Zionisme Israel bukan bagian dari umat
Yahudi. Hal ini ditegaskan juru bicara Neturai Karta International
Amerika Serikat (AS), Rabi Yisroel Dovid Weiss, Rabu (14/5), saat
berbicara dalam seminar internasional Freedom and Right of Return: Palestine and 60 Years of Etnic Cleansing.
”Bagaimana Israel bisa dengan bangga
mengklaim zionisme itu sebagai bagian dari Taurat yang bersumber pada
ajaran Tuhan, sedangkan mereka hanya gerakan politik yang baru lahir
sekitar 200 tahun lalu,” tegas Weiss. ”Ini jelas merupakan transformasi
total yang dilakukan para pengusung zionisme atas ajaran Taurat,”
lanjutnya.
Menurut Weiss, pemahaman menyeluruh atas
perbedaan zionisme dan Yahudi diperlukan untuk mencari solusi atas
situasi yang terjadi di Palestina saat ini. ”Selama 60 tahun terjadinya
krisis, solusi terbaik yang menguntungkan bangsa Palestina belum juga
ditemukan dan pada saat yang sama posisi bangsa Palestina semakin
lemah.”
Weiss mengatakan situasi berkepanjangan
juga tak lepas dari kelihaian para pengusung paham zionis dalam
memainkan kata-kata dan mengaburkan zionisme dengan anti-Semit. Hal ini
diperparah dengan ketidaktahuan masyarakat internasional memahami
zionisme-Israel dengan Yahudi.
”Dalam konteks ini maka saya berharap dan
mendesak agar kaum Muslimin dan semua pihak jangan pernah menyebut
negara zionis Israel dengan negara Yahudi. Karena dosa besar bagi umat
Yahudi membentuk dan mendirikan institusi negara,” tegasnya. ”Tugas
besar kita sekarang adalah mencerdaskan dunia dan meluruskan pandangan
ini,” lanjutnya.
Hal senada sebelumnya juga ditegaskan
pendeta Stephen Sizer, pendiri Institute for the Study of Christian
Zionism (ISCZ), Inggris. Dalam makalahnya yang berjudul Christian Zionism: Road to Armageddon,
Sizer mengatakan zionisme juga dikenal di lingkungan Kristen. Hal ini
dapat dirunut kembali pada awal abad ke-19 di Inggris hingga menjelma
pada kuatnya gerakan evangelis pada abad ke-20 di AS.
”Dalam konflik Israel-Palestina, peran
mereka semakin memperburuk situasi yang ada,” tegas Sizer. ”Mereka
secara aktif mendorong kembalinya umat Yahudi ke Israel dan mempertegas
klaim bahwa Palestina adalah tanah yang dijanjikan bagi mereka,”
lanjutnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal NGO’S
Union for Supporting Palestina Right, Zahra Mustafawi mengatakan
Palestina adalah tanah suci bagi semua agama, bukan milik Yahudi semata.
Namun, zionis Israel dengan tegas mengabaikan fakta itu dan tak segan
membantai dan menindas bangsa Palestina.
Dalam pandangan Mustafawi, kekuatan
zionis Israel bisa dikalahkan dengan persatuan dan kekuatan serta
ketergantungan pada kekuataan Allah. Putri Ayatullah Ruhollah Komeini
ini mengatakan keyakinannya bahwa dengan dua hal itu Israel bisa
dikalahkan. ”Perjuangan rakyat Palestina dan perang Hizbullah 31 hari
menunjukkan bahwa Israel adalah entitas yang lemah,” tegas Mustafawi
yang juga optimis forum-forum seperti ini bisa memberikan kontribusi
penting bagi perjuangan bangsa Palestina.
Berbicara dalam forum yang sama, mantan
ketua MPR, Amien Rais mengatakan perlu adanya perubahan mendasar pada
kekuatan internasional, khususnya di Amerika Serikat (AS) bagi
penyelesaian konflik Israel-Palestina. Amien menegaskan tanpa adanya
perubahan luar biasa dalam kebijakan politik luar negeri AS yang selama
ini membela Israel, situasi di Timur Tengah akan jauh dari berubah.
Amien menyangsikan AS akan berubah meski bakal terjadi pergantian
pemimpin terkait dengan pemilu November 2008.
”Semuanya sama saja. Baik John McCain,
Barack Obama maupun Hillary Clinton tidak pernah terdengar komitmen
mereka terhadap Palestina. Yang ada justru komitmen mereka untuk
menjamin kedaulatan dan keamanan Israel, di dalamnya termasuk kebijakan
ekspansinya,” kata Amien. Dalam pidatonya yang mendapat sambutan hangat
peserta, Amien menilai pemerintah tidak sepenuh hati mendukung
perjuangan bangsa Palestina, sesuatu yang berbeda dengan media massa.
Sebagian elite pemerintah di Jakarta, lanjutnya, memainkan kebijakan
‘main mata’ dengan Washington.
(Ahmadsamantho/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email