Pesan Rahbar

Home » » Politik Jahat Mu’awiyah (La’natullah Alaihi) Terhadap Islam!

Politik Jahat Mu’awiyah (La’natullah Alaihi) Terhadap Islam!

Written By Unknown on Friday, 24 April 2015 | 02:50:00


Untuk membuktikan kekejian unsur dan keburukan jiwanya, Mu’awiyah memuntahkan kedengkiannya kepada Nabi Islam dan Ahlulbaitnya, utamanya Imam Ali as. dengan melancarkan program pelaknatan dan pencaci-makian terhadap Imam Ali as. dan menghukum siapa pun yang berani menentangnya dalam masalah ini. Dengan tanpa malu dan penuh kekejian dan kebencian, Mu’awiyah memerintah kaum Muslim dan pembesar para sahabat di kota suci Manidah dan dari mimbar Nabi saw. agar mereka mencaci-maki Imam Ali as.

Imam Muslim mengabadikan kejahatan Mu’awiyah di atas dalam kitab Shahihnya, ia me riwayatkan ‘Âmir ibn Sa’ad ibn Abi Waqqâsh dari ayahnya, ia berkata:

أَمَرَ مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ سَعْدًا فَقَالَ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسُبَّ أَبَا التُّرَابِ فَقَالَ أَمَّا مَا ذَكَرْتُ ثَلَاثًا قَالَهُنَّ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَنْ أَسُبَّهُ لَأَنْ تَكُونَ لِي وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَهُ خَلَّفَهُ فِي بَعْضِ مَغَازِيهِ فَقَالَ لَهُ عَلِيٌّ يَا رَسُولَ اللَّهِ خَلَّفْتَنِي مَعَ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَا نُبُوَّةَ بَعْدِي وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ يَوْمَ خَيْبَرَ لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ رَجُلًا يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ قَالَ فَتَطَاوَلْنَا لَهَا فَقَالَ ادْعُوا لِي عَلِيًّا فَأُتِيَ بِهِ أَرْمَدَ فَبَصَقَ فِي عَيْنِهِ وَدَفَعَ الرَّايَةَ إِلَيْهِ فَفَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيًّا وَفَاطِمَةَ وَحَسَنًا وَحُسَيْنًا فَقَالَ اللَّهُمَّ هَؤُلَاءِ أَهْلِي

“Mu’awiyah ibn Abi Sufyan memerintah Sa’ad, ia berkata, ‘Apa yang mencegahmu mencaci Abu Thurâb[1]?! Sa’ad menjawab, “Selama aku mengingat tiga sabda Rasulullah saw. untuknya yang andai satu saja untukku itu lebih aku sukai dari dunia dan seisinya maka aku tidak akan mencacinya. Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda kepada Ali ketika beliau meminta Ali tinggal (tidak ikut-serta) dalam sebagian peperangan beliau, lalu Ali berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, mengapakah Anda tinggalkan aku bersama para wanita dan kanak-kanak?’ Maka beliau saw. bersabda, ‘Tidakkah engkau rela kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tiada kenabian sepeninggalku.” Aku mendengar beliau saw. bersabda pada hari parang Khaibar, ‘Aku akan serahkan bendera kepanglimaan ini kepada seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai Allah dan Rasul-Nya.’ Maka Allah memenangkannya, dan ketika turun ayat ‘Katakan, ‘Marilah, kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian… ,’ Rasulullah saw. memanggil Ali, Fatimah , Hasan dan Husain dan bersabda, ‘Ya Allah hanya merekalah Ahli/keluarga-ku.‘”[2].

Sa’ad juga mengancam akan keluar dari masjid jika Mu’awiyah bersikeras melaknat Imam Ali as. dari atas mimbar Nabi saw. di masjid nabawi suci.[3]

Al Wâqidi meriwayatkan bahwa Mu’awiyah sepulangnya dari Irak setelah kesepakatan perdamaian dengan Imam Hasan as. dan manusia bersatu di bawah pemerintahannya, ia berpidato, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda kepadaku, ‘Sesungguhnya engkau akan menjabat sebagai Khalifah sepeninggalku, maka pilihlah negeri suci, di dalamnya terdapat wali-wali abdâl.’ Dan aku telah memilih kalian, maka laknatilah Abu Thurab! Lau mereka pun melaknatinya. Dan keesokan harinya, Mu’awiyah menulis surat ketetatapan, dan mengumpulkan mereka lalu membacakannya, di dalamnya terdapat: “Ini adalah surat Amirul Mukminin Mu’awiyah,pengemban wahyu Allah yang mengutus Muhammad sebagai nabi, dan ia adalah seorang yang buta huruf; tidak mampu membaca dan menulis. Lalu Allah memilihkan untuknya dari keluarganya seorang wazîr/pembantu, penulis wahyu yang terpercaya. Dan adalah wahyu turun kepada Muhammad dan aku menulisnya, dia tidak mengetahui apa yang aku tulis. Dan tiada seorang pun antara aku dan Allah.”

Maka seluruh hadirin berkata, ‘Benar engkau wahai Amirul Mukminin.


Mu’awiyah Melaknati Imam Ali as. Dalam Setiap Pidato Jum’at!

Al Jâhidz melaporkan bahwa Mu’awiyah selalu menutup pidato jum’atnya dengan pelaknatan atas Imam Ali as. dengan kata-katanya, “Ya Allah! Sesungghunya Ali telah kafir terhadap agama-Mu, mencegah dari jalan-Mu. Maka kutuklah dia dengan kutakan yang berat dan siksalah dia dengan siksa yang pedih!”

Dan ia menuliskan teks kutukan itu sebagai penutup pidato ke berbagai penjuru wilayah. Dan kata-kata itulah yang menjadi penutup pidato di atas mimbar-mimbar sampai masa kekhalifahan Umar ibn Abdil Aziz.[4]


Wasiat Mu’awiyah Untuk Mughîrah ibn Syu’bah

Mu’awiyah tidak akan ketinggalan memesankan hal penting itu kepada seluruh aparat pemerintahannya yaitu agar mereka tidak teledor dalam menjalankan program pelaknatan Imam Ali as., dan mereka pun segera dengan senang hati melaksakan program Mu’awiyah untuk pelaknatan Imam Ali as. Mughîrah ibn Syu’bah ketika ditunjuk Mu’awiyah sebagai Gubernur Kufah tahun 41 H Mu’awiyah memanggilnya dan berpesan kepadanya, “Amma ba’du, … sesungguhnya aku bermaksud mewasiatkan kepadamu banyak hal, namun aku tinggalkan karena aku mengandalkan kecerdasanmu. Tetapi untuk yang satu ini aku tidak akan meninggalkan untuk berpasan kepadamu; ‘Janganlah engkau tinggalkan mencaci dan menghinakan Ali, dan memohonkan rahmat dan ampunan untuk Utsman. Cacatlah para pendukung Ali dan jauhkan mereka, dan pujilah Syi’ahnya Utsman dan dekatkan mereka!.’”[5] Maka Mughîrah dalam pidatonya selalu mencaci Imam Ali as. dan ia juga memerintahkan banyak khathib untuk mencaci Imam Ali as.[6]

Sejarah mencatat bahwa Mughîrah ibn Syu’bah memaksa Hujr ibn Adi –seorang shabat setia Imam Ali as. agar berdiri di hadapan umum dan melaknati Ali as., ia menolak dan Mughîrah pun mengancamnya, maka Hujr berdiri dan berkata, “Wahai manusia sesungguhnya Amir kalian memerintahku untuk melaknati Ali, maka laknati dia.” Maka penduduk Kufah yang hadir melaknatinya. Yang ia maksud dengan kata ganti orang ketika dalam kata-katanya: maka laknati dia, adalah sang Amir bukan Imam Ali as.

Karena sikap gigihnya dalam membela kebenaran dan Ahlulbait as. maka Mu’awiyah memerintahkan agar Hujr bersama rekan-rekannya dihukum mati! Hasan al Bashri berkata mengecam Mu’awiyah, “Ada empat perkara pada Mu’awiyah andai satu saja ada padanya niscaya sudah cukup menyebarbkan kebinasaan baginya:
Ia merampas kekuasaan tanpa musyawarah sementara masih banyak sahabat mulia.
Mengangkat Yazid si pemabok, si pemakai baju sutra dan pemain musik sebagai Khalifah.
Mengakui Ziyâd sebagai anak ayahnya, padahal Nabi saw. bersabda, ‘Anak itu milik si pemilik ranjang dan bagi si pezina adalah dicegah (dari mengakui anak hasil zinanya dalam nasab).’
Ia mebunuh Hujr dan rekan-rekannya. Celakalah dia dia dari Hujr dan rekan-rekannya! Celakalah dia dia dari Hujr dan rekan-rekannya![7]


Para Aparat Pemerintahan Mu’awiyah Memaksa Umat Islam Mencaci dan Melaknati Imam Ali as.

Ibnu ‘Asâkir meriwayatkan dengan sanad bersambung kepada Abu Hâzim dari Sahl ibn Sa’ad, ia berkata:

أَسْتُعْمِلَ عَلَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ مِنْ آلِ مَرْوَانَ قَالَ فَدَعَا سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ فَأَمَرَهُ أَنْ يَشْتِمَ عَلِيًّا قَالَ فَأَبَى سَهْلٌ فَقَالَ لَهُ أَمَّا إِذْ أَبَيْتَ فَقُلْ لَعَنَ اللَّهُ أَبَا التُّرَابِ فَقَالَ سَهْلٌ مَا كَانَ لِعَلِيٍّ اسْمٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَبِي التُّرَابِ وَإِنْ كَانَ لَيَفْرَحُ إِذَا دُعِيَ بِهَا

“Seorang dari keluarga Marwân ditunjuk sebagai Gubernur kota Madinah, lalu ia memanggil Sahl ibn Sa’ad dan memerintahnya agar mencaci Ali. Sahl menolak. Ia memaksa dengan mengatakan, ‘Jika engkau enggan menyebut nama terangnya maka hendaknya engkau caci dia dengan menyebut nama Abu Thurab!’ Sahl menjawab, Itu nama paling dicintai Ali … “

Ibnu Asâkir juga meriwayatkan dari Sammâk ibn Harb ia berkata kepada Jabir, ‘Mereka (para penguasa) memintaku agar mencaci-maki Ali.’ Jabir bertanya, ‘Apa yang engkau lakukan?’ jawab Sammâk, ‘Aku sebutnya dia dengan Abu Thurab.’ [8]


Rahasia Di Balik Politik Pelaknatan!

Lugulah anggapan yang mengatakan bahwa program pelaknatan atas Imam Ali as. yang dipaksakan Mu’awiyah ke atas kaum Muslimin diilhami oleh permusuhan antara dua keluarga basar yaitu Bani hasyim dan bani Umayyah atau sekedar kebijakan politik demi kekuasaan… akan tetapi lebih dari itu, ia dimaksudkan mengubur Islam dalam-dalam agar semua jerih payah da’wah Nabi saw. dan perjuangan Imam Ali as. menguap dan umat manusia pun akan terus hidup dalam kesasatan.

Imam Ali dan Ahlulbait Nabi as. sebagai pilar utama Islam harus tidak boleh dikenal.. umat Islam mesti harus dibutakan terhadapnya. Demikian ditegaskan sendiri oleh Mu’awiyah. Ada beberapaa orang dari bani Umayyah mengusulkan kepada Mu’awiyah agar menghentikan pelaknatan dan pencacian terhadap Ali, “Engkau telah mencapai semua yang engkau cita-citakan, mengapakah engkau tidak menghentikan pelaknatan atas orang itu (Ali maksudnya)?! Maka Mu’awiyah menjawab, “Tidak! Demi Allah tidak, sehingga anak kecil tumbuh besar dan yang tua biar menjadi bangka dan tidak lagi ada seorang yang menybeutnya dengan keutaman.”[9]

Semua politik jahat yang dijalankan Mu’awiyah utamanya dalam sikapnya terhadap Imam Ali dan keluarga Nabi pembawa Risalah ilahi adalah ia maksudkan untuk mengubur agama Nabi saw. Mathraf putra Mughîrah ibn Syu’hab menceritakan, “Aku bersama ayahku menemui Mu’awiyah, -dan ayahku biasa menemuinya dan berbincang-bincang dengannya berduaan, kemudian ia menemuiku lalu memujinya dan kehebatan akal dan pandangannya-. Pada suatu malam sepulang dari menemui Mu’awiyah ayahku mencegah diri dari makan malam dan ia terlihat sedih dan gaduh pikirannya. Aku menantinya sejenak, aku mengira itu disebabkan ada kejadian di antara kami. Lalu aku bertanya kepadanya, ‘Wahai ayah, mengapakah aku melihatmu bersedih? Ia menjawab, ‘Wahai anakku, aku baru saja datang dari menemui manusia paling kafir dan paling busuk.” Aku bertanya, ‘Mengapa?’ ia menjawab, ‘Aku telah berbincang-bincang berduaan dengannya (Mu’awiyah) dan berkata kepadanya, ‘Wahai Amirul Mukminin, engkau telah berusia tua, andai engkau menampakkan sikap adil dan menebar kebaikan. Buklankah engau sudah mulai lanjut usia, andai engkau memperhatikan nasib saudara-saudaramu dari bani Hasyim; andai engkau ambil kekerabatan mereka. Demi Allah tidak ada lagi sesuatu yang ditakutkan dari mereka. Sikap baik itu akan membuat nama anda harum dan sebutan Anda dan juga memberikan pahala. Maka ia menajwab, ‘Tidak! Tidak! Sebutan baik apa yang aku bisa harapkan. Saudaraku dari suku Taim (Abu Bakar) berkuasa, ia berlaku adil dan berbuat apa yang ia perbuat, lalu setelah ia mati, matilah bersamanya sebutan nya. Orang hanya menyebut, ‘Abu Bakar! Abu Bakar! Kemdian saudara dari suku Adi (Umar) berkuasa, ia bersungguh-sungguh dalam mempimpin selama sepuluh tahun, lalu setelah ia mati, matilah bersamanya sebutan nya. Orang hanya menyebut, Umar! Umar!. Sementara itu anaknya si Abu Kabsyah[10] namanya dipekikkan lima kali setiap hari, Asyhadu anna Muhammadan rasulullah. Perbuatan apa yang akan abadi, sebutan apa yang akan abadi setelah ini. celaka engkau. Tidak! Demi Allah kecuali nama itu aku kuburkan!”[11]

Inilah hakikat rahasia di balik semua politik jahat Mu’awiyah terhadap Imam Ali dan Ahlulbait as.!

Referensi:
[1] Gelar Imam Ali as. yang sangat dibanggakan, walaupun oleh mush-musuh Imam Ali as. dijadikan bahan cemoohan dan ejekan.
[2] Shahih Muslim (dengan syarah an Nawawi)15/175.
[3] Al Iqdu al Farîd,2/300.
[4] Syarah Nahjul Balâghah,4/56-58.
[5] Tarikh ath Thabari,5/253, Ansâb al Asyrâf,5/252 dan al Kâmil Fi at Târîkh,2/488.
[6] Al Mustadrak,3/509 hadis no.5898 dan Siyar A’lâm an Nubalâ’,3/31.
[7] Al Khilafah wa al Mulk; Abul A’la al Maududi:106.
[8] Târîkh Damasqus; Ibnu ‘Asâkir (khusus bagian sejarah Imam Ali as.) Jilid I/31 hadis no. 30 dan 31.
[9] Syarah Nahjul Balâghah,4/57.
[10] Dan penyebutan Nabi mulia saw. dengan sebutan itu dimaksudkan sebagai penghinaan dan pelecehan!
[11]Ibid.5/129.

(Jakfari/Syiah-Ali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: