan Sunni berkaitan tentang peristiwa ini. Di sini kami sebutkan beberapa riwayat:


Pengkebumian jenazah di waktu malam dalam riwayat Ahlusunnah

Muhammad bin Ismail Bukhari menulis:

وَعَاشَتْ بَعْدَ النبي صلى الله عليه وسلم سِتَّةَ أَشْهُرٍ فلما تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا زَوْجُهَا عَلِيٌّ لَيْلًا ولم يُؤْذِنْ بها أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عليها.
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.

Dan beliau (Fathimah) hidup setelah wafatnya Rasulullah selama enam bulan, maka setelah (Fathimah) wafat, beliau dikebumikan di waktu malam oleh suaminya Ali bin Abi Talib dan tidak sekali-kali diizinkan Abu Bakar menyolati jenazahnya.Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, Sahih Bukhari jilid 4 halaman 1549.

Ibnu Qutaibah dalam takwil yang berbeda menulis:

وقد طالبت فاطمة رضي الله عنها أبا بكر رضي الله عنه بميراث أبيها رسول الله صلى الله عليه وسلم فلما لم يعطها إياه حلفت لا تكلمه أبدا وأوصت أن تدفن ليلا لئلا يحضرها فدفنت ليلا.
الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، تأويل مختلف الحديث، ج 1، ص 300، تحقيق: محمد زهري النجار، ناشر: دار الجيل، بيروت، 1393هـ، 1972م.

Dan sesungguhnya Fathimah menuntut harta pusaka ayahnya daripada Abu Bakar, maka Abu Bakar tidak memberi kepadanya. Fathimah bersumpah tidak lagi mahu berbicara dengan Abu Bakar selama-lamanya sehinggalah dia (Abu Bakar) tidak hadir saat pengkebumiannya.

Abdul Razak Sana’i menulis:

عن بن جريج وعمرو بن دينار أن حسن بن محمد أخبره أن فاطمة بنت النبي صلى الله عليه وسلم دفنت بالليل قال فرَّ بِهَا علي من أبي بكر أن يصلي عليها كان بينهما شيء.

Daripada Jarih dan ‘Umru bin Dinar, sesungguhnya Hasan bin Muhammad memberitahu bahawasanya Ali mengebumikan Fathimah binti Nabi (saw) di waktu malam sehingga Abu Bakar tidak menyolatinya kerana antara kedua mereka ada peristiwa yang telah terjadi.

Beliau menambah lagi:

عبد الرزاق عن بن عيينة عن عمرو بن دينار عن حسن بن محمد مثله الا أنه قال اوصته بذلك

Hasan bin Muhammad menukilkan riwayat seperti ini juga; sesungguhnya dia (Fathimah) telah mewasiatkan demikian itu.

الصنعاني، أبو بكر عبد الرزاق بن همام (متوفاي211هـ)، المصنف، ج 3، ص 521، حديث شماره 6554 و حديث شماره: 6555، تحقيق حبيب الرحمن الأعظمي، ناشر: المكتب الإسلامي – بيروت، الطبعة: الثانية، 1403هـ.

Al-San’ani, Abu Bakar Abdul Razak, al-Musannaf, jilid 3 halaman 521 hadis no. 6555.

Dan Ibnu Bathal dalam Syarah Sahih Bukhari menulis:

أجاز أكثر العلماء الدفن بالليل… ودفن علىُّ بن أبى طالب زوجته فاطمة ليلاً، فَرَّ بِهَا من أبى بكر أن يصلى عليها، كان بينهما شىء.
اكثر علما دفن جنازه را در شب اجازه دادهاند. علي بن ابوطالب، همسرش فاطمه را شبانه دفن كرد تا ابوبكر به او نماز نخواند؛ چون بين آن دو اتفاقاتى افتاده بود.

Kebanyakan ulama membenarkan pengebumian jenazah di waktu malam… dan Ali bin Abi Talib mengebumikan isterinya di waktu malam sehingga Abu Bakar tidak menyolatinya kerana antara kedua mereka ada peristiwa yang telah berlaku.

إبن بطال البكري القرطبي، أبو الحسن علي بن خلف بن عبد الملك (متوفاي449هـ)، شرح صحيح البخاري، ج 3، ص 325، تحقيق: أبو تميم ياسر بن إبراهيم، ناشر: مكتبة الرشد – السعودية / الرياض، الطبعة: الثانية، 1423هـ – 2003م

Ibnu Bathal, Syarah Sahih Bukhari, jilid 3 halaman 325.

Ibnu Abil Hadid ketika mengutip dari Jahiz (wafat dalam tahun 255 Hijrah) menulis:

وظهرت الشكية، واشتدت الموجدة، وقد بلغ ذلك من فاطمة ( عليها السلام ) أنها أوصت أن لا يصلي عليها أبوبكر.

Fathimah mengadu dan berdukacita sehingga beliau mewasiatkan supaya Abu Bakar tidak menyolatinya.

شكايت و ناراحتى فاطمه (از دست غاصبين) به حدى رسيد كه وصيت كرد ابوبكر بر وى نماز نخواند.
إبن أبي الحديد المدائني المعتزلي، أبو حامد عز الدين بن هبة الله بن محمد بن محمد (متوفاي655 هـ)، شرح نهج البلاغة، ج 16، ص 157، تحقيق محمد عبد الكريم النمري، ناشر: دار الكتب العلمية – بيروت / لبنان، الطبعة: الأولى، 1418هـ – 1998م.

Ibnu Abil Hadid al-Muktazili, Syarh Nahjul Balaghah, jilid 16, halaman 157.

Dan di tempat lain beliau menulis:

وأما إخفاء القبر، وكتمان الموت، وعدم الصلاة، وكل ما ذكره المرتضى فيه، فهو الذي يظهر ويقوي عندي، لأن الروايات به أكثر وأصح من غيرها، وكذلك القول في موجدتها وغضبها.
شرح نهج البلاغة، ج 16، ص 170.

Disembunyikan kematian dan tempat pengkebumian Fathimah, dan Abu Bakar serta Umar tidak dapat menyolatinya , semua yang dikatakan oleh Murtadha dapat saya terima kerana riwayat-riwayat yang berkaitan dengannya sangat sahih. Demikian juga sahihnya kisah kemarahan Fathimah.
(Syarh Nahjul Balaghah, jilid 16 halaman 170).


Pengkebumian di waktu malam menurut riwayat Syiah

Semua penyebab adanya wasiat Fathimah dalam riwayat-riwayat Syiah adalah khusus dan sepakat. Namun dalam perkara ini dikeluarkan salah satu pengriwayatannya:

Al-Marhum Syaikh Saduq menulis sebab-sebab pengkebumian Fathimah di waktu malam:

عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام لِأَيِّ عِلَّةٍ دُفِنَتْ فَاطِمَةُ (عليها السلام) بِاللَّيْلِ وَ لَمْ تُدْفَنْ بِالنَّهَارِ قَالَ لِأَنَّهَا أَوْصَتْ أَنْ لا يُصَلِّيَ عَلَيْهَا رِجَالٌ [الرَّجُلانِ].

Ali bin Abu Hamzah bertanya kepada Imam Sodiq (as) mengapakah Fathimah dikebumikan di waktu malam dan tidak di waktu siang? Katanya: kerana diwasiatkan supaya beberapa lelaki tidak menyolatinya.

الصدوق، أبو جعفر محمد بن علي بن الحسين (متوفاي381هـ)، علل الشرايع، ج1، ص185، تحقيق: تقديم: السيد محمد صادق بحر العلوم، ناشر: منشورات المكتبة الحيدرية ومطبعتها – النجف الأشرف، 1385 – 1966 م .

As-Saduq, Abu Ja’far bin Ali bin Hussain, ‘Ilal al-Syarayi’, jilid 1 halaman 185.

Al-Marhum Sahib Madharik berkata:

إنّ سبب خفاء قبرها ( عليها السلام ) ما رواه المخالف والمؤالف من أنها ( عليها السلام ) أوصت إلى أمير المؤمنين ( عليه السلام ) أن يدفنها ليلا لئلا يصلي عليها من آذاها ومنعها ميراثها من أبيها ( صلى الله عليه وآله وسلم ).

Sebab disembunyikan pengkebumian Fathimah di malam hari dalam berbagai riwayat dan penulis bahawa beliau (Fathimah) mewasiatkan kepada Amirul Mukminin supaya dikebumikannya di waktu malam sehingga beliau tidak disolati oleh orang yang menyakitinya dan orang yang tidak memberikan harta pusaka ayahnya.

الموسوي العاملي، السيد محمد بن علي (متوفاي1009هـ، مدارك الأحكام في شرح شرائع الاسلام، ج 8، ص279، نشر و تحقيق مؤسسة آل البيت عليهم السلام لإحياء التراث، الطبعة: الأولي، 1410هـ.

Al-Musawi al-‘Amili, Sayed Muhammad bin Ali, Mudarik al-Ahkam fi Syarh Syarai’ al-Islam, jilid 8 halaman 279.

Kesimpulan:
Dengan memahami dalil-dalil dan pengakuan cendiakawan Ahlusunnah, maka kita dapati Fathimah tidak mahu beberapa orang yang menganiaya beliau hadir menshalati jenazahnya, dan beliau telah marah kepada khalifah buat selama-lamanya.

Bila Imam Ali(as) Diiktiraf Sebagai Khalifah Rashid Oleh Sunni?
*****


[Translate]

Salam alaikum wa rahmatollah. Bismillahi Taala.

Agak mengejutkan juga apabila saya menemui satu riwayat, yang menunjukkan pada asalnya, Ahlul Sunnah wal Jamaah tidak mengiktiraf Sayyidina Ali sebagai khalifah ar Rashidin. Nama Imam Ali(as) hanya dimasukkan sebagai khalifah yang adil di zaman Imam Ahmad bin Hanbal.

Di dalam kitab Tabaqat, yang dianggap oleh ulama’ bermazhab Hanbali sebagai rujukan utama mereka, Ibn Abu Ya’li menyatakan bahawa Wadeezah al-Himsi berkata:

‘Saya menziarahi Ahmad ibn Hanbal, setelah penambahan nama Ali [ke dalam urutan nama Khalifah yang tiga [Khalifah yang adil]. Saya berkata kepadanya: ‘Wahai Abu Abdullah! Apa yang telah kamu lakukan adalah memburukkan kedua mereka Talhah dan al-Zubayr!’

Ahmad berkata: ‘Janganlah membuat kenyataan yang jahil! Apa yang ada kena mengena dengan kita mengenai peperangan mereka, dan kenapa kamu menyebutnya sekarang?’

Saya berkata: ‘Semoga Allah memandu kamu kepada kebenaran, kami menyatakannya setelah kamu menambah nama Ali dan memberi mandat kepadanya [dengan sanjungan] sebagai Khalifah sebagaimana yang telah dimandatkan kepada Imam-imam sebelumnya!’

Ahmad berkata: ‘Dan apa yang akan menahan saya dari melakukannya?’

Saya berkata: ‘Satu hadits yang disampaikan oleh Ibn Umar.’

Dia berkata kepada saya: ‘Umar ibn al-Khattab adalah terlebih baik dari anaknya, kerana dia menerima [i.e mengesyor] Ali sebagai Khalifah ke atas Muslim dan menyenaraikan beliau di antara mereka-mereka ahli syura, dan Ali merujuk dirinya sebagai Amirul Mukminin; adakah saya yang akan mengatakan bahawa mereka yang beriman tidak mempunyai pemimpin?!’ Maka saya pun pergi.[Tabaqat al-Hanabila, jilid 1 ms 292].

Dari riwayat ini, dapat kita lihat bahawa dari zaman tabiin, nama Imam Ali(as) pada asalnya bukanlah tersenarai sebagai para khalifah yang benar. Pegangan mereka ini, berkemungkinan besar disebabkan oleh suasana politik yang tidak menyebelahi Ahlulbait(as). Lihat sahaja hadis Ibnu Umar(ra):

Abdullah ibn Umar berkata: ‘Semasa hidup rasul Allah, kami menganggap Abu Bakr paling utama, kemudian Umar ibn al-Khattab, kemudian Uthman ibn Affan, semoga Allah merasa senang dengan mereka’.[Al-Bukhari, sahih jilid 4 ms 191, jilid 4 didalam buku pada mula kejadian didalam bab mengenai kemuliaan Abu Bakr yang hampir sama dengan kemuliaan para rasul].

Persoalannya, di mana Imam Ali di sisi mereka? Mengapa Ibnu Umar meninggalkan Imam Ali(as)? Mungkin pihak Sunni boleh tolong menerangkan hadis ini. Riwayat seperti ini kerap dijumpai di dalam kitab Sunni.

كنا نفاضل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أبو بكر ثم عمر ثم عثمان ثم نسكت

“Kami mengutamakan di zaman Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam Abu Bakr, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsman, kemudian kami diam” [Diriwayatkan dalam Shahih Ibnu Hibban no. 7251, Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 12/9, Musnad Ahmad 2/14 no 4626, As Sunnah Ibnu Abi ‘Aashim no. 1195, dan Mu’jam Al Kabir Ath-Thabaraniy 12/345 no. 13301: shahih].

Ternyata di sini, dari awal lagi, Imam Ali(as) tidak mendapat kemuliaan yang sepatutnya di sisi sesetengah para sahabat dan perkara ini menjadi asas kepada generasi para tabiin untuk tidak memasukkan nama Ali sebagai sebahagian para khalifah yang adil. Tambahan pula, ketika itu, wujudnya pemerintahan yang sangat membenci Ahlulbait dan para pengikut mereka. Sesiapa yang meriwayatkan keutamaan Ahlulbait(as) boleh dituduh sebagai Syiah.

Oleh kerana Imam Ali tidak dianggap sebagai seorang sahabat yang utama, tidak hairanlah nama beliau boleh dilaknat dari mimbar selama 80 tahun. Nauzubillah.

Oleh itu, saya menanti penjelasan berkaitan riwayat-riwayat ini, walaupun saya tahu, jawabannya hanyalah berbentuk basa basi, dan penakwilan makna, agar dapat menyedapkan telinga sahaja, tanpa sebarang nilai ilmiah. Aqidah Ahlul Sunnah yang asal berittikad bahawa Imam Ali(as) hanyalah seorang sahabat yang biasa tanpa keutamaan yang besar. Riwayat di atas adalah hujahnya. Wallhualam
Imam Ali Menuntut Jawatan Khalifah.
*****


[Translate]
Salam wa rahmatollah. Bismillahir Rahman Ar Rahim.

Dalam siri Imamah yang lepas, telah diberikan banyak dalil yang membuktikan Imamah Ali Ibn Abi Thalib serta wilayah Ahlulbait(as) ke atas umat Islam. Persoalan yang timbul ialah jika benar perlantikan ini terjadi, dan arahannya adalah dari Rasulullah, maka mengapakah beliau tidak menuntutnya, meskipun perlu kepada pertumpahan darah? Ingat, ini bukan perkara kecil kerana ia adalah perintah Allah dan RasulNya.

Jika anda mengatakan Imam Ali langsung tidak menuntut jawatan khalifah adalah tidak tepat sama sekali. Bahkan beliau telah memencilkan diri di rumah beliau tanpa memberikan baiat kepada Abu Bakar, sehingga memaksa si khalifah datang menemui beliau dengan harapan Imam Ali mengakui kedudukannya.

Imam Ali mengemukakan beberapa soalan kepada beliau, khususnya mengenai hak sebagai khalifah, secara langsung selepas kewafatan baginda Rasul adalah miliknya berdasarkan hadis-hadis Rasulullah yang melantik beliau di Ghadir Khum. Dalam sesi dialog ini Abu Bakar mengakui hak Imam Ali, dan hampir menyerahkannya semula kepada beliau, jika tidak kerana campur tangan Umar. Berikut ialah sesi dialog itu.

Imam berkata kepada Abu Bakar, “Aku adalah hamba Allah dan saudara RasulNya!”

Lalu berkata kepada seseorang kepada Imam Ali, “Berbaiatlah kepada Abu Bakar.”

Imam Ali: Aku lebih berhak kepada jawatan ini, dan aku tidak akan membaiat kamu, kerana kamu lebih patut membaiat aku. Kamu mengambil jawatan ini dari Ansar dengan alasan kekerabatan kamu dengan Rasulullah(sawa), sedangkan kamu mengambilnya dari kami, Ahlulbait Nabi secara rampasan. Kamu membuat dakwaan atas golongan Ansar bahawa kamu lebih layak akan jawatantersebut kerana kedudukan kamu di sisi Rasulullah, lalu mereka menyerahkan kepada kamu tampuk pemerintahan. Sekarang aku berhujah dengan kamu sebagaimana kamu berhujah dengan kaum Ansar bahawasanya kami Ahlulbait lebih layak di sisi Rasulullah samada hidup atau mati. Oleh itu, kembalikanlah kepada kami sekiranya kamu orang-orang yang benar. Jika tidak, kamu sebenarnya telah mengembalikan semula kezaliman sedang kamu menyedarinya.”

Lantas Umar berkata: “Kamu tidak akan dibiarkan begitu sahaja hinggalah kamu berbaiat.”

Imam Ali: “Perahlah susu dengan sekali perahan, dan untukmu separuh darinya. Berilah sokongan penuh mu kepada Abu Bakar, agar dia menyerahkan kepada mu(jawatan khalifah) esok.”(*Dan memang benar ia terjadi seperti mana yang diucapkan beliau, jawatan khalifah diwariskan tanpa Syura terus kepada Umar)

Imam Ali meneruskan hujahnya: “Demi Allah wahai Umar, aku tidak menerima kata-kata mu dan aku tidak mungkin akan membaiat.”

Abu Bakar: “Sekiranya dia tidak mahu membaiat, maka aku tidak mahu memaksanya.”

Rujukan: Al Imamah wa Siyasah; Ibnu Qutaibah, hal. 23.
*****


Setelah itu rumah Imam Ali dikepung oleh sekumpulan samseng, yang mengaku diri mereka sebagai sahabat Rasul, bahkan diancam bakar jika mereka tidak mahu keluar memberi baiat. Maka beberapa orang dari pengikut Imam merasa takut lalu menyatakan persetujuan, maka tinggallah hanya beberapa orang yang tetap setia bersama Imam. Setelah itu Imam Ali diheret keluar bertemu dengan Abu Bakar, dan di situ penyokong Abu Bakar berkata kepadanya:

Penyokong Abu Bakar(PAB): Baiatlah Abu Bakar!!

Imam Ali: Jika aku tidak mahu membaiat, apa yang akan kalian lakukan?

PAB: Demi Allah yang tiada Tuhan selainNya, kami akan memancung leher mu!

Imam Ali: Jadi kamu sanggup membunuh seorang hamba Allah dan saudara Rasulnya?

Umar mencelah: Kamu memang seorang hamba Allah, tetapi bukan saudara Rasulullah!

Ketika pertengkaran sedang hangat berlaku, Abu Bakar hanya diam membisu tanpa berkata sepatah pun. Melihat keadaan itu, Umar berkata pada Abu Bakar: “Tidakkah kamu mahu mengeluarkan sebarang perintah terhadap tindakan Ali ini?”

Abu Bakar menjawab: “Aku tidak mahu memaksanya selagi Fatimah ada di sisinya.” Setelah itu, Imam Ali dilepaskan lalu beliau berlari ke kubur Rasulullah(sawa) sambil berkata: “Wahai sepupuku, sesungguhnya kaum itu menghinaku dan mahu membunuhku.”Al Imamah wa Siyasah; Ibnu Qutaibah, hal. 25.

Setelah dialog ini, Imam Ali dibiarkan tanpa berbaiat selama 6 bulan, sehingga pemergian Fatimah Zahra. Dialog di atas dipetik dari kitab Al Imamah wa Siyasah karangan Imam Ibnu Qutaibah ad Dainuri. Beliau adalah di antara ulama Ahlul Sunnah yang dipercayai kutipannya. Antara karangan beliau yang mashyur ialah:
1. Gharibul Quran.
2. Gharibul Hadis.
3. Musykilul Quran.
4. Uyun al Akbar.
5. Al Maarif.
6. Adabul Katib.

Berikut ialah beberapa ulasan ulama Sunni tentang keperibadian Ibnu Qutaibah:
Ibnu Khalikan berkata: Ibnu Qutaibah ialah seorang yang dihormati Allah dan dipercayai.(Siyaru Alamin Nubala: 13/296-302 dan Wafayatul Ayan: 2/246).
Ibnu Katsir berkata: Ibnu Qutaibah ialah seorang yang paling dipercayai dan terhormat. (al Bidayah wa An Nihayah; 2/48).
Ibnu Hajar berkata: Ibnu Qutaibah ialah seorang yang dipercayai dalam ucapannya.(Lisanul Mizan, 3/357).
Maslamah bin Qasim berkata: Ibnu Qutaibah ialah seorang yang dipercaya dikalangan Ahlul Sunnah.
Az Zahabi berkata: Ibnu Qutaibah bukanlah ulama hadis, tetapi beliau ialah ulama yang mashyur. Di sisinya ilmu-ilmu yang banyak dan penting. (Siyaru Alamin Nubala; 13/196-302).

Sekiranya masih ada yang kurang berpuas hati dengan nukilan riwayat di atas, maka akan saya bawakan perbandingan dari kitab-kitab Ahlul Sunnah yang lain, iaitu Sahih Bukhari(Hadis Bilangan 3711,3712,4035,4036,4240,4241,6725&6726), Sahih Muslim(Bil. 4555), Sunan Abu Daud(Hadis 2968-2970) dan Sunan An Nisa’i(Hadis 4152).

Menerusi kitab-kitab di atas, jelas memperlihatkan penyesalan Abu Bakar ketika sesi dialog yang kedua dengan Imam Ali selepas kewafatan isterinya.

Secara ringkas, riwayat telah menceritakan bahawa setelah Fatimah datang bertemu Abu Bakar untuk menuntut haknya, yakni tanah Fadak dan Khumus, Abu Bakar enggan menyerahkannya bersandarkan kepada hadis yang berbunyi: “Kami para Nabi tidak mewariskan dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.”(Hadis ini palsu riwayat Abu Bakar, akan dibuktikan). Mendengarkan alasan itu, Fatimah sangat berdukacita lalu menjauhkan dirinya dari Abu Bakar serta tidak bercakap dengan beliau sehingga wafat. Fatimah(sa) hanya hidup 6 bulan setelah kewafatan bapanya.

Sebelum beliau wafat, Fatimah telah mewasiatkan suaminya agar melarang Abu Bakar atau sesiapapun menyembahyangkannya. Bahkan jenazah suci beliau perlu dikuburkan ditempat yang tidak diketahui oleh orang ramai.

Ketika hayat isterinya, orang ramai masih memberi tumpuan kepada Imam Ali. Sebaliknya setelah pemergian Fatimah, tumpuan masyarakat mula berkurangan. Seterusnya Imam mencari jalan penyelesaian dengan menjemput Abu Bakar untuk berdialog, dengan syarat Umar tidak turut serta. Namun Umar tetap mahu mengiringinya.(*Umar berasa takut, jika Abu Bakar pergi seorang diri, beliau akan kalah dalam hujah-hujah Ali, maka kita dapati, Umar lebih banyak bercakap dari Abu Bakar).

Diantara teks dialog tersebut Imam Ali berkata kepada Abu Bakar: “Kamu merampas hak khalifah tersebut dari kami, dan kami melihat bahawa kami(ahlulbait) ada hak kerana kekerabatan kami dengan Rasulullah!” dan imam terus berbicara hingga Abu Bakar menangis teresak-esak.

Cuba anda perhatikan teks riwayat yang saya bawakan dari Sahih Muslim. Teks riwayatnya seperti ada yang tertinggal atau mungkin sengaja dibuang. Ia hanya mengemukakan dialog “…dan beliau(Imam Ali) terus berbicara hingga Abu Bakar menangis teresak-esak.”.

Persoalannya apa yang membuatkan Abu Bakar menangis teresak-esak? Di manakah perginya teks dialog lain yang mengharukan itu, sehingga Abu Bakar menangis tersak-esak? Apakah sekadar Imam berkata “anda telah merampas hak kami…” sudah cukup membuatkan Abu Bakar menangis?

Berikut akan saya kemukakan teks dialog diantara Abu Bakar dan Imam Ali yang membuatkan dia menangis menurut catatan Allah Thabrisi di dalam kitab Al Ihtijaj: 1/115-129, kemudian saya akan merujuk kitab-kitab Ahlul Sunnah sebagai pengukuh kepada kesahihan hadis-hadis tersebut.

Daripada Jaafar, yang meriwayat dari bapanya Muhammad yang meriwayat dari bapanya Ali meriwayat dari bapanya Hussain meriwayat dari bapanya Ali bin Abi Thalib:
“Setelah selesai urusan Abu Bakar dan pembaiatan orang ramai kepada nya serta tindakan ancaman terhadap Imam Ali(as) Abu Bakar masih tetap mengharapkan Imam Ali memberi baiat, bagaimanapun Abu Bakar menerima reaksi negatif daripada Imam(as). Abu Bakar menganggap perkara ini sebagai serius, lalu ingin berjumpa dengan beliau dan meminta penjelasan dari Imam. Abu Bakar juga memohon maaf kepada beliau di atas pembaiatan orang ramai, dan ia berlaku bukan di atas kehendaknya, yang tidak mahukan jawatan khalifah, disebabkan oleh kelemahannya. Abu Bakar mengadakan pertemuan 4 mata dengan Imam Ali(as).


Abu Bakar: Wahai Abul Hassan. Demi Allah, perkara ini(jawatan khalifah) bukanlah benar-benar keinginan ku, kerana aku sendiri tidak mempunyai keyakinan pada diriku terhadap keperluan umat ini. Aku tidak memiliki harta yang banyak, dan keluarga ku pula ramai. Oleh itu, mengapa kamu menyembunyikan diriku apa yang aku tidak berhak dari kamu. Kamu melahirkan kebencian terhadap diriku?(Al Imamah was Siyasah; Hal.18-19, Marujuz Zahab;2/302, Tarikh Yaakubi;2/127).

Imam Ali: Apa yang mendorong kamu untuk memegang jawatan khalifah ini sekiranya kamu benar-benar tidak menginginkannya? Bahkan kamu merasa kurang yakin dengan dirimu sendiri dalam mengendalikannya.


Abu Bakar: Sebuah hadis yang aku mendengarnya daripada Rasulullah(sawa): “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat menuju ke arah kesesatan” maka dengan ini, apabila aku melihat kesepakatan(ijmak) orang ramai atas perlantikan ku, maka aku mengikuti sabda Nabi tersebut.(Milal wan Nihal: 1/9) Bahkan aku langsung tidak terfikir bahawa kesepakatan mereka menyalahi petunjuk. Oleh itu aku memberikan jawaban positif(dengan menerima perlantikan itu). Sekiranya aku mengetahui walau seorang pun yang tidak bersetuju dengan perlantikan itu, maka pasti aku akan menolaknya.

Imam Ali: Sabda Nabi yang kamu sebutkan itu bahawa sesungguhnya umat ini tidak akan bersepakat menuju ke arah kesesatan itu, adakah aku ini sebahagian dari umat atau tidak?


Abu Bakar: Tentu sekali kamu itu sebahagian dari umat.

Imam Ali: Adakah golongan yang menentang kamu itu seperti Salman, Ammar, Abu Dzar, Miqdad, Ibnu Ubbad dan orang-orang Ansar lain yang bersama mereka itu termasuk di dalam umat?


Abu Bakar: Semuanya termasuk di dalam umat.

Imam Ali: Jadi bagaimana kamu boleh berhujah dengan hadis tersebut, sedangkan orang-orang seperti mereka telah membelakangi kamu? Sedangkan umat tidak mencela mereka, dan persahabatan mereka dengan Rasulullah sangat baik sekali?

Abu Bakar: Aku tidak mengetahui penentangan mereka berlaku selepas perlantikan khalifah. Aku bimbang sekiranya aku tidak mengambil berat perkara ini(hal pemeritahan) orang ramai akan menjadi murtad. Oleh itu tindakan mereka memilih ku adalah memudahkan untukku memberi pertolongan di dalam agama dan mengekalkannya dari permusuhan dikalangan mereka yang membawa mereka menjadi kafir. Aku menyedari bahawa kamu bukanlah orang yang dapat mengekalkan mereka dan agama mereka.

Imam Ali: Benarkah? Baik, beritahukan kepadaku tentang orang yang berhak menjadi khalifah dan dengan sifat apakah dia berhak ke atasnya?


Abu Bakar: Dengan nasihat, kesetiaan, akhlaq yang baik, melaksanakan keadilan, alim dengan kitab Allah dan sunnah Rasulnya, memiliki puncak kefasihan yang tinggi, zuhud dalam soal duniawi, tidak cintakan dunia, menyelamatkan orang yang tertindas samada yang jauh atau dekat..(setelah itu Abu Bakar terdiam..)

Imam Ali: Orang yang terawal memeluk Islam dan kerabat Nabi?


Abu Bakar: Ya

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah sifat-sifat tersebut ada pada kamu atau diriku?


Abu Bakar: Bahkan pada dirimu wahai Abul Hassan.(Lisanul Mizan:6/78, Al Manaqib Hal. 7, Al Bidayah Wan Nihayah,7/356).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku yang terawal menyahut dakwah Nabi dari kalangan lelaki atau kamu?


Abu Bakar: Kamu (Yanabi al Mawaddah: Hal 91-92).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah!Adakah aku yang mengisytiharkan surah Al Baraah(at Taubah) di musim haji akbar atau kamu?


Abu Bakar: Kamu.(Musnad Ahmad: 1/56, Sahih Tarmizi: 2/461, Mustadrak al Hakim:2/51)

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku yang mempertahankan(menjadi pengawal) di hari al Ghadir atau kamu?


Abu Bakar: Kamu. (Rujuk Siri:Imamah di Daftar Artikel)

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku maula kamu dan keseluruhan kaum Muslimin melalui hadis Nabi di Ghadir atau kamu?


Abu Bakar: Kamu

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah ayat al Wilayah daripada Allah itu berkenaan dengan cincin yang aku sedekahkan atau kamu?


Abu Bakar: Kamu

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah wazarah(menteri/pembantu) bersama Nabi yang diibaratkan seperti Harun di sisi Musa itu aku atau kamu?


Abu Bakar: Kamu

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah Ayatul Thathir itu untukku, isteri ku dan anak-anak lelaki ku atau untuk kamu, isterimu dan anak-anakmu?


Abu Bakar: Kamu, isterimu dan kedua anak lelaki mu.

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah Rasulullah mempertaruhkan aku, isteriku dan kedua anak lelaki ku ketika ber Mubahalah dengan kaum Nasrani atau mempertaruhkan kamu, isterimu dan anak-anak lelaki mu?


Abu Bakar: Dengan kalian.(Peristiwa Mubahalah)

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku, isteriku dan anak-anak lelaki ku yang didoakan oleh Rasulullah di hari al Kisa: “Ya Allah, mereka ini Ahlulbait ku, kepada Mu bukan ke neraka Mu” atau kamu sekeluarga?


Abu Bakar: Kamu dan anak isteri mu.(Rujuk perbahasan ayatul Thathir dan siapa Ahlulbait)

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku yang dimaksudkan dengan ayat: Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya dimana-mana (Al-Insan: 7) atau kamu?


Abu Bakar: Kamu(Asbabun Nuzul Wahidi; hal 331, Tafsir Fakhrul Radzi: Ayat berkenaan, Al Isabah: 8/68, Usudul Ghabah: 5/350, Nurul Absar: Hal 102).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku atau kamu yang dikembalikan matahari untuk menunaikan solat Asar yang terlepas kemudian ia terbenam semua?


Abu Bakar: Kamu (Lisanul Mizan:5/76, Al Bidayah wan Nihaya: 6/80, Musykilul Atsar: 2/8, Yanabi al Mawaddah: Hal 137).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah kamu yang melegakan Rasulullah(sawa) dan kaum Muslimin dengan pembunuhan Amru bin Abdu Wudd(perwira hebat di perang Khandaq) atau aku?


Abu Bakar: Kamu(Lisanul Mizan:5/76, Al Bidayah wan Nihaya: 6/80, Musykilul Atsar: 2/8, Yanabi al Mawaddah: Hal 137, Kifayatuth Thalib: Hal 227).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang diamanahkan oleh Rasulullah sebagai utusan kepada jin, lalu mereka menyahutnya, adalah aku atau kamu?


Abu Bakar: Kamu(Kifayatuth Thalib: Hal 230-231).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang disucikan oleh Allah dari penzinaan sejak Adam hinggalah bapanya dengan sabda baginda: “Aku dan kamu(Ali) adalah dari nikah yang sah bukan dari penzinaan sejak Adam hinggalah Abdul Muthalib itu” aku atau kamu?


Abu Bakar: Kamu (Kifayatuth Thalib: Hal 379, Majma’ uz Zawaid).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang dipilih oleh Allah untuk mengahwini puterinya Fatimah dengan sabdanya: “Allah telah mengahwinkan kamu denga Fatimah di langit” kamu atau aku?


Abu Bakar: Kamu (Al Sawaiqul Muhriqah:Hal 84-85, Kifayatuth Thalib: Hal 298-299).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah bapa Hassan dan Hussain menerusi sabdaan Nabi: “Kedua-duanya ahli syurga, dan bapa mereka berdua lebih baik dari mereka” adalah kamu atau aku?


Abu Bakar: Kamu(Kifayatuth Thalib Hal 204, Yanabi al Mawaddah: Hal 166).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Aakah saudara kamu yang dihiasi 2 sayap terbang ke syurga bersama para malaikat atau saudara ku?


Abu Bakar: saudara kamu.(Jaafar bin Abu Thalib)-(Yanabi al Mawaddah hal 519).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Aakah orang yang telah menjamin hutang Rasulullah dan mengadakan pengisytiharan di musim haji dengan melaksanakan janjinya adalah kamu atau aku?


Abu Bakar: kamu(Mizanul i’tidal: 1/306, Ad Durul Mantsur 3/309).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang didoakan Rasulullah ketika burung panggang ada di sisinya dan baginda bersabda ketika mahu memakannya: “Ya Allah hadirkanlah kepada ku orang yang paling Engkau cintai sesudah ku untuk memakan burung ini bersamaku” maka tidak ada seorang pun yang hadir melainkan kamu atau aku?


Abu Bakar: Kamu(Sahih Tarmizi: bil 373, Mustadrak:3/130, Mu’jamul Kabir: 1/253/730).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang diberi mandat oleh baginda Nabi untuk memerangi kaum Nakitsin, Qasithin dan Mariqin mengikut takwilan Al Quran adalah aku atau kamu?


Abu Bakar: kamu (Kanzul Ummal: 6/154, Tahzibut Tahzib: 3/178, Kifayatuth Thalib: hal 167-168).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang ditunjukkan oleh Rasulullah dengan kebijaksanaan dan kefasihan dengan sabdanya: “Ali adalah orang yang paling alim dalam ilmu penghakiman” aku atau kamu?


Abu Bakar: Kamu (Kifayatuth Thalib:Hal 112).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang Rasulullah pada masa hidup baginda telah memerintahkan para sahabat agar memberi salam kepadanya untuk menjadi ketua, aku atau kamu?


Abu Bakar: Kamu (Al Isabah:3/20, Kanzul Ummal: 6/155, Mustadrak al Hakim: 3/128).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang menyaksikan ucapan Rasul yang terakhir, mengurus dan mengkafankan jenazah beliau adalah aku atau kamu?


Abu Bakar: Kamu (Al Manaqib: Hal 60-63).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah aku kerabat Rasulullah atau kamu?


Abu Bakar: Kamu

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang dikurniakan Allah dengan dinar ketika ia memerlukan dan Jibril menjualkan kepadanya juga menjadikan Muhammad sebagai tetamu lalu ia memberi makan anaknya adalah kamu atau aku?


Abu Bakar (menangis): Kamu (Usudul Ghabah: 5/530 dan Kifayatuth Thalib: Hal 348-349).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang diletakkan Nabi di atas bahunya untuk menolak dan memecahkan berhala-berhala di atas Kaabah hinggakan jika dikehendaki nescaya ia dapat menyentuh ketinggian langit itu kamu atau aku?


Abu Bakar: Kamu.(Mustadrak al Hakim: 3/5).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang diperintahkan Rasulnya supaya pintunya dibuka sementara pintu para sahabat lain ditutup itu aku atau kamu?


Abu Bakar: Kamu (Khasais Ali:Hal 17, Mustadrak: 3/125, Sahih Tarmizi: 2/301).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang dimaksudkan Nabi sebagai pemilik panji dunia dan akhirat itu kamu atau aku?


Abu Bakar: Kamu (Yanabi al Mawaddah: Hal 81).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang mengeluarkan sedekahtatkala diadakan perbicaraan khusus dengan Rasul dan ketika itu Allah mengkritik satu golongan: “Apakah kamu takut menjadi miskin kerana kamu memberi sedekah sebelum perbicaraan dengan Rasul(Al Mujadalah:13) itu aku atau kamu?


Abu Bakar: Kamu (Yanabi Al Mawaddah: Hal 100).

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! Adakah orang yang dimaksudkan Rasul ketika baginda bersabda kepada Fatimah(sa): “Aku nikahkan kamu dengan orang yang pertama beriman kepada Allah” itu kamu atau aku?


Abu Bakar: Kamu (Dzakhairul Uqba: Hal 29, Sawaiqul Muhriqah: Hal 85, Kifayatuth Thalib: Hal 298)

Imam Ali: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah orang yang diberi salam oleh malaikat 7 langit di hari al Qulaib itu kamu atau aku?


Abu Bakar: Kamu (Tarikh Baghdadi: 4/403).

Imam Ali: Jadi adakah dengan perkara-perkara ini dan seumpama dengannya kamu masih lebih berhak melaksanakan urusan umat Muhammad? Apakah yang membuatkan kamu terlanjur jauh dari Allah dan RasulNya, sedangkan kamu tidak memiliki sesuatu apapun yang diperlukan oleh penganut agamanya?

Abu Bakar menangis dan mejawab: Memang benar apa yang kamu katakan wahai Abul Hassan. Tunggulah hingga berlalu hari ku. Aku akan memikirkan tentang jawatan ku sebagai khalifah dan aku tidak akan mendengar lagi percakapan sebegini dari pada kamu.(Al Imamah wa Siyasah: Hal 18-19, Tarikh Yaakubi: 2/127-128).


Imam Ali: Itu terserahlah kepada kamu wahai Abu Bakar.


Inilah teks dialog yang berlangsung antara Imam Ali dan Abu Bakar. Dialog yang membuatkan Abu Bakar teresak-esak menangis kerana terpaksa mengakui kebenaran kata-kata Imam Ali (as).

Meskipun begitu, tiada sebarang tindakan susulan daripada Abu Bakar untuk menyerahkan kembali hak kepimpinan kepada orang yang lebih berhak walaupun dia telah mengakui kebenaran hak Imam Ali(as). Mengapa ye?

(Syiah-Ali/Sumber-Lain/Syiah-Explained/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: