Konon pada masa jahiliyah di Mekah ada seorang yang bernama
Abdullah Bin Jad’an. Dia adalah pemuka dalam bisnis “perdagangan budak”
laki-laki dan wanita. Hingga dia memiliki 100 budak laki (Mukhtashor
tarikh damsyiqy 5/254, Al-Ma’arif Li Ibni Qutaibah 576 cet. Dar el-kutub
1960).
Abdullah bin Jad’an tidak dikaruniai keturunan (mandul) (Rasaail
Al-Jahidh) Sedangkan Abu Guhafah dan putra-putranya adalah budak-budak
dari Abdullah Bin Jad’an yang kesemuanya berasal dari Habasyah, dan
setelah dibebaskan Abubakar dari perbudakan maka dinamakan ’Atiiq”. Nama
seperti ini adalah nama panggilan bangsa Arab kala itu yang
disandangkan pada seseorang yang telah dibebaskan dari Budak dengan nama
‘Atii, Mu’taq atau ‘Utaiq (Thobaqat Ibnu Sa’ad 3/286).
Abubakar asalnya bukan dari Arab. Namun pergaulannya dengan
Gabail-gabail Arab dengan mudah dia membaur. Dengan persilangan dan
pengadopsian oleh pemuka gabilah-gabilah Arab hingga menikah dan
mendapatkan putri-putri mulia dari keturunan Gabail yang ada.
Sebagaimana diketahui bahwa jabatan Abu Guhafah di rumah Abdullah Bin
Jad’an kala itu adalah 1. Penyedia makan dan pembantu dirumah 2.
Pengusir lalat yang ada di meja makan (Syarah Nahjul Balaghah Li
Al-Mu’tazily, juz 13/275.
Hingga ketika perang Jamal berkecamuk, seseorang meledek Aisyah
dengan Syairnya: “Kalau hanya tuang-menuang (pembantu) untuk Bani Taim
kita yakini kondisi itu # karena asal mula Bani taim adalah Budak
laki-laki dan Budak perempuan” (dalam arti mengapa kita ikuti
kepemimpinan seorang mantan budak, Pent) (Tarikh Thobary 3/531, Tarikh
Mas’udy 2/370, Mukhtashor Tarikh Dimascq Ibnu Mandzur 9/305, Ibnu
Al-atsir 3/253, dan Rasail Al-Jahidh).
Dengan demikian bahwa Abubakar di mekkah tak seorangpun mengenalnya
dan dia adalah mantan hamba sahaya dari Abdullah Bin Jad’an Al-taimy
sedangkan namanya adalah ‘Atiiq. Abdullah Bin Jad’an telah membebaskan
dia dan kedua saudaranya yang juga menjadi budak. Namun tak seorangpun
tahu tentang nasib kedua saudaranya yang dibebaskan dari budak. Wallah
‘Alam
juga dapat di lihat di http://www.yahosein.com/vb/showthread.php?t=138232
(Lihat pula secara lengkap dalam buku “Sirah Al-sayyidah ‘Aisyah” jilid 1 hal 14-18)
karya Dr. Najah Al-Tho’iy cetakan pertama 2005, penerbit Dar Al-Huda Li Ihya Al-
Turats, London-Bairut).
Asma binti Umais berkata,” Aku mendengar Rasulullah SAWW berdoa,”
Yaa Allah aku berdoa seperti doa saudaraku Musa. Jadikanlah saudaraku
Ali, sebagai wazir dan penolongku. Kuatkanlah diriku dengannya dan
sekutukanlah dia dalam perkaraku, sehingga kami bisa banyak bertasbih
kepada-Mu dan mengingat-Mu. sesungguhnya kamu Melihat kami” [Ahmad bin
HanbalJil.II hal’678 hadits ke 1158].
Konon pada masa jahiliyah di Mekah ada seorang yang bernama
Abdullah Bin Jad’an. Dia adalah pemuka dalam bisnis “perdagangan budak”
laki-laki dan wanita. Hingga dia memiliki 100 budak laki (Mukhtashor
tarikh damsyiqy 5/254, Al-Ma’arif Li Ibni Qutaibah 576 cet. Dar el-kutub
1960).
Abdullah bin Jad’an tidak dikaruniai keturunan (mandul) (Rasaail
Al-Jahidh) Sedangkan Abu Guhafah dan putra-putranya adalah budak-budak
dari Abdullah Bin Jad’an yang kesemuanya berasal dari Habasyah, dan
setelah dibebaskan Abubakar dari perbudakan maka dinamakan ’Atiiq”. Nama
seperti ini adalah nama panggilan bangsa Arab kala itu yang
disandangkan pada seseorang yang telah dibebaskan dari Budak dengan nama
‘Atii, Mu’taq atau ‘Utaiq (Thobaqat Ibnu Sa’ad 3/286).
Abubakar asalnya bukan dari Arab. Namun pergaulannya dengan
Gabail-gabail Arab dengan mudah dia membaur. Dengan persilangan dan
pengadopsian oleh pemuka gabilah-gabilah Arab hingga menikah dan
mendapatkan putri-putri mulia dari keturunan Gabail yang ada.
Sebagaimana diketahui bahwa jabatan Abu Guhafah di rumah Abdullah Bin
Jad’an kala itu adalah 1. Penyedia makan dan pembantu dirumah 2.
Pengusir lalat yang ada di meja makan (Syarah Nahjul Balaghah Li
Al-Mu’tazily, juz 13/275).
Hingga ketika perang Jamal berkecamuk, seseorang meledek Aisyah
dengan Syairnya: “Kalau hanya tuang-menuang (pembantu) untuk Bani Taim
kita yakini kondisi itu # karena asal mula Bani taim adalah Budak
laki-laki dan Budak perempuan” (dalam arti mengapa kita ikuti
kepemimpinan seorang mantan budak, Pent) (Tarikh Thobary 3/531, Tarikh
Mas’udy 2/370, Mukhtashor Tarikh Dimascq Ibnu Mandzur 9/305, Ibnu
Al-atsir 3/253, dan Rasail Al-Jahidh).
Dengan demikian bahwa Abubakar di mekkah tak seorangpun mengenalnya
dan dia adalah mantan hamba sahaya dari Abdullah Bin Jad’an Al-taimy
sedangkan namanya adalah ‘Atiiq. Abdullah Bin Jad’an telah membebaskan
dia dan kedua saudaranya yang juga menjadi budak. Namun tak seorangpun
tahu tentang nasib kedua saudaranya yang dibebaskan dari budak. Wallah
‘Alam
juga dapat di lihat di http://www.yahosein.com/vb/showthread.php?t=138232
(Lihat pula secara lengkap dalam buku “Sirah Al-sayyidah ‘Aisyah” jilid 1 hal 14-18)
karya Dr. Najah Al-Tho’iy cetakan pertama 2005, penerbit Dar Al-Huda Li Ihya Al-
Turats, London-Bairut).
Firman Allah SWT :
“Dan jadikanlah penolong dari keluargaku, Yaitu harub saudaraku.
Teguhkanlah kekuatanku dengannya dan sekutukanlah dia dalam perkaraku,
sehingga kami bisa banyak bertasbih kepada-Mu dan mengingat-Mu.
Sesungguhnya Engkau maha Melihat Kami” [Thaha : 29].
Maka makna Hadits Manzila adalah ,” Wahai Ali, engkau bagiku
seperti Harun disisi Musa. Engkau adalah Penolongku dan saudaraku dari
keluargaku. Allah meneguhkanku denganmu dan menyekutukanmu dalam
perkaraku”.
“RASUL MENGHENDAKI AGAR ALI (AS) DITAATI SEPENINGGAL BELIAU (SAWW)” [Manaqib al Kufi , Jil. I Hal. 510 hadits ke 429].
Ada hadis yang menyatakan Nabi menolak bersaksi untuk Abubakar karena
Nabi tidak yakin Abubakar kelak masih setia sepeninggal Nabi SAW.Rasulullah SAWW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar ..
وحدثني عن مالك عن أبي النضر مولى عمر بن عبيد الله أنه بلغه ان رسول
الله صلى الله عليه و سلم قال لشهداء أحد هؤلاء اشهد عليهم فقال أبو بكر
الصديق ألسنا يا رسول الله بإخوانهم أسلمنا كما أسلموا وجاهدنا كما جاهدوا
فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم بلى ولكن لا أدري ما تحدثون بعدي فبكى
أبو بكر ثم بكى ثم قال أإنا لكائنون بعدك
Yahya menyampaikan kepadaku (hadis) dari Malik dari Abu’n Nadr mawla Umar bin Ubaidillah bahwa Rasulullah SAWW berkata mengenai para Syuhada Uhud “Aku bersaksi untuk mereka”. Abu Bakar As Shiddiq berkata “Wahai Rasulullah, Apakah kami bukan saudara-saudara mereka? Kami masuk Islam sebagaimana mereka masuk islam dan kami berjihad sebagaimana mereka berjihad”.
Rasulullah SAWW berkata “Ya, tapi Aku tidak tahu Apa yang akan kamu lakukan sepeninggalKu”. Abu Bakar menangis sejadi-jadinya dan berkata ”Apakah kami akan benar-benar hidup lebih lama daripada Engkau!”.
(Hadis Dalam Al Muwatta Imam Malik Kitab Jihad Bab Para Syuhada di Jalan Allah hadiis no 987).
Catatan :
•Para Syuhada Uhud lebih utama dari Abu Bakar dan sahabat lainnya karena Rasulullah SAW telah memberikan kesaksian kepada Mereka
•Rasulullah SAWW tidak memberikan kesaksian kepada Abu Bakar dan sahabat lainnya karena Rasulullah SAWW mengatakan tidak mengetahui apa yang akan mereka (termasuk Abu Bakar) perbuat sepeninggal Beliau SAWW.
SUNAN ABU DAWUD, Kitab AL Kharaj, Bab tentang pembagian 1/5 yang diamil oleh Rasulullah untuk Ahlul Bait no 2978.
Ali ibn Abu Tholib berkata: “Saya, Al Abbas, Fatimah binti Muhammad dan Zaid ibn Haritsah mendatangi Rasulullah.
Kami berkata: “Sebaiknya anda segera membuat surat wasiat untuk pembagian harta rampasan perang (Fa’i) sesuai petunjuk yang tertulis di dalam AlQuran; supaya tidak ada perselisihan antara kami (Ahlul Bait) dengan orang2 lain setelah kepergianmu!”
Rasulullah berkata: “Saya akan memerintahkan Abu Baakr untuk membuatkan saya, surat wasiat segera!”
PERTANYAAN:
Kenapa Abu Bakar tidak melaksanakan perintah Rasulullah; sehingga Abu Baakr segara membuatkan Rasulullah surat wasiat?
Dan Saya yakin Tidak akan mungkin Alloh swt membiarkan Nabi Muhammad saw, KekasihNya, meninggal… sementara masih ada amanat Nya yang belum disampaikan Oleh RasulNya yang Terakhir…
ALQURAN Qs.2:180;
Diwajibkan atas kamu, jika datang tanda tanda maut, jika dia meninggalkan harta untuk menulis surat wasiat….
ALQURAN Qs.2:240;
dan mereka yang akan meninggal dunia di antara kamu, dan meninggalkan istri. Maka tulislah surat wasiat…..
Tidak mungkin Rasulullah melanggar ayat ayat ALLAH yang tertulis di dalam AlQuran sesuai pendapat antum.
Jauh jauh hari sebelum datang tanda tanda Maut, Rasulullah telah memerintahkan Abu Bakr untuk membuatkan surat wasiat, karena desakan Ali ibn Abu Tholib, Al Abbas, Fatimah binti Muhammad dan Zaid ibn Haritsah.
Rasulullah telah melaksanakan perintah ALLAH terhadap kewajiban menulis surat wasiat; tetapi Abu Bakar sengaja mengabaikan perintah Rasulullah; sehingga Abu Bakar tidak membuatkan Rasulullah surat wasiat agar distempel atau ditandai oleh Nabi SAW
KESIMPULAN:
Kaum Sunni fanatik buta membela semua kesalahan yang telah dilakukan oleh para sahabat. Kaum Syiah rajin membela Rasulullah dan Ahlul Bait (Ali, Fatimah dan keturunan mereka); karena kecintaan Kaum Syiah kepada Rasululah dan Ahlul Bait.
Perselisihan yang terjadi diatas pastilah :
“Yang satu benar, yang lain salah, mustahil kedua duanya benar”
Dalam hal ini Muhammad SAW lah yang berada dalam kebenaran karena beliau mempedomani AL QURAN.
Anda Pilih Abubakar CS atau Fatimah Az Zahra ?????
1. Apakah mungkin fatimah yang memiliki derajat tinggi tidak mengetahui hadis yang diucapkan Abubkar : “kami tidak mewariskan harta (fa’i), harta yang kami tinggalkan adalah sedekah”
2. Mengapa Fatimah as tetap menuntut TANAH FADAK setelah mendengar hadis Abubakar ???
3. Mengapa Fatimah marah kepada Abubakar dan tidak mau berbicara dengan nya sampai beliau wafat ???
4. Mengapa Fatimah ingin dimakam kan secara sembunyi sembunyi ???
Jawaban dari semua ini adalah karena Abubakar telah menentang Nabi SAW !!!!!!!
Sudut Pandang dan Hujjah
Muqaddimah
Hadis Tentang Fadak
Analisis Riwayat Fadak
Bagaimana Menyikapi Riwayat Fadak
Apakah masalah ini tidak penting dan membuka aib keluarga Nabi SAW?
Pembahasan
Analisis Terhadap Kedudukan Sayyidah Fatimah AS
* Kedudukan Sayyidah Fatimah AS sebagai Ahlul Bait
* Kedudukan Sayyidah Fatimah AS Sebagai Ahli Waris Nabi SAW
Analisis Terhadap Hadis Yang Disampaikan Abu Bakar RA.
* Bertentangan Dengan Hadis Lain
* Perbedaan Pendapat Abu Bakar dan Umar bin Khattab Serta Pendirian Ali dan Abbas
* Bertentangan Dengan Al Quranul Karim
* Al Kitab Juga Menyatakan Nabi Mewariskan Harta
Kesimpulan Analisis
…………………..Mari Kita Mulai……………………
Muqaddimah
Selepas kematian Junjungan yang mulia Rasulullah SAW terjadi suatu perselisihan antara Ahlul Bait yang dalam hal ini Sayyidah Fatimah Az Zahra AS dengan sahabat Nabi yaitu Abu Bakar ra. Perselisihan ini berkaitan dengan tanah Fadak. Fadak adalah tanah harta milik Rasulullah SAW. Sayyidah Fatimah Az Zahra AS menuntut bagiannya dari tanah Fadak karena itu adalah haknya sebagai Ahli Waris Rasulullah SAW. Abu Bakar ra dalam hal ini menolak permintaan Sayyidah Fatimah Az Zahra AS dengan membawakan hadis “Kami para Nabi tidaklah mewarisi dan apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah”. Berdasarkan hadis ini Abu Bakar ra menolak permintaan Sayyidah Fatimah AS karena harta milik Nabi Muhammad SAW tidak menjadi milik Ahli Waris Beliau SAW tetapi menjadi sedekah bagi kaum muslimin.
Tulisan ini akan membahas lebih lanjut masalah ini. Sebelumnya akan dijelaskan bahwa masalah ini memang sensitif dan tidak jarang menimbulkan rasa tidak senang di kalangan tertentu. Masalah ini sudah menjadi isu yang seringkali dipermasalahkan oleh dua kelompok besar Islam yaitu Sunni dan Syiah. Sunni dalam hal ini cenderung tidak menganggap penting masalah ini. Kebanyakan dari Sunni berpendapat bahwa perselisihan itu adalah ijtihad dari masing-masing pihak sedangkan Syiah cenderung membela Ahlul Bait atau Sayyidah Fatimah Az Zahra AS dan dalam hal ini mereka tidak segan-segan menyalahkan Abu Bakar ra. Pendapat Syiah ini ditolak oleh Sunni karena Abu Bakar ra dalam hal ini hanya berpegang pada hadis Rasulullah SAW.
Perselisihan antara Islam Sunni dan Syiah memang sudah sangat lama dan masing-masing pihak memiliki dasar dan dalil sendiri. Sayangnya perselisihan ini justru menimbulkan persepsi yang aneh di kalangan tertentu.
* Ada sebagian orang yang memiliki persepi yang buruk tentang Syiah tidak segan-segan menolak riwayat Fadak dan menuduh itu Cuma cerita buatan Syiah.
* Sebagian lagi suka menuduh siapa saja yang mengungkit kisah Fadak ini maka dia adalah Syiah.
* Siapa saja yang berpendapat kalau Abu Bakar ra salah dalam hal ini maka dia adalah Syiah.
Persepsi aneh tersebut muncul karena pengaruh propaganda pihak-pihak tertentu yang suka menyudutkan dan mengkafirkan Syiah. Sehingga nama Syiah selalu menimbulkan persepsi yang buruk dan mempengaruhi jalan pikiran orang-orang tertentu. Orang-orang seperti ini yang menjadikan prasangka sebagai keyakinan dan yah bisa ditebak kalau mereka ini sukar sekali memahami pembicaraan dan dalil orang lain. Karena semua hujjah dan dalil orang lain dinilai dengan prasangka yang belum tentu benar.
Singkatnya semua persepsi aneh ini tidak terlepas dari kerangka kemahzaban. Seolah-olah pendapat yang benar dalam masalah ini adalah apa yang bertentangan dengan pendapat Syiah. Seolah-olah siapa saja yang berpendapat seperti yang Syiah katakan maka dia jelas salah. Yang seperti ini tidak lain hanya fanatisme belaka. Kebenaran tidak diukur dari golongan tetapi sebaliknya golongan itulah yang mesti diukur dengan kebenaran.
Dalam pembahasan masalah Fadak ini penulis akan berlepas diri dari semua fanatisme mahzab dan berusaha menganalisisnya secara objektif. Walaupun pada akhirnya tetap ada saja yang suka menuduh macam-macam
Hadis Tentang Fadak
Hadis ini terdapat dalam Shahih Bukhari Kitab Fardh Al Khumus Bab Khumus no 1345. Berikut adalah hadis tentang Fadak yang dimaksud yang penulis ambil dari Kitab Mukhtasar Shahih Bukhari oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hal 608 dengan no hadis 1345 terbitan Pustaka Azzam Cetakan pertama 2007 dengan penerjemah :Muhammad Faisal dan Thahirin Suparta.
Dari Aisyah, Ummul Mukminah RA, ia berkata “Sesungguhnya Fatimah AS binti Rasulullah SAW meminta kepada Abu Bakar sesudah wafat Rasulullah SAW supaya membagikan kepadanya harta warisan bagiannya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah SAW dari harta fa’i yang dianugerahkan oleh Allah kepada Beliau.[Dalam riwayat lain :kamu meminta harta Nabi SAW yang berada di Madinah dan Fadak dan yang tersisa dari seperlima Khaibar 4/120] Abu Bakar lalu berkata kepadanya, [Dalam riwayat lain :Sesungguhnya Fatimah dan Abbas datang kepada Abu Bakar meminta dibagikan warisan untuk mereka berdua apa yang ditinggalkan Rasulullah SAW, saat itu mereka berdua meminta dibagi tanah dari Fadak dan saham keduanya dari tanah (Khaibar) lalu pada keduanya berkata 7/3] Abu Bakar “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “Harta Kami tidaklah diwaris ,Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah [Sesungguhnya keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini, [maksudnya adalah harta Allah- Mereka tidak boleh menambah jatah makan] Abu Bakar berkata “Aku tidak akan biarkan satu urusan yang aku lihat Rasulullah SAW melakukannya kecuali aku akan melakukannya] Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.
Ketika Fatimah meninggal dunia, suaminya Ali RA yang menguburkannya pada malam hari dan tidak memberitahukan kepada Abu Bakar. Kemudian Ia menshalatinya.
Di kitab yang sama Mukhtasar Shahih Bukhari hal 609, disebutkan;
Aisyah berkata “Fatimah meminta bagiannya kepada Abu Bakar dari harta yang ditinggalkan Rasulullah SAW berupa tanah di Khaibar dan Fadak dan sedekah Beliau624 di Madinah. Abu Bakar menolak yang demikian kepadanya dan Abu Bakar berkata “Aku tidak meninggalkan sesuatu yang dulu diperbuat oleh Rasulullah SAW kecuali akan melaksanakannya, Sesungguhnya aku khawatir menyimpang dari kebenaran bila aku meninggalkan sesuatu dari urusan Beliau”. Adapun sedekah Beliau di Madinah, oleh Umar diserahkan kepada Ali dan Abbas. Adapun tanah Khaibar dan Fadak maka Umarlah yang menanganinya, Ia berkata “Keduanya adalah sedekah Rasulullah keduanya untuk hak-hak Beliau yang biasa dibebankan kepada Beliau dan untuk kebutuhan-kebutuhan Beliau. Sedangkan urusan itu diserahkan kepada orang yang memegang kekuasaan.
Di catatan kaki no 624 disebutkan bahwa sedekah Beliau SAW di Madinah yang dimaksud adalah Kurma Bani Nadhir yang jaraknya dekat dengan Madinah.
Analisis Riwayat Fadak
Riwayat pertama dan kedua dengan jelas menunjukkan bahwa Sayyidah Fatimah meminta bagian warisnya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah SAW salah satunya adalah tanah Fadak. Hal ini menunjukkan Sayyidah Fatimah AS tidak tahu bahwa harta yang ditinggalkan Nabi SAW adalah sedekah(berdasarkan hadis yang dikatakan Abu Bakar). Sebenarnya tidak hanya Sayyidah Fatimah yang meminta bagian waris dari Harta Nabi SAW, Paman Nabi Abbas RA dan Istri-istri Nabi SAW selain Aisyah juga meminta bagian waris mereka. Jadi kebanyakan keluarga Nabi SAW yang adalah Ahli waris Nabi tidak mengetahui kalau harta yang ditinggalkan Nabi SAW adalah sedekah(berdasarkan hadis yang dikatakan Abu Bakar).
Abu Bakar RA dalam hal ini menolak permintaan Sayyidah Fatimah AS dengan membawakan hadis bahwa Para Nabi tidak mewarisi, apa yang ditinggalkan menjadi sedekah. Setelah mendengar pernyataan Abu Bakar, Sayyidah Fatimah AS marah dan mendiamkan atau tidak mau berbicara kepada Abu Bakar sampai Beliau wafat yaitu selama 6 bulan. Semua penjelasan ini sudah cukup untuk menyatakan memang terjadi perselisihan paham antara Abu Bakar RA dan Sayyidah Fatimah AS.
Bagaimana Menyikapi Riwayat Fadak
Banyak hal yang akan mempengaruhi orang dalam mempersepsi riwayat ini.
1. Ada yang beranggapan kalau masalah ini adalah perbedaan penafsiran atau ijtihad masing-masing dan dalam hal ini keduanya benar
2. Ada yang beranggapan bahwa masalah ini tidak perlu dibesar-besarkan karena menganggap permasalahan ini tidak penting dan hanya membuka aib keluarga Nabi SAW.
3. Ada yang beranggapan dalam masalah ini yang benar adalah Abu Bakar RA
4. Ada yang beranggapan bahwa yang benar dalam masalah ini adalah Sayyidah Fatimah AS.
Riwayat di atas memang menunjukkan perbedaan pandangan Abu Bakar RA dan Sayyidah Fatimah AS. Sayangnya pernyataan keduanya benar adalah tidak tepat. Alasannya sangat jelas keduanya memiliki pandangan yang benar-benar bertolak belakang. Artinya jika yang satu benar maka yang lain salah begitu juga sebaliknya. Mari kita lihat:
Sayyidah Fatimah AS tidak menganggap bahwa harta peninggalan Rasulullah SAW adalah sedekah. Beliau berpandangan bahwa harta peninggalan Rasulullah SAW menjadi milik ahli waris Beliau SAW oleh karena itu Beliau meminta bagian warisan tanah Fadak.
Abu Bakar menolak permintaan Sayyidah Fatimah AS dengan membawakan hadis bahwa para Nabi tidak mewarisi apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah.
Sayyidah Fatimah AS setelah mendengar perkataan Abu Bakar menjadi marah dan tidak berbicara dengan Abu Bakar sampai Beliau wafat. Artinya Sayyidah Fatimah tidak sependapat dengan Abu Bakar oleh karena itu Beliau marah.
Jadi tidak bisa dinyatakan bahwa keduanya benar. Yang benar dalam masalah ini terletak pada salah satunya.
Apakah masalah ini tidak penting dan membuka aib keluarga Nabi SAW?
Jawabannya ini hanya sekedar persepsi. Dari awal orang yang berpikiran kalau masalah ini adalah aib pasti memiliki prakonsepsi bahwa memang terjadi perselisihan antara Abu Bakar dan Sayyidah Fatimah AS. Masalahnya kalau memang tidak ada apa-apa atau hanya sekedar beda penafsiran jelas tidak perlu dianggap aib. Kemungkinan besar dari awal orang yang berpikiran seperti ini menyatakan bahwa Abu Bakar RA benar dalam hal ini. Sehingga dia beranggapan ketidaktahuan Sayyidah Fatimah dengan hadis Abu Bakar dan sikap marah serta mendiamkan oleh Sayyidah Fatimah sebagai aib yang tidak perlu diungkit-ungkit.
Menurutnya tidak mungkin Sayyidah Fatimah pemarah dan pendendam. Orang seperti ini jelas tidak memahami dengan baik. Maaf ya
Sebenarnya hadis diatas tidak menyatakan bahwa Sayyidah Fatimah seorang pemarah, yang benar bahwa Sayyidah Fatimah marah kepada Abu Bakar. Marah dan pemarah adalah dua hal yang berbeda karena Pemarah menunjukkan sikap atau pribadi yang mudah marah sedangkan Marah adalah suatu keadaan tertentu bukan sikap atau kepibadian. Mengkaitkan kata pendendam pada riwayat ini juga tidak relevan.
Sikap marah dan mendiamkan Abu Bakar RA yang dilakukan Sayyidah Fatimah berkaitan dengan pandangan Beliau bahwa Beliau jelas dalam posisi yang benar sehingga sikap tersebut justru menunjukkan keteguhan Sayyidah Fatimah pada apa yang Beliau anggap benar. Sayyidah Fatimah tidaklah sama dengan manusia lain, yang bisa sembarangan marah dan hanya meluapkan emosi semata. Kemarahan Beliau selalu terkait dengan kebenaran oleh karenanya Rasulullah SAW bersabda:
“Fathimah adalah bahagian dariku, barangsiapa yang membuatnya marah, membuatku marah!”(Hadis riwayat Bukhari dalam Shahih Bukhari jilid 5 Bab Fadhail Fathimah no 61).
Jelas sekali kalau kemarahan Sayyidah Fatimah AS adalah kemarahan Rasulullah SAW. Apa yang membuat Sayyidah Fatimah marah maka hal itu juga membuat Rasulullah SAW marah. Oleh karena itu berkenaan dengan perselisihan pandangan Sayyidah Fatimah dan Abu Bakar RA saya beranggapan bahwa kebenaran terletak pada salah satunya dan tidak keduanya. Dalam hal ini saya beranggapan bahwa kebenaran ada pada Sayyidah Fatimah Az Zahra AS. Berikut pembahasannya.
Analisis Terhadap Kedudukan Sayyidah Fatimah AS
Analisis pertama dimulai dari kedudukan Sayyidah Fatimah Az Zahra AS, Dalam tulisan saya sebelumnya saya telah membahas masalah Siapa Sebenarnya Sayyidah Fatimah Az Zahra AS?. Kesimpulan tulisan itu bahwa Sayyidah Fatimah AS adalah Ahlul Bait yang senantiasa bersama kebenaran.
Sebelumnya akan ditanggapi terlebih dahulu pernyataan sebagian orang “Kenapa dalam masalah Fadak yang dibahas hanya Sayyidah Fatimah AS saja, bukankah ada juga yang lain yang menuntut waris?”. Sebenarnya pernyataan Ada yang lain justru memperkuat kebenaran Sayyidah Fatimah AS, apa sebenarnya masalah orang yang berkata seperti ini?. Padahal kalau saja mereka tahu kedudukan Sayyidah Fatimah AS yang sebenarnya maka mereka tidak perlu bertanya yang aneh seperti ini. Sayyidah Fatimah berbeda dengan yang lain karena Beliau AS adalah Ahlul Bait yang disucikan oleh Allah SWT dan salah satu Tsaqalain yang menjadi pegangan umat Islam. Sayyidah Fatimah AS berbeda dengan yang lain karena kemarahan Beliau AS adalah kemarahan Rasulullah SAW dan menjadi hujjah akan benar atau tidaknya sesuatu.
Kedudukan Sayyidah Fatimah AS sebagai Ahlul Bait
Mari kita lihat kembali hadis Tsaqalain. Hadis itu disampaikan oleh Rasulullah SAW sebelum Beliau SAW wafat, Beliau SAW berpesan kepada sahabat-sahabatnya untuk berpegang teguh pada Al Quran dan Ahlul Bait agar tidak sesat. Sabda Rasulullah SAW ini adalah bukti jelas bahwa sahabat diperintahkan untuk berpedoman kepada Ahlul Bait dan bukan sebaliknya. Ahlul Bait yang dimaksud juga sudah saya jelaskan dalam tulisan saya Al Quran dan Ahlul Bait selalu dalam kebenaran. Sudah jelas sekali kalau Sayyidah Fatimah AS adalah Ahlul Bait Rasulullah SAW.
Mari kita lihat hadis Fadak, dari hadis itu didapati bahwa Sayyidah Fatimah tidak mengetahui kalau Para Nabi tidak mewariskan atau harta peninggalan para Nabi menjadi sedekah. Hal ini menimbulkan kemusykilan karena Beliau Sayyidah Fatimah AS adalah Ahlul Bait yang menjadi pedoman bagi sahabat, Beliau Sayyidah Fatimah AS adalah Ahlul Bait yang selalu bersama Al Quran dan kebenaran sehingga tidak mungkin tidak mengetahui perkara seperti ini:
* Menerima kalau Sayyidah Fatimah AS tidak tahu itu berarti menerima kalau Beliau pada awalnya menuntut sesuatu yang bukan haknya.
* Menerima kalau Sayyidah Fatimah AS tidak tahu itu berarti menerima bahwa Beliau pada awalnya adalah keliru.
Mungkinkah Ahlul Bait yang menjadi tempat pedoman para sahabat agar tidak sesat bisa tidak mengetahui hadis ini?, Mungkinkah Ahlul Bait yang selalu bersama Al Quran dan selalu bersama kebenaran bisa keliru?, Mungkinkah Ahlul Bait yang disucikan oleh Allah SWT menuntut sesuatu yang bukan haknya?. Jawabannya jelas tidak.
Kemudian mari kita lihat lagi, ternyata setelah mendengar pernyataan Abu Bakar RA yang membawakan hadis Para Nabi tidak mewariskan atau harta peninggalan para Nabi menjadi sedekah, Sayyidah Fatimah menjadi marah dan mendiamkan Abu Bakar selama 6 bulan. Mungkinkah Sayyidah Fatimah AS atau Ahlul Bait akan menjadi marah mendengar hadis Rasulullah SAW? Jawabannya juga tidak, seandainya hadis itu memang benar maka Sayyidah Fatimah dengan kedudukan Beliau AS yang mulia pasti akan menerima hadis Rasulullah SAW. Bagaimana mungkin Pribadi yang merupakan salah satu dari Tsaqalain dan selalu bersama Al Quran akan menolak hadis Rasulullah SAW.
Lihat kembali hadis Rasulullah SAW yang menyatakan apa saja yang membuat Sayyidah Fatimah AS marah maka itu juga membuat Rasulullah SAW marah. Dalam hadis fadak, Sayyidah Fatimah marah setelah mendengar hadis Rasulullah SAW yang disampaikan Abu Bakar. Hal ini berarti jika Rasulullah SAW ada disitu saat itu maka Rasulullah SAW pun akan marah juga berdasarkan hadis di atas. Jadi mungkinkah Rasulullah SAW marah dengan apa yang Beliau katakan sendiri?, atau justru sebenarnya hadis yang disampaikan Abu Bakar RA itu tidak benar. Lihat banyak sekali kemusykilan yang ditimbulkan hadis yang disampaikan Abu Bakar RA.
Kedudukan Sayyidah Fatimah AS Sebagai Ahli Waris Nabi SAW
Sayyidah Fatimah AS adalah Putri tercinta Rasulullah SAW yang dalam hal ini jelas merupakan Ahli waris Beliau SAW. Oleh karena itu tentu sebagai Ahli waris, Beliau lebih layak untuk mengetahui apapun perihal hak warisnya termasuk hadis yang disampaikan Abu Bakar RA. Mari kita lihat hadis Fadak, dari hadis itu didapati Ahli waris Nabi SAW ternyata tidak mengetahui hadis ini. Padahal Ahli waris Nabi SAW tentu lebih layak mengetahui hadis ini karena masalah ini adalah urusannya. Mari kita lihat kemungkinannya
1. Ahli waris Nabi SAW dalam hal ini Sayyidah Fatimah AS pura-pura tidak tahu dengan hadis ini. Kemungkinan ini jelas tidak benar, mempercayai kemungkinan ini berarti Sayyidah Fatimah AS telah mengabaikan perintah Rasulullah SAW. Hal ini jelas tidak mungkin bagi Ahlul Bait yang disucikan dan selalu bersama Al Quran.
2. Ahli waris Nabi SAW dalam hal ini Sayyidah Fatimah AS lupa dengan hadis ini. Pernyataan ini juga tidak tepat, kalau memang lupa kenapa pula menjadi marah setelah diingatkan dengan hadis yang disampaikan Abu Bakar RA. Kemarahan Sayyidah Fatimah AS menunjukkan ketidaksukaan dan penolakan Beliau terhadap hadis yang disampaikan Abu Bakar RA.
3. Rasulullah SAW tidak memberitahu Sayyidah Fatimah AS tentang hadis ini. Mungkinkah yang seperti ini terjadi, Bagaimana mungkin Rasulullah SAW tidak memberitahu kepada Ahli waris Beliau SAW?. Sedangkan Beliau SAW justru memberitahu hadis ini kepada Abu Bakar RA yang justru bukanlah Ahli Waris Beliau SAW. Apakah Rasulullah SAW lupa? Atau Apakah Rasulullah SAW sengaja tidak memberitahu hal ini yang ternyata menimbulkan perselisihan?. Jawabannya tidak karena kesucian Rasulullah SAW jelas tidak memungkinkan hal ini terjadi. Kemungkinan ini ternyata juga sama tidak benarnya dengan yang lain.
Analisis Terhadap Hadis Yang Disampaikan Abu Bakar RA.
Hadis yang disampaikan oleh Abu Bakar RA bahwa Para Nabi tidak mewariskan atau harta peninggalan para Nabi menjadi sedekah ternyata bertentangan dengan hadis lain dan Al Quranul Karim.
Bertentangan Dengan Hadis Lain.
Dari Ali bin Husain bahwa ketika mereka mendatangi Madinah dari sisi Yazid bin Muawiyah di masa pembunuhan Husain bin Ali RA, Al Miswar bin Makhramah menjumpainya, lalu ia berkata kepadanya ” Adakah sesuatu hajat kepadaku yang dapat kau perintahkan kepadaku”. Aku berkata kepadanya “tidak”. Dia berkata kepadanya “Maka apakah engkau memberikan kepadaku pedang Rasulullah SAW karena aku khawatir terhadap kaum akan mengalahkanmu sementara pedang itu berada di tangan mereka. Demi Allah sungguh bila engkau memberikannya kepadaku maka tidaklah pedang itu lepas kepada mereka selama-lamanya sehingga nyawaku direnggut (Mukhtasar Shahih Bukhari Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hadis no 1351 hal 619 cetakan pertama Pustaka Azzam 2007, penerjemah M Faisal & Thahirin Suparta).
Hadis di atas menyatakan bahwa Ali bin Husain RA (Keturunan Ahlul bait) memiliki pedang Rasulullah SAW. Bukankah pedang Rasulullah SAW adalah harta milik Beliau SAW. Tentu berdasarkan hadis Abu Bakar RA maka harta Rasulullah SAW menjadi sedekah dan milik kaum Muslimin. Jadi mengapa pedang Rasulullah SAW ada pada Ahlul Bait Beliau SAW. Bukankah itu berarti Pedang tersebut diwariskan kepada Ahlul Bait Rasulullah SAW.
Nah sudah mulai pusing belum
Perbedaan Pendapat Abu Bakar dan Umar bin Khattab Serta Pendirian Ali dan Abbas
Abu Bakar dan Umar bin Khattab memiliki sedikit pandangan yang berbeda soal hadis yang dibawa Abu Bakar tersebut. Lihat riwayat Fadak yang kedua, mula-mula Abu Bakar menolak semua permintaan sayyidah Fatimah.
Aisyah berkata “Fatimah meminta bagiannya kepada Abu Bakar dari harta yang ditinggalkan Rasulullah SAW berupa tanah di Khaibar dan Fadak dan sedekah Beliau(kurma bani Nadhir) di Madinah. Abu Bakar menolak yang demikian kepadanya dan Abu Bakar berkata “Aku tidak meninggalkan sesuatu yang dulu diperbuat oleh Rasulullah SAW kecuali akan melaksanakannya, Sesungguhnya aku khawatir menyimpang dari kebenaran bila aku meninggalkan sesuatu dari urusan Beliau”.
Sedangkan pada masa pemerintahan Umar sedekah Nabi SAW di Madinah justru diserahkan kepada Ali dan Abbas. Setidaknya ada beberapa hal yang ditangkap dari hal ini. Kemungkinan Ali dan Abbas kembali meminta seperti apa yang diminta Sayyidah Fatimah pada masa pemerintahan Umar, ini berarti mereka tetap menolak pernyataan hadis yang dibawa Abu Bakar. Kemudian Umar bin Khattab RA menolak memberikan tanah Khaibar dan Fadak tetapi memberikan sedekah Nabi SAW(kurma bani Nadhir) di Madinah, lihat lanjutan hadisnya.
Adapun sedekah Beliau di Madinah, oleh Umar diserahkan kepada Ali dan Abbas. Adapun tanah Khaibar dan Fadak maka Umarlah yang menanganinya, Ia berkata “Keduanya adalah sedekah Rasulullah keduanya untuk hak-hak Beliau yang biasa dibebankan kepada Beliau dan untuk kebutuhan-kebutuhan Beliau. Sedangkan urusan itu diserahkan kepada orang yang memegang kekuasaan.
Sebenarnya baik tanah Khaibar, Fadak dan sedekah Nabi SAW di madinah adalah sama-sama sedekah kalau menurut apa yang dikatakan Abu Bakar RA dan Umar RA tetapi anehnya Umar RA justru memberikan sedekah Nabi SAW di Madinah kepada Ahlul Bait yaitu Ali dan Abbas. Padahal berdasarkan hadis Shahih sedekah diharamkan bagi Ahlul Bait. Jadi jika hadis yang dinyatakan Abu Bakar itu benar maka pendapat Umar yang menyerahkan sedekah Nabi SAW di Madinah adalah keliru karena bertentangan dengan hadis shahih bahwa sedekah diharamkan bagi Ahlul Bait.
Mari kita lihat dari sisi yang lain, Ali RA dan Abbas RA ternyata tetap menerima sedekah Nabi SAW di Madinah(kurma bani Nadhir) itu bisa berarti
* Mereka keliru karena menerima sedekah
* Mereka menganggap kurma bani Nadhir bukanlah sedekah tapi harta milik Rasulullah SAW.
Imam Ali dalam hal ini adalah Ahlul Bait yang disucikan Allah SWT dan telah jelas sabda Rasulullah SAW bahwa Beliau Imam Ali selalu bersama Al Quran dan Al Quran bersama Imam Ali berdasarkan hadis
bahwa Rasulullah SAW bersabda “Ali bersama Al Quran dan Al Quran bersama Ali. Keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya menemuiku di telaga Haudh”.(Hadis riwayat Al Hafidz Al Hakim dalam Mustadrak Ash Shahihain juz 3 hal 124. Hadis ini dishahihkan oleh Al Hakim dalam Mustadrak Ash Shahihain yang berkata “ini hadis yang shahih tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya”. Dalam Talkhis Mustadrak Adz Dzahabi juga mengakui keshahihan hadis ini).
Dan juga hadis berikut menunjukkan Imam Ali selalu bersama Allah dan RasulNya
bahwa Rasulullah SAW bersabda “barangsiapa taat kepadaKu, berarti ia taat kepada Allah dan siapa yang menentangKu berarti ia menentang Allah dan siapa yang taat kepada Ali berarti ia taat kepadaKu dan siapa yang menentang Ali berarti ia menentangKu.” (Hadis riwayat Al Hakim dalam Al Mustadrak juz 3 hal 121.
Al Hakim dalam Al Mustadrak berkata hadis ini shahih sanadnya akan tetapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Adz Dzahabi juga mengakui kalau hadis ini shahih dalam Talkhis Al Mustadrak).
Jadi adalah tidak mungkin Imam Ali keliru dalam hal ini sehingga yang benar adalah pernyataan bahwa Ali RA dan Abbas RA menganggap kurma bani Nadhir bukanlah sedekah tapi harta milik Rasulullah SAW.
Jika benar seperti ini maka Ali RA dan Abbas RA telah mewarisi harta Rasulullah SAW dan hal ini jelas bertentangan dengan hadis Abu Bakar RA.
Bagaimana sedikit rumitkah?
Bertentangan Dengan Al Quranul Karim
Al Quranul Karim telah menjelaskan banyak hukum tentang waris, salah satunya
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu(seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis didalam Kitab (Allah).(QS :Al Ahzab ayat 6).
Al Quran jelas-jelas menyatakan bahwa Yang mempunyai hubungan darah itu berhak untuk saling waris- mewarisi berdasarkan ketentuan Allah SWT. Dalam hal ini Sayyidah Fatimah AS berhak mewarisi Rasulullah SAW yang adalah ayah Beliau . Sebagian orang membela hadis Abu Bakar RA dengan mengatakan Ayat Al Quran di atas telah ditakhsis oleh hadis tersebut. Jadi ayat ini tidak berlaku untuk para Nabi. Sayangnya pendapat ini juga keliru karena Al Quran juga menjelaskan bahwa para Nabi juga mewarisi.
Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata “Hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata”.(QS: An Naml ayat 16).
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakariya, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhan-Nya dengan suara yang lembut. Ia berkata”Ya Tuhan-ku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepadaku telah ditumbuhi uban dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhan-ku. Dan sesungguhnya aku khawtir tentang mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub dan jadikanlah ia, ya Tuhan-ku seorang yang diridhai.(QS:Maryam ayat 2-6).
Al Quran pun dengan jelas menyatakan bahwa para Nabi juga mewariskan. Sebagian orang tetap berkeras dengan mengatakan bahwa yang dimaksud mewariskan di atas adalah mewariskan kenabian, hikmah atau ilmu bukan masalah harta. Pendapat ini pun keliru karena Kenabian tidaklah diwariskan tapi diangkat atau dipilih langsung oleh Allah SWT begitu juga hikmah dan ilmu para Nabi adalah langsung pemberian Allah SWT. Cukuplah bagi mereka Al Quran sendiri yang mengatakan Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab(Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi“.(QS :Maryam 30).
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.(QS :Al Baqarah 130).
Allah berfirman “hai Musa sesungguhnya Aku memilih kamu dari manusia yang lain untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.(QS :Al A’raf 144).
Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariyya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab(katanya) “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya yang membenarkan Kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh“.(QS Ali Imran 39).
Allah memilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan dari manusia, Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS :Al Hajj 75).
Hikmah dan Ilmu para Nabi adalah pemberian langsung dari Allah SWT, dalilnya adalah sebagai berikut
Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya Hikmah selagi ia masih kanak-kanak(QS Maryam 12).
Dan Kepada Luth Kami berikan Hikmah dan Ilmu dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik.(QS Al Anbiya’ 74).
Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat) dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan Hikmah dan Ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kami-lah yang melakukannya.(QS Al Anbiya’ 79)
Dan Sesungguhnya Kami telah memberikan Ilmu kepada Daud dan Sulaiman, dan keduanya mengucapkan “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman”.(QS An Naml 301).
Al Kitab Juga Menyatakan Nabi Mewariskan Harta
Dalam Al Kitab Taurat dijelaskan ternyata Nabi itu juga mewariskan, Nabi Ibrahim misalnya mewariskan harta untuk keturunannya.
Kemudian datanglah Firman Tuhan kepada Abram dalam suatu penglihatan “Janganlah takut Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar”. Abram menjawab “Ya Tuhan Allah, apakah yang Engkau akan berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku adalah Elizer orang Damsyik itu“. Lagi kata Abram “Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku”. Tetapi datnglah firman Tuhan kepadanya, demikian “Orang ini tidakakan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu”. Lalu Tuhan membawa Abram ke luar serta berfirman “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya”. Maka firman-Nya kepadanya “demikianlah nanti banyaknya keturunanmu”. Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (Kejadian 15, 1-6 Perjanjian Allah dengan Abram ; Janji tentang keturunannya).
Kesimpulan Analisis
Semua pembahasan diatas menunjukkan bahwa dalam masalah Fadak kebenaran berada pada Sayyidah Fatimah Az Zahra AS. Walaupun begitu tidak ada niat sedikitpun bagi saya untuk mengatakan bahwa Abu Bakar RA adalah pembuat hadis palsu. Dalam masalah ini saya mengambil pandangan bahwa Abu Bakar RA telah keliru dalam memahami hadis tersebut. Mungkin saja beliau memang mendengar sendiri hadis tersebut tetapi berbeda pemahamannya dengan pemahaman Ahlul Bait oleh karena itu Sayyidah Fatimah Ahlul Bait Nabi menolak hadis Abu Bakar dengan menunjukkan sikap marah dan mendiamkan Abu Bakar RA. Wallahu ‘alam
Sayidah Fathimah Zahra tidak berkenan oleh penolakan Abu Bakar memberikan warisannya.
Mendengar hal ini Fathimah murka dan tidak berbicara hingga wafatnya kepada Abu Bakar. Fathimah hidup hanya enam bulan setelah ayahnya wafat. la. meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisan yang Rasulullah tinggalkan untuknya di Khaibar dan di Madinah. Kesimpulannya akan kami sandarkan pada hadis berikut:
Fathimah marah (Bukhari menggunakan kata ‘murka’) hingga ia wafat dan memperlihatkan penderitaan dan kesengsaraannya setelah Nabi Muhammad wafat. Hal ini mengingatkan kami akan ucapannya yang suci, “Sekiranya ayahku masih hidup saat ini, dan melihat diriku menderita, siang hari akan berubah menjadi gelap.”
Berdasarkan riwayat di atas ia meminta warisannya berulangkali. Saudara Khalid menyatakan bahwa Sayidah Fathimah tidak pernah menuduh Abu Bakar berbuat salah.
Sebelum memberi tanggapan, kami akan menyebutkan hadis Bukhari lainnya.
Shahih Bukhari hadis 5.546 :
Fathimah hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika wafat, suaminya Ali memakamkannya di malam hari tanpa memberitahu Abu Bakar. la melakukan shalat jenazah sendiri….
Sejarahwan Thabari juga menulis Abi Shalih Dirari Abdurrazzaq bin Hummam dari Mamar dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah berkata,
“Fathimah dan Abbas menemui Abu Bakar menuntut (bagian) warisan Rasulullah. Mereka menuntut atas hak tanah Fadak dan Khaibar. Abu Bakar berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Kami (para rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah amal (sedekah), keluarga Nabi Muhammad akan mendapatkan darinya. Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan jalan yang telah dicontohkan Nabi, tetapi aku akan terus melakukannya!’ Fathimah berang dan tidak berbicara kepadanya hingga ia wafat. Ali memakamkannya di malam hari tanpa sepengetahuan Abu Bakar.”.
Berkaitan dengan hal ini, Ummu Ja’far, putri Muhammad bin Ja’far, meriwayatkan permintaan Fathimah kepada Asma binti Umais menjelang kematiannya,
“Bila aku mati, aku ingin engkau dan Ali yang memandikanku. Jangan izinkan seorang pun masuk ke dalam rumahku!”
Ketika ia wafat, Aisyah datang. Asma berkata padanya, “Jangan masuk!” Aisyah mengadukan hal itu kepada Abu Bakar, “Khathamiyyah ini (seorang perempuan dari suku Khatam, Asma) mengahalangi aku untuk menengok putri Rasulullah.” Kemudian Abu Bakar datang. Ia berdiri di pintu dan berkata, “Hai Asma, apa yang menyebabkanmu tidak mengizinkan istri Rasulullah melihat putri Rasulullah?” Asma menjawab, “la sendiri memerintahkanku untuk tidak mengijinkan seorang pun masuk ke rumahnya.” Abu Bakar berkata, “Lakukan apa yang telah ia perintahkan!”
Muhammad bin Umar Waqidi berkata,
“Telah terbukti bahwa Ali melakukan shalat jenazah sendiri dan menguburkannya di malam hari, ditemani Abbas dan Fadhl bin Abbas, dan tidak memberitahu siapapun. Itulah alasan mengapa makam Fathimah tersebut tidak diketahui hingga kini.”
Jika kami harus menerima bahwa Fathimah tidak menuduh bahwa Abu Bakar melakukan kesalahan, lalu mengapa ia marah kepada Abu Bakar dan tidak mengizinkannya untuk menghadiri pemakamannya sebagaimana yang dinyatakan dalam wasiatnya. Anehnya, Bukhari dengan jelas menyebutkan bahwa Fathimah memerintahkan Ali untuk tidak memberitahu Abu Bakar.
Jika Fathimah penghulu seluruh perempuan, dan ia adalah satu-satunya perempuan di seluruh dunia Islam yang telah disucikan oleh Allah SWT, maka kemarahannya pastilah benar. Hal ini karena Abu Bakar berkata, “Semoga Allah menyelamatkanku/mengampuniku dari kemurkaan-Nya dan kemurkaan Fathimah!” (kata-kata yang sama juga digunakan oleh Bukhari). Kemudian Abu Bakar menangis keras ketika Fathimah berseru, “Aku akan mengutukmu di setiap shalatku!” Ia mendekati Fathimah dan berkata, “Lepaskan aku dari baiat ini dan kewajiban-kewajibanku!”
Satu hal yang perlu dikemukakan mengenai hal ini adalah bahwa Rasulullah pernah berkata ketika ia masih hidup bahwa sumber mata air ini (Fadak) diberikan kepada Fathimah.
Tanah Fadak diberikan kepada Nabi Muhammad karena tanah ini diperoleh dari perjanjian. Penghuni-penghuninya, menurut perjanjian, tetap tinggal di dalamnya tetapi menyerahkan ½ tanah mereka dan hasilnya.
Sejarahwan dan ahli Geografi Ahmad bin Yahya Baladzuri menuliskan bahwa Fadak adalah harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda -kuda/unta-unta mereka di tanah tersebut.
Umar bin Khattab sendiri mengakui bahwa tanah Fadak adalah harta Nabi yang tidak dibagi-bagi ketika ia menyatakan,
“Harta milik Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad, tidak ada kuda/ unta yang ditunggangi kecuali milik Rasulullah.”34
Apakah Nabi Menghadiahkan Tanah Itu kepada Fathimah?
Nabi Muhammad, atas perintah Allah Yang Maha Besar, meng¬hadiahkan tanah ini kepada Sayidah Fathimah, sebagaimana yang ditafsirkan Ulama Sunni terkemuka, Jalaluddin Suyuthi. Berikut ini latar belakang sejarah tanah Fadak dan tafsiran ayat 26 Surah al-Isra.
Ali diutus ke Fadak, sebuah pemukiman Yahudi yang tidak jauh dari Khaibar untuk melakukan penyerangan. Tetapi sebelum ada pertempuran, para penghuninya lebih memilih untuk menyerah, dengan memberi ½ kekayaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Malaikat Jibril datang membawa perintah Allah, dan turunlah ayat 26, Surah al- Isra, Dan berikanlah hak untuk keluarga(mu)!
Nabi Muhammad SAW bertanya tentang keluarganya. Jibril menyebutkan nama Sayidah Fathimah dan memerintahkan Nabi untuk memberikan tanah tersebut kepadanya sebagai penghasilan dari Fadak yang dimiliki sepenuhnya oleh Nabi karena diserahkan tanpa menggunakan kekerasan. Berdasarkan ayat tersebut, Nabi Muhammad memberikan tanah Fadak tersebut kepada Fathimah sebagai sumber penghasilan keluarga dan anak-anaknya.
Berdasarkan ayat Quran di atas, banyak ahli tafsir Sunni menuliskan bahwa ketika ayat ini diturunkan, Nabi Muhammad bertanya kepada Malaikat Jibril, “Siapakah keluargaku dan apakah hak mereka?” Malaikat Jibril menjawab. “Berilah Fadak kepada Fathimah karena itu adalah haknya dan apapun yang menjadi hak Allah dan Rasulnya atas Fadak, hak tersebut juga adalah haknya, maka berikanlah Fadak itu kepadanya.”
Tidaklah keraguan bagi kita bahwa tanah Fadak memang milik Sayidah Fathimah. Para ahli sejarah juga menuliskan bahwa dipastikan Abu Bakar telah merampas tanah Fadak dari Fathimah.
Mengenai pertanyaan anda yang anda ajikan bahwa kisah tersebut tidak terdapat pada kitab – kitab hadis, kami anjurkan anda merujuk pada kitab – kitab yang dinyatakan shahih dan dapat dipercaya oleh ulama – ulama Sunni berkenaan peristiwa yang anda sebutkan.
Fathimah memprotes Abu Bakar ketika Fadak dirampas darinya dan berkata “Engkau telah mengambil alih Fadak meskipun Rasulullah telah memberikannya padaku ketika ia masih hidup.”
Mendengar hal in Abu Bakar meminta Fathimah untuk menghadirkan saksi. Lalu, Ali dan Ummu Aiman bersaksi untuknya. (Ummu Aiman adalah seorang budak yang dibebaskan dan ibu susuan Nabi Muhammad. Ia adalah ibu Usamah bin Ziyad bin Harist Nabi Muhammad berkata, “Ummu Aiman adalah ibuku dan ibu setelah ibuku.” Nabi juga membuktikan bahwa ia adalah salah satu dari orang- orang yang masuk surga).
Akan tetapi, saksi yang diajikan Fathimah tidak dapat diterima Abu Bakar, dan tuntutan Fathimah ditolak karena berdasarkan pada pernyataan yang salah. Mengenai hal ini Baladzuri menulis, “Fathimah berkata kepada Abu Bakar, ‘Rasulullah telah memberi tanah Fadak secara adil kepadaku. Maka itu berilah bagianku!’ Kemudian Abu Bakar meminta saksi lain selain Ummu Aiman. la berkata, ‘Hai, putri Rasul! Engkau mengetahui bahwa saksi tidak dapat diterima kecuali oleh dua orang laki – laki dan dua orang perempuan.”
Selain Ali dan Ummu Aiman, Imam Hasan dan Imam Husain pun memberi kesaksian, tetapi ditolak karena kesaksian seorang anak dan masih kecil tidak dapat diterima karena membela orang tua mereka. Kemudian Rabah, budak Nabi Muhammad juga diajukan sebagai saksi untuk mendukung tuntutan Fathimah tetapi kesaksiannya pun ditolak. ”
Jika tanah tersebut merupakan pemberian, pastilah telah diberikan kepada Fathimah ketika ia masih hidup. Tetapi ini bukanlah hal yang kita semua ketahui. Jika kita menyebutkan hal ini adalah kehendaknya, maka hal ini bertentangan dengan ayat Quran tentang hukum waris.
Berbicara tentang hadis bahwa Abu Bakar memiliki alasan untuk mendukung keputusannya yang banyak disebut di kitab-kitab, berikut ini catatannya. Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair yang meriwayatkan dari Aisyah bahwa ia memberitahunya bahwa Fathimah, putri Nabi Muhammad, mengutus seseorang kepada Abu Bakar untuk meminta hak warisan yang ditinggalkan Nabi Muhammad kepadanya dari Allah SWT yang berada di Madinah, dari tanah Fadak dan 1/5 bagian dari hasil Khaibar.
Abu Bakar berkata bahwa, “Rasulullah berkata, ‘Kami para Rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah
.’ Keluarga Nabi Muhammad hidup dari harta ini, tetapi, demi Allah, aku tidak akan mengubah sedekah Rasulullah sebagaimana halnya sewaktu Nabi Muhammad masih hidup. Aku akan melakukan apa saja yang biasa dilakukan Nabi Muhammad.”
Oleh karenanya, Abu Bakar menolak memberikan sesuatupun dari harta tersebut sehingga membuat marah Fathimah. la menjauhi dan tidak berbicara kepada Abu Bakar hingga akhir hayatnya. Ia hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika Fathimah wafat, Ali bin Abi Thalib tidak memberitahu Abu Bakar tentang kematiannya dan melaksanakan shalat jenazah sendiri.
Sekarang mari kita telaah pernyataan Rasulullah sebagaimana yang diungkap oleh Abu Bakar, “Kami (para Rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.”.
Kata pewaris artinya seorang yang mendapat warisan atau secara sah mewarisi harta. Pernyataan pertama bertentangan dengan kenyataan karena berdasarkan sejarah, diakui bahwa Nabi Muhammad menerima warisan dari ayahnya. Riwayatnya adalah Ibnu Abdul Muthalib meninggalkan lima unta berwarna abu – abu dan sekelompok biri – biri kepada Ummu Aiman, yang kemudian diberikan kepada Nabi Muhammad.”
Apabila bagian pertama hadis tersebut terbukti salah, bagainiana bisa pernyataan kedua ‘Semua yang kami tinggalkan menjadi sedekah’ menjadi benar? Pernyataan ini juga dengan jelas bertentangan dengan ayat-ayat yang dinyatakan dalam Quran, Dan Sulaiman menerima pusaka dari Daud (QS an-Naml :16).
Nabi Sulaiman dan Daud adalah Rasul-rasul yang kaya raya, karena mereka adalah para raja di zamannya. Allah SWT juga berfirman;
(Zakaria berdoa kepada Allah), “Karuniailah aku seorang anak dari hadiratmu, yang akan mewarisi aku dan keluarga Yakub, dan jadikanlah ia! Ya,Tuhanku, seorang yang sangat Engkau ridhai. “ (QS Maryam : 5-6).
Ayat-ayat ini adalah contoh bahwa para Nabi meninggalkan warisan, dan nampaknya ayat-ayat tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar. Hadis riwayat Abu Bakar ini, entah palsu atau tidak, pasti tidak bertentangan dengan Quran. Sebuah peristiwa mungkin akan sangat membantu bila disebutkan di mana Ali mengutip ayat-ayat Quran seperti yang disebutkan di atas. Peristiwa tersebut adalah sebagai berikut:
Diriwayatkan oleh Ja’far bahwa Fathimah menemui Abu Bakar untuk menuntut warisannya. Ibnu Abbas juga menuntut warisannya dan Ali bin Abi Thalib pergi bersamanya. Abu Bakar berkata bahwa Rasululloh berkata beliau tidak mewariskan harta kami, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah dan penghidupan yang ia berikan kepada mereka sekarang menjadi tanggung jawabnya.
Ali berkata, “Nabi Sulaiman adalah pewaris Nabi Daud. Nabi Zakaria berdoa kepada Allah, Anugrahilah aku seorang anak, yang akan mewarisiku dan keluarga Yakub.” Abu Bakar berkata, “Persoalan warisan Nabi Muhammad adalah sebagaimana yang aku nyatakan . Demi Allah! Engkau tahu sebagaimana halnya aku.” Ali berkata, “Mari kita lihat apa yang dinyatakan kitab Allah!”
Riwayat tersebut membuktikan bahwa keturunan Nabi Muhammad tidak mengakui hadis ini, yang kemudian dikemukakan oleh Abu Bakar sebagai jawaban atas tuntutan Fathimah. Mereka menyangkalnya dengan menyebutkan ayat-ayat Quran yang menyatakan bahwa Allah SWT menjadikan para Rasul pewaris satu sama lain.
“Ada banyak contoh ketika Abu Bakar tidak meminta menghadirkan saksi ketika orang-orang meminta dipenuhinya janji Rasul. Seperti biasa kami akan bersandarkan pada sumber hadis shahih bagi saudara- saudara Sunni.
Shahih Bukhari hadis 3.548 (hat. 525); diriwayatkan oleh Muhammad Ibn Ali bahwa Jabir bin Abdillah berkata,
“Ketika Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menerima harta dari Ala Hadrami.” Abu Bakar berkata, “Barang siapa memiliki hutang uang atas nama Nabi Muhammad atau dijanjikan sesuatu olehnya ia harus datang kepadaku (agar kami membayarnya dengan benar).” (Jabir menambahkan), ‘Aku berkata (kepada Abu Bakar), “Rasulullah menjanjikanku uang sebanyak ini, sebanyak ini dan sebanyak in (sambil merentangkan tangannya tiga kali). Kemudian Abu Bakar menghitung uang dan menyerallkan 500 keping emas, lalu 500 keping emas dan 500 keping emas.”
Pada keterangan hadis ini, Ibnu Hajar Asqalani dan Ahmad Aini Hanafi menulis,
Hadis ini mengarah pada kesimpulan bahwa bukti satu orang sahabat yang adil dapat diterima sebagai bukti yang kuat meskipun untuk kepentingan kepentingan sendiri, karena Abu Bakar tidak meminta Jabir untuk menghadirkan saksi sebagai bukti permintaannya.”
Jika permintaan Jabir dipenuhi dengan didasarkan pada kesan yang baik, dianggap benar, dan tanpa perlu menghadirkan saksi atau menunjukkan bukti, lalu apa yang menyebabkan tidak diperkenankannya tuntutan Fathimah berdasarkan kesan yang sama-sama baik? Jika kesan yang baik muncul pada kasus Jabir sedemikian hingga bila ia berkata bohong ia akan merugi, lalu mengapa tidak yakin kalau Fathimah tidak berkata ustman terhadap perkataan Nabi Muhammad demi sebidang kecil tanah?
Pertama-tama, keterusterangan dan kejujurannya sudah mrm¬buktikan kebenaran tuntutannya. Di samping itu, ada kesaksian Ali dan Ummu Aiman selain bukti lainnya. Telah dinyatakan bahwa tuntuian itu tidak dapat diterima karena lemahnya kedua saksi dan karena Nabi Muhammad menetapkan aturan kesaksian pada Surah al-Baqarah ayat 282; `….maka majikan dua orang saksi di antara laki-laki dan jika tidak ada dua orang lelaki, maka (majikanlah) seorang lelaki dan dua orang perempuan…’
Jika aturan ini universal dan umum berarti aturan ini harus diterapkan pada setiap kesempatan, tetapi pada beberapa peristiwa, aturan ini tidak di terapkan. Contohnya ketika seorang Arab berselisih dengan Nabi Muhammad mengenai seekor unta. Khuzaimah bin Tsabit Anshari memberi saksi untuk Nabi Muhammad. Saksi ini dinyatakan sama dengan dua orang saksi.
Karena kejujuran dan kebenaran kesaksiannya Nabi Muhammad memberinya gelar Dhusy Syahadatayn (seorang yang kesaksiannya setara dua orang saksi).
Dengan demikian, keuniversalan ayat mengenai saksi tidak Hi¬pengaruhi oleh tindakan juga tidak dianggap bertentangan dengan perubahan saksi. Jadi, jika menurut Nabi Muhammad kesaksian untuknya sama dengan dua saksi, lalu mengapa kesaksian Ali dan Ummu Aiman tidak dianggap kuat bagi Fathimah ditilik dari keagungan moral serta kebenarannya? Di samping itu, ada sebuah hadis yang disebut oleh lebih dari dua brlas orang sahabat bahwa Nabi Muhammad biasa memutuskan masalah-masalah dengan kekuatan satu saksi dan meminta sumpahnya.
Telah di jelaskan oleh beberapa sahabnt Nabi Muhammad dan beberapa ulama fikih bahwa keputusan ini secara khusus berkaiiun Hengan hak, kepemilikan dan perjanjian, dan keputusan ini diterapkan uleh tigo orang khalifah; Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.”46
Dua hal yang harus kami sampaikan kepada anda adalah;
1) Mengapa Abu Bakar tidak meminta saksi saat ia memberikan keping uang emas yang sesuai dengan janji Nabi Muhammad SAW. Mengapa ia menerima pernyataan mereka bahwa Nabi telah menjanjikan sesuatu?,
2) Berbeda dengan Fathimah, ketika putri Nabi Muhammad yang ia sebut sebagai penghulu perempuan semesta alam, menuntut Fadak. Mengapa Abu Bakar meminta Fathimah menghadirkan saksi di hadapan khalifah tetapi beberapa dalih atau saksi-saksi itu mereka ditolak?
Apakah Abu Bakar Membuatkan Fatimah Murka?
|
Polemik dalam garis besar sejarah Islam, adalah suatu catatan kelam yang telah memilih umat menjadi dua kelompok besar.
Kelompok pertama, adalah mereka yang telah didoktrinisasikan bahawa semua sahabat adalah jujur dan adil serta Allah dan RasuNya meridhai mereka semua. Kelompok ini, dalam rangka mengkultuskan seluruh sahabat, telah terjebak dengan tafsiran-tafsiran cetek al-Quran yang disajikan oleh ulama-ulama mereka, selain dari sajian ratusan jika tidak ribuan, hadis-hadis palsu keutamaan para sahabat yang semuanya saling berbenturan dengan al Quran, hadis-hadis sahih yang disepakati, maupun mantik yang sihat.
Manakala kelompok kedua adalah mereka yang menggolongkan para sahabat berdasarkan ciri-ciri mereka:
a. Sahabat yang jujur dan bertakwa
b. Sahabat yang munafik
c. Sahabat yang menyakiti Nabi saaw dan selalu membangkang.
Dalam tulisan ini, perbahasan yang dibawakan adalah mengenai polemik yang berlaku sesudah wafatnya Nabi Muhammad saaw, di antara puteri Baginda saaw yang tercinta, Penghulu Wanita Semesta Alam, Sayyidah Fatimah az-Zahra (as) dengan Abu Bakar bin Abi Quhafah mengenai persoalan perwarisan Tanah Fadak dan kemarahan Sayyidah Fatimah az Zahra (as).
Para pembela sahabat kebingungan menghadapi kemelut ini, kerana ia membabitkan dua pihak, yang menurut mereka berstatus besar dalam pandangan Islam.
Di satu pihak, berdirinya Sayyidah Fatimah az-Zahra (as), yang bangkit menuntut haknya ke atas tanah Fadak. Kedudukan tinggi dan mulia Sayyidah Fatimah az-Zahra (as) telah disabdakan oleh Baginda Rasul (saw), antaranya:
1. Nabi saaw bersabda: “Yang paling aku cintai dari Ahlul Baitku adalah Fatimah”
(Al-Jami’ al-Sagheer, jilid 1, #203, hlm. 37; Al-Sawaiq Al-Muhariqa, hlm. 191; Yanabi’ Al-Mawadda, jilid. 2, bab. 59, hlm. 479; Kanzul Ummal, jilid. 13, hlm. 93).
2. Nabi saaw bersabda: “Empat wanita pemuka alam adalah ‘Asiah, Maryam, Khadijah dan Fatimah”
(Al-Jami’ Al-Sagheer, jilid 1, #4112, hlm 469; Al-Isaba fi Tamayyuz Al-Sahaba, jilid 4, hlm 378; Al-Bidaya wa Al-Nihaya, jilid 2, hlm 60; Dakha’ir Al-Uqba, hlm 44).
3. Nabi saaw bersabda: ” Fatimah adalah Penghulu wanita syurga”
(Kanzul Ummal, jilid 13, hlm 94; Sahih Al-Bukhari, Kitab Al-Fadha’il, Bab kelebihan Fatimah; Al-Bidaya wa Al-Nihaya, jilid 2, hlm 61).
4. Nabi saaw bersabda: “Fatimah adalah bagian dariku, yang membuatnya marah, membuatku marah”
(Sahih Muslim, jilid 5, hlm 54; Khasa’is Al-Imam Ali oleh Nisa’i, hlm 121-122; Masabih Al-Sunnah, jilid 4, hlm 185; Al-Isabah, jilid 4, hlm 378; Siar Alam Al-Nubala’, jilid 2, hlm 119; Kanzul Ummal, jilid 13, hlm 97; perkataan sama diguna dalam Al-Tirmidhi, jilid 3, bab kelebihan Fatimah, hlm 241; Haliyat Al-Awliya’, jilid 2, hlm 40; Muntakhab Kanzul Ummal, catatan pinggir Al-Musnad, jilid 5, hlm 96; Maarifat Ma Yajib Li Aal Al-Bait Al-Nabawi Min Al-Haqq Alaa Men Adahum, hlm 58; Dhakha’ir Al-Uqba, hlm 38; Tadhkirat Al-Khawass, hlm 279; Yanabi^ Al-Mawadda, jilid 2, bab 59, hlm 478).
Dan di satu pihak lagi, berdirinya Abu Bakar, tokoh yang mereka pandang kanan sesudah Rasulullah saaw.
Polemik bermula, saat Abu Bakar dilantik menjawat jabatan Khalifah, selepas pertelingkahan di Saqifah Bani Sa’idah, antaranya, Umar dan Abu Ubaidah di satu pihak dan kaum Ansar, di pihak yang lain.
Sayyidatina Fatimah az-Zahra (as), telah menuntut haknya ke atas tanah Fadak, yang menurut beliau adalah hadiah pemberian dari bapanya Rasulullah (saw), hal yang mana dinafikan oleh Abu Bakar.
Benarkah Fadak adalah pemberian Rsulullah (saw) kepada puteri Baginda (saw)? Mari kita perhatikan riwayat berikut:
Telah diriwayatkan dengan sanad yang Hasan bahwa Rasulullah saaw di masa hidup Beliau telah memberikan Fadak kepada Sayyidatina Fathimah as. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad Abu Ya’la 2/334 hadis no. 1075 dan 2/534 hadis no. 1409:
قرأت على الحسين بن يزيد الطحان حدثنا سعيد بن خثيم عن فضيل عن عطية عن أبي سعيد الخدري قال : لما نزلت هذه الآية { وآت ذا القربى حقه } [ الاسراء : 26 ] دعا النبي صلى الله عليه و سلم فاطمة وأعطاها فدك
Qara’tu ‘ala Husain bin Yazid Ath Thahan yang berkata telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Khutsaim dari Fudhail bin Marzuq dari Athiyyah dari Abi Said Al Khudri yang berkata “ketika turun ayat dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya [Al Isra ayat 26]. Rasulullah saaw memanggil Fathimah dan memberikan Fadak kepadanya”Lalu, saat Abu Bakar menjawat jabatan Khalifah, dia telah merampas Fadak dari Sayyidatina Fatimah az Zahra as dan memiliknegarakan Fadak.
Hadis tentang Fadak
Hadis ini terdapat dalam Shahih Bukhari Kitab Fardh Al Khumus Bab Khumus no 1345. Namun, di sini, kita lihat hadis tersebut dari Kitab Mukhtasar Shahih Bukhari oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hal 608 dengan no hadis 1345:
Dari Aisyah, Ummul Mukminah (ra), ia berkata “Sesungguhnya Fatimah (as) binti Rasulullah (saw) meminta kepada Abu Bakar sesudah wafat Rasulullah (saw) supaya membahagikan kepadanya harta warisan bahagiannya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah (saw) dari harta fa’i yang dianugerahkan oleh Allah kepada Beliau.[Dalam riwayat lain: kamu meminta harta Nabi SAW yang berada di Madinah dan Fadak dan yang tersisa dari seperlima Khaibar 4/120] Abu Bakar lalu berkata kepadanya, [Dalam riwayat lain: Sesungguhnya Fatimah dan Abbas datang kepada Abu Bakar meminta dibagikan warisan untuk mereka berdua apa yang ditinggalkan Rasulullah (saw), saat itu mereka berdua meminta dibagi tanah dari Fadak dan saham keduanya dari tanah (Khaibar) lalu pada keduanya berkata 7/3] Abu Bakar “Sesungguhnya Rasulullah (saw) bersabda “Harta Kami tidaklah diwaris ,Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah [Sesungguhnya keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini, [maksudnya adalah harta Allah- Mereka tidak boleh menambah jatah makan] Abu Bakar berkata “Aku tidak akan biarkan satu urusan yang aku lihat Rasulullah SAW melakukannya kecuali aku akan melakukannya] Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.
Ketika Fatimah meninggal dunia, suaminya Ali (ra) yang menguburkannya pada malam hari dan tidak memberitahukan kepada Abu Bakar. Kemudian ia menshalatinya.
Hadis ini dan yang serupa dengannya, benar benar membuat para pencinta Abu Bakar tidak senang duduk, jika mereka menerima perilaku Abu Bakar ini ke atas Sayyidatina Fatimah az-Zahra (as), berarti mereka juga harus membenarkan kesan dari perbuatan Abu Bakar itu dengan hadis Nabi saaw berikut:
Sesungguhnya Rasulullah Saaw berkata: “Fatimah bagian diriku, barang siapa memarahinya berarti memarahiku.” (HR Bukhori, Fadhoilu Shahabat, Fathul Bari 7/78 H. 3714).
Kelemahan riwayat Ali bin Abi Talib melamar Puteri Abu Jahal
Namun, Iblis senantiasa mempunyai tentera tenteranya dari kalangan jin dan manusia, yang bekerja tanpa kenal lelah dan tidak malu pada Tuhan serta tidak takut pada Hari Pembalasan. Mereka harus mencari kambing hitam untuk dikorbankan untuk menyelamatkan Abu Bakar. Hasil dari kesungguhan mereka itu, terhasillah hadis palsu berikut yang diangkat sebagai sabda Nabi saaw dan disucikan:
Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim dari hadis al-Miswar bin Makhromah berkata: Sesungguhnya Ali telah melamar putri Abu Jahal, Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul (saw) berkatalah Fatimah: “Kaummu menyangka bahwa engkau tidak pernah marah membela anak putrimu dan sekarang Ali akan menikahi putri Abu Jahal,” maka berdirilah Rasulullah Saw mendengar kesaksian dan berkata: “Setelah selesai menikahkan beritahu saya, sesunggunhya Fatimah itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang menyakitinya. Demi Allah, putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul dalam pangkuan seorang laki-laki.” Maka kemudian Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal (khitbah itu) (diriwayatkan Bukhori dalam kitab Fadhailu Shahabat).
“Hadis” ini membuatkan para pencinta Abu Bakar tenang, kerana mereka akhirnya mendapatkan kambing hitam terbesar, iaitu suami kepada puteri Nabi saaw sendiri Imam Ali (as). Dengan “hadis” ini, mereka berkata…”Jika ada yang membuat puteri Nabi (saw) marah, maka Ali adalah orang pertama yang membuatnya marah”.
Dengan cara ini, mereka bermaksud membungkam mulut sesiapapun yang cuba mendiskredit Abu Bakar dalam persoalan Fadak yang membuatkan Sayyidatina Fatimah az Zahra as marah. Namun benarlah firman Allah berikut:
وَمَكَرُوا وَ مَكَرَ اللهُ وَ اللهُ خَيْرُ الْماكِرينَ
“Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS Aali Imran: 54).
Hadis ini hakikatnya bermasalah dari banyak sisi, jika kita benar-benar teliti, inilah hadis yang dikutip daripada perawi yang sering bershalawat ke atas Muawiyah. Kemarahan Fathimah adalah kemarahan Rasulullah, didapati bahawa ianya tidak ada kaitan langsung dengan kisah dongeng tersebut.
فاطمة بضعة من فمن أغضبها أغضبني
صحيح البخاري: ج4 ص210 (ص710، ح3714)، كتاب فضائل
الصحابة، باب 12، باب مناقب قرابة رسول الله و ج 7 ص 219 (ص717 ح3767)،
كتاب فضائل الصحابة، باب 29، باب مناقب فاطمة
“Fathimah adalah sebahagian daripadaku, barangsiapa membuatkannya marah, maka dia membuatkan aku marah”. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan tidak disebut tentang Ali melamar puteri Abu Jahal. Muslim juga meriwayatkan hadis ini:
إنما فاطمة بضعة مني يؤذيني ما آذاها
صحيح مسلم: ج7 ص141 ح6202، كتاب فضائل الصحابة، باب 15 باب فضائل فاطمة بنت النبي
“Hanyalah Fathimah sebahagian daripada diriku, Aku merasa disakiti atas apa yang dia disakiti”. Namun tetap sahaja tidak disebut kisah dongeng tersebut. Hakim Nisyaburi juga menulis hadis ini:
إن الله يغضب لغضبك، ويرضى لرضاك
المستدرك: 3 / 153
“Sesungguhnya Allah turut murka dengan kemurkaanmu, dan meridhai dengan keridhaanmu” tetap saja tidak ada menyebut kisah dongeng tersebut.
Seluruh pengriwayatan Ahlusunnah tentang hadis Ali melamar puteri Abu Jahal yang meragukan itu telah diriwayatkan oleh Miswar bin Mukhramah. Zahabi dalam Sirul A’lam al-Nubala berkata: “Beliau adalah pendukung kuat Muawiyah” Urwah bin Zubair berkata:
وكان يثني ويصلي على معاوية، قال عروة: فلم أسمع المسور ذكر معاوية إلاّ صلّى عليه.
“Tidak sekali-kali aku mendengar Miswar menyebut Muawiyah melainkan dengan iringan shalawat ke atasnya (Muawiyah)” Sirul A’lam al-Nubala jilid 3 halaman 392.
Bershalawat ke atas Nabi menyebabkan kegembiraan Ahlul Bait namun sekarang apakah yang akan terjadi jikalau bershalawat ke atas Muawiyah? Bahkan dalam kitab Ahlusunnah menerangkan kriteria ini adalah tanda-tanda seorang Nashibi. Ibnu Hajar ‘Asqalani menulis:
والنصب، بغض علي وتقديم غيره عليه .
Nashibi adalah Baghdh (membenci) ‘Ali dan mengutamakan selainnya (Muawiyah) ke atasnya. -Muqaddimah Fath al-Bari, halaman 460.
Saat semua upaya untuk menyandingkan musuh-musuh Ahlul Bait (as) sejajar dengan kedudukan dan keutamaan mereka telah menemukan jalan buntu, maka, para penyembah Bani Umayyah berusaha keras menciptakan hadis-hadis palsu yang bisa mendiskreditkan kemuliaan Ahlul Bayt (as).
Untuk itu, watak-watak yang tidak malu pada Tuhan dan tidak takut pada hari pembalasan amat diperlukan. Dengan menawarkan ganjaran duniawi dan nama yang harum di kalangan manusia, maka beraturlah sekelompok syaitan dalam tubuh-tubuh manusia, di halaman istana Bani Umayyah bagi mempersembahkan bakti mereka dan menjual imannya.
Antara tokoh andalan dalam kelompok ini, yang benar-benar berani adalah Miswar bin Makhramah, yang tidak punya sekelumit iman menciptakan hadis “Niat pernikahan Imam Ali (as) dengan puteri Abu Jahal”, bagi mendapatkan syafaat daripada tuannya Bani Umayyah.
Hadis tentang niat pernikahan Imam Ali as dengan puteri Abu Jahal itu, diangkat menjadi kisah suci dan disahihkan oleh ulama-ulama hadis Sunni, yang berlumba-lumba meriwayatkannya di lembaran-lembaran kitab hadis mereka.
Kita lihat sekilas lalu riwayat tersebut:
Disebutkan bahwa Imam Ali (as). berminat melamar dan dalam sebagaian riwayat telah meminang putri Abu Jahal untuk dijadikan isteri kedua disamping sayyidah Fatimah (as). kemudian berita tersebut terdengar oleh Fatimah (as). dan beliaupun marah dan melaporkan perlakuan Imam Ali (as). kepada Nabi; ayah Fatimah (as), seraya berkata: Orang-orang berkata bahwa Anda tidak marah untuk membela putri Anda, Ini Ali ia akan mengwini putri Abu Jahal. Mendengan berita itu nabi marah kemudian mengumpulkan para sahabat beliau di masjid dan berpidato: Sesungguhnya Fatimah adalah dariku, dan saya khawatir ia terfitnah dalam agamanya…Saya tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, akan tetapi –demi Allah- tidak akan berkumpul putri seorang rasulullah dan putri musuh Allah pada seorang suami…. Saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kecuali jika Ali akan menceraikan putri saya dan mengawini putri mereka… Fatimah adalah penggalan dariku menyikitiku apa yang menyakitinya dan menggangguku apa yang mengganggunya”.
Riwayat ini bisa anda temukan didalam Sahih Bukhari pada beberapa bab, antaranya:
1. Kitab al Khums ( dengan Syarah Ibnu Hajar:6\161-162).
2. Kitab an Nikah (dengan Syarah Ibnu Hajar 9\268-270)
3. Kitab al-Manaqib, bab Dzikr Ash-haar an-Nabi (tentang menantu-menatu Nabi) (dengan Syarah Ibnu Hajar 7\67)
4. Kitab ath-Thalaq, bab asy-Syiqaq ( Kitab perceraian, bab, pertengkaran suami-isteri (dengan Syarah Ibnu Hajar 8/152).
Bukhari telah memilih jalur Miswar saat meriwayatkan kisah ini, maka, marilah kita imbas, siapakah Miswar bin Makhramah, yang menjadi perawi hadis ini.
1. Ia lahir tahun kedua Hijrah. Jadi usianya ketika penyampaian pidato Nabi saww. bisa kita bayangkan, ia masih kanak-kanak. Lalu bagaimna ia mengatakan bahwa ketika itu ia sudah baligh? (Sahih Bukhari dengan Syarah Ibnu Hajar 6/161-162):
ولد بمكّة بعد الهجرة بسنتين فقدم به المدينة في عقب ذي الحجة سنة ثمان ومات سنة أربع وستين
تهذيب التهذيب: ج10 ص137 . وانظر: المزي، تهذيب الكمال: ج27 ص581 . الذهبي، سير أعلام النبلاء: ج3 ص 394
2. Padahal usianya ketika wafat Nabi saww. hanya delapan tahun. (Fath al-Bari:9\270. Kisah itu terjadi- kalau benar- enam atau tujuh tahun setelah kelahirannya)
وكان مولده بعد الهجرة بسنتين، وقدم المدينة في ذي الحجة بعد الفتح سنة ثمان، وهو غلام أيفع ابن ست سنين
ابن حجر، الإصابة: ج6ص 94
Ustaz Taufiq Abu ‘Ilm pembantu kanan Keadilan Mesir mempunyai kitab berjudul Fathimah Azzahra yang diterjemah oleh Dr Sadiqi. Inilah kitab yang cukup cantik, paling tepat, sungguh berilmiah dan penulisnya berdalil tentang Fathimah Zahra. Hingga kini susah ditemui buku sebagus ini. Dalam halaman 146 beliau berkata pinangan Ali terhadap puteri Abu Jahal berlaku dalam tahun kedua Hijrah.
Menurut pengkisahan yang ada pada Ustaz Abu Ilm, Miswar ini baru masuk ke Madinah setelah empat tahun peristiwa lamaran tersebut. Namun entah dari mana pula Ibnu Hajar Asqalani mendapat tahu bahawa peristiwa lamaran ini berlaku dalam tahun ke delapan Hijrah. Mungkin Ibnu Hajar boleh mengetahui peristiwa ghaib, atau melalui malaikat atau juga melalui perantara jin yang mengirim wahyu kepadanya. Beliau berkata Imam Ali melamar puteri Abu Jahal setelah tahun kedelapan Hijrah iaitu Miswar masih berusia enam tahun. Ketika itu Miswar sendiri berkata:
وانا محتلم…
“Saya telah bermimpi” -Tahzib al-Tahzib jilid 10 halaman 138.
Iaitu saya telah baligh. Ini juga bermaksud seseorang itu telah membesar dan mendapat mimpi; atau pun ia sudah siap untuk berkahwin. Apakah anak seusia enam tahun boleh berkata ‘Ana Muhtalam’?
Ibnu Hajar menyedari hal ini dan berkata: Muhtalam ini bukanlah bermaksud seseorang itu telah sampai ke usia baligh, akan tetapi dari sudut bahasa menyatakan ia telah berakal. Namun di dalam dunia apakah ada ribuan anak kecil sepintar ini?
Perkataan Muhtalam ini jauh bezanya dengan berakal dari sudut bahasa seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hajar.
Apakah Miswar di usia begitu dapat duduk di tepian minbar dan menukilkan hadis? Marilah kita lihat dalam sahih Muslim meriwayatkan bahawa Miswar bin Mukhramah hanya memakai cawat dan hadir mengangkut batu untuk membina masjid, ikatan cawat tersebut terbuka dan mendedahkan bagian tubuhnya itu. Rasulullah bersabda:
ارجع إلى ثوبك فخذه ولا تمشوا عراة
صحيح مسلم، باب الاعتناء بحفظ العورة، ج 1 ص 268
Pulanglah memakai pakaianmu, dan janganlah berjalan bertelanjangan. – Sahih Muslim Bab I’tina bi hifz ‘aurat, jilid 1 hal 268.
Pertanyaan kita kepada Ibnu Hajar, apakah ini dikatakan pintar? Di usia enam tahun itu, ke manakah akalnya ketika ia bertelanjangan, berjalan di depan orang ramai dan Rasulullah, sehingga ditegur dan disuruh pulang memakai pakaian?
Hadis Miswar ternyata masih diragui di sudut lain kerana dia seorang sahaja yang meriwayatkan nabi datang ke masjid dan duduk di atas minbar sedangkan ramai lagi di kalangan ansar dan muhajirin tidak meriwayatkan hadis ini. Hendaklah kita katakan bahawa Miswar sahaja yang berada di dalam masjid ketika itu.
Kembali kepada persoalan Fadak. Apabila pencinta-pencinta Abu Bakar tidak dapat mematikan kisah marahnya Sayyidatina Fatimah az Zahra as terhadap Abu Bakar, mereka lalu membuat hadis tandingan, bahawa sebelum Sayyidatina Fatimah az Zahra as wafat, Abu Bakar telah memohon maaf darinya dan beliau as telah memaafkan Abu Bakar.
Benarkah kisah ini. Mari kita periksa riwayat tersebut:
Diriwayatkan oleh Al Hafidz Al Baihaqi dari Amir As Sya’bi, dia berkata, ketika Fatimah sakit Abu Bakr datang menemuinya dan meminta diberi izin masuk. Ali berkata padanya, “Wahai Fatimah, Abu Bakr datang dan meminta izin agar diizinkan masuk.” Fatimah bertanya, “Apakah engkau ingin agarku memberikan izin baginya?” Ali berkata, “Ya!” Maka Abu Bakr masuk dan berusaha meminta maaf kepadanya sambil berkata, “Demi Allah tidaklah aku tinggalkan seluruh rumahku, hartaku, keluarga dan kerabatku kecuali hanya mencari redha Allah, redha RasulNya dan Redha kalian wahai Ahlul Bait.” Dan Abu Bakr terus memujuk sehingga akhirnya Fatimah rela dan akhirnya memaafkannya. (Dala’il An Nubuwwah, Jil. 7 Hal. 281).
Di sini Wahabi juga turut mengakui Fathimah marah terhadap Abu Bakar pada awalnya. Namun mereka mengatakan kedua Abu Bakar dan Umar mendapat keridhaan Fathimah di akhir hayat hidupnya seperti yang dinukilkan oleh Baihaqi.
Hakikatnya ketiadaan ridhanya Sayyidah Fathimah adalah asli dan berasas serta tidak dapat ditolak. Kemarahan Fathimah ini mencetuskan pertanyaan apakah sah kekhalifahan mereka berdua? Mengapa Sayyidah Fathimah penghulu wanita syurga ini tidak meridhai dan marah kepada mereka? Sedangkan menurut riwayat yang sahih sanadnya dalam kitab paling sahih Ahlusunnah mengatakan keridhaan Fathimah adalah keridhaan Rasulullah, kemarahan beliau adalah kemurkaan Allah.
Kerana itu pendukung Muawiyah telah gigih bekerja dan mengarang cerita untuk membuktikan bahawasanya kedua syaikh ini telah menemui beliau di akhir riwayat hidupnya memohon keridhaan dan Fathimah juga telah meridhai mereka!
Pertamanya: Sanad riwayat tersebut adalah Mursal; Sya’bi adalah daripada kalangan tabi’in dan dia sendiri tidak menyaksikan peristiwa yang berlaku. Riwayat ini sendiri mempunyai masalah.
Kedua: Jikalaulah kita anggap hadis daripada tabi’in ini dapat diterima sekalipun namun Riwayat daripada Sya’bi juga tidak dapat dipegang kerana Sya’bi adalah memusuhi Amirulmukminin dan seorang Nashibi. Kerana itu Bilazari dan Abu Hamid Ghazali menulis tentang Sya’bi seperti berikut:
عن مجالد عن الشعبي قال: قدمنا على الحجاج البصرة،
وقدم عليه قراء من المدينة من أبناء المهاجرين والأنصار، فيهم أبو سلمة بن
عبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه… وجعل الحجاج يذاكرهم ويسألهم إذ ذكر علي
بن أبي طالب فنال منه ونلنا مقاربة له وفرقاً منه ومن شره….
البلاذري، أحمد بن يحيى بن جابر (متوفاي279هـ) أنساب الأشراف، ج 4، ص 315؛
الغزالي، محمد بن محمد أبو حامد (متوفاي505هـ)، إحياء علوم الدين، ج 2، ص 346، ناشر: دار االمعرفة – بيروت.
Daripada Mujalid, daripada Sya’bi berkata: Kami telah memasuki kumpulan haji Bashrah. Ada sekumpulan Qari Madinah dari kalangan anak-anak Muhajirin dan Anshar yang disertai oleh Abu Salamah bin ‘Abdul Rahman bin ‘Auf… Kumpulan haji sibuk berbual-bual tentang Ali bin Abi Talib dan mencercanya, kamipun turut mencerca Ali…
Ansab al-Asyraf, jilid 4 halaman 315, Ihya ‘Ulumuddin, jilid 2 halaman 346.
Apakah kita dapat berhujjah dengan riwayat seorang Nashibi? Seterusnya mari kita lihat kesilapan yang semakin parah dilakukan oleh Hakekat.com yang cuba-cuba menukilkan hadis dari kitab Syiah untuk menafikan hak Fathimah yang menuntut tanah Fadak. Demi membela Syeikh mereka, mereka membawa bawa hadis-hadis Syiah, namun usaha mereka terkesan sia sia.
“Dari Ali dari ayahnya, dari Jamil dari kerabatnya dan Muhammad bin Muslim dari Abi Jafar berkata: “Wanita-wanita itu tidak dapat mewarisi sedikitpun dari tempat tingal di muka bumi ini.” (Al Kaafi juz 7 hal 128).
Pertanyaan untuk kaum Syi’ah:
- Bagaimana Fatimah menuntut sesuatu yang diharamkan terhadap kaum wanita berdasarkan mazhab Syi’ah Rafidhah ?
- Kenapa Abu Bakar dituntut untuk melakukan hal yang diharamkan ?
- Kenapa Fatimah tidak mengikuti perintah-perintah Rasul setelah tuntutannya terhadap warisan ?”
Golongan Nashibi menzahirkan diri mereka sebagai pendusta. Seakan-akan tidak ada orang yang akan meneliti kitab Syiah untuk melihat dakwaan mereka. Hadis tersebut telah kami temui dalam kitab al-Kafi jilid 7 halaman 175:
علي بن إبراهيم، عن محمد بن عيسى، عن يونس، عن محمد بن حمران،
عن زرارة عن محمد بن مسلم، عن أبي جعفر عليه السلام قال: النساء لا يرثن
من الارض ولا من العقار شيئا
Mengapa golongan Nashibi tidak mengeluarkan hadis di halaman seterusnya? Perawi yang sama Muhammad bin Muslim meriwayatkan:
أن المرأة لا ترث من تركة زوجها من تربة دار أو أرض
“Sesungguhnya perempuan tidak mewarisi apa yang ditinggalkan suaminya daripada tanah rumah atau tanah”. al-Kafi jilid 7 halaman 176.
Maka telah terang kebenaran bagaikan pancaran matahari di waktu siang tanpa dilindungi awan, perempuan yang dimaksudkan dalam hadis tersebut adalah isteri, bukannya seorang puteri tidak mewarisi harta seorang ayah.
Wahai Nashibi, apakah anda membaca keseluruhan kitab Syiah lalu hanya mengambil sebahagian hujjah semata-mata untuk memangkas kebenaran? Tidakkah kedatangan hak akan menyirnakan kebathilan? Anda memutar belit kenyataan namun hakikatnya pembaca sekarang akan menghukum anda sebagai pendusta.
Nashibi sekali lagi mengambil hadis Syiah:
“Ternyata riwayat di atas ada dalam kitab Syi’ah, diriwayatkan Al Kulaini dalam kitab-kitab Al Kaafi dari Albukthtari dari Abi Abdillah Jafar Asshadiq Ra sesungguhnya ia berkata: “Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi dan para Nabi tidak mewariskan dirham atau dinar melainkan mewariskan beberapa hadist, barang siapa telah mengambil sebagiannya berarti telah mengambil bagian yang sempurna.” Warisan yang benar adalah warisan ilmu dan kenabian dan kesempurnaan kepribadian bukan mewariskan harta benda dan keuangan.”
Hadis ini ditemui dalam kitab al-Kafi bab sifat ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama dan inilah matan Arabnya:
محمد بن يحيى، عن أحمد بن محمد بن عيسى، عن محمد بن
خالد، عن أبي البختري، عن أبي عبدالله عليه السلام قال: إن العلماء ورثة
الانبياء وذاك أن الانبياء لم يورثوا درهما ولا دينارا، وانما اورثوا
أحاديث من أحاديثهم، فمن أخذ بشئ منها فقد أخذ حظا وافرا، فانظروا علمكم
هذا عمن تأخذونه؟ فإن فينا أهل البيت في كل خلف عدولا ينفون عنه تحريف
الغالين، وانتحال المبطلين، وتأويل الجاهلين
Pengriwayatan ini tidak sedikitpun menceritakan tentang warisan seorang bapa kepada anak, akan tetapi warisan ilmu kenabian kepada ulama. Kerana itulah al-Kulaini meletakkan hadis ini dalam bab ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama. Riwayat ini menumpukan perhatian kepada urusan kenabian bukanlah mengumpulkan harta dunia seperti tamakkan dirham atau dinar. Jelas sekali ia juga tidaklah bermaksud nabi Muhammad tidak meninggalkan warisan harta untuk puterinya namun para ulama mewarisi ilmu nabi, bukan keduniaan.
Tidak ada keridhaan Fathimah kepada Abu Bakar dan Umar menurut kitab yang paling sahih di kalangan Ahlusunnah
Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar lebih terang dari sinaran matahari dan tidak seorangpun boleh mengingkarinya. Dalam kitab paling sahih di kalangan Ahlusunnah tercatat kata-kata Fathimah yang marah terhadap Abu Bakar.Dalam kitab Abwab al-Khumus:
فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فلم تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حتى تُوُفِّيَتْ.
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 3، ص 1126، ح2926، باب فَرْضِ الْخُمُسِ، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.
Maka telah marah Fathimah puteri Rasulullah (saw) dan meninggalkan Abu Bakar, marahnya berlanjutan sehingga baginda wafat.
Dalam kitab al-Maghazi, bab Ghurwah Khabir, Hadis 3998:
فَوَجَدَتْ فَاطِمَةُ على أبي بَكْرٍ في ذلك فَهَجَرَتْهُ فلم تُكَلِّمْهُ حتى تُوُفِّيَتْ
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري،
ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب
البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 –
1987.
Fathimah marah pada Abu Bakar dan beliau tidak berbicara lagi dengannya sehingga wafat – Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis ke 3998.
Dalam kitab al-Faraidh hadis 6346:
فَهَجَرَتْهُ فَاطِمَةُ فلم تُكَلِّمْهُ حتى مَاتَتْ.
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري،
ج 6، ص 2474، ح6346، كتاب الفرائض، بَاب قَوْلِ النبي (ص) لا نُورَثُ ما
تَرَكْنَا صَدَقَةٌ، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير،
اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.
Maka Fathimah meninggalkannya (Abu Bakar) dan tidak lagi berbicara dengannya sehingga meninggal dunia – Sahih Bukhari, jilid 6 halaman 2474, hadis ke 6346.
Dalam riwayat ibnu Quthaibah, Fathimah tidak mengizinkan mereka masuk sewaktu Abu Bakar dan Umar datang untuk berziarah. Mereka terpaksa memohon Imam Ali (as) menjadi perantara namun gagal. Bahkan Fathimah memberikan maklum balas seperti berikut:
نشدتكما الله ألم تسمعا رسول الله يقول «رضا فاطمة من
رضاي وسخط فاطمة من سخطي فمن أحب فاطمة ابنتي فقد أحبني ومن أ رضى فاطمة
فقد أرضاني ومن أسخط فاطمة فقد أسخطني
Kami bersumpah demi Allah atas anda berdua, apakah kalian tidak dengar apa yang Rasulullah katakan: Ridha Fathimah adalah ridhanya aku, marahnya Fathimah adalah marahnya aku, maka barangsiapa yang menyebabkan keridhaan anakku Fathimah maka ia pun membuatkan aku ridha, barangsiapa yang menyebabkan kemarahan Fathimah maka ia membuatkan aku marah
نعم سمعناه من رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Kedua mereka menjawab: Iya kami telah dengari ia daripada Rasulullah (saw).
Setelah itu Fathimah berkata:
فإني أشهد الله وملائكته أنكما أسخطتماني وما أرضيتماني ولئن لقيت النبي لأشكونكما إليه.
Maka sesungguhnya saya bersaksi demi Allah dan malaikatnya, sesungguhnya kalian berdua menyebabkan saya marah dan membuatkan saya tidak ridha, saya akan mengadu tentang kalian berdua ketika pertemuan saya dengan nabi.
Tidak cukup dengan ini Fathimah menambah lagi:
والله لأدعون الله عليك في كل صلاة أصليها.
الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، الإمامة والسياسة، ج 1، ص 17، باب كيف كانت بيعة علي رضي الله عنه، تحقيق: خليل المنصور، ناشر: دار الكتب العلمية – بيروت – 1418هـ – 1997م.
Demi Allah, akan saya mengutuk anda setiap kali selesai shalat. – Al-Imamah wa siyasah, jilid 1 halaman 17
Dengan kenyataan ini bagaimanakah dapat kita percaya bahawa Sayyidah Fathimah meredhai mereka berdua? Apakah riwayat Bukhari yang diutamakan atau riwayat Baihaqi? apakah ia juga diriwayatkan oleh seorang musuh Ali bin Abi Talib yang menyaksikan sendiri peristiwa itu?
Jikalau Fathimah az-Zahra meridhai mereka berdua, mengapa beliau meninggalkan wasiat agar ia dikebumikan di waktu malam serta jangan di kasi khabar kepada orang yang menzaliminya untuk mengiringi dan menshalati jenazahnya?
Muhammad bin Ismail al-Bukhari menulis:
وَعَاشَتْ بَعْدَ النبي صلى الله عليه وسلم سِتَّةَ
أَشْهُرٍ فلما تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا زَوْجُهَا عَلِيٌّ لَيْلًا ولم
يُؤْذِنْ بها أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عليها
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري،
ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب
البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 –
1987.
Fathimah hidup setelah wafatnya nabi (saw) selama enam bulan. Maka ketika ia wafat, suaminya Ali bin Abi Talib mengkebumikannya di waktu malam dan tidak diizinkan Abu Bakar menshalatinya. – Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis 3998, pencetak Dar Ibn Kathir – Beirut.
Ibu Qutaibah al-Dainuri menulis dalam Takwil Mukhtalif al-Hadis:
Fathimah (ra) telah meminta harta pusaka ayahnya daripada Abu Bakar. Apabila ia tidak memberikan pusaka kepadanya, Fathimah bersumpah tidak akan berbicara lagi dengannya buat selama-lamanya, dan mewasiatkan agar ia dikebumikan di waktu malam supaya tidak dihadiri Abu Bakar. Maka beliau dikebumikan di waktu malam.
وقد طالبت فاطمة رضي الله عنها أبا بكر رضي الله عنه
بميراث أبيها رسول الله صلى الله عليه وسلم فلما لم يعطها إياه حلفت لا
تكلمه أبدا وأوصت أن تدفن ليلا لئلا يحضرها فدفنت ليلا
الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، تأويل مختلف الحديث، ج 1، ص 300، تحقيق: محمد زهري النجار، ناشر: دار الجيل، بيروت، 1393، 1972.
Takwil Mukhtalaf al-Hadis, jilid 1 halaman 300.
Abdul Razak Shan’ani menulis:
عن بن جريج وعمرو بن دينار أن حسن بن محمد أخبره أن
فاطمة بنت النبي صلى الله عليه وسلم دفنت بالليل قال فر بها علي من أبي بكر
أن يصلي عليها كان بينهما شيء
Daripada Hasan bin Muhammad berkata: bahawa Fathimah binti Nabi (saw) telah dikebumikan di waktu malam supaya Abu Bakar tidak menshalatinya. Di antara mereka berdua ada sesuatu.
Dia menambah:
عن بن عيينة عن عمرو بن دينار عن حسن بن محمد مثله الا أنه قال اوصته بذلك.
الصنعاني، أبو بكر عبد الرزاق بن همام (متوفاي211هـ)، المصنف، ج 3، ص 521، ح 6554 و ح 6555، تحقيق حبيب الرحمن الأعظمي، ناشر: المكتب الإسلامي – بيروت، الطبعة: الثانية، 1403هـ.
Daripada Hasan bin Muhammad meriwayatkan seperti ini dengan mengatakan beliau (Fathimah) mewasiatkan seperti itu (dimakamkan di waktu malam). – Al-Mushannaf al-Maktabah al-Islamiyah – Beirut, jilid 3 halaman 521, hadis 6554 dan 6555, cetakan kedua 1403 H.
Namun ada juga orang berkata: Abu Bakar setelah itu menyesal dan bertaubat, dalam menjawab perkara ini hendaklah kita katakan: Taubat itu ada waktu yang bermanfaat dan berharga, diiringi dengan penyesalan mendalam dalam keinginan insani. Jikalau sudah berlalu ia hendaklah membayar ganti rugi sebagai tanda sesal seorang yang bertaubat dan hak dikembalikan kepada pemiliknya.
Pertanyaan kami ialah apakah Abu Bakar mengembalikan tanah Fadak kepada Sayyidah Fathimah sehingga taubatnya menjadi taubat Nasuha yang diterima tuhan?
Kesimpulan
Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar dan Umar ini berlarutan sehingga akhir hayatnya dan beliau tidak sekali-kali meridhai mereka. Permasalahan ini dalam kitab paling sahih Ahlusunnah setelah al-Quran telah cuba dipintas oleh riwayat Baihaqi yang mengatakan mereka berdua telah mendapat keridhaan Fathimah. Namun pengriwayatan ini tidak dapat dipegang kerana wujudnya seorang Nashibi dalam silsilah sanadnya.
Menjawab fitnah Wahabi dalam artikel “Apakah Abu Bakar Membuat Fatimah Murka?”
Jawapan kepada nasibi di laman web Hakekat.com
http://hakekat.com/component/option,com_docman/task,doc_download/gid,20/
Polemik dalam garis besar sejarah Islam, adalah suatu catatan kelam yang telah memilih umat menjadi dua kelompok besar.
Kelompok pertama, adalah mereka yang telah didoktrinisasikan bahawa semua sahabat adalah jujur dan adil serta Allah dan RasuNya meridhai mereka semua. Kelompok ini, dalam rangka mengsucikankan seluruh sahabat, telah terjebak dengan tafsiran-tafsiran cetek al-Quran yang disajikan oleh ulama-ulama mereka, selain dari sajian ratusan jika tidak ribuan, hadis-hadis palsu keutamaan para sahabat yang semuanya saling bertentangan dengan al Quran, hadis-hadis sahih yang disepakati, maupun mantik yang sihat.
Manakala kelompok kedua adalah mereka yang menggolongkan para sahabat berdasarkan ciri-ciri mereka:
a. Sahabat yang jujur dan bertakwa
b. Sahabat yang munafik
c. Sahabat yang menyakiti Nabi saaw dan selalu membangkang.
Dalam tulisan ini, perbahasan yang dibawakan adalah mengenai polemik yang berlaku sesudah wafatnya Nabi Muhammad saaw, di antara puteri Baginda saaw yang tercinta, Penghulu Wanita Semesta Alam, Sayyidah Fatimah az-Zahra (as) dengan Abu Bakar bin Abi Quhafah mengenai persoalan perwarisanTanah Fadak dan kemarahan Sayyidah Fatimah az Zahra (as).
Para pembela sahabat kebingungan menghadapi kemelut ini, kerana ia membabitkan dua pihak, yang menurut mereka berstatus besar dalam pandangan Islam.
Di satu pihak, berdirinya Sayyidah Fatimah az-Zahra (as), yang bangkit menuntut haknya ke atas tanah Fadak. Kedudukan tinggi dan mulia Sayyidah Fatimah az-Zahra (as) telah disabdakan oleh Baginda Rasul (saw), antaranya:
1. Nabi saaw bersabda: “Yang paling aku cintai dari Ahlul Baitku adalah Fatimah”
(Al-Jami’ al-Sagheer, jilid 1, #203, hlm. 37; Al-Sawaiq Al-Muhariqa, hlm. 191; Yanabi’ Al-Mawadda, jilid. 2, bab. 59, hlm. 479; Kanzul Ummal, jilid. 13, hlm. 93).
2. Nabi saaw bersabda: “Empat wanita pemuka alam adalah ‘Asiah, Maryam, Khadijah dan Fatimah”
(Al-Jami’ Al-Sagheer, jilid 1, #4112, hlm 469; Al-Isaba fi Tamayyuz Al-Sahaba, jilid 4, hlm 378; Al-Bidaya wa Al-Nihaya, jilid 2, hlm 60; Dakha’ir Al-Uqba, hlm 44).
3. Nabi saaw bersabda: ” Fatimah adalah Penghulu wanita syurga”
(Kanzul Ummal, jilid 13, hlm 94; Sahih Al-Bukhari, Kitab Al-Fadha’il, Bab kelebihan Fatimah; Al-Bidaya wa Al-Nihaya, jilid 2, hlm 61).
4. Nabi saaw bersabda: “Fatimah adalah sebagian dariku, yang membuatnya marah, membuatku marah”
(Sahih Muslim, jilid 5, hlm 54; Khasa’is Al-Imam Ali oleh Nisa’i, hlm 121-122; Masabih Al-Sunnah, jilid 4, hlm 185; Al-Isabah, jilid 4, hlm 378; Siar Alam Al-Nubala’, jilid 2, hlm 119; Kanzul Ummal, jilid 13, hlm 97; perkataan sama diguna dalam Al-Tirmidhi, jilid 3, bab kelebihan Fatimah, hlm 241; Haliyat Al-Awliya’, jilid 2, hlm 40; Muntakhab Kanzul Ummal, catatan pinggir Al-Musnad, jilid 5, hlm 96; Maarifat Ma Yajib Li Aal Al-Bait Al-Nabawi Min Al-Haqq Alaa Men Adahum, hlm 58; Dhakha’ir Al-Uqba, hlm 38; Tadhkirat Al-Khawass, hlm 279; Yanabi^ Al-Mawadda, jilid 2, bab 59, hlm 478).
Dan di satu pihak lagi, berdirinya Abu Bakar, tokoh yang mereka pandang kanan sesudah Rasulullah saaw.
Polemik bermula, saat Abu Bakar dilantik menjawat jabatan Khalifah, selepas pertelingkahan di Saqifah Bani Sa’idah, antaranya, Umar dan Abu Ubaidah di satu pihak dan kaum Ansar, di pihak yang lain.
Sayyidatina Fatimah az-Zahra (as), telah menuntut haknya ke atas tanah Fadak, yang menurut beliau adalah hadiah pemberian dari bapanya Rasulullah (saw), hal yang mana dinafikan oleh Abu Bakar.
Benarkah Fadak adalah pemberian Rsulullah (saw) kepada puteri Baginda (saw)? Mari kita perhatikan riwayat berikut:
Telah diriwayatkan dengan sanad yang Hasan bahwa Rasulullah saaw di masa hidup Beliau telah memberikan Fadak kepada Sayyidatina Fathimah as. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad Abu Ya’la 2/334 hadis no. 1075 dan 2/534 hadis no. 1409:
قرأت على الحسين بن يزيد الطحان حدثنا سعيد بن خثيم عن فضيل عن عطية عن أبي سعيد الخدري قال : لما نزلت هذه الآية { وآت ذا القربى حقه } [ الاسراء : 26 ] دعا النبي صلى الله عليه و سلم فاطمة وأعطاها فدك
Qara’tu ‘ala Husain bin Yazid Ath Thahan yang berkata telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Khutsaim dari Fudhail bin Marzuq dari Athiyyah dari Abi Said Al Khudri yang berkata “ketika turun ayat “dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya “[Al Isra ayat 26]. Rasulullah saaw memanggil Fathimah dan memberikan Fadak kepadanya”
Lalu, saat Abu Bakar menjawat jabatan Khalifah, dia telah merampas Fadak dari Sayyidatina Fatimah az Zahra as dan memilik negarakan Fadak.Hadis tentang Fadak
Hadis ini terdapat dalam Shahih Bukhari Kitab Fardh Al Khumus Bab Khumus no 1345. Namun, di sini, kita lihat hadis tersebut dari Kitab Mukhtasar Shahih Bukhari oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hal 608 dengan no hadis 1345:
Dari Aisyah, Ummul Mukminah (ra), ia berkata “Sesungguhnya Fatimah (as) binti Rasulullah (saw) meminta kepada Abu Bakar sesudah wafat Rasulullah (saw) supaya membahagikan kepadanya harta warisan bahagiannya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah (saw) dari harta fa’i yang dianugerahkan oleh Allah kepada Beliau.[Dalam riwayat lain: kamu meminta harta Nabi SAW yang berada di Madinah dan Fadak dan yang tersisa dari seperlima Khaibar 4/120] Abu Bakar lalu berkata kepadanya, [Dalam riwayat lain: Sesungguhnya Fatimah dan Abbas datang kepada Abu Bakar meminta dibagikan warisan untuk mereka berdua apa yang ditinggalkan Rasulullah (saw), saat itu mereka berdua meminta dibagi tanah dari Fadak dan saham keduanya dari tanah (Khaibar) lalu pada keduanya berkata 7/3] Abu Bakar “Sesungguhnya Rasulullah (saw) bersabda “Harta Kami tidaklah diwaris ,Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah [Sesungguhnya keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini, [maksudnya adalah harta Allah- Mereka tidak boleh menambah jatah makan] Abu Bakar berkata “Aku tidak akan biarkan satu urusan yang aku lihat Rasulullah SAW melakukannya kecuali aku akan melakukannya] Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.
Ketika Fatimah meninggal dunia, suaminya Ali (ra) yang menguburkannya pada malam hari dan tidak memberitahukan kepada Abu Bakar. Kemudian ia menshalatinya.
Hadis ini dan yang serupa dengannya, benar benar membuat para pencinta Abu Bakar tidak senang duduk, jika mereka menerima perilaku Abu Bakar ini ke atas Sayyidatina Fatimah az-Zahra (as), berarti mereka juga harus membenarkan kesan dari perbuatan Abu Bakar itu dengan hadis Nabi saaw berikut:
Sesungguhnya Rasulullah Saaw berkata: “Fatimah sebagian diriku, barang siapa memarahinya bererti memarahiku.” (HR Bukhori, Fadhoilu Shahabat, Fathul Bari 7/78 H. 3714).
Kelemahan riwayat Ali bin Abi Talib melamar Puteri Abu Jahal
Namun, Iblis senantiasa mempunyai tentera tenteranya dari kalangan jin dan manusia, yang bekerja tanpa kenal lelah dan tidak malu pada Tuhan serta tidak takut pada Hari Pembalasan. Mereka harus mencari kambing hitam untuk dikorbankan untuk menyelamatkan Abu Bakar. Hasil dari kesungguhan mereka itu, terhasillah hadis palsu berikut yang diangkat sebagai sabda Nabi saaw dan disucikan:
Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim dari hadis al-Miswar bin Makhromah berkata: Sesungguhnya Ali telah melamar putri Abu Jahal, Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul (saw) berkatalah Fatimah: “Kaummu menyangka bahwa engkau tidak pernah marah membela anak putrimu dan sekarang Ali akan menikahi putri Abu Jahal,” maka berdirilah Rasulullah Saw mendengar kesaksian dan berkata: “Setelah selesai menikahkan beritahu saya, sesunggunhya Fatimah itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang menyakitinya. Demi Allah, putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul dalam pangkuan seorang laki-laki.” Maka kemudian Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal (khitbah itu) (diriwayatkan Bukhori dalam kitab Fadhailu Shahabat).
“Hadis” ini membuatkan para pencinta Abu Bakar tenang, kerana mereka akhirnya mendapatkan kambing hitam terbesar, iaitu suami kepada puteri Nabi saaw sendiri Imam Ali (as). Dengan “hadis” ini, mereka berkata…”Jika ada yang membuat puteri Nabi (saw) marah, maka Ali adalah orang pertama yang membuatnya marah”.
Dengan cara ini, mereka bermaksud membungkam mulut sesiapapun yang cuba mendiskredit Abu Bakar dalam persoalan Fadak yang membuatkan Sayyidatina Fatimah az Zahra as marah. Namun benarlah firman Allah berikut:
وَمَكَرُوا وَ مَكَرَ اللهُ وَ اللهُ خَيْرُ الْماكِرينَ
“Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS Aali Imran: 54).
Hadis ini hakikatnya bermasalah dari banyak sisi, jika kita benar-benar teliti, inilah hadis yang dikutip daripada perawi yang sering bershalawat ke atas Muawiyah. Kemarahan Fathimah adalah kemarahan Rasulullah, didapati bahawa ianya tidak ada kaitan langsung dengan kisah dongeng tersebut.
فاطمة بضعة من فمن أغضبها أغضبني
صحيح البخاري: ج4 ص210 (ص710، ح3714)، كتاب فضائل
الصحابة، باب 12، باب مناقب قرابة رسول الله و ج 7 ص 219 (ص717 ح3767)،
كتاب فضائل الصحابة، باب 29، باب مناقب فاطمة
“Fathimah adalah sebahagian daripadaku, barangsiapa membuatkannya marah, maka dia membuatkan aku marah”. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan tidak disebut tentang Ali melamar puteri Abu Jahal. Muslim juga meriwayatkan hadis ini:
إنما فاطمة بضعة مني يؤذيني ما آذاها
صحيح مسلم: ج7 ص141 ح6202، كتاب فضائل الصحابة، باب 15 باب فضائل فاطمة بنت النبي
“Hanyalah Fathimah sebahagian daripada diriku, Aku merasa disakiti atas apa yang dia disakiti”. Namun tetap sahaja tidak disebut kisah dongeng tersebut. Hakim Nisyaburi juga menulis hadis ini:
إن الله يغضب لغضبك، ويرضى لرضاك
المستدرك: 3 / 153
“Sesungguhnya Allah turut murka dengan kemurkaanmu, dan meridhai dengan keridhaanmu” tetap saja tidak ada menyebut kisah dongeng tersebut.
Seluruh pengriwayatan Ahlusunnah tentang hadis Ali melamar puteri Abu Jahal yang meragukan itu telah diriwayatkan oleh Miswar bin Mukhramah. Zahabi dalam Sirul A’lam al-Nubala berkata: “Beliau adalah pendukung kuat Muawiyah” Urwah bin Zubair berkata:
وكان يثني ويصلي على معاوية، قال عروة: فلم أسمع المسور ذكر معاوية إلاّ صلّى عليه.
“Tidak sekali-kali aku mendengar Miswar menyebut Muawiyah melainkan dengan iringan shalawat ke atasnya (Muawiyah)” Sirul A’lam al-Nubala jilid 3 halaman 392.
Bershalawat ke atas Nabi menyebabkan kegembiraan Ahlul Bait namun sekarang apakah yang akan terjadi jikalau bershalawat ke atas Muawiyah? Bahkan dalam kitab Ahlusunnah menerangkan kriteria ini adalah tanda-tanda seorang Nashibi. Ibnu Hajar ‘Asqalani menulis:
والنصب، بغض علي وتقديم غيره عليه .
Nashibi adalah Baghdh (membenci) ‘Ali dan mengutamakan selainnya (Muawiyah) ke atasnya. -Muqaddimah Fath al-Bari, halaman 460.
Saat semua upaya untuk menyandingkan musuh-musuh Ahlul Bait (as) sejajar dengan kedudukan dan keutamaan mereka telah menemukan jalan buntu, maka, para penyembah Bani Umayyah berusaha keras menciptakan hadis-hadis palsu yang bisa mendiskreditkan kemuliaan Ahlul Bayt (as).
Untuk itu, watak-watak yang tidak malu pada Tuhan dan tidak takut pada hari pembalasan amat diperlukan. Dengan menawarkan ganjaran duniawi dan nama yang harum di kalangan manusia, maka beraturlah sekelompok syaitan dalam tubuh-tubuh manusia, di halaman istana Bani Umayyah bagi mempersembahkan bakti mereka dan menjual imannya.
Antara tokoh andalan dalam kelompok ini, yang benar-benar berani adalah Miswar bin Makhramah, yang tidak punya sekelumit iman menciptakan hadis “Niat pernikahan Imam Ali (as) dengan puteri Abu Jahal”, bagi mendapatkan syafaat daripada tuannya Bani Umayyah.
Hadis tentang niat pernikahan Imam Ali as dengan puteri Abu Jahal itu, diangkat menjadi kisah suci dan disahihkan oleh ulama-ulama hadis Sunni, yang berlumba-lumba meriwayatkannya di lembaran-lembaran kitab hadis mereka.
Kita lihat sekilas lalu riwayat tersebut:
Disebutkan bahwa Imam Ali (as). berminat melamar dan dalam sebagaian riwayat telah meminang putri Abu Jahal untuk dijadikan isteri kedua disamping sayyidah Fatimah (as). kemudian berita tersebut terdengar oleh Fatimah (as). dan beliaupun marah dan melaporkan perlakuan Imam Ali (as). kepada Nabi; ayah Fatimah (as), seraya berkata: Orang-orang berkata bahwa Anda tidak marah untuk membela putri Anda, Ini Ali ia akan mengwini putri Abu Jahal. Mendengan berita itu nabi marah kemudian mengumpulkan para sahabat beliau di masjid dan berpidato: Sesungguhnya Fatimah adalah dariku, dan saya khawatir ia terfitnah dalam agamanya…Saya tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, akan tetapi –demi Allah- tidak akan berkumpul putri seorang rasulullah dan putri musuh Allah pada seorang suami…. Saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kecuali jika Ali akan menceraikan putri saya dan mengawini putri mereka… Fatimah adalah penggalan dariku menyikitiku apa yang menyakitinya dan menggangguku apa yang mengganggunya”
Riwayat ini bisa anda temukan didalam Sahih Bukhari pada beberapa bab, antaranya:
1. Kitab al Khums ( dengan Syarah Ibnu Hajar:6\161-162).
2. Kitab an Nikah (dengan Syarah Ibnu Hajar 9\268-270)
3. Kitab al-Manaqib, bab Dzikr Ash-haar an-Nabi (tentang menantu-menatu Nabi) (dengan Syarah Ibnu Hajar 7\67)
4. Kitab ath-Thalaq, bab asy-Syiqaq ( Kitab perceraian, bab, pertengkaran suami-isteri (dengan Syarah Ibnu Hajar 8/152).
Bukhari telah memilih jalur Miswar saat meriwayatkan kisah ini, maka, marilah kita imbas, siapakah Miswar bin Makhramah, yang menjadi perawi hadis ini.
1. Ia lahir tahun kedua Hijrah. Jadi usianya ketika penyampaian pidato Nabi saww. bisa kita bayangkan, ia masih kanak-kanak. Lalu bagaimna ia mengatakan bahwa ketika itu ia sudah baligh? (Sahih Bukhari dengan Syarah Ibnu Hajar 6/161-162):
ولد بمكّة بعد الهجرة بسنتين فقدم به المدينة في عقب ذي الحجة سنة ثمان ومات سنة أربع وستين
تهذيب التهذيب: ج10 ص137 . وانظر: المزي، تهذيب الكمال: ج27 ص581 . الذهبي، سير أعلام النبلاء: ج3 ص 394
2. Padahal usianya ketika wafat Nabi saww. hanya delapan tahun. (Fath al-Bari:9\270. Kisah itu terjadi- kalau benar- enam atau tujuh tahun setelah kelahirannya)
وكان مولده بعد الهجرة بسنتين، وقدم المدينة في ذي الحجة بعد الفتح سنة ثمان، وهو غلام أيفع ابن ست سنين
ابن حجر، الإصابة: ج6ص 94
Ustaz Taufiq Abu ‘Ilm pembantu kanan Keadilan Mesir mempunyai kitab berjudul Fathimah Azzahra yang diterjemah oleh Dr Sadiqi. Inilah kitab yang cukup cantik, paling tepat, sungguh berilmiah dan penulisnya berdalil tentang Fathimah Zahra. Hingga kini susah ditemui buku sebagus ini. Dalam halaman 146 beliau berkata pinangan Ali terhadap puteri Abu Jahal berlaku dalam tahun kedua Hijrah.
Menurut pengkisahan yang ada pada Ustaz Abu Ilm, Miswar ini baru masuk ke Madinah setelah empat tahun peristiwa lamaran tersebut. Namun entah dari mana pula Ibnu Hajar Asqalani mendapat tahu bahawa peristiwa lamaran ini berlaku dalam tahun ke delapan Hijrah. Mungkin Ibnu Hajar boleh mengetahui peristiwa ghaib, atau melalui malaikat atau juga melalui perantara jin yang mengirim wahyu kepadanya. Beliau berkata Imam Ali melamar puteri Abu Jahal setelah tahun kedelapan Hijrah iaitu Miswar masih berusia enam tahun. Ketika itu Miswar sendiri berkata:
وانا محتلم…
“Saya telah bermimpi” -Tahzib al-Tahzib jilid 10 halaman 138.
Iaitu saya telah baligh. Ini juga bermaksud seseorang itu telah membesar dan mendapat mimpi; atau pun ia sudah siap untuk berkahwin. Apakah anak seusia enam tahun boleh berkata ‘Ana Muhtalam’?
Ibnu Hajar menyedari hal ini dan berkata: Muhtalam ini bukanlah bermaksud seseorang itu telah sampai ke usia baligh, akan tetapi dari sudut bahasa menyatakan ia telah berakal. Namun di dalam dunia apakah ada ribuan anak kecil sepintar ini?
Perkataan Muhtalam ini jauh bezanya dengan berakal dari sudut bahasa seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hajar.
Apakah Miswar di usia begitu dapat duduk di tepian minbar dan menukilkan hadis? Marilah kita lihat dalam sahih Muslim meriwayatkan bahawa Miswar bin Mukhramah hanya memakai cawat dan hadir mengangkut batu untuk membina masjid, ikatan cawat tersebut terbuka dan mendedahkan bagian tubuhnya itu. Rasulullah bersabda:
ارجع إلى ثوبك فخذه ولا تمشوا عراة
صحيح مسلم، باب الاعتناء بحفظ العورة، ج 1 ص 268
Pulanglah memakai pakaianmu, dan janganlah berjalan bertelanjangan. – Sahih Muslim Bab I’tina bi hifz ‘aurat, jilid 1 hal 268.
Pertanyaan kita kepada Ibnu Hajar, apakah ini dikatakan pintar? Di usia enam tahun itu, ke manakah akalnya ketika ia bertelanjangan, berjalan di depan orang ramai dan Rasulullah, sehingga ditegur dan disuruh pulang memakai pakaian?
Hadis Miswar ternyata masih diragui di sudut lain kerana dia seorang sahaja yang meriwayatkan nabi datang ke masjid dan duduk di atas minbar sedangkan ramai lagi di kalangan ansar dan muhajirin tidak meriwayatkan hadis ini. Hendaklah kita katakan bahawa Miswar sahaja yang berada di dalam masjid ketika itu.
Kembali kepada persoalan Fadak. Apabila pencinta-pencinta Abu Bakar tidak dapat mematikan kisah marahnya Sayyidatina Fatimah az Zahra as terhadap Abu Bakar, mereka lalu membuat hadis tandingan, bahawa sebelum Sayyidatina Fatimah az Zahra as wafat, Abu Bakar telah memohon maaf darinya dan beliau as telah memaafkan Abu Bakar.
Benarkah kisah ini. Mari kita periksa riwayat tersebut:
Diriwayatkan oleh Al Hafidz Al Baihaqi dari Amir As Sya’bi, dia berkata, ketika Fatimah sakit Abu Bakr datang menemuinya dan meminta diberi izin masuk. Ali berkata padanya, “Wahai Fatimah, Abu Bakr datang dan meminta izin agar diizinkan masuk.” Fatimah bertanya, “Apakah engkau ingin agarku memberikan izin baginya?” Ali berkata, “Ya!” Maka Abu Bakr masuk dan berusaha meminta maaf kepadanya sambil berkata, “Demi Allah tidaklah aku tinggalkan seluruh rumahku, hartaku, keluarga dan kerabatku kecuali hanya mencari redha Allah, redha RasulNya dan Redha kalian wahai Ahlul Bait.” Dan Abu Bakr terus memujuk sehingga akhirnya Fatimah rela dan akhirnya memaafkannya. (Dala’il An Nubuwwah, Jil. 7 Hal. 281).
Di sini Wahabi juga turut mengakui Fathimah marah terhadap Abu Bakar pada awalnya. Namun mereka mengatakan kedua Abu Bakar dan Umar mendapat keridhaan Fathimah di akhir hayat hidupnya seperti yang dinukilkan oleh Baihaqi.
Hakikatnya ketiadaan ridhanya Sayyidah Fathimah adalah asli dan berasas serta tidak dapat ditolak. Kemarahan Fathimah ini mencetuskan pertanyaan apakah sah kekhalifahan mereka berdua? Mengapa Sayyidah Fathimah penghulu wanita syurga ini tidak meridhai dan marah kepada mereka? Sedangkan menurut riwayat yang sahih sanadnya dalam kitab paling sahih Ahlusunnah mengatakan keridhaan Fathimah adalah keridhaan Rasulullah, kemarahan beliau adalah kemurkaan Allah.
Kerana itu pendukung Muawiyah telah gigih bekerja dan mengarang cerita untuk membuktikan bahawasanya kedua syaikh ini telah menemui beliau di akhir riwayat hidupnya memohon keridhaan dan Fathimah juga telah meridhai mereka!
Pertamanya: Sanad riwayat tersebut adalah Mursal; Sya’bi adalah daripada kalangan tabi’in dan dia sendiri tidak menyaksikan peristiwa yang berlaku. Riwayat ini sendiri mempunyai masalah.
Kedua: Jikalaulah kita anggap hadis daripada tabi’in ini dapat diterima sekalipun namun Riwayat daripada Sya’bi juga tidak dapat dipegang kerana Sya’bi adalah memusuhi Amirul mukminin dan seorang Nashibi. Kerana itu Bilazari dan Abu Hamid Ghazali menulis tentang Sya’bi seperti berikut:
عن مجالد عن الشعبي قال: قدمنا على الحجاج البصرة،
وقدم عليه قراء من المدينة من أبناء المهاجرين والأنصار، فيهم أبو سلمة بن
عبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه… وجعل الحجاج يذاكرهم ويسألهم إذ ذكر علي
بن أبي طالب فنال منه ونلنا مقاربة له وفرقاً منه ومن شره….
البلاذري، أحمد بن يحيى بن جابر (متوفاي279هـ) أنساب الأشراف، ج 4، ص 315؛
الغزالي، محمد بن محمد أبو حامد (متوفاي505هـ)، إحياء علوم الدين، ج 2، ص 346، ناشر: دار االمعرفة – بيروت.
Daripada Mujalid, daripada Sya’bi berkata: Kami telah memasuki kumpulan haji Bashrah. Ada sekumpulan Qari Madinah dari kalangan anak-anak Muhajirin dan Anshar yang disertai oleh Abu Salamah bin ‘Abdul Rahman bin ‘Auf… Kumpulan haji sibuk berbual-bual tentang Ali bin Abi Talib dan mencercanya, kami pun turut mencerca Ali…Ansab al-Asyraf, jilid 4 halaman 315, Ihya ‘Ulumuddin, jilid 2 halaman 346
Apakah kita dapat berhujjah dengan riwayat seorang Nashibi? Seterusnya mari kita lihat kesilapan yang semakin parah dilakukan oleh Hakekat.com yang cuba-cuba menukilkan hadis dari kitab Syiah untuk menafikan hak Fathimah yang menuntut tanah Fadak. Demi membela Syeikh mereka, mereka membawa bawa hadis-hadis Syiah, namun usaha mereka terkesan sia sia.
“Dari Ali dari ayahnya, dari Jamil dari kerabatnya dan Muhammad bin Muslim dari Abi Jafar berkata: “Wanita-wanita itu tidak dapat mewarisi sedikitpun dari tempat tingal di muka bumi ini.” (Al Kaafi juz 7 hal 128).
Pertanyaan untuk kaum Syi’ah:
- Bagaimana Fatimah menuntut sesuatu yang diharamkan terhadap kaum wanita berdasarkan mazhab Syi’ah Rafidhah ?
- Kenapa Abu Bakar dituntut untuk melakukan hal yang diharamkan ?
- Kenapa Fatimah tidak mengikuti perintah-perintah Rasul setelah tuntutannya terhadap warisan ?”
Golongan Nashibi menzahirkan diri mereka sebagai pendusta. Seakan-akan tidak ada orang yang akan meneliti kitab Syiah untuk melihat dakwaan mereka. Hadis tersebut telah kami temui dalam kitab al-Kafi jilid 7 halaman 175:
علي بن إبراهيم، عن محمد بن عيسى، عن يونس، عن محمد بن حمران،
عن زرارة عن محمد بن مسلم، عن أبي جعفر عليه السلام قال: النساء لا يرثن
من الارض ولا من العقار شيئا
Mengapa golongan Nashibi tidak mengeluarkan hadis di halaman seterusnya? Perawi yang sama Muhammad bin Muslim meriwayatkan:
أن المرأة لا ترث من تركة زوجها من تربة دار أو أرض
“Sesungguhnya perempuan tidak mewarisi apa yang ditinggalkan suaminya daripada tanah rumah atau tanah”. al-Kafi jilid 7 halaman 176.
Maka telah terang kebenaran bagaikan pancaran matahari di waktu siang tanpa dilindungi awan, perempuan yang dimaksudkan dalam hadis tersebut adalah isteri, bukannya seorang puteri tidak mewarisi harta seorang ayah.
Wahai Nashibi, apakah anda membaca keseluruhan kitab Syiah lalu hanya mengambil sebahagian hujjah semata-mata untuk memangkas kebenaran? Tidakkah kedatangan hak akan menyirnakan kebathilan? Anda memutar belit kenyataan namun hakikatnya pembaca sekarang akan menghukum anda sebagai pendusta.
Nashibi sekali lagi mengambil hadis Syiah:
“Ternyata riwayat di atas ada dalam kitab Syi’ah, diriwayatkan Al Kulaini dalam kitab-kitab Al Kaafi dari Albukthtari dari Abi Abdillah Jafar Asshadiq Ra sesungguhnya ia berkata: “Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi dan para Nabi tidak mewariskan dirham atau dinar melainkan mewariskan beberapa hadist, barang siapa telah mengambil sebagiannya berarti telah mengambil bagian yang sempurna.” Warisan yang benar adalah warisan ilmu dan kenabian dan kesempurnaan kepribadian bukan mewariskan harta benda dan keuangan.”
Hadis ini ditemui dalam kitab al-Kafi bab sifat ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama dan inilah matan Arabnya:
محمد بن يحيى، عن أحمد بن محمد بن عيسى، عن محمد بن
خالد، عن أبي البختري، عن أبي عبدالله عليه السلام قال: إن العلماء ورثة
الانبياء وذاك أن الانبياء لم يورثوا درهما ولا دينارا، وانما اورثوا
أحاديث من أحاديثهم، فمن أخذ بشئ منها فقد أخذ حظا وافرا، فانظروا علمكم
هذا عمن تأخذونه؟ فإن فينا أهل البيت في كل خلف عدولا ينفون عنه تحريف
الغالين، وانتحال المبطلين، وتأويل الجاهلين
Pengriwayatan ini tidak sedikitpun menceritakan tentang warisan seorang bapa kepada anak, akan tetapi warisan ilmu kenabian kepada ulama. Kerana itulah al-Kulaini meletakkan hadis ini dalam bab ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama. Riwayat ini menumpukan perhatian kepada urusan kenabian bukanlah mengumpulkan harta dunia seperti tamakkan dirham atau dinar. Jelas sekali ia juga tidaklah bermaksud nabi Muhammad tidak meninggalkan warisan harta untuk puterinya namun para ulama mewarisi ilmu nabi, bukan keduniaan.
Tidak ada keridhaan Fathimah kepada Abu Bakar dan Umar menurut kitab yang paling sahih di kalangan Ahlusunnah
Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar lebih terang dari sinaran matahari dan tidak seorangpun boleh mengingkarinya. Dalam kitab paling sahih di kalangan Ahlusunnah tercatat kata-kata Fathimah yang marah terhadap Abu Bakar.
Dalam kitab Abwab al-Khumus:
فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فلم تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حتى تُوُفِّيَتْ.
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 3، ص 1126، ح2926، باب فَرْضِ الْخُمُسِ، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.
Maka telah marah Fathimah puteri Rasulullah (saw) dan meninggalkan Abu Bakar, marahnya berlanjutan sehingga baginda wafat.
Dalam kitab al-Maghazi, bab Ghurwah Khabir, Hadis 3998:
فَوَجَدَتْ فَاطِمَةُ على أبي بَكْرٍ في ذلك فَهَجَرَتْهُ فلم تُكَلِّمْهُ حتى تُوُفِّيَتْ
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري،
ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب
البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 –
1987.
Fathimah marah pada Abu Bakar dan beliau tidak berbicara lagi dengannya sehingga wafat – Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis ke 3998.
Dalam kitab al-Faraidh hadis 6346:
فَهَجَرَتْهُ فَاطِمَةُ فلم تُكَلِّمْهُ حتى مَاتَتْ.
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري،
ج 6، ص 2474، ح6346، كتاب الفرائض، بَاب قَوْلِ النبي (ص) لا نُورَثُ ما
تَرَكْنَا صَدَقَةٌ، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير،
اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.
Maka Fathimah meninggalkannya (Abu Bakar) dan tidak lagi berbicara dengannya sehingga meninggal dunia – Sahih Bukhari, jilid 6 halaman 2474, hadis ke 6346.
Dalam riwayat ibnu Quthaibah, Fathimah tidak mengizinkan mereka masuk sewaktu Abu Bakar dan Umar datang untuk berziarah. Mereka terpaksa memohon Imam Ali (as) menjadi perantara namun gagal. Bahkan Fathimah memberikan maklum balas seperti berikut:
نشدتكما الله ألم تسمعا رسول الله يقول «رضا فاطمة من
رضاي وسخط فاطمة من سخطي فمن أحب فاطمة ابنتي فقد أحبني ومن أ رضى فاطمة
فقد أرضاني ومن أسخط فاطمة فقد أسخطني
Kami bersumpah demi Allah atas anda berdua, apakah kalian tidak dengar apa yang Rasulullah katakan: Ridha Fathimah adalah ridhanya aku, marahnya Fathimah adalah marahnya aku, maka barangsiapa yang menyebabkan keridhaan anakku Fathimah maka ia pun membuatkan aku ridha, barangsiapa yang menyebabkan kemarahan Fathimah maka ia membuatkan aku marah
نعم سمعناه من رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Kedua mereka menjawab: Iya kami telah dengari ia daripada Rasulullah (saw).
Setelah itu Fathimah berkata:
فإني أشهد الله وملائكته أنكما أسخطتماني وما أرضيتماني ولئن لقيت النبي لأشكونكما إليه.
Maka sesungguhnya saya bersaksi demi Allah dan malaikatnya, sesungguhnya kalian berdua menyebabkan saya marah dan membuatkan saya tidak ridha, saya akan mengadu tentang kalian berdua ketika pertemuan saya dengan nabi.
Tidak cukup dengan ini Fathimah menambah lagi:
والله لأدعون الله عليك في كل صلاة أصليها.
الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، الإمامة والسياسة، ج 1، ص 17، باب كيف كانت بيعة علي رضي الله عنه، تحقيق: خليل المنصور، ناشر: دار الكتب العلمية – بيروت – 1418هـ – 1997م.
Demi Allah, akan saya mengutuk anda setiap kali selesai shalat. – Al-Imamah wa siyasah, jilid 1 halaman 17
Dengan kenyataan ini bagaimanakah dapat kita percaya bahawa Sayyidah Fathimah meredhai mereka berdua? Apakah riwayat Bukhari yang diutamakan atau riwayat Baihaqi? apakah ia juga diriwayatkan oleh seorang musuh Ali bin Abi Talib yang menyaksikan sendiri peristiwa itu?
Jikalau Fathimah az-Zahra meridhai mereka berdua, mengapa beliau meninggalkan wasiat agar ia dikebumikan di waktu malam serta jangan di kasi khabar kepada orang yang menzaliminya untuk mengiringi dan menshalati jenazahnya?
Muhammad bin Ismail al-Bukhari menulis:
وَعَاشَتْ بَعْدَ النبي صلى الله عليه وسلم سِتَّةَ
أَشْهُرٍ فلما تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا زَوْجُهَا عَلِيٌّ لَيْلًا ولم
يُؤْذِنْ بها أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عليها
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري،
ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب
البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 –
1987.
Fathimah hidup setelah wafatnya nabi (saw) selama enam bulan. Maka ketika ia wafat, suaminya Ali bin Abi Talib mengkebumikannya di waktu malam dan tidak diizinkan Abu Bakar menshalatinya. – Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis 3998, pencetak Dar Ibn Kathir – Beirut.
Ibu Qutaibah al-Dainuri menulis dalam Takwil Mukhtalif al-Hadis:
Fathimah (ra) telah meminta harta pusaka ayahnya daripada Abu Bakar. Apabila ia tidak memberikan pusaka kepadanya, Fathimah bersumpah tidak akan berbicara lagi dengannya buat selama-lamanya, dan mewasiatkan agar ia dikebumikan di waktu malam supaya tidak dihadiri Abu Bakar. Maka beliau dikebumikan di waktu malam. Takwil Mukhtalaf al-Hadis, jilid 1 halaman 300:
وقد طالبت فاطمة رضي الله عنها أبا بكر رضي الله عنه
بميراث أبيها رسول الله صلى الله عليه وسلم فلما لم يعطها إياه حلفت لا
تكلمه أبدا وأوصت أن تدفن ليلا لئلا يحضرها فدفنت ليلا
الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، تأويل مختلف الحديث، ج 1، ص 300، تحقيق: محمد زهري النجار، ناشر: دار الجيل، بيروت، 1393، 1972.
Abdul Razak Shan’ani menulis:
عن بن جريج وعمرو بن دينار أن حسن بن محمد أخبره أن
فاطمة بنت النبي صلى الله عليه وسلم دفنت بالليل قال فر بها علي من أبي بكر
أن يصلي عليها كان بينهما شيء
Daripada Hasan bin Muhammad berkata: bahawa Fathimah binti Nabi (saw) telah dikebumikan di waktu malam supaya Abu Bakar tidak menshalatinya. Di antara mereka berdua ada sesuatu.
Dia menambah:
عن بن عيينة عن عمرو بن دينار عن حسن بن محمد مثله الا أنه قال اوصته بذلك.
الصنعاني، أبو بكر عبد الرزاق بن همام (متوفاي211هـ)، المصنف، ج 3، ص 521، ح 6554 و ح 6555، تحقيق حبيب الرحمن الأعظمي، ناشر: المكتب الإسلامي – بيروت، الطبعة: الثانية، 1403هـ.
Daripada Hasan bin Muhammad meriwayatkan seperti ini dengan mengatakan beliau (Fathimah) mewasiatkan seperti itu (dimakamkan di waktu malam). – Al-Mushannaf al-Maktabah al-Islamiyah – Beirut, jilid 3 halaman 521, hadis 6554 dan 6555, cetakan kedua 1403 H.
Namun ada juga orang berkata: Abu Bakar setelah itu menyesal dan bertaubat, dalam menjawab perkara ini hendaklah kita katakan: Taubat itu ada waktu yang bermanfaat dan berharga, diiringi dengan penyesalan mendalam dalam keinginan insani. Jikalau sudah berlalu ia hendaklah membayar ganti rugi sebagai tanda sesal seorang yang bertaubat dan hak dikembalikan kepada pemiliknya.
Pertanyaan kami ialah apakah Abu Bakar mengembalikan tanah Fadak kepada Sayyidah Fathimah sehingga taubatnya menjadi taubat Nasuha yang diterima tuhan?
Kesimpulan:
Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar dan Umar ini berlarutan sehingga akhir hayatnya dan beliau tidak sekali-kali meridhai mereka. Permasalahan ini dalam kitab paling sahih Ahlusunnah setelah al-Quran telah cuba dipintas oleh riwayat Baihaqi yang mengatakan mereka berdua telah mendapat keridhaan Fathimah. Namun pengriwayatan ini tidak dapat dipegang kerana wujudnya seorang Nashibi dalam silsilah sanadnya.
Fatimah az Zahra, anak perempuan Rasulullah, seorang wanita yang keagungannya di angkat sendiri oleh Allah swt ke satu tahap tertinggi, yang tidak tercapai oleh mana-mana wanita. kedudukan beliau tidak boleh di ragukan lagi kerana terlampau banyak hadis yang meriwayatkan keagungan makam Fatimah az Zahra.
Mari kita ambil pengajaran dengan melihat sedikit dari kata-kata Rasulullah(sawa) tentang anak kesayangan baginda:
- Ahli keluargaku yang paling di sayangi ialah Fatimah.
- Ayatul Tatheer(33:33) diturunkan untuk 5 orang, diriku, Ali, Fatimah, Hassan dan Hussain
- Penghulu wanita di syurga ialah Fatimah
- Aku tidak gembira melainkan Fatimah gembira
- Mahdi akan datang dari Ahlul Baitku dari keturunan Fatimah.
- Fatimah ialah sebahagian dari ku, barangsiapa membuatkan beliau marah, membuatku marah, menyakiti beliau bermakna menyakiti ku.
- Ya Fatimah, sesungguhnya Tuhan berasa marah apabila kamu marah.
(Syiahali/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email