Ketika kita berdoa, kandungan doa itu harus bersumber dari kedalaman jiwa dan kehendak hati. Redaksi doa harus membakar jiwa yang beku. Kandungan permohonan harus bergelora, bersemangat dan penuh vitalitas. Doa harus “hidup.” Permohonan kepada Tuhan harus memiliki “ruh.” Ia harus hidup tidak mati. Berdoa harus bertitik-tolak dari sanubari. Sedemikian sehingga orang yang berdoa laksana didera penyakit yang tak-terobati, sedemikian sehingga laksana karam dalam amukan gelombang, selaksa masalah menghantam dan tiada seorang pun yang membantu. Dalam berdoa singgasana hati dalam kondisi takluk, tunduk dan menyerah, harus dibawa ke haribaan Tuhan. Sehingga terdengar jawaban “labbaik” dari sisi-Nya. Bukankah Dia berfirman: “Serulah Aku, Kupenuhi seruanmu.”
Sepekan sudah kita melewati bulan suci Ramadhan. Alangkah bahagianya mereka yang mendapatkan taufik untuk “curhat” dengan Allah Swt. Alangkah beruntungnya mereka yang kecipratan cahaya untuk “berdua-duaan” dengan-Nya dalam kesendirian atau keramaian. Alangkah senangnya hati mereka yang menambatkan hajat dan harapan hanya pada-Nya dengan rangkaian doa dan munajat. Semoga di antara mereka yang disebutkan ini termasuk kita salah satunya. Amin.
Doa hari ketujuh bulan Ramadhan kita kali ini bercerita tentang permohonan bantuan dalam melaksanakan puasa dan shalat, terjauhkan dari dosa dan kesalahan, anugerah dzikir ajeg kapanpun dan dimanapun. Mari kita membaca:
اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ فِيْهِ عَلَى صِيَامِهِ وَ قِيَامِهِ وَ جَنِّبْنِيْ فِيْهِ مِنْ هَفَوَاتِهِ وَ آثَامِهِ وَ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ ذِكْرَكَ بِدَوَامِهِ بِتَوْفِيْقِكَ يَا هَادِيَ الْمُضِلِّيْنَ
Ya Allah, bantulah aku di bulan ini dalam melaksanakan puasa dan shalat, jauhkanlah aku di bulan ini dari kesalahan dan doa-dosa (yang tidak pantas dilaksanakan) di dalamnya, dan anugerahkanlah kepadaku di bulan ini (kesempatan untuk) mengingat-Mu untuk selamanya.
Dengan taufik-Mu, wahai penunjuk jalan orang-orang yang sesat.
اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ فِيْهِ عَلَى صِيَامِهِ وَ قِيَامِهِ
“Ya Allah, bantulah aku di bulan ini dalam melaksanakan puasa dan shalat.”
Redaksi doa ini berkenaan dengan masalah puasa dan shalat. Kedua kewajiban syar’i ini berpotensi dapat mengelokkan lahir dan batin manusia. Manusia dengan perantaraan puasa, berjuang melawan hawa nafsu, rasa lapar dan dahaga. Dengan berpuasa manusia membiasakan dirinya untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan. Naraqi Ra dalam kitabnya, Mi’raj Sa’adah menyebutkan: “Orang yang berpuasa menjaga matanya dari hal-hal yang diharamkan dan dimakruhkan. Lisannya ia jaga untuk tidak bertutur pedas dan sarat maksiat. Telingannya ia jaga untuk tidak mendengarkan yang diharamkan. Perutnya ia jaga dari makanan haram. Dan pada waktu ifthar mencukupkan dirinya dengan makanan ala kadarnya. Hal ini dilakukan karena berpuasa bertujuan melemahkan kekuatan syahwat dan marah, sehingga menjulang nafs qudisyahnya, dan berperilaku laksana malaikat (mutasyyabih).”
Pada doa hari pertama kita telah sedikit membahas masalah puasa, juga pada hari keempat telah disinggung. Pada doa hari ketujuh ini juga kita memohon kepada Allah Swt supaya membantu kita menunaikan puasa dan shalat.
Kendati Allah Swt telah menitahkan kepada kita untuk mengerjakan kewajiban-kewajiban agama dan ibadah, namun kita tetap dalam masalah ini memohon bantuan dan taufik dari-Nya.
Bangun tatkala sahur, mencicipi kelezatan munajat, menegakkan shalat malam, duduk di hamparan suprah Ilahi, semua ini merupakan taufik yang harus kita minta dari-Nya. Dalam tataran perbuatan kita berhadapan dengan seabrek hambatan. Nafsu yang menghijabi, hati yang cenderung kepada perbuatan syahwat, kecongkakan dan cinta jabatan, sifat ego, bisikan mesra Iblis yang senantiasa mewas-wasi, pendeknya musuh lahir dan musuh batin, yang harus kita kalahkan untuk dapat mencapai Tuhan. Dalam menghadapi musuh lahir-batin ini, mau-tak-mau pertolongan Ilahi harus menyertai perjalanan kita.
Imam Sajjad As tatkala tiba bulan Ramadhan berdoa:
“Bantulah kami menjalankan puasa
dengan menahan anggota badan dari maksiat kepada-Mu
dan menggunakannya untuk apa yang Engkau ridhai,
sehingga telinga-telinga kami tidak kami arahkan pada kesia-siaan
dan mata-mata kami tidak kami pusatkan pada kealpaan.”
Dari doa Imam Sajjad dan riwayat-riwayat yang lain bahwa perbuatan lahir puasa bagi seorang mukmin adalah menghindar dari perbuatan dosa yang menjadi kebiasaan manusia sepanjang tahunnya. Dengan berpuasa memberikan kekuatan mengendalikan dan menahan dan menjamin kita untuk tidak berbuat dosa. Oleh karena itu, untuk menunaikan puasa dan ibadah sedemikian kita harus memohon bantuan dari Allah Swt dan mampu mengambil lompatan besar di jalan ini.
Rasulullah Saw bersabda yang dialamatkan kepada Jabir:
“Wahai Jabir! Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan ini dan meluangkan sebagian malamnya untuk beribadah, perut dan syahwatnya ia jaga, lisannya ia pelihara, maka dosa-dosanya akan dihapus tatkala ia keluar dari bulan Ramadhan ini.”
Jabir berkata: “Wahai Rasulullah! Alangkah indahnya sabdamu. Rasulullah Saw menjawab: “Wahai Jabir! Alangkah beratnya syarat menuaikan puasa sedemikian dan memperoleh derajat sedemikian.” (Biharul Anwar, jil. 96, hal. 371).
Dalam kaitannya dengan hal ini, Imam Shadiq As bersabda: “Tatkala engkau berpuasa, telinga dan matamu juga berpuasa dari hal-hal yang haram. Jauhilah perdebatan, janganlah engkau susahkan budakmu.”
Rasulullah bersabda: “Aliran gerak dan penguasaan Setan atas manusia laksana aliran darah, tutuplah gerakannya dengan berpuasa.” (Mahajjatul Baidha, jil. 2, hal. 125)
وَ جَنِّبْنِيْ فِيْهِ مِنْ هَفَوَاتِهِ وَ آثَامِهِ
“Jauhkanlah aku di bulan ini dari kesalahan dan doa-dosa (yang tidak pantas dilaksanakan) di dalamnya.”
Tuhanku! Aku pohon kepada-Mu kiranya dijauhkan dari kesalahan dan dosa. Karena perbuatan dosa mematikan sanubari dan hajarannya tidak lain kecuali neraka. Berbuat dosa memiliki efek buruk bagi pelakunya. Memotong berkah, memasung rahmat, dan melegamkan hati pelakunya serta menyeretnya menjadi pengikut Setan. Sebagaimana dalam doa Kumail kita membaca, “Ya Allah Ampunilah dosa-dosaku yang dapat menyebabkan turunnya siksa. Ya Allah! Ampunilah dosa-dosaku yang dapat mersusak nikmat. Ya Allah! Ampunilah dosa-dosaku yang dapat menurunkan petaka.”
Pengaruh ukhrawi perbuatan dosa adalah membuat jauh pelakunya dari Tuhan. Sebuah petaka yang besar bagi seorang mukmin. Keterpisahan dari Tuhan merupakan sesuatu yang amat dikeluhkan oleh Amirul Mukminin, “Tuhanku! Aku dapat sabar menanggung siksa-Mu, mana mungkin aku mampu bersabar berpisah dari-Mu.”
وَ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ ذِكْرَكَ بِدَوَامِهِ
“Dan anugerahkanlah kepadaku di bulan ini (kesempatan untuk) mengingat-Mu untuk selamanya.“
Tuhanku! Karena aku mendapatkan taufik dari-Mu untuk menjauh dari dosa-dosa dan terhindar dari pengaruh-pengaruh buruknya, anugerahkan kepadaku kesempatan untuk senantiasa mengingat-Mu.
Dzikrullah adalah mengingat Allah Swt. Mengingat Allah menuntut amalan visual. Terkadang seorang mukmin mengingat Tuhan dalam kondisi tertentu, namun setelah memasuk babak baru dari kehidupannya, menjadi OKB, mendapatkan promosi jabatan, atau tiba-tiba menjadi terlantar dan kehilangan jabatan, lalu kehilangan taufik untuk mengingat Allah Swt dan melupakan-Nya.
Dalam pelataran sejarah banyak contoh kasus yang baik untuk kita jadikan pelajaran.
Kisah ‘Abdul Malik Marwan yang sibuk membaca al-Qur’an di Masjidil Haram tatkala berita bahwa singgasana khilafah jatuh di tangannya. Di tempat itu juga, ia menutup al-Qur’an dan berkata: “Hadza firaqa baini wa bainik.” (Inilah akhir perjumpaan bagiku dan bagimu.) Ia mengucapkan selamat tinggal kepada al-Qur’an.
Senantiasa mengingat Allah Swt, senantiasa mengingatkan tanggung-jawab, senantiasa mengingatkan ikrar-janji setia. Mengingat Allah Swt artinya berpandangan bahwa di seantero tempat Dia hadir dan nazhir (mengawasi). Memandang bahwa Tuhan melihat (bashir) segala perbuatan, memandang bahwa Tuhan mendengar (sami’) seluruh ucapan dan memandang bahwa di berada di hadirat Tuhan. Seorang yang mengingat Allah Swt adalah orang yang memandang seluruh pelataran semesta sebagai manifestasi keberadaan Tuhan. Demikianlah makna dzikir yang sebenarnya. Sangat konstruktif. Menjaga setiap orang untuk tidak berbuat dosa. Menyeru kepada ketaatan. Faktor penyebab seseorang menjadi takut dan gentar. Dan terakhir menjadi penyebab kehadiran hati.
Apa yang kita pohon pada doa hari ini adalah keajegan berzikir, bukan hanya dzikir, sekali, dua kali, bukan. Melainkan senantiasa dan dawam mengingat Tuhan, keagungan, kebesaran-Nya, bahwa Dia mahatahu, mahamendengar dan mahamelihat seluruh perbuatan makhluk-Nya.
Mengerjakan shalat tidaklah penting. Yang penting adalah kita menjadi ahli shalat. Dzikir sporadis dan sekali-kali, tidak konstruktif. Dzikir dawamlah yang konstruktif.
Khawaja Abdullah Ansari berkata: “Perbedaan antara tafakkur dan tadzakkur adalah tafakkur bermakna menjelajah, mencari. Tadzakkur berarti menemukan. Dalam kitab “Shad Meidan” ia mengklasifikasikan tadzakkur menjadi tiga macam:
Pertama, mendengar seruan ancaman (wa’id)
Kedua, berseru-harap terhadap janji (wa’d)
Ketiga, menjawab anugerah dengan lisan membutuhkan.
بِتَوْفِيْقِكَ يَا هَادِيَ الْمُضِلِّيْنَ
“Dengan taufik-Mu, wahai penunjuk jalan orang-orang yang sesat.“
(Eurekamal/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email