Pesan Rahbar

Sejarah Kebohongan Perang AS (1)

Written By Unknown on Sunday, 23 November 2014 | 00:28:00


Perang Suriah sudah di ambang pintu. Alasan yang dipakai: rezim Assad telah menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya. Untuk itu, dunia internasional harus menyerang Suriah demi menghentikan kejahatan Assad.

 Jika Presiden Obama tidak berbohong dalam hal ini, maka ini akan menjadi perkecualian yang langka dalam sejarah perang para Presiden Amerika Serikat. Karena, ketidakjujuran kepada rakyat AS tentang alasan perang di luar negeri sudah menjadi tradisi di Gedung Putih selama seabad terakhir ini. Berikut ini catatan kebohongan yang telah berkontribusi signifikan atas terjadinya pertumpahan darah besar dan kehancuran di berbagai negara.

1.      Woodrow Wilson: Tenggelamnya Kapal Lusitania- Perang Dunia I, 1917-1918
“Ini adalah perang melawan semua bangsa. Nyawa warga Amerika direnggut, kita perlu menyelidikinya; warga negara-negara lain yang netral juga telah direnggut dengan cara yang sama. Tidak ada diskriminasi. Ini adalah kejahatan melawan seluruh umat manusia. Setiap negara harus memutuskan sendiri bagaimana menghadapi kejahatan ini. Pilihan yang tepat untuk bangsa kita harus cocok dengan karakter dan tujuan kita sebagai bangsa. Kita harus mengenyampingkan perasaan dendam. Motif kita [untuk berperang] bukanlah balas dendam atau unjuk kekuatan fisik bangsa ini, melainkan pembelaan atas hak asasi manusia, dan kitalah satu-satunya pemenang.” (April 2, 1917).

Catatan: Pada 7 Mei 1915, kapal Lusitania milik Inggris tenggelam di lepas pantai Irlandia dan menewaskan 1,200 penumpang dari berbagai negara, termasuk AS. Konon, kapal itu tenggelam karena serangan torpedo tunggal kapal selam Jerman. Tenggelamnya kapal ini menjadi alasan bagi AS untuk terjun dalam PD I dan pasukan Sekutu pun meraih kemenangan. Namun, kecurigaan muncul: mengapa kapal itu tenggelam dengan sangat cepat  ke bawah permukaan laut? Hal ini hampir tak mungkin terjadi bila kapal sekedar ditembak torpedo tunggal. Kemungkinannya, kapal sipil itu membawa amunisi illegal dan terjadi ledakan besar akibat ditembak tornado. Menggunakan kapal sipil untuk membawa amunisi dan instrumen perang lainnya adalah melanggar perjanjian internasional.


2.      Franklin D. Roosevelt: Pearl Harbor-Perang Dunia II, 1941-1945
“Kemarin, 7 Desember 1941 – tanggal yang dikenang dalam kehinaan – Amerika Serikat tiba-tiba dan sengaja diserang oleh angkatan laut dan udara Kekaisaran Jepang. Amerika Serikat sudah berdamai dengan negara itu dan, atas ajakan Jepang, masih dalam perundingan untuk menciptakan perdamaian di Pacifik. Jarak Hawaii dari Jepang meyakinkan kita bahwa jelas serangan itu sengaja direncanakan beberapa hari atau bahkan berminggu-minggu lalu. Selama rentang waktu itu, pemerintah Jepang telah sengaja berusaha untuk menipu Amerika Serikat dengan memberikan pernyataan palsu mengenai harapan perdamaian.” (8 Desember 1941).

Catatan: Ada hal yang aneh dalam kejadian ini: pada tanggal 4 Desember, 3 hari sebelum penyerangan, pihak intelijen Australia memberitahukan kepada AS mengenai pergerakan armada Jepang yang menuju Pearl Harbour, namun AS tidak menghiraukannya. Lalu, dalam sebuah catatan jurnal yang dibuat oleh Menteri Angkatan Perang Roosevelt, Henry Stimson, tertanggal 25 November 1941, tercantum percakapan yang ia lakukan dengan Roosevelt: “Pertanyaannya adalah bagaimana cara membuat pihak Jepang agar menyerang terlebih dahulu… Hal itu memang diharapkan agar terlebih dahulu dilakukan oleh pihak Jepang sehingga tidak ada sedikitpun keraguan atas siapa yang menjadi pihak agresor.”

Beberapa bulan sebelum terjadinya serangan terhadap Pearl Harbour, Roosevelt melakukan segala hal yang bisa memicu amarah pihak Jepang, dengan menunjukan kebijakan-kebijakan yang agresif. Ia menghentikan semua impor minyak Jepang dari perusahaan Minyak Amerika. Ia membekukan semua aset milik Jepang di Amerika, ia memberi pinjaman secara terbuka pada kelompok Nasionalis China serta menyuplai persenjataan kepada Inggris dan keduanya merupakan musuh Jepang di perang, yang sekaligus juga berarti melanggar hukum internasional yang mengatur perang.

Jadi, sebagaimana yang memang diharapkan terjadi, pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbour sehingga menewaskan 2400 orang tentara. Sebelum kejadian Pearl Harbour, 83% masyarakat Amerika tidak menginginkan Amerika terlibat dalam perang. Setelah kejadian Pearl Harbour, 1 juta orang mendaftarkan diri menjadi sukarelawan perang. (sumber: di sini)
===============

Konspirasi Amerika Terhadap Perang Dunia II


Teori Konspirasi Amerika Dalam Perang Dunia II
Para bankir internasional mendapatan keuntungan besar dalam PDI, tapi masih ada peristiwa lain yang dimanfaatkan oleh para bankir ini.
Pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbour, yang membuat Amerika ikut terlibat dalam peperangan. President Franklin D Roosevelt mengumumkan serangan pada hari itu dikenang sebagai “ Sebuah hari keji yang akan dikenang”. Benar sebuah hari yang keji, akan tetapi bukan karena serangan mendadak terhadap Pearl Harbour.Setelah selama 60 tahun menggali informasi, dapat dipastikan bahwa bukan saja rencana serangan terhadap Pearl Harbour telah diketahui 1 minggu sebelumnya, kejadian itu diharapkan terjadi dan sengaja diprovokasi. 

Franklin D Roosevelt

Presiden Roosevelt, yang keluarganya merupakan anggota kelompok bankir New York sejak abad ke-18, pamannya bernama Fedrik, merupakan pendiri awal Federal Reserve, Sangat bersimpati terhadap keinginan para bankir internasional yaitu agar Amerika memasuki peperangan, dan sebagaimana telah kita saksikan, tidak ada hal yang lebih menguntungkan bagi klompok bankir internasional, selain perang.
Dalam sebuah catatan jurnal yang dibuat oleh Menteri Angkatan Perang Roosevelt, Henry Stimson tertanggal 25 November 1941, ia mendokumentasikan percakapan yang ia lakukan dengan Roosevelt: “Pertanyaannya adalah bagaimana cara membuat pihak Jepang agar menyerang terlebih dahulu... Hal itu memang diharapkan agar terlebih dahulu dilakukan oleh pihak Jepang sehingga tidak ada sedikitpun keraguan atas siapa yang menjadi pihak agresor.”
Beberapa bulan sebelum terjadinya serangan terhadap Pearl Harbour, Roosevelt melakukan segala hal yang bisa memicu amarah pihak Jepang, dengan menunjukan kebijakan-kebijakan yang agresif. Ia menghentikan semua impor minyak Jepang dari perusahaan Minyak Amerika. Ia membekukan semua aset milik Jepang di Amerika, ia memberi pinjaman secara terbuka pada kelompok Nasionalis China serta menyuplai persenjataan kepada Inggris dan keduanya merupakan musuh Jepang di perang, yang sekaligus juga berarti melanggar hukum internasionla yang mengatur perang.
Dan pada tanggal 4 Desember, 3 hari sebelum penyerangan, pihak intelijen Australia memberitahukan kepada Roosevelt mengenai pergerakan armada Jepang yang menuju Pearl Harbour. Roosevelt tidak menghiraukannya.

Serangan udara Jepang yang menghancurkan kapal perang Amerika di Pearl Harbour
Jadi, sebagaimana yang diharapkan serta dibiarkan terjadi, pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbour yang menewaskan 2400 orang tentara. Sebelum kejadian Pearl Harbour, 83% masyarakat Amerika tidak menginginkan Amerika terlibat dalam perang. Setelah kejadian Pearl Harbour, 1 juta orang mendaftarkan diri menjadi sukarelawan perang.
 Peristiwa Pearl Harbour


Perlu dicatat, bahwa perang yang dilancarkan oleh Nazi Jerman, mendapat dukungan yang besar dari dua organisasi, salah satunya bernama I.G. Farben yang memproduksi 84% dari bahan peledak yang digunakan Jerman, bahkan hingga bahan kimia Zyklon B- yang digunakan di kamp konsentrasi mereka untuk membunuh jutaan orang. Salah satu rekan bisnis terselubung dari I.G. Farben adalah Standard Oil Company milik J.D. Rockefeller di Amerika. Bahkan sebenarnya armada udara Jerman tidak akan bisa beroperasi, tanpa bahan adiktif khusus yang disuplai oleh perusahaan Standard Oil milik Rockefeller. Peristiwa drastis pemboman kota London oleh pihak Jerman misalnya, hanya dimungkinkan setelah terjadi transaksi penjualan bahan bakar sebesar 20 juta dolar kepada pihak I.G. Farben oleh perusahaan Standard Oil milik Rockfeller. Ini hanyalah sebuah contoh kecil mengenai bagaimana bisnis Amerika membiayai kedua belah pihak yang bertikai dalam Perang Dunia ke-2.
Sebuah organisasi busuk lain yang patut untuk disebutkan adalah Union Banking Corporation di New York. Organisasi ini tidak hanya membiayai banyak aspek sehingga Hitler kemudian berkuasa lengkap dengan berbagai peralatan perang yang ia gunakan, melainkan juga merupakan tempat pencucian uang bagi NAZI, yang kemudian diketahui menyimpan jutaan dolar milik NAZI pada ruang penyimpanannya.
 Prescott Bush

Union Banking Corporation of New York akhirnya disita, karena melakukan pelanggaran hukum, yaitu berdagang dengan pihak musuh. Dan coba tebak siapa Direktur dan Wakil Presiden dari Union Bank saat itu. Prescott Bush, kakek dari George W Bush. Ingat hal itu untuk menimbang pandangan moral dan politik dari keluarga Bush. Dan salah satu tujuan politik Bush adalah menggunakan tragedi 11 September yang digunakan untuk mencapai tujuannya. (dari berbagai sumber) 

Union Banking Corporation
_____________________________________
3.  Harry S. Truman: Ancaman komunisme, Pelanggaran UN Charter-Perang Korea 1950-1953
“Pada hari Minggu, tanggal 25 Juni, pasukan Komunis menyerang Republik Korea. Serangan ini telah menjelaskan semua keraguan, bahwa gerakan Komunis Internasional telah melakukan invasi bersenjata untuk menaklukkan negara-negara yang independen. Tindakan agresi seperti ini menciptakan bahaya yang sangat nyata terhadap keamanan semua bangsa merdeka. Serangan terhadap Korea adalah pelanggaran atas perdamaian dan pelanggaran atas Piagam PBB. Dengan tindakan mereka di Korea, pemimpin Komunis telah menunjukkan kebencian mereka atas prinsip-prinsip moral yang menjadi landasan didirikannya PBB. Ini adalah tantangan langsung terhadap upaya negara-negara merdeka dalam membangun dunia yang bebas dan damai. Tantangan ini telah disajikan dengan jitu dan kita harus menghadapinya dengan jitu pula. “(19 Juni 1950).

Catatan: Sebulan kemudian, Truman berhasil membujuk Kongras AS untuk menambah anggaran perang demi ‘mencegah tersebarnya komunisme di dunia’. AS melibatkan diri dalam Perang Korea dengan cara mengirim pasukan untuk membantu Korea Selatan, melawan Korea Utara yang didukung Uni Soviet. IF Stone  dalam bukunya ‘Hidden Story of the Korean War’ antara lain menyebut bahwa Korsel memang sengaja memancing serangan Korut. Ketika AS terjun ke dalam perang, siapa yang mengambil keuntungan? Tentu saja, para makelar perang (the industrial military complex).

4.  Lyndon B. Johnson: Insiden Teluk Tonkin, “Domino Effect”-Perang Vietnam, 1964-1974; “Perang Melawan Kemiskinan”
“Tadi malam saya mengumumkan kepada rakyat Amerika bahwa rezim Vietnam Utara telah melakukan serangan lanjutan yang disengaja terhadap kapal angkatan laut AS yang beroperasi di perairan internasional. Karena itu, kita melancarkan serangan udara yang berhasil menimbulkan kerusakan besar terhadap kapal dan fasilitas [Vietnam Utara]. Dua pesawat AS hilang dalam operasi ini. Setelah berkonsultasi dengan para pemimpin Kongres, saya juga mengumumkan keputusan untuk meminta Kongres agar mendukung upaya AS dalam melindungi kebebasan dan perdamaian di Asia tenggara. Aksi rezim Vietnam Utara ini telah memberikan perubahan besar bagi situasi Asia Tenggara yang sudah sangat serius.” (5 Agustus 1964)
Catatan: Tanggal 4 Agustus 1964, kapal USS Maddox dan USS Turner Joy melaksanakan patroli bersama di sepanjang Teluk Tonkin yang berjarak sekitar 18 km dan pantai Vietnam Utara. Tiba-tiba ada serangan dari kapal-kapal torpedo Vietnam Utara. [menurut versi Vietnam Utara, saat itu kapal AS melakukan misi intelijen dan memang sengaja memancing serangan]. Presiden Johnson memerintah Angkatan Udara dan Laut AS untuk melancarkan serangan udara terhadap pangkalan kapal-kapal torpedo Vietnam Utara. Selanjutnya, AS mengirim pasukannya ke Vietnam. Lagi-lagi, yang diuntungkan secara finansial tentu saja para makelar perang  (the industrial military complex)

5.      Richard M. Nixon: “Vietnamisasi”; Pemboman Kamboja, 1969-1973, “Perang Melawan Kejahatan”
“Malam ini, Amerika dan Vietnam Selatan akan menyerang markas operasi militer komunis seluruh di Vietnam Selatan … Ini bukan invasi ke Kamboja … Kami mengambil tindakan ini bukan untuk tujuan memperluas perang ke Kamboja, tapi untuk tujuan mengakhiri perang di Vietnam dan memenangkan perdamaian dengan adil. Kami akan terus melakukan segala upaya untuk mengakhiri perang ini melalui negosiasi di meja konferensi daripada melalui pertempuran di medan perang …. Pengumuman saya ini sekaligus memberitahukan kepada pemimpin Vietnam Utara bahwa kami mau bersabar untuk mengupayakan perdamaian di meja rapat, tapi kami tidak akan dipermalukan. Kami tidak akan kalah.” (30 April 1970)

Catatan: Konflik Vietnam merembet ke Kamboja. Nixon menyatakan bahwa Vietnam Utara telah memperluas agresinya ke berbagai wilayah, termasuk Kamboja. Di Kamboja, tentara Partai Komunis Kamboja bersekutu dengan Republik Demokratik Vietnam (=Vietnam Utara) dan Front Pembebasan Vietnam Selatan, melawan pemerintah Kamboja yang didukung oleh Amerika Serikat dan Republik Vietnam (=Vietnam Selatan). Nixon kemudian memerintahkan tentara AS untuk melakukan pengeboman besar-besaran di Kamboja dengan alasan mencegah berkuasanya pasukan komunis.

6.      Ronald Reagan: Kirim Marinir ke Beirut 1983, Invasi Grenada 1983, Pengeboman Libya 1986, Perang Dingin 1981-1989, Iran-Contra 1985
Secara keseluruhan, Reagan mengatakan ‘Saya tidak ingat’ 88 kali dalam delapan jam kesaksian atas kasus Iran-Contra pada 16-17 Februari 1990, “ tulis New York Times.
“Aku ingat diberitahu bahwa ada agen atau pemerintahan dalam level tertentu, yang tidak dilarang oleh Amandemen Boland, dan saya ingat itu. Dan saya mengatakan bahwa kita harus tetap dalam koridor hukum dan sebagainya. Dan saya tidak pernah menantang atau mempertanyakan apa yang diberitahukan kepada saya… “ [Intinya, Reagan menyatakan tidak tahu menahu tentang Iran-Contra]
Catatan: Pada 1982, sebanyak 96 warga negara asing, sebagian besarnya warga AS dan Eropa Barat, diculik oleh kelompok tak dikenal. AS meyakini pelakunya adalah Hizbullah (meski Hizbullah tidak pernah resmi mengakui hal ini). Karena Hizbullah adalah sekutu Iran, AS pun terpaksa mendekati Iran untuk meminta tolong. Iran yang saat itu tengah diagresi Irak dan sangat membutuhkan senjata untuk mengusir Irak, segera memanfaatkan peluang itu. Iran bersedia membantu pembebasan sandera dengan imbalan pemberian senjata. Amerika kemudian mengirim senjata untuk Iran via pihak ketiga (gerilyawan Contra). Namun Iran mempermainkan Amerika seperti boneka. Meski ribuan rudal dan senjata telah digelontorkan, Iran mengulur-ulur pembebasan sandera. Iran bahkan membocorkan kesepakatan rahasia itu ke publik setelah tujuannya mendapatkan senjata tercapai. Akibatnya skandal terbongkar pada tahun 1986. Pemerintah Amerika mendapatkan aib, sementara Iran berhasil mengusir Irak (yang sejak awal perang didukung AS) pada tahun 1988. (Selengkapnya baca di sini)
______________________

BENARKAH IRAN DAN ISRAEL MAIN MATA?

Oleh: Husein Sarallah.

Belakangan ini kita sering mendengar beberapa pengamat Timur Tengah yang tampil di layar kaca TVOne mengutarakan bahwa Iran dan Israel itu sebenarnya main mata. Tujuan pernyataan ini sebenarnya ingin menunjukkan adanya konspirasi di balik retorika Iran dalam memusuhi Israel dan membantu rakyat Palestina. Mereka ingin membangun argumen bahwa Iran itu cuma berpura-pura dalam dukungannya pada Palestina dan perlawanannya terhadap Israel.

Mereka biasanya membawa dalil bahwa Iran tidak pernah menghantam Israel dengan roket atau rudal balistiknya. Demikian pula sekutu Iran dari kalangan Arab seperti Suriah juga tidak menghajar Israel. Bukti lain yang biasanya diajukan ialah pertemuan sejumlah pemimpin Iran dengan rabbi-rabbi Yahudi dari kelompok Naturei Karta (yang sebenarnya justru merupakan kelompok Yahudi anti Zionis Israel).

Para pengamat ini sebenarnya mengikuti garis argumen (palsu) yang kini umum beredar di media Arab pro Zionis seperti Aljazeera dan Alarabiya. Bagi mereka yang bisa berbahasa Arab pasti akan mudah menemukan omongan-omongan serupa di kolom komentar di situs-situs media Arab pro Zionis tersebut.

Namun, benarkah demikian? Benarkah Iran main mata dalam perlawanannya terhadap AS dan Zionis Israel? Benarkah Iran hanya tipu-tipu dalam mendukung Palestina? Marilah kita tinggalkan manipulasi dan pemutarbalikan fakta ala para pengamat dan media Arab pro Zionis di atas dan kembali ke realitas yang ada.

Sebelum Revolusi Islam tahun 1979, di saat AS masih mengangkangi Teluk Persia seutuhnya, Shah Reza Pahlewi yang ketika itu berkuasa memiliki hubungan mesra dengan Israel. Pada saat itu pula, segenap rezim Arab tunduk di bawah ketiak Shah dan membayar upeti untuk setiap tanker minyak yang melewati Teluk Persia. Dan pada saat itu sebenarnya Shah sudah mengaku dirinya sebagai penganut Syiah, sementara raja-raja Arab tidak pernah merasa menjadi pengayom Sunni dalam melawan Shah yang sangat benci terhadap Arab itu. Di zaman ketundukan Iran pada AS itu, segalanya seperti berjalan normal tanpa ketegangan sektarian seperti yang tergambar saat ini. Kedekatan dengan AS ketika itu tampaknya adalah kunci dari kedigdayaan Iran di mata rezim-rezim Wahabi Arab.

Namun, segalanya seperti berubah ketika Revolusi Islam Iran meletus pada 1979. Tiba-tiba saja Irak berkoar soal nasionalisme Arab dalam melawan Persia, dan raja-raja Arab penghasil petrodolar itu bersekongkol ingin menghabisi Iran. Alasan mereka banyak. Di antaranya, Iran ingin mengekspor revolusi, Iran akan mensyiahkan Timur Tengah dan dunia Islam, dan alasan terakhir yang paling absurd ialah karena Iran bermain mata dengan Israel untuk melemahkan Islam dan Arab.

Alasan terakhir ini kini seperti mendapatkan pembenaran lantaran apa yang terjadi di Suriah. Apalagi kini juga tak henti-hentinya para ulama bayaran yang hidup dalam ketiak raja-raja korup terus mengumandangkan ujaran-ujaran kebencian terhadap Iran dan komunitas Syiah di Timur Tengah.

Tapi, lagi-lagi, benarkah demikian? Tentu jawabannya bagi sebagian besar yang mengerti seluk-beluk Timur Tengah sudah jelas. Tak perlu analisis dan argumentasi sepanjang ini. Namun, belakangan, pengulangan argumen ini di sejumlah media nasional dapat menyebabkan khalayak yang kurang wawasan menerima bualan itu sebagai kenyataan. Di bawah ini saya coba berikan beberapa penjelasan.

Pertama, sejak Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini telah menjadikan pembelaan terhadap Palestina dan perlawanan terhadap AS-Israel sebagai prinsip ideologisnya. Dua gerakan perlawanan rakyat Palestina, seperti Hamas dan Jihad Islam, mendapat dukungan logistik dari Iran di tengah boikot total dari seluruh rezim Arab. Dan untuk dukungannya ini, Iran harus membayar mahal.

Selain itu, Suriah sebagai satu-satunya negara Arab yang berbatasan langsung dengan Israel dan hingga kini belum meneken perjanjian damai dengan Israel juga mendapat dukungan penuh dari Iran. Dasar hubungan strategis Iran-Suriah ialah perlawanan terhadap Israel. Demikian pula hubungan trio Iran-Suriah-Hizbullah pun berlaku dalam kerangka melawan Israel dan hegemoni AS di Timur Tengah. Dan karena hubungan ini pula maka ketiganya terus digencet oleh seluruh kekuatan pro Zionis Israel dan AS, baik rezim-rezim Arab, Turki maupun kelompok-kelompok ekstremis Islam model Al-Qaedah.

Jadi, apa maksud sebenarnya dari pernyataan komentator-komentator di atas? Banyak, tapi sedikitnya ada lima motif di balik pemutarbalikan fakta ini. Masing-masing fakta ini sebenarnya saling memperkuat. Pertama, pemutarbalikan fakti ini dihembuskan untuk mengaburkan kenyataan yang terang-benderang tentang ketundukan negara-negara Arab terhadap hegemoni dan kebijakan AS-Israel di Timur Tengah. Negara-negara yang mengangkat dirinya sendiri sebagai pengayom mayoritas Muslim itu ingin menyatakan bahwa permusuhannya pada Iran dikarenakan Iran sebenarnya bermain mata dengan AS juga. Padahal, bukti-bukti kerjasama yang coba diungkap dari balik layar tersebut tidak pernah bisa dibandingkan dengan kenyataan terang-benderang hubungan mesra negara-negara Arab dan Turki dengan AS-Israel. Di sini misalnya kita bisa menyebutkan bahwa Turki adalah negara Muslim pertama yang mengakui eksistensi negara Israel.

Kedua, tujuan dimunculkannya rumor ini ialah menutup-nutupi kolaborasi negara-negara Arab plus Turki dengan rezim Zionis dalam menindas rakyat Palestina dan mengabaikan hak-hak asasi mereka dengan cara merontokkan eksistensi negara Suriah sebagai tulang-punggung poros perlawanan terhadap AS-Israel di kawasan Timur Tengah. Hancurnya Suriah bakal berujung dengan penghancuran paru-paru dukungan logistik Iran terhadap kelompok-kelompok perlawanan seperti Hamas dan Jihad Islam.

Ketiga, mencuatkan permusuhan di antara umat Islam untuk mengalihkan perhatian mereka dari musuh yang sebenarnya, yakni Israel dan AS. Menumbuhkan pertentangan dan permusuhan antara Iran dan mayoritas Muslim dunia merupakan tujuan puncak AS-Zionis bekalangan ini agar umat yang sudah tertindas ini makin tercabik-cabik dan saling menghabisi.

Keempat, memberi legitimasi ketundukan rezim Arab dan Turki dengan cara memunculkan isu adanya konflik sektarian di antara umat. Tentu saja ini sebuah kekeliruan besar, lantaran pada dasarnya semua konflik di Timur Tengah bersifat politik. Karena, dalam kenyataannya, ada orang Sunni yang pro Zionis sebagaimana Syiah yang pro Zionis demikian pula sebaliknya. Sebagai contoh, Okab Saqr, anggota Parlemen Lebanon yang bermazhab Syiah, kini menjadi pendukung utama kelompok-kelompok pemberontak Suriah yang konon berjuang melawan rezim Suriah yang bermazhab Syiah. Ayyad Alawi yang merupakan ketua fraksi oposisi di Parlemen Irak juga politisi bermazhab Syiah yang sangat memusuhi Iran dan berkawan dekat dengan AS dan rezim-rezim Arab lain.

Kelima, mencampuradukkan antara gerakan-gerakan Islam yang benar-benar anti AS dan Israel dengan gerakan-gerakan Islam palsu bentukan AS yang tidak pernah melawan AS, seperti Fath Al-Islam dan Jund Sham.

Kesimpulannya, pemutarbalikan fakta soal siapa kawan dan siapa lawan dalam politik biasanya bertujuan untuk menyembunyikan kawan dan menyelamatkan lawan. Siapa saja yang berupaya memutarbalikkan fakta tentang Iran tidak bisa dianggap sebagai bersikap polos, melainkan memiliki agenda politik untuk mengacaukan peta pertarungan yang sebenarnya.


Apa pendapat Anda tentang tokoh Teuku Umar? Dalam Perang Aceh yang berlangsung akhir abad 19 hingga awal abad 20 ketika para pejuang Aceh tengah mengalami tekanan berat, Teuku Umar membelot ke kubu penjajah Belanda. Namun kemudian ia kembali berjuang mengusir Belanda dengan senjata yang diberikan Belanda kepadanya sebagai hadiah pembelotannya.

Jika Anda bersikukuh Teuku Umar sebagai pengkhianat, jangan teruskan membaca tulisan ini karena Anda tidak memiliki kecerdasan minimal untuk melihat sesuatu dari berbagai perspektif untuk bisa mengambil kesimpulan dengan bijaksana. Anda tidak berbeda dengan para "mujahid palsu" yang telah banyak menimbulkan kerusakan dengan serangan-serangan teroris sebagaimana banyak terjadi di Syria atau Irak. Namun jika Anda menganggap Teuku Umar sebagai pejuang yang cerdas, silakan teruskan membaca tulisan ini.

Tanpa lelah para pembenci Shiah dan Iran terus berteriak-teriak tentang "konspirasi Iran dengan Israel". Menuduh permusuhan antara Iran dengan Israel sebagai permainan politik keduanya untuk mengelabuhi dan pada akhirnya menghancurkan umat Islam di seluruh dunia. Mereka mengajukan beberapa alasan yang sekilas tampak "masuk akal", namun seperti saya katakan di awal, hanya kebenaran palsu karena tidak dilihat dari berbagai perspektif.

Di antara klaim-klaim itu di antaranya adalah: (1) senjata-senjata Amerika yang berada di Irak justru banyak yang jatuh ke tangan Iran, (2) senjata-senjata Israel juga banyak yang jatuh ke tangan Iran, dan (3) skandal Iran-Contra.

Saya akan coba jelaskan semua tuduhan tersebut agar pembaca bisa melihatnya masalah itu dengan lebih bijak. Pertama tentang senjata-senjata Amerika di Irak yang jatuh ke tangan Iran. Tujuan utama Amerika menyerang Irak adalah menghancurkan salah satu ancaman potensial yang dihadapi Israel, yaitu regim Saddam Hussein. Setelah Saddam dijungkalkan, Amerika sebenarnya ingin mendapatkan pijakan kokoh berupa pangkalan militer di Irak sebagaimana selama ini mereka dapatkan di Arab Saudi, Turki dan negara-negara Arab lain. Namun pemerintahan yang berdiri di Irak (Nuri al Maliki) ternyata tidak menyetujui keinginan Amerika dan justru merapat ke Iran-Rusia. Sangat beralasan karena sebagai agresor yang banyak membantai rakyat Irak, Amerika sangat dibenci oleh sebagian besar rakyat Irak.

Sebagai negara tetangga yang sama-sama penduduknya mayoritas beragama Shiah, tentu Iran tentu saja memiliki pengaruh kuat di Irak. Bahkan selama perang Irak berlangsung, tidak bisa dibantah Iran telah banyak berperan menyuplai persenjataan dan personil militer kepada para pejuang Irak. Iran menjadikan Irak sebagai medan "perang asimetri" alias perang tidak langsung melawan Amerika-Israel sebagaimana di Lebanon atau Syria saat ini. Dan pengaruh Iran di Irak semakin kuat setelah Saddam Hussein tumbang. Bisa dikatakan "petualangan" Amerika di Irak adalah kegagalan yang sangat telak. Bermaksud memperkuat pengaruh, Amerika justru kehilangan pengaruh dan Iranlah yang justru semakin berpengaruh di Irak.

Selama proses politik dan sosial itu berlangsung tentu saja banyak terjadi perlintasan manusia, perbekalan, dan senjata lintas perbatasan Iran-Irak. Selain senjata Iran yang masuk ke Irak, juga senjata-senjata Irak yang masuk ke Iran. Sebagian besar senjata dari Irak itu tentu saja adalah senjata buatan Amerika. Jadi dalam hal ini tentu saja Amerika tidak pernah memberikan senjatanya ke Iran.

Yang kedua tentang senjata-senjata Israel yang masuk ke Iran melalui negara ketiga. Bagi yang mengerti watak orang-orang Israel tentu faham bahwa para pejabat Israel adalah orang-orang opportunis yang memanfaatkan "kebijakan" negara untuk kepentingan pribadi. Salah satu bisnis favorit para pejabat Israel adalah perdagangan senjata. Limpahan senjata kiriman Amerika (Israel sendiri selalu menganggap senjata buatannya lebih baik dari senjata Amerika) justru dijual ke padagang gelap senjata yang kebanyakan juga orang-orang yahudi, termasuk rudal-rudal Patriot yang dimaksudkan untuk melindungi Israel dari serangan rudal Iran dan Syria. Para pejabat Israel itu tentu saja tidak pernah peduli jika senjata-senjata itu kemudian jatuh ke tangan musuh-musuh mereka atau musuh sekutu dekatnya, Amerika. Di sisi lain, Iran yang tengah menghadapi ancaman perang, sangat haus dengan kebutuhan senjata canggih, tidak saja untuk digunakan berperang mempertahankan negara, juga demi mendapatkan teknologinya untuk dibuat tiruannya. Demi kepentingan yang lebih besar, Iran tentu juga tidak mau bertindak bodoh dengan membatasi asal senjata-senjata itu. Di sinilah hukum ekonomi terjadi saat penawaran Israel bertemu dengan permintaan Iran, di pasar gelap tentu saja dan melalui pihak ketiga.

Tidak ada yang salah dengan Iran. Iran hanya memanfaatkan ketamakan para pejabat Israel sebagaimana Teuku Umar memanfaatkan keluguan para pejabat Belanda di Aceh hingga menyangkanya telah benar-benar membelot dan kemudian menghadiahinya dengan uang dan senjata.

Selanjutnya tentang skandal Iran-Contra yang terjadi pada saat Amerika dipimpin oleh Presiden Reagan. Jika kita lihat dalam perspektif luas, skandal ini sebenarnya adalah bagian dari perang asimetris Iran melawan Amerika-Israel yang brutal dan berdarah-darah di Lebanon pada dekade 1980-an. (Iran tidak menganggapnya sebagai skandal, melainkan kemenangan besar. Amerika lah yang menganggapnya sebagai skandal karena dengan telak telah dikelabuhi Iran).

Pada tahun 1982 Israel menyerbu Lebanon demi mengusir para pejuang Palestina sekaligus menancapkan kekuasaannya atas negara tetangga itu. Tujuan pertama berhasil diraih Israel setelah para pejuang PLO berhasil diusir ke luar Lebanon, dan tujuan kedua telah nyaris didapatkan setelah Israel dan Lebanon yang dipimpin Presiden Gemayel menandatangani perjanjian damai yang secara de facto dan de jure melegalisir pendudukan Israel atas Lebanon. Selanjutnya untuk mengukuhkan kemenangan Israel itu Amerika dan Perancis mengirimkan tentara pendudukan yang disamarkan sebagai tentara perdamaian.

Para pejuang dan nasionalis Lebanon pun berontak. Dengan dibantu Syria dan Iran mereka membom Gemayel dan pangkalan militer Amerika dan Perancis. Akibatnya perjanjian damai Israel-Lebanon dibatalkan Lebanon dan tentara Amerika dan Perancis pun hengkang. Tidak hanya itu, serangan-serangan gerilya pejuang Lebanon (terutama Hizbollah) berhasil mengusir tentara pendudukan Israel dari seluruh Lebanon (terakhir Israel meninggalkan Lebanon Selatan tahun 2000).

Selama perang di Lebanon itu Iran telah memberikan pengorbanan sangat besar. Meski negeri sendiri tengah dilanda perang hebat akibat invasi Irak, Iran tetap mengirimkan senjata dan personil militernya untuk membantu pejuang Lebanon. Bahkan bisa dikatakan, faktor Iran-lah yang telah menjadi kredit terpenting kemenangan pejuang Lebanon atas plot Israel-Amerika-Perancis.

Salah satu bagian dari Perang Lebanon adalah aksi-aksi penculikan yang dilakukan para pejuang pro-Iran  terhadap warga Amerika di Lebanon yang dianggap sebagai agen rahasia ataupun kolaborator Amerika. Di bawah tekanan politik untuk membabaskan para tawanan, Amerika terpaksa mendekati Iran untuk meminta tolong. Iran yang sangat membutuhkan senjata untuk mengusir Irak tentu saja memanfaatkan peluang itu dengan menetapkan syarat pemberian senjata sebagai imbalan pembebasan sandera.

Kesepakatan terjadi, Amerika pun menggelontorkan senjata untuk Iran via pihak ketiga (gerilyawan Contra). Namun Iran mempermainkan Amerika seperti boneka. Meski ribuan rudal dan senjata telah digelontorkan, Iran mengulur-ulur pembebasan sandera. Iran bahkan membocorkan kesepakatan rahasia itu ke publik setelah tujuannya mendapatkan senjata tercapai. Akibatnya skandal terbongkar, pemerintah Amerika mendapatkan aib, namun Iran berhasil mendapat senjata yang akhirnya berhasil digunakan untuk mengusir Irak tahun 1988.

Sebagimana Iran mengalahkan Amerika di Irak, Iran juga berhasil mengalahkan Amerika di Lebanon. Dan kini perang asimetri Amerika-Israel melawan Iran kembali berlangsung di Syria. Apakah Iran kembali bakal muncul sebagai pemenang? Kita tunggu saja. Namun saya tetap percaya Iran bakal kembali memenangkan perang sebagaimana saya percaya dengan hadits Rosulullah yang mengatakan:

"Jika kebenaran digantungkan di gugusan bintang, maka sekelompok orang dari bangsa Parsi akan meraihnya." (HR Bukhori tentang keutamaan bangsa Parsi). 

____________________________________


Bersambung .....
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: