Toleransi antar penganut agama sudah lumayan kuat karena yang memperjuangkannya banyak. Tapi toleransi intra penganut agama (Islam) lumayan lemah.
Beberapa agamawan intoleran terhadap intra agama tapi menerima toleransi antar agama. Toleransi antar agama karena hal itu tidak bertabrakan dengan kepentingan kekuasaan (pengikut sebagai gembalaan dan asset).
Konflik Ambon & Poso yang menelan banyak korban jiwa bisa selesai dengan rekonsiliasi karena banyak yang menghendakinya.Tapi bagamaina dengan nasib pengungsi Sampang?
Empat tahun berlalu sejak penyerangan, 200 org miskin yang jadi korban ditekan untuk melupakan kampung halaman karena ultimatum “penguasa kebenaran” disana.
Setelah kandas semua upaya pengungsi Sampang mencari keadilan di bumi Bhinneka Tunggal Ika ini, sulit untuk tidak mengambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Hukum ditegakkan kecuali bila korban Syiah.
2. Diadvokasi kecuali Syiah.
3. Diekspos kecuali Syiah.
4. Dapat simpati luas kecuali Syiah.
Disini jutaan orang bisa koor membela dan bersimpati kpd satu orang (mungkin karena cantik atau alasan apapun yang menarik dan heboh), tapi melupakan nasib ratusan miskin yang diserang, diusir dan diintimidasi.
Disini seminar-seminar dan konferensi tentang toleransi dan HAM dengan narsum-narsum pintar kerap diadakan, tapi bisu dan tuli tentang nasib orang-orang miskin dan berpendidikan rendah yang diusir dan disesatkan.
Disini hampir semua yang tertulis dari buku, berita, artikel hingga kicauan tentang toleransi cerdas, kritis bahkan indah. Tapi word is not enough.
Terkesan setakpenting itu nyawa dan hak sipil orang-orang yang terhempas arus besar hingga perhatian untuk mereka tak sampai 1℅ dibanding dengan kulit bundar.
Tragedi kemanusiaan hingga detik ini masih berlangsung dan akan terus berlangsung selama hak-hak korban sebagai warganegara dan manusia masih diabaikan.
Tragedi Sampang adalah noda yang harus dihapus dari kening sejarah kita, bangsa Indonesia.
(Satu-Islam/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email