Pesan Rahbar

Home » » Membongkar Skema Zionisme di Balik Fitnah Antar Madzhab

Membongkar Skema Zionisme di Balik Fitnah Antar Madzhab

Written By Unknown on Saturday, 4 April 2015 | 06:28:00


Gerakan Zionisme senantiasa mengerahkan segala kemampuannya untuk mendistorsi sejarah Arab Islam, menyelewengkan konsep-konsep al-Qur`an dan Sunnah sehingga menimbulkan ketakutan dalam opini umum bangsa barat terhadap Islam.

Doktor Muhammad Abu Ghadir, ketua program studi Israiliyat Universitas al-Azhar dan seorang pakar Zionisme menegaskan bahwa gerakan Zionisme sejak pertama kali muncul di panggung internasional, selalu mengerahkan segala upayanya untuk mendistorsi citra Islam dan kaum Muslimin, sehingga membentuk sebuah opini umum di mata dunia bahwa rahasia dasar gerakan ini terkandung dalam kebencian dunia terhadap agama Islam, walhasil, masyarakat barat kemudian menilai bahwa Zionisme berjuang melawan radikalisme Islam dan menyelamatkan dunia dari kejahatan kaum muslimin!

Doktor Abu Ghadir mengatakan bahwa kita perlu mengevaluasi setiap produk yang dihasilkan Zionisme dan melawannya dengan segenap kekuatan dan ketegasan, sehingga pada suatu hari, kita tidak mendapati diri kita dalam menghadapi gelombang kekerasan yang tidak bisa dibenarkan terhadap sesuatu yang berhubungan dengan Islam dalam bentuk melebihi apa yang kita lihat sekarang dari berbagai peristiwa yang terjadi di mana-mana melawan Islam dan kaum Muslimin.

Doktor Abu Ghadir juga berkata dalam sebuah wawancaranya dengan kantor berita at-Tawafuq bahwa “kita harus melawan skema Zionisme, mempelajari khazanah keagamaan mereka dengan hati-hati, karena mereka juga mempelajari khazanah kita dan mereka berhasil dari waktu ke waktu menyelewengkan khazanah ini pada saat kita lalai dari apa yang mereka lakukan. Bukan hanya itu saja, mereka juga berhasil menanamkan perbedaan dan perpecahan di berbagai lapisan masyarakat Islam dan menimbulkan semacam perseteruan internal keagamaan, kesukuan, aliran dengan tujuan akhirnya adalah melemahkan sisi internal masyarakat Islam tanpa kecuali.

Berikut adalah petikan wawancara Dr. Abu Ghadir dengan kantor berita at-Tawafuq seputar skema Zionisme terhadap Islam dan strategi penanggulangannya:


Konspirasi untuk menghancurkan kaum muslimin

Soal: Pertama-tama, kami ingin mengetahui pandangan anda terhadap konspirasi Zionisme yang disinyalir menjadi dalang di balik semua keburukan yang menimpa Islam?

Jawab: Fakta sejarah telah membuktikan bahwa gerakan Zionisme, semenjak ia tampil di panggung sejarah, telah bekerja keras untuk menghancurkan citra Islam dan kaum Muslimin, dengan catatan, perusakan citra inilah yang akan digunakan sebagai langkah pertama untuk menuntut berdirinya negara Yahudi, yang kelak akan sangat berperan dalam menghalangi radikalisme Islam, sebagaimana yang dideskripsikan para tokoh Zionisme. Untuk memuluskan rencana ini, mereka telah menguasai media-media massa raksasa, seperti surat kabar, majalah, agen berita dan pusat-pusat kajian ilmiah untuk menjadi mata pisau mereka dalam mencabik-cabik Islam dan kaum muslimin, mendistorsi sejarah Islam, menghantam ikon-ikon Islam dan menanamkan citra yang buruk tentang Islam di benak mayoritas bangsa barat, bahkan, sebagian orang berpendidikan di barat, yang kemudian memeluk Islam, mengakui bahwa sebelumnya mereka memiliki gambaran yang sangat buruk tentang Islam. Gambaran ini mereka peroleh dari sumber bacaan mereka di berbagai media massa. Zionisme memang tidak akan melewatkan satu peluang pun, kecuali ia manfaatkan untuk mendistorsi syariat Islam, dan jelas, tujuan utamanya adalah mengahncurkan kaum muslimin.

Soal: Dari masa ke masa, beberapa tokoh Zionisme memberikan penafsiran yang ganjil terhadap khazanah klasik Islam, apakah anda melihat keberadaan mereka di daerah-daerah Islam adalah untuk mendistorsi ajaran Islam?

Jawab: ini adalah fakta yang benar-benar terjadi di lapangan. Tidak ada penelitian yang dilakukan kaum Zionisme yang berkenaan dengan Arab dan kaum Muslimin memuat hal-hal positif, bahkan, mereka tidak hanya merusak citra Arab dan Islam saja, mereka kemudian melangkah lebih jauh, yaitu mencoreng al-Qur`an dan Sunnah. Israel, sejak ia tumbuh dan berkembang, terus menerus berupaya mengotori kesakralan Islam dan mendistorsi konsep-konsep agama Islam yang lurus. Dan kita harus memahami, bahwa kaum zionis, ketika mereka mempelajari Islam, maksud sebenarnya adalah mencoba melemahkan Islam, baik dalam jiwa kaum Muslimin maupun non-muslim, mereka juga menyebarkan keraguan dengan menegaskan keutamaan kaum Yahudi atas kaum Muslimin dengan klaim bahwa Yahudi adalah sumber pertama untuk ajaran Islam.

Sebagian pengamat berpendapat, bahwa kaum Yahudi tidaklah berbuat demikian kecuali untuk mempertahakan eksistensi dirinya di Palestina. Akan tetapi, sebenarnya hal ini sangat keliru, kaum Yahudi berupaya merusak Islam untuk tujuan yang lebih besar, yaitu memuluskan skema Zionisme Internasional. Dan hal yang perlu kita sadari, bahwa berbagai tuduhan Yahudi terhadap Islam dan al-Qur`an bukanlah hal yang baru dan muncul pada saat ini, akan tetapi telah ada sejak dahulu kala, sejak keberadaan Islam itu sendiri. Artinya, berbagai tuduhan ini telah ada sejak awal dakwah Islam, pada zaman Rasulullah saw. Dan tuduhan ini belum berhenti dan tidak akan berhenti dilakukan sebagai cara menjatuhkan Islam dan kaum muslimin. Bahkan, pada akhir-akhir ini, berbagai tuduhan ini semakin gencar dengan mempergunakan berbagai media dan teknologi komunikasi di dunia, mereka terus mempromosikan dan menyebarkannya sehingga menyesatkan manusia. Inilah problem terbesar kita.

Kaum zionis itu telah memanfaatkan penguasaan mereka atas media massa berskala internasional untuk menjajakan berbagai tuduhan dalam upaya menjatuhkan Islam. Buktinya, ketika mereka mendapati adanya stasiun Amerika condong untuk bekerjasama dengan kaum Muslimin, mereka mulai menyebarkan penelitian dan riset yang menyebutkan bahwa Islam mendorong pemeluknya untuk berbuat radikal dan kekerasan. Semua itu seharusnya memberikan penjelasan, bahwa kita memang sangat membutuhkan puluhan bahkan ratusan penelitian untuk mengimbangi penelitian-penelitian orientalisme yang dilakukan dengan bahasa Ibrani dan merupakan salah satu bentuk perang pemikiran antara Islam dengan musuh-musuhnya.


Terjemah al-Qur`an

Soal: Apakah ini berarti kita harus menerjemahkan al-Qur`an ke dalam bahasa Ibrani?

Jawab: Ini adalah kenyataan yang harus kita akui. Jika kita menyerahkan terjemah al-Qur`an ke dalam bahasa Ibrani melalui tangan penerjemah yang memiliki kecenderungan terhadap zionisme, sama saja dengan memberikan Zionisme kesempatan emas untuk mencemarkan undang-undang primer kaum Muslimin. Ini adalah poin yang tidak boleh kita abaikan, bahwa banyak sekali pusat-pusat riset ilmiah, ketika mereka mempelajari khazanah klasik Islam, mereka menyalinnya kedalam bahasa Ibrani, sehingga para pembaca menelaah khazanah Islam dalam bahasa Ibrani dan menjadikannya sebagai rujukan yang valid, karena para tokoh zionis tinggal di Timur Tengah, karena itu, mereka diyakini sangat memahami bangsa Arab dan kaum Muslimin serta khazanah klasiknya.

Dari titik tolak ini, terlihat pentingnya bagi kita untuk menyediakan khazanah Islam dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan tangan kita sendiri, terutama buku-buku primer khazanah klasik Islam. Meskipun pada akhirnya si peneliti asing kembali menggunakan manuskrip yang diterjemahkan kaum zionis, setidaknya kita telah menanamkan sebersit keraguan dalam diri peneliti, karena adanya kontradiksi terjemahan, keadaan ini tentu sedikitnya akan membantu kemaslahatan kaum Muslimin.

Selain itu, kita juga harus mengalihbahasakan makna-makna al-Qur`an bagi pembaca dari kaum Yahudi, sehingga ia dengan leluasa bisa menelaah kitab suci ini tanpa ada campur tangan penerjemah yang mayoritas tidak bersikap netral. Dengan demikian, menampilkan al-Qur`an dalam bentuk yang menegaskan kevalidannya bagi seluruh ruang dan waktu, juga menampilkan al-Qur`an sebagai kitab yang orisinil, bukan kutipan dari kitab-kitab sebelumnya, seperti Taurat atau Injil sebagaimana yang banyak dipropagandakan para penterjemah Zionis, adalah kebutuhan yang sangat mendesak, sehingga kita bisa menyampaikan kepada pembaca dari kaum Yahudi dan para peneliti yang bersikap netral bahwa al-Qur`an datang untuk menegaskan hukum-hukum yang dibawa dua kitab sebelumnya dan bukan kebalikannya.

Soal: Bagaimana kita menghadapi skema Zionisme yang mempropagandakan konsep benturan peradaban?

Jawab: Kita harus memahami, ketika kita menghadapi skema Zionisme yang selalu berupaya untuk mendistorsi ajaran Islam, konfrontasi dengan skema Zionisme menuntut kita untuk menyadari bahwa Zionisme telah berhasil membuat masyarakat dan pemerintah negara-negara Barat melihat sisi negatifnya saja dari kaum Muslimin.

Dan patut disayangkan, semua ini dimuluskan oleh benturan yang terjadi antara aliran-aliran Timur Islam yang kemudian ditransfer ke dunia barat, bahkan, suatu penelitian yang mendalam menemukan adanya berbagai kelompok dan perkumpulan yang beraneka ragam; antara kelompok masyarakat Maroko, kelompok Palestina dan kemudian kelompok Mesir, demikian pula antara Ahli Sunnah dengan Syiah, dan ini adalah inti dari permasalahan dalam menyampaikan pesan-pesan agama kepada masyarakat barat dan menyebabkan lemahnya pengaruh dakwah. Mereka menjadi bingung mana yang benar dan mana yang salah, sementara pesan agama yang disampaikan memerlukan pandangan yang konprehensif. Pandangan inilah yang justeru dibutuhkan mereka.

Jika dakwah tidak bisa menampilkan Islam yang konprehensif, maka pesan dakwah tidak akan sampai dan lapangan dakwah di dunia barat akan kehilangan moderatisme Islam. Dakwah membutuhkan model yang benar, jika kita tidak memilih da’i yang tepat sebagai duta dakwah kepada mereka, setelah mereka melihat realitas hidup, maka mereka tidak akan mampu menampilkan Islam, kelembutan kasih sayangnya dan keluasan toleransinya, juga tidak akan mampu menjelaskan keindahan dan kesempurnaan ajaran Islam.

Selain itu, persoalan dialog antar agama adalah persoalan yang memiliki pengaruh besar dan tidak bisa kita abaikan begitu saja, dengan catatan para spesialis dalam bidang ini memahami benar pentingnya apa yang mereka lakukan. Selain itu, kita juga harus menyadari sesuatu yang sangat penting, yaitu bahwa sebenarnya masyarakat Barat tidak memiliki kebencian terhadap Islam sebagai sebuah agama, mereka hanya memiliki pandangan yang buruk terhadap kaum Muslimin. Mereka melihat bahwa kaum Muslimin adalah orang yang harus bertanggung jawab atas beberapa insiden kekerasan di dunia internasional yang disebabkan beberapa kelompok Islam radikal.

Dunia Islam sekarang menuntut pembelaan dengan strategi baru untuk menghapus stigma buruk yang melekat dalam benak masyarakat Barat melalui media yang paling efektif. Sayangnya, media massa dan kebudayaan justeru menjadi titik kelemahan kita. Semua orang harus menyadari bahwa Islam sebagai agama samawi bukanlah target kebencian Barat, meskipun beberapa peristiwa terjadi mengindikasikan hal itu, akan tetapi, tujuan utama mereka adalah kaum Muslimin. Karena itu, mereka dituntut untuk memperbaiki mekanisme peradaban dan kebudayaan mereka untuk bangkit dan membela eksistensinya. Jika kita datang dan berkata kepada masyarakat Barat mengenai model interaksi masyarakat Islam dengan pemilik peradaban dan kebudayaan lain, sebagai contoh misalnya Andalusia, niscaya hal ini akan menjadi langkah yang sangat strategis untuk memperbaiki hubungan kita dengan bangsa lain.

Soal: Kelompok Zionisme percaya bahwa mereka harus mendirikan kembali Haikal (kuil) yang mereka kira ada di bawah masjid al-Aqsha yang diberkahi, apakah kitab-kitab mereka menyebutkan hal ini?

Jawab: Justeru sebaliknya. Hal yang tidak banyak diketahui orang bahwa para pendeta Yahudi yang bersikap lurus telah mengeluarkan fatwa tidak bolehnya kaum Yahudi mendekati pelataran al-Aqsha, yang diungkapkan dalam Taurat dengan nama Jabal Haikal. Taurat pun telah menyebutkan secara jelas bahwa kaum Yahudi, siapapun ia, tidak diperbolehkan untuk naik ke Jabal Haikal, karena hal demikian merupakan dosa yang sangat besar dan naiknya seorang Yahudi ke pelataran al-Aqsha atau Jabal Haikal berarti ia telah menimpakan najis yang tidak bisa disucikan dengan mudah.

Akan tetapi, meskipun banyak fatwa pendeta Yahudi yang menguatkan makna serupa, namun Yahudi Zionis justeru menjadi kelompok yang paling banyak melakukan invasi ke komplek al-Aqsha, meskipun serangan ini bertentangan dengan isi kitab Taurat dan juga dianggap sebagai penghinaan terhadap kaum Muslimin yang sangat berpotensi mengobarkan perang antar agama di wilayah itu. Demikianlah, sesungguhnya setiap orang Yahudi yang masuk ke pelataran al-Aqsha berarti telah melakukan dosa menurut syariat agama Yahudi, akan tetapi, para pemimpin sayap kanan ekstrim telah meyakinkan diri dan pengikutnya bahwa mereka tidak masuk ke dalam wilayah yang dilarang itu.

Sebenarnya, serangan dan pendudukan Yahudi ekstrim terhadap al-Aqsha bukan didorong oleh sentimen keagamaan, akan tetapi untuk kepentingan politik, menyempitkan dan memprovokasi kaum Muslimin, karena siapapun kaum Yahudi yang ingin beribadah di komplek al-Quds, ia bisa mengerjakannya di sinagog-sinagog Yahudi yang tersebar disana, di al-Quds sebelah barat, selain itu, mereka bisa beribadah di tembok ratapan, sebuah tempat yang paling disucikan bagi kaum Yahudi. Lagi pula, invasi terus menerus terhadap al-Aqsha tidak saja mengancam perdamaian di wilayah itu, akan tetapi juga mengancam perdamaian di dunia internasional. Karena itulah, kaum muslimin hendaknya menjelaskan kepada publik mengenai kenyataan ini jika mereka ingin mendapatkan sokongan dari dunia internasional, baik itu pada level kemasyarakatan maupun level resmi pemerintahan dalam perjuangan mereka melawan Zionisme internasional.

Soal: Sebagain pihak mengkritik adanya divisi-divisi bahasa Ibrani di berbagai universitas Islam karena dianggapnya bisa memperlancar proses naturalisasi, bagaimana anda menanggapi hal ini?

Jawab: Sebaliknya, banyak orang terkadang merasa terkejut ketika mereka mengetahui bahwa saya selalu memotivasi para generasi muda untuk mendalami masalah orientalisme terutama bahasa-bahasa Ibrani untuk menghadapi bahaya penyelewengan yang sengaja dimasukan sebagian orientalis terhadap makna-makna al-Qur`an dan buku-buku rujukan Islam lain. Mempelajari bahasa Ibrani menjadi demikian penting agar kita bisa mengenalinya, bukan untuk menjadikannya sebagai bahasa yang diterima masyarakat (naturalisasi), akan tetapi dengan tujuan untuk mengetahui segala hal mengenai Israel, besar dan kecilnya, apa yang terjadi di tanah kita yang tengah dirampas dalam masalah politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan pendidikan. Selain itu, agar kita mengetahui semua skema mereka untuk merusak Islam melalui penyelewengan khazanah Islam. Jika kita mampu membaca apa yang mereka tulis dan mereka selewengkan dari Islam, niscaya dengan mudah kita bisa menjawab dan menghadapinya sebelum mereka menanamkannya dalam kebijakan real.

Bukti pentingnya mempelajari bahasa Ibrani terlihat saat Israel sering mengumumkan bahwa mereka sangat terganggu dengan para penterjemah Arab yang bekerja di berbagai media massa Arab, baik berupa audio, visual maupun audio visual. Karena para penterjemah itu berhasil menyingkap rahasia kaum Zionisme melalui pembedahan organ dalamnya. Semua itu menegaskan bahwa mempelajari bahasa Ibrani tidak berhubungan dengan proses naturalisasi seperti yang diduga banyak pihak. Bahkan, melalui kacamata penelitian yang mendalam terhadap mereka yang ternaturalisasikan akan menjelaskan kepada kita bahwa tidak ada satupun pemuda Arab lulusan divisi bahasa Ibrani yang terjebak ke dalam perangkap Zionisme, karena pelajaran bahasa Ibrani itu telah memberikan mereka semacam kekebalan untuk melawan ide-ide Zionisme setelah mereka mengetahui hakikat yang sebenarnya.

Soal: Apakah anda menegaskan teori yang menyebutkan bahwa Zionisme internasional adalah dalang dari berbagai fitnah dan chaos yang dialami kaum Muslimin dari masa ke masa?

Jawab: Saya akan memberi anda sebuah contoh bagaimana Zionisme berperan besar dalam setiap kekacauan yang dialami masyarakat Arab Islam, tanpa kecuali. Beberapa saat yang lalu, pusat kajian strategis Moshe Dayan menerbitkan sebuah buku tulisan seorang perwira agen rahasia Israel bernama Moshe Fergie, agen ini berbicara mengenai peran Zionisme di Sudan bagian selatan, dan bagaimana agen rahasia Israel memainkan peranannya pada panggung bangsa Arab. Ia berkata, “Strategi Israel terhadap wilayah ini berdiri di atas prinsip dasar, yaitu memotivasi kaum minoritas di wilayah tersebut untuk berani menampilkan dirinya dengan berbagai cara, dimana kaum minoritas itu berusaha untuk mendapatkan apa yang disebut dengan hak menentukan nasib dan berdiri independen sebagai sebuah negara.

Inti yang terkandung dari gagasan ini adalah meyakinkan klaim Zionisme bahwa wilayah-wilayah Arab Islam bukan seperti yang ditegaskan bangsa Arab dan kaum Muslimin sebagai satu kesatuan budaya dan peradaban, akan tetapi merupakan mozaik dari berbagai macam budaya, bahasa, agama dan campuran berbagai suku dan aliran di antaranya Arab, Persia, Turki, Armenia, Israel, Kurdi, Druz, Protestan, Katholik, Alawiyyin, Syiah, Sunnah, Alturkman dan Shabiah. Dengan demikian, pengklasifikasian lebih cocok untuk kondisi masyarakat Islam. Untuk menguatkan tertanamnya konsep ini, harus ditampilkan adanya persengketaan di antara keberagaman tersebut, seperti perseteruan aliran-aliran Islam-Koptik, Sunnah-Syiah, perselisihan antara bangsa Arab Kurdi dengan Arab Persia dan perselisihan lain yang berbau agama dan etnis.

Jika kita meneliti lebih dalam, maka kita akan mendapati peran Zionisme di balik semua kekacauan ini, karena dengan terpecahnya masyarakat Islam, mereka mengambil keuntungan yang besar dan memuluskan jalan mereka untuk menggapai impian terbesarnya, yaitu mendirikan Israel Raya dari hulu sungai Nil hingga sungai Eufrat. Dan ini adalah impian yang selalu bermain dalam khayalan mereka hingga saat ini.

(Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: