Genosida Armenia tahun 1915 yang dilakukan oleh pada masa dinasti Ottoman telah menjadi isu global pada tahun itu. Hal itu mungkin karena 100 tahun peringatan peristiwa itu jatuh pada tahun ini, karena sebagian tokoh dunia menanggapinya secara serius. Dan yang terutama adalah Paus Franciskus yang menganggap tragedi itu sebagai genosida dan para korbannya sebagai martir.
Sikap Paus Franciskus telah memprovokasi pejabat-pejabat Turki yang melancarkan pernyatan tajam kepadanya, seraya menolak anggapan stigma genosida dan mengganggapnya hanya korban pertempuran. Pada saat yang sama Turki menolak minta maaf tragedi itu. Inilah yang memicu kekesalan Armenia dan masyarakat dunia secara global.
Peristiwa itu terjadi pada masa dinasti Ottoman, namun penolakan pemerintahan Turki sekarang untuk meminta maaf kepada negara dan rakyat Armenia menyingkap adanya hubungan amoral antara Turki sekarang dengan imperium yang berdiri di atas pembunuhan dan kekejaman itu.
Kekejaman dinasti Ottman tidak hanya dialami oleh bangsa Armenia, meskipun korban terbanyak yang hampir mencapai 1.5 juta rakyat Armenia setelah peristiwa Perang Dunia I, namun juga dilakukan di beberapa kawasan lain. Turki juga dianggap sebagai pelaku beragam tragedi kemanusiaan menjelang berakhirnya Perang Dunia I.
Negara-negara Lebanon, Suriah, Palestina dan lainnya menjadi saksi bisu kekejaman dinasti Ottoman. Buku-buku sejarah mencatat bagaimana penjajah Turki mengeksekusi ratusan pemuda Lebanon dari berbagai daerah tanpa membedakan agama dan mazhab mereka. Pengadilan adat telah membuat keputusan-keputusan yang menyulitkan warga tanpa dasar hukum yang jelas selain hanya melaksanakan keputusan penguasa Turki yang kejam dan memenuhi dahaga kebengisannya dalam membunuh dan mengintimidasi warga yang tak berdosa.
Menarik untuk diperhatikan di sini relasi antara penolakan permohonan maaf atas pembantaian yang dilakukan oleh dinasti Ottoman dan aksi kelompok-kelompok teroris Suriah dan Irak yang didukung oleh pemerintahan Ordogan sekarang. Apa korelasi kriminal antar keduanya?
Apa arti sebuah negara pelaku kejahatan sepanjang sejarah yang kini juga melakukan kejahatan genosida sepanjang sejarah dan kejahatan memprovokasi, mendukung, melatih dan menyelundupkan kelompok-kelompok teroris.
Tidakkah ini merupakan indikasi-indikasi nyata keberlanjutan watak kriminal sejak sinasti Ottoman hingga turki moderen. Mungkinkah pihak yang menolak mengakui melakukan kejahatan masa lalu dan menolak maaf atas itu, mengakui kejahatan-kejahatan sekarang yang dilakukannya?
Dan mengapa Turki yang bersaha memaniskan wajahnya hari ini menjadi salah satu sentra kejahatan, teror dan genosida yang kita saksikan sekarag ini?
Tanggangjawab dan dosa para teroris sebanding dengan dosa dan tanggungjawab negara-negara yang mendukung pembantaian sejak ratusan tahun silam. Negara-negara termasuk Turki yang mendukung terorisme ini sekarang seperti kecanduan teror, campur tangan, intervensi dan sabotase.
Turki yang bediri dan hidup di atas pembunuhan dan kejahatan masa lalu terhadap bangsa Arab, umat Islam, Armenia, Kurdi dan lainnya. sekarang mengulangi apa yang sudah dilakukan sebelumnya dengan meneror dan membunuh bangsa Suriah, Irak, minoritas Izdi dan Kurdi meski dengan tangan kedua. Penolakan untuk mengakui genosida Armenia menuntut kita untuk lebih bisa merasakan derita bangsa Armenia yang nenek moyangnya dibunuh oleh tangan-tangan para penjagal penguasa Ottoman.
Genosida merupakan kejahatan, enggan meminta maaf atas tindakan genosida merupakan kejahatan kedua kalinya. Turki enggan meminta maaf karena tak mau disebut sebagai bangsa pembantai
(Satu-Islam/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email