Intelijen AS juga menggunakan WiFi bandara untuk dapat mempelajari data pribadi wisatawan.
Jika sebelumnya Edward Snowden sempat membocorkan bahwa NSA memanfaatkan
teknologi “gelombang radio” untuk mecuri data pengguna PC yang sedang
tidak terkoneksi internet (baca: Gila! Intelijen AS Bisa Sadap Komputer Tanpa Koneksi Internet!),
Gila! Intelijen AS dan Israel Bisa Sadap Komputer Tanpa Koneksi Internet!
Ternyata Intelijen AS Bisa Sadap Komputer Tanpa Koneksi Internet!
Mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA), whiter-blower Edward J. Snowden
Mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional
(NSA), Edward J. Snowden, kembali menjadi pusat pemberitaan. Melalui
dokumen yang dia bocorkan, Snowden menyebut NSA dapat menyadap komputer
di seluruh dunia tanpa perlu tersambung ke dunia maya.
Stasiun berita Al Jazeera, Rabu 15 Januari 2014 melansir publikasi dari harian New York Times
yang menulis NSA telah memasang peranti lunak khusus ke hampir 100 ribu
komputer di seluruh dunia. Beberapa komputer tetap tidak dihubungkan ke
dunia maya (offline) dan dikira aman dari serangan cyber.
Namun, pada kenyatannya piranti lunak itu
tetap memungkinkan NSA menyadap data dan informasi yang tersimpan di
dalam komputer tersebut. Program tersebut dinamakan Quantum. Metode ini telah digunakan sejak tahun 2008 silam.
Dengan metode ini, kartu USB atau papan
sirkuit kecil sengaja dimasukkan ke dalam komputer target secara
diam-diam. Dengan teknologi itu, mereka mampu memancarkan sebuah
gelombang rahasia radio menuju stasiun intelijen yang telah dibangun
sebelumnya. NSA bahkan tetap dapat melakukannya dari jarak yang jauh!
Lalu, bagaimana cara memasukkan peralatan radio ke dalam komputer?
Ternyata mereka telah menanamkan
peralatan tersebut sejak awal diproduksi. Walaupun sudah ditanam,
terkadang beberapa kali para agen NSA harus memasukkan secara fisik alat
tersebut.
Keampuhan alat ini juga dijabarkan oleh Majalah Times.
Dalam sebuah dokumen yang mereka peroleh, terdapat sebuah gambar yang
menunjukkan peta lokasi di mana Pemerintah AS telah memasukkan alat itu
ke dalam komputer lokal. Times turut menyebut bahwa tentara militer China merupakan target yang paling sering disasar oleh komputer jenis ini.
Tetapi tidak hanya China saja yang
menjadi target, komputer produksi NSA ini turut menyasar militer Rusia,
institusi perdagangan Uni Eropa, penjual narkoba Meksiko dan polisi
Meksiko. Selain itu, NSA disebut turut memata-matai melalui komputer
produksinya ke beberapa negara yang jelas-jelas menyatakan perang
terhadap aksi teror seperti, India, Pakistan dan Arab Saudi.
Sebelumnya, agen intelijen AS, kesulitan
untuk memata-matai komputer yang tidak tersambung koneksi internet.
Namun dengan kehadiran program Quantum, itu semua terlewati.
Tetapi NSA berdalih aksi tersebut dilakukan semata-mata untuk pertahanan
ketimbang menyerang target komputer yang ditanam program itu. Mereka
menyebut aksi itu dilakukan untuk melawan serangan cyber dari komputer asing.
Juru Bicara NSA, Vanne Vines dalam sebuah
pernyataan tertulis mengatakan bahwa jenis piranti lunak semacam ini
digunakan untuk melawan target intelijen asing. Vines membantah aksi
semacam ini mencerminkan sikap NSA yang sewenang-wenang.
Dia mengatakan tujuan dipasang piranti
lunak semacam itu hanya untuk kepentingan intelijen dan bukan mencuri
data perdagangan rahasia dari perusahaan asing yang telah menguntungkan
perusahaan AS.
AS turut menuduh bahwa China menempatkan
piranti lunak serupa terhadap komputer milik Pemerintah AS. Tujuannya
untuk mengetahui keributan melawan China.
Hingga saat ini, pejabat berwenang dari
China belum merespon berita soal aksi peretasan yang dilakukan agen NSA
terhadap komputer yang offline. Namun, mereka mengatakan sudah tahu apabila mereka menjadi korban dari cyber mata-mata internasional di masa lampau.
Pejabat China mengatakan mereka telah
mendorong terbentuknya legilasi internasional untuk mengendalikan
program penyadapan terhadap pemerintah asing.
Ilmuwan Israel Dapat di Hacking Komputer Tanpa Harus Koneksi Internet
Selain Amerika Serikat, ilmuwan Israel
juga bisa menyadap tanpa melalui koneksi internat dan ternyata ljauh
ebih canggih lagi. Tidak hanya aktif dalam urusan pengembangan
persenjataan militer saja, mereka juga berhasil menemukan cara baru
untuk meretas sebuah komputer tanpa perlu koneksi dunia maya, namun kali
ini tak membutuhkan alat untuk ditanamkan kedalam komputer yang
diincar!
Hampir semua aksi hacking atau peretasan,
dilakukan dengan media internet, namun sepertinya ilmuwan Israel kali
ini berhasil menghilangkan pembatas itu dengan menggunakan metode yang
disebut ‘Airhopper’.
Teknik hacking Airhopper sendiri
memungkinkan seorang hacker untuk menyerang sebuah komputer atau
mencuri data di dalamnya hanya menggunakan gelombang radio. Caranya pun
diklaim cukup sederhana di mana mereka hanya memerlukan sebuah smartphone yang bisa dipakai untuk radio alias mampu menangkap sinyal gelombang berfrekuensi FM.
Hal ini tentunya menjadi berita buruk
bagi individu, perusahaan, hingga pemerintah yang sering menyimpan data
penting mereka di sebuah komputer yang sengaja tidak diberi akses online atau konektivitas jaringan lokal (LAN) agar tidak tersentuh oleh hacker. Cara pengamanan data seperti ini kerap disebut ‘air-gap’.
Nah, para hacker dari Universitas Ben-Gurion Israel nyatanya mampu menggunakan smartphone Samsung Galaxy S4 untuk mencuri data sebuah komputer dengan syarat si hacker sudah lebih dulu mampu menaklukkan firewall atau sistem keamanan dari si komputer target. Nantinya, Galaxy S4 digunakan sebagai penerima sinyal radio dari komputer target.
Langkah-langkahnya pun sederhana, si
hacker hanya perlu meninggalkan Galaxy S4 tersebut pada jarak tertentu
dengan komputer target.
Kemudian si hacker tinggal mengirimkan virus pada smartphone
tersebut untuk memungkinkannya mencuri data dari komputer target lewat
sinyal radio yang dipancarkan oleh kartu grafis (GPU) komputer tersebut.
“Modusnya adalah dengan masuk ke dalam sebuah pusat keamanan sebuah perusahaan dan meninggalkan smartphone di pintu masuk.
Lalu, secara otomatis virus akan
mengunduh data dari komputer ke smartphone tersebut,” ujar Dudu Mimran,
salah satu ilmuwan sekaligus hacker dari Universitas Ben-Gurion, Daily Mail (20/11/2014) lalu.
Meski sampai saat ini ilmuwan belum menemukan cara untuk menghentikan metode hacking Airhopper,
hacker sampai saat ini hanya bisa mencuri data dengan kecepatan
pengunduhan yang relatif lambat, yakni hanya 60 byte tiap detiknya.
Untuk mencapai kecepatan pencurian data tersebut, smartphone yang
dijadikan perantara tadi juga harus diletakkan pada jarak 1 hingga 7
meter dari komputer target.
Celakanya, saat proses pencurian data lewat Airhopper
dilakukan, hampir pasti si pemilik komputer tidak akan menyadari bila
perangkatnya sedang diretas. Sungguh berbahaya! Maka timbul pertanyaan
akibat ulah AS dan Israel terhadap semua barang produksinya yang dijual
bebas, apalagi dibidang kemiliteran dan teknologi.
Apakah pesawat tempur dan semua barang elektronik produksinya, terutama AS, juga sudah ditanamkan program sejenisnya?
Yang admin ketahui pada beberapa tahun
lalu, beberapa artikel pernah menyebutkan bahwa semua misil, roket,
peluru kendali, helikopter dan pesawat-pesawat tempur buatan AS tak
dapat menyerang negaranya sendiri.
Hal ini dikarenakan alat-alat militer
buatan AS yang khusus dijual kepada negara-negara asing atau diluar
negaranya, sudah ditanamkan micro chip dan program (software dan hardeware)
yang dapat mendetaksi kordinat sasaran. Bahkan semua data dan misi,
serta percakapann pilot dapat terpantau atau disadap langsung oleh
satelit-satelit militer milik AS.
Jadi, misalkan seorang pilot pesawat
tempur buatan AS menekan tombol peluncuran misil atau roket ke arah atau
ke sasaran yang berada dalam naungan negaranya sendiri, jangan berharap
akan berhasil.
Kerena semua peralatan tempur sudah memakai GPS (Global Positioning System) yang dipantau satelit, maka misil itu akan terbang meleset jauh dari sasaran, tak meledak atau bahkan terkunci.
(adi – vivanews / Al Jazeera/ New York Times/ Times Magazine/ IndoCropCircles, the truth)
_______________________________
kini terungkap badan intelijen AS tersebut juga menggunakan WiFi bandara untuk mempelajari data pribadi wisatawan!
Dilansir laman ZDNet pada Selasa
(4/2/2014), kabar ini terungkap setelah badan intelijen Kanada mengakui
pihaknya mendapat bantuan dari NSA untuk menerapkan teknologi
penyadapan via jaringan WiFi bandara.
Lebih lanjut Communications Security Establishment Canada
(CSEC) menjelaskan, pihaknya memiliki akses data yang dikumpulkan
melalui sistem fasilitas internet gratis di bandara yang terkoneksi
dengan perangkat nirkabel milik wisatawan.
Data ini kemudian dapat digunakan untuk menelusuri kegiatan wisatawan selama berada di wilayah Kanada.
Meski belum dikonfirmasi, namun para analis meyakini modus ini juga diterapkan di sejumlah tempat umum lainnya seperti area hotspot WiFi di perpustakaan, restoran, pusat angkutan publik dan area lainnya di seluruh wilayah Kanada dan Amerika Serikat.
Namun otoritas dua bandara terbesar di Kananda, Toronto dan Vancouver, seperti yang dilansir laman CBC News
mengaku tidak tahu-menahu perihal isu spionase ini. Mereka mengklaim
tidak pernah memberikan sedikit pun akses bagi CSEC ataupun badan
intelijen lainnya untuk menguasai fasilitas WiFi gratis yang mereka
sediakan.
Sebelumnya dalam laporan lainnya yang dirilis oleh New York Times dan The Guardian, disebutkan NSA juga memanfaatkan aplikasi mobile seperti Angry Birds dan Google Maps, untuk mengetahui berbagai data pengguna ponsel mulai dari usia, lokasi, jenis kelamin, dan orientasi seksual.
Akan tetapi kabar itu pun dibantah langsung oleh pengembang game Angry Birds, Rovio.
Rovio dengan tegas mengatakan pihaknya
tidak pernah sekalipun memberikan akses kepada badan intelijen untuk
mendapatkan informasi pengguna ponsel yang mengunduh aplikasi-aplikasi
besutan mereka.
Tak cukup sampai di situ, pihak Rovio pun memiliki analisa sendiri mengenai masalah ini.
Menurut tim yang dibentuk oleh Rovio, jika kabar pencurian melalui game mobile Angry Birds terbukti benar, kemungkinan besar akses ini didapat melalui fasilitas layanan iklan digital yang tersedia.
Namun belum bisa disimpulkan apakah benar fasilitas iklan digital yang ada pada bagian menu utama Angry Birds adalah celah keamanan yang dapat disusupi oleh para agen spionase.
Tiap Hari, NSA Juga Sadap 5 Milyar Pengguna Ponsel di Dunia!
Aksi penyadapan yang dilakukan badan keamanan nasional Amerika Serikat (National Security Agency/NSA) kembali diungkap dengan lebih gila lagi. Bocoran terbaru dokumen dari Edward Snowden menguak fakta lain yang mengejutkan.
NSA ternyata telah menyadap 5 milyar
pengguna ponsel di seluruh dunia tiap harinya. Itu artinya, dalam
setahun saja NSA telah dapat menyadap sekitar 2 trilyun pengguna gadget
dan internet dari seluruh dunia!
Dalam dokumen itu juga disebutkan bahwa NSA dapat melacak pergerakan setiap orang melalui GPS atau Global Positioning System, termasuk data privasi yang ada di dalam ponsel yang ada dalam genggaman anda!
“NSA mendapatkan data lokasi orang-orang
yang ada di seluruh dunia dalam jumlah besar,” kata sumber anonim yang
tak mau disebutkan namanya seperti dilansir Washington Post.
Sejumlah pejabat AS mengatakan program
pengawasan ini adalah legal dan dirancang untuk menyasar target asing
yang dianggap mengancam keamanan nasional. Namun ada pula yang menyebut
bahwa warga Amerika ikut disadap! (baca: Edward Snowden : NSA, Project PRISM dan Illuminati Awasi Internet )
Edward Snowden : NSA, Project PRISM dan Illuminati Awasi Internet
Big Brother: NSA, CIA, Project PRISM dan Illuminati Awasi Dunia Internet
Lebih dari setahun yang lalu, pernah menampilkan isyu mengenai kata Illuminati yang dibalik,
menjadi itanimulli. Dan bukti itu muncul ketika kita mencoba untuk
mengunjungi website itanimulli.com,
yang ternyata di beli dan di-redirect oleh NSA atau Badan Keamanan
Nasional AS ke website resminya yang jelas terpampang disana.
Banyak makhluk polos akhirnya
mengerutkan kening. Apa hubungannya antara illuminati dan NSA? Sangat
naif dan ironis jika tak mengetahuinya!
Maraknya pemberitaan mengenai salah satu program pemerintah Amerika Serikat melalui badan rahasianya National Security Agency (NSA) bernama PRISM memantik komentar dari seluruh dunia.
PRISM (Privacy in Mobile Information and Communication Systems)
adalah salah satu program yang beralasan untuk memerangi teroris
terutana di dunia internet yang dijalankan pemerintah Amerika Serikat
melalui NSA.
Dengan pemberlakuan program ini, maka NSA
memiliki hak untuk mendapatkan dan mengetahui segala data pengguna yang
dimiliki perusahaan-perusahaan besar dunia.
Melihat fenomena seperti ini sendiri
memang cukup miris. Saat konglomerasi besar seperti Facebook, Yahoo!,
hingga Google mau menuruti PRISM, justru organisasi nirlaba seperti
Mozilla yang berani terang-terangan menolaknya.
Maraknya pemberitaan mengenai NSA dengan
program PRISM-nya memunculkan reaksi keras baik dari publik maupun
perusahaan yang bergerak di bidang internet.
Menjadi satu hal yang dilematis memang,
karena saat ini internet seperti sudah menjadi salah satu hal pokok yang
dibutuhkan oleh banyak orang di dunia.
Apabila tidak mengakses internet, tidak
hanya dari segi bisnis, dari segi pribadi pun juga akan terhambat dalam
proses pencarian informasi. Karena, semua informasi di dunia nyata tidak
secepat di dunia maya.
Penduduk AS bagai ‘sandera’ di negeri sendiri
Meskipun menjunjung tinggi yang namanya
demokrasi dan kebebasan, nampaknya warga Amerika Serikat justru tak bisa
bebas di negerinya sendiri. Hal ini terlihat dari diberlakukannya
undang-undang NSA yang mampu melihat apapun isi dari aktivitas
elektronik warga sipil.
Seperti yang dilansir oleh Mashable
(6/6/13), lewat program yang dinamakan PRISM ini, memang NSA berhak
untuk meminta data apapun dari penyedia layanan elektronik termasuk
seluler dan internet.
Oleh karenanya, mulai dari Facebook, Google, Microsoft, Yahoo, PalTalk, AOL, Skype, YouTube dan Apple pun harus menuruti hal ini tanpa terkecuali.
Menanggapi hal ini, perusahaan teknologi
raksasa tersebut pun terlihat seakan tak memiliki daya apapun untuk
menolaknya. Hal ini terlihat dari Google yang mau-mau saja memberikan
data apapun jika diminta oleh NSA.
“Google tak memiliki pintu belakang (back door)
yang memersilahkan pemerintah untuk mengakses data, namun Google
mengakui kalau mereka memberikan data apapun yang diminta pemerintah
demi tujuan hukum,” kata seorang juru bicara Google kepada sebuah
harian.
Sebelumnya, NSA juga belakangan diketahui
mengumpulkan berbagai data percakapan ponsel penduduknya yang
menggunakan provider Verizon. Hal ini pun dilakukan dengan rahasia tanpa
adanya tujuan yang jelas.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah AS kepada penduduknya ini pun seolah merupakan pelecehan terhadap asas kebebasan yang selama ini dijunjung tinggi di negaranya. Di mana penduduk dijamin agar bebas mengungkapkan pendapatnya, kini mereka malah seperti dipenjara di negeri tersebut.
Yahoo dipaksa beberkan informasi penggunanya
Beredar informasi bahwa selama ini Yahoo telah dipaksa membocorkan data pribadi penggunanya pada pemerintah AS. Kabar ini tersiar setelah Edward Snowden membocorkan rahasia NSA (National Security Agency) terkait upaya NSA menggandeng beberapa raksasa internet untuk memata-matai publik.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah AS kepada penduduknya ini pun seolah merupakan pelecehan terhadap asas kebebasan yang selama ini dijunjung tinggi di negaranya. Di mana penduduk dijamin agar bebas mengungkapkan pendapatnya, kini mereka malah seperti dipenjara di negeri tersebut.
Yahoo dipaksa beberkan informasi penggunanya
Beredar informasi bahwa selama ini Yahoo telah dipaksa membocorkan data pribadi penggunanya pada pemerintah AS. Kabar ini tersiar setelah Edward Snowden membocorkan rahasia NSA (National Security Agency) terkait upaya NSA menggandeng beberapa raksasa internet untuk memata-matai publik.
Dalam dokumen pengadilan yang berhasil didapatkan New York Times tersebut dijelaskan bahwa Yahoo sempat berjuang keras di pengadilan, meskipun akhirnya pihak NSA dinyatakan menang.
Pengadilan memutuskan NSA (National Security Agency) berhak memaksa Yahoo menyerahkan data penggunanya demi kepentingan keamanan negara.
Pihak Yahoo sendiri menolak mengakui
telah membocorkan data pribadi pengguna jasa mereka. “Yahoo! tidak
pernah bergabung dalam program yang mengharuskan kami menyerahkan data
pada pemerintah AS,” jelas Ron Bell, Yahoo General Counsel, dalam sebuah
posting Tumblr Sabtu (15/06/13) kemarin.
“Kami tidak pernah membocorkan data pengguna. Kalaupun ada data yang
kami serahkan, itu karena ada permintaan yang spesifik,” lanjutnya
seperti dikutip dari Daily Mail (15/06).
Terbongkarnya kasus Yahoo vs NSA ini tak lepas dari campur tangan Edward Snowden, administrator sistem NSA, yang membawa informasi terkait proyek PRISM keluar dari kantor NSA dalam sebuah flash disk.
Yahoo! kalah melawan NSA hanyalah akal bulus Amerika Serikat?
Kabar yang sedang santer beredar saat ini adalah keterlibatan Yahoo! akan pembocoran data pribadi penggunanya. Sejak serangan 11 September, ketakutan Amerika Serikat akan teroris semakin meningkat.
Oleh karenanya, pada era kepemimpinan George W Bush, dia lebih meningkatkan lagi suatu operasi khusus atau Special Source Operation atau yang dinamakan PRISM yang menggandeng 100 perusahaan terkemuka di Amerika Serikat sejak tahun 1970an di bawah pengawasan langsung suatu badan yang dinamakan NSA (National Security Agency).
Terbongkarnya kasus Yahoo vs NSA ini tak lepas dari campur tangan Edward Snowden, administrator sistem NSA, yang membawa informasi terkait proyek PRISM keluar dari kantor NSA dalam sebuah flash disk.
Yahoo! kalah melawan NSA hanyalah akal bulus Amerika Serikat?
Kabar yang sedang santer beredar saat ini adalah keterlibatan Yahoo! akan pembocoran data pribadi penggunanya. Sejak serangan 11 September, ketakutan Amerika Serikat akan teroris semakin meningkat.
Oleh karenanya, pada era kepemimpinan George W Bush, dia lebih meningkatkan lagi suatu operasi khusus atau Special Source Operation atau yang dinamakan PRISM yang menggandeng 100 perusahaan terkemuka di Amerika Serikat sejak tahun 1970an di bawah pengawasan langsung suatu badan yang dinamakan NSA (National Security Agency).
Bahkan ada yang mencoba menyeret kasus ‘setor data’ pengguna ini ke pengadilan. Salah satunya adalah Yahoo!. Seperti yang dikabarkan Huffington Post (14/06/13), sayangnya, Yahoo! akhirnya harus kalah karena pengadilan lebih memenangkan pihak NSA dan PRISM-nya.
Sebelum berita mengenai keterlibatan Yahoo! akan program PRISM mencuat, perusahaan di bawah kepemimpinan Marissa Mayer ini berjuang mati-matian untuk menolak PRISM dan menjelaskan kepada publik bahwa mereka tidak mendukung PRISM apa lagi menyerahkan data penggunanya ke NSA.
Ron Bell, Yahoo! General Counsel, menuliskan dalam Tumblr pribadinya,
“Yahoo! tidak ikut PRSIM atau program apapun yang bertujuan untuk membocorkan data pengguna ke pihak pemerintah (Amerika Serikat).”
Terbongkarnya kasus Yahoo vs NSA ini tak lepas dari campur tangan Edward Snowden, administrator sistem NSA, yang membawa informasi terkait proyek PRISM keluar dari kantor NSA dalam sebuah flash disk.Bell juga mengatakan bahwa bocornya data pengguna mereka akibat ada ‘pencurian’ dan keteledoran pihaknya dalam proteksi data pengguna. Selain itu, sebelum kasus ini muncul, pihak pemerintah Amerika Serikat juga terus menerus menekan Yahoo! agar mereka menyerahkan data penggunanya ke NSA.
Seperti halnya Yahoo!, Google dan Facebook juga membantah keras akan keterlibatan mereka akan program PRISM. Sebelum ini, Google dan Facebook merupakan dua perusahaan raksasa yang banyak disorot dengan melonjaknya pemberitaan mengenai PRISM.
Namun, apa yang dilontarkan Google dan Facebook akan ketidakterlibatan mereka akan program PRISM menuai kritikan dari berbagai pihak. Bahkan yang menjadikan pernyataan mereka ambigu adalah satu kalimat yang sama persis, “We had not heard of a program called PRISM from yesterday,” seperti yang dituliskan Mark Zuckerberg dalam account Facebook pribadinya dan dalam Google blog.
Walaupun Yahoo!, Google, Facebook atau
lainnya bersikeras membantah dan mengatakan tidak ikut dalam program
PRISM, yang menjadi pertanyaan adalah kenapa ada satu pengadilan yang
dinamakan ‘Secret Court’ atau pengadilan rahasia?
Kenapa rahasia? Apakah hal tersebut hanyalah akal-akalan pemerintah Amerika Serikat, NSA dan perusahaan raksasa sebagai pengalihan isu saja?
Yahoo “Secret Court” turunkan kepercayaan portal asal AS
Sedangjan praktisi keamanan teknologi informasi menilai langkah penyadapan yang dilakukan National Security Agency (NSA) atas perintah secret court merupakan pelanggaran yang serius dan berdampak pada menurunnya kepercayaan pengguna Internet di dunia pada portal dan infrastruktur di Amerika Serikat.
“Perlu ditekankan di sini bahwa pengguna Yahoo datang dari seluruh dunia dan bukan dari Amerika Serikat saja. Kalau ada negara lain yang bisa memberikan solusi dan aplikasi serupa seperti portal asal AS itu, bakal jadi pukulan serius bagi negara Paman Sam tersebut,” ujar Alfons Tanujaya, pakar keamanan Internet dari Vaksincom, Minggu (16/6/13).
Menurut dia, negara-negara yang selama ini jadi lawan AS akan berusaha menghindari atau memblok portal yang berdomisili di AS dan portal alternatif pesaing Google, Facebook, dan lainnya yang tidak memiliki data center di AS akan mendapatkan keuntungan dari hal ini.
Seperti diketahui, media Inggris Guardian mempublikasikan laporan mengejutkan pada 7 Juni 2013 terkait dengan aksi penyadapan oleh National Security Agency (NSA) terhadap sejumlah raksasa Internet dunia, meliputi Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, YouTube, Skype, dan AOL merupakan bagian dari PRISM (Privacy in Mobile Information and Communication Systems) yang memungkinkan pejabat NSA untuk mengakses isi email, transfer file, dan lainnya.
Hal tersebut, seperti dilansir Guardian, terungkap setelah NSA mengumpulkan data panggilan telepon pelanggan Verizon, salah satu operator telekomunikasi terbesar di AS, atas perintah pengadilan rahasia.
Kominfo nilai kebijakan AS soal penyadapan adalah melanggar HAM
Tentu saja, hal penyadapan seperti itu menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika RI adalah hal yang salah. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto mengaku tidak mengetahui referensi hukum apa yang dipakai untuk menerobos aturan tersebut. Bahkan Gatot menilai langkah National Security Agency (NSA) yang menyadap 7 raksasa Internet di Amerika Serikat adalah melanggar hak azazi manusia (HAM).
“Hanya saja, sejak peristiwa 9 September terhadap gedung WTC, pemerintah AS secara tidak tertulis diberi kewenangan extraordinary oleh berbagai negara untuk melakukan tindakan tertentu termasuk penyadapan khusus, namun menurut hemat kami, penyadapan itu tetap keliru,” tuturnya, Minggu (16/6/13).
Inikah bukti Facebook dan Google ikut program PRISM?
PRISM, NSA dan program memerangi teroris yang digalakkan Amerika Serikat melalui internet kembali panas setelah Yahoo! kalah di Secret Court. Tidak hanya Yahoo!, Google dan Facebook juga disorot tentang keterlibatan mereka atas program PRISM.
Yahoo! dinyatakan kalah di pengadilan rahasia, ‘Secret Court,’ melawan NSA (National Security Agency) dengan kasus pembocoran data pengguna ke pemerintah Amerika Serikat. Sebelum pengadilan tersebut dilakukan, Facebook, Google, Microsoft dan Apple juga termasuk dari banyak perusahaan lain yang ikut disorot tentang hal yang sama.
Kenapa rahasia? Apakah hal tersebut hanyalah akal-akalan pemerintah Amerika Serikat, NSA dan perusahaan raksasa sebagai pengalihan isu saja?
Yahoo “Secret Court” turunkan kepercayaan portal asal AS
Sedangjan praktisi keamanan teknologi informasi menilai langkah penyadapan yang dilakukan National Security Agency (NSA) atas perintah secret court merupakan pelanggaran yang serius dan berdampak pada menurunnya kepercayaan pengguna Internet di dunia pada portal dan infrastruktur di Amerika Serikat.
“Perlu ditekankan di sini bahwa pengguna Yahoo datang dari seluruh dunia dan bukan dari Amerika Serikat saja. Kalau ada negara lain yang bisa memberikan solusi dan aplikasi serupa seperti portal asal AS itu, bakal jadi pukulan serius bagi negara Paman Sam tersebut,” ujar Alfons Tanujaya, pakar keamanan Internet dari Vaksincom, Minggu (16/6/13).
Menurut dia, negara-negara yang selama ini jadi lawan AS akan berusaha menghindari atau memblok portal yang berdomisili di AS dan portal alternatif pesaing Google, Facebook, dan lainnya yang tidak memiliki data center di AS akan mendapatkan keuntungan dari hal ini.
Seperti diketahui, media Inggris Guardian mempublikasikan laporan mengejutkan pada 7 Juni 2013 terkait dengan aksi penyadapan oleh National Security Agency (NSA) terhadap sejumlah raksasa Internet dunia, meliputi Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, YouTube, Skype, dan AOL merupakan bagian dari PRISM (Privacy in Mobile Information and Communication Systems) yang memungkinkan pejabat NSA untuk mengakses isi email, transfer file, dan lainnya.
Hal tersebut, seperti dilansir Guardian, terungkap setelah NSA mengumpulkan data panggilan telepon pelanggan Verizon, salah satu operator telekomunikasi terbesar di AS, atas perintah pengadilan rahasia.
Kominfo nilai kebijakan AS soal penyadapan adalah melanggar HAM
Tentu saja, hal penyadapan seperti itu menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika RI adalah hal yang salah. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto mengaku tidak mengetahui referensi hukum apa yang dipakai untuk menerobos aturan tersebut. Bahkan Gatot menilai langkah National Security Agency (NSA) yang menyadap 7 raksasa Internet di Amerika Serikat adalah melanggar hak azazi manusia (HAM).
“Hanya saja, sejak peristiwa 9 September terhadap gedung WTC, pemerintah AS secara tidak tertulis diberi kewenangan extraordinary oleh berbagai negara untuk melakukan tindakan tertentu termasuk penyadapan khusus, namun menurut hemat kami, penyadapan itu tetap keliru,” tuturnya, Minggu (16/6/13).
Inikah bukti Facebook dan Google ikut program PRISM?
PRISM, NSA dan program memerangi teroris yang digalakkan Amerika Serikat melalui internet kembali panas setelah Yahoo! kalah di Secret Court. Tidak hanya Yahoo!, Google dan Facebook juga disorot tentang keterlibatan mereka atas program PRISM.
Yahoo! dinyatakan kalah di pengadilan rahasia, ‘Secret Court,’ melawan NSA (National Security Agency) dengan kasus pembocoran data pengguna ke pemerintah Amerika Serikat. Sebelum pengadilan tersebut dilakukan, Facebook, Google, Microsoft dan Apple juga termasuk dari banyak perusahaan lain yang ikut disorot tentang hal yang sama.
Uniknya, Mark Zuckerberg di account
Facebook pribadinya dan juga pihak Google melalui blog mereka, di awal
bulan Juni lalu, menyatakan bahwa mereka justru tidak mengetahui apa itu
yang dinamakan PRISM.
Sebuah dokumen rahasia yang pernah diungkapkan secara tidak sengaja oleh anggota Central Intelligence Agency (CIA) yang juga bekerja di NSA dan dipublikasikan oleh Washington Post dan The Guardian pada tanggal 06 Juni 2013 lalu mencantumkan banyak nama perusahaan besar yang ikut serta dalam program PRISM ini. Di antara nama-nama tersebut juga mencatut Google serta Facebook di dalamnya.
Tidak hanya itu, keduanya (Facebook dan Google) juga menuliskan satu kalimat yang sama yaitu, “We had not heard of program called PRISM until yesterday.”
Menjadi suatu hal yang terdengar sedikit lucu, mengutip dari penjelasan di Wikipedia, Facebook dan Google bergabung dalam program PRISM sejak tahun 2009 lalu! Bagaimana bisa mereka tidak mengetahui apa itu PRISM apabila sudah beberapa tahun lalu ikut dalam program itu?Sebuah dokumen rahasia yang pernah diungkapkan secara tidak sengaja oleh anggota Central Intelligence Agency (CIA) yang juga bekerja di NSA dan dipublikasikan oleh Washington Post dan The Guardian pada tanggal 06 Juni 2013 lalu mencantumkan banyak nama perusahaan besar yang ikut serta dalam program PRISM ini. Di antara nama-nama tersebut juga mencatut Google serta Facebook di dalamnya.
Pernyataan yang sama antara Mark Zuckerberg mewakili Facebook dan Google di blog resminya terkait program PRISM
Tidak hanya di Indonesia saja, banyak
orang di seluruh dunia yang juga mengakses Facebook dan Google setiap
harinya. Dari banyaknya pengguna itu, secara tidak langsung, data-data
tersebut juga akan tersimpan dan terekam dalam server
perusahaan-perusahaan penyedia layanan data.
Dengan diserahkannya data pengg Add Mediauna itu, maka dapat dibilang tidak ada lagi apa yang dinamakan privasi.!
Bahkan menurut Kepala Pusat Informasi dan
Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto, program PRISM yang
melibatkan perusahaan-perusahaan besar dengan pengguna melebihi 1 miliar
orang itu telah melanggar HAM.
Jadi, keputusan tetap ada di tangan Anda,
tetap lanjut untuk mengakses internet atau account jejaring sosial atau
lainnya yang secara tidak langsung turut memperkaya proses pengumpulan
data oleh perusahaan-perusahaan penyedia layanan di internet atau bisa
juga berhenti sejenak.
Untuk sementara, Twitter masih aman dari jerat ‘tentakel’ PRISM
Sebelum dan sesudah kekalahan Yahoo! di
‘Secret Court’ melawan NSA terkait masalah PRISM, tidak sedikit
perusahaan raksasa dunia yang disorot dengan hal yang sama. Namun
kabarnya, justru Twitter lepas dari program tersebut.
Yahoo! dinyatakan kalah melawan NSA dan
program PRISM-nya di pengadilan (Secret Court). Sorotan tajam pun publik
langsung mengarah ke perusahaan dengan CEO bernama Marissa Mayer ini,
benarkah mereka melakukan konspirasi dengan akal-akalan kalah di
pengadilan?
Sebelum kasus Yahoo! naik di pengadilan,
sejumlah perusahaan besar khususnya Google, Microsoft, Facebook dan
Apple juga tengah disorot akan hal yang sama. Menjadi satu hal yang
masuk akal karena perusahaan-perusahaan tersebut miliki pengguna lebih
dari 1 miliar orang di seluruh dunia.
Uniknya, seperti dituliskan oleh Huffington Post
(14/06/13), ada kabar baru menyebutkan bahwa justru pihak National
Security Agency (NSA) milik Amerika serikat yang mendalangi program
PRISM (Privacy in Mobile Information and Communication Systems) tidak
tertarik untuk mengusik Twitter.
Dalam laporan tersebut, Twitter dipandang masih belum layak untuk diintervensi karena situs microblogging
ini memiliki jumlah pengguna yang lebih sedikit dibandingkan dengan
Facebook atau sekelas situs jejaring sosial bahkan perusahaan raksasa
lainnya.
Akan tetapi, walaupun kabar yang mencuat boleh dibilang masih amatir karena belum ada bukti bahwa Twitter lepas dari jeratan ‘tentakel’ PRISM, namun tidak menutup kemungkinan semua perusahaan di dunia yang diakses dan menyimpan data pengguna akan segera ‘diobok-obok’ oleh NSA, termasuk juga Twitter, Pinterest, Tumblr, Instagram atau lainnya.
Walaupun begitu, Twitter tetap berjuang seperti yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar lainnya untuk terus melawan kediktatoran Amerika Serikat melalui NSA dengan program PRISM-nya itu agar semua data penggunanya tetap aman. Akankah Twitter dan jejaring sosial lainnya akan tetap aman di kemudian hari?
Tolak PRISM, Mozilla berani lawan pemerintah AS
PRISM yang dibangun NSA untuk menguntit data pengguna memang membuat banyak perusahaan teknologi besar dunia tunduk. Namun, bukan berarti tidak ada juga yang berani menolak dan melawan.
Akan tetapi, walaupun kabar yang mencuat boleh dibilang masih amatir karena belum ada bukti bahwa Twitter lepas dari jeratan ‘tentakel’ PRISM, namun tidak menutup kemungkinan semua perusahaan di dunia yang diakses dan menyimpan data pengguna akan segera ‘diobok-obok’ oleh NSA, termasuk juga Twitter, Pinterest, Tumblr, Instagram atau lainnya.
Walaupun begitu, Twitter tetap berjuang seperti yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar lainnya untuk terus melawan kediktatoran Amerika Serikat melalui NSA dengan program PRISM-nya itu agar semua data penggunanya tetap aman. Akankah Twitter dan jejaring sosial lainnya akan tetap aman di kemudian hari?
Tolak PRISM, Mozilla berani lawan pemerintah AS
PRISM yang dibangun NSA untuk menguntit data pengguna memang membuat banyak perusahaan teknologi besar dunia tunduk. Namun, bukan berarti tidak ada juga yang berani menolak dan melawan.
Mozilla contohnya, bersama dengan puluhan
organisasi dan perusahaan teknologi lainnya, mereka membuat komitmen
untuk melawan PRISM. Hal ini pun dibuktikan dengan membuat sebuah laman
khusus berisi petisi penghentian PRISM.
Dengan halaman website yang beralamat di optin.stopwatching.us,
semua organisasi ini mengajak partisipasi setiap orang untuk turut
mengisi petisi. Mereka meminta baik individu maupun organisasi agar ikut
menentang tindakan yang dilakukan oleh badan federal Amerika, NSA ini.
Hingga saat ini sendiri sudah terkumpul 250 ribu lebih dukungan terhadap petisi ini. Hal ini terhitung cepat mengingat petisi ini baru dibuka tanggal 19 Juni kemarin waktu Amerika Serikat.
Melihat fenomena seperti ini sendiri memang cukup miris. Saat konglomerasi besar seperti Facebook, Yahoo!, hingga Google mau menuruti PRISM, justru organisasi nirlaba seperti Mozilla yang berani terang-terangan menolaknya.
Hingga saat ini sendiri sudah terkumpul 250 ribu lebih dukungan terhadap petisi ini. Hal ini terhitung cepat mengingat petisi ini baru dibuka tanggal 19 Juni kemarin waktu Amerika Serikat.
Melihat fenomena seperti ini sendiri memang cukup miris. Saat konglomerasi besar seperti Facebook, Yahoo!, hingga Google mau menuruti PRISM, justru organisasi nirlaba seperti Mozilla yang berani terang-terangan menolaknya.
Maraknya pemberitaan mengenai NSA dengan
program PRISM-nya memang memunculkan reaksi keras baik dari publik
maupun perusahaan yang bergerak di bidang internet. Menjadi satu hal
yang dilematis memang, karena saat ini internet seperti sudah menjadi
salah satu hal pokok yang dibutuhkan oleh banyak orang di dunia.
Apabila tidak mengakses internet, tidak
hanya dari segi bisnis, dari segi pribadi pun juga akan terhambat dalam
proses pencarian informasi. Karena, semua informasi di dunia nyata tidak
secepat di dunia maya..!
(sumber: Mashable/New York Times/Tumblr/Daily Mail/Huffington Post/Vaksincom/Merdekacom/ Washington Post/ Guardian/ Foxnews/ voaindonesia.com/ berbagai sumber lainnya)
Bersambung ....
Post a Comment
mohon gunakan email