Empat orang pria yang dituding berupaya meledakkan sinagog dan menembak jatuh pesawat di New York musim semi lalu, mengikuti prot palsu yang diajukan, diarahkan dan didanai oleh pemerintah pusat, demikian klaim para pengacara untuk mendesak pengadilan menggugurkan kasus tersebut.
Seorang informan pemerintah memilih orang-orang yang dijadikan target, menawarkan bayaran, menyediakan peta, dan membeli senjata yang terlibat dalam peristiwa tersebut, sebuah pistol, demikian kata para pengacara dalam mosi penolakan yang diajukan minggu ini di pengadilan federal.
Para pembela mengatakan bahwa para tersangka tidak pernah melakukan kejahatan apapun hingga mereka direkrut oleh informan pemerintah.
"Sejak awal, pemerintah tahu benar bahwa kasus mereka adalah rekayasa, dan para terdakwa tidak pernah berusaha mendapatkan senjata atau mencari target sendiri," kata mosi tersebut.
Juru bicara pengadilan federal, Herb Hadad, mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan tanggapan bulan depan.
Para pengacara sejak awal sudah mengindikasikan bahwa klien mereka dijebak.
Para terdakwa: James Cromitie, 55, Onta Williams, 32, David Williams, 28, dan Laguerre Payen, 27, yang semuanya berasal dari Newburgh, dituding telah meletakkan bom di luar dua buah sinagog Bronx bulan Mei tahun lalu. Mereka juga dituding telah berencana menembakkan peluru kendali - yang awalnya mereka kira sebagai rudal Stinger - untuk menjatuhkan pesawat-pesawat di pangkalan milik Garda Udara Nasional yang terletak 50 mil di sebelah utara kota New York.
Mereka mengklaim tidak bersalah dan menghadapi ancaman hukuman seumur hidup jika dinyatakan bersalah.
FBI terlibat dalam plot tersebut, sementara bom dan peluru kendali yang dilibatkan adalah palsu, kata para pengacara.
Mereka menambahkan, pembelaan tersebut didasarkan pada bukti yang dibeberkan pemerintah, termasuk rekaman dan pernyataan tersumpah para agen. Hal-hal itu masih belum dipublikasikan.
Dalam sebuah mosi terpisah, mereka menuntut adanya tambahan informasi mengenai rayuan yang mungkin ditawarkan sang informan kepada para terdakwa.
Mosi penolakan tersebut mengidentifikasi agen pemerintah tersebut sebagai Shaheed Hussain, seorang "informan profesional" untuk FBI. Para pembela mengklaim bahwa dia diperintahkan untuk mengunjungi masjid-masjid di pinggiran kota, mencari orang-orang yang anti-Amerika dan merekrut mereka untuk bergabung dalam plot teror palsu, yang direkayasa sebagai plot yang didanai sebuah kelompok yang berbasis di Pakistan.
Untuk mengesankan diri sebagai orang dengan dana melimpah, dia diberikan uang tunai $250.000, pemerintah juga memberikan mobil BMW, sebuah Hummer, dan mobil-mobil lainnya.
Para pembela mengatakan bahwa sang informan berusaha menghasut para tertuduh dengan mengatakan bahwa Islam menganjurkan serangan terhadap non-Muslim.
Meski demikian, kata para pengacara, sang informan gagal mempengaruhi para terdakwa untuk melakukan tindakan sendiri. Berbulan-bulan dilalui dengan pertemuan. Dalam keterangan yang disampaikan Cromitie, ia mengatakan: "Saya tidak akan menyakiti siapapun" dan "mengenai pesawat.. tentu saja tidak (benar)."
Sang informan membujuk para target, membayar belanjaan para target, membelikan sepucuk pistol, bom dan peluru kendali palsu, memasang alat peledak dan menjadi sopir mereka, kata para pengacara.
"Tuduhan kejahatan tersebut hampir seluruhnya berasal dari sang agen, dan segalanya akan hilang jika tidak ada tangan pemandu sang agen," kata mosi pembelaan tersebut.
(Suara-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email