Pesan Rahbar

Home » » Penindasan

Penindasan

Written By Unknown on Sunday 29 November 2015 | 22:35:00


Oleh: Psikologi Islam, Mujtaba Musavi Lari

Peranan Keadilan dalam Masyarakat

Telaah atas sejarah berbagai revolusi menunjukkan adanya faktor-faktor penting yang berharga, yang-di atasnya dibangun-dasar bagi berbagai kebangkitan dan revolusi di seluruh dunia dan di antara berbagai ragam bangsa, Faktor itu tiada lain adalah keadilan. Berkali-kali kata ini lelah membangkitkan orang-orang yang hidupnya dipenuhi oleh penindasan, yang hak-hak dan martabatnya dilanggar. Orang-orang tertindas memberontak melawan semua bentuk kejahatan, dan berusaha untuk mencapai mutiara murni kebebasan dan keadilan dengan menyingkirkan binatang-binatang zalim. Dalam banyak hal orang-orang tertindas rela mengorbankan hidup mereka dengan, harapan dapat menyapu penindasan terhadap kita.

Sangat disayangkan bahwa kebanyakan revolusi dan kebangkitan tidak mampu mencapai tujuan-tujuan mereka yang suci dan para revolusioner itu tidak dapat meraih cita-cita mereka dalam melenyapkan penderitaan dari kehidupan mereka.

Rahasia di balik kegagalan mereka akan terungkap dengan sedikit renungan atas suatu persoalan yang penting. Katakanlah bahwa suatu masyarakat yang kehilangan jejak perkembangan alamiah nya dan telah terbiasa gagal dan terbelakang, tidak akan mampu menanggung suatu sistem yang adil dan bersabar menghadapi tatanan yang adil. Tegaknya keadilan hanya mungkin terjadi dalam suasana yang tepat, jadi tanpa hal itu keadilan tidak akan terwujud dalam cakrawala kehidupan.

Suatu hukum yang adil merupakan kebutuhan mendasar bagi struktur sosial. Hukum yang adil menjamin hak-hak semua kelas dan individu dalam kaitannya dengan kesejahteraan umum, disertai dengan pelaksanaan perilaku di antara berbagai macam peraturannya.

Keadilan adalah sunnatullah yang terlihat di segala sudut alam semesta, Allah Yang Mahakuasa telah menitahkan sketsa dunia ber gantung kepada keadilan, sehingga dengan segala cara apa pun ia tidak dapat dilanggar. Keharmonisan yang menakjubkan dan seksama yang ada di antara organ-organ rubuh kira yang beraneka macam, termasuk di antara begitu banyak manifestasi hukum keadilan yang akurat di alam semesta ini. Dengan memperhatikan diri pun kita dapat memulai suatu pemahaman atas alam semesta.

Keseimbangan yang mengatur alam semesta adalah wajib dalam pengertian alamiahnya. Karena manusia diberi kebebasan berkehendak dan berpikir, menjadi tugasnya untuk mendirikan pilar-pilar keadilan di masyarakatnya. Memang benar bahwa dalam beberapa hal, kekuatan akal manusia membutuhkan petunjuk syariat, tetapi dapat juga tanpa nya; karena manusia secara bebas dapat mencapai banyak perkara. Dalam beberapa hal, akal dapat melampaui keputusan tentang kebaikan atau ketidakbaikan suatu urusan.

Keadilan memiliki suatu posisi penting dalam kehidupan manusia, karena keadilan adalah sumber segala sifat yang mulia. Dengan kata lain, keadilan merupakan pendorong di balik perilaku yang agung. Keadilan juga merupakan unsur yang menciptakan keharmonisan dan keren teraman di antara masyarakat manusia. Sesungguhnya, keadilan merupakan suatu langkah yang penting untuk mempersatukan masyarakat di jalan kebenaran.

Plato, filosof terkenal Yunani berkata:
Jika keadilan menemukan jalannya ke dalam rohani manusia, cahaya akan menerangi segala kekuatan rohaniahnya, karena semua sifat mulia dan moral manusia keluar dari mata air keadilan. la memberi manusia kemampuan untuk sebaik-baiknya melaksanakan pekerjaan pribadinya, yang merupakan kebahagiaan puncak manusia dan puncak kedekatannya kepada Pencipta Yang Maha kuasa.

Cukup aman bila mengatakan bahwa keadilan adalah unsur pokok dalam mengorganisir kehidupan bermasyarakat. Dengan keadilan suatu babak baru kehidupan pun terbuka, masyarakat menemukan ruh baru, dan ia menerangi kehidupan manusia dengan kemuliaan dan keindahan. Suatu masyarakat di mana kehidupan merasakan indahnya keadilan, mendapatkan berbagai tuntutan hidup, dan karenanya ia mampu menanggulangi segala problema.


Kobaran Api Penindasan yang Merusak

Tidak syak lagi, peranan penindasan dalam merusak masyarakat, meruntuhkan tingkah laku dan mengganggu keamanan sosial. Bahkan orang-orang yang tidak taat kepada agama pun tidak dapat menyangkal kenyataan ini. Penindasan menyebabkan perselisihan dan merusak hubungan sosial dalam masyarakat. Praktek kejahatan dan berbagai kekuatan jahat menutupi halaman-halaman dalam sejarah pemerintahan-pemerintahan yang kuat dan menghancurkan peradaban mereka.

Terdapat moral-moral agung di masa hidup para penindas. Misalnya, Muhammad ibnu Abdul Malik yang menikmati tempat khusus di antara para khalifah Abbasiyah. Menteri ini membuat sebuah tungku baja yang di dalamnya dipenuhi dengan duri-duri tajam. Bila tahanan politik dibawa kepadanya, ia akan memasukkan orang tak berdosa itu ke dalamnya dan nyala kobaran api menjilati orang itu hingga berpisah dari tubuhnya.

Ketika Al-Mutawakil sampai ke kantor kekhalifahan, ia memerintahkan untuk memasukkan Ibnu Malik ke dalam penjaranya sendiri. Ketika maut sudah dekat, Ibnu Malik menulis sebuah syair bahwa di dunia ini orang yang berbuat sesuatu akan dihukum karenanya. Ketika Al-Mutawakil membaca syair itu ia memerintahkan untuk membebaskannya, tetapi ketika perintah sang raja sampai di penjara, Ibnu Malik telah mati di dalam tungkunya sendiri dalam keadaan yang mengerikan (Muruj Adb-Dhahab, jilid lV, hal. 88).

Sesungguhnya, orang-orang yang menyatakan bahwa kehidupan hanyalah perjuangan dari hari ke hari demi hidup, secara terus menerus mencoba menghancurkan yang lemah dengan perampasan; mereka berharap perbuatan demikian dapat memperkuat kekuasaannya dan dapat melindungi kedudukannya. Mereka pun berbuat kejahatan dengan tidak berperikemanusiaan dalam memuaskan diri. Tetapi sebagaimana hari hari berlalu, kobaran rasa marah pun berkecamuk di dalam hati orang-orang yang tertindas, yang kemudian menimbulkan bencana besar atas kehidupan sang tiran.

Bagaimanapun juga penindasan tidak terbatas pada kedudukan atau kelas-kelas tertentu. Orang yang berada dalam kedudukan apa pun yang dengan disengaja maupun tidak disengaja, mencoba mengeksplorasi kehidupan orang lain demi kepentingannya sendiri, atau mencoba melanggar batas-batas hukum akal atau syariat, dapat diklasifikasi sebagai seorang penindas.

Sayang sekali, hari ini penindasan telah sampai ke puncaknya; kobaran api penindasan dan kezaliman menyelusup ke berbagai macam kelas masyarakat dan mengancam struktur peradaban manusia dengan pengrusakan liang serius. Agen-agen penindasan menyalahgunakan hak-hak masyarakat manusia dan merampok sumber-sumber dan kekayaan mereka dengan segala cara yang ada, sementara undang-undang keadilan tampak tak berdaya.

Peranan Agama dalam Memerangi Penindasan dan Para Penindas Al-Quran Suci menyatakan tentang hukuman dahsyat yang tidak dapat dihindari bagi para penindas ketika Allah SWT berfirman:
“Dan (terhadap) negeri itu, Kami telah menghancurkan mereka ketika mereka berbuat zalim dan Kami telah menetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.” (QS.18:59)

Semua pemimpin agama telah meyakini keberlangsungan masyarakat manusia, oleh karenanya mereka menegakkan keadilan demi tujuan utama kehidupan mereka. Setiap kali mereka melihat kekacauan dalam proses pembangunan manusia, mereka berusaha merubah kekacauan ini dengan memberontak melawan perbuatan jahat para penindas. Dalam banyak kasus, para pemimpin ini mampu mengatasi dan menyingkirkan para penindas.

Menurut Al-Quran, perilaku para pemimpin agama merupakan faktor penting dalam menyadarkan umat terhadap penindasan:
“Sesungguhnya Kami mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat melaksanakan keadilan.”(QS.57:25).

Oleh karena tujuan puncak lslam adalah keadilan menyeluruh, ia memerintahkan kepada semua pengikutnya un wk melaksanakan keadilan dan persamaan sepenuhnya di antara mereka dan yang lainnya tanpa memandang pertimbangan gelar atau pribadi. Ia juga melarang penindasan dan perampasan hak-hak semua kelompok manusia.

“Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada taqwa.” (QS.5:8).

Kemudian:
“Dali apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkan dengan adil.” (QS.4:58).

lslam memberikan tekanan khusus kepada keadilan yang dengan demikian dapat membatalkan orang-orang yang tidak adil untuk menduduki kedudukan seorang hakim, meskipun ia memiliki segala kemampuan lainnya. Islam juga mewajibkan kepada para orangtua untuk memandang anak-anak mereka dengan adil, hal ini dapat mempengaruhi mereka untuk juga berlaku adil dan menolak penindasan serta kebencian. Di samping itu, salah satu landasan dalam mendidik anak adalah bersikap adil dalam segala keadaan, karena ketika mereka menyaksikan penindasan terjadi di antara ayah dan ibu, mereka tidak dapat diharapkan menjadi orang yang adil atau fair bila berhubungan dengan orang lain. Jika penindasan ditampakkan kepada anak-anak, sifat ini akan tumbuh di dalam watak mereka. mereka pun akan menjadi unsur-unsur perusak dalam masyarakat. Ketidakadilan yang diperoleh itu lama-kelamaan akan mempengaruhi masyarakat mereka, atau bahkan melawan orangtua mereka.

Rasulullah Saw membawa perhatian para pengikutnya kepada masalah penting ini ketika beliau berkata:
“Bersikap adillah kepada anak-anakmu dalam pemberian jika kamu menginginkan mereka bersikap adil terhadapmu dalam kebaikan.” (Nahj Al-Fasahah, hal. 66).

Profesor Bertrand Russel berkata:
Rohani manusia adalah seperti sungai kecil, lama kelamaan melebar. Dan tujuan pendidikan yang memadai adalah untuk membuat tindakan dari luar tampak dalam bentuk pemikiran. perilaku dan kasih sayang tidak dalam bentuk siksaan atau hukuman. Gagasan yang dibutuhkan di sini adalah suatu masalah di mana kira harus menanamkan secara bertahap pada pikiran dan perilaku anak-anak.

Cara yang benar dalam mengajar keadilan kepada anak-anak adalah mungkin ketika anak-anak bergaul dengan orang lain. Persaingan yang terjadi di antara anak-anak menyangkut mainan yang hanya dapat digunakan oleh seorang saja (sepeda, misalnya) pada satu saat, dapat memberi kira harapan dalam mengajar mereka bersikap adil. Memang mengagumkan bagaimana anak-anak menggugurkan sifat egois mereka ketika anak yang tertua mementaskan keadilan dengan menawarkan mainannya kepada anak-anak lainnya. Pada awalnya saya tidak percaya bahwa keadilan adalah perasaan alamiah atau naluri manusia, saya terkejut ketika melihat bahwa perasaan adil dapat dengan mudah dididik pada anak-anak. Adalah penting melnksanakan keadilan keci ka mendidik anak. Yakni:
tidak mendahulukan anak yang satu di atas anak yang lain. Jika, anda mencintai seorang anak lebih daripada yang lainnya, berhati hatilah untuk tidak membedakan dalam pembagian kebahagian dan kesejahteraan di antara mereka.

Praktek yang pada umumnya diterima adalah memberikan mainan kepada anak-anak secara sama, Upaya untuk tidak berlaku adil terhadap anak-anak, dengan segala cara apa pun, merupakan usaha yang keliru (On Education).

Rasulullah Saw. bersabda:
“Takutlah kepada Allah dan bersikap adillah di antara anak-anakmu sebagaimana kamu menghendaki mereka berbuat baik kepadamu.” (Nahj Al-Fasahah).

Imam Ali a.s. menulis sebuah nasehat berikut ini kepada Muhammad Ibnu Abu Bakar ketika beliau menunjuknya sebagai gubernur Mesir:
Para duta Ilahi adalah para penegak keadilan yang sesungguhnya dalam masyarakat. Mereka adalah orang-orang yang telah merencanakan jalan kesempurnaan manusia bagi umat manusia.

Imam Husain a.s. juga mengejawantahkan makna keadilan yang sesungguhnya dan kepercayaan manusia yang sebenarnya ketika beliau bangkit melawan penindasan. Lembaran-lembaran sejarah masih bersinar atas riwayat hidup manusia ini dan akan terus bersinar selamanya.

(Hauzah-Maya/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: