Pesan Rahbar

Home » » Konferensi Internasional tentang Krisis Suriah dibuka di Wina Austria

Konferensi Internasional tentang Krisis Suriah dibuka di Wina Austria

Written By Unknown on Sunday, 1 November 2015 | 17:25:00

Diplomat senior dari berbagai negara bertemu dalam Konferensi Internasional tentang konflik Suriah, di ibukota Austria, Wina, 30 Oktober 2015.

Pertemuan internasional putaran baru yang bertujuan untuk menyelesaikan krisis yang sedang berlangsung di Suriah telah dimulai di ibukota Austria Wina, dengan dihadiri oleh perwakilan dari Republik Islam Iran.

Disamping perwakilan dari Republik Islam, Amerika Serikat, Turki dan Arab Saudi, serta setidaknya 12 perwakilan negara lainnya juga hadiri dalam pertemuan itu. Negara-negara itu adalah Perancis, Jerman, Mesir, Rusia, Yordania, Inggris, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA), Irak, Lebanon, China dan Oman.

Utusan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa (UE) juga hadir dalam pembicaraan.
Kegagalan masa lalu tanpa Iran.

Pembicaraan sebelumnya tentang Suriah yang dimediasi oleh PBB yang dikenal dengan pembicaraan Jenewa I dan II gagal menemukan solusi untuk mengakhiri konflik di negara Arab ini. Iran tidak diundang sebagai salah satu pembicaraan waktu itu.

Kedua konferensi itu berakhir dengan kegagalan setelah tokoh oposisi yang didukung asing dalam pertemuan itu menolak untuk membahas meluasnya terorisme dan tetap menuntut penggulingan Presiden Suriah Bashar al-Assad sebagai prasyarat.

Militansi yang didukung asing ini telah menyebabkan 7,6 juta orang mengungsi.

Zarif, John Kerry dan Sergei Lavrov, bertemu di Wina pada Kamis malam menjelang perundingan.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif (Kiri ) menyambut Menteri Luar Negeri AS John Kerry yang terakhir tiba untuk pertemuan, di Wina, Austria, 29 Oktober 2015. (Foto: IRNA)

Menteri luar negeri Iran juga bertemu kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini.

Pembicaraan mereka berfokus selain pada pelaksanaan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) yang dicapai antara Iran dan kelompok negara P5 +1 atas program nuklir Republik Islam juga membahas isu-isu regional.

Hotel Imperial, tempat perundingan internasional tentang Suriah, di Wina, Austria, 30 Oktober 2015. (Foto: Reuters)

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif tiba di Hotel Imperial, tempat perundingan internasional tentang Suriah, di Wina, Austria, 30 Oktober 2015.

Utusan khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura (Kiri ) berjabat tangan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Iran untuk Arab dan Afrika Hossein Amir-Abdollahian di Hotel Imperial, tempat perundingan internasional tentang Suriah, sebelum pembicaraan dimulai di Wina, Austria, 30 Oktober 2015.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry (berdiri-kiri) bersalamam dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif sebelum pembicaraan internasional mengenai krisis Suriah yang dimulai di Wina, Austria, 30 Oktober 2015.

Kegagalan masa lalu tanpa Iran
Pembicaraan sebelumnya di Suriah, dimediasi oleh PBB dan kenal Jenewa I dan II, gagal menemukan solusi untuk mengakhiri konflik di negara Arab ini. Iran tidak diundang dalam pembicaraan itu.

Kedua konferensi berakhir dengan kegagalan setelah tokoh oposisi asing yang disponsori dalam pembicaraan menolak untuk membahas terorisme yang meluas di negara itu dan tetap menuntut penyingkiran Presiden Suriah Bashar al-Assad sebagai prasyarat.

Konflik yang didukung asing di Suriah telah berkobar sejak Maret 2011, hingga kini telah merenggut nyawa lebih dari 250.000 orang dan melukai lebih dari satu juta orang, menurut PBB.

Badan dunia mengatakan 12,2 juta orang, termasuk lebih dari 5,6 juta anak-anak, masih membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Tidak terlalu berharap tentang pembicaraan Suriah
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Press TV pada hari Jumat, wartawan dan blogger Richard Silverstein menggambarkan pembicaraan Wina tentang krisis Suriah sebuah “tanda penuh harapan,” terutama di bangun dari militansi yang disponsori asing di Suriah dan masuknya pengungsi Suriah ke Eropa.

Namun dia, meragukan hasil dari pembicaraan tersebut karena adanya berbagai pihak yang kepentingan dalam pembicaraan itu, dan kondisi yang saling bertentangan dalam beberapa kasus.

Silverstein menunjuk Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) yang dicapai antara Iran dan kelompok negara P5 + 1 atas program nuklir Republik Islam serta isu-isu regional, mencatat bahwa perjanjian tersebut telah membuka jalan bagi kemungkinan kerjasama antara Teheran dan Washington pada sejumlah isu yang harus dilakukan dengan Timur Tengah, dan peran Iran yang kuat sebagai pemain regional.[]

(Mahdi-News/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: