PANDANGAN SUNNI:
Ummat Islam itu bersifat pertengahan. Tidak terlalu keras. Tidak pula terlalu lembek.
Untuk Ahmadiyah dgn Nabi barunya Ghulam Ahmad sesuai Fatwa MUI ini sudah sesat. Keluar dari Islam. Begitu pula dgn Islam Liberal yg menolak hukum Allah dan menganggap semua agama benar. Syi’ah Ghulat yg menTuhankan Ali itu kafir. Syi’ah Rafidhoh yg menghina istri Nabi, Siti A’isyah, Khalifah Abu Bakar ra, Khalifah Umar ra, dsb itu sesat. Ini sudah jelas.
Untuk Ahmadiyah dgn Nabi barunya Ghulam Ahmad sesuai Fatwa MUI ini sudah sesat. Keluar dari Islam. Begitu pula dgn Islam Liberal yg menolak hukum Allah dan menganggap semua agama benar. Syi’ah Ghulat yg menTuhankan Ali itu kafir. Syi’ah Rafidhoh yg menghina istri Nabi, Siti A’isyah, Khalifah Abu Bakar ra, Khalifah Umar ra, dsb itu sesat. Ini sudah jelas.
Meski pun demikian, thd yang lain harus hati2. Kita tidak boleh mengkafirkan / menuduh sesat Ulama Besar yang pernah jadi Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Seandainya tuduhan kita benar, apa manfaatnya bagi kita?
Sebaliknya, jika tuduhan kita salah, maka label sesat/kafir itu akan berbalik pada diri kita. Jadi harus hati2.
Mudah2an ayat2 Al Qur’an dan Hadits di bawah bermanfaat bagi kita:
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca (menghafal) al-Qur’ân, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’ân dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’ân, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allâh, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Bukhâri dalam at-Târîkh, Abu Ya’la, Ibnu Hibbân dan al-Bazzâr. Disahihkan oleh Albani dalam ash-Shahîhah, no. 3201).
Lihat disini: http://media-islam.or.id/2012/01/19/ciri-khawarij-tak-mengamalkan-al-quran-dan-membunuh-muslim/
======================
Ciri Khawarij: Tak Mengamalkan Al Qur’an dan Membunuh Muslim
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya diantara ummatku ada orang-orang
yang membaca Alquran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka
membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka
keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. Sungguh,
jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti
terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762).
Satu dari ciri kaum Khawarij menurut
Nabi Muhammad adalah mereka membaca Al Qur’an dan Hadits, namun tidak
diamalkan. Ucapannya tidak melampaui kerongkongan mereka. Hanya di mulut
saja. Al Qur’an dan Hadits tak sampai ke otak mereka. Tidak dipahami.
Karena taqlid pada Syekh mereka, penafsirannya bertentangan dengan
Jumhur Ulama. Akibatnya selain mencaci sesama Muslim dengan kata-kata
yang menyakitkan seperti Ahli Bid’ah, Kuburiyyun (Penyembah Kuburan),
Musyrik, Sesat, Kafir, dsb, saat kuat, mereka membunuh sesama Muslim.
Khalifah Ali adalah korban pembunuhan Khawarij yang pertama karena
menurut kaum Khawarij Ali sudah sesat/kafir.
Ini karena usia mereka masih muda. Lemah
akal. Banyak yang dari kecil hingga SMA tidak pernah belajar agama
Islam di pengajdian atau masjid, tahu-tahu di universitas belajar Islam
dari kelompok yang ekstrim. Akibatnya saat aliran itu sesat, mereka
keluar dari Islam meski mereka merasa berpegang kepada Al Qur’an dan
Sunnah:
Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771).
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771).
سيخرج في آخر الزمان قوم أحدث الأسنان سفهاء الأحلام
“Akan keluar di akhir zaman
suatu kaum yang usia mereka masih muda, dan bodoh, mereka mengatakan
sebaik‑baiknya perkataan manusia, membaca Al Qur’an tidak sampai kecuali
pada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din (agama Islam)
sebagaimana anak panah keluar dan busurnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
يخرج قوم من أمتي يقرئون القرآن يحسبون لهم وهو عليهم لاتجاوز صلاتهم تراقيهم
“Suatu kaum dari umatku akan
keluar membaca Al Qur’an, mereka mengira bacaan Al-Qur’an itu menolong
dirinya padahal justru membahayakan dirinya. Shalat mereka tidak sampai
kecuali pada kerongkongan mereka.” (HR. Muslim)
يحسنون القيل ويسيئون الفعل يدعون إلى كتاب الله وليسوا منه في شيء
“Mereka baik dalam berkata tapi
jelek dalam berbuat, mengajak untuk mengamalkan kitab Allah padahal
mereka tidak menjalankannya sedikitpun.” (HR. Al-Hakim).
Berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits
mereka pakai, namun kesimpulan lain yang mereka dapat dan amalkan.
Berbagai larangan Allah dalam Al Qur’an seperti Su’u Zhon (Buruk
Sangka), Mengolok-olok sesama, Mengkafirkan sesama Muslim, dan membunuh
sesama Muslim. Berbagai caci-maki terhadap sesama Muslim seperti Ahlul
Bid’ah, Sesat, Kafir dan sebagainya terlontar dari mulut mereka.
Kaum Khawarij ini merasa paling benar.
Bahkan Khawarij pertama merasa lebih benar dari Nabi sehingga menuduh
Nabi tidak adil. Khawarij masa kini menuduh Jumhur Ulama yang merupakan
Pewaris Nabi sebagai tidak adil. Contohnya ada Khawarij bilang sejumlah
ulama besar adalah sesat atau pembela aliran sesat:
Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Ali ra. yang sedang berada di Yaman, mengirimkan emas yang masih dalam bijinya kepada Rasulullah saw., kemudian Rasulullah saw. membagikannya kepada beberapa orang, Aqra` bin Habis Al-Hanzhali, Uyainah bin Badr Al-Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al-Amiri, seorang dari Bani Kilab, Zaidul Khair At-Thaiy, seorang dari Bani Nabhan. Orang-orang Quraisy marah dan berkata: Apakah baginda memberi para pemimpin Najed, dan tidak memberikan kepada kami? Rasulullah saw. bersabda: Aku melakukan itu adalah untuk mengikat hati mereka. Kemudian datang seorang lelaki yang berjenggot lebat, kedua tulang pipinya menonjol, kedua matanya cekung, jidatnya jenong dan kepalanya botak. Ia berkata: Takutlah kepada Allah, ya Muhammad! Rasulullah saw. bersabda: Siapa lagi yang taat kepada Allah jika aku mendurhakai-Nya? Apakah Dia mempercayai aku atas penduduk bumi, sedangkan kamu tidak mempercayai aku? Lalu laki-laki itu pergi. Seseorang di antara para sahabat minta izin untuk membunuh laki-laki itu (diriwayatkan bahwa orang yang ingin membunuh itu adalah Khalid bin Walid), tetapi Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya diantara bangsaku ada orang-orang yang membaca Alquran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762).
Ali ra. yang sedang berada di Yaman, mengirimkan emas yang masih dalam bijinya kepada Rasulullah saw., kemudian Rasulullah saw. membagikannya kepada beberapa orang, Aqra` bin Habis Al-Hanzhali, Uyainah bin Badr Al-Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al-Amiri, seorang dari Bani Kilab, Zaidul Khair At-Thaiy, seorang dari Bani Nabhan. Orang-orang Quraisy marah dan berkata: Apakah baginda memberi para pemimpin Najed, dan tidak memberikan kepada kami? Rasulullah saw. bersabda: Aku melakukan itu adalah untuk mengikat hati mereka. Kemudian datang seorang lelaki yang berjenggot lebat, kedua tulang pipinya menonjol, kedua matanya cekung, jidatnya jenong dan kepalanya botak. Ia berkata: Takutlah kepada Allah, ya Muhammad! Rasulullah saw. bersabda: Siapa lagi yang taat kepada Allah jika aku mendurhakai-Nya? Apakah Dia mempercayai aku atas penduduk bumi, sedangkan kamu tidak mempercayai aku? Lalu laki-laki itu pergi. Seseorang di antara para sahabat minta izin untuk membunuh laki-laki itu (diriwayatkan bahwa orang yang ingin membunuh itu adalah Khalid bin Walid), tetapi Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya diantara bangsaku ada orang-orang yang membaca Alquran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762).
Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Seseorang datang kepada Rasulullah saw. di Ji`ranah sepulang dari perang Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak. Dan Rasulullah saw. mengambilnya untuk diberikan kepada manusia. Orang yang datang itu berkata: Hai Muhammad, berlaku adillah! Beliau bersabda: Celaka engkau! Siapa lagi yang bertindak adil, bila aku tidak adil? Engkau pasti akan rugi, jika aku tidak adil. Umar bin Khathab ra. berkata: Biarkan aku membunuh orang munafik ini, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Aku berlindung kepada Allah dari pembicaraan orang bahwa aku membunuh sahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya memang membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1761).
Seseorang datang kepada Rasulullah saw. di Ji`ranah sepulang dari perang Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak. Dan Rasulullah saw. mengambilnya untuk diberikan kepada manusia. Orang yang datang itu berkata: Hai Muhammad, berlaku adillah! Beliau bersabda: Celaka engkau! Siapa lagi yang bertindak adil, bila aku tidak adil? Engkau pasti akan rugi, jika aku tidak adil. Umar bin Khathab ra. berkata: Biarkan aku membunuh orang munafik ini, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Aku berlindung kepada Allah dari pembicaraan orang bahwa aku membunuh sahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya memang membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1761).
Ciri Khawarij ini adalah gemar membaca
Al Qur’an, mengaku pembela Islam, namun tidak mengamalkannya. Dia
datangi ummat Islam dgn pedang sambil menuduh ummat Islam melakukan
kesyirikan. Padahal Syirik menurut pemahaman Nabi adalah menyembah
berhala. Yang dilakukan Nabi adalah menghancurkan berhala. Bukan
membunuh orang-orang yang dituduh Musyrik:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ
رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ حَتَّى إِذَا رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ،
وَكَانَ رِدْئًا لِلْإِسْلَامِ، انْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ
ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ»،
قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ،
الْمَرْمِيُّ أَمِ الرَّامِي؟ قَالَ: «بَلِ الرَّامِي»
“Sesungguhnya yang paling aku
khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca (menghafal)
al-Qur’ân, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’ân
dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’ân, membuangnya
di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan
menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allâh,
siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”.
Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Bukhâri dalam at-Târîkh, Abu Ya’la,
Ibnu Hibbân dan al-Bazzâr. Disahihkan oleh Albani dalam ash-Shahîhah,
no. 3201).
Kafirnya Khawarij bukan karena aqidahnya
sesat atau karena ibadahnya penuh bid’ah. Aqidah dan ibadahnya bersih.
Namun sikap mereka yang mengkafirkan Muslim lain itulah yang
mengakibatkan mereka jadi kafir. Keluar dari Islam. Khawarij artinya
orang-orang yang keluar (dari Islam).
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَتْ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ
شَيْئًا وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ شَيْئًا وَلَا صِيَامُكُمْ
إِلَى صِيَامِهِمْ شَيْئًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ
لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ
يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
“Akan keluar suatu kaum dari
umatku, mereka membaca Alquran, bacaan kamu dibandingkan dengan bacaan
mereka tidak ada apa-apanya, demikian pula shalat dan puasa kamu
dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka tidak ada apa-apanya. Mereka
membaca Alquran dan mengiranya sebagai pembela mereka, padahal ia
adalah hujjah yang menghancurkan alasan mereka. Shalat mereka tidak
sampai ke tenggorokan, mereka lepas dari Islam sebagaimana melesatnya
anak panah dari busurnya.” (HR. Abu Dawud).
Bahkan merekapun membawakan hadis-hadis Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, namun dipahami dengan pemahaman yang tidak benar, sabda Nabi,
يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ
قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ
خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ
السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ
“Akan ada di akhir zaman suatu
kaum yang usianya muda, dan pemahamannya dangkal, mereka mengucapkan
perkataan manusia yang paling baik (Rasulullah), mereka lepas dari Islam
sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya, iman mereka tidak sampai
ke tenggorokan..” (HR Bukhari).
Pemikiran takfiri (mudah mengkafirkan) adalah pemikiran yang ditakutkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk
menimpa umatnya, karena ia berakibat yang tidak bagus dan merugikan
Islam dan kaum muslimin bahkan merusak citra Islam dan mengotori
keindahannya. Oleh karena itu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengecam keras Khawarij dalam hadis-hadisnya, Abu Ghalib berkata,
رَأَى أَبُو أُمَامَةَ رُءُوسًا
مَنْصُوبَةً عَلَى دَرَجِ مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَقَالَ أَبُو أُمَامَةَ
كِلَابُ النَّارِ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ خَيْرُ قَتْلَى
مَنْ قَتَلُوهُ ثُمَّ قَرَأَ { يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ
وُجُوهٌ } إِلَى آخِرِ الْآيَةِ
قُلْتُ لِأَبِي أُمَامَةَ
أَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ
ثَلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا حَتَّى عَدَّ سَبْعًا مَا حَدَّثْتُكُمُوهُ.
“Abu Umamah melihat kepala-kepala (kaum
Khawarij) yang dipancangkan di jalan Masjid Damaskus, Abu Umamah
berkata, “Anjing-anjing neraka, seburuk-buruknya orang yang terbunuh di
kolong langit, dan sebaik-baiknya yang dibunuh adalah orang yang dibunuh
oleh mereka (Khawarij), kemudian beliau membaca Ayat, “Pada hari wajah-wajah menjadi putih dan wajah-wajah lain menjadi hitam..” Sampai akhir ayat.
Aku berkata kepada Abu Umamah, “Engkau mendengarnya dari Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam?”
Beliau menjawab, “Aku mendengarnya sekali, dua kali, tiga kali, empat
kali sampai tujuh kali. Bila aku tidak mendengarnya, aku tidak akan
menyampaikannya kepada kamu.” (HR. At Tirmidzi).
Tempat kaum Khawarij berasal. Nabi menunjuk ke arah Timur:
Hadis riwayat Sahal bin Hunaif ra.:
Dari Yusair bin Amru, ia berkata: Saya berkata kepada Sahal: Apakah engkau pernah mendengar Nabi saw. menyebut-nyebut Khawarij? Sahal menjawab: Aku mendengarnya, ia menunjuk dengan tangannya ke arah Timur, mereka adalah kaum yang membaca Alquran dengan lisan mereka, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1776).
Dari Yusair bin Amru, ia berkata: Saya berkata kepada Sahal: Apakah engkau pernah mendengar Nabi saw. menyebut-nyebut Khawarij? Sahal menjawab: Aku mendengarnya, ia menunjuk dengan tangannya ke arah Timur, mereka adalah kaum yang membaca Alquran dengan lisan mereka, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1776).
Saat mengatakan itu, Nabi berada di
Madinah, Hijaz. Ada pun di timur Madinah/Hijaz adalah Najd, tempat
lahirnya Muhammad bin Abdul Wahhab:
Ibnu Umar berkata, “Nabi berdoa,
‘Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam dan Yaman kami.’ Mereka
berkata, Terhadap Najd kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah Syam
dan Yaman kami.’ Mereka berkata, ‘Dan Najd kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya
Allah, berkahilah kami pada negeri Syam. Ya Allah, berkahilah kami pada
negeri Yaman.’ Maka, saya mengira beliau bersabda pada kali yang ketiga,
‘Di sana terdapat kegoncangan-kegoncangan (gempa bumi), fitnah-fitnah,
dan di sana pula munculnya tanduk setan.’” [HR Bukhari].
Khawarij ini dengan dalih memurnikan
Islam, menghidupkan Sunnah, dsb ternyata malah memecah belah Islam.
Tetaplah dalam Jama’ah / kelompok terbesar Islam. Jangan mengikuti
firqoh mereka:
Dari Anas berkata : Ada seorang lelaki
pada zaman Rasulullah berperang bersama Rasulullah dan apabila kembali
(dari peperangan) segera turun dari kenderaannya dan berjalan menuju
masjid nabi melakukan shalat dalam waktu yang lama sehingga kami semua
terpesona dengan shalatnya sebab kami merasa shalatnya tersebut melebihi
shalat kami, dan dalam riwayat lain disebutkan kami para sahabat merasa
ta’ajub dengan ibadahnya dan kesungguhannya dalam ibadah, maka kami
ceritakan dan sebutkan namanya kepada Rasulullah, tetapi rasulullah
tidak mengetahuinya, dan kami sifatkan dengan sifat-sifatnya, Rasulullah
juga tidak mengetahuinya, dan tatkala kami sednag menceritakannya
lelaki itu muncul dan kami berkata kepada Rasulullah: Inilah orangnya ya
Rasulullah. Rasulullah bersabda : ”Sesungguhnya kamu menceritakan
kepadaku seseorang yang diwajahnya ada tanduk syetan. Maka datanglah
orang tadi berdiri di hadapan sahabat tanpa memberi salam. Kemudian
Rasulullah bertanya kepada orang tersebut : ” Aku bertanya kepadamu,
apakah engkau merasa bahwa tidak ada orang yang lebih baik daripadamu
sewaktu engkau berada dalam suatu majlis. ” Orang itu menjawab: Benar”.
Kemudian dia segera masuk ke dalam masjid dan melakukan shalat dan dalam
riwayat kemudian dia menuju tepi masjid melakukan shalat, maka berkata
Rasulullah: ”Siapakah yang akan dapat membunuh orang tersebut ? ”.
Abubakar segera berdiri menuju kepada orang tersebut, dan tak lama
kembali. Rasul bertanya : Sudahkah engkau bunuh orang tersebut? Abubakar
menjawab : ”Saya tidak dapat membunuhnya sebab dia sedang bersujud ”.
Rasul bertanya lagi : ”Siapakah yang akan membunuhnya lagi? ”. Umar bin
Khattab berdiri menuju orang tersebut dan tak lama kembali lagi. Rasul
berkata: ”Sudahkah engkau membunuhnya ? Umar menjawab: ”Bagaimana
mungkin saya membunuhnya sedangkan dia sedang sujud”. Rasul berkata lagi
; Siapa yang dapat membunuhnya ?”. Ali segera berdiri menuju ke tempat
orang tersebut, tetapi orang terebut sudah tidak ada ditempat shalatnya,
dan dia kembali ke tempat nabi. Rasul bertanya: Sudahkah engkau
membunuhnya ? Ali menjawab: ”Saya tidak menjumpainya di tempat shalat
dan tidak tahu dimana dia berada. ” Rasulullah saw melanjutkan:
”Sesungungguhnya ini adalah tanduk pertama yang keluar dari umatku,
seandainya engkau membunuhnya, maka tidaklah umatku akan berpecah.
Sesungguhnya Bani Israel berpecah menjadi 71 kelompok, dan umat ini akan
terpecah menjadi 72 kelompok, seluruhnya di dalam neraka kecuali satu
kelompok ”. Sahabat bertanya : ” Wahai nabi Allah, kelompk manakah yang
satu itu? Rasulullah menjawab : ”Al Jamaah”. (Musnad Abu Ya’la/ 4127,
Majma’ Zawaid/6-229).
Rasulullah saw bersabda: ”Nanti pada
akhir zaman akan muncul kaum mereka membaca Al-Quran ttetapi tidak
melebihi kerongkongan, merka memecah Islam sebagaimana keluarnya anak
panah dari busurnya, dan mereka akan terus bermunculan sehingga keluar
yang terakhir daripada mereka bersama Dajjal, maka jika kamu berjumpa
dengan mereka, maka perangilah sebab mereka itu seburuk-buruk makhluk
dan seburuk-buruk khalifah. ” ( Sunan Nasai/4108, Sunan Ahmad/19783 ).
Kelompok Khawarij ini tak segan-segan
menista ummat Islam yang berbeda pendapat dengan mereka dengan berbagai
sebutan yang mereka sendiri tidak suka. Padahal itu dilarang oleh Allah
SWT:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri
dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.
Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 11-12].
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan
dan membunuhnya adalah kekufuran” (Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97,
Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad
no.3465,3708)
Ayat Al Qur’an dan hadits di atas sering
mereka ucapkan. Namun sering pula mereka langgar sehingga mereka
mengumpat dan bersangka buruk terhadap sesama Muslim.
Jika diingatkan dengan enteng mereka berdalih: “Ah mereka bukan Muslim!”
Tidak pantas bagi seorang Muslim untuk
mudah menganggap sesat atau mengkafirkan sesama Muslim yang masih sholat
dan mengucapkan 2 kalimat syahadah. Jika begitu, maka mereka itu lemah
imannya atau mungkin justru tidak punya iman:
Tiga perkara berasal dari iman:
(1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah”
karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam
karena sesuatu perbuatan;
(2) Jihad akan terus berlangsung
semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini
memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau
keadilan seorang yang adil;
(3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu
Dawud).
Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani).
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw,
membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ” Nabi
menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah
saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?” [HR Bukhari dan Muslim].
Lihat hadits di atas saat Usamah
berkilah: “Ah dia berpura2″ Ah dia taqiyah! Ah dia berbohong. Tidak
pantas kita berdalih seperti itu karena kita manusia tidak tahu isi hati
mereka. Kita hanya bisa menilai zahir lisan, tulisan, dan perbuatan
mereka.
Meski mengkafirkan sesama Muslim itu resikonya sangat berat, kaum Khawarij selalu menemukan cara untuk itu.
Dari Abu Zar r.a. bahwasanya ia
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang memanggil orang
lain dengan sebutan kekafiran atau berkata bahwa orang itu musuh Allah,
padahal yang dikatakan sedemikian itu sebenarnya tidak, melainkan
kekafiran itu kembalilah pada dirinya sendiri.” (Muttafaq ‘alaih).
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Apabila ada seseorang berkata
kepada saudaranya -sesama Muslimnya-: “Hai orang kafir,” maka salah
seorang dari keduanya -yakni yang berkata atau dikatakan- kembali dengan
membawa kekafiran itu. Jikalau yang dikatakan itu benar-benar
sebagaimana yang orang itu mengucapkan, maka dalam orang itulah adanya
kekafiran, tetapi jikalau tidak, maka kekafiran itu kembali kepada orang
yang mengucapkannya sendiri.” (Muttafaq ‘alaih).
Mereka gemar berdusta dan mengadu-domba sesama Muslim meski tahu dosanya amat besar:
Allah Ta’ala berfirman: “Jangan pula engkau mematuhi orang yang suka mencela, berjalan membuat adu domba.” (al-Qalam: 11).
Dari Hudzaifah r.a. katanya:
“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak dapat masuk syurga seorang yang
gemar mengadu domba.” (Muttafaq ‘alaih).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui dua buah kubur,
lalu bersabda: “Sesungguhnya kedua orang yang mati ini disiksa, tetapi
tidaklah mereka disiksa karena kesalahan besar. Ya, tetapi sebenarnya
besar juga -bila dilakukan secara terus menerus-. Adapun yang seorang
diantara keduanya itu dahulunya -ketika di dunia- suka berjalan dengan
melakukan adu domba, sedang yang lainnya, maka ia tidak suka
menghabiskan sama sekali dari kencingnya -yakni di waktu kencing kurang
memperdulikan kebersihan serta kesucian dari najis-.” Muttafaq ‘alaih.
Ini adalah lafaz dari salah satu riwayat Imam Bukhari. Para ulama
berkata bahwa maknanya: “Tidaklah mereka itu disiksa karena melakukan
kesalahan yang besar,” yakni bukan kesalahan besar menurut anggapan
kedua orang tersebut. Ada yang mengatakan bahwa itu merupakan hal besar
-berat- baginya untuk meninggalkannya.
Dari Ibnu Mas’ud r.a. bahwasanya
Nabi s.a.w. bersabda: “Tahukah engkau semua, apakah kedustaan besar
itu? Yaitu Namimah atau banyak bicara adu domba antara para manusia.”
(Riwayat Muslim) Al’adhha dengan fathahnya ‘ain muhmalah dan sukunnya
dhad mu’jamah dan dengan ha’ menurut wazan Alwajhu. Ada yang mengatakan
Al’idhatu dengan kasrahnya ‘ain dan fathahnya dhad mu’jamah menurut
wazan Al’idatu, artinya ialah kedustaan serta kebohongan besar. Menurut
riwayat pertama, maka al’adhhu adalah mashdar, dikatakan: ‘adhahahu
‘adhhan artinya melemparnya dengan kedustaan atau pengadu-dombaan.
Meski Allah dan RasulNya memerintahkan
ummat Islam bersatu, namun kaum Khawarij ini meski sering mengutip ayat
dan hadits tentang itu selalu memecah-belah persatuan ummat Islam dengan
berbagai dalih. Mereka merasa hanya merekalah yang benar. Yang lain
sesat atau kafir:
“Yaitu orang-orang yang memecah-belah
agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan
merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” [Ar Ruum:32].
Mereka gemar berbantah-bantahan panjang lebar hanya untuk menimbulkan fitnah dan melemahkan kekuatan Islam.
“Dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu
menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.” [Al Anfaal 46]
Sebaliknya meski mengaku ingin berpegang
pada sunnah, namun dengan bersahabat dengan kaum Yahudi dan Nasrani dan
menganggap kaum tersebut lebih baik daripada sesama Muslim, mereka
ingkar Al Qur’an. Ingkar kepada Allah.
Orang-orang yang beriman tidak akan mengambil kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin:
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian
yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [Al Maa-idah
51].
Hanya orang munafik yang dekat dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang saat ini tengah memusuhi Islam dan membantai ummat Islam:
“Maka kamu akan melihat
orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik)
bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami
takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan
kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya.
Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka
rahasiakan dalam diri mereka.” [Al Maa-idah 52].
Kita mungkin terkagum-kagum pada
ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits-hadits Nabi yang dibawakan oleh kaum
Khawarij tersebut, namun itu semua tidak mereka amalkan. Bahkan mereka
injak-injak. Mereka bersikap keras dan zalim terhadap sesama Islam dan
justru lemah-lembut terhadap orang-orang kafir harbi.
Kaum Khawarij ini seperti kaum Yahudi yang akan dilempar masuk neraka karena hanya bicara tanpa melakukan apa yang dia ucapkan:
“Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu
sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu
berpikir?” [Al Baqarah 44] .
Pada hari kiamat seorang
dihadapkan dan dilempar ke neraka. Orang-orang bertanya, “Hai Fulan,
mengapa kamu masuk neraka sedang kamu dahulu adalah orang yang menyuruh
berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan mungkar?” Orang tersebut menjawab,
“Ya benar, dahulu aku menyuruh berbuat ma’ruf, sedang aku sendiri tidak
melakukannya. Aku mencegah orang lain berbuat mungkar sedang aku
sendiri melakukannya.” (HR. Muslim).
Kaum Khawarij ini berpendapat hanya ada 1
kebenaran, yaitu pendapat mereka dan memaksakan kehendaknya kepada yang
lain. Padahal dalam Islam itu ada dikenal Khilafiyah atau beda
pendapat. Oleh karena itulah ada 4 Madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi’ie,
dan Hambali. Semua madzhab itu benar. Tidak ada yang salah. Dan Imam
Malik juga menolak saat Sultan Harun Al Rasyid meminta agar Madzhab
Maliki dipakai sebagai satu-satunya Madzhab di negara Islam. Beliau
khawatir nanti di tempat lain yang memakai madzhab lain bisa berontak.
Di zaman Nabi pun para sahabat biasa berbeda pendapat:
Umar bin Khattab berkata: “Aku mendengar
Hisyam bin Hakim membaca surat Al-Furqan di masa hidupya Rasulullah
SAW, aku mendengar bacaannya, tiba-tiba ia membacanya dengan beberapa
huruf yang belum pernah Rasulullah SAW membacakannya kepadaku sehingga
aku hampir beranjak dari shalat, kemudian aku menunggunya sampai salam.
Setelah ia salam aku menarik sorbannya dan bertanya: “Siapa yang
membacakan surat ini kepadamu?”. Ia menjawab: “Rasulullah SAW yang
membacakannya kepadaku”, aku menyela: “Dusta kau, Demi Allah
sesungguhnya Rasulullah SAW telah membacakan surat yang telah kudengar
dari yang kau baca ini”.
Setelah itu aku pergi membawa dia
menghadap Rasulullah SAW lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah aku telah
mendengar lelaki ini, ia membaca surat Al-Furqan dengan beberapa huruf
yang belum pernah engkau bacakan kepadaku, sedangkan engkau sendiri
telah membacakan surat Al-Furqan ini kepadaku”. Rasulullah SAW menjawab:
“Hai Umar! lepaskan dia. “Bacalah Hisyam!”. Kemudian ia membacakan
bacaan yang tadi aku dengar ketika ia membacanya. Rasululllah SAW
bersabda: “Begitulah surat itu diturunkan” sambil menyambung sabdanya:
“Bahwa Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf maka bacalah yang
paling mudah!”.
Dalam satu riwayat lain disebutkan bahwa
Rasulullah SAW mendengarkan pula bacaan sahabat Umar r.a. kemudian
beliau bersabda: “Begitulah bacaan itu diturunkan”.
Saat berbeda pun dalam berpuasa di perjalanan para sahabat tidak saling cela. Ada yang berbuka, ada pula yang tetap berpuasa:
Anas bin Maalik berkata: “Kami sedang
bermusafir bersama dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam semasa
Ramadhan dan di kalangan kami ada yang berpuasa, ada yang tidak
berpuasa. Golongan yang berpuasa tidak menyalahkan orang yang tidak
berpuasa dan golongan yang tidak berpuasa tidak menyalahkan orang yang
berpuasa. [ hadist riwayat Bukhari and Muslim].
Dari situ kita tahu bahwa kebenaran itu
KADANG-KADANG tidak hanya satu. Bisa 2 bahkan 7 seperti cara membaca Al
Qur’an di atas. Nabi membenarkan mereka semua dan tidak mencela salah
satu kelompok. Jika dipaksakan hanya satu meski yang lain tidak suka,
maka akan timbul perpecahan.
Ciri Khawarij lainnya adalah akhlak yang
buruk. Nabi dan ummat Islam yang baik memiliki akhlak yang mulia. Penuh
kasih sayang. Bukan kekejian:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. ” [Al Anbiyaa’ 107].
Nabi Muhammad itu diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia:
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Al Bazzaar).
Paling dekat dengan aku
kedudukannya pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya
dan sebaik-baik kamu ialah yang paling baik terhadap keluarganya. (HR.
Ar-Ridha).
Sebaliknya orang yang akhlaknya rendah, keji, dan suka bermusuhan adalah orang yang dibenci Allah:
Sesungguhnya Allah membenci
orang yang keji, yang berkata kotor dan membenci orang yang
meminta-minta dengan memaksa. (AR. Ath-Thahawi).
Orang yang paling dibenci Allah ialah yang bermusuh-musuhan dengan keji dan kejam. (HR. Bukhari).
Jadi jika kita ikut pengajian, tapi gurunya akhlaknya buruk dan kita pun jadi kasar, niscaya itu pengajian yang sesat.
Kadang ada orang yang merasa
berjihad/mujahid, namun akhlaknya kasar dan sombong. Tidak punya adab.
Ada yang suka menghina sesama Muslim bahkan ulama. Seolah-olah dia yang
mempunyai surga. Padahal Nabi yang merupakan Mujahid Agung akhlaknya
sangat sempurna.
mam Thabari meriwayatkan dengan sanad
yang shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia menyebutkan
tentang Khawarij dan apa yang ia dapati ketika mereka membaca Al-Qur’an
dengan perkataannya: “Mereka beriman dengan yang muhkam dan binasa dalam ayat mutasyabih“. (Lihat Tafsir Ath-Thabari, III/181).
Pemahaman mereka yang keliru itu
mengantarkan mereka menyelisihi Ijma’ Salaf dalam banyak perkara, hal
itu dikarenakan oleh kebodohan mereka dan kekaguman terhadap pendapat
mereka sendiri, serta tidak bertanya kepada Ahlu Dzikri dalam perkara
yang mereka samar atasnya.
Jadi itulah beberapa ciri kaum Khawarij
yang sebetulnya jika kita tidak taqlid dan membaca Al Qur’an dan Hadits
dengan cerdas, mereka itu meski dalihnya menghidupkan Sunnah, pada
dasarnya Ingkar Al Qur’an dan Ingkar Sunnah.
Keras dan Kasar
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyifati kaum Khawarij bahwa mereka adalah kaum yang kasar lagi keras perangainya, beliau bersabda,
سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي
أَقْوَامٌ أَشِدَّاءُ أَحِدَّاءُ ذَلِقَةٌ أَلْسِنَتُهُمْ بِالْقُرْآنِ لَا
يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ أَلَا فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَأَنِيمُوهُمْ
ثُمَّ إِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَأَنِيمُوهُمْ فَالْمَأْجُورُ قَاتِلُهُمْ
“Akan keluar dari umatku beberapa
kaum yang keras lagi kasar, lisan-lisan mereka fasih membaca Alquran,
namun tidak sampai ke tenggorokan mereka.” (HR. Ahmad dan lainnya).
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyifati bahwa mereka adalah kaum yang amat hebat ibadahnya, beliau bersabda,
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَتْ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ
شَيْئًا وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ شَيْئًا وَلَا صِيَامُكُمْ
إِلَى صِيَامِهِمْ شَيْئًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ
لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ
يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
“Akan keluar suatu kaum dari umatku,
mereka membaca Alquran, bacaan kamu dibandingkan dengan bacaan mereka
tidak ada apa-apanya, demikian pula shalat dan puasa kamu dibandingkan
dengan shalat dan puasa mereka tidak ada apa-apanya. Mereka mengira
bahwa Alquran itu hujjah yang membela mereka, padahal ia adalah hujah
yang menghancurkan alasan mereka. Shalat mereka tidak sampai ke
tenggorokan, mereka lepas dari islam sebagaimana melesatnya anak panah
dari buruannya.” (HR. Abu Dawud).
Referensi:
===========================
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu
akan mengenai salah seorang dari keduanya.” [HR Bukhari].
http://mediaislamraya.blogspot.com/2013/09/bahaya-mengkafirkan-muslim.html
http://mediaislamraya.blogspot.com/2013/09/bahaya-mengkafirkan-muslim.html
Bahaya Mengkafirkan Muslim
Bahaya menjadi Kaum Khawrij / Takfir yang gemar mengkafirkan Ummat Islam.
Mereka fitnah ummat Islam sbg Ahli Bid'ah, Syi'ah, Kuburiyyun (Penyembah Kuburan), Musyrik, Musuh Allah, Musuh Islam, dsb.
Padahal dgn seringnya mereka mengkafirkan Muslim, kemungkinan besar
salah itu amat besar sehingga akhirnya label Kafir menempel di diri
mereka. Apalagi jika ternyata Jumhur Ulama menganggap lurus Muslim yg
mereka kafirkan. Mungkin itulah penafsiran label Kafir di Jidat Dajjal
dan pengikutnya.
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang
yang telah membaca (menghafal) al-Qur’ân, sehingga ketika telah tampak
kebagusannya terhadap al-Qur’ân dan dia menjadi pembela Islam, dia
terlepas dari al-Qur’ân, membuangnya di belakang punggungnya, dan
menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku
(Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allâh, siapakah yang lebih pantas
disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab,
“Penuduhnya”. (HR. Bukhâri dalam at-Târîkh, Abu Ya’la, Ibnu Hibbân dan
al-Bazzâr. Disahihkan oleh Albani dalam ash-Shahîhah, no. 3201).
Baca di: http://media-islam.or.id/2012/01/19/ciri-khawarij-tak-mengamalkan-al-quran-dan-membunuh-muslim/
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan
itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.” [HR Bukhari]
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Ra, bahwa Nabi SAW bersabda:
“Bila seseorang mengkafirkan saudaranya (yang Muslim), maka pasti
seseorang dari keduanya mendapatkan kekafiran itu. Dalam riwayat lain:
Jika seperti apa yang dikatakan. Namun jika tidak, kekafiran itu kembali
kepada dirinya sendiri”.[HR Muslim]
Dari Abu Dzarr Ra, Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa memanggil seseorang dengan kafir atau mengatakan
kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak demikian halnya, melainkan
panggilan atau perkataannya itu akan kembali kepada dirinya”.[HR Muslim]
Jangan Mudah Mengkafirkan Sesama Muslim
Sesungguhnya ada 6 Rukun Iman (Allah,
Malaikat, Kitab Suci, Nabi, Hari Akhir, dan Qadla serta Qadar) dan 5
Rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat Syahadah, Shalat 5 waktu, Puasa di
bulan Ramadhan, Zakat, dan Haji jika mampu). Jika mengingkari salah
satunya, misalnya tidak mau shalat, baru kita bisa mengatakan orang itu
kafir. Atau mengaku ada Nabi setelah Nabi Muhammad.
Namun jika tidak, kita harus hati-hati
dalam mengkafirkan seseorang. Karena dosanya besar. Jika yang dituduh
tidak kafir, maka kitalah yang kafir.
Tuduhan KAFIR adalah tuduhan yang amat
berat. Jika seorang suami dinyatakan kafir, maka dia harus diceraikan
dari istrinya yang Muslim. Hubungan waris dengan keluarganya yang Muslim
putus. Saat meninggal, tidak boleh disholatkan dan tidak boleh
didoakan. Jadi tuduhan kafir bukan tuduhan yang main-main.
Ada kelompok Khawarij yang begitu mudah
mengkafirkan seorang Muslim bahkan menghalalkan darahnya untuk dibunuh.
Mereka menganggap hanya kelompok mereka saja yang paling benar. Para
ulama sepakat bahwa kelompok Khawarij ini sudah keluar dari Islam.
Semoga kita tidak terjebak dalam kelompok ini.
Ucapan salam di medan perang sudah cukup untuk mencegah seseorang untuk tidak dibunuh:
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan
janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu
(atau mengucapkan Tahlil): “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu
membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia,
karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu
dahulu [dulu juga kafir], lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas
kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. ” [An Nisaa’ 94].
Tiga perkara berasal dari iman:
(1) Tidak
mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu
dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu
perbuatan;
(2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah
mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal
tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang
yang adil;
(3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud)
Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani).
Rosululloh saw., bersabda:
من صلّى صلاتنا واستقبل قبلتنا وأكل ذبيحتنا فذلك المسلم
Barang siapa yang sholat
sebagaimana kami sholat, menghadap ke kiblat kami dan memakan sembelihan
kami maka ia muslim.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori no. 391.
Ibnu Hajar dalam syarahnya mengatakan: “Di dalam hadis ini menunjukkan
bahwa masalah manusia itu dianggap yang nampak padanya. Maka barangsiapa
yang menampakkan syi’ar-syi’ar agama diberlakukan padanya hukum-hukum
yang berlaku pada pemeluk agama tersebut selama ia tidak menampakkan
sesuatu yang bertentangan dengan hal tersebut.” (Fathul Bari I/497).
Dari hadits di atas jelas kalau seseorang Sholat, berarti dia Muslim. Karena dalam sholat itu ada Salam dan juga ada Tahlil.
Mungkin ada yang berdalih dengan Hadits Abu Bakar yang memerangi orang yang tidak bayar zakat untuk membunuh orang yang sholat:
Mereka tidak paham konteks hadits tsb.
Abu Bakar bertindak selaku Khailfah. Kepala Negara yang memerangi kaum
yang tidak mau bayar zakat. Karena memungut dan mengelola zakat itu
adalah tugas pemerintah. Tapi kalau bukan Khalifah, misalnya cuma orang
biasa, tidak bisa dia seenaknya membunuh orang yang tidak bayar zakat.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءُهُمْ وَأَمْوَالُـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ
[رواه البخاري ومسلم ]
Dari
Ibnu Umar ra sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah
Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan
hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak
Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala. (Riwayat Bukhori dan Muslim).
Dalam hadits ini dipakai istilah أقاتل
(aku memerangi) bukan أقتل (aku membunuh). Keduanya berbeda. Dan dalam
kerangka hadits inilah Abu Bakar memerangi orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat. Tidak ada satupun riwayat yang menunjukkan beliau
membunuh mereka.
Saat Abu Bakar ingin memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat, Umar bin Khoththob mencegahnya.
Apakah engkau akan memerangi
orang yang mengucapkan syahadat Laa Ilaaha Illallaah? Padahal Nabi
bersabda: Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka
mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Barangsiapa yang bersaksi demikian
maka akan terjaga dariku harta dan jiwanya kecuali dengan haknya dan
perhitungan (hisabnya) ada di sisi Allah. Abu Bakr menyatakan : Demi
Allah, sungguh-sungguh aku akan perangi orang-orang yang memisahkan
antara sholat dengan zakat (mau sholat tapi tidak mau zakat), karena
sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah, kalau seandainya mereka
tidak memberikan kepadaku tali untuk menggiring binatang ternak zakat
yang biasa mereka berikan pada Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam,
niscaya aku akan perangi mereka.
Hingga kemudian Umar menerima pendapat Abu Bakar dan mendukungnya (HR Bukhari dan Muslim).
Dan memang di berbagai ayat Al Qur’an, kata sholat dan zakat sering disebut bersamaan. Aqiimush sholaat wa aatuz zakaat. Dirikanlah Sholat dan Bayarkanlah Zakat [Al Baqarah 43].
Tapi kalau seorang Muslim sudah sholat
dan membayar zakat, haram bagi kita mengkafirkan atau membunuhnya.
Kecuali secara zahir/lisan mereka mengaku tidak percaya pada 6 Rukun
Iman dan mengkafirkan sesama Muslim.
Dari Abu Musa r.a., katanya: “Saya
berkata: “Ya Rasulullah, manakah kaum Muslimin itu yang lebih utama?”
Beliau s.a.w. menjawab: “Yaitu yang orang-orang Islam lainnya merasa
selamat daripada gangguan lisannya -yakni pembicaraannya- serta dari
tangannya.” (Muttafaq ‘alaih).
Larangan membunuh orang kafir yang telah mengucapkan: Laa ilaaha illallah
Hadis riwayat Miqdad bin Aswad ra., ia berkata:
Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang kafir, lalu ia menyerangku. Dia penggal salah satu tanganku dengan pedang, hingga terputus. Kemudian ia berlindung dariku pada sebuah pohon, seraya berkata: Aku menyerahkan diri kepada Allah (masuk Islam). Bolehkah aku membunuhnya setelah ia mengucapkan itu? Rasulullah saw. menjawab: Jangan engkau bunuh ia. Aku memprotes: Wahai Rasulullah, tapi ia telah memotong tanganku. Dia mengucapkan itu sesudah memotong tanganku. Bolehkah aku membunuhnya? Rasulullah saw. tetap menjawab: Tidak, engkau tidak boleh membunuhnya. Jika engkau membunuhnya, maka engkau seperti ia sebelum engkau membunuhnya, dan engkau seperti ia sebelum ia mengucapkan kalimat yang ia katakan. (Shahih Muslim No.139).
Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang kafir, lalu ia menyerangku. Dia penggal salah satu tanganku dengan pedang, hingga terputus. Kemudian ia berlindung dariku pada sebuah pohon, seraya berkata: Aku menyerahkan diri kepada Allah (masuk Islam). Bolehkah aku membunuhnya setelah ia mengucapkan itu? Rasulullah saw. menjawab: Jangan engkau bunuh ia. Aku memprotes: Wahai Rasulullah, tapi ia telah memotong tanganku. Dia mengucapkan itu sesudah memotong tanganku. Bolehkah aku membunuhnya? Rasulullah saw. tetap menjawab: Tidak, engkau tidak boleh membunuhnya. Jika engkau membunuhnya, maka engkau seperti ia sebelum engkau membunuhnya, dan engkau seperti ia sebelum ia mengucapkan kalimat yang ia katakan. (Shahih Muslim No.139).
Diriwayatkan
dari Usamah bin Zaid r.a.: Rasulullah SAW. pernah mengirimkan kami dalam
suatu pasukan (sariyyah); lalu pada pagi hari kami sampai ke Huruqat di
suku Juhainah, di sana saya menjumpai seorang laki-laki, dia berkata,
“La ilaha illallah – tiada tuhan selain Allah,” tetapi saya tetap
menikamnya (dengan tombak), lalu saya merasakan ada sesuatu yang
mengganjal di hati saya. Setelah sampai di Madinah, saya memberitahukan
hal tersebut kepada Nabi SAW., lalu beliau bersabda, “Dia mengatakan,
‘La ilaha illallah’, kemudian kamu membunuhnya?” Saya berkata, “Wahai
Rasulullah, sungguh dia mengatakannya hanya kerana takut pada senjata.”
Beliau bersabda, “Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan
hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat
itu atau tidak?” Demikianlah, beliau berulang-ulang mengucapkan hal itu
kepada saya sehingga saya menginginkan seandainya saya masuk Islam pada
hari itu saja. Sa’ad berkata, “Demi Allah, saya tidak membunuh seorang
Muslim sehingga dibunuhnya oleh Dzul Buthain, maksudnya Usamah.” Lalu
ada orang laki-laki berkata, “Bukankah Allah SWT. telah berfirman, Dan
perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah (QS Al-Anfal (8): 39).” Lalu Sa’ad menjawabnya,
“Kami sudah memerangi mereka supaya jangan ada fitnah, sedangkan kamu
bersama kawan-kawanmu menginginkan berperang supaya ada fitnah.” (1: 67 –
68 – Sahih Muslim).
Dari Usamah bin Zaid ra,
katanya: “Rasulullah s.a.w. mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku
Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Saya
dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki dari
golongan mereka -musuh-. Setelah kita dekat padanya, ia lalu
mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan
diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu
menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya. Setelah kita
datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi s.a.w., kemudian
beliau bertanya padaku: “Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah
ia mengucapkan La ilaha illallah?” Saya berkata: “Ya Rasulullah,
sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja -yakni
mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya
tidak meyakinkan itu.” Beliau s.a.w. bersabda lagi: “Adakah ia engkau
bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu senantiasa
diulang-ulangi oleh Nabi s.a.w., sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa
saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya
mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak
ada dosa dalam diriku.” (Muttafaq ‘alaih) Dalam riwayat lain disebutkan:
Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan La
ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya
Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut
senjata.” Beliau s.a.w. bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja
hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu karena
takut senjata ataukah tidak -yakni dengan keikhlasan-.” Beliau s.a.w.
mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa
saya masuk Islam mulai hari itu saja.
Dari Jundub bin Abdullah r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan sepasukan dari kaum Muslimin
kepada suatu golongan dari kaum musyrikin dan bahwa mereka itu telah
bertemu -berhadap-hadapan. Kemudian ada seorang lelaki dari kaum
musyrikin menghendaki menuju kepada seorang dari kaum Muslimin lalu
ditujulah tempatnya lalu dibunuhnya. Lalu ada seorang dari kaum Muslimin
menuju orang itu di waktu lengahnya. Kita semua memperbincangkan bahwa
orang itu adalah Usamah bin Zaid. Setelah orang Islam itu mengangkat
pedangnya, tiba-tiba orang musyrik tadi mengucapkan: “La ilaha
illallah.” Tetapi ia terus dibunuh olehnya. Selanjutnya datanglah
seorang pembawa berita gembira kepada Rasulullah s.a.w. -memberitahukan
kemenangan-, beliau s.a.w. bertanya kepadanya -perihal jalannya
peperangan- dan orang itu memberitahukannya, sehingga akhirnya orang itu
memberitahukan pula perihal orang yang membunuh di atas, apa-apa yang
dilakukan olehnya. Orang itu dipanggil oleh beliau s.a.w. dan menanyakan
padanya, lalu sabdanya: “Mengapa engkau membunuh orang itu?” Orang tadi
menjawab: “Ya Rasulullah, orang itu telah banyak menyakiti di kalangan
kaum Muslimin dan telah membunuh si Fulan dan si Fulan.” Orang itu
menyebutkan nama beberapa orang yang dibunuhnya. Ia melanjutkan: “Saya
menyerangnya, tetapi setelah melihat pedang, ia mengucapkan: “La ilaha
illallah.” Rasulullah s.a.w. bertanya: “Apakah ia sampai kau bunuh?” Ia
menjawab: “Ya.” Kemudian beliau bersabda: “Bagaimana yang hendak kau
perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari
kiamat?” Orang itu berkata: “Ya Rasulullah, mohonkanlah pengampunan
-kepada Allah- untukku.” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bagaimana yang
hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada
hari kiamat?” Beliau s.a.w. tidak menambahkan sabdanya lebih dari
kata-kata: “Bagaimanakah yang hendak kau perbuat dengan La ilaha
illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” (Riwayat Muslim).
Dan hadits Ibnu Umar tentang Kholid yang membunuh tawanan Bani Jadzi’ah setelah mereka mengucapkan:
صبأنا صبأنا
Artinya menurut mereka adalah
“Kami telah Islam.” Dan pengingkaran nabi terhadap Kholid. Hadits ini
diriwayatkan oleh Al-Bukhori.
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/02/07/larangan-mencaci-dan-membunuh-sesama-muslim/
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah
iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.” [Al Hujuraat 11].
[1409]. Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410]. Panggilan yang buruk ialah gelar
yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada
orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir
dan sebagainya.
“Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 12].
Dari ayat di atas, sering orang suka
mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal kalau dia introspeksi, bisa
jadi kesalahannya lebih banyak daripada orang yang dia cari.
“… Dan melaknat seorang Mukmin
seperti membunuhnya. Siapa saja yang menuduh seorang Mukmin dengan
kekafiran, maka ia seperti membunuhnya”. [HR Bukhari].
“Barangsiapa yang berkata kepada
saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang
dari keduanya.” [HR Bukhari].
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Ra, bahwa Nabi SAW bersabda:
“Bila seseorang mengkafirkan
saudaranya (yang Muslim), maka pasti seseorang dari keduanya mendapatkan
kekafiran itu. Dalam riwayat lain: Jika seperti apa yang dikatakan.
Namun jika tidak, kekafiran itu kembali kepada dirinya sendiri”.[HR
Muslim].
Dari Abu Dzarr Ra, Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa memanggil seseorang
dengan kafir atau mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak
demikian halnya, melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali
kepada dirinya”.[HR Muslim].
Janganlah kita mengkafirkan seorang
Muslim hanya karena dia tidak mampu melaksanakan 100% dari perintah
Allah dalam Al Qur’an. Itu bukan berarti dia kafir. Tapi karena memang
manusia itu sifatnya lemah. Tempat salah dan lupa. Hanya Nabi yang mampu
melaksanakan 100% perintah Allah. Hanya Nabi yang maksum/terlindung
dari dosa. Kita semua niscaya tak lepas dari dosa. Jadi jangan seenaknya
mengkafirkan sesama Muslim.
Saat jumhur Ulama telah sepakat bahwa
satu kelompok seperti Ahmadiyyah atau Islam Liberal itu sesat, kita
wajib tunduk dengan meyakini mereka sesat. Namun jika jumhur Ulama tidak
menyatakan demikian, cuma segelintir dari kelompok ekstrim saja yang
menyatakan sesat bahkan kafir, hendaknya kita tidak ikut-ikutan
mengkafirkan mereka. Sebab jika ternyata pendapat mayoritas ulama benar,
bahwa mereka tidak sesat/kafir, maka kitalah yang kafir. Jadi
mengkafirkan sesama Muslim itu gampang. Tapi resikonya berat. Kita bisa
kafir dan masuk neraka. Padahal jika kita ragu-ragu, kita tidak usah
masuk kelompok tersebut, tapi juga tidak mengkafirkannya. Itu lebih aman
dan bijak.
Ada banyak aliran sesat atau sempalan
yang merasa kelompok mereka adalah Firqotun Najiyyah (golongan yang
selamat) dari 73 golongan Islam seraya mengkafirkan mayoritas ummat
Islam. Ummat Islam yg selamat adalah Ahlus Sunnah wal JAMA’AH. Artinya
yg selamat JAMA’AH yang Banyak. Bukan FIRQOH/Pecahan kecil. Ini sesuai
hadits Nabi. Jadi jika ada kelompok yang mengkafirkan mayoritas ummat
Islam misalnya NU yang merupakan ormas Islam terbesar, bisa jadi
kelompok itu yang sesat/kafir. Seandainya dalihnya adalah NU tak mau
Negara Islam tegak, itu bukan seperti itu. Tapi karena yang mau
menegakkan “Negara Islam” itu adalah justru kelompok Islam yang tidak
benar/ekstrim. Bisa menindas/menzalimi ummat Islam lainnya. Jika
Islamnya benar, akhlaknya benar, insya Allah ummat Islam yang baik tidak
akan menolak Negara Islam:
Dari ‘Umar bin Khaththab ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَمَنْ أَرَادَ بِحَبْحَةِ الْجَنَّةِ فَعَلَيْهِ بِالْجَماعَةِ
“Tetaplah bersama jamaah dan
waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama satu orang,
namun dengan dua orang lebih jauh. Dan barang siapa yang menginginkan
surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah.” [HR Ahmad, Tirmizi,
dan Al Hakim].
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم عَلَى ضَلاَلَةٍ
Tetaplah kalian bersama jamaah maka sesungguhnya Allah tidak menghimpun umat Muhammad di atas kesesatan.” [HR Thabrani].
Begitu juga hadits dari Anas bin Malik ra, ia berkata bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ .
“Sesungguhnya, umatku tidak akan sepakat di atas kesesatan.” [Ibnu Majah dan Tirmizi]
Referensi:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan
Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang
mengucapkan “salam” kepadamu (atau mengucapkan Tahlil): “Kamu bukan
seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta
benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak.
Begitu jugalah keadaan kamu dahulu [dulu juga kafir], lalu Allah
menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” [An Nisaa’ 94].
Tiga perkara berasal dari iman:
(1) Tidak mengkafirkan orang yang
mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu dosa yang dilakukannya
atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu perbuatan;
(2) Jihad akan
terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang
terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh
kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil;
(3) Beriman
kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud).
Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani).
Rosululloh saw., bersabda:
من صلّى صلاتنا واستقبل قبلتنا وأكل ذبيحتنا فذلك المسلم
Barang siapa yang sholat sebagaimana kami sholat, menghadap ke kiblat
kami dan memakan sembelihan kami maka ia muslim.” (Hadits ini
diriwayatkan oleh Al-Bukhori no. 391. Ibnu Hajar dalam syarahnya
mengatakan: “Di dalam hadis ini menunjukkan bahwa masalah manusia itu
dianggap yang nampak padanya. Maka barangsiapa yang menampakkan
syi’ar-syi’ar agama diberlakukan padanya hukum-hukum yang berlaku pada
pemeluk agama tersebut selama ia tidak menampakkan sesuatu yang
bertentangan dengan hal tersebut.” (Fathul Bari I/497).
“… Dan melaknat seorang Mukmin seperti membunuhnya. Siapa saja yang menuduh seorang Mukmin dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya”. [HR Bukhari].
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.” [HR Bukhari].
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Ra, bahwa Nabi SAW bersabda:
“Bila seseorang mengkafirkan saudaranya (yang Muslim), maka pasti seseorang dari keduanya mendapatkan kekafiran itu. Dalam riwayat lain: Jika seperti apa yang dikatakan. Namun jika tidak, kekafiran itu kembali kepada dirinya sendiri”.[HR Muslim].
Dari Abu Dzarr Ra, Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa memanggil seseorang dengan kafir atau mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak demikian halnya, melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali kepada dirinya”.[HR Muslim].
http://mediaislamraya.blogspot.com/2011/10/jangan-mudah-mengkafirkan-sesama-muslim.html
(Media-Islam/Media-Islam-Raya/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email