Pesan Rahbar

Home » » Pakar hadis syi’ah berusaha untuk meneliti pendapat yang lebih rajih sesuai dengan kaidah ilmiah

Pakar hadis syi’ah berusaha untuk meneliti pendapat yang lebih rajih sesuai dengan kaidah ilmiah

Written By Unknown on Friday 5 December 2014 | 22:22:00

Buku wahabi : Bantahan dan Peringatan atas Agama Syiah Rafidhah



Anda terlalu yakin atau bernafsu meyakini bahwa kami adalah syi’ah rafidhah, bahwa kami sedang mati-matian membela ulama syi’ah. Faktanya itu hanya ada dalam waham khayal anda sendiri sehingga ocehan anda melantur kemana-mana. Di sisi kami, siapapun yang mencela Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] jelas berdosa dan siapapun yang mencela sahabat Nabi tanpa dalil juga berdosa. Apa pernah kami membenarkan jika ada penganut Syi’ah mencela Abu Bakar dan Umar?

Tidak pernah bahkan kami berlepas diri dari mereka. Perkara anda mau mengatakan Syi’ah paling besar kedustaannya dan makarnya kepada kaum muslimin ya silakan saja, itu kan perkataan atau persepsi anda, benar dalam pandangan anda dan belum tentu benar dalam pandangan orang lain.

Imam As-Syafi’I rahmatullahi ‘alaihi sebagai saksi, yang syairnya itu berbunyi:

إن كان رفضاً حبُّ آلِ محمدٍ … فليشهدِ الثقلانِ أَني رافضي

Jika benar Syi’ah Rafidhah itu adalah cinta keluarga Muhammad…


Maka hendaklah jin dan manusia bersaksi bahwa aku adalah orang Syi’ah Rafidhoh.


Pakar hadis syi’ah berusaha untuk meneliti pendapat yang lebih rajih sesuai dengan kaidah ilmiah.

Kami tidak mengingkari ada ulama Syi’ah yang mencela Abu Bakar dan Umar. Lagipula dari awal juga pokok masalahnya adalah bukan itu, yang kami bahas dalam tulisan kami adalah tuduhan bahwa Syi’ah beraqidah Firaun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar.

kedudukan riwayat yang dikutip salah seorang ulama Syi’ah dalam kitabnya yaitu riwayat Syi’ah yang menyebutkan Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Pembahasan kami menunjukkan kedudukan riwayat ini berdasarkan kaidah ilmu Rijal Syi’ah adalah dhaif. Jadi apanya yang ia maksud dengan pemahaman para pendahulu syi’ah terhadap para sahabat.

Ulama syi’ah Syaikh Ali Yazdiy Al Hairiy dan Al Majlisiy yang membawakan riwayat tersebut dalam kitab-nya. Itukah pendahulu syi’ah ? Pendapat beliau dha’if ! Ulama Syi’ah tidaklah gemar mengais riwayat-riwayat palsu untuk membangun aqidan mereka.

Riwayat yang dikutip itulah yang harus diteliti kebenarannya [tentu berdasarkan kaidah ilmu hadis Syi’ah]. Tujuan pembahasan kami adalah apa benar Syi’ah beraqidah demikian, terbukti bahwa riwayat yang dijadikan bukti itu adalah riwayat dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah.

Faktanya ulama Syi’ah tersebut Syaikh Ali Yazdiy memang mengutip riwayat dhaif di atas dalam kitabnya tetapi kalau hanya dengan satu riwayat di atas kemudian dikatakan bahwa ia gemar mengais riwayat palsu untuk membangun aqidah mereka yang mencela sahabat maka itu berlebihan. Anda tidak bisa menuduh seorang ulama gemar mengais riwayat palsu hanya dengan bukti satu riwayat.

Begitu pula Al Majlisiy, ia mengutip riwayat tersebut dalam kitab-nya Bihar Al Anwar yang merupakan kitab hadis-hadis ahlul bait di sisi Syi’ah. Adanya riwayat tersebut dalam kitabnya bukanlah bukti bahwa Al Majlisiy gemar mengais riwayat palsu untuk membangun aqidah mencela sahabat. Lagipula tidak ada keterangan dalam kitab Al Majlisi bahwa ia hanya mengumpulkan riwayat yang shahih saja disisinya. Adanya riwayat dhaif palsu dalam kitab hadis tidak hanya terjadi dalam kitab Syi’ah tetapi juga banyak terjadi dalam kitab Ahlus Sunnah. Kalau hanya dengan satu riwayat dhaif di atas Al Majlisiy dikatakan gemar mengais riwayat palsu untuk membangun aqidah mereka maka banyak ulama ahlus sunnah [seperti Al Hakim] yang bisa dikatakan mengais riwayat palsu untuk membangun aqidah mereka.

Syi’ah mengembalikan permasalahannya ke dalam kaidah ilmiah yang diakui dalam kitab Syi’ah yaitu kaidah ilmu Rijal Syi’ah. Bukankah cara berpikir ilmiah untuk membuktikan benar atau tidaknya tuduhan yang dinisbatkan terhadap mazhab tertentu adalah dengan memverifikasinya berdasarkan kaidah yang diakui mazhab tersebut. Kalau dalam hal ini Syi’ah maka tuduhan terhadap Syi’ah harus dinilai kebenarannya berdasarkan kaidah yang diakui di sisi keilmuan Syi’ah.

Kalau anda katakan riwayat Mufadhdhal yang dikutip ulama Syi’ah tersebut, maka bukankah sangat wajar untuk membuktikan benar tidaknya tuduhan anda adalah dengan memverifikasi langsung riwayat tersebut dengan kaidah yang diakui di sisi Syi’ah. Itulah yang kami lakukan di atas. Kami menilai bagaimana kedudukan riwayat Syi’ah tersebut di sisi mazhab Syi’ah bukan menilai kedudukan riwayat Syi’ah tersebut di sisi mazhab Ahlus Sunnah. Ahlus Sunnah boleh saja mendustakan semua riwayat dalam kitab Syi’ah termasuk riwayat di atas tetapi kalau bicara soal bagaimana status riwayat Syi’ah tersebut di sisi mazhab Syi’ah maka berdasarkan kaidah ilmu Rijal Syi’ah riwayat tersebut dhaif. Satu riwayat di atas tidak menjadi bukti untuk menyatakan ulama-ulama syiah gemar berdalil dengan riwayat dhaif dan palsu.

Kalau anda ujung-ujungnya cuma mau menuduh syiah pendusta sehingga menolak semua perkataan Syi’ah ya harusnya dari awal anda gak usah membawa-bawa riwayat Syi’ah. Toh bukankah di sisi anda syi’ah itu pendusta jadi bukti riwayat apapun yang anda kutip dari Syi’ah adalah dusta. Bagaimana mungkin anda menuduh Syiah begini begitu dengan bukti dusta.

Apa faktanya? Banyak ulama hadis termasuk dalam kutubus sittah juga meriwayatkan hadis dari Rafidhah bahkan ada diantaranya yang dinyatakan tsiqat, seperti:
1. Abbad bin Ya’qub Ar Rawajiniy perawi Bukhariy, Ibnu Majah, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ahmad bin Hanbal.
2. Sulaiman bin Qarm Al Kuufiy perawi Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi.
3. Harun bin Sald Al Ijliy perawi Muslim.
4. Abdul Malik bin A’yun perawi Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah.
5. Hasyim bin Barid Al Kuufiy perawi Abu Dawud dan Nasa’i.
6. Musa bin Qais Al Hadhraamiy perawi Abu Dawud.

Dan seperti yang telah kami katakan sebelumnya, tidak ada masalah kalau Ahlus Sunnah berpandangan Syi’ah pendusta karena itu tidak ada hubungan langsung dalam pembahasan riwayat Mufadhdhal di atas. Kita kan bicara bagaimana status riwayat Mufadhdhal itu di sisi Syi’ah bukan di sisi Ahlus Sunnah.

Menanggapi bantahan pencela [blog Wahabi, Jaser Leonheart= http://jaser-leonheart.blogspot.co.id/] yang membawakan perkataan Syaikh Ali Yazdiy dalam kitabnya bahwa ia bersandar pada perawi tsiqat atau riwayat shahih. Kami tidak menafikan bahwa Syaikh Ali Yazdiy berkata demikian tetapi yang menjadi hujjah adalah bukti bukan klaim atau pengakuan. Apa benar Syaikh Ali Yazdiy tersebut berpegang pada riwayat shahih dan perawi tsiqat saja, jawabannya ternyata tidak karena faktanya riwayat Mufadhdhal yang ia kutip dhaif jiddan dan para perawinya dhaif. Itulah yang kami katakan yang menjadi hujjah adalah bukti. Perkataan ulama harus ditimbang dengan bukti dan dalil. Dalam hal ini apa yang disebutkan Syaikh Ali Yazdiy dalam kitabnya itu tidak terbukti.

Fenomena ini juga banyak dalam kitab Ahlus Sunnah seperti kami sebutkan sebelumnya Ibnu Abi Hatim dalam tafsir-nya juga mengklaim hal yang sama bahwa ia hanya bersandar pada riwayat shahih tetapi faktanya jika ditimbang dengan kaidah ilmu hadis ahlus sunnah terdapat juga riwayat dhaif. Al Hakim dalam kitab Mustadrak-nya banyak menshahihkan hadis yang jika ditimbang dengan kaidah ilmu hadis ternyata dhaif.

Tidak ada yang perlu dibersihkan, siapapun yang menghujat tanpa dalil atau dengan dalil lemah dan palsu adalah keliru. Kami tidak sedang menjadi pengacara Syi’ah yang membela membabi buta terhadap ulama Syi’ah. Kami sedang berhujjah dengan objektif dan menunjukkan bahwa anda para penuduh tidak memiliki akal yang cukup dalam berhujjah. Mana buktinya Syi’ah beraqidah bahwa Firaun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar?. Apa seenaknya anda mau berkata lha itu ulama syi’ah seperti Syaikh Ali Al Yazdiy dan Al Majlisi mengatakannya?. Lho duduk persoalannya kan mereka sedang membawakan riwayat Mufadhdhal bukan membawakan perkataan mereka sendiri maka riwayat itulah yang harus dibahas kedudukannya. Bagaimana kedudukannya di sisi Syi’ah?. Jawabannya dhaif jiddan. Maka tuduhan Syi’ah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar merupakan tuduhan dusta.

ulama ahlus sunnah itu seperti penulis tersebut yang mengidap waham khayal sering bicara ngelantur dan ketika menulis hadis atau riwayat mereka kebetulan mengutip riwayat dhaif.

Kami melihat perkara ini dengan objektif. Riwayat Mufadhdhal di atas membuktikan bahwa seorang ulama Syi’ah [dalam kasus di atas adalah Syaikh Ali Yazdiy] terkadang keliru dalam penilaiannya terhadap riwayat atau terkadang tidak konsisten dengan metode yang ia terapkan dalam kitabnya. Dan perkara ini banyak terjadi pada para ulama termasuk ulama Ahlus Sunnah seperti yang kami contohkan di atas Ibnu Abi Hatim dan Al Hakim.

Tidak hanya itu, bahkan berhujjah dengan riwayat dhaif sering dilakukan oleh sebagian ulama Ahlus Sunnah dan juga Syi’ah. Jadi kalau hal ini dikatakan busuk maka busuklah ulama-ulama tersebut. Mengapa ada pencela yang sok mencela Syi’ah dalam hal ini padahal perkara yang sama juga dilakukan Ahlus Sunnah. Kami pribadi tidak akan menyibukkan diri dengan tuduh menuduh, oleh karena itu kami lebih fokus pada perkara yang objektif yaitu perkataan ulama baik ahlus sunnah dan syi’ah harus ditimbang dengan kaidah ilmu yang diakui pada masing-masing mazhab. Apa susahnya memahami itu?. Kecuali jika memang penulis tersebut hakikatnya seperti yang kami katakan “otaknya belum nyampe kesana”.

Ya sama-sama salah. Bagi kami, dalil yang dhaif tidaklah menjadi hujjah terserah apakah itu mau dipakai sebagai amalan, keyakinan, mencela sahabat atau yang lainnya. Kalau menurut anda wahai penulis itu berbeda ya silakan, persepsi anda tidak menjadi hujjah buat kami.

Bisa dong disamakan bahkan hakikatnya memang sama, baik ulama ahlus sunnah dan syi’ah yang berhujjah dengan dalil dhaif ya keliru. Soal perkara mencela sahabat maka kami katakan tidak perlu jauh-jauh mengurusi Syi’ah silakan urusi sebagian salafus shalih yang terbukti telah mencela sahabat dan dalilnya shahih di sisi Ahlus Sunnah.

Hadis kami ada yang dhaif karena terputus sanadnya atau tidak mendengar jadi dhaif atau terbukti melakukan tadlis dalam riwayatnya.


Kedudukan Riwayat Asy Sya’biy Dari Aliy bin Abi Thalib

Dalam beberapa tulisan di blog ini telah disinggung bagaimana kedudukan hadis atau riwayat Asy Sya’biy dari Aliy. Riwayat Asy Sya’biy dari Ali adalah munqathi’ atau terputus sanadnya, Inilah pendapat yang masyhur di kalangan ulama hadis tetapi tidak dipungkiri bahwa ada sebagian ulama yang menetapkan bahwa riwayat Asy Sya’biy dari Aliy dihukum muttashil. Tulisan ini berusaha untuk meneliti pendapat yang lebih rajih sesuai dengan kaidah ilmiah.

Tidak diragukan bahwa Asy Sya’biy menemui masa hidup Aliy bin Abi Thalib dan terdapat riwayat shahih bahwa ia pernah melihat Aliy bin Abi Thalib. Diperselisihkan kapan sebenarnya Asy Sya’biy lahir dan wafat. Al Mizziy dalam Tahdzib Al Kamal menukil banyak pendapat para ulama mengenai tahun lahir dan wafat Asy Sya’biy.

Yahya bin Bukair mengatakan Asy Sya’biy meninggal tahun 103 H dalam usia 79 tahun [berdasarkan data ini berarti Asy Sya’biy lahir tahun 24 H]

Muhammad bin Abdullah Al Hadhraamiy berkata dari Muhammad bin ‘Abdullah bin Numair bahwa Asy Sya’biy meninggal tahun 105 H, selain Ibnu Numair berkata Asy Sya’biy meninggal tahun 104 H dalam usia 82 tahun. [berdasarkan data ini berarti Asy Sya’biy lahir tahun 22 H]

Sulaiman bin ‘Abdurrahman berkata dari Aliy bin Abdullah At Tamimiy bahwa Asy Sya’biy meninggal tahun 110 H dalam usia 77 tahun. [berdasarkan data ini berarti Asy Sya’biy lahir tahun 33 H]

Ibnu Asakir menukil dalam Tarikh-nya dari Khalifah bin Khayaath bahwa Asy Sya’biy lahir tahun 21 H dan dari Ahmad bin Yunus Adh Dhabbiy bahwa Asy Sya’biy lahir tahun 28 H.

Disebutkan Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat riwayat dari Ibnu Uyainah dari As Sariy bin Isma’iil dari Asy Sya’biy yang berkata aku lahir di tahun Jalulaa’ [Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/248] yaitu pada tahun 17 H. Riwayat ini dhaif jiddan karena As Sariy bin Ismaiil seorang yang matruk [Adh Dhu’afa An Nasa’i no 262].

Nampak bahwa terjadi perselisihan kapan sebenarnya Asy Sya’biy lahir. Tetapi pendapat yang rajih adalah apa yang ternukil dari Abu Ishaq As Sabi’iy [dan ia semasa dengan Asy Sya’biy] yaitu riwayat berikut:

قَالَ الْحَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ , سَمِعْتُ شُعْبَةَ ، يَقُولُ : سَأَلْتُ أَبَا إِسْحَاقَ ، قُلْتُ : ” أَنْتَ أَكْبَرُ أَمِ الشَّعْبِيُّ ؟ قَالَ : الشَّعْبِيُّ أَكْبَرُ مِنِّي بِسَنَةٍ أَوْ سَنَتَيْنِ “

Hajjaj bin Muhammad berkata aku mendengar Syu’bah berkata “aku bertanya pada Abu Ishaq” aku berkata “engkau yang lebih tua atau Asy Sya’biy”. Ia berkata “Asy Sya’biy lebih tua dariku setahun atau dua tahun [Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/266].

Kami katakan sebagai yang lebih rajih karena Abu Ishaq As Sabi’iy hidup semasa dengan Asy Sya’biy dan lebih mengetahui perkara umur Asy Sya’biy dibanding orang lain setelahnya. Abu Ishaq As Sabi’iy lahir dua tahun akhir masa pemerintahan Utsman yaitu tahun 33 H, jadi Asy Sya’biy kemungkinan lahir pada tahun 31 atau 32 H. Berdasarkan hal ini maka ketika Imam Aliy wafat tahun 40 H maka usia Asy Sya’biy masih anak-anak lebih kurang delapan atau sembilan tahun. Usia ini bisa dibilang termasuk usia tamyiz yang memungkinkan dalam periwayatan hadis. Jadi berdasarkan analisis tahun lahir dan wafat Asy Sya’biy memang menemui masa hidup Aliy bin Abi Thalib.

Sebagian ulama mengakui bahwa Asy Sya’biy pernah melihat Aliy bin Abi Thalib hanya saja ia tidak mendengar hadis darinya. Hal ini dinyatakan oleh Al Hakim:

وأن الشعبي لم يسمع من عائشة ولا من عبد الله بن مسعود ولا من أسامة بن زيد ولا من علي إنما رآه رؤية

Dan Asy Sya’biy tidak mendengar dari Aisyah, tidak mendengar dari Abdullah bin Mas’ud, tidak dari Usamah bin Zaid dan tidak dari Aliy hanya saja ia pernah melihatnya [Ma’rifat Ulumul Hadis hal 111].

Abu Bakar Al Haazimiy berkata “para Imam ahli hadis tidak menetapkan penyimakan Asy Sya’biy dari Aliy” [Al I’tibar Fii Nasikh Wal Mansukh Min Al Atsaar 1/473]. Ibnu Jauziy berkata “Asy Sya’biy tidak mendengar dari Aliy” [Al Maudhu’at 2/264]. Ibnu Hazm berkata “Asy Sya’biy tidak mendengar hadis dari Aliy” [Al Muhalla 9/495]. An Nawawiy menyebutkan bahwa Asy Sya’biy meriwayatkan dari Aliy dan menyatakan mursal [Tahdzib Asma’ Wa Lughaat 2/278]. Ibnu Turkumaniy menyatakan riwayat Asy Sya’biy dari Aliy munqathi’ [Al Jauhar An Naqiy 7/215]. Adz Dzahabiy berkata dalam biografi Asy Sya’biy “meriwayatkan dari Aliy dan dikatakan mursal” [Tazkirah Al Huffazh 1/79] dan dalam As Siyar, Adz Dzahabiy berkata “ia melihat Aliy dan shalat di belakangnya” [As Siyaar 4/296]. Ibnu Hajar berkata dalam Lisan Al Mizan:

الشعبي عامر بن شراحيل الحميري أبو عمرو الكوفي ثقة مشهور فقيه فاضل الامام العلم عن عمرو وعلي وابن مسعود ولم يسمع منهم

Asy Sya’biy ‘Aamir bin Syaraahiil Al Himyaariy Abu ‘Amru Al Kuufiy tsiqat masyhur faqiih memiliki keutamaan, imam, alim, meriwayatkan dari ‘Amru, Aliy dan Ibnu Mas’ud tetapi tidak mendengar dari mereka [Lisan Al Miizan Ibnu Hajar 7/509 no 5833].

Sebagian ulama menetapkan bahwa Asy Sya’biy hanya mendengar satu hadis dari Aliy yaitu hadis tentang rajam yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari. Yang pertama kali menyatakan hal ini adalah Daruquthniy.

قُلْتُ : سَمِعَ الشَّعْبِيُّ مِنْ عَلِيٍّ ؟ قَالَ الشَّيْخُ سَمِعَ مِنْهُ حَرْفًا مَا سَمِعَ غَيْرَ هَذَا

[Al Barqaaniy] aku berkata “apakah Asy Sya’biy mendengar dari Aliy?”. Syaikh [Daruquthniy] berkata “ia mendengar darinya satu hadis, dan tidak mendengar selain hadis ini” [Al Ilal Daruquthniy 4/97 no 2449].

Hadis yang dimaksud Daruquthniy adalah hadis rajam yang diriwayatkan Asy Sya’biy dari Aliy sebagaimana terdapat dalam Shahih Bukhari. Pendapat Daruquthniy ini dinukil oleh Ibnu Hajar.

حديث “لا تغالوا في الكفن فإنه يسل سلبا سريعا” أبو داود من رواية الشعبي عن علي وفي الإسناد عمرو بن هاشم الجنبي مختلف فيه وفيه انقطاع بين الشعبي وعلي لأن الدارقطني قال إنه لم يسمع منه سوى حديث واحد

Hadis “Janganlah kalian berlebihan dalam masalah kafan karena sesungguhnya ia akan lekas rusak” Abu Dawud dari riwayatnya Asy Sya’biy dari Aliy dan dalam sanadnya terdapat ‘Amru bin Haasyim Al Janabiy diperselisihkan keadaannya, dan di dalam sanadnya juga terdapat inqitha’ antara Asy Sya’bi dan Aliy, Daruquthniy berkata bahwa ia tidak mendengar dari Aliy selain satu hadis [Talkhis Al Habiir Ibnu Hajar 2/256 no 747].

Tidak diketahui apa hujjah Daruquthniy menyatakan bahwa Asy Sya’biy hanya mendengar satu hadis ini dari Aliy. Tetapi yang pasti dalam pandangan Daruquthniy riwayat Asy Sya’biy dari Ali adalah munqathi’ sehingga ia mengecualikan hadis rajam riwayat Asy Sya’biy dari Aliy. Ada dua kemungkinan mengapa Daruquthniy mengecualikan hadis rajam:
Hadis rajam ini telah dimasukkan Bukhari dalam Shahih-nya dan Daruquthniy mempercayai penilaian Bukhari yang menshahihkan hadis ini.

Hadis rajam riwayat Asy Sya’biy ini diriwayatkan dalam sebagian riwayat bahwa Asy Sya’biy memang menyaksikan dan mendengar Aliy dalam hadis rajam tersebut dan Daruquthniy mengetahuinya.

Kemungkinan kedua lebih kuat dari kemungkinan pertama karena Daruquthniy adalah ulama yang tidak segan-segan mengkritik Bukhari jika memang Bukhari keliru dalam menshahihkan hadis dalam kitab Shahih-nya. Berikut hadis rajam yang dimaksud:

حَدَّثَنَا آدَمُ ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ كُهَيْلٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ الشَّعْبِيَّ يُحَدِّثُ ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ” حِينَ رَجَمَ الْمَرْأَةَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَقَالَ : قَدْ رَجَمْتُهَا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah menceritakan kepada kami Adam yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah yang berkata telah menceritakan kepada kami Salamah bin Kuhail yang berkata aku mendengar Asy Sya’biy menceritakan hadis dari Aliy raidallahu ‘anhu ketika ia merajam seorang wanita di hari Jum’at. Ia berkata “sungguh aku merajamnya berdasarkan sunnah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] [Shahih Bukhari no 6812].

Dalam hadis Shahih Bukhari ini Asy Sya’biy tidak menyebutkan penyimakannya dari Aliy. Jadi zhahir sanadnya munqathi’ dan tentu saja hadis ini dikatakan shahih jika terbukti dengan sanad shahih bahwa Asy Sya’bi memang mendengar atau menyaksikan peristiwa rajam yang dimaksud.

Tedapat qarinah yang menguatkan bahwa hadis rajam yang diriwayatkan Asy Sya’biy dari Ali ini sanadnya munqathi’ yaitu dalam sanad hadis Bukhari nampak bahwa Syu’bah adalah perawi yang meriwayatkan hadis ini dan dalam pandangan Syu’bah hadis Asy Sya’biy dari Aliy munqathi’ [terputus].

نا صالح بن أحمد بن حنبل نا علي يعني بن المديني قال سمعت يحيى يقول قال شعبة عامر الشعبي عن علي وعطاء يعني بن أبي رباح عن على إنما هي من كتاب

Telah menceritakan kepada kami Shalih bin Ahmad bin Hanbal yang berkata telah menceritakan kepada kami Ali yaitu bin Madiniy yang berkata aku mendengar Yahya mengatakan Syu’bah berkata “Amir Asy Sya’biy meriwayatkan dari Aliy dan Atha’ yakni bin Abi Rabah dari Aliy, maka itu hanyalah melalui perantaraan kitab [tulisan] [Al Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim 1/130].

Jika memang Asy Sya’biy menyaksikan peristiwa rajam tersebut atau mendengar dari Aliy maka tidak mungkin Syu’bah akan menyatakan bahwa riwayat Asy Sya’biy dari Aliy hanya melalui perantara kitab [tulisan]. Syu’bah sebagai perawi hadis ini dan lebih terdahulu dibanding Bukhari jelas lebih mengetahui kedudukan hadis tersebut.

Terdapat riwayat Asy Sya’bi lain yang menegaskan bahwa ia menyaksikan persitiwa rajam tersebut. Yaitu riwayat Mujalid dari Asy Sya’biy.

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يحيى بن سعيد عن مجالد ثنا عامر قال كان لشراحة زوج غائب بالشام وإنها حملت فجاء بها مولاها إلى علي بن أبي طالب رضي الله عنه فقال ان هذه زنت فاعترفت فجلدها يوم الخميس مائة ورجمها يوم الجمعة وحفر لها إلى السرة وأنا شاهد ثم قال ان الرجم سنة سنها رسول الله صلى الله عليه و سلم ولو كان شهد على هذه أحد لكان أول من يرمى الشاهد يشهد ثم يتبع شهادته حجره ولكنها أقرت فأنا أول من رماها فرماها بحجر ثم رمى الناس وأنا فيهم قال فكنت والله فيمن قتلها

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Mujalid yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Amir yang berkata “Syarahah mempunyai seorang suami yang berada di Syam. Ketika itu ia sedang hamil maka tuannya membawanya kepada Aliy bin Abi Thalib dan berkata “sesungguhnya wanita ini telah berzina” dan ia pun mengaku. Kemudian Ali mencambuknya seratus kali pada hari kamis dan merajamnya pada hari jum’at. I dirajam dalam keadaan dikubur sampai pusarnya dan aku menyaksikan hal itu. Kemudian Aliy berkata “Sesungguhnya rajam adalah sunnah yang dilaksanakan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], seandainya ada yang menyaksikan ia berzina maka dialah yang pertama kali melemparinya, orang yang menyaksikan harus memberikan kesaksian kemudian melemparinya dengan batu tetapi ia telah mengaku maka akulah orang pertama yang akan melemparinya”. Aliy pun melemparinya dengan batu kemudian orang-orang melemparinya. Aku termasu salah seorang dari mereka. Asy Sya’biy berkata “demi Allah, aku termasuk orang yang telah membunuhnya” [Musnad Ahmad 1/121 no 978].

Riwayat Mujalid bin Sa’id Al Hamdaniy dari Asy Sya’biy ini kedudukannya dhaif karena Mujalid adalah seorang yang dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar hadisnya dan ia tafarrud dalam menyebutkan kesaksian Asy Sya’biy dalam hadis rajam ini maka hadisnya tidak bisa dijadikan hujjah. Ibnu Ma’in berkata “tidak bisa dijadikan hujjah”. Nasa’i berkata “tidak kuat”. Daruquthni berkata “dhaif”. Yahya bin Sa’id mendhaifkannya [Mizan Al I’tidal juz 3 no 7070].

حدثناه أبو عبد الله محمد بن عبد الله الزاهد الأصبهاني ، ثنا أحمد بن يونس الضبي ، ثنا جعفر بن عون ، ثنا إسماعيل بن أبي خالد ، قال : سمعت الشعبي وسئل : هل رأيت أمير المؤمنين علي بن أبي طالب رضي الله عنه ، قال : رأيته أبيض الرأس واللحية ، قيل : فهل تذكر عنه شيئا ؟ قال : نعم أذكر أنه جلد شراحة يوم الخميس ورجمها يوم الجمعة ، فقال : ” جلدتها بكتاب الله ورجمتها بسنة رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم “

Telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Muhammad bin ‘Abdullah Az Zaahid Al Ashbahaniy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus Adh Dhabiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ja’far bin ‘Aun yang berkata telah menceritakan kepada kami Ismaiil bin Abi Khalid yang berkata aku mendengar Asy Sya’biy, ia ditanya “apakah engkau pernah melihat amirul mukminin Aliy bin Abi Thalib radiallahu ‘anhu?”. Ia berkata “aku pernah melihatnya, ia seorang yang kepala dan jenggotnya berwarna putih”. Dikatakan “apakah engkau akan menyebutkan sesuatu darinya?”Asy Sya’biy berkata “ya, aku menyebutkan bahwa ia pernah mencambuk Syarahah pada hari kamis dan merajamnya pada hari jum’at dan ia berkata “Aku mencambuknya berdasarkan kitab Allah dan merajamnya berdasarkan sunnah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] [Mustadrak Al Hakim 4/365].

Riwayat ini sanadnya shahih sampai Asy Sya’biy, sebelum menyebutkan hadis ini Al Hakim menyebutkan riwayat Ibnu Mas’ud tentang peristiwa rajam ini kemudian ia berkata tentang hadis Ibnu Mas’ud tersebut.

هذا حديث صحيح الإسناد ولم يخرجاه ، وكان الشعبي يذكر أنه شهد رجم شراحة ويقول إنه لا يحفظ عن أمير المؤمنين غير ذلك

Hadis ini shahih sanadnya tetapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya, Asy Sya’biy menyebutkan bahwasanya ia menyaksikan peristiwa rajam Syarahah dan mengatakan bahwa ia tidak menghafal dari Amirul mu’minin selain hadis rajam itu [Mustadrak Al Hakim 4/365].

Riwayat Al Hakim ini dijadikan hujjah oleh Mubaraak bin Saif Al Haajury dalam kitab-nya At Tabi’un Ats Tsiqaat 2/470. Ia memberikan catatan atas perkataan Al Hakim tersebut yaitu dalam hadis dengan sanad ini Asy Sya’bi dengan jelas menyatakan bahwa ia menyaksikan peristiwa rajam Syarahah dan tidak ada di dalamnya perkataan Al Hakim bahwa ia tidak mendengar dari Ali selain hadis ini.

Pernyataan Mubaraak bin Saif ini sebenarnya perlu ditinjau kembali. Jika kita perhatikan dengan baik riwayat yang dibawakan Al Hakim maka tidak ada disana keterangan bahwa Asy Sya’biy menyaksikan rajam Syarahah dan memang benar tidak ada pula keterangan bahwa Asy Sy’abiy mengatakan kalau ia tidak menghafal dari Aliy selain hadis rajam.

Hadis riwayat Al Hakim hanya menegaskan bahwa Asy Sya’biy pernah melihat Aliy bin Abi Thalib bahwa ia seorang yang jenggot dan kepalanya berwarna putih. Tidak ada keterangan sharih [tegas] dalam riwayat Al Hakim bahwa ia melihat Aliy pada saat peristiwa rajam tersebut atau ia sendiri menyaksikan peristiwa rajam Syarahah. Lafaz penanya “menyebutkan darinya [Aliy]” dan lafaz Asy Sya’biy “aku menyebutkan bahwa ia [Aliy]” tidaklah berbeda kedudukannya dengan lafaz ‘an anah dalam riwayat hadis. Tidak ada disana penyebutan secara sharih [tegas] penyimakan Asy Sya’biy dari Aliy.

Hal ini sesuai dengan mazhab Al Hakim sendiri mengenai riwayat Asy Sya’biy dari Aliy yaitu ia menetapkan bahwa Asy Sya’biy memang melihat Aliy tetapi tidak mendengar darinya. Dan riwayat yang dibawakan Al Hakim memang membuktikan bahwa Asy Sya’biy pernah melihat Aliy tetapi tidak membuktikan penyimakan hadis Asy Sya’biy dari Aliy.

Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun sanad tsabit yang membuktikan bahwa Asy Sya’biy menyaksikan atau mendengar Aliy dalam hadis Rajam tersebut.

Terdapat ulama yang menyatakan bahwa Asy Sya’biy mendengar dari Aliy bin Abi Thalib yaitu Al Khatib dalam kitabnya Tarikh Baghdad biografi Asy Sya’biy [Tarikh Baghdad 14/143]. Mubaraak bin Saif dalam pembahasannya tentang riwayat Asy Sya’biy dari Aliy juga merajihkan pendapat bahwa Asy Sya’biy mendengar dari Aliy [At Tabi’un Ats Tsiqaat 2/463-473]. Ia berhujjah dengan riwayat Bukhari di atas dan riwayat-riwayat berikut:

أخبرنا أبو عبد الله الحافظ ثنا أبو بكر محمد بن أحمد الزيقي ثنا أبو الحسن علي بن الحسن الزيقي ثنا أحمد بن حفص بن عبد الله حدثني أبي ثنا إبراهيم بن طهمان عن عمر بن سعيد بن مسروق عن أبيه عن الشعبي قال رأيت علي بن أبي طالب وصليت وراءه فسمعته يجهر ببسم الله الرحمن الرحيم

Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Abdullah Al Haafizh yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Ahmad Az Zaiqiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abul Hasan ‘Aliy bin Hasan Az Zaiqiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hafsh bin ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahmaan dari ‘Umar bin Sa’id bin Masruuq dari Ayahnya dari Asy Sya’biy yang berkata “aku melihat Aliy bin Abi Thalib dan aku shalat di belakangnya maka aku mendengarnya mengeraskan bacaan Bismillahir rahmaannir rahiim [Sunan Baihaqiy 2/70 no 2401].

Riwayat inilah mungkin yang menjadi dasar perkataan Adz Dzahabiy dalam As Siyaar bahwa Asy Sya’biy melihat Aliy dan shalat di belakangnya. [As Siyaar 4/296]. Riwayat ini dhaif tidak bisa dijadikan hujjah karena:
Abu Bakar Muhammad bin Ahmad Az Zaiqiy tidak ditemukan biografi-nya jadi tidak diketahui kredibilitas-nya.

Abu Hasan Aliy bin Hasan Az Zaiqiy disebutkan biografinya oleh As Sam’aniy tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil. Telah meriwayatkan darinya Abu Muhammad Asy Syaibaniy dan Muhammad bin Ahmad Az Zaiqiy [Al Ansab As Sam’aniy 3/190]. Disebutkan pula oleh Ibnu Makula tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil [Al Ikmal Ibnu Makula 4/149]. Jadi kedudukannya adalah majhul hal.

حدثنا أبو بكر الحميدي قال: حدثنا سفيان قال: حدثنا مطرف عن الشعبي قال: رأيت علي بن أبي طالب أخرج ذراعا له شعرا فقال لا حتى يهزها به

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Humaidiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyaan yang berkata telah menceritakan kepada kami Mutharrif dari Asy Sya’biy yang berkata aku melihat Aliy bin Abi Thalib mengeluarkan sikunya yang berbulu, maka ia berkata “tidak boleh, sampai ia menjimainya” [Ma’rifat Wal Tarikh Yaqub Al Fasawiy 2/602].

Al Humaidiy dalam periwayatan dari Sufyaan bin Uyainah memiliki mutaba’ah dari Abdurrazaaaq [Al Mushannaf Abdurrazaaq 6/348 no 11137] dan Asy Syafi’iy [Al Ahad Wal Matsaaniy Ibnu Abi Aashim 1/138 no 158]. Sufyan bin Uyainah dalam periwayatannya dari Mutharrif memiliki mutaba’ah dari Dzawwaad bin ‘Ulabah [Sunan Sa’id bin Manshuur 2/48 no 1987]. Hanya saja Dzawwaad bin ‘Ulabah seorang yang dhaif [At Taqrib Ibnu Hajar 1/278].

Riwayat ini sanadnya shahih hingga Asy Sya’biy dan dijadikan hujjah oleh Mubaraak bin Saif bahwa Asy Sya’biy mendengar hadis lain dari Aliy selain hadis rajam. Riwayat ini merupakan riwayat dalam bentuk ringkasan karena nampak dalam riwayat tersebut tidak ada keterangan soal apa pertanyaan yang diajukan kepada Aliy bin Abi Thalib sehingga Beliau berkata demikian. Maka disini terdapat kemungkinan bahwa bisa saja hadis dalam bentuk panjangnya tidak menyiratkan penyimakan hadis Asy Sy’abiy dari Aliy. Perhatikan riwayat Abdurrazaaq berikut:

عبد الرزاق عن بن عيينة عن مطرف عن الشعبي قال رأيت عليا وسئل عنها فأخرج ذراعا له شعراء فقال لا حتى يهزها به

Abdurrazaaq dari Ibnu Uyainah dari Mutharrif dari Asy Sya’biy yang berkata “aku pernah melihat Aliy dan Aliy pernah ditanya tentangnya, maka ia mengeluarkan sikunya yang berbulu kemudian berkata “tidak boleh sampai ia menjimainya” [Mushannaf Abdurrazaaq 6/348 no 11137].

Riwayat ringkas ini mengandung kemungkinan bahwa Asy Sya’biy ditanya oleh seseorang apakah ia melihat Aliy? Kemudian orang tersebut bertanya tentang suatu perkara dan bagaimana pendapat Aliy tentangnya. Disini Asy Sya’biy menjawab bahwa ia memang melihat Aliy kemudian ia pun menyebutkan bagaimana pendapat Aliy mengenai perkara yang ditanyakan orang tersebut. Tentu saja kalau memang hakikat riwayat di atas demikian maka itu tidak membuktikan penyimakah Asy Sya’biy dari Aliy.

Sebagai suatu kemungkinan tentu tidaklah menafikan kemungkinan yang lain. Bisa saja sebenarnya Asy Sya’biy memang melihat Aliy mengeluarkan sikunya dan mendengar Aliy memfatwakan demikian. Oleh karena kami tidak menemukan riwayat utuh dari kisah di atas maka kami bertawaqquf dengan riwayat tersebut. Berhujjah dengan satu riwayat yang mengandung kemungkinan lain untuk membatalkan pernyataan jumhur ulama soal inqitha’ Asy Sya’biy dari Aliy adalah perkara yang terburu-buru. Silakan perhatikan riwayat berikut:

حدثنا عبد الله قال حدثني أبى ثنا بهز ثنا همام ثنا قتادة حدثني عزرة عن الشعبي ان الفضل حدثه انه كان رديف النبي صلى الله عليه و سلم من عرفه فلم ترفع راحلته رجلها غادية حتى بلغ جمعا قال وحدثني الشعبي ان أسامة حدثه انه كان رديف النبي صلى الله عليه و سلم من جمع فلم ترفع راحلته رجلها غادية حتى رمى الجمرة

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Bahz yang berkata telah menceritakan kepada kami Hamaam yang berkata telah menceritakan kepada kami Qatadah yang berkata telah menceritakan kepadaku ‘Azrah dari Asy Sya’biy bahwa Fadhl menceritakan kepadanya bahwa ia pernah diboncengkan oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dari Arafah. Unta Beliau tidak mengangkat kaki dalam berlari hingga sampai di Jam’. Azrah berkata dan telah menceritakan kepadaku Asy Sya’biy bahwa Usamah menceritakan kepadanya bahwa dia pernah diboncengkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dari Jam’. Unta Beliau tidak mengangkat kaki dalam berlari hingga Beliau selesai melontar Jumrah [Musnad Ahmad 1/213 no 1829].

Riwayat Asy Sya’biy ini secara zhahir sanadnya shahih dan diriwayatkan oleh para perawi tsiqat. Dalam riwayat ini Asy Sya’biy menyatakan dengan jelas bahwa Fadhl bin ‘Abbas dan Usamah bin Zaid menceritakan kepadanya, tetapi ulama mutaqaddimin menolak pernyataan Asy Sya’biy tersebut.

سَأَلْتُ أَبِي عَنْ حَدِيثَيْنِ رَوَاهُمَا هَمَّامُ ، عَنْ قُتَادَةَ ، عَنْ عَزْرَةَ ، عَنْ الشَّعْبِيِّ ، أَنَّ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ حَدَّثَهُ , أَنَّهُ كَانَ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ ، هَلْ أَدْرَكَ الشَّعْبِيُّ أُسَامَةَ ؟ قَالَ : ” لَا يُمْكِنُ أَنْ يَكُونَ الشَّعْبِيُّ سَمِعَ مِنْ أُسَامَةَ هَذَا , وَلَا أَدْرَكَ الشَّعْبِيُّ الْفَضْلَ بْنَ الْعَبَّاسِ

Aku bertanya pada ayahku dua hadis yang keduanya diriwayatkan Hammaam dari Qatadah dari ‘Azrah dari Asy Sya’biy bahwa Usamah bin Zaid menceritakan kepadanya bahwa ia diboncengkan oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dari Arafah. Apakah Asy Sya’biy menemui Usamah?. Abu Hatim berkata “Tidak mungkin Asy Sya’biy mendengar hal ini dari Usamah dan tidak pula Asy Sya’biy menemui Fadhl bin ‘Abbas” [Al Marasil Ibnu Abu Hatim no 590].

ذَكَرَهُ أَبِي عَنْ إِسْحَاق بْنِ مَنْصُورٍ قُلْتُ لِيَحْيَى قَالَ الشَّعْبِيُّ أَنَّ الْفَضْلَ حَدَّثَهُ وَأَنَّ أُسَامَةَ حَدَّثَهُ قَالَ لَا شَيءَ وَقَالَ أَحْمَدُ وَعَلِيُّ لَا َشيءَ

Ayahku menyebutkan dari Ishaq bin Manshuur yang berkata kepada Yahya “Asy Sya’biy berkata bahwa Fadhl menceritakan kepadanya dan bahwa Usamah menceritakan kepadanya”. Yahya bin Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”. Ahmad dan Aliy juga berkata “tidak ada apa-apanya” [Al Maraasil Ibnu Abi Hatim no 595].

Abu Hatim, Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hanbal dan Aliy bin Madiniy menolak hadis Asy Sya’biy yang mengatakan bahwa Fadhl bin Abbas dan Usamah bin Zaid menceritakan kepadanya, walaupun zhahir sanad menyebutkan demikian. Oleh karena itulah Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata mengenai hadis riwayat Ahmad tersebut.

صحيح وهذا إسناده ضعيف لانقطاعه الشعبي لم يدرك الفضل بن عباس وأدرك أسامة بن زيد ولم يسمع منه

Shahih dan sanad ini dhaif karena terputus, Asy Sya’biy tidak bertemu Fadhl bin ‘Abbas dan menemui masa Usamah bin Zaid tetapi tidak mendengar darinya [Musnad Ahmad 1/213 no 1829].

Belajar dari hadis Asy Sya’biy yang ditolak oleh para ulama tersebut maka hadis Asy Sya’biy yang menyebutkan bahwa ia melihat Aliy dan mengesankan seolah mendengar sesuatu darinya yaitu riwayat Yaqub Al Fasawiy dan Abdurrazaaq perlu ditinjau kembali, apalagi seperti yang kami katakan bahwa riwayat tersebut mengandung kemungkinan ringkasan dari dialog seseorang dengan Asy Sya’biy yang bertanya apakah ia melihat Aliy dan bagaimana pendapat Aliy tentang suatu perkara.

Dalam ilmu hadis adalah perkara yang ma’ruf bahwa seorang perawi semasa dengan perawi lain, melihatnya tetapi tidak mendengar hadis darinya. Seperti yang dinyatakan Al Hakim bahwa Asy Sya’biy pernah melihat Aliy tetapi tidak mendengar hadis darinya. Asy Sya’biy banyak meriwayatkan hadis dari Aliy melalui perantara seperti Al Harits Al A’waar, Abu Juhaifah dan sahabat Aliy lainnya. Terkadang Asy Sya’biy menyebutkan dari Aliy bin Abi Thalib dan terkadang menyebutkan perantara antara dirinya dan Aliy bin Abi Thalib.

وبه أنا أحمد بن علي ثنا الحسن بن عرفة عن وكيع عن يونس بن أبي إسحاق عن الشعبي عن علي قال كنت عند النبي صلى الله عليه وسلم فأقبل أبو بكر وعمر فقال النبي صلى الله عليه وسلم هذان سيدا كهول أهل الجنة من الأولين والآخرين إلا النبيين والمرسلين يا علي لا تخبرهما قد روى الشعبي عن علي عليه السلام في جلد امرأة ثم رجمها رواه البخاري في صحيحه وهذا الحديث الذي كتبناه هنا رواه عبدالله بن هاشم الطوسي عن وكيع بن الجراح عن يونس عن الشعبي عن الحارث عن علي فكأن الشعبي لم يسمعه من علي

Dan dengannya telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Aliy yang berkata telah menceritakan kepada kami Hasan bin ‘Urfah dari Waki’ dari Yunus bin Abi Ishaaq dari Asy Sya’biy dari Aliy yang berkata aku di sisi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka datanglah Abu Bakar dan Umar, Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “kedua orang ini adalah Sayyid kuhul ahli surga dari kalangan terdahulu dan kemudian kecuali para Nabi dan Rasul, wahai Aliy jangan beritahukan pada mereka berdua. Sungguh Asy Sya’biy meriwayatkan dari Aliy [‘alaihis salaam] tentang mencambuk seorang wanita kemudian merajamnya, yaitu diriwayatkan Bukhari dalam shahihnya dan hadis ini yang kami tulis disini diriwayatkan Abdullah bin Haasyim Ath Thuusiy dari Waki’ bin Jarraah dari Yunus dari Asy Sya’biy dari Al Haarits dari Aliy, maka seolah-olah Asy Sya’biy tidak mendengarnya dari Aliy [Ahadiits Al Mukhtaraah Adh Dhiyaa’ no 546].

حدثنا زكريا قال حدثني إسحاق قال أخبرنا جرير عن بيان عن الشعبي عن علي قال إسحاق وأخبرنا يزيد بن هارون عن الأشعث عن الشعبي عن علي قال الملامسة الجماع

Telah menceritakan kepada kami Zakariya yang berkata telah menceritakan kepadaku Ishaaq yang berkata telah mengabarkan kepada kami Jarir dari Bayaan dari Asy Sya’biy dari Aliy. Ishaaq berkata dan mengabarkan kepada kami Yaziid bin Haaruun dari Al ‘Asy’ats dari Asy Sya’biy dari Aliy yang berkata yang dimaksud Menyentuh adalah Jima’ [Tafsir Ibnu Mundzir 2/727 no 1820].

Atsar Imam Aliy di atas disebutkan Ibnu Mundzir dalam tafsir surat An Nisaa’ ayat 43 berikut:

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ

Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan kemudian kamu tidak mendapatkan air maka bertanyamumlah kamu dengan tanah yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu [QS An Nisaa : 43].

Atsar Asy Sya’biy dari Aliy di atas menyatakan bahwa lafaz ‘Awlaamastumunnisaa’ yaitu menyentuh perempuan yang dimaksud adalah jima’. Kemudian diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa Asy Sya’biy meriwayatkan atsar ini melalui perantara sahabat Aliy yang tidak disebutkan namanya:

حدثنا حفص عن أشعث عن الشعبي عن أصحاب علي عن علي أو لامستم النساء قال : هو الجماع

Telah menceritakan kepada kami Hafsh dari Asy’ats dari Asy Sya’biy dari sahabat Aliy dari Aliy “atau kamu telah menyentuh perempuan”, ia berkata yaitu Jima’ [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/279 no 1776].

Kedua riwayat di atas menunjukkan bahwa Asy Sya’biy dalam periwayatannya dari Aliy adalah melalui perantara seperti Al Haarits [yang dikenal dhaif] atau sahabat Aliy lainnya. Seandainya kita menerima bahwa Asy Sya’biy memang pernah mendengar hadis dari Aliy maka kedua riwayat di atas menjadi bukti bahwa Asy Sya’biy melakukan tadlis dalam riwayatnya dari Aliy. Nampak dalam kedua riwayat di atas Asy Sya’biy menggugurkan Al Haarits perawi yang dikenal dhaif dan para sahabat Aliy yang tidak disebutkan namanya.

Penyifatan tadlis terhadap Asy Sya’biy memang tidak ditemukan secara zhahir dari nukilan para ulama tetapi jika kita memahami dengan baik pendapat Daruquthniy tentang hadis Asy Sya’biy dari Aliy maka akan nampak bahwa Daruquthniy mengisyaratkan tadlis pada Asy Sya’biy.

Bukankah Daruquthniy mengatakan bahwa Asy Sya’biy hanya mendengar satu hadis dari Aliy yaitu hadis rajam dan tidak mendengar dari Aliy selain hadis rajam tersebut. Padahal dalam kitabnya Sunan Daruquthniy, ia menyebutkan hadis Asy Sya’biy dari Aliy selain hadis rajam diantaranya lihat Sunan Daruquthniy 3/182 no 294. Hal ini menunjukkan bahwa riwayat Asy Sya’biy dari Aliy selain hadis rajam ma’ruf [dikenal] di sisi Daruquthniy tetapi dalam Al Ilal, Daruquthniy menegaskan bahwa Asy Sya’biy tidak mendengar dari Aliy selain hadis rajam. Daruquthniy mengakui bahwa Asy Sya’biy pernah bertemu Aliy dan mendengar satu hadis darinya tetapi untuk hadis yang lain Daruquthniy menyatakan Asy Sya’biy tidak mendengarnya dari Aliy. Maka ini tidak lain berarti Daruquthniy menyifatkan tadlis pada Asy Sya’biy dalam riwayatnya dari Aliy.

Kesimpulan:
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan hadis Asy Sya’biy dari Aliy tidak lepas dari dua kemungkinan yaitu dhaif terputus sanadnya karena Asy Sya’biy tidak mendengar dari Aliy atau dhaif karena Asy Sya’biy terbukti melakukan tadlis dalam riwayatnya dari Aliy. Riwayat Asy Sya’biy dari Aliy dhaif sampai terbukti bahwa ia mendengar langsung dari Aliy dalam riwayat tersebut.

(Sconprince/Syiah-Ali/Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: