Pesan Rahbar

Home » » Dalam Al Kafi Al Kulaini Terdapat Banyak Hadis Yang Dhaif? Simak Penjelasan Ini!

Dalam Al Kafi Al Kulaini Terdapat Banyak Hadis Yang Dhaif? Simak Penjelasan Ini!

Written By Unknown on Sunday, 21 December 2014 | 19:52:00

Najasyi, seorang ulama ahli rijal Syiah mengatakan, “Di masanya ia adalah Syaikh dan pembesar Syiah di kota Rei, dan dikenal sebagai ulama yang paling diandalkan dalam bidang hadis dengan kuatnya hafalannya dan paling teliti dalam mencatat. Karyanya yang paling utama adalah al-Kāfi yang disusunnya dalam jangka waktu 20 tahun.”


Tidak ada masalah terhadap mazhab Syiah sebetulnya. Selama kita bisa memahami kurikulum Syiah dari orang-orang yang memang terbaik dari kalangan Syiah. Sebab di Syiah sendiri ada takfirinya, sebagaimana di Sunni juga ada takfirinya.

Perlakukan beberapa gelintir orang tidak bisa mewakili semuanya, bahkan pendapat ulama itu sendiri tidak serta mewakili semuanya. Bedanya di Iran atau di mazhab Syiah itu lembaga ulama lebih terstruktur sehingga dikenal ada istilah ulama marja dan sebagainya, beda dengan di Sunni yang lebih banyak corak pada pola berpikirnya.

Sunni dan Syiah hakekatnya sama-sama umat Nabi Muhammad Saw, namun karena factor historis dan percaturan politik, akhirnya terdapat sejumlah perbedaan. Namun perbedaan itu bukan dalam masalah teologi dan ibadah. Sebab rujukan kedua mazhab ini tetap sama, yaitu al-Qur’an dan as Sunnah. Percaturan politik di era-era awal Islam memang sempat terjadi kemelut, sehingga kemudian terbentuk firkah yang menamakan diri mereka Syiah Ali yang kemudian sekarang cukup disebut dengan Syiah saja.

Banyaknya kaum muslimin yang belum mengenal dan mengerti mazhab Syiah, terutama tentang pemikiran ulama-ulamanya itu disebabkan karena kurangnya interaksi mereka dengan buku-buku dan pemikiran-pemikiran Syiah. Karenanya alangkah baiknya, saran saya, lembaga-lembaga keagamaan Syiah mengirimkan buku-buku mereka ke organisasi-organisasi Sunni dan menyatakan, ini lho karya-karya kami, bahkan kalau perlu membuat perpustakaan-perpustakaan yang berisi kitab-kitab Syiah yang mudah diakses masyarakat Sunni. Sehingga antara kedua mazhab ini bisa saling berinteraksi, tukar wawasan dan saling bersinergi, sehingga kemungkinan bersitegang itu bisa diminimalisir.


Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq al-Kulaini al-Razi

Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq al-Kulaini al-Razi (Bahasa Arab: ابوجعفر محمّد بن یعقوب بن اسحاق الکلینی الرازی) lebih dikenal dengan al-Kulaini al-Razi (w. 328 H) adalah penulis kitab hadis paling masyhur al-Kāfi dan termasuk sebagai ahli hadis paling kesohor di kalangan Syiah. Menurut pendapat sebagian ahli sejarah, ia hidup di antara kepemimpinan Imam Kesebelas Syiah Imam Hasan Askari As dan Imam Zaman Imam Mahdi Afs. Ia adalah salah seorang ahli hadis yang bertemu dengan para perawi hadis yang mendengar langsung tanpa perantara hadis dari Imam Hasan Askari As atau Imam Hadi As.

Al-Kulaini tumbuh di tengah-tengah keluarga yang sangat besar kecintaannya kepada ilmu dan Ahlulbait. Ayahnya, Ya’qub bin Ishaq menaruh perhatian besar terhadap pendidikan al-Kulaini termasuk mengajarkan langsung etika Islam kepadanya. Al-Kulaini mendapatkan bimbingan pendidikan agama dari sejumlah ulama besar diantaranya, Muhammad bin Yahya Asy’ari, Abdullah Ja’far al-Himyari, Ali bin Husain ibn Babawaih al-Qumi dan Muhammad bin Yahya ‘Aththar.

Kitab terpenting dari sejumlahnya karyanya adalah Al-Kāfi yang kemudian menjadi sumber rujukan paling muktabar di kalangan Syiah dan menjadi salah satu kitab termasyhur dari Kutub Arba’ah Syiah. Al-Kulaini dalam penukilan hadisnya memiliki ketelitian dan kehatian-hatian dalam menyeleksi ketsiqahan para perawi dan sebisa mungkin menuliskan sanad periwayatannya. Ibn Qulawaih, Muhammad bin Ali Jiluyeh al-Qumi, Ahmad bin Muhammad Zurari adalah di antara muridnya yang terkenal.


Waktu dan Tempat Kelahiran

Meskipun tidak ada data yang valid mengenai waktu dan tempat kelahiran al-Kulaini, namun ahli sejarah menyepakati al-Kulaini lahir disebuah perkampungan bernama Kulain di kawasan Rei. Sementara mengenai waktu kelahirannya sebagian berpendapat ia lahir tidak lama sebelum atau setelah kelahiran Imam Mahdi Afs yaitu sekitar tahun 255 H dimasa terjadinya kegaiban sughra. Namun Syaikh Bahrul ‘Ulum berpendapat kemungkinan al-Kulaini lahir di masa-masa akhir kehidupan Imam Hasan Askari As. [1]

Ayatullah Khui meyakini, al-Kulaini lahir setelah kesyahidan Imam Askari As dan hidup dimasa Imam Mahdi Afs. [2]


Nama dan Lakab-lakabnya

Kitab-kitab Rijal dan setiap kitab Syarah dari karya-karyanya menyertakan catatan mengenai riwayat hidup al-Kulaini. Mereka menyebut al-Kulaini dengan sebutan bermacam-macam diantaranya Abu Ja’far, Muhammad bin Ya’qub, Ibnu Ishaq, Tsiqah al-Islam, al-Razi, Silsilah ataupun Baghdadi. [3] Ia adalah ulama Islam yang pertama mendapat gelar Tsiqah al-Islam dan menjadi gelar yang khusus diperuntukkan untuknya karena ketakwaannya, ilmu dan perannya yang besar dalam menyelesaikan banyak persoalan keagamaan termasuk fatwa-fatwa dan pendapatnya yang sampai sekarang sering dijadikan rujukan. [4]Ia juga mendapat lakab Silsilah karena ketika bermukim di Baghdad, ia tinggal di Darb al-Silsilah. [5]


Keluarga al-Kulaini

Banyak dari anggota keluarga al-Kulaini yang termasuk sebagai ulama besar. Ayahnya Ya’qub bin Ishaq adalah ulama kharismatik di masanya dan hidup di masa kegaiban sughra. [6]Abu al-Hasan Ali bin Muhammad yang lebih dikenal dengan ‘Alan Razi adalah ipar a-Kulaini. Muhammad bin Aqil Kulaini, Ahmad bin Muhammad dan Muhammad bin Ahmad adalah ulama besar lainnya dari anggota keluarga besar al-Kulaini. [7]


Masa Pendidikan dan Hijrah ke Qom

Al-Kulaini memulai pendidikannya di kota Rei, yang saat itu menjadi pusat pengkajian beberapa aliran Islam, diantaranya Ismaili, Hanifah, Syafi’i dan Syiah Imamiyah. Dengan adanya interaksi dan dialektika keilmuan dengan sejumlah mazhab yang berbeda menjadikan al-Kulaini kaya dengan ilmu dan khazanah keislaman. Iapun menekadkan diri untuk fokus pada aktivitas menulis dan mempelajari hadis. Di bawah bimbingan gurunya, Abu al-Hasan Muhammad bin Asadi al-Kufi, al-Kulaini mendalami ilmu hadis di kota Rei. [8] Untuk melengkapi pembedaharaan hadisnya, al-Kulaini mengunjungi dan bertemu langsung dengan ahli hadis yang mendapat hadis langsung dari lisan Imam Askari As dan Imam Hadi As. Sehingga sanad dari hadis yang ditulisnya tidak melalui rantai periwayatan yang panjang.


Kepribadian dan Keilmuan

Sebagaimana yang tertulis dari sejumlah kitab terjemahan maupun tarikh, baik yang mendukung maupun berseberangan pendapat dengannya menyebutkan al-Kulaini adalah seorang alim yang memiliki banyak fadhilah dan posisinya yang disegani dalam bidang hadis.[9]


Al-Kulaini dalam Ucapan Ulama-ulama Besar Syiah

Syaikh Thusi dalam kitab Rijal yang ditulisnya menulis, “Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini al-Makanni menurut Abu Ja’far A’war, seorang ulama besar dan alim, menyebutkan bahwa ia adalah seorang alim yang memiliki kredibilitas dibidangnya sebagaimana dibuktikan dengan kitab al-Kāfi yang ditulisnya [10] Ia juga oleh ulama-ulama yang lain diakui sebagai seorang yang tsiqah dan alim.” [11]

Najasyi, seorang ulama ahli rijal Syiah mengatakan, “Di masanya ia adalah Syaikh dan pembesar Syiah di kota Rei, dan dikenal sebagai ulama yang paling diandalkan dalam bidang hadis dengan kuatnya hafalannya dan paling teliti dalam mencatat. Karyanya yang paling utama adalah al-Kāfi yang disusunnya dalam jangka waktu 20 tahun.” [12]

Ulama Syiah lainnya seperti Ibnu Syahr Asyub, [13] Allamah Hilli, Ibnu Dawud Hilli, Tafrasyi, Ardibili, dan Sayyid Abu al-Qasim Khui, menegaskan dan memberikan akan kesaksian akan kebenaran apa yang telah dinyatakan Syaikh Thusi dan Najasyi mengenai al-Kulaini.


Kedudukan Al-Kafi

Sejak permulaan abad ke-3 H muncul kecenderungan melakukan pembagian bab-bab hadis dan menyusun kitab-kitab ensiklopedia hadis (jami’ ahadis), sehingga banyak kitab yang ditulis dalam kaitan ini. Sayangnya, sementara penyebaran dan pengajaran hadis berlangsung begitu semarak di berbagai hauzah, namun tidak ada sebuah kitab rujukan yang dapat menjawab berbagai kebutuhan dan tuntutan keilmuan. Berangkat dari kebutuhan pusat-pusat keilmuan dan beberapa masalah yang lain inilah, para ulama Syi’ah sejak awal abad ke-4 H mengambil langkah untuk menyusun kitab-kitab hadis yang lebih lengkap.[14]

Al-Kafi adalah kitab Syi’ah yang ditulis pada abad ke-4 H.[15] Hadis-hadis al-Kafi mencapai 16.199 hadis.[16] Al-Kulaini tidak seperti al-Bukhari yang menseleksi hadis yang ia tulis.[17] Di al-Kafi, Al Kulaini menuliskan riwayat apa saja yang dia dapatkan dari orang yang mengaku mengikuti para Imam Ahlul Bait as. Jadi al-Kulaini hanyalah sebagai pengumpul hadis-hadis dari Ahlul Bait as. Tidak ada sedikitpun pernyataan al-Kulaini bahwa semua hadis yang dia kumpulkan adalah otentik. Oleh karena Itulah ulama-ulama sesudah Beliau telah menseleksi hadis ini dan menentukan kedudukan setiap hadisnya.[18] Sejak akhir abad ke-7 H muncul kecenderungan baru di kalangan ulama Syi’ah dalam pemilahan hadis pada beberapa jenis hadis, seperti hadis shahih[19], hasan[20], muwatstsaq[21], dhaif[22] dan qawiy (kuat)[23].[24] Di antara ulama Syi’ah tersebut adalah Allamah Al–Hilli yang telah mengelompokkan hadis-hadis al-Kafi[25] menjadi beberapa jenis seperti yang telah disebutkan di atas.

Dari hadis-hadis al-Kafi, Sayyid Ali Al-Milani menyatakan bahwa terdapat 5.072 hadis shahih, 144 hadis hasan, 1.128 hadis muwatstsaq, 302 hadis qawiy dan 9.480 hadis dhaif.[26] Berbeda dengan Syahid Tsani, dengan melakukan penelitian atas sanad hadis-hadis di dalam kitab al-Kafi ini, beliau menyampaikan bahwa di dalam al-Kafi terdapat 5.073 hadis shahih, 114 hadis hasan, 1.118 hadis muwatstsaq, 302 hadis qawiy dan 9.485 hadis dhaif.[27]

Namun, dari kedua ulama Syi’ah di atas hadis-hadis yang dikelompokkan ke dalam beberapa jenis tersebut, ketika seluruhnya ditotal jumlahnya tidak sama persis mencapai 16.199 hadis. Dari Sayyid Al-Milani sendiri untuk mencapai 16.199 hadis masih kurang 73 hadis, sedangkan dari Syahid Tsani masih kurang 107 hadis.


Kedudukan Shahih Bukhari Di Sisi Sunni dan Al Kafi Di Sisi Syiah

Mereka yang mengkritik Syiah telah membawakan riwayat-riwayat yang ada dalam kitab rujukan Syiah yaitu Al Kafi dalam karya-karya mereka seraya mereka berkata Kitab Al Kafi di sisi Syiah sama seperti Shahih Bukhari di sisi Sunni. Tujuan mereka berkata seperti itu adalah sederhana yaitu untuk mengelabui mereka yang awam yang tidak tahu-menahu tentang Al Kafi. Atau jika memang mereka tidak bertujuan seperti itu berarti Mereka lah yang terkelabui.

Dengan kata-kata seperti itu maka orang-orang yang membaca karya mereka akan percaya bahwa riwayat apa saja dalam Al Kafi adalah shahih atau benar sama seperti hadis dalam Shahih Bukhari yang semuanya didakwa shahih. Mereka yang mengkritik Syiah atau lebih tepatnya menghakimi Syiah itu adalah Dr Abdul Mun’im Al Nimr dalam karyanya(terjemahan Ali Mustafa Yaqub) Syiah, Imam Mahdi dan Duruz Sejarah dan Fakta, Ihsan Illahi Zahir dalam karyanya Baina Al Sunnah Wal Syiah, Mamduh Farhan Al Buhairi dalam karyanya Gen Syiah dan lain-lain.

Tidak diragukan lagi bahwa karya-karya mereka memuat riwayat-riwayat dalam kitab rujukan Syiah sendiri seperti Al Kafi tanpa penjelasan pada para pembacanya apakah riwayat tersebut shahih atau tidak di sisi Ulama Syiah. Karya-karya mereka ini jelas menjadi rujukan oleh orang-orang(termasuk oleh mereka yang menamakan dirinya salafi) untuk mengkafirkan atau menyatakan bahwa Syiah sesat.

Sungguh sangat disayangkan, karena kenyataan yang sebenarnya adalah Al Kafi di sisi Syiah tidak sama kedudukannya dengan Shahih Bukhari di sisi Sunni. Al Kafi memang menjadi rujukan oleh ulama Syiah tetapi tidak ada ulama Syiah yang dapat membuktikan bahwa semua riwayat Al Kafi shahih. Dalam mengambil hadis sebagai rujukan, ulama syiah akan menilai kedudukan hadisnya baru menetapkan fatwa. Hal ini jelas berbeda dengan Shahih Bukhari dimana Bukhari sendiri menyatakan bahwa semua hadisnya adalah shahih, dan sudah menjadi ijma ulama(sunni tentunya) bahwa kitab Shahih Bukhari adalah kitab yang paling shahih setelah Al Quran.


Kedudukan Shahih Bukhari

Shahih Bukhari adalah kitab hadis Sunni yang ditulis oleh Bukhari yang memuat 7275 hadis. Jumlah ini telah diseleksi sendiri oleh Bukhari dari 600.000 hadis yang diperolehnya dari 90.000 guru. Kitab ini ditulis dalam waktu 16 tahun yang terdiri dari 100 kitab dan 3450 bab. Hasil seleksi Bukhari dalam Shahih Bukhari ini telah Beliau nyatakan sendiri sebagai hadis yang shahih.

Bukhari berkata:
“Saya tidak memasukkan ke kitab Jami’ ini kecuali yang shahih dan saya telah meninggalkan hadis-hadis shahih lain karena takut panjang” (Tahdzib Al Kamal 24/442).

Bukhari hidup pada abad ke-3 H, karya Beliau Shahih Bukhari pada awalnya mendapat kritikan oleh Abu Ali Al Ghassani dan Ad Daruquthni, bahkan Ad Daruquthni menulis kitab khusus Al Istidrakat Wa Al Tatabbu’ yang mengkritik 200 hadis shahih yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Tetapi karya Ad Daruquthni ini telah dijawab oleh An Nawawi dan Ibnu Hajar dalam Hady Al Sari Fath Al Bari.

An Nawawi dan Ibnu Shalah yang hidup pada abad ke-7 adalah ulama yang pertama kali memproklamirkan bahwa Shahih Bukhari adalah kitab yang paling otentik sesudah Al Quran. Tidak ada satupun ulama ahli hadis saat itu yang membantah pernyataan ini. Bahkan 2 abad kemudian pernyataan ini justru dilegalisir oleh Ibnu Hajar Al Asqallani dalam kitabnya Hady Al Sari dan sekali lagi tidak ada yang membantah pernyataan ini. Oleh karenanya adalah wajar kalau dinyatakan bahwa ulama-ulama sunni telah sepakat bahwa semua hadis Bukhari adalah shahih. (lihat Imam Bukhari dan Metodologi Kritik Dalam Ilmu Hadis oleh Ali Mustafa Yaqub hal 41-45).


Kedudukan Al Kafi

Al Kafi adalah kitab hadis Syiah yang ditulis oleh Syaikh Abu Ja’far Al Kulaini pada abad ke 4 H. Kitab ini ditulis selama 20 tahun yang memuat 16.199 hadis. Al Kulaini tidak seperti Al Bukhari yang menseleksi hadis yang ia tulis. Di Al Kafi, Al Kulaini menuliskan riwayat apa saja yang dia dapatkan dari orang yang mengaku mengikuti para Imam Ahlul Bait as. Jadi Al Kulaini hanyalah sebagai pengumpul hadis-hadis dari Ahlul Bait as. Tidak ada sedikitpun pernyataan Al Kulaini bahwa semua hadis yang dia kumpulkan adalah otentik. Oleh karena Itulah ulama-ulama sesudah Beliau telah menseleksi hadis ini dan menentukan kedududkan setiap hadisnya.

Di antara ulama syiah tersebut adalah Allamah Al Hilli yang telah mengelompokkan hadis-hadis Al Kafi menjadi shahih, muwatstsaq, hasan dan dhaif. Pada awalnya usaha ini ditentang oleh sekelompok orang yang disebut kaum Akhbariyah. Kelompok ini yang dipimpin oleh Mulla Amin Astarabadi menentang habis-habisan Allamah Al Hilli karena Mulla Amin beranggapan bahwa setiap hadis dalam Kutub Arba’ah termasuk Al Kafi semuanya otentik. Sayangnya usaha ini tidak memiliki dasar sama sekali. Oleh karena itu banyak ulama-ulama syiah baik sezaman atau setelah Allamah Al Hilli seperti Syaikh At Thusi, Syaikh Mufid, Syaikh Murtadha Al Anshari dan lain-lain lebih sepakat dengan Allamah Al Hilli dan mereka menentang keras pernyataan kelompok Akhbariyah tersebut. (lihat Prinsip-prinsip Ijtihad Antara Sunnah dan Syiah oleh Murtadha Muthahhari hal 23-30).

Dari hadis-hadis dalam Al Kafi, Sayyid Ali Al Milani menyatakan bahwa 5.072 hadis shahih, 144 hasan, 1128 hadis Muwatstsaq(hadis yang diriwayatkan perawi bukan syiah tetapi dipercayai oleh syiah), 302 hadis Qawiy(kuat) dan 9.480 hadis dhaif. (lihat Al Riwayat Li Al Hadits Al Tahrif oleh Sayyid Ali Al Milani dalam Majalah Turuthuna Bil 2 Ramadhan 1407 H hal 257). Jadi dari keterangan ini saja dapat dinyatakan kira-kira lebih dari 50% hadis dalam Al Kafi itu dhaif. Walaupun begitu jumlah hadis yang dapat dijadikan hujjah(yaitu selain hadis yang dhaif) jumlahnya cukup banyak, kira-kira hampir sama dengan jumlah hadis dalam Shahih Bukhari.

Semua keterangan diatas sudah cukup membuktikan perbedaan besar di antara Shahih Bukhari dan Al Kafi. Suatu Hadis jika terdapat dalam Shahih Bukhari maka itu sudah cukup untuk membuktikan keshahihannya. Sedangkan suatu hadis jika terdapat dalam Al Kafi maka tidak bisa langsung dikatakan shahih, hadis itu harus diteliti sanad dan matannya berdasarkan kitab Rijal Syiah atau merujuk kepada Ulama Syiah tentang kedudukan hadis tersebut.


Peringatan:

Oleh karena cukup banyaknya hadis yang dhaif dalam Al Kafi maka seyogyanya orang harus berhati-hati dalam membaca buku-buku yang menyudutkan syiah dengan menggunakan riwayat-riwayat Hadis Syiah seperti dalam Al Kafi. Dalam hal ini bersikap skeptis adalah perlu sampai diketahui dengan pasti kedudukan hadisnya baik dengan menganalisis sendiri berdasarkan Kitab Rijal Syiah atau merujuk langsung ke Ulama Syiah.

Dan Anda bisa lihat di antara buku-buku yang menyudutkan syiah dengan memuat riwayat syiah sendiri seperti dari Al Kafi tidak ada satupun penulisnya yang bersusah payah untuk menganalisis sanad riwayat tersebut atau menunjukkan bukti bahwa riwayat itu dishahihkan oleh ulama syiah. Satu-satunya yang mereka jadikan dalil adalah Fallacy bahwa Al Kafi itu di sisi Syiah sama seperti Shahih Bukhari di Sisi Sunni. Padahal sebenarnya tidak demikian, sungguh dengan fallacy seperti itu mereka telah menyatakan bahwa Syiah itu kafir dan sesat. Sungguh Sayang sekali.

Peringatan ini jelas ditujukan kepada mereka yang akan membaca buku-buku tersebut agar tidak langsung percaya begitu saja. Pikirkan dan analisis riwayat tersebut dengan Kitab Rijal Syiah(Rijal An Najasy atau Rijal Al Thusi). Atau jika terlalu sulit dengarkan pendapat Ulama Syiah perihal riwayat tersebut. Karena pada dasarnya mereka Ulama Syiah lebih mengetahui hadis Syiah ketimbang para penulis buku-buku tersebut.


Kesimpulan:

Setidaknya ulama Syi’ah bersikap jujur dan sportif dengan mengakui bahwa dalam AlKafi terdapat hadis hadis yang dhaif. Bandingkan dengan ulama Sunni yang mengklaim hadis2 yang dihimpun Bukhori dan Muslim sebagai sahih.

Yang pertama masih terbuka untuk koreksi dan yang kedua sudah menganggap final, sekalipun masih memuat hadis2 yang dhaif.


Catatan Kaki:

1. Al-Qawāid al-Rijāli, jld. 3, hlm. 336.
2. Mu’jam Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 57.
3. Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 124 dan 125.
4. Raihanah al-Adab, jld. 5, hlm. 79.
5. Tāj al-‘Arus, jld. 18, hlm. 482.
6. Safinah al-Bahār, jld. 2, hlm. 495.
7. Raudah al-Jannāt, jld. 6, hlm. 108.
8. Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 179.
9. Al-Qawāid al-Rijāli, jld. 3, hlm. 325.
10. Rijāl Thusi, hlm. 329.
11. Al-Fihrist, hlm. 210.
12. Rijāl Najāsyi, hlm. 377.
13. http://www.abna.ir/indonesian/652822/print.html
[14] Dr. Majid Ma’arif, Sejarah Hadis, cetakan pertama. (Jakarta: Nur Al-Huda, 2012), 453.
[15] http://agil-asshofie.blogspot.com (24 November 2012)
[16] http;//syiahali.wordpress.com (24 November 2012)
[17] http://agil-asshofie.blogspot.com (24 November 2012)
[18] http://Hidayatullah.com (5 November 2012)
[19] Hadis sahih menurut mereka (Syi’ah) adalah hadis yang bersambung sanadnya kepada imam yang ma’shum serta adil dalam semua tingkatan dan jumlahnya berbilang. Dengan kata lain, hadis sahih menurut mereka adalah hadis yang memiliki standar periwayatan yang baik dari imam-imam di kalangan mereka yang ma’shum. Lihat: http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com (24 November 2012); Ja’far Subhani, Ushul al-Hadis wa Ahkamuhu fi’ilmi al-Dirayah (Qumm, Maktabah al-Tauhid, t.th), hlm. 48.
[20] Hadis hasan menurut Syi’ah adalah hadis yang bersambung sanadnya kepada imam yang ma’shum dari periwayat adil, sifat keadilannya sesuai dalam semua atau sebagian tingkatan para rawi dalam sanadnya. Lihat: http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com (24 November 2012); Ali Ahmad al-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syi’ah; Studi Perbandingan Hadis &Fiqih, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1997), hlm. 129.
[21] Muwatstsaq adalah hadis yang diriwayatkan perawi bukan Syiah tetapi dipercayai oleh Syiah. Lihat: http://Hidayatullah.com (5 November 2012); Hadis muwassaq yaitu hadis yang bersambung sanadnya kepada imam yang ma’shum dengan orang yang dinyatakan siqah oleh para pengikut Syi’ah imamiyah, namun dia rusak akidahnya, seperti dia termasuk salah satu firqah yang berbeda dengan imamiyah meskipun dia masih seorang Syi’ah dalam semua atau sebagian periwayat, sedangkan lainnya termasuk periwayat yang sahih. Lihat: http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com (24 November 2012)
[22] Menurut pandangan Syi’ah, hadis dha’if adalah hadis yang tidak memenuhi salah satu dari tiga kriteria (sahih, hasan, dan muwassaq). Lihat: http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com (24 November 2012); Ali Ahmad al-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syi’ah; Studi Perbandingan Hadis & Fiqih, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1997), hlm. 130.
[23] Menurut muhaqqiq dan muhaddis al-Nuri, yang dimaksud dengan tingkat kuat adalah karena sebagian atau semua tokoh sanadnya adalah orang-orang yang dipuji oleh kalangan Muslim non-Imami, dan tidak ada seorang pun yang melemahkan hadisnya. Lihat: http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com (24 November 2012); Ayatullah Ja’far Subhani, “Menimbang Hadis-hadis Mazhab Syi’ah; Studi atas Kitab al-Kafi” dalam al-Huda: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Islam, diterbitkan oleh Islamic Center, Jakarta, vol II, no. 5. 2001, hlm. 37
[24] Dr. Majid Ma’arif, Sejarah Hadis, cetakan pertama. (Jakarta: Nur Al-Huda, 2012), 467.
[25] http://agil-asshofie.blogspot.com (24 November 2012)
[26] http://Hidayatullah.com (5 November 2012)
[27] Dr. Majid Ma’arif, Sejarah Hadis, cetakan pertama. (Jakarta: Nur Al-Huda, 2012), 467.


Daftar Pustaka:

1. Bahr al-‘Ulum, Sayyid Muhammad Mahdi, al-Qawāid al-Rijāliyah, Riset Muhammad Shadiq Bahr al-‘Ulum, Tehran, Maktabah al-Shadiq, 1363 S.
2. Khui, Abu al-Qasim, Mu’jam Rijāl al-Hadits, tanpa tempat, tanpa penerbit, 1413 H.
3. Thusi, Muhammad bin Hasan, al-Fihrist, Riset Jawad Qaimi, tanpa tahun, Penerbit al-Fuqahah, 1417 H.
4. Najasyi, Ahmad bin Ali, Rijāl al-Najāsyi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H.
5. Ghaffar, Abdullah al-Rasul, al-Kulaini wa al-Kāfi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H.
6. Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, Siyar A’lām al-Nubalā, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1413 H.
7. Zubaidi, Muhib al-Din, Tāj al-‘Arus min Jawāhir al-Qāmus, Beirut, Dar al-Fikr, 1414 H.
8. Thusi, Muhammad bin al-Hasan, Rijāl al-Thusi, Riset Jawad Qaimi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1415 H.
9. Ibnu Syahr Asyub, Muhammad Ali, Ma’alim al-‘Ulama, Qum, tanpa penerbit, tanpa tahun.
10. Hilli, Hasan bin Yusuf, Khulāshah al-Aqwāl fi Ma’rifah al-Rijāl, Riset Jawad Qaimi, tanpa tahun, penerbit al-Fuqāhah, 1417 H.
11. Ibnu Dawud Hilli, Hasan bin Ali, Rijāl ibn Dawud, Najaf, al-Mathba’ah al-Haidariyah, 1392 H.
12. Tafarsyi, Muhammad bin Husain, Naqd al-Rijāl, Qum, Ali al-Bait, 1418 H.
13. Ardibili, Muhammad Ali, Jami’ al-Rawāh, tanpa tempat, Maktabah al-Muhammadi, tanpa tahun.
14. Sayyid Ibn Thawus, Ali bin Musa, Kasyf al-Mahjah li Tsamarah al-Mahjah, Najaf, al-Mathba’ah al-Haidariyah, 1370 H.
15. Ibnu Atsir, Ali bin Abi al-Karm, al-Kāmil fi al-Tārikh, Beirut, Dar Sadr, 1386 H.
16. Atsqalani, Ibnu Hajar, Lisan al-Mizān, Beirut, Muassasah al-A’lami, 1390 H.
17. Ibnu Makula, Ikmāl al-Kamāl, tanpa tempat, Dar Ahya al-Turats al-‘Arabi, tanpa tahun.
18. Ibnu Asakir, Ali bin Hasan, Tārikh Madinah Dimasyq, Beirut, Dar al-Fikr, 1415 H.
19. Madrasm Muhammad Ali, Raihanah al-Adab fi Tarājim al-Ma’rufin bi al-Kaniyah wa al-Laqab, Tehran, Khayyam, 1369 S.
20. Khawansari, Muhammad Baqir, Raudāh al-Jannāt fi Ahwāl al-‘Ulama wa al-Sādāt, Qum, Ismailiyan, tanpa tahun.
21. Qumi, Syaikh Abbas, Safinah al-Bihār, Qum, Uswah, tanpa tahun.

(Wiki-Shia/ABNA/Syiahali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: