Ringkasan Pertanyaan:
Terdapat
riwayat bahkan dalam kitab-kitab Syiah yang menyatakan larangan
membangun di samping kuburan termasuk larangan membangun masjid yang di
atas kuburan. Bagaimana kita dapat membenarkan pembangunan kuburan,
makam dan lain sebagainya di samping makam para imam dengan adanya
riwayat-riwayat seperti ini?
Pertanyaan:
Saya membaca beberapa hadis
yang menyatakan larangan terhadap pembangunan kuburan, kubah dan
pusara. Tolong jelaskan. Dalam kitab Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih dan
Wasâil al-Syiah diriwayatkan dari Imam Ja’far Shadiq As, “Rasulullah Saw
melarang salat di atas kuburan atau duduk di atasnya atau dibangunkan
makam di atasnya. Beliau melaknat Yahudi dan Kristen karena menjadikan
kuburan para nabi sebagai masjid.”
Dalam Furû’ al-Kâfi, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, Wasâil al-Syiah
disebutkan sebuah riwayat dari Sama’at bin Mahran, “Saya bertanya
tentang ziarah Kubur dan membangun masjid di atasnya kepada Imam Shadiq
As. Beliau bersabda, “Tidak ada masalah berziarah kubur. Namun jangan
sampai dibangun masjid di samping kuburan.” Demikian juga dalam Man Lâ
Yahdhuruhu al-Faqih dari Imam Ja’far Shadiq As terdapat sebuah riwayat
dimana beliau bersabda, “Segala sesuatu yang diletakkan di atas kuburan
atau ditumpahkan selain tanah kuburan itu sendiri akan memberatkan
mayit.”
Dalam Furû’ al-Kâfi, Wasâil al-Syiah diriwayatkan dari Imam Ja’far
Shadiq As bahwa Rasulullah Saw bersabda, ”Selain tanah yang digali dan
dikeluarkan dari kuburan jangan menumpahkan tanah lain di atasnya.”
Sebuah riwayat dalam Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih dan Wasâil al-Syiah,
dari Amirul Mukminin Ali As yang bersabda, “Seseorang yang membangun
kuburan atau membuat patung pasti dan tanpa ragu telah keluar dari
Islam.”
Dalam Wasâil al-Syiah diriwayatkan dari Ja’far Shadiq As dari Amirul
Mukminin Ali As yang bersabda, “Rasulullah Saw mengutusku ke Madinah dan
bersabda, “Hancurkan gambar apa pun yang engkau lihat. Ratakan kuburan
yang engkau temui.”
Dalam al-Istibshâr dan Wasâil al-Syiah terdapat sebauh riwayat dari Ali
bin Ja’far, “Saya bertanya kepada Imam Musa Kazhim, “Apakah dibolehkan
membangun kuburan dan duduk di atasnya? Imam Musa menjawab, “Tidak
dibenarkan membangun kuburan dan duduk di atasnya serta menembokinya.”
Jawaban Global:
Al-Quran secara tegas menyebutkan dan mendukung kisah Ashab al-Kahfi
dan kisah tentang pembangunan masjid di atas kuburan mereka. Terdapat
banyak riwayat yang membolehkan ibadah di samping kuburan para wali
Allah, bahkan diumumkan memiliki pahala dan ganjaran berlipat ganda.
Dari sisi lain, terdapat juga beberapa riwayat yang boleh jadi pada
pandangan pertama dapat dinilai sebagai bertentangan dengan ayat dan
riwayat-riwayat derajat pertama. Namun harus diketahui bahwa fakta-fakta
sosial dan bahaya-bahaya seperti kembali kepada syirik,
bermegah-megahan dan berbangga-bangga, kehilangan kesabaran dan
ketabahan, sebagian pemikiran-pemikiran takhayul yang tidak sesuai
dengan Islam dan lain sebagainya yang mengancam masyarakat Islam
merupakan sebagian dalil yang berujung pada perhatian ekstrem masyarakat
terhadap kuburan sehingga dicela oleh para Imam Maksum As.
Jawaban Detil:
Sebagaimana yang telah dibahas dalam jawaban 3357 (Site: 3870) pada site Islam Quest ini, berdasarkan ayat 21 surah al-Kahf, “Ketika
orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, sebagian mereka
berkata, “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka (supaya mereka
tidak terlihat mata lagi untuk selama-lamanya dan janganlah kita
memperbincangkan tentang mereka lagi), Tuhan mereka lebih mengetahui
tentang mereka.” Tetapi orang-orang yang mengetahui rahasia mereka (dan
meyakini peristiwa itu sebagai salah satu tanda kebenaran hari kiamat)
berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah masjid di atas mereka
(supaya kenangan mereka tidak terlupakan)”
maka membangun masjid
di samping kuburan dan tentu saja salat dalam masjid tersebut tidak
dapat dipandang sebagai tindakan yang melanggar syariat Islam. Namun
riwayat-riwayat yang ada dalam hal ini berbeda satu sama lain. Karena
itu keduanya patut dikaji dan dipelajari sebagaimana berikut:
Kelompok pertama: Riwayat-riwayat yang tidak hanya memandang boleh
salat di kuburan para wali Allah, bahkan salat di tempat itu memiliki
pahala berlipat ganda. Tawatur maknawi riwayat-riwayat seperti
ini dalam hadis-hadis Ahlulbait As tidak menyisakan justifikasi bagi
para penentangnya, sedemikian sehingga yang hanya berkaitan dengan
bolehnya salat di pusara Sayid al-Syuhada As (Imam Husain As), memiliki
satu pasal tersendiri dalam Wasail al-Syiah yang menyebutkan lebih dari
sepuluh riwayat terkait dengan pahalanya.[1]
Kelompok kedua: Riwayat-riwayat seperti hadis-hadis yang disinggung
dalam pertanyaan yang nampaknya menyoroti keharaman atau kemakruhan
membangun masjid atau mengerjakan salat wajib di samping
kuburan-kuburan.
Dalam hal ini harus dikatakan bahwa karena dalil penegasan al-Quran dan
riwayat-riwayat kelompok pertama, terkait dengan kebolehan membangun
dan juga salat di samping kuburan, mau tak mau kelompok kedua harus kita
pandang sebagai bentuk pengharaman terhadap kuburan-kuburan yang
berujung pada sejenis syirik, sifat mubasir, berbangga-banggaan dengan
memanfaatkan kepribadian orang-orang yang telah mati dan lain
sebagianya. Pengharaman ini tidak berlaku secara umum bagi kuburan para
wali Allah karena tidak bertentangan dengan penghambaan kepada Allah
Swt, bahkan seiring sejalan dengannya. Artinya kita tidak dapat
memandang larangan ini juga berlaku bagi kuburan para wali Allah.
Dengan kata lain, ayat 21 surah al-Kahfi dan riwayat-riwayat kelompok
pertama tengah menjelaskan sebuah hukum yang bersifat tetap. Adapun
riwayat-riwayat kelompok kedua sehubungan dengan hukum-hukum yang
sifatnya situasional berdasarkan situasi dan kondisi yang telah
dijelaskan.
Berikut ini kami akan menyampaikan penjelasan ringkas sehubungan dengan
sebagian hal yang boleh jadi menjadi dalil keluarnya riwayat-riwayat
kelompok kedua (adanya pengharaman):
- Bertentangan dengan firman Allah Swt: Pada pandangan pertama, harus dipandang bahwa sujud di hadapan kubur dengan sendirinya tidak dapat dinilai sebagai perbuatan yang ternodai syirik, sebagaimana salat dan sujud di hadapan Ka’bah juga tidak bermakna menyembah dan beribadah kepada Ka’bah. Kita dapat berasumsi salat di hadapan simbol-simbol lainnya, namun diperuntukkan bagi Allah Swt. Contoh masalah ini dapat kita saksikan pada perintah Allah Swt kepada malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam[2] dan juga titah-titah Allah Swt lainnya terkait dengan orang-orang yang melaksanakan salat di hadapan makam Ibrahim As.[3] Kita tahu bahwa makam Ibrahim (di Mekkah itu) hanyalah tempat kakinya. Apabila membangun kuburan dan salat di samping atau di hadapannya, merupakan tanda penghambaan kepada Allah Swt tentu saja kita tidak dapat memandang misalnya, salat di samping dan bahkan di hadapan makam Ibrahim As di Palestina sebagai syirik. Namun demikian, mengingat Allah Swt telah menentukan kiblat kita tidak boleh begitu saja secara semena-mena memilih tempat lain hanya karena tempat suci dan keramat kemudian menjadikannya sebagai kiblat bagi kita. Terdapat kemungkinan bahwa laknat Rasulullah Saw kepada Yahudi dan Kristen disebabkan karena mereka menjadikan kuburan para nabi sebagai kiblatnya dan Rasulullah Saw mengkhawatirkan setelah beliau wafat, sekelompok orang dengan semena-mena akan mengerjakan salat ke arah kuburan Rasulullah Saw sebagai ganti Ka’bah.
- Bermegah-megahan dan berbangga-bangga: Dengan merujuk pada beberapa tafsir[4] kita akan mendapatkan beberapa peristiwa dimana sebagian orang dari dua suku yang berbeda masing-masing memamerkan keunggulan dan orang-orang terkenalnya. Tatkala pembicaraan tentang orang-orang hidup berakhir, mereka membeberkan keunggulan-keunggulan dan kebanggaan-kebanggaan dari orang-orang mereka yang telah meninggal sedemikian sehingga ayat-ayat pertama surah al-Takatsur turun, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (dari mengingat Allah). Sampai kamu mendatangi kuburan (seraya menghitung orang-orang yang telah mati dari kalangan kaummu dan kamu berbangga-bangga dengan itu).”
Jelas bahwa pandangan seperti ini terhadap orang-orang mati dan
menyalahgunakan nama dan kepribadian mereka serta membangun kuburan
secara tidak wajar untuk memenuhi syahwat tentu tidak mendapat sokongan
Islam. Banyaknya riwayat yang mencela orang-orang yang membangun
kuburan. Celaan ini sangat boleh jadi disebabkan oleh perilaku seperti
ini yang amat disayangkan kita saksikan sebagian pekuburan-pekuburan
keluarga.
- Bersikap ekstrem dalam menyampaikan duka-duka biasa: Meski dalam agama Islam banyak dianjurkan untuk bersabar dalam menghadapi musibah, namun dewasa ini kita tetap menyaksikan sebagian orang bersikap ekstrem dalam berduka atas orang-orang mati yang berasal dari kalangan masyarakat biasa dan seolah-olah mereka tidak meyakini pahala dan ganjaran atas orang-orang bersabar.
Boleh jadi sebagian riwayat di atas juga tengah menyoroti masalah ini
bahwa kematian para sahabat dan kerabat tidak boleh menghalangi manusia
yang masih hidup untuk menjalani hidup yang lebih mulia dan bermartabat.
- Memperindah kuburan supaya orang-orang yang dikubur tetap memperoleh manfaat: Pada zaman dahulu kala terdapat gambaran bahwa orang-orang mati setelah kematian tetap memerlukan makanan, tempat yang layak, ornamen, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini dapat disaksikan pada kuburan-kuburan yang terdapat pada peradaban-peradaban kuno. Sebagian riwayat juga mungkin berhubungan dengan pembangunan kuburan yang tidak sesuai dengan pandangan ini dan benda-benda material yang diletakkan di samping kuburan sama sekali tidak memberikan keuntungan pada orang yang telah meninggal.
- Adanya kemungkinan kembali menyembah berhala: Disebabkan pada masa-masa awal kemunculan Islam, perilaku-perilaku yang menunjukkan kemusyrikan, belum sirna secara total dari pikiran masyarakat, kemungkinan kembali kepada keyakinan-keyakinan jahiliyah mengancam kaum Muslimin. Atas dasar itu, Rasulullah Saw pada sebagian perbuatan-perbuatan mubah mengambil sikap tegas sehingga dengan demikian syirik dapat dicabut hingga akar-akarnya. Jelas bahwa setelah mencerabut akar-akar syirik sikap tegas juga akan berkurang dengan sendirinya.
Di antara tindakan ini, perintah Rasulullah Saw untuk menghancurkan
wadah-wadah yang digunakan sebagai tempat minuman keras meski kita tahu
bahwa perbuatan seperti ini pada masa sekarang tidak wajib hukumnya.
Sebagian tindakan tegas Rasululah Saw dalam hubungannnya dengan kuburan
juga dapat dinilai dari sudut pandang ini. Sebagai contoh, Sunni
meyakini bahwa Rasulullah Saw pertama-tama melarang kaum Muslimin untuk
berziarah kubur namun seiring dengan berlalunya waktu, Rasulullah Saw
tidak hanya tidak melarang mereka bahkan beliau menganjurkan orang-orang
untuk pergi ziara kubur dan memandang ziara kubur sebagai pengingat
mati dan hari kiamat serta menyebabkan manusia hidup zuhud di dunia.[5]
Dengan mencermati apa yang telah disampaikan dan dengan memperhatikan
fakta-fakta yang ada terkait dengan haram (makam suci) para Imam Syiah
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa membangun dan mendirikan bangunan
di sekitar makam suci mereka, serupa dengan membangun masjid di atas
kuburan Ashab al-Kahfi dan dipandang sebagai tempat ibadah kepada Allah
Swt. Segala fasilitas yang terdapat di sekeliling kuburan adalah
fasilitas yang disediakan untuk kemudahan para peziarah atau simbol
kesenian Islam dan bukan contoh dari hal-hal negatif yang telah
disebutkan dalam kaitannya dengan kuburan. Karena itu dalam pandangan
syariat, membangun kuburan tidak dapat dinilai sebagai perbuatan
melanggar syariat.
Harap diperhatikan bahwa adanya kemiripan kondisi seperti ini
dikarenakan adanya kebutuhan masa sekarang, dalam membangun dan
mendirikan sebagian tempat-tempat suci pada haramain (Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi) juga dapat di saksikan. Di antaranya:
- Meski kita tahu bahwa berdasarkan riwayat Syiah dan Sunni, ibadah menghadap bukit Shafa di Mekkah memiliki pahala yang banyak namun demi menjaga bukit bersejarah ini sehingga sekarang ini bukit tersebut dibuatkan semacam tembok dan didirikan kubah di atasnya! Para peziarah Baitullah hanya dapat berdiri di samping tangga-tanggga dan menyibukkan diri beribadah. Dalam pada itu, sa’i antara Shafa dan Marwah yang duluunya dilakukan pada satu lintasan dan pada udara terbuka, kini dilakukan pada beberapa tingkat dan lingkungan yang tertutup. Alasannya karena jumlah para peziarah yang semakin membludak.
- Menjaga kehormatan Ka’bah adalah suatu yang harus dilakukan dalam segala kondisi, disebutkan pada sebagian riwayat bahwa makruh hukumnya membangun bangunan yang lebih tinggi dari Ka’bah,[6] namun di sekeliling Masjid al-Haram kini terdapat banyak bangunan yang lebih tinggi sepuluh kali dari Ka’bah! Dan tentu saja untuk membenarkan tindakan ini alasannya adalah karena kebutuhan para peziarah Ka’bah.
Nah pertanyaan kami adalah apakah pembenaran-pembenaran seperti ini,
pekuburan Baqi di Madinah dibuatkan suasana yang sesuai dan memiliki
atap demi kenyamanan para peziarah yang kian hari kian membludak?
Apabila kubah yang dibuat di atas bukit Shafa dan Marwah bukan tanda
kemusyrikan bagaimana mungkin kubah seperti itu dapat dinilai sebagai
syirik ketika diletakkan di atas makam para wali Allah?
Akhir kata kami meminta Anda menyimak sebuah riwayat dari Shahih
Bukhari yang diriwayatkan oleh Sufyan Tammar bahwa saya melihat kuburan
Rasulullah Saw seperti punuk unta (kira-kira mirip dengan kubah kecil).”[7]
Apabila pada masa ketika peziarah masih terogolong sedikit, kuburan
dibangun dalam bentuk seperti kubah kecil kemudian dewasa ini
dibangunkan kubah yang lebih besar karena tuntutan situasi dan kondisi,
apakah hal ini bermasalah?
Referensi:
[1]. Muhammad bin al-Hasan Hurr ‘Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 14, hal. 517, Bab 69, “Istihbab katsrat al-shalat ‘inda qabra al-Husain As Fardhan wa Naflan..” Muassasah Alu al-Bait, Qum, 1409 H.
[2]. “Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Bersujudlah
kamu kepada Adam!” Maka mereka bersujudlah mereka kecuali Iblis; ia
enggan dan takabur, dan (dengan demikian) ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir. “ (Qs. Al-Baqarah [2]:34); “(Sesungguhnya
Kami telah menciptakanmu, lalu membentukmu, kemudian Kami katakan
kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka mereka pun
bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.” (Qs. Al-A’raf [7]:11); “Dan
(ingatlah) tatkala Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu
semua kepada Adam.” Lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata,
“Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?” (Qs. Al-Isra [17]:61); “Dan
(ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat, “Sujudlah kamu kepada
Adam”, maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang.” (Qs. Thaha [20]:116).
[3]. ”Dan
(ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul
bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian makam Ibrahim
sebagai tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan
Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku (ini) untuk orang-orang yang melakukan
tawaf, yang beriktikaf, yang rukuk, dan yang sujud.” (Qs. Al-Baqarah [2]:125)
[4]. Muhammad bin Ahmad Qurthubi, al-Jâmi’ al-Ahkâm al-Qur’ân, jil. 21, hal. 169, Intisyarat Nashir Khusruw, Teheran, 1364 S.
[5]. Dalam hal ini silahkan lihat Pertanyaan 24506 (Site: fa8926). Sunan Ibnu Majah, jil. 1, hal. 501, Hadis 1571, Riset oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi, Dar al-Fikr, Beirut.
"کنت نهیتکم عن زیارة القبور، فزوروها فإنها تزهد فی الدنیا و تذکر الآخرة".
[6]. Muhammad bin al-Hasan Hurr ‘Amili, Wasail al-Syiah, jil. 13, hal. 235, Bab 17, Muassasah Alu al-Bait, Qum, 1409 H.
[7]. Shahih Bukhâri, jil. 2, hal. 106, Dar al-Fikr, Beirut, 1401 H.
(Islam-Quest/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email