Pesan Rahbar

Home » » Imam Tsiqat Ikut Membunuh Utsman Atau Sahabat Nabi Yang Masuk Neraka?

Imam Tsiqat Ikut Membunuh Utsman Atau Sahabat Nabi Yang Masuk Neraka?

Written By Unknown on Saturday, 6 December 2014 | 15:36:00

Judulnya memang agak bombastis tetapi judul tersebut adalah cerminan dari hadis shahih yang rasanya agak jarang dikutip oleh salafiyun. Hadis tersebut mengabarkan tentang perselisihan antara seorang mukhadhramun yang dikenal tsiqat dengan seorang sahabat Nabi. Mereka saling mengungkap keburukan masing-masing, salah satu menuduh yang lain sebagai salah seorang pembunuh Utsman dan sebaliknya orang tertuduh membawakan hadis Nabi kalau si penuduh itu masuk neraka. Kalau tidak percaya, silakan perhatikan hadis berikut:

حدثنا علي بن الحسين الرقي قال ثنا عبد الله بن جعفر الرقي قال أخبرني عبيد الله بن عمرو عن زيد بن أبي أنيسة عن عمرو بن مرة عن إبراهيم قال أراد الضحاك بن قيس أن يستعمل مسروقا فقال له عمارة بن عقبة أخو الوليد بن عقبة – أتستعمل رجلا من بقايا قتلة عثمان ؟ فقال له مسروق حدثنا عبد الله بن مسعود وكان في أنفسنا موثوق الحديث أن النبي صلى الله عليه و سلم لما أراد قتل أبيك قال من للصبية ؟ قال ” النار ” فقد رضيت لك ما رضي لك رسول الله صلى الله عليه و سلم

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Husain Ar Raqiy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ja’far Ar Raqiy yang berkata telah mengabarkan kepadaku Ubaidillah bin ‘Amru dari Zaid bin Abi Unaisah dari ‘Amru bin Murrah dari Ibrahim yang berkata Dhahhak bin Qais berkeinginan mengangkat Masruq? Maka ‘Umaarah bin Uqbah saudara dari Walid bin Uqbah berkata kepadanya “engkau mengangkat laki-laki yang tersisa dari pembunuh Utsman”?. Maka Masruq berkata kepadanya “telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Mas’ud dan ia di sisi kami seorang yang terpercaya dalam hadisnya, bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] ketika akan membunuh ayahmu, maka [ayahmu] berkata “siapa yang menanggung anak-anakku”?. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjawab “neraka”. Maka aku ridha untukmu apa yang Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] ridha untukmu [Sunan Abu Dawud 2/66 no 2686].

Hadis di atas sanadnya hasan. Ali bin Husain Ar Raqiy adalah syaikh [guru] Abu Dawud seorang yang shaduq dan dalam periwayatannya dari ‘Abdullah bin Ja’far Ar Raqiy ia memiliki banyak mutaba’ah sehingga secara keseluruhan hadis di atas shahih.
  • Ali bin Husain Ar Raqiy adalah syaikh [guru] Abu Dawud. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 524]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 1/692]
  • ‘Abdullah bin Ja’far Ar Raqiy adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Abu Hatim berkata “tsiqat dan ia lebih aku sukai dari Ali bin Ma’bad”. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya sebelum hafalannya berubah”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 5 no 296]. Adz Dzahabi berkata “tsiqat hafizh” [Al Kasyf no 2667].
  • Ubaidillah bin ‘Amru bin Abi Walid Al Asdiy adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in dan Nasa’i menyatakan tsiqat. Abu Hatim berkata “shalih al hadits tsiqat shaduq tidak dikenal memiliki hadis mungkar, ia lebih aku sukai daripada Zuhair bin Muhammad”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli dan Ibnu Numair menyatakan tsiqat. [At Tahdzib juz 7 no 74]
  • Zaid bin Abi Unaisah adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Malik meriwayatkan darinya [itu berarti ia tsiqat menurut Malik]. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Al Ijli, Yaqub bin Sufyan dan Abu Dawud menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 3 no 729]. Ibnu Hajar menyatakan tsiqat [At Taqrib 1/326]
  • ‘Amru bin Murrah Abu Abdullah Al Kufiy adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Abu Hatim menyatakan tsiqat shaduq. A’masy sangat memuji ‘Amru bin Murrah. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Numair dan Yaqub bin Sufyan menyatakan tsiqat. [At Tahdzib juz 8 no 163]. Ibnu Hajar berkata “ia ahli ibadah yang tsiqat” [At Taqrib 1/745]
  • Ibrahim bin Yazid bin Qais An Nakha’iy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang faqih yang tsiqat [At Taqrib 1/69]. Ia dikenal meriwayatkan dari Masruq.
Riwayat Ali bin Husain Ar Raqiy  ini juga diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Dala’il An Nubuwah 6/397 dengan jalan sanad Abu Dawud di atas. Ali bin Husain Ar Raqiy dalam periwayatannya dari Abdullah bin Ja’far Ar Raqiy memiliki mutaba’ah yaitu
  1. Hilal bin Al A’la Ar Raqiy sebagaimana yang disebutkan Al Hakim dalam Mustadrak juz 2 no 2572 dan Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 9/65 no 17806. Hilal bin Al A’la Ar Raqiy seorang yang shaduq [At Taqrib 2/273]
  2. Salamah bin Syabib sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abi Ashim dalam Al Ahad Wal Matsani 1/406 no 565. Salamah bin Syabib seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/377].
  3. Fadhl bin Ya’qub Ar Rukhamiy sebagaimana yang disebutkan oleh Al Bazzar dalam Musnad Al Bazzar 5/345 no 1712. Fadhl bin Ya’qub seorang yang tsiqat hafizh [At Taqrib 2/13]
  4. Ahmad bin Zuhair bin Harb sebagaimana yang disebutkan dalam Musnad Asy Syaasyiy no 387. Ahmad bin Zuhair bin Harb seorang yang shaduq [Al Jarh Wat Ta’dil 2/52 no 57]
  5. Abu Umayyah Muhammad bin Ibrahim bin Muslim sebagaimana yang disebutkan Ath Thahawi dalam Musykil Al Atsar no 3910. Abu Umayyah seorang yang shaduq [At Taqrib 2/51]
Abdullah bin Ja’far dalam periwayatannya dari Ubaidillah bin ‘Amru memiliki mutaba’ah yaitu dari Shalih bin Malik sebagaimana yang disebutkan Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Awsath 3/213 no 2949 dan Ibnu Adiy dalam Al Kamil 1/157-158. Shalih bin Malik Al Khawarizmiy dimasukkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat dan berkata “mustaqim al hadits” [Ats Tsiqat juz 8 no 13647]. Al Khatib berkata “shaduq” [Tarikh Baghdad 10/431 no 4805]

Dengan mengumpulkan jalan-jalannya maka tidak diragukan kalau hadis ini sanadnya shahih. Dalam Atsar di atas Ibrahim mengabarkan perselisihan antara Masruq dengan ‘Umaarah bin Uqbah anak dari Uqbah bin Abi Muith dan saudara Walid bin Uqbah. Siapakah kedua orang tersebut:
  • Masruq bin Al Ajda’ adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat mukhadhramun. Al Ijli menyatakan ia tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat memiliki hadis-hadis shalih”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 10 no 206]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat faqih ahli ibadah mukhadhramun” [At Taqrib 2/175]. Adz Dzahabi menyebutnya Imam Qudwah [teladan] dan Alim [As Siyar 4/63 no 17]
  • ‘Umaarah bin Uqbah bin Abi Muith adalah saudara Walid bin Uqbah termasuk salah seorang sahabat Nabi. Ia memeluk islam pada saat Fathul Makkah, Ibnu Hajar menyebutkannya dalam Al Ishabah [Al Ishabah 4/585 no 5728]. Ibnu Abi Ashim juga memasukkannya sebagai sahabat Nabi [Al Ahad Wal Matsani 1/406].
Dari matan hadis tersebut maka dapat diketahui beberapa hal yang bisa dibilang meruntuhkan sebagian keyakinan salafiyun.
  1. Berdasarkan kesaksian ‘Umaarah bin Uqbah [sahabat Nabi] maka ternyata salah satu yang ikut mengepung dan membunuh Utsman bin ‘Affan adalah Masruq bin Al Ajdaa’ seorang imam mukhadhramun yang tsiqat dimana hadis-hadisnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim. Bukankah salafy berkeyakinan kalau yang mengepung dan membunuh Utsman adalah kaum munafik maka itu berarti salafy menuduh Bukhari dan Muslim berhujjah dengan hadis orang munafik.
  2. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Masruq dari Ibnu Mas’ud maka diketahui bahwa ada sahabat Nabi yang dicap masuk “neraka” yaitu anak-anak Uqbah bin Abi Mu’ith yang ketika itu kafir bersama ayahnya diantaranya ‘Umaarah bin Uqbah yang berselisih dengan Masruq di atas. Dan itu berlaku juga buat saudaranya yaitu Walid bin Uqbah sahabat Nabi yang divonis fasik oleh Allah SWT.
  3. Dari hadis ini juga bisa dilihat bahwa Masruq sepertinya tidak berkeyakinan kalau “semua sahabat adalah adil”. Tampak dalam riwayat di atas Masruq berselisih dengan salah seorang sahabat Nabi dan tidak ragu untuk menyatakan keburukannya berdasarkan hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang ia dengar dari Ibnu Mas’ud.
Fakta-fakta ini sangat menyakitkan bagi salafiyun, pastinya mereka akan mencari segala cara untuk berdalih membela diri. Tetapi sayang sekali pedang yang sekarang mereka hadapi itu bermata dua, walaupun mereka bisa selamat dari mulut buaya tetap saja mereka akan langsung masuk ke mulut harimau. Maju kena, mundur kena, apalagi diam ya babak belur dan untuk para muqallid salafy atau troll yang cuma bisa cuap cuap teriak menghina maka kita katakan “matilah dengan kemarahanmu”.

Saat awal-awal generasi ummat Islam pasca meninggalnya Rasulullah, banyak pergolakan politik yang meneteskan darah ribuan ummat Islam. Hanya dengan rahmat dari Alloh semata, ummat Islam generasi akhir masih dapat merasakan (mengetahui) sejarah pertentangan tersebut. Pelajaran terpenting adalah agar kita tidak mewarisi perpecahan tersebut.

Menurut hemat saya, ada dua sikap ekstrim yang tidak tepat, yaitu:
1) Meyakini semua sahabat adil dan tsiqat. Keyakinan ini akan membawa pelakunya pada ketidakkonsistenan.
2) Meyakini semua sahabat tidak adil (Na’udzu billahi min dzalik). Sikap ini merupakan sikap musuh-musuh Islam.

Cukuplah bagi kita untuk berlapang dada mengakui adanya konflik di antaranya generasi ummat Islam terdahulu (sahabat dan tabiin), dan mengambil sikap seperti syi’ah

(Syiahali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: