Pesan Rahbar

Home » » Selain Al Qur’an, kitab apa saja yang disimpan Imam-Imam Syiah? Berikut Penjelasannya

Selain Al Qur’an, kitab apa saja yang disimpan Imam-Imam Syiah? Berikut Penjelasannya

Written By Unknown on Monday 9 November 2015 | 23:40:00


Oleh: Muhammad Thabari, dalam bukunya yang berjudul “Jawaban Pemuda Syiah atas Pertanyaan-Pertanyaan Wahabi”

Tanya: Apakah ada kitab selain Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw? Apakah hanya Ali saja yang mengetahuinya? Apakah kitab-kitab seperti Al-Jami’ah, Shahifah Namus, Shahifah ‘Abithah, Shahifah Du’abatus Saif, Shahifah Ali, Jafr, Mushaf Fathimah, Taurat, Injil dan Zabur juga dimiliki dan disimpan oleh para Imam Syiah?

Jawab: Sepeninggal Rasulullah saw, umat Islam menjadikan Al-Qur’an dan Sunah Nabi sebagai pegangan mereka. Keduanya adalah rukun dasar yang mana berdirinya Islam bergantung pada dua rukun itu. Bagi kami, hadits-hadits para Imam maksum adalah cerminan sunah Nabi; karena kami yakin apa yang mereka katakan pasti dari Nabi.

Untuk menjaga sunah, terkadang Nabi memerintahkan untuk dituliskannya sunah tersebut. Misalnya:
1. Dalam Fathul Makkah, Rasulullah saw berkhutbah lalu setelah itu seseorang dari Yaman mendatangi Nabi lalu meminta agar dituliskan khutbah tersebut untuknya. Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya untuk menuliskan khutbah tersebut.[1]
2. Di akhir hayatnya Rasulullah saw bersabda, “Berilah aku sebuah pena dan kertas agar aku dapat menuliskan wasiat untuk kalian agar kelak kalian tidak akan tersesat.” Namun sayang sekali Umar menghalangi beliau dari penulisan wasiat seraya berkata, “Begitu parah sakit Nabi hingga beliau sampai mengigau. Cukup bagi kami kitab Allah.”[2]
3. Seseorang dari kaum Anshar duduk di dekat Nabi sambil mendengarkan ucapan-ucapannya. Namun ia sering lupa karena ingatannya yang lemah. Lalu ia mengadukan lemahnya ingatan itu kepada Rasulullah saw. Beliau berkata padanya, “Mintalah pertolongan pada menulis.” Yakni ia diperintahkan untuk mencatat daripada hanya mendengarkannya.[3]

Umar bin Syu’aib menukilkan dari kakeknya bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw, “Apakah aku perlu menulis apa yang telah aku dengar darimu?” Beliau menjawab, “Ya, tulislah.”[4]

Al-Qur’an pun memerintahkan jika seandainya kita berhutang kepada seseorang maka kita harus mencatatnya.[5]

Oleh karena alasan begitu pentingnya sunah Nabi, Ali as dan anak-anaknya selalu menulis dan mencatat segala apa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah saw.

Ali bin Abi Thalib as pernah berkata, “Setiap kali aku bertanya pada Nabi, beliau selalu menjawabku. Dan jika aku diam, ia yang selalu memulai memberitahu aku.”[6]

Oleh karena itu, segala kitab dan catatan yang dimiliki oleh Ali as semuanya hadits Nabi yang ia tulis dari apa yang ia dengar dari lisan beliau. Kitab-kitab yang ia tulis memiliki nama yang bermacam-macam dan diwariskan lalu disimpan oleh anak-anak dan keturunan beliau. Dalam riwayat kami sering disebutkan bahwa terkadang Imam Baqir as dan Imam Ja’far Shadiq as memberikan hukum berdasarkan kitab-kitab tersebut.[7]

Bahkan perlu anda ketahui bahwa Ali as tidak hanya selalu mencatat hadits saja, ia merupakan orang pertama yang mencatat Al-Qur’an. Beliau mencatatnya terus menerus selama dua puluh tiga tahun; selama dua puluh tiga tahun, begitu ayat Al-Qur’an diturunkan beliau mencatatnya. Ali as sendiri pernah berkata, “Demi Tuhan, tidak ada satu pun ayat dalam Al-Qur’an kecuali aku tahu untuk apa ayat itu turun dan di mana diturunkannya dan mengenai siapa. Tuhan telah mengkaruniai aku wadah ilmu yang luas dan lidah yang lancar dalam menjelaskannya.”[8]

Oleh karena itu, kitab-kitab yang telah anda sebutkan kebanyakan adalah kitab hadits Nabi. Misalnya seperti Mushaf Fathimah, kita telah jelaskan pula sebelumnya.

Nama-nama kitab yang telah disebutkan dalam pertanyaan tersebut juga disebutkan oleh Bukhari dalam Shahihnya.[9]

Anehnya si penanya menganggap keberadaan kitab-kitab tersebut sebagai titik lemah Syiah. Padahal bagi kami itu kebalikannya. Keberadaan kitab-kitab tersebut justru menunjukkan betapa Ahlul Bait mementingkan terjaganya sunah Nabi.

Di lain sisi, terasa aneh saat kita melihat sejarah Ahlu Sunah bahwa khalifah Umar pernah melarang Muslimin untuk tidak menuliskan hadits.

‘Aisyah pernah berkata, “Suatu malam aku melihat ayahku susah tidur. Aku bertanya apa sebabnya. Namun di pagi hari, dia berkata kepadaku, “Bawakan catatan-catatan hadits yang pernah kau simpan.” Seluruhnya ada sekitar 500 hadits Nabi dalam catatan-catatan itu. Ia mengumpulkannya menjadi satu lalu membakarnya.”[10]

Saat Umar bin Khattab menjadi khalifah, ia menulis surat pengumuman lalu disebarkan; yang isinya: “Barang siapa meulis selain Al-Qur’an dari Nabi, maka hendaknya tulisan itu dilenyapkan.”[11]

Semenjak itulah penulisan hadits dilarang sehingga penulisan hadits mendapatkan kesan buruk bagi masyarakat.

Namun pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, ia sebagai khalifah merasa bahwa ditinggalkannya penulisan hadits akan mengancam keutuhan sunah nabawi. Kemudian ia menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm (seorang alim di Madinah) untuk menulis kembali hadits-hadits Nabi.[12]

Kondisi yang mencengangkan. Lambat laun muncullah para pedagang hadits yang menjual hadits-hadits palsu buatan mereka sendiri.

Salah jika kita perfikiran bahwa hanya Al-Qur’an saja kitab yang diperlukan umat Islam. Kita perlu kitab-kitab lain yang menjelaskan dan menafsirkan maksud Al-Qur’an.

Adapun para Imam juga menyimpan kitab-kitab langit lainnya seperti Taurat, Injil dan Zabur, itu memang benar dan tidak ada yang perlu dipermasalahkan mengenainya. Saat umat Islam menguasai kandungan kitab-kitab langit lainnya, hal itu dapat menjadi senjata yang ampuh bagi Muslimin untuk meraih kemenangannya saat berdakwah Islam kepada pemeluk agama lain. Sebagai contoh, Imam Ali Ridha as pernah berdebat dengan Ahlul Kitab dengan menggunakan kitab mereka sendiri karena ia menguasai kitab-kitab mereka; kitab yang mana di dalamnya disebutkan tanda-tanda dan ciri-ciri Nabi terakhir, Muhammad saw.


Referensi:
[1] Shahih Bukhari, bab Kitabul Ilm, hadits 112.
[2] Ibid, hadits 114.
[3] Sunan Tirmidzi, jld. 5, hlm. 39.
[4] Ibid, hlm. 125.
[5] Al-Baqarah: 282.
[6] Thabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa’ad, jld. 2, hlm. 283; Sunan Tirmidzi, jld. 5, hlm. 638, hadits 2722, dan hlm. 40, hadits 3729; Tarikh Al-Khulafa, Suyuthi, hlm. 170.
[7] Wasailus Syiah, jld. 4.
[8] Thabaqat Al-Kubra, jld. 2, hlm. 338; Kanzul Ummal, jld. 15, hlm. 135.
[9] Shahih Bukhari, bab Kitabatul Ilm, hadits 1.
[10] Tadzkiratul Huffadz, Dzahabi, jld. 1, hlm. 5.
[11] Musnad Ahmad bin Hanbal, jld. 3, hlm. 12 dan 14.
[12] Shahih Bukhari, bab Kaifa Yafidhu Al-Ilm, hadits 4.

(Hauzah-Maya/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: