Pesan Rahbar

Home » » Eksekusi Mati: Setelah Prancis Mengancam, PBB Kecam Indonesia, Prancis Ajak Australia Tebar Ancaman, Eksekusi Jalan Terus

Eksekusi Mati: Setelah Prancis Mengancam, PBB Kecam Indonesia, Prancis Ajak Australia Tebar Ancaman, Eksekusi Jalan Terus

Written By Unknown on Monday, 27 April 2015 | 18:08:00


Dengan dipindahkannya para terpidana mati ke ruang isolasi di lapas di Pulau Nusakambangan, kabar mengenai pelaksanaan eksekusi mati semakin santer. Eksekusi terhadap duo Bali Nine dan para terpidana mati kasus narkoba lain di Indonesia tinggal menunggu hitungan jam.

Perdana Menteri (PM) Australia, Tony Abbott, langsung merespon rencana eksekusi itu. Dia akan melobi Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) hingga menit akhir.

Lobi “mati-matian” Abbott itu untuk menyelamatkan dua warganya anggota sindikat Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dari eksekusi regu tembak Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah memberikan pemberitahuan 72 jam sebelum eksekusi sejak pekan lalu. Artinya, eksekusi kemungkinan besar dilakukan pada Selasa atau Rabu.

Berbicara dari peringatan Perang Dunia I di Villers-Bretonneux, Prancis, semalam, Abbott mengatakan Australia telah membuat representasi di setiap kemungkinan selama berbulan-bulan hingga saat ini.

”Saya ingin meyakinkan (rakyat) Australia bahwa bahkan pada akhir jam ini, kami terus membuat representasi terkuat untuk Pemerintah Indonesia bahwa ini bukan untuk kepentingan terbaik Indonesia, apalagi untuk kepentingan dua pemuda Australia yang bersangkutan,” kata Abbott.

Presiden Prancis Francois Hollande langsung mengancam Indonesia dengan ancaman pemutusan hubungan diplomatik. Hollande bahkan hendak mengumpulkan kekuatan bersama negara-negara lain yang menentang eksekusi mati di Indonesia.

Namun Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan ancaman maupun tekanan merupakan hal yang biasa terjadi dalam hal eksekusi mati di suatu negara. Prasetyo pun menegaskan pelaksanaan eksekusi mati tidak akan dibatalkan.

“Eksekusi mati jalan terus, tekanan seperti ini sudah biasa terjadi,” kata Prasetyo ketika dihubungi, Sabtu (25/4/2015).

Prasetyo juga kembali mengatakan bahwa seharusnya negara-negara yang menentang eksekusi mati harus menghormati hukum positif yang berlaku di Indonesia. Sejauh ini persiapan pelaksanaan eksekusi mati memang sedang berlangsung dengan dikumpulkannya diplomat asing di Nusakambangan oleh jaksa.

“Tentunya setiap negara harus menghormati hukum yang berlaku di negara lain,” ucap Prasetyo.

Pengacara Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Peter Morrissey, mengatakan eksekusi harus ditunda sementara karena ada dugaan korupsi di peradilan yang sedang diselidiki. ”Tuduhan yang dibuat adalah salah satu yang cukup berat,” kata Morrissey, seperti dilansir ABC.net.au, Senin 27 April 2015.


Eksekusi Mati: Setelah Prancis Mengancam, PBB Kecam Indonesia


Semakin dekatnya pelaksanaan eksekusi mati atas Warga negara Australia, Nigeria, Brasil, Ghana dan Filipina, protes dan keberatan berdatangan. Bahkan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon meminta Indonesia untuk tidak mengeksekusi mati 10 narapidana kejahatan narkotika, dua di antaranya warga Australia.

“Sekretaris Jenderal meminta pemerintah Indonesia untuk menahan diri dari melakukan eksekusi, seperti yang diumumkan, dari 10 tahanan hukuman mati atas tuduhan kejahatan narkoba,” kata juru bicara Ki-moon.

PBB menentang hukuman mati yang dilaksanakan pemerintah RI dalam berbagai kesempatan, dan dalam satu pernyataannya, juru bicara Ban menyatakan Sekjen PBB telah mendesak Presiden Joko Widodo untuk “segera mempertimbangkan untuk mengumumkan moratorium hukuman mati di Indonesia, dengan pandangan mengarah ke abolisi.”

“Menurut hukum internasional, jika hukuman mati sama sekali harus digunakan, maka itu hanya dikenakan kepada kejahatan-kejahatan sangat serius, misalnya yang melibatkan pembunuhan berencana, dan hanya demi upaya melindungi yang selayaknya,” kata juru bicara Ban Ki-moon.

Duta besar asing yang warganya masuk dalam daftar eksekusi mati tahap kedua berkumpul di Cilacap yaitu Filiphina, Brasil, Nigeria, dan Prancis. Seluruh perwakilan negara tersebut akan mendapat laporan tentang kesiapan pelaksanaan eksekusi setelah terpidana mati Mary Jane Veloso diantar ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jumat 24 April 2015.

Perdana Menteri Australia Tony Abbott menyatakan akan terus berupaya untuk menyelamatkan dua warganya yang akan menghadapi eksekusi mati yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

“Kami terus membuat posisi kami jelas. Selalu ada harapan selama masih ada kehidupan,” kata Abbott kepada wartawan.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop telah mencoba bernegosiasi dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Akan tetapi komunikasi dari Prancis itu ditolak Retno dengan alasan Indonesia tengah sibuk menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika.

Pelaksanaan eksekusi mati ini juga ditentang Presiden Prancis, Francois Hollande. Satu warga Prancis yang masuk dalam daftar eksekusi mati adalah Serge Arezki Atlaoui. Hollande bahkan mengancam Indonesia dengan mengatakan akan ada konsekuensi dengan Perancis jika pihak Indonesia tetap nekad melaksanakan eksekusi.

Sebelumnya Sabtu, pemerintah Indonesia menyatakan secara resmi telah memberitahu delapan warga negara asing yang dihukum karena kejahatan narkoba – dari Australia, Brazil, Nigeria dan Filipina – bahwa mereka akan dieksekusi. Kejaksaan Agung sebagai pelaksana eksekusi tidak goyah dengan rencana eksekusi terhadap 10 terpidana mati.

(Mahdi-News/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: