Pesan Rahbar

Home » » Bahasa Rasul Kan Sudah Fasih, Mengapa Masih Ada Ilmu Gharibil Hadits? Gharibil Hadits Termasuk Dirayah atau Riwayah? Berikut Penjelasannya

Bahasa Rasul Kan Sudah Fasih, Mengapa Masih Ada Ilmu Gharibil Hadits? Gharibil Hadits Termasuk Dirayah atau Riwayah? Berikut Penjelasannya

Written By Unknown on Wednesday, 21 January 2015 | 22:26:00


Bahasa rasulkan sudah fasih mengapa masih ada ilmu gharibil hadits? gharibil hadits termasuk dirayah atau riwayah?
Pertanyaan:
Bahasa Rasulkan sudah fasih mengapa masih ada ilmu gharibil hadits? gharibil hadits termasuk dirayah atau riwayah?
Jawaban Global:
Salah satu bagian dari hadis gharib adalah adanya gharabah (sesuatu yang asing)  dari sisi lafaz atau fiqh al-hadits; artinya sebuah hadis yang matannya bermasalah, asing dan jauh dari pikiran yang disebut sebagai gharib.[1] Gharib lafaz dalam hadis, yang merupakan salah satu pembahasan ilmu Dirayah dan ilmu  hadis adalah bertujuan untuk mengetahui hukum keadaan para perawi dan jenis yang diriwayatkan.

Al-Quran, hadis-hadis Rasulullah Saw dan para Imam Maksum mencakup lafaz-lafaz yang dikenal, jelas dan bermakna terang pada masa disampaikannya hadis-hadis ini. Namun dengan adanya perkembangan bahasa, lafaz-lafaz ini menjadi asing dan kurang familiar bagi generasi-generasi setelahnya.

Ilmu Gharib al-Hadits adalah ilmu pengetahuan untuk mengetahui dan menerangkan lafaz-lafaz dalam matan hadits yang sulit dan sukar dipahami karena jarang sekali digunakannya pada masa-masa berikutnya.
Penyusunan ilmu Gharib al-Hadits memiliki banyak kesamaan dengan kamus-kamus, bedanya cakupanyan ilmu Gharib al-Hadits lebih terbatas dan fokus hanya pada kata-kata dan kosa kata yang disebutkan dalam hadis-hadis.

Ilmu Gharib al-Hadits tidak bermakna bahwa lafaz-lafaz hadis pada masa penyampaiannya itu asing dan tidak dapat dipahami, melainkan hanya bermakna bahwa dengan berlalunya waktu sehingga muncul kebutuhan terhadap ilmu ini.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa masalah ini tidak terkhusus bahasa Arab saja, melainkan juga pada bahasa-bahasa lainnya; seperti Bahasa Persia juga kita memiliki banyak buku yang ditulis pada beberapa abad sebelumnya; dan seperti Târikhname Thabari,[2] dan Kasyf al-Asrâr wa ‘Iddah al-Abrâr,[3] memiliki nilai sastra yang tinggi. Dewasa ini bahkan orang-orang yang berpendidikan dalam pelajaran-pelajaran sastra sekali pun tanpa merujuk pada kamus-kamus maka mereka akan kesulitan untuk dapat memahami sebagian kata tertentu dan hal ini tidak bermakna bahwa penulisnya menyampaikan hal-hal yang tidak dapat atau sulit dipahami, melainkan karena mereka menulisnya sesuai dengan bahasa zamannya.

Karena itu, kefasihan atau bahasa atau seseorang, tidak berseberangan dengan adanya sebagian kata yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang tertentu dan kebanyakan orang hanya dapat memahaminya dengan bertanya kepada mereka atau merujuk kepada orang-orang pandai.  Selain itu, maka tiada satu pun kamus pada setiap bahasa yang dapat diandalkan dan dapat digunakan; mengingat fungsi kamus adalah untuk menjelaskan kata-kata yang sulit dipahami atau terdengar asing bagi pengguna bahasa di masa-masa setelahnya.

Dengan memperhatikan adanya kata-kata yang sulit yang disebutkan pada matan dan teks riwayat-riwayat, maka pakar ilmu hadis menyusun buku-buku dalam bidang ini yang akan kami sebutkan beberapa di antaranya sebagaimana berikut:
  1. Al-Fâiq fi Gharib al-Hadits karya Mahmud bin Umar Zamakhsyari (w 538 H); buku ini pada dasarnya adalah syarah lafaz-lafaz asing yang terdapat pada hadis nabawi. Karena itu kita dapat memandang buku ini sebagai kamus riwayat yang disusun oleh Zamakhsyari dengan merujuk pada buku-buku pendahulunya.
  2. Al-Nihâyah fi Gharib al-Hadits wa al-Âtsâr karya Mubarak bin Muhammad bin Abdul Wahid Syaibani yang lebih dikenal Ibnu Atsir Jazrawi (w 606 H). Ia dalam buku ini mengumpulkan hadis-hadis gharib yang tersebar pada teks-teks dan literatur-literatur kemudian memberikan penjelasan hadis-hadis tersebut dari sisi bahasanya.
  3. Majma’ al-Bahrain karya Syaikh Fakhruddin Thuraihi (w 1085 H); buku ini adalah kamus yang di dalamnya disusun makna-makna bahasa dan kata-kata asing dalam al-Quran dan hadis-hadis para maksum As. Di samping itu, buku ini juga menjelaskan riwayat-riwayat dari jalur Syiah Imamiyah yang asing dan tidak dikenal. Karya ini dalam bidangnya termasuk karya yang tiada bandingnya ddan memiliki tempat khusus di kalangan peneliti.

Referensi:
[1]. Abdullah Mamaqani, Miqbâs al-Hidâyah, hal. 231-232, Beirut, Muasassah Alu al-Bait As, 1411 H; Sekumpulan peniliti di bawah pengawasan Ayatullah Sayid Mahmud Hasyimi Syaharudi, Farhang Fiqh Muthabiq Madzhab Ahlulbait As, jil. 3, hal. 267, Qum, Muassasah Dairah al-Ma’arif Fiqh Islami, Cetakan Pertama, 1426 H; Ali Nashiri, Hadits Syinâsi, jil. 2, hal. 69, Qum, Intisyarat Sanabil, Cetakan Pertama, 1383 S.
[2]. Disandarkan pada Abu Ali Bal’ami (abad keempat); Tarikk Name Thabari, salah satu manuskrip kuno dalam prosa Persia yang bernilai tinggi dari sisi kesusasteraan dan sejarah.
[3]. Atsar Abu al-Fadhl Rasyid al-Din Maibadi (w 530), tema buku ini adalah Tafsir Irfani, Irfan Amali dan Sastra Persia.  
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: