Pesan Rahbar

Home » » Teroris ISIS Yang Akan Merusak Islam & Menghancurkan Kabah

Teroris ISIS Yang Akan Merusak Islam & Menghancurkan Kabah

Written By Unknown on Friday 10 April 2015 | 08:30:00

ISIS Bersumpah Hancurkan Kabah Jika Kuasai Mekah

Umat Muslim yang melaksanakan haji melakukan tawaf (mengelilingi Kabah) di dalam kompleks Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi, Kamis (10/10). (Foto: AP/Amr Nabil)

Kelompok gerilyawan yang menamakan diri Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bersumpah akan menghancurkan Kabah jika berhasil menguasai Arab Saudi. Mereka menyatakan Kabah menyebabkan seseorang "menyembah batu selain Allah".

Menurut Khaama Press, anggota senior ISIS, Abu Turab Al Mugaddasi, menegaskan hal itu melalui akun Twitter-nya. "Jika Allah menghendaki, kami akan membunuh mereka yang menyembah batu di Mekah dan menghancurkan Kabah. Orang-orang pergi ke Mekah untuk menyentuh batu, bukan untuk Allah," katanya.

Kelompok ini mengindikasikan bahwa mereka akan mengambil alih Kabah setelah berhasil menembus wilayah Aruss di Arab Saudi melalui padang Anbar. ISIS juga mengancam untuk membunuh pemimpin Syiah Ayatollah Ali al-Sistani.

"Saat ini pemimpin agama Syiah di Irak adalah seseorang bernama Ali Sistani yang merupakan sisa dari generasi Safawi. Kami memperingatkan kaum Syiah bahwa Sistani harus meninggalkan Irak. Jika tidak, kami akan membunuhnya," demikian pernyataan kelompok ini.

Laporan menunjukkan bahwa akun Twitter yang mengirimkan pesan asli, telah dihapus. Sejauh ini, keaslian akun sebagai milik anggota ISIS belum diverifikasi.

Namun, Khaama Press menyatakan cuit itu agak aneh. Menurut mereka, jika memang pernyataan itu dari seorang anggota ISIS, maka akan sangat mengejutkan mengingat bahwa ISIS telah berusaha untuk meningkatkan perekrutan dari kaum muslim di seluruh dunia dengan menyatakan tujuan organisasi ini adalah untuk mendirikan kekhalifahan Islam.

Kabah adalah situs yang paling suci umat Islam. Rumah Allah ini menjadi kiblat salat bagi kaum muslim di seluruh dunia.


Pejihad ISIS Berasal dari Berbagai Negara

Anak-anak berpartisipasi dengan para pejuang untuk melawan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang berusaha memasuki kota Bagdad. Mereka bersiap-siap memerangi ISIS bersenjatan senjata otomatik AK-47. (Foto: dailymial.co.uk)

Kepiawaian Abu Bakar al-Baghdadi memimpin Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) membuat ISIS lebih menarik dibanding Al-Qaidah pimpinan teolog Islam, Ayman al-Zawahiri, bagi para pejihad muda.

Seperti dilaporkan BBC, kemampuan ini, menurut Profesor Peter Neumann dari King College London, memperkirakan sekitar 80 persen dari pejuang Barat di Suriah telah bergabung dengan ISIS. Kelompok ini sendiri mengklaim memiliki pejuang dari Inggris, Prancis, Jerman, dan negara-negara Eropa lainnya, serta dari Amerika, Jazirah Arab, dan Kaukasus.

Akhir Januari lalu, seperti dilaporkan Associated Press, dua wanita asal Inggris terpaksa harus menghadapi persidangan atas tuduhan pengiriman bantuan uang untuk kaum jihad Inggris di Suriah.

Kemudian, pada pertengahan Maret, delapan warga Prancis terpaksa berurusan dengan hukum karena mencoba bergabung dengan kelompok jihad Suriah. Seperti dikutip Xinhua, menurut data resmi pemerintah Prancis, sekitar 700 warganya, beberapa di antaranya masih belia, telah melakukan perjalanan untuk berperang di Suriah.

Kasus teranyar terjadi akhir Juni ini. Seorang remaja putri yang masih berusia 15 tahun asal Belanda nekat ikut berjihad di Suriah. Dia pergi dari rumah tanpa pamit kepada dua orang tuanya dan hanya meninggalkan catatan yang berbunyi, "Aku akan pergi ke Suriah." Beruntung, polisi berhasil mencegatnya di Bandara Dusseldorf, Jerman.

Menurut laporan media setempat, baru-baru ini ada 130 pejihad dari Belanda yang melakukan perjalanan ke Suriah dan Irak.

Tak hanya dari Eropa, para pejihad ini juga berasal dari Asia. Menurut laporan Malaysia Insider Mei lalu, seorang musikus kenamaan Malaysia dilaporkan berada dalam pelatihan militer untuk menjadi bagian dari kelompok jihad di luar Malaysia.


Baghdadi, Tokoh Sentral di Balik Militan ISIS
Abu Bakar al-Baghdadi. (Foto: AFP)

Tak bisa dipungkiri, sejak dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi, kekuatan Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL) atau yang juga dikenal sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) semakin besar dan terorganisasi. Hal ini terbukti dengan ditaklukannya sejumlah wilayah di Irak, seperti Kota Anbar, Mosul, Ramadi, dan Falujjah.

“Tidak diragukan lagi, perkembangan ISIS dalam beberapa tahun terakhir karena Baghdadi berhasil membentuk ISIS menjadi sebuah organisasi berpikiran lintas bangsa,” kata Charles Lister, peneliti dari Brookings Doha Centre yang memusatkan kajiannya pada sosial ekonomi dan geopolitikal muslim dunia, kepada Al Jazeera.

Pria yang memiliki nama asli Ibrahim Awwad Ibrahim al-Badri ini lahir dari sebuah keluarga religius di Samarra. Seorang kerabat yang tidak mau disebutkan namanya menyatakan Baghdadi menyandang gelar doktor dari sebuah universitas di Bagdad pada akhir 1990-an. Ia diketahui belajar tentang sejarah Islam.

Latar belakang pendidikan itu membuatnya memegang posisi agama dalam komunitas Sunni ketika AS menginvasi Irak pada tahun 2003. Dari sinilah ia kemudian terlibat dalam pemberontakan bersenjata dan mulai berjuang di barat Irak hingga tertangkap pada tahun 2006.

Selama empat tahun ia berada di dalam tahanan AS di Irak yang juga menjadi tahanan bagi sejumlah komandan Al-Qaeda. Begitu bebas di tahun 2010, Baghdadi kemudian muncul sebagai pemimpin ISIS yang pada saat itu masih sebagai bagian dari Al-Qaeda. Ia menggantikan kepemimpinan Abu Omar al-Baghdadi yang tewas di tangan pasukan Irak dan AS.

Di bawah kepemimpinannya, ISIS menyatakan diri untuk bergabung dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaeda di Suriah. Namun, permintaan ISIS tersebut ditolak. Al Nusra menganggap ISIS telah melenceng dari Al-Qaeda.

Dari sinilah Baghdadi dan para pejuangnya secara terbuka menantang pemimpin Al-Qaeda. Namun, dengan reputasi sebagai pelatih medan perang yang memiliki analisis dan taktik yang hebat, Baghdadi sukses menarik jihadis muda untuk lebih memilih tergabung dengan ISIS dibandingkan dengan Al Nusra.

Sebagai pemimpin yang ditakuti, Baghdadi melambangkan kebrutalan, tekad, dan ambisi dari ISIS. Ia tak segan melakukan penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap para penentangnya. Hal ini yang kemudian membantunya menguasai sebagian besar wilayah Irak. Di bawah pimpinannya, ISIS mendeklarasikan Negara Islam di sepanjang Irak dan Suriah dan juga menyatakan Baghdadi akan menjadi pemimpin bagi umat muslim di seluruh dunia.


Misi Berbelok, ISIS Tak Akur dengan Al-Qaidah

Sejumlah warga Irak yang melarikan diri dari Mosul dan kota-kota lainnya di utara Irak berjejal di atas mobik bak terbuka ketika menunggu antrian untuk menyeberang ke wilayah yang lebih aman, di Khazer, Irak, Rabu 25 Juni 2014. (Foto: AP/Hussein Malla)

Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL) atau yang juga dikenal sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) tumbuh dari kelompok jihad Al-Qaidah pada April 2013. Meski, dalam perkembangannya, Al-Qaidah membantah kelompok ini sebagai bagian darinya.

Bahkan, seperti dikutip BBC, ISIL bersinggungan dengan pemberontak lainnya di Suriah, seperti Front al-Nusra pimpinan Ayman al-Zawahiri. Kelompok ini menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah.

Metode ISIL dianggap bertentangan dengan Al-Qaidah lantaran telah berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian di Irak dan Suriah.

Ketegangan keduanya semakin memanas setelah niat Baghdadi untuk menyatukan Al-Nusra dengan ISIL ditolak. Zawahiri kemudian mendesak ISIL untuk fokus pada Irak dan meninggalkan Suriah. Namun Baghdadi dan pasukannya secara terbuka menentang mereka.

Permusuhan terhadap ISIL terus tumbuh di Suriah. ISIL secara teratur menyerang sesama pemberontak di Suriah dan menyalahgunakan warga sipil pendukung oposisi Suriah sebagai bagian dari mereka. Menurut laporan Middle East Monitor, sekitar 6.000 orang tewas akibat pertikaian antarkelompok ini yang dimulai Januari lalu.

Pada Sabtu, 28 Juni 2014, bersama pejuang oposisi Brigade Islam, kelompok Al-Nusra melancarkan serangan perlawanan terhadap ISIL guna merebut kembali kontrol atas Abu Kamal, wilayah timur Suriah yang berbatasan dengan Irak.

Sejak Rabu, 25 Juni 2014, wilayah yang kaya akan ladang minyak ini dikuasai Al-Nusra yang membelot dan memilih bergabung dengan ISIL.

Memang, sejak kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi, ISIL dianggap lebih menarik dibanding Al-Qaidah pimpinan teolog Islam, Ayman al-Zawahiri, bagi para pejihad muda. Bagdadi dianggap sebagai komandan medan perang yang memiliki analisis dan taktik yang hebat.


Remaja 15 Tahun Asal Belanda Ikut Jihad di Suriah

Dua siswi membaca buku "Kutemukan Makna Jihad" saat sosialisasi anti terorisme pada peringatan 7 tahun tragedi bom Bali II di Pantai Jimbaran, Badung, Bali, Senin (1/10). (Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana)

Seorang remaja putri yang masih berusia 15 tahun asal Belanda nekat ikut berjihad di Suriah, demikian laporan koran lokal Belanda, De Gooi en-Eemlander, Sabtu, 28 Juni 2014.

Seperti dikutip dari Xinhua, gadis ini menghilang sejak Sabtu pekan lalu. Dia pergi dari rumah tanpa pamit kepada kedua orang tuanya dan hanya meninggalkan catatan yang berbunyi, “Aku akan pergi ke Suriah.”

Beruntung, polisi berhasil mencegatnya di Bandara Dusseldorf, Jerman, pada Ahad pekan lalu. Hingga saat ini, sang gadis yang tidak disebutkan namanya dikabarkan belum kembali ke sekolahnya di Kota Hilversum karena masih diinterogasi oleh polisi.

Menurut laporan media setempat, baru-baru ini ada 130 jihadis Belanda yang melakukan perjalanan ke Suriah dan Irak. Mereka sering terlibat dalam pertempuran sengit. Bahkan tak sedikit yang mengalami kekerasan. Pemerintah Belanda telah menyatakan keprihatinannya atas hal ini dan meminta warganya tidak terlibat dalam konflik berdarah tersebut.


Musikus Malaysia Ikut Pelatihan Jihad ke Suriah

Ilustrasi Islam versus teroris

Seorang musikus kenamaan Malaysia dilaporkan berada dalam pelatihan militer untuk menjadi bagian dalam kelompok jihad di luar Malaysia. Demikian penuturan seorang militan yang berhasil ditangkap kepolisian Malaysia.

Dilaporkan Malaysian Insider, Ahad, 4 Mei 2014, seorang militan yang tidak dirilis namanya kepada Utusan Malaysia, sebuah media mingguan Malaysia, menuturkan awalnya ia tidak bisa menerka tujuan dari kelompok militannya. Sebab, mereka merekrut militan lewat olahraga menembak, paintball. Barulah setelah lolos tes, ia mengetahui bahwa kelompok tersebut tengah mencari kandidat untuk berjihad di Suriah.

Ia, bersama sembilan orang lainnya, ditangkap di Kedah dan Selangor pekan lalu. Polisi mengendus dua wanita dan delapan pria yang diduga berencana melakukan perjalanan ke Suriah dan berjihad di sana. Mereka telah terpengaruh dengan “penganiayaan” muslim Sunni di Suriah dan akan berperang melawan pasukan Suriah di bawah pimpinan Presiden Bashar al-Assad, yang merupakan kelompok Syiah.

Militan ini juga menuturkan mereka melakukan pelatihan militer di sebuah perkebunan kelapa sawit di Selangor, Johor, gedung tua di Pahang, dan hutan di Kelantan selama akhir pekan. Pelatihan tersebut melibatkan 40-500 orang.

Dalam kelompok itu, ia melihat ada penyanyi dan pemain gitar dari sebuah band rock terkenal. “Saya mengenali beberapa orang,” katanya.

Rupanya, pelatihan yang didanai oleh pengusaha asing ini tidak diketahui oleh calon peserta. Para peserta diberikan pelatihan menembak dan pengetahuan tentang senjata api. Memang, militan ini mengakui, selama pelatihan, para pelatih terus memasukkan konten-konten jihad. Beberapa orang, termasuk sang militan yang tertangkap, akhirnya menjadi terpengaruh.

Namun demikian, hanya para peserta yang lolos yang kemudian diberi tahu tujuan pelatihan tersebut. "Pada awalnya itu menyenangkan karena semuanya disponsori. Namun, seiring berjalannya waktu, saya khawatir karena pelatihan menjadi lebih serius dan memiliki unsur-unsur jihad di dalamnya,” kata sang militan.


Polisi Malaysia Tangkap 9 Terduga Teroris

Puluhan Masa membakar Bendera Malaysia di Teuku Umar Jakarta, (13/11) Aksi pembakaran ini protes terkait pemerkosaan yang di lakukan polisi Negara Malaysia terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKI). (Foto: Tempo/Amston Probel)

Sembilan tersangka yang diduga kuat militan Malaysia berhasil ditangkap pada Senin, 28 April 2014. Menurut Kepolisian Malaysia, mereka diduga telah merencanakan sejumlah tindakan teror di dalam dan di luar negeri.

Dikutip dari Associated Press, Kepala Polisi Malaysia Khalid Abu Bakar mengatakan sembilan orang yang berusia antara 25-55 tahun ditangkap di beberapa lokasi di dekat Kuala Lumpur dan Kedah, wilayah utara Malaysia yang berbatasan dengan Thailand.

Dalam sebuah pernyataan, Khalid membenarkan bahwa kesembilan orang ini terlibat sebuah kelompok militan yang telah merencanakan aksi teror di dalam dan luar negeri. Mereka juga diyakini memiliki hubungan dengan jaringan teroris internasional.

Beberapa dari tersangka diketahui telah menjalani pelatihan terorisme dan mengadakan pertemuan rahasia untuk menggalang dana dan menyebarkan ideologi militan mereka.

Selama sepuluh tahun terakhir, pemerintah Malaysia telah menahan lebih dari 100 tersangka militan, sebagian besar dari mereka diduga anggota Jemaah Islamiyah, kelompok teroris regional yang berhubungan dengan Al-Qaeda. Pihak berwenang telah membebaskan sebagian besar dari mereka yang sebelumnya telah direhabilitasi.


Malaysia Minta Tentara Sulu Disebut 'Teroris'

Mantan Sultan Sulu, Jamalul Kiram III bersama sejumlah pengikutnya berunjuk rasa di depan Masjid Biru di Desa Maharlika, Taguig, Manila Selatan, (1/3). Telah terjadi kerusuhan di Sabah antara polisi Malaysia dan kelompok bersenjata Sulu dari Filipina selatan. (Foto: REUTERS/Romeo Ranoco)

Kantor berita online Malaysiakini menyatakan, wartawan Malaysia yang meliput krisis bersenjata di Sabah 'diperintahkan' untuk menyebut pengikut kelompok bersenjata pengikut Sultan Sulu sebagai "teroris." Ini disampaikan oleh Kepala Menteri Sabah Musa Aman, Senin 11 Maret 2013.

Malaysiakini mengatakan, Musa Aman telah "memerintahkan" wartawan untuk berhenti mengacu Jamalul Kiram III sebagai Sultan Sulu dan menyebut para pengikutnya yang terlibat dalam kekerasan di Sabah sebagai "teroris."

Menurut Malaysiakini, seruan itu disampaikan setelah ada pernyataan dari Wakil Menteri di Departemen Perdana Menteri Malaysia Ahmad Maslan yang mengatakan bahwa "para penyusup yang telah meneror orang lain tidak boleh disamakan dengan kelompok terhormat seperti tentara."

"Hentikan mengacu kepada kelompok teroris sebagai tentara kerajaan Kesultanan Sulu... juga tidak pantas untuk menghubungkan masyarakat Sulu di Sabah dengan kelompok tersebut," kata Ahmad Maslan yang juga politisi Barisan Nasional dan UMNO itu.

Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi, seperti dikutip kantor berita Bernama mengatakan, "penyusup bersenjata itu seperti teroris. Namun saya menyerahkan kepada media untuk menentukan istilah apa untuk menyebut mereka."

Krisis bersenjata di Sabah bermula dari kedatangan orang-orang bersenjata dari Kesultanan Sulu awal Februari lalu. Mereka tiba di Lahad Datu, Sabah, dan mengklaim daerah itu sebagai bagian dari kerajaan Sulu, yang berada di Filipina bagian selatan.


Jihadis Muda Lebih Tertarik ISIS daripada Al-Qaeda

Pejuang Tentara Mehdi yang setia kepada ulama Syiah Moqtada al-Sadr, saat berparade di Najaf (21/6). Ulama senior Syiah Irak Moqtada al-Sadr mengeluarkan seruan untuk persatuan, untuk mencegah Negara Islam Irak san Suriah (ISIS) menghancurkan negara itu. (Foto: REUTERS/Alaa Al-Marjani)

Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL) atau yang juga dikenal sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) memang telah lama ingin membentuk pemerintahan Islam di kawasan tersebut. ISIL tumbuh dari kelompok jihad Al-Qaeda pada April 2013, meski dalam perkembangannya, Al-Qaeda membantah kelompok ini sebagai bagian darinya.

Mengutip laporan BBC, organisasi ini kini dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi. Pria kelahiran Samarra, sebelah utara Bagdad, pada 1971 ini pernah bergabung dengan pemberontakan yang meletus di Irak setelah invasi 2003 pimpinan AS. Dan pada 2010, ia muncul sebagai pimpinan Al-Qaeda di Irak yang kemudian menjelma menjadi ISIL.

Bagdadi dianggap sebagai komandan medan perang yang memiliki analisis dan taktik yang hebat sehingga membuat ISIL lebih menarik dibandingkan Al-Qaeda pimpinan teolog Islam Ayman al-Zawahiri, bagi para jihadis muda.

Tidak seperti kelompok pemberontak lain di Suriah, ISIL terlihat berjuang untuk menciptakan sebuah negara Islam di sepanjang Irak dan Suriah. Telah terlihat sejumlah keberhasilan militer yang cukup besar.

Pada bulan Maret 2013, Kota Raqqa menjadi ibu kota provinsi pertama yang jatuh di bawah kendali mereka. Selanjutnya, pada Januari 2014, ISIL berhasil menguasai Kota Fallujah, di Provinsi Anbar, yang didominasi oleh kaum Sunni.

Tak sampai di situ, mereka juga berhasil menguasai sebagian besar Ramadi dan muncul di sejumlah kota yang berdekatan dengan perbatasan Turki dan Suriah.

Keberhasilan besar diraih saat mereka menaklukkan Kota Mosul pada Juni lalu yang mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia. AS bahkan menyebut jatuhnya Mosul sebagai ancaman bagi seluruh wilayah Irak, sebab dengan menguasai Mosul, ISIL memiliki kekayaan yang cukup besar.


ISIL Mendeklarasikan Negara Islam

Relawan, yang telah bergabung dengan pasukan militer Irak untuk memerangi gerilyawan Sunni dari kelompok Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) yang telah mengambil alih Mosul, berlatih di Karbala, Baghdad, Irak, 19 Juni 2014. (Foto: REUTERS)

Negara Islam Irak dan Mediterania, ISIL, mendeklarasikan sebuah khilafah (pemerintahan) baru yang terletak di antara wilayah Irak dan Suriah.

Dalam sebuah rekaman suara yang diedarkan pada Ahad, 29 Juni 2014, kelompok bersenjata pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi itu menyatakan berdirinya khilafah dan menjadi pemimpin bagi umat muslim di seluruh dunia. "Dokumen lainnya juga diedarkan dalam bahasa Inggris dan berbagai bahasa," tulis Al Jazeera, Senin, 30 Juni 2014.

Baghdadi, yang dipercaya menjadi pemimpin ISIL, dalam siaran tersebut mengumumkan bahwa ISIL sekarang ini menjadi sebuah negara Islam. Siaran tersebut juga menyatakan bahwa batas wilayah negara Islam pimpinan Baghdadi berada di sepanjang garis lurus Provinsi Diyala, Irak, hingga Provinsi Aleppo, Suriah.

"Syura (Dewan) Negara Islam telah bertemu dan membicarakan masalah khilafah. Negara Islam memutuskan membentuk khilafah Islam dan menunjuk seorang khalifah untuk negara-negara Islam," ucap juru bicara Abu Mohammad al-Adnani.

"Kata-kata Irak dan Mediterania telah dihapus dari nama Negara Islam dalam berbagai surat dan dokumen," kata Al-Adnani, seraya menjelaskan bahwa khilafah merupakan impian panjang seluruh umat muslim dan kaum jihadis.

Sebuah dokumen yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menguraikan bahwa Baghdadi merupakan seorang Sheikh, pejuang, sarjana yang mempraktekkan apa yang dikhotbahkan, ulama, keturunan Nabi dan hamba Allah.

Koresponden Al Jazeera, Imran Khan, melaporkan dari Baghdad, khilafah secara efektif merupakan pemimpin sebuah republik Islam yang terbebas dari batas-batas wilayah kenegaraan. "Dengan pengumumkan tersebut, kelompok bersenjata ini sekarang memiliki legitimasi sebagai pemimpin umat muslim," kata Khan.


AS Telah Kirimkan 800 Tentara untuk Lawan ISIL

Relawan berkumpul untuk bergabung dengan Angkatan Darat Irak untuk melawan militan Sunni, yang telah mengambil alih Mosul dan provinsi Northern lainnya, di Baghdad, Irak, 13 Juni 2014. Militan dari Negara Islam Irak dan Levant (ISIL) menyerbu kota utara Mosul awal pekan ini dan selatan Baghdad dalam serangan terhadap pemerintah pimpinan Syiah. (Foto: REUTERS/Ahmed Saad)

Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah memerintahkan sekitar 200 lebih pasukan untuk mengamankan warga Amerika dan kekayaan AS di Irak, Senin, 30 Juni 2014. Selain pasukan, sejumlah drone atau pesawat tanpa awak dan helikopter juga dikirimkan untuk memperkuat fasilitas diplomatik keamanan AS di Baghdad serta di Bandara Internasional Baghdad.

Dengan ancaman dari Irak dan Suriah yang terus meningkat, Obama siap mengerahkan pasukan tempur demi melindungi setiap hal yang terdapat di Irak dan Suriah.

Dalam sebuah laporan kongres, seperti dilaporkan TIMES, penyebaran ini tidak termasuk 170 tentara AS untuk membela keduataan Amerika di Baghdad pada awal Juni lalu, 100 tentara tambahan di luar Irak, dan 300 tentara khusus. Diperkirakan, hingga saat ini Obama telah mengirimkan hampir 800 pasukan ke Irak untuk melakukan perlindungan.

"Keberadaan pasukan tambahan akan membantu kedutaan untuk melanjutkan misi diplomatik yang mulai kritis dan bekerja dengan Irak dalam menghadapi Negara Islam Irak dan Mediterania atau ISIL " kata Sekretaris Pers Pentagin, Laksamana John Kirby.

Kirby menjelaskan, sekitar 200 tentara itu telah tiba di Irak pada Ahad. Sementara 100 lainnya yang ada di luar Baghdad akan diperintahkan untuk segera bergabung ke sana.


Irak Minta Amerika Gempur Pemberontak ISIL

Seorang relawan memperhatikan mentornya memasang senjata, saat latihan untuk memerangi gerilyawan Sunni dari Negara Islam radikal Irak dan Levant (ISIL) di Baghdad (17/6). Penguasa Syiah Irak menentang panggilan Barat pada hari Selasa untuk menjangkau Sunni untuk meredakan pemberontakan di utara negara itu. (Foto: REUTERS/ Ahmed Malik)

Menteri Luar Negeri Irak Hoshyar Zebari meminta Amerika Serikat melancarkan serangan udara terhadap basis pemberontak Sunni yang dipimpin oleh pejuang Negara Islam Irak dan Mediterania (ISIL). Permintaan tersebut disampaikan Zebari dalam acara jumpa pers pada Rabu, 18 Juni 2014, di Jeddah, Arab Saudi. "Gempuran itu untuk merontokkan mental pejuang ISIL," ucapnya.

Pernyataan keras itu datang di tengah pertempuran sengit antara pasukan keamanan Irak melawan pemberontak di kawasan kilang minyak utama negeri itu. Sekaligus klaim bahwa bala tentara pemerintah telah meraih kembali sejumlah wilayah yang sebelumnya jatuh ke tangan pemberontak.

Komandan tertinggi militer AS, Jenderal Martin Dempsey, membenarkan bahwa negaranya telah menerima permintaan dari pemerintah Irak sebagaimana disampaikan kepada Senat. "Kami telah menerima permintaan dari pemerintah Irak untuk melakukan serangan udara," kata Dempsey. "Itu demi kepentingan keamanan nasional kami untuk melawan ISIL di mana pun kami temukan."

Seusai pertemuan antara presiden dan anggota senior Kongres, Senator Mitch McConnell mengatakan kepada wartawan, "Presiden mengindikasikan bahwa beliau merasa tidak perlu mendapatkan otoritas dari kami untuk melakukan serangan."

Sejumlah pejabat Gedung Putih menganjurkan Presiden Barack Obama melakukan aksi militer sesuai dengan permintaan pemerintah Irak. Sebelumnya Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki mengatakan bahwa pemerintahannya telah mulai melakukan serangan balik dan berhasil mendapatkan kemenangan dan memukul mundur pemberontak.


Punya Ladang Minyak, Aset ISIS US$ 2 Miliar

Seorang anak memegang senjara AK-47 yang bersiap-siap melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), dimana pemerintah akan mempersenjatai mereka yang mendaftarkan diri untuk melawan ISIS. (Foto: dailymail.co.uk)

Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL) telah tumbuh menjadi salah satu militan terkuat di wilayah tersebut. Untuk mendukung kegiatan pemberontakan, mereka--yang juga dikenal dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS)--dikabarkan memiliki kekayaan yang fantastis.

Menurut Profesor Peter Neumann dari King College London yang dikutip BBC, kekayaan ISIL kini mencapai US$ 2 miliar setelah menguasai kota Mosul. Sebelumnya, ISIL hanya memiliki aset US$ 900. Di kota ini, ISIL dilaporkan mengambil ratusan juta dolar dari Bank Sentral Irak cabang Mosul.

Kekayaan ISIL yang tak sedikit ini diperoleh dari sejumlah sumbangan orang-orang kaya di negara Teluk Arab, terutama Kuwait dan Arab Saudi. Kedua negara memang mendukung perang melawan Presiden Bashar al-Assad.

Tak hanya mengandalkan sumbangan, ISIL juga memperoleh pendapatan dari ladang minyak yang dikendalikan di timur Suriah dan utara Irak. Belum lagi kekayaan dari penjualan barang antik yang dijarah dari situs sejarah.

Tidak seperti kelompok pemberontak lain di Suriah, ISIL terlihat berjuang untuk menciptakan sebuah negara Islam di sepanjang Irak dan Suriah dengan mengklaim sejumlah keberhasilan militer yang cukup besar.

Keberhasilan besar diraih saat mereka menaklukkan Kota Mosul pada Juni lalu yang mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia. Amerika Serikat bahkan menyebut jatuhnya Mosul sebagai ancaman bagi seluruh wilayah Irak. Sebab, dengan menguasai Mosul, ISIL meraup kekayaan yang fantastis. Peter Neumann percaya, dengan menguasai Mosul, ISIL akan bertambah kaya.

Sebelumnya, Maret 2013, Raqqa menjadi ibu kota provinsi pertama yang jatuh di bawah kendali mereka. Selanjutnya, Januari 2014, ISIL berhasil menguasai Kota Fallujah di Provinsi Anbar yang didominasi kaum Sunni. Tak sampai di situ, mereka juga berhasil menguasai sebagian besar Ramadi dan muncul di sejumlah kota yang berdekatan dengan perbatasan Turki dan Suriah.


Ini Alasan Milisi Dinamai ISIS atau ISIL

 
Sejumlah tentara militer Russia, menurunkan pesawat jet tempur bekas, Sukhoi SU-25 di pangkalan Militer Irak di al-Muthanna, Baghdad, Irak, 28 Juni 2014. Russia mengirimkan sekitar 5 pesawat jet tersebut untuk membantu Irak melawan militan ISIL. (Foto: REUTERS)

Kelompok pemberontak di wilayah Irak dan Suriah (ISIS atau yang juga disebut ISIL) telah mendeklarasikan sebuah khilafah (pemerintahan) baru di sepanjang wilayah Irak dan Suriah dan menyebutnya dengan Negara Islam. Namun, kita sering kali dibuat bingung kala menyebut ISIS dan ISIL. Apakah itu satu kelompok yang sama atau berlainan?

Baik ISIS maupun ISIL sesungguhnya adalah satu kelompok yang sama. Hanya saja tidak ada kesepakatan khusus tentang bagaimana harus menyebut kelompok ini, setidaknya dalam bahasa Inggris.

Beberapa media bahkan menyebutnya dengan nama berbeda. New York Times, misalnya, menerjemahkan nama grup ini sebagai Islamic State in Iraq and Syria (Negara Islam di Irak dan Suriah) atau yang disingkat ISIS.

Sementara sejumlah kantor berita, termasuk Associated Press, dan pemerintahan Amerika Serikat menyebutnya dengan Islamic State in Iraq and Levant (Negara Islam di Irak dan Levant) atau yang disingkat ISIL. Uniknya, BBC malah menyebut Islamic State in Iraq and Levant tapi menyingkatnya dengan ISIS.

Dalam bahasa Arab, kelompok ini bernama Al-Dawla al-Islamiya fi al-Iraq wa al-Sham. Deretan kata pertama dengan mudah diterjemahkan menjadi Negara Islam di Irak dan ... Kesulitan muncul pada kata terakhir, al-Sham.

Al-Sham merupakan istilah bahasa Arab klasik untuk Damaskus dan wilayah daratan sekitarnya. Dari waktu ke waktu, nama itu merujuk ke daerah antara Laut Tengah dan Sungai Eufrat, di selatan Pegunungan Taurus dan di utara gurun Arab.

Jika digunakan dalam arti itu, al-Sham tidak hanya mencakup Suriah tetapi juga Israel, Yordania, Lebanon, dan wilayah Palestina, dan bahkan bagian tenggara Turki. Daerah ini disebut sebagai Levant oleh pakar geografi Barat.

Namun demikian, tidak mungkin bahwa kelompok militan itu akan memilih "Levant" (jika disebut ISIL) untuk nama mereka sebab ada asosiasi kolonial Prancis yang tidak mereka sukai dari istilah tersebut.

Para pemberontak itu juga tidak suka dengan nama "Suriah" (jika disebut dengan ISIS) sebab Suriah merupakan nama yang diberikan orang-orang Yunani untuk daerah itu pada zaman dulu. Dan suatu saat di masa dulu, istilah "Suriah" digunakan khusus untuk orang Kristen Suriah, sedangkan orang muslim atau Yahudi yang tinggal di sana akan disebut Shami. Jadi, jika bukan "Levant" atau "Suriah" untuk menerjemahkan "al-Sham," lalu apa terjemahannya?

Sejumlah penulis dan pakar geografi menggunakan "Suriah Raya" yang memang berbeda dengan kondisi negara Suriah saat ini. Namun hal itu akan menyebabkan adanya penambahan sebuah kata sifat yang justru tidak muncul dalam bahasa Arab. Atau, bisa saja singkatan ISIS yang sudah akrab itu merujuk ke Negara Islam di Irak dan al-Sham (Islamic State in Iraq and al-Sham), meskipun kata terakhir itu asing bagi para penutur di luar bahasa Arab.


Surat Sekjen PBB tentang Situasi di Suriah, Irak
Warga memeriksa bangunan yang hancur setelah serangan udara pemerintah Suriah di Aleppo, Suriah, 26 Juni 2014. Setidaknya 17 orang termasuk perempuan dan anak-anak tewas dalam serangan udara oleh tentara Suriah di wilayah basis oposisi di Aleppo. (Foto: Salih Mahmud Leyla/Getty Images)


Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon menuliskan satu artikel tentang keprihatinannya atas situasi konflik bersenjata yang semakin memburuk di Suriah dan Irak. Ia menjelaskan bagaimana upaya masyarakat internasional dan PBB untuk menyelesaikan konflik yang telah menelan korban ratusan ribu orang.


Berikut tulisan Ban Ki-moon yang bertajuk Krisis di Suriah: Perang Sipil, Ancaman Global, yang diterima Tempo pada akhir pekan lalu.

"Perang yang mengerikan di Suriah terus memburuk dan berdarah di luar perbatasannya. Perhitungan objektif tampaknya akan dilakukan: bahwa sedikit yang bisa dilakukan, kecuali untuk mempersenjatai para pihak dan menonton amukan kemarahan di konflik tersebut. Masyarakat internasional tentu saja tidak meninggalkan rakyat Suriah dan wilayah yang mengalami gelombang kekerasan dan krisis yang tak pernah berakhir.

Korban tewas sekarang mungkin lebih dari 150 ribu orang. Fasilitas penjara dan penahanan darurat membengkak isinya dengan pria, wanita dan bahkan anak-anak. Kematian oleh eksekusi dan penyiksaan yang tak terkatakan ditemukan dimana-mana di wilayah tersebut. Orang-orang juga mati karena kelaparan dan penyakit yang menular sekali dan langka. Seluruh pusat-pusat kota dan beberapa arsitektur dan warisan budaya manusia termasyur terhampar di reruntuhan. Suriah sekarang menjadi negara yang semakin parah.

Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah mencoba untuk mengatasi akar konflik dan dampak yang menghancurkan. Upaya kemanusiaan kami dan upaya lainnya adalah untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi penderitaan. Namun, tujuan dasar kami, yaitu mengakhiri konflik, tetap belum terpenuhi. Harapan suram untuk perdamaian menjadi semakin silam, apalagi dengan gejolak kekerasan dan ketegangan sektarian di Irak. Kebersamaan dan integritas dua negara utama, bukan hanya satu, yang dibicarakan.


Enam poin berikut dapat memetakan cara yang prinsip dan terintegrasi ke depan.

Pertama, mengakhiri kekerasan. Kekuatan asing yang memberikan dukungan militer lanjutan kepada pihak di Suriah yang melakukan kekejaman dan terang-terangan melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan hukum internasional tidak dapat disalahkan. Saya telah mendesak Dewan Keamanan untuk memberlakukan embargo senjata. Pihak yang bertikai harus duduk bersama lagi di meja perundingan. Berapa banyak orang harus mati sebelum mereka sampai di sana?

Kedua, melindungi masyarakat. PBB terus melaksanakan upaya bantuan kemanusiaan yang besar. Namun, pemerintah terus memaksakan pembatasan akses yang tidak masuk akal; telah dihapus pasokan medis dari konvoi bantuan dan dengan membuat kelaparan yang disengaja dan masyarakat secara kolektif dihukum mereka anggap sebagai bersimpati kepada oposisi. Beberapa kelompok pemberontak telah bertindak sama. Selain itu, masyarakat internasional telah memberikan hampir sepertiga dari dana yang dibutuhkan untuk upaya bantuan. Saya terus meminta untuk mengakhiri pengepungan dan akses kemanusiaan yang tak terkekang di garis depan perbatasan internal dan perbatasan internasional.

Ketiga, memulai proses politik yang serius. Pihak-pihak yang bertikai secara sistematis tanpa henti menghambat inisiatif kedua diplomat terkemuka dunia di dunia, Kofi Annan dan Lakhdar Brahimi. Pemilihan presiden awal bulan ini merupakan pukulan lagi dan gagal memenuhi standar, bahkan standar minimal untuk pemilihan suara yang dapat dipercaya. Saya akan segera menunjuk utusan khusus baru untuk melibatkan tokoh dan transisi ke Suriah baru. Negara-negara regional memiliki tanggung jawab khusus untuk membantu mengakhiri perang ini. Saya menyambut dengan senang hati kontak baru-baru ini antara Iran dan Arab Saudi dan berharap bahwa mereka akan membangun keyakinan dan mengubah sebaliknya persaingan yang destruktif di Suriah, Irak, Libanon dan di tempat lain. Kelompok masyarakat sipil Suriah melakukan upaya berani untuk menjaga tatanan masyarakat dan tetap membuka saluran solidaritas dan komunikasi.

Keempat, memastikan pertanggungjawaban atas kejahatan serius. Bulan lalu, sebuah resolusi yang bertujuan untuk merujuk konflik ke Mahkamah Pidana Internasional gagal untuk lolos di Dewan Keamanan. Saya bertanya pada negara-negara anggota yang mengatakan tidak untuk Mahkamah Pidana Internasional, tetapi mereka mengatakan mendukung akuntabilitas di Suriah untuk maju dengan alternatif yang kredibel. Orang-orang Suriah memiliki hak untuk keadilan dan mengakhiri tindakan impunitas (kebebasan dari hukuman).

Kelima, menyelesaikan penghancuran senjata kimia di Suriah. PBB dan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia telah bekerja sama untuk menghancurkan atau melucuti dari negara tersebut semua bahan kimia yang dilaporkan pada suatu kesempatan di gudang besar. Banyak negara-negara anggota telah menyediakan sumber daya kritis dan dukungan untuk tugas yang menantang ini, yang dilakukan dalam zona perang aktif, dan yang tidak akan selesai pada berbagai fasilitas kehancuran diluar Suriah. Sementara hampir semua korban di Suriah dilakukan dengan senjata konvensional, penting untuk memperkuat aturan global yang melarang produksi dan penggunaan senjata kimia.

Keenam, menyikapi dimensi regional konflik, termasuk ancaman ekstremis. Pejuang asing dalam aksi di kedua belah pihak, menambah tingkat kekerasan dan memperburuk kebencian sektarian. Sedangkan kita tidak boleh begitu saja menerima demonisasi pemerintah Suriah dari semua oposisi seperti teroris. Kita juga tidak harus dibutakan dengan ancaman nyata teroris di Suriah. Dunia harus bersatu untuk meniadakan pendanaan dan dukungan lainnya untuk Jabhat al-Nusra dan Islamic State of Iraq dan al-Sham. ISIS juga merupakan ancaman terhadap semua komunitas di Irak. Sangat penting bagi para pemimpin di kawasan ini, politik dan agama, mengimbau untuk menahan diri dan menghindari serangan spiral dan pembalasan.

Untuk saat ini, hambatan terbesar untuk mengakhiri perang Suriah adalah gagasan bahwa hal itu dapat dimenangkan secara militer. Saya menolak narasi saat ini bahwa pemerintah Suriah "menang".

Ketegangan sektarian berbahaya, gerakan besar pengungsi, kejahatan yang terjadi setiap hari dan penyebaran ketidakstabilan yang menimbulkan perang saudara di Suriah adalah ancaman global. Semua nilai-nilai dimana kita berpijak dan alasan mengapa PBB ada dipertaruhkan di lanskap yang hancur yang merupakan Suriah sekarang ini. Waktu adalah masa lalu yang panjang bagi komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan, untuk menegakkan tanggung jawabnya."

(Tempo/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: