Pesan Rahbar

Home » » Mengamalkan Suluk Sosial; Ulasan Doa Hari Kedelapan Puasa

Mengamalkan Suluk Sosial; Ulasan Doa Hari Kedelapan Puasa

Written By Unknown on Monday, 11 January 2016 | 12:32:00


“Allahummah ruzuqni fihi rahmatal Aitam.” Demikian doa pembuka doa hari kedelapan bulan Ramadhan. “Ya Allah! Anugerahkan kepadaku di hari ini untuk dapat mengasihi anak-anak yatim.” Kata rahm dan rahmat bersumber dari rahman. Dan rahman ini merupakan sifat yang berlaku secara umum. Allah Swt adalah rahman, rahman artinya mahamengasihi seluruh makhluk, seluruh kaum Mukminin dan orang-orang kafir di dunia. Rahmat Tuhan bersifat umum. Seluruh semesta dan manusia terpendari dengan cahaya sifat umum ini. Dia Rahman bagi semesta. Manusia juga, dalam proses takhalluq, harus memiliki sifat Ilahiah ini sehingga dengan rahmat umumnya dapat mengasihi sesamanya. Mengasihi kaum Mukmin juga orang Kafir bahkan seluruh makhluk yang terdapat di kolong jagat ini.

Doa hari kedelapan bulan Ramadhan ini berkisar tentang rezeki mengasihi anak yatim, member makan, menerbarkan salam dan bertemankan dengan orang-orang mulia. Mari kita sama-sama membaca:

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ رَحْمَةَ الْأَيْتَامِ وَ إِطْعَامَ الطَّعَامِ وَ إِفْشَاءَ السَّلاَمِ وَ صُحْبَةَ الْكِرَامِ بِطَوْلِكَ يَا مَلْجَأَ الْآمِلِيْنَ

Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku di bulan ini untuk mengasihani anak-anak yatim, memberi makan, menebarkan salam dan bersahabat dengan orang-orang mulia. Dengan keutamaan-Mu, wahai Pelabuhan orang-orang yang berharap.

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ رَحْمَةَ الْأَيْتَامِ

“Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku di bulan ini untuk mengasihi anak-anak yatim.”

Dalam doa ini menolong dan mengasihi anak-anak yatim disebut sebagai rezeki (anugerah). Di hari ini kita memohon anugerah suluk sosial . Menolong anak yatim lebih inklusif daripada ibadah-ibadah personal dan pekerjaan pribadi yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya. Menolong anak yatim merupakan suluk sosial yang harus menjadi perhatian para salik ilaLlah. Penghulu suluk adalah baginda Ali As yang terkenal sebagai Abal Yatama (Bapak Para Yatim). Barangsiapa yang menjadikan Baginda Ali sebagai teladan dan mursyidnya dalam bersuluk, maka seharusnya ia menderetkan dirinya dalam barisan orang-orang yang mengasihi anak-anak yatim.

Sebagai sebuah ajaran samawi down to earth, Islam mengajarkan tanggung-jawab dan kecintaan terhadap sesama sehingga penganutnya dapat berperan aktif dan konstruktif di tengah-tengah masyarakat. Anak-anak yatim senantiasa membutuhkan pertolongan, kasih sayang, perhatian dan kaum Mukmin harus memenuhi kebutuhan ini. Kendati pembinaan ini tidak hanya termasuk pembinaan materi belaka, melainkan termasuk pembinaan yang benar dan sehat serta memikul tanggung-jawab untuk membina urusan maknawi dan memberikan petunjuk kepada mereka seperti yang diseru oleh doa hari ini.

Kalau kita ingin bercermin dari sejarah Amirul Mukminin Ali As disebutkan bahwa beliau di suatu saat di tengah perjalanan berpapasan dengan seorang wanita miskin yang membawa anak-anaknya yang sedang menangis karena kelaparan. Ibu itu menyibukkan anak-anaknya dengan permainan dengan maksud supaya mereka tidak lagi menangis. ‘Ali setelah melihat peristiwa ini bergegas kembali ke rumahnya. Setandan kurma, tepung dan sejumlah minyak, beras beliau pikul di atas pundaknya dan kembali ke arah wanita miskin itu. Qanbar memohon untuk memikul bawaan tersebut, namun ‘Ali tidak merestuinya. Tatkala tiba di rumah wanita miskin itu, beliau meminta izin untuk masuk. Beras yang dibawanya dicampur dengan minyak dan kemudian menyiapkan makanan untuk mereka. Imam ‘Ali membangunkan anak-anak malang tersebut dan dengan tangannya menyuapkan makan itu ke mulut mereka hingga kenyang.

Setelah itu, Imam ‘Ali bermain dengan mereka. Imam ‘Ali meletakkan tangan dan lututnya di atas tanah, bermain dan menirukan suara kambing. Anak-anak yatim itu juga meniru Imam ‘Ali berlaku yang sama dan tertawa. Setelah beberapa lama bermain dengan mereka hingga mereka melupakan kesedihan yang tadi mereka rasakan. (Pand-e Tarikh, jil. 1, hal. 153).

Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Ali As: “Barang siapa yang melakukan empat hal berikut ini maka Allah Swt akan membangunkan kediaman di surga. Orang yang memberikan perlindungan kepada anak yatim, menolong orang-orang lemah, berlaku santun terhadap orang tua, berlaku lembut kepada budak yang dimiliki dan orang-orang yang berada dalam perlindungannya.” (Wasail asy-Syiah, jil. 1, hal. 561).

Juga hadis dari Imam Shadiq As: “Tiada seorang pun yang mengelus kepala anak yatim dengan kasih kecuali Allah Swt menganugerahkan kepadanya cahaya sebanyak bilangan rambut yang dieluskan pada anak yatim tersebut.” (Biharul Anwar, jil. 72, Kitabul ‘Usyra).

Anak yatim adalah anak yang kehilangan ayah dan tiada yang merawatnya. Anak yatim ini adalah anak yang membutuhkan pertolongan material, afeksi dan edukasi. Anak-anak yatim adalah anak-anak yang harus dikasihi. Kehidupannya, kondisi pendidikannya, kondisi akhlak, psikis dan budayanya harus mendapatkan perhatian ekstra. Kebutuhan afeksinya tidak boleh diabaikan. Mengelus rambutnya, memandangnya dengan penuh cinta. Menjadi ayah bagi mereka sehingga luka ketiaadan seorang ayah dapat terobati dan berkata kepadanya: “You’re not alone.” Atau dengan bahasa yang lebih posesif: “Aku di sini untukmu.”

Ali As pada wasiat sebelum menjemput syahadah, menganjurkan untuk menaruh perhatian terhadap anak-anak yatim sehingga jangan sampai di sampingmu, di tengah kehadiranmu, anak-anak yatim luka dan rusak moralnya. “Allah…Allah fil aitam.” (Takutlah kepada Allah akan anak yatim).” Menyitir desah Imam ‘Ali pada detik-detik terakhir kehidupannya.

وَ إِطْعَامَ الطَّعَامِ

Demikian juga dalam frase doa ini, memberikan makanan kepada orang-orang lapar adalah anugerah.

Orang-orang lapar banyak di sekeliling kita. Alangkah banyaknya orang di sekitar kita yang mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, memberikan makan kepada keluarganya, namun makanan tak kunjung didapatkan. Puasa mengingatkan kita kepada orang-orang lapar dan menyediakan lahan untuk mengkondisikan kita berinfak dan bersedekah kepada mereka. Apatah lagi di bulan ini, ganjaran memberikan makanan atau buka puasa bagi orang yang lapar tidak terbilang banyaknya.

Imam Shadiq As bersabda: “Barangsiapa yang memberikan iftar (buka puasa) kepada orang yang berpuasa maka ganjarannya adalah sama dengan ganjaran yang didapatkan oleh orang yang berpuasa itu.”

Memberikan makanan kepada orang yang lapar merupakan amalan yang sanga terpuji. Memberi makanan kepada orang-orang miskin mendapatkan inayah dari Allah Swt. Sufrah yang paling dicintai oleh Allah Swt adalah sufrah yang membentang luas dan digelar untuk menjamu banyak orang.

Perbuatan kemanusiaan ini apabila dilakukan dengan maksud taqarrub Ilallah, maka pelakunya akan mendapatkan ganjaran dan kebaikan yang banyak. Memberikan makanan kepada orang-orang yang lapar merupakan suluk sosial dan percepatan bagi orang yang ingin berjumpa dengan Allah Swt. Di bulan puasa ini, mari kita melatih diri untuk memberikan makanan kepada orang-orang lapar untuk kita jadikan sebagai kultur kehidupan kita.

Sebab diturunkannya surah al-Insan kepada keluarga ‘Ali dan Fatimah adalah berkat kepedulian mereka terhadap masalah ini. “Dan mereka memberikan makanan kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” It’âm di sini adalah it’âm kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan tanpa memandang agama dan keyakinan mereka. Semoga di hari ini, kita ketiban anugerah dapat memberikan makanan kepada orang-orang lapar.

وَ إِفْشَاءَ السَّلاَمِ

“Ya Allah! Anugerahkan kepadaku di bulan untuk dapat menebarkan salam.”

Imam Baqir As bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt mencintai orang yang menebarkan salam.”(Ushul Kafi, jil. 2, bab taslim).

Mengucapkan salam merupakan salah satu dustur moral Islam dan sunnah nabawi. Salam merajut hati orang-orang Mukmin dan para anggota masyarakat. Menebar salam artinya menebar salam kepada setiap orang. Menebar salam maksudnya adalah menebar kedamaian. Dengan menebar salam, membuat hati manusia kian dekat dengan yang lain dan mengundang berkah yang melimpah. Dinukil dalam sebuah riwayat bahwa tiada seorang pun yang dapat mendahului Nabi Saw dalam memberikan salam. Beliau selalu pertama memberikan salam kepada siapa saja yang dijumpai. Bahkan kepada anak kecil sekali pun Rasulullah Saw memberikan salam. Salam memiliki seratus kebaikan. Sembilan puluh sembilan didapatkan oleh orang yang memberikan salam. Dan satunya bagi yang menjawab salam. Salam merupakan dalil ketawadhuan dan rendah-hatinya seseorang. Nabi Saw bersabda: “al-Bakhil man bakhila bis salam.” Orang bakhil adalah orang yang pelit dalam memberikan salam.

Seluruh bangsa memiliki jenis salam dan penghormatan tersendiri. Dalam Islam juga memiliki adab dan aturan main tersendiri dimana sebagian dari adab tersebut akan kita singgung di sini:
1. Jelas dalam memberikan salam dan menjawabnya;
2. Salamnya orang yang berkendaraan kepada pejalan;
3. Salamnya orang kecil kepada orang besar;
4. Salamnya seseorang kepada sekelompok orang;
5. Salamnya orang yang berdiri kepada orang duduk;
6. Salam kepada saudara seagama;
7. Benar dalam mengucapkan salam misalnya Salamun ‘Alaikum;
8. Tidak memberikan salam lantaran kekayaaan dan kedudukan sosialnya;
9. Memberikan salam mustahab hukumnya dan menjawabnya adalah wajib.

Al-Qur’an juga menganjurkan bahwa apabila seseorang memberikan salam kepadamu, berikanlah jawaban yang lebih baik. “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (Qs. Al-Nisa [4]:86).

Diriwayatkan bahwa seorang budak perempuan (kanizah) membawa seikat selasih ke hadapan Imam Husein As. Imam Husein As membebaskan kanizah itu. Sebagia orang berkata: “Apa artinya seikat selasih sehingga Anda membebaskannya.” Imam Husain berkata: “Demikianlah adab yang diajarkan Tuhan.” Kemudian Imam Husain As membacakan ayat di atas dan bersabda: “Hadiah yang terbaik baginya adalah membebaskannya.”

وَ صُحْبَةَ الْكِرَامِ

Manusia merupakan makhluk sosial dan hidup bersama masyarakat. Tentu saja setiap orang untuk hidup bermasyarakat memilih teman dan karib seperjuangan. Teman turut berpengaruh dalam diri seseorang, dalam moralitas, mental dan kelakuannya. Sebuah pepatah Persia menyebutkan:

Tu awwal begu ba Kiyan Zisti
Pas Angah Beguyam ke Tu Kisti?

Katakan kepadaku siapa karibmu?
Kemudian kukatakan kepadamu siapa dirimu.

Kita harus duduk dan bangun bersama orang-orang baik, budiman, mulia, pembesar, orang-orang tulus, cendekia, dan bertakwa. Bersahabat dengan mereka mempengaruhi ilmu dan kejiwaan kita.

Sesuai dengan sabda Nabi Saw tentang bersahabat dengan penjual Kesturi, sekiranya kita tidak menggunakan Kesturi, bau semerbaknya tetap menyebar di sekitar kita.

بِطَوْلِكَ يَا مَلْجَأَ الْآمِلِيْنَ

“Wahai Tempat Berlabuh orang-orang yang berharap.“

Tuhanku Engkau memberikan nikmat, demi nikmat yang Engkau beri, jadikanlah aku sebagaimana Dirimu, memberikan nikmat kepada orang lain. Di hari ini anugerahkan kepadaku di hari ini untuk dapat mengasihi anak-anak yatim. Memberikan makanan kepada orang-orang lapar, menyebar salam, kedamaian (salama), Islam dan bertemankan orang-orang budiman. Tuhanku Engkaulah pelabuhan seluruh harapan kami.

(Eurekamal/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: